asuhan keperawatan pada pasien dengan benigna prostate hiperplasi

67
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN Benigna Prostate Hiperplasi TINJAUAN TEORI A. Definisi - Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat abstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000) - Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran prostate yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (sandra M. nettina, 2002) B. Etiologi Sampai saat ini, etiologi benigna prostate hiperplasi belum di ketahui secara pasti penyebab terjadinya. Tetapi hipotesis menyebutkan bahawa hiperplasi prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DTH) dan proses aging (menjadi tua). (Arief mansjoer, et al, 2000) Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostate adalah : 1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada usia lanjut 2. Peranan dari growth faktor sebagai pemacu pertumbuhan stroma Kelenjar prostate

Upload: asyroful-anam-gucio

Post on 02-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benigna Prostate Hiperplasi

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN Benigna Prostate Hiperplasi

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat abstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000)

- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran prostate yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (sandra M. nettina, 2002)

B. Etiologi

Sampai saat ini, etiologi benigna prostate hiperplasi belum di ketahui secara pasti penyebab terjadinya. Tetapi hipotesis menyebutkan bahawa hiperplasi prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DTH) dan proses aging (menjadi tua). (Arief mansjoer, et al, 2000)

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostate adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada usia lanjut

2. Peranan dari growth faktor sebagai pemacu pertumbuhan stroma Kelenjar prostate

3. Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang mati.

4. Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan epitel Kelenjar prostate menjadi berlebihan

C. Klasifikasi

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002

Derajat

Colok dubur

Sisa volume urine

I

II

III

IV

Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba

Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai

Batas atas prostate tidak dapat diraba

Batas atas prostate tidak dapat diraba

< 50 ml

50 100 ml

> 100 ml

retansi urine total

D. Tanda dan gejala

- Frekuensi : sering miksi / kencing

- Sering terbangun untuk miksi pada malam hari

- Perasaan ingin miksi yang mendesak

- Nyeri pada saat miksi

- Pancaran urine melemah

- Rasa tidak puas sehabis miksi

- Harus mengejan saat miksi

E. Patofisiologi

Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)

Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang kecil. Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi tidak tertutup darah (www.medikastore.com)

Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)

1. Lama operasi lebih singkat

2. Tidak menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan

Penyulit Turp

(Doengoes, 2000)

1. Selama operasi = perdarahan sindroma turp

2. Pasca bedah = perdarahan, infeksi local atau sistemik

F. Pathway

G. Pemeriksaan diagnostic (marilyn E. Doenges dan Mary FrancMoushouse, 2000)

IVP : menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostate, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih

Sistourretrografi: digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local.

Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih

H. Penatalaksanaan

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong. 2002

- Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.

- Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection / tur)

- Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sbaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal retropublik/perianal

- Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan kateter

I. Nursing Care Plan

1. Pengkajian

Menurut Doegoes (2000)

a. Sirkulasi

Tekanan darah meningkat

b. Eliminasi

- Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, urine menetes

- Adanya keragu-raguan pada awal berkemih

- Tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemiih secara tuntas adanya dorongan dan peningkatan frekuensi untuk berkemih

- Nokturia, disuria, hematuria

- Bila untuk duduk ada keinginan untuk berkemih

- Nyeri tekan kandung kemih

c. Makanan/cairan

Anoreksia : mual, muntah

Penurunan berat badan

d. Nyeri/kenyamanan

Nyeri suprapubik, pinggul, punggung, sifat nyeri tajam dan kuat.

Nyeri punggung bawah

e. Keamanan

Demam

f. Seksualitas

Takut inkontensia/menetes selama melakukan hubungan intim

Adanya penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

2. Diagnosa keperawatan

a. Retensi urine bd obstrtuksi skd terhadap BPH (Nanda, 2002)

Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH : klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi vesika urinaria.

Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml. dengan tidak ada tetesan/kelebihan aliran

Intervensi :

1. Dorongan klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

3. Dikaji dan dicatat waktu dan jumlah tiap berkemih

4. Perkusi / palpast area suprapublik

5. Ajarkan teknik relaksasi saat berkemih

6. Kolaborasi untuk pemasangan kateter

b. Cemas bd kurangnya informasi skd terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)

Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH : menghubungkan peningkatan kenyamanan

Menggunakan mekanisme koping yang efektif

Intervensi

1. Kaji tingkat kecemasan

2. Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan

3. Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya

4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

c. Nyeri akut ybd agen injuri mekanik. (Nanda, 2002)

Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH :

- Klien rileks

- Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol

- Skala nyeri 1-2

Intervensi

1. Kaji skala nyeri klien

2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

3. Berikan tindakan kenyamanan seperti Pijat punggung, membantu klien melakukan tirah baring yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi atau latihan nafas.

4. Berikan terapi analgetik

d. Resiko infeksi ybd sisi masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan alat invasive. (Nanda, 2002)

Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH :

- Tidak ada tanda-tanda infeksi

- TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Perhatikan sistem kateter steril

2. Awasi tanda vital

3. Kaji adanya tanda-tanda infeksi

4. Berikan antibiotic sesuai indikasi

e. PK perdarahan. (Lynda Juall Carpenito, 2001)

Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan

KH :

- Urine jenih

- TTV dalam batas normal

- Hb dalam batas normal

Intervensi :

1. kaji TTV

2. Kaji dan monitor perdarahan

3. Kolaborasi dengan dr untuk irigasi NaCl

4. Kolaborasi dengan dr untuk permeriksaan Hb

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Edisi 8, Jakarta 2002

Brunner dan suddarth. Buku Saku Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC; 2002

Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC : 2001

Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC: 2000

Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000

Nanda diagnosis keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa PSIK BFK UGM Angkatan 2002

Nettina, sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta, EGC : 2002

Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN UROLOGI BATU GINJAL(NEFROLITIASIS)

BAB I

PENDAHULUAN

1. DEFINISI

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih bagian atas (urolithiasis). Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Batu ginjal atau kalkulus renal ( Nefrolitiasis) dapat terbentuk dimana saja di dalam traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal (pelvis renis) atau kalises. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan bisa soliter atau multiple.

Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung komponen kristal dan matriks organik.(Suyono, 2001)

Batu ginjal sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dan jarang ditemukan pada anak-anak. Batu kalsium umumnya terdapat pada laki-laki usia pertengahan dengan riwayat pembentukan batu didalam keluarga.

Batu ginjal jarang terjadi pada masyarakat kulit hitam di amerika. Keadaan ini pravalen dikawasan dikawasan geografik tertentu seperti amerika sebelah tenggara (yang dinamakan stone belt), dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh hawa panas yang meningkatkan dehidrasi serta memekatkan substansi yang membentuk batu atau terjadi karena kebiasaan pada makanan pada masyarakat setempat (Kowalak. 2002)

2. ETIOLOGI

Dalam banyak hal penyebab terjadinya batu ginjal secara pasti belum dapat diketahui. Pada banyak kasus ditemukan kemungkinan karena adanya hiperparatirodisme yang dapat meyebabkan terjadinya hiperkalsiuria. Kadangkadang dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri yang menguraikan ureum (seperti proteus, beberapa pseudoenonas, staphylococcosa albus dan beberapa jenis coli) yang mengakibatkan pembentukan batu.

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.Faktor intrinsik, meliputi:

1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien

wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:

1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).

2. Iklim dan temperatur.

3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.

5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih

Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.

2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.

3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium

Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:

1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.

3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.

4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.

5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit

Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat

Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

3. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri pinggang

2. Retensi urine menurun

3. Jika terjadi infeksi bisa terjadi demam / menggigil.

4. Nausea dan vomiting

5. Hematuria kalau batu tersebut menimbulkan abrasi ureter

6. Distensi abdoment

7. Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya dimilki oleh pasien (Kowalak. 2002)

Menurut Smeltzer (2000) menjelaskan Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.

beberapa gambaran klinis nefrolitiasis :

1. Batu, terutama yang kecil (ureter), bisa tidak menimbulkan gejala.

2. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.

3. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.

Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. (Corwin, 2001)

4. komplikasi batu ginjal

Nekrosis tekanan

Obstruksi oleh batu

Hidronefrosis

Perdarahan

Rasa nyeri

Infeksi

(Kowalak. 2002)

PEMERIKSAAN PENUNJANG BATU GINJAL

1. Pemeriksaan faal ginjal

2. Foto IVU

3. Pemeriksaan sedimen urine

4. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian besar batu ginjal

5. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan ukuran serta lokasi batu

6. Pemeriksaan USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obatruksi, seperti hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu radiorusen yang tidak tampak pada foto (Kowalak. 2002)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:

Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin.

Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.

C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada keadaan demam.

Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.

Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko metabolik.

1. PENATALAKSANAAN BATU GINJAL

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

1. ESWL/ Lithotripsi

Adalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

1. Metode Endourologi Pengangkatan Batu Ini merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor.

Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari kateter yang tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter denganv memasukkan suatu alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu diangkat.Larutan Batu. Nefrostomi Perkutanv dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolekdiktus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.

1. Pengangkatan Bedah

Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika batu terletak di dalam ginjal.

Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.

2. Medikamentosa

Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :

1. Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan susu

dan keju dari diit, kalium fosfat asam ( 3 6 gram tiap hari) mengurangi kandungan kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya 50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari) atau sari buah cranberry ( 200ml, 4 kali sehari ) mengasamkan urin dan membuat kalsium lebih mudah larut dalam urin.

2. Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat ( 3 5 gram kalium fosfat asam setiap hari), piridoksin ( 100 mg, 3 kali sehari).

3. Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam (pH urine harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4 8 ml asam nitrat 50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet mineral basa, batasi purin dalam dit penderita batu asam urat ( berikan pulka 300mg alopurinal ( zyloprin ) sekali atau dua kali sehari). Pada penderita sistinura, diet rendah metionin dan penisilamin ( 4 gram tiap hari ).

Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu ginjal menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam ruang dengan ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine out put, pencegahan terhadap distensi dan pendarahan dan perhatian terhadap lokasi pemasangan drainase dan perawatannya.

PENCEGAHAN BATU GINJAL

Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.

Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari

2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu

3. Aktivitas harian yang cukup

4. Medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria.

4. Rendah purin.

Diet ini diberikan pada pasien yang menderita penyakit ginjal asam urat dan gout.5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Menurut guyton, 2009 adalah :

1. Kaji terhadap adanya nyeri, ketidaknyamanan, keparahan dan lokasi nyeri.

2. Kaji gejala yang berhubungan seperti mual, muntah, diare, distensi abdomen.

3. Kaji tanda-tanda infeksi traktur urinarius (menggigil, demam, disuria, sering berkemih), obstruksi (berkemih sering dengan frekuensi sedikit, oliguria, atau anuria).

4. Riwayat adanya batu ginjal pada keluarga, kanker, diet tinggi kalsium atau purin.

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:

Gejala:

Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk

Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi

Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2. Sirkulasi

Tanda:

Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)

Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3. Eliminasi

Gejala:

Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya

Penrunan volume urine

Rasa terbakar, dorongan berkemih

Diare

Tanda:

Oliguria, hematuria, piouria

Perubahan pola berkemih

4. Makanan dan cairan:

Gejala:

Mual/muntah, nyeri tekan abdomen

Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat

Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup

Tanda:

Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus

Muntah

5. Nyeri dan kenyamanan:

Gejala:

Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)

Tanda:

Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi

Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6. Keamanan:

Gejala:

Penggunaan alkohol

Demam/menggigil

7. Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis

Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme

Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d inflamasi, sumbatan dan abrasi saluran kemih oleh pindahnya batu ditandai dengan:

Ds: Adanya nyeri

Do: rasa tidak enak diperut, ekspresi wajah meringis, posisi menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan berusaha mencari posisi untuk menghilangkan nyeri.

2. Gangguan Eliminasi Urine b/d sumbatan aliran urine oleh batu yang ditandai dengan :

Ds: Adanya kesulitan untuk berkemih

Do: sakit saat berkemih, urine tidak lancar, dan hematuria

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengangkatan batu ditandai dengan:

Ds: telah lama menderita batu ginjal

Do: IVP terdapat sumbatan batu ginjal dan atau saluran kemih, perut tidak enak, mual, mutah, diare dan kristal positif melalui pemeriksaan mikroskop.

Urinalisis : hematuria dan pyuria.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan 1: Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.

2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.

3. Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5. Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.

7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:

Analgetik

Antispasmodik

Kortikosteroid

8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.

Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.

Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.

Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.

Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.

Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.

Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

Diagnosa keperawatan 2 :Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.

3. Dorong peningkatan asupan cairan.

4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)

6. Berikan obat sesuai indikasi:

Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

Antibiotika

Natrium bikarbonat

Asam askorbat

7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).

8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi.

Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi

Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.

Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.

Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.

Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat

Menurnkan produksi asam urat.

Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.

Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi.

Saran

Makalah yang kami susun mungkin terdapat kekurangan maupun kesalahan, oleh karena itu saran dan masukan dari pembaca menjadi harapan kami demi kesempurnaan makalah yang kami susun ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kowalak-welsh-Mayer. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC.

2. B Basuki. 2008. Dasar-dasar urologi. Malang: Sagung seto

3. Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) / Kro

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi ginjal

1. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke-3.

2. Struktur ginjal

Ginjal terdiri atas:

a. Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis, jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis.

b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.

3. Pembungkus ginjal

Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.

a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.

b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.

4. Struktur makroskopis ginjal

Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3 juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut glomerulus.

5. Bagian-bagian dari nefron

a. Glomerulus

Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke sistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein dalam keadaan normal.

b. Tubulus proksimal konvulta

Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari korteks ke bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air dan natrium.

c. Lengkung Henle (ansa henle)

Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelung henle dan natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.

d. Tubulus distal konvulta

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dimasing-masing nefron bermuara ke duktus kolingetis yang panjangnya 20 mm.

e. Duktus kolingetis medulla

Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

B. Definisi CKD

Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).

Gagal ginjal kronis (GGK) ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan irreversibel dalam berbagai periode waktu, dan beberapa bulan hingga beberapa dekade. Gagal ginjal kronis terjadi karena sejumlah keadaan nefron tidak berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) (Chang, dkk, 2010).

C. Etiologi

Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:

1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai darah menyebabkan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke arah ginjal, dsb.

2. Penyebab renal: berupa gangguan/ kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetesmellitus (diabetic nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjalyang merusak jaringan ginjal, dll.

3. Penyebab post renal: berupa gangguan/ hambatan aliran keluar (output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan padasaluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing. Contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dll.

D. Klasifikasi

Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat/ Stadium

Penjelasan

LFG (ml/mnt/1,73m2)

1

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

> 90

2

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60 89

3

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30 59

4

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15 29

5

Gagal ginjal

< 15 atau dialysis

Stadium 1:

Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Stadium 2:

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.

Stadium 3:

Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

Stadium 4:

Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi GGK dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.

Stadium 5:

Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.

E. Manifestasi Klinis

1. Perubahan berkemih

Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan nukturia tampak jelas karena ginjal tidak mampu memekatkan urin, khususnya di malam hari. Berat jenis urin secara bertahap menetap pada nilai di sekitar 1,010 (konsentrasi osmolar plasma) yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal untuk mengencerkan atau memekatkan urin.

2. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.

Peningkatan retensi cairan menyebabkan penurunan ekskresi urin. Keparahan gejala bergantung pada tingkat kelebihan cairan. Dapat terjadi edema dan hipertensi. Kelebihan cairan pada akhirnya dapat menyebabkan edema paru, dan efusi perikardium serta efusi pleura. Pada keadaan ini terdapat pula sejumlah gangguan keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh disfungsi ginjal. Ekskresi natrium akan terganggu dan retensi natrium terjadi bersama dengan retensi air.

3. Sindrom uremia

Ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab untuk ekskresi ureum yaitu produk akhir metabolism protein. Pada gagal ginjal terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dimana kenaikan kadar kreatinin serum merupakan indikator terbaik untuk menunjukkan gagal ginjal. Retensi ureum dan kreatinin mempengaruhi semua sistem tubuh dan keadaan ini disebut sindrom uremia.

4. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang paling sering terjadi dan bertanggung jawab atas percepatan penyakit aterosklerosis vaskuler, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung kongesif. Hal tersebut merupakan penyebab utama kematian pada pasien gagal ginjal kronik.

5. Gangguan pernafasan

Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru, pleuritis uremia, dan efusi pleura sering ditemukan pada pasien gagal ginjal.

6. Gangguan neurologi

Perubahan neurologi dapat berkisar dari keletihan dan kesulitan konsentrasi hingga kejang, stupor, dan koma. Neuropati perifer juga terjadi dan pasien mengeluh restless leg syndrome dan parestesia (rasa terbakar) pada kedua kaki.

7. Gangguan metabolik dan endokrin

Gagal ginjal dikaitkan dengan beberapa gangguan metabolik dan endokrin. Gangguan ini meliputi: hiperglikemia, hiperinsulinemia, abnormalitas uji toleransi glukosa, dan hiperlipidemia.

8. Disfungsi hematologi dan imunologi

Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan karena gagal ginjal menyebabkan gangguan produksi eritropoietin yang diperberat oleh abnormalitas trombosit. Anemia mengakibatkan kemunduran keadaan umum pasien dan menjadi penyebab primer hipertrofi ventrikel kiri pada gagal ginjal kronis. Sel darah putih juga mengalami perubahan karena retensi ureum, yang menyebabkan imunodefisiensi sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi. Meskipun jumlah trombosit normal, fungsinya menjadi abnormal karena uremia, sehingga timbul kecendrungan perdarahan.

9. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, mual, dan muntah menyertai gagal ginjal dan menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang dialami oleh banyak pasien. Setiap bagian sistem gastrointestinal terpengaruh akibat inflamasi mukosa yang disebabkan oleh kadar ureum berlebih. Stomatitis, ulserasi oral, rasa logam dalam mulut, dan fetor uremia (bau nafas uremik, seperti bau buah) umumnya ditemukan. Selain itu, perdarahan gastrointestinal, diare, dan atau konstipasi dapat pula terjadi karena retensi produk uremia.

10. Gangguan muskuloskeletal

Gagal ginjal mengganggu proses pengaktifan vitamin D. Vitamin D aktif diperlukan dalam saluran cerna untuk membantu absorpsi kalsium. Pada GGK, keadaan ini mengakibatkan hipokalsemia. Hormon paratiroid (PTH) kemudian disekresikan untuk mengimbangi sekresi hormon paratiroid merangsang demineralisasi tulang sehingga kalsium terlepas dari tulang untuk menaikkan kadar kalsium serum. Fosfat juga dilepaskan oleh tulang, yang memperberat keadaan hiperfosfatemia yang sudah terjadi. Kerja hormon paratiroid pada tulang menyebabkan osteodistrofi ginjal yaitu suatu sindrom perubahan skeletal yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.

11. Gangguan integumen

Perubahan paling mencolok pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal adalah perubahan warna kulit menjadi kuning kusam karena absorpsi dan retensi pigmen urin. Kulit juga menjadi pucat (karena anemia), dan kering serta bersisik Karena penurunan aktivitas kelenjar minyak dan keringat. Pruritus terjadi karena peningkatan kadar ureum dan deposit kalsium-fosfat dalam kulit. Rasa gatal begitu hebat sehingga menyebabkan perdarahan atau infeksi sekunder akibat garukan. Rambut kering serta rapuh dan kuku tipis dan beralur. Pada akhirnya dapat terjadi petekia dan ekimosis yang disebabkan oleh abnormalitas trombosit.

12. Disfungsi reproduksi

Fungsi reproduksi normal juga berubah pada gagal ginjal. Hormon pria dan wanita menurun dan mereka mengalami penurunan libido serta masalah infertilitas (Chang, dkk., 2010).

F. Evaluasi Diagnostik

1. Pemeriksaan darah bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan kenaikan kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan kalium urea; kadar pH dan bikarbonat turun; dan kadar Hb dan Ht rendah.

2. Uji pembersihan kreatinin bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal, menunjukkan deteriorasi perlahan-lahan pada fungsi ginjal.

3. Biopsy ginjal bertujuan untuk menentukan sel jaringan untuk memungkinkan identifisasi hitologis pada patologi mendasar.

4. X-Ray pada ginjal atau abdomen, CT-Scan pada ginjal, MRI, atau USG menunjukkan ukuran ginjal mengecil.

5. Gravitasi khusus urin menjadi tepat pada 1,010; urinalisasis bisa menunjukkan proteinuria, glikosuria, eritrosit, leukosit, dan warna lain, tergantung pada penyebabnya.

G. Patofisiologi

Penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi, medikasi dan agen toksik sehingga menyebabkan fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah maka gejala akan semakin berat. Gangguan klirens renal muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat tidak berfungsinya glomeruli klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.

Selain itu, ginjal juga tidak mampu untuk mengkosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi sehingga natrium dan cairan tertahan ditubuh sehingga miningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi.

Selain itu dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresi muatan asam (H+). Selain itu anemia juga sering terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan kecenderungan terjadinya perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin merupakan suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).

H. Asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)

A. Pengkajian

1. Identitas klien

2. Identitas penanggung jawab

3. Riwayat kesehatan masa lalu

a. Penyakit yang pernah diderita

b. Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda

c. pembedahan

4. Riwayat kesehatan sekarang

a. Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah

5. Pemeriksaan fisik

a. Umum: Status kesehatan secara umum

b. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh

c. Pemeriksaan fisik

Teknik pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

a) Kulit dan membran mukosa

Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.

Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.

b) Mulut

Stomatitis, nafas bau amonia.

c) Abdomen

Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.

d) Meatus urimary

Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.

2) Palpasi

a) Ginjal

Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan.

Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan

Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.

Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri mendorong ke atas.

Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.

b) Kandung kemih

Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.

3) Perkusi

a) Ginjal

Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa

Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.

Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.

b) Kandung kemih

Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.

Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.

4) Auskultasi

Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

J. Diagnosa dan Intervensi

a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan

Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.

Intervensi

Rasional

a. Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda vital.

b. Batasi masukan cairan

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.

d. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.

e. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.

a. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.

c. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

d. Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.

e. Hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.

b) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit

Tujuan: klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat

Kriteria Hasil:

1) TD dan HR dalam batas normal

2) Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi

Rasional

a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler

b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiri

c. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang

d. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental

e. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas

Kolaborasi

a. Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin)

b. Siapkan dialysis

a. S3/S4 dengan tonus meffled, takikardia, frekuensi jantung teratur, dipsnea, gemerisik, mengi dan edema

b. Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiotensin (disebabkan oleh fungsi ginjal)

c. Hipertensi dan GJK kronik dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien GGK dengan dialisis mengalami perikarditis

d. Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penympitan nadi, penurunan/ tidak adanya nadi perifer, penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade

e. Kelalahan dapat menyertai GJK juga anemia

a. Ketidakseimbangan dapat menggangu konduksi elektrikal dan fungsi jantung

b. Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan

c) Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil: menunjukkan berat badan yang stabil.

Intervensi

Rasional

a. Awasi konsumsi makanan /cairan

b. Perhatikan adanya mual dan muntah

c. Berikan makanan sedikit tapi sering

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

e. Berikan perawatan mulut sering

a. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c. Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d) Risiko tinggi kerusakan integritas kulit terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi ( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi

Tujuan: Mempertahankan kulit

Kriteria Hasil: Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit

Intervensi

Rasional

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

c. Inspeksi area tergantung terhadap edema.

d. Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Beri salep atau krim.

e. Pertahankan linen kering dan bebas keriput

a. Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/ infeksi

b. Mendeteksi area dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler

c. Jaringan edema cenderung rusak/ robek

d. Soda kue dengan tepung, mandi menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari sabun. Salep atau krim mungkin diinginkan untuk mengurangi kering robekan kulit

e. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.

Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.

Intervensi

Rasional

a. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.

b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

a. Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.

b. Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.

c. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.

d. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.

f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan, salah interprestasi imformasi

Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.

Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar

Intervensi

Rasional

a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/ prognosis.

b. Kaji ulang pembatasan diet, fosfat, dan Mg.

c. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus.

d. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas.

e. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera, seperti: demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pembengkakan sendi, pe ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema.

a. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan imformasi.

b. Pembatasan fosfat meransang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dan tulang.

c. Menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan pembekuan/ penurunan jumlah trombosit.

d. Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi.

e. Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi, dan semua meningkatkan resiko infeksi.

K. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Penatalaksanaan Medis

1. Hemodialisa

Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).

Tujuan Hemodialisa

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :

a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat

b. Membuang kelebihan air.

c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

Proses Hemodialisa

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :

a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.

b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).

Frekuensi Hemodialisa.

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :

1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.

2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.

3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.

4 ) Tekanan darah normal.

5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )

Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

2. Obat-obatan

Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.

3. Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan panyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

L. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi .

1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.

2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system renin angioaldosteron.

3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.

4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)

6. Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup

M. Pencegahan Gagal Ginjal

Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :

a. Olah Raga.

b. Berhenti merokok.

c. Mengurangi makanan berlemak.

d. Menurunkan berat badan.

e. Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.

f. Variasikan Konsumsi Makanan.

h. Jangan Menahan BAK.

KASUS

A. Uraian Kasus

Ny. S 45 tahun masuk ke Rumah Sakit RSUD Arifin Achmad karena penyakit ginjal yang dialaminya yang diawali dengan sakit pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal ini sejak 3 tahun yang lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien hanya membeli obat diwarung/ jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya tersebut, klien juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit. Keluarga juga mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya. Kondisi klien semakin lama semