bab 2 ar.doc
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teosi
II.1.1 Flash Point
Flash point didefinisikan sebagai suhu terendah yang terkoreksi dengan tekanan
barometer pada 101,3 kpa (760 mmhg), dimana penggunaan nyala uji menyebabkan uap dari
sampel menyala pada kondisi pengujian tertentu.
Titik nyala (flash point) adalah temperatur dimana timbul sejumlah uap yang apabila
bercampur dengan udara membentuk suatu campuran yang mudah menyala. Titik nyala dapat
diukur dengan jalan melewatkan nyala api pada bahan bakar yang dipanaskan secara teratur.
Titik nyala merupakan sifat bahan bakar yang digunakan untuk prosedur penyimpanan agar
aman dari bahaya kebakaran. Semakin tinggi titik nyala suatu pelumas berarti semakin aman
dalam penggunaan dan penyimpanan.
Mekanisme terjadinya flash point
Setiap cairan yang mudah terbakar memiliki tekanan uap, yang merupakan fungsi dari
temperatur suatu bahan bakar cair. Dengan naiknya suhu, maka tekanan uap akan mengalami
kenaikan, dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi penguapan cairan yang mudah
terbakar di udara meningkat, karena itu suhu yang menentukan konsentrasi penguapan cairan
yang mudah terbakar di udara dalam kondisi kesetimbangan. Cairan yang mudah terbakar
yang berbeda membutuhkan konsentrasi yang berbeda dari bahan bakar di udara untuk
mempertahankan pembakaran. Titik nyala adalah suhu minimum di mana ada konsentrasi
yang cukup dari penguapan bahan bakar di udara untuk menyebarkan pembakaran setelah
sumber pengapian dinyalakan.
II.1.2 Fire Point
Fire Point didefinisikan sebagai suhu terendah dimana sampel terbakar secara terus
menerus selama lima detik.
Titik api (fire point) adalah temperatur dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada
keadaan baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik.
Titik api yang digunakan untuk menaksir risiko dari kemampuan bahan untuk mendukung
pembakaran. Nilai-nilai ini juga mempengaruhi bagaimana bahan bakar cair dikirimkan,
disimpan dan dibuang.
(Kennedy, 1990).
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1.3 Autoignation
Autoignition point adalah temperatur yang paling rendah di mana akan menyala secara
spontan pada temperature atmosfir tanpa adanya suatu sumber pengapian eksternal, seperti
suatu nyala api. Temperatur ini diperlukan untuk menyediakan tenaga pengaktifan yang
diperlukan untuk pembakaran. Temperatur di mana suatu bahan kimia akan menyala ketika
tekanan atau konsentrasi oksigen meningkat. Pada umumnya diberlakukan bagi suatu
campuran bahan bakar mudah menyala.
Autoignition point bahan kimia cairan secara khas terukur dengan penggunaan prosedur yang
diuraikan ASTM E659. Ketika yang terukur, autoignition temperatur dapat juga terukur di
bawah tekanan dan pada 100% konsentrasi oksigen. Standard Pengujian yang utama untuk ini
adalah ASTM G72.
II.1.4 Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point
Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point berdasarkan ASTM D92-02b adalah
sebagi berikut :
1. Isi tempat sampel (cup) sampai tanda batas pengisian. Suhu sampel dan tempatnya tidak
boleh melebihi 56°C (100°F) di bawah titik nyala yang diharapkan.
2. Apabila sampel yang akan diuji dalam bentuk padat, maka perlu dicairkan sehingga perlu
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu yang tidak boleh melebihi 56°C (100°F).
3. Pastikan panas awalnya akan naik 5-6°C (9-30°F)/menit. Apabila suhu sampel sekitar
56°C(100°F) panasnya perlu diturunkan sampai suhu 28°C (50°F) dengan kecepatan 5-6°C
(9-11°F)/menit.
4. Pada suhu 28°C(50°F) terakhir terjadi kenaikan suhu dari suhu sebelumnya, pada kondisi
ini perlu dijaga dari terganggunya pengujian oleh uap ataupun busa.
