audit rekam medik
DESCRIPTION
kjjTRANSCRIPT
April 2016
AUDIT REKAM MEDIK
Oleh :
Kelompok V, Kelompok VIII, Kelompok IX
Pembimbing :dr. Annisa Anwar M., S.H., M.kes., Sp.F
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
PALU
2016
ANGGOTA KELOMPOK
1. MOH. CAESAR BORNIE
2. LESTARI IRAWAN HADI
3. MICHELLINE BRIGITA BOLANG
4. SITI RAHMA
5. WINDY MENTARI
6. ABD. RACHMAN USMAN
7. NUR FARIDAH
8. NITA RACHMAWATI
9. SITI ASTARI PUTRI
10. SITI MASITA SAID
11. WILLIAM BUNGA DATU
12. RIZQI KARIMA PUTRI
13. AMIRAH ZAHIDAH
RESUME (Ringkasan Keluar)
Nama : Ny. XUmur : 48 tahunJenis Kelamin : PerempuanAlamat : TawaeliPangkat :
No. RM : 05-91-94Ruang : ICUTgl. Masuk : 22-01-2016Tgl. Keluar : 22-01-2016Dokter : dr. X
DOKUMEN PEMBERIAN INFORMASIDOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)/TINDAKAN
dr. X
PEMBERI INFORMASI dr. XPENERIMA INFORMASI Pasien dan Keluarga Pasien
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI
1. DIAGNOSA MASUKSusp. meningoencephalitis
2. DIAGNOSA KELUARPost Synkop + Meningoencephalitis
3. OPERASITidak dilakukan tindakan operasi
4. RINGKASAN RIWAYAT PENEMUAN FISIK PENTING:
Riwayat (Anamnesa)Pasien masuk dengan keluhan pingsan sejak ±4 jam yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit, riwayat kejang 2x, sakit kepala, perut kembung.
Pemeriksaan FisikRiw. Kejang, perut kembung.Pemeriksaan fisik ditemukan bising usus meningkat, nyeri tekan pada ulu hati (+) TD: 110/90 mmHgN: 96 x/menitS: 36,2R: 22 x/menitGCS: E2 M4 V4
Hasil-hasil Lab, RO dan Konsultasi (yang penting):
Leukosit 22.400/mm3
GDS: 276 mg/dlKreatinin : 1,6 mg/dlSGOT: 42 u/lSGPT: 46 u/l
Perkembangan Selama Perawatan/dengan Komplikasi (jika ada)
KU jelekKomplikasi
Akut: edema otak, hipertensi intrakranial, kejang, ventrikulitis, peningkatan tekanan intrakranial.
Intermediet: efusi subdural,
demam, abses otak, hidrosefalus. Kronik: memburuknya fungsi
kognitif, ketulian, kecacatan motorik.
Keadaan Pasien, Pengobatan, Kesimpulan pada saat keluar dari Rumah Sakit dan Diagnosa
Pengobatan yang diterima: Drips fenitoin 1 ampul didalam
NaCL 100 cc/12 jam IVFD RL 20 tpm Drips diazepam 3 ampul didalam
RL 20 tpm Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam Inj. Citicolin 250 mg/12 jam Depacote 2x1 tablet
Meninggal Dunia (+)
Pada rekam medis pasien tidak terdapat lembar persetujuan tindakan medis untuk
tindakan yang dilakukan seperti:
o Pemasangan Guedel (tabung orofaring) dan melakukan suction
o Pemindahan pasien ke ICU
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALUJL. Dr. SUHARSO Lr. III No. 2 Palu
No. _____________________
SURAT KETERANGAN DOKTER TENTANG SEBAB KEMATIAN
Tanggal Kematian : 22 Bulan Januari Tahun 2016Tempat Kematian : ICURumah Sakit : Bhayangkara PaluDi Kota/Kabupaten* : PaluNama : Ny. X No.RM: 05-91-94Umur dalam : 47 tahun 9 bulan 8 hari Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*Alamat : TawaeliDi Kota/Kabupaten* : Palu
SEBAB KEMATIANa. Penyakit yang langsung mengakibatkan kematian
Susp. Meningoensefalitis.
Lamanya dari sakit hingga meninggal dunia (kira-kira)11 jam 10 menit
b. Penyakit-penyakit yang menjadi lantaran timbulnya sebab kematian pada a (bila ada)Abses yang masuk ke dalam ruang subarachnoidInflamasi meningen dan pembuluh darah cerebralTrombosis akibat eksudat dari abses pada pembuluh darah serebral yang menyebabkan anoksia serebri kemudian menyebabkan edema serebri yang menyebabkan terjadinya peningkatan Tekanan Intrakranial.
Lamanya dari sakit hingga meninggal dunia (kira-kira)11 jam 10 menit
c. Di samping penyakit-penyakit tersebut di atas terdapat pula penyakit:Diabetes Mellitus
MATI KARENA RUDAPAKSA (violent death)a. Bunuh diri – Pembunuhan – Kecelakaan *b. ____________________________________________________________________c. ____________________________________________________________________
Keterangan khusus untuk:a. Macam-macam rudapaksa ______________________________________________
____________________________________________________________________b. Cara kejadian rudapaksa _______________________________________________
____________________________________________________________________c. Sifat jejas (kerusakan tubuh)_____________________________________________
____________________________________________________________________
KELAHIRAN MATI (Stillbirth)Sebab kelahiran mati ______________________________________________________
Palu, 22 Januari 2016 Dokter yang memberi keterangan sebab kematian
* Coret yang tidak dikehendaki** Umur< 1 tahun ditulis dalam bulan Umur<1 bulan ditulis dalam hari (dr. X) Umur<1 hari ditulis dalam jam/menit Nama Lengkap
PEMBAHASAN
Pada rekam medis pasien ini tidak terdapat surat persetujuan medis (informed
consent). Disini kami akan membahas mengenai informed consent pasien yang seharusnya
dilakukan di Rumah Sakit.
Pengertian informed consent menurut Permenkes No
585/MENKES/PER/IX/1989 adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas
dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dari pengertian itu informed consent adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum
melakukan pemeriksaan, pengobatan, atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.
Bentuk-bentuk informed consent:
1. Implied constructive consent (keadaan biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimngerti masyarakat umum
sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk
laboratorium, suntikan atau jahit luka terbuka.
2. Implied emergency (keadaan gawat darurat)
Bila pasien dalam kondisi gawat darurat, sedangkan dokter perlu melakukan
tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien sementara pasien dan
keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Contohnya kasus henti napas/
henti jantung.
3. Expressed consent (bisa lisan atau tertulis bersifat khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa.
Fungsi informed consent:
1. Promosi dari hak otonomi perorangan
2. Proteksi dari pasien dan subjek
3. Mencegah penipuan atau paksaan
4. Rangsangan kepada profesi medis introspeksi terhadap diri sendiri
5. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
6. Keterlibatan masyarakat sebagai nilai sosial dan pengawasan
7. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta
dianggap meragukan pihak lain
Hakikat informed consent:
1. Merupakan sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medik yang
mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan
2. Merupakan pernyataan sepihak, maka yang menyatakan secara tertulis hanya yang
bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani
3. Merupakan dokumen yang dianggap sah walau tidak memakai materai
Ketentuan persetujuan tindakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.
HR.00.06.3.5.1866 tanggal 21 April 1999 isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan:
1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan
2. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
4. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya
5. Prognosis penyakit bila tindakan dilakukan
6. Diagnosis
Cara menyampaikan informasi bisa berupa lisan dan tulisan. Pihak yang menyatakan
persetujuan:
1. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih, atau telah menikah
2. Bagi pasien kurang dari 21 tahun dengan urutan hak: ayah atau ibu kandung,
saudara kandung
3. Bagi pasien kurang dari 21 tahun tidak punya orang tua atau berhalangan, urutan
hak: ayah atau ibu adopsi, saudara kandung, induk semang
4. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak: ayah atau ibu kandung, wali
yang sah, saudara kandung
5. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua: suami/istri, ayah atau ibu
kandung, anak-anak kandung, saudara kandung
Istilah informed consent menurut KKI 5 adalah Persetujuan Tindakan Kedokteran
atau Kedokteran Gigi yang mempunyai arti persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya
atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter
gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah pernyataan sepihak dari
pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, sehingga dapat
ditarik kembali setiap saat. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan
proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau
dokter gigi, dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan.
Persetujuan tindakan kedokteran adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah
mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang
cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.
Suatu persetujuan dianggap sah apabila: (1)Pasien telah diberi penjelasan/ informasi;
(2) Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan
keputusan/persetujuan; (3) Persetujuan harus diberikan secara sukarela.
Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat
dilakukan dengan cara antara lain 6: (1) dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; (2)
dengan bahasa sempurna secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat
diterima oleh pihak lawan; (4) dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan;
(5) dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.
Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat Keputusan PB
IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa
yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan
tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk
kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan
informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan
lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila
dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan
pasien. Dalam hal ni dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga
terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan
pasien, kehadiran seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya
diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan
informed consent).
Keharusan adanya informed consent secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien
sebelum dilakukannya tindakan medik dilakukan di sarana kesehatan seperti rumah sakit atau
klinik karena erat kaitannya dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (medical
record). Dengan demikian, rumah sakit turut bertanggungjawab apabila tidak terpenuhinya
persyaratan informed consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi.
Informed consent baru diakui bila pasien telah mendapatkan informasi yang jelas
tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya. Dalam pemberian informasi
ini, dokter berkewajiban untuk mengungkapkan dan menjelaskan kepada pasien dalam
bahasa sesederhana mungkin sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternatif
pengobatan, kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul serta komplikasi-komplikasi
yang tak dapat diubah.
Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan setelah diberikan informasi
melalui informed consent, penolakan tersebut dikenal dengan istilah informed refusal. Hal ini
dapat dibenarkan berdasarkan hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak
dilakukan terhadap dirinya. Untuk informed refusal maka pasien harus memahami segala
konsekuensi yang akan terjadi pada dirinya yang mungkin timbul akibat penolakan tersebut
dan tentunya dokternya tidak dapat dipersalahkan akibat karena penolakan tersebut. Untuk
penolakan tersebut maka dilakukan penandatangan oleh pasien pada lembar Penolakan
Tindakan Kedokteran.
Informed Consent sebagai Bukti Tertulis
Meskipun hanya selembar kertas tetapi Iembar Informed consent yang telah
ditandatangani dapat dijadikan bukti di pengadilan apabila terjadi tuntutan hukum di
kemudian hari. Sehubungan dengan itu, salah satu cara yang dilakukan untuk melindungi
kepentingan dokter terhadap tuntutan pasien, maka di dalam bentuk informed consent secara
tertulis dicantumkan syarat bahwa dokter tidak akan dituntut di kemudian hari. Syarat yang
dimaksud adalah pasien menyadari sepenuhnya atas segala resiko tindakan medik yang akan
dilakukan dokter, dan jika dalam tindakan medik itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,
maka pasien tidak akan mengadakan tuntutan apapun ke pengadilan di kemudian hari.
Seiring dengan perkembangan informed consent, kelengkapan berkas administrasi
rumah sakit semakin disediakan seperti: Surat Pernyataan Persetujuan Pengobatan, Surat
Pernyataan Persetujuan Operasi dan Anastesi, Surat Pernyataan Dirawat di Unit Khusus, dan
sebagainya. Menurut Appelbaum untuk menjadi doktrin hukum, maka Informed consent
harus memenuhi syarat, sebagai berikut: (1) Adanya kewajiban dari dokter untuk
menjelaskan informasi kepada pasien; (2) Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan
izin atau persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.
Informed consent termasuk bidang Hukum Kedokteran, sebagai cabang Ilmu Hukum,
sehingga Hukum Kedokteran pun harus mengikuti sistematik Ilmu Hukum secara umum 10.
Di dalam Ilmu Hukum dikenal tiga macam sanksi yaitu sanksi Administratif, sanksi Perdata
(ganti kerugian), dan sanksi Pidana (hukum badan, denda). Dan masih ada sanksi di bidang
Etik dan Disiplin yang termasuk wewenang organisasi profesi secara intern yang tidak
dicampuri oleh hukum.
Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah,
maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah
1. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat
dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien
untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang
terjadi.
2. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus
dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu
dari tindakan dimaksud padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu
tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan
tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
3. Pendisiplinan oleh MKDKI.
Pendisiplinan oleh MKDKI Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang
dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya
dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga
rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.
Informed consent atau Persetujuan Tindakan Medis sangat penting sehingga para
dokter harus selalu melaksanakan sebaikbaiknya agar tuntutan hukum dari pihak pasien dapat
dihindari. Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah,
maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah, baik dari sisi
hukum pidana, hukum perdata, maupun pendisiplinan.
Daftar Pustaka
Isfandyarie, Anny. Malpraktek dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2005
Kerbala, Husein. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2000
Guwandi, J. Informed Consent & Informed Refusal, Jakarta: Fak. Kedokteran UI,
2006
Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran, Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia, 2006
Loqman, Loebby. Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Hubungan Tenaga Kesehatan
Dengan Konsumen/Pasien, Surabaya: 2000
Pabidang, Siswanto. “Pentingnya Informed Consent”, Tabloid BIDI, (10 September
2004)
Komalawati, Veronika. Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik Suatu
Tinjauan Yuridis, Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1999