5. Catat pengamatan sebagai titik nyala, ketika asap muncul dan menyebar di seluruh
permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan pada sampel setelah
diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi peningkatan suhu 5-6°C(9-11°F)/menit.
Melanjutkan pemanasan hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan usahakan suhunya kurang
dari 60°C(140°F), kemudian bersihkan tempat sampel (cup) sesuai dengan prosedur.
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
Perhitungan Corrected pada flash dan fire point
Corrected flash point 5 C 1 0.25 ~101.3 2 K! (1)
Corrected flash point 5 F 1 0.06 ~760 2 P! (2)
Corrected flash point 5 C 1 0.033 ~760 2 P! (3)
dimana:
C = observed flash point, °C,
F = observed flash point, °F,
P = ambient barometric pressure, mm Hg, and
K = ambient barometric pressure, kPa.
II.1.5 Metodologi dan Alat Ukur flash Point dan fire Point
Macam-macam metode untuk menetukan flash dan fire point
1. Open Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah dimana tes nyala dilakukan secara
berkala di atas suatu permukaan.
Gambar II.1 Cleveland flash point and fire tester
2. Closed Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah tertutup.
Gambar II.2 Pensky-Martens Closed Cup Flash Point Tester
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1.6 Macam-Macam Bahan Bakar
1. Bahan Bakar Cair :
Bahan bakar cair di klasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
Bahan bakar cair yang mudah menyala (yang mempunyai titik nyala dibawah 37.8 oC dan
tekanan uap tidak lebih dari 2.84 kg/cm2), terbagi :
a. kelas IA, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih dibawah 37.8 oC.
b. kelas IB, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih sama atau diatas 37.8 oC.
c. kelas IC,punya titik nyala sama atau diatas 22.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
Bahan bakar cair mudah terbakar (yang mempunyai titik nyala sama atau diatas 37.8 oC,
terbagi:
a. kelas IIA, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
b. kelas IIB, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 93 oC.
c. kelas IIC, punya titik nyala sama atau diatas 93 oC.
(Kennedy, 1990).
Macam – macam bahan bakar cair :
- Pertamax
- Premium
- Kerosin
- Solar
2. Bahan Bakar Padat :
Bahan bakar padat adalah suatu materi padat yang dapat diubah menjadi energy.
Contohnya adalah batubara. Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan
mudah menguap dan abu.Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan
kimia seperti karbon,hidrogen, oksigen, dan sulfur.Nilai kalor batubara beraneka ragam
dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya.
3. Bahan Bakar Gas :
Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:
Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam:
1. Gas alam
2. Metan dari penambangan batubara
Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat
1. Gas yang terbentuk dari batubara
2. Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)
Gas yang terbuat dari minyak bumi
1. Gas Petroleum cair (LPG)
2. Gas hasil penyulingan
3. Gas dari gasifikasi minyak
Gas-gas dari proses fermentasi
Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas
hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas
dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu
normal (20 0C) dan tekanan normal (760 mm Hg).
Manfaat dan penggunaan dari penetapan Flash Point dan Fire Point produk-produk dari
minyak bumi menurut metode uji ASTM D 92-02b antara lain adalah sebagai berikut :
1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sample untuk membentuk
campuran yang mudah menyala jika ada udara di bawah kondisi terkontrol. Ini
merupakan satu-satunya sifat bahan bakar yang harus dipertimbangkan dalam
memperkirakan timbulnya bahaya kebakaran pada bahan bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan bahan bakar yang akan
ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan yang mudah menyala dan juga mudah
terbakar, seseorang seharusnya tetap mengacu pada aturan – aturan khusus yang terkait
pada definisi yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan mudah terbakar
didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah untuk menguap ataupun relatif tidak mudah
untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari sample untuk
mendukung proses pembakran.
II.1.7 Kerosin dan Oli Mesran 20W 50
Kerosin
Minyak tanah (Kerosin) adalah cairan yang tak berwarna dan mudah terbakar. Minyak
tanah diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada suhu 150oC dan 275 oC
(rantai karbon dari C12 sampai C15). Minyak tanah banyak digunakan dalam lampu minyak
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
tanah, tetapi saat ini banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (avtur, jet-A, jet-B, JP-4
atau JP-A). Sebuah bentuk minyak tanah dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair
sebagai bahan bakar roket.
Biasanya minyak tanah di distilasi langsung dari minyak mentah dan membutuhkan
perlakuan khusus dalam sebuah unit hidroeater, untuk mengurangi kadar belerang dan
pengkaratanya. Minyak tanah dapat juga diproduksi oleh hydrocracker, yang digunakan untuk
memperbaiki kualitas bagian dari minyak mentah yang bagus untuk bahan bakar minyak.
( http://id.wikipedia.org/wiki/minyak_tanah )
Tabel II.1 Spesifikasi Minyak Tanah (Kerosin)
Minyak Tanah
SifatBatasan Metode Test
Min Max ASTM Lain
Specific gravity at 60/60 oF 0,835 D-1298
Colour Lovibond 18 “ cell or 2,50 IP-17
Colour say bolt 9 D-156
Smoke point (mm) 16 D-1322 IP-57
Char Value (mg/kg) 40 IP-10
Distillation D-86
Recovery at 200 oC (% vol) 18
End point (oC) 310
Flash Point 100 IP-170
Alternatively Flash point 105 D-56
Sulphur Content (% wt) 0,20 D-1266
Copperstript Corrosion D-130
Sifat bakar
Nyala Kerosin tergantung pada susunan kimia minyak tanah :
Jika mengandung banyak senyawa aromatic maka apinya tidak dapat dibesarkan
karena apinya mulai berarang.
Alkana-alkana memiliki nyala api yang paling baik.
Sifat bahan bakar napthen terletak antara aromatic dan alkana.
Macam-macam alat pembakar kerosin :
Alat pembakar dengan sumbu gepeng : baunya tidak enak.
Alat pembakar dengan sumbu bulat : mempunyai pengisian hawa yang dipusatkan.
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Alat pembakar dengan pengabutan tekan : merek dagang primus.
Oli Mesran 20W 50
Mesran Super SAE 20W-50 adalah pelumas mesin bensin yang diproduksi dari bahan
dasar pelumas berkualitas tinggi. Mengandung aditif detergen depersant, anti oksidasi, anti
aus dan mempunyai sifat- sifat melindungi dan memelihara kebersihan torak, mencegah
terbentuknya sludge (endapan lumpur), mampu mengurangi keausan pada bagian-bagian yang
bergerak terutama pada katup dengan baik. Pelumas Mesran Super SAE 20W 50 mengandung
bahan aditif khusus sehingga memiliki kekentalan ganda (Multigrade), menjadikan pelumas
ini mudah bersirkulasi. Mesin mudah dihidupkan pada waktu mesin dingin dan suhu rendah
serta tetap mempunyai kekentalan yang mantap saat pengoperasian pada suhu dan kecepatan
tinggi.
Kemampuan Kerja
Keistimewaan Mesran Super SAE 20W-50 ini ditunjukkan dengan performance
levelnya yang telah memenuhi persyaratan API service SG/CD. Oleh karena itu tidak butuh
tambahan aditif. Pelumas ini dianjurkan dipakai pada mesin kendaraan dan motor yang
diproduksi dalam tahun 80an yang membutuhkan pelumas dengan kualifikasi performansi
yang tinggi.
Tabel II.2 Karakteristik Mesarn Super SAE 20W-50
Sifat NilaiNo. SAE 20W-50Spesific Grafity, 15/4oC 0,8873Kinematic Viscosity, at 40oC,cSt 172,57___________________100oC,cSt 18,81CCS Visc at 10C, cP 9300Viscosity Index 122Colour, ASTM 3Flash Point, COC, oC 225Pour Point, oC -27Total Base Number, mg KOH/g 5,75
(www.pelumas.pertamina.com )
II.1.8 Karakteristik Kualitas Bahan Bakar Cair
Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan
bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan
kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.
Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas
tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan
Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt
atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas
tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut
Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan
penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal
yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika
minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk
menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan
terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-
dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.
Titik nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala
api.
Titik tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang
atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini
merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar
minyak siap untuk dipompakan.
Kadar abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar
minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki
kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa
sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll.
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam
bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan
pembakaran. Abumemiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan
kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan
penyumbatan peralatan.
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Residu karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada
permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah
menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.
Kandungan Air
Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan
dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung
garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner,
yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama
penyalaan.
( www.energyefficiencyasia.org )
II.1.9 Segitiga api
Segitiga api atau segitiga pembakaran adalah sebuah skema sederhana dalam
memahami elemen-elemen utama penyebab terjadinya sebuah api / kebakaran. Bentuk
segitiga yang mempunyai tiga sisi menggambarkan bahwa sebuah api / kebakaran
dalam proses terjadinya membutuhkan tiga unsur utama, yaitu : panas, bahan bakar dan
agen oksidator (biasanya oksigen).
Api / kebakaran dapat dicegah atau dipadamkan dengan menghapus / menghi-
langkan salah satu unsur dari tiga unsur utama yang ada dalam ilustrasi segitiga api
tersebut. Api / kebakaran pasti akan terjadi saat tiga unsur dalam segitiga api bergabung
dalam komposisi yang tepat. Tanpa panas yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat
dimulai dan apabila sudah terjadi, kebakaran tersebut tidak dapat berlanjut. Panas dapat
dihilangkan dengan penggunaan zat yang dapat mengurangi jumlah panas yang tersedia
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
untuk memungkinkan terjadinya sebuah api / kebakaran. Salah satu zat yang sering di-
hunakan adalah air, yaitu zat yang membutuhkan panas untuk merubah fasenya dari fase
cair menjadi fase gas / uap.
Unsur yang kedua adalah bahan bakar. Sebuah api / kebakaran akan berhenti
tanpa adanya kehadiran bahan bakar. Bahan bakar dapat dihilangkan secara alami,
seperti sebuah kebakaran yang mengonsumsi seluruh bahan bakar atau secara manual
dengan proses mekanis atau kimiawi menghilangkan bahan bakar dari sebuah api / ke-
bakaran. Pemisahan bahan bakar adalah sebuah faktor penting dalam proses pencegahan
terjadinya kebakaran dan ini adalah dasar dari strategi yang sering digunakan dalam
mengontrol terjadinya kebakaran.
Unsur yang ketiga adalah agen oksidator yang pada umumnya adalah zat oksi-
gen. Tanpa adanya oksigen yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat tersulut dan tidak
dapat berlanjut apabila itu sudah terlanjur terjadi. Dengan mengurangi konsentrasi oksi-
gen, maka sebuah proses pembakaran akan melambat. Oksigen merupakan zalah satu
gas yang secara alami terkandung di udara bebas. Tetapi dalam banyak kasus, masih ada
sedikit udara yang tertinggal meskipun api / kebakaran sudah padam, jadi kehadiran
udara secara umum bukan merupakan sebuah faktor major dalam terjadinya kebakaran.
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
II.2 Aplikasi Industri
Properties Of Biodisel Produced From Various Oilsseds
Latar Belakang
Sumber energi baru terbarukan sedang digalakkan saat ini, membahas tentang
gagasan dan ide untuk mencari dan menemukan sumber energi alternatif sebagai
penyeimbang sumber energi dari bahan bakar fosil. Khususnya untuk Indonesia,
penggunaan energi masih dominan pada bahan bakar fosil. Maka dari pada itu perlu
adanya sumber energi baru yang dapat diperbaharui dan jumlahnya memadai. Salah
satu energi alternatif yang dapat dikembangkan yaitu bio-oil.
Bio-oil telah banyak dikembangkan melalui pengolahan sumber daya alam yang
dapat diperbaharui. Biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya
merupakan bahan yang dapat diolah menjadi energi alternatif [Hambali dkk, 2007].
Kulit pinus merupakan salah satu biomassa yang dapat digunakan sebagai energi
alternatif untuk menghasilkan bio-oil. Selama ini kulit pinus hanya dianggap sebagai
limbah yang mencemari lingkungan. Dahlian dan Hartoyo [1997], melaporkan, hampir
semua bagian pohon pinus dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat
disadap untuk diambil getahnya. Hasil
kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang.
Sedangkan bagian kulitnya hanya dibakar dan abunya digunakan untuk bahan campuran
pupuk, karena mengandung kalium. Padahal kulit pinus bisa dijadikan sebagai sumber
bahan bakar yang belum termanfaatkan dengan baik. Karena kulit pinus mempunyai potensi
sumber energi, maka pada penelitian ini akan di gunakan kulit pinus sebagai biomassa
untuk memproduksi bio-oil.
Pada penelitian ini akan dilakukan konversi kulit pinus menjadi bio-oil
menggunakan proses pirolisis dengan katalis CoMo/NZA, kadar logam yang diembankan
yaitu 0; 0,5; 1 dan 1,5% b/b. Penggunaan katalis CoMo/NZA pada proses pirolsis kulit
pinus diharapkan dapat meningkatkan yield bio-oil yang diperoleh dan mengarahkan
dekomposisi lignoselulosa pada kulit pinus untuk memperoleh senyawa bio-oil yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk masa yang akan datang.
Metodologi
Bahan- bahan yang diperlukan adalah Zeolit alam Yogyakarta, kulit pinus, HCl 6 N, NH4
Cl 1 N, Co(NO3)2.6H2O, (NH4)6Mo7O24.4H2O, aquades, AgNO3, gas N2, O2, dan H2 dan
silinap 280M (thermo oil). Sedangkan alat yang digunakan berupa lumpang porselin,
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
pengayak 60, 80, 100 dan 200 mesh, reaktor alas datar ukuran 1 L, satu set motor
pengaduk, oven, furnace tube, timbangan analitik, tabung serta regulator gas N2, O2 dan H2,
reaktor pirolisis, condenser, heating mantle, thermocouple thermometer (Barnant),
piknometer, viskometer Oswald, gelas piala, pengaduk listrik (Heidolph) dan GC – MS
(Kromatografi gas-spektroskopi massa). Tahapan penelitian terdiri dari pembuatan katalis
CoMo/NZA dan pembuatan bio-oil.
Hasil dan Pembahasan
Hasil uji karakteristik sifat fisika bio-oil dari kulit pinus menggunakan katalis 0%, 0,5%,
1%, 1,5% b/b CoMo/NZA secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Kesimpulan
Pengembanan logam CoMo pada NZA terbukti mempengaruhi yield bio-oil yang
diperoleh, adapun hasil yield yang diperoleh pada 0%; 0,5%; 1% dan 1,5% berturut
turut adalah 44,55%; 47,69%;51,76% dan 46,13%. Hasil yield bio-oil yang terbaik
diperoleh pada pengembanan logam CoMo sebanyak 1 % terhadap NZA yakni 51,76%.
Hasil uji karakteristik sifat fisika bio-oil dengan yield tertinggi yaitu 1%
CoMo/NZA diperoleh densitas 0,919 gr/ml, viskositas 8,02 cSt, angka keasaman 17.78 gr
NaOH/gr sampel, titik nyala 50ºC dan nilai kalor 44,04MJ/Kg. Pada bio-oil dengan katalis
1% CoMo/NZA senyawa dominan yang diperoleh dari dekomposisi holoselulosa dan
lignin adalah 1-Pentene 13,90%, 2-Pentene 10,65%, 1-Propene 9,46%, 1-Pentene 6,38%,
Hexane 6,23%.
(Defriano Asril, 2012)
Laboratorium Teknik PembakaranProgram Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya
II-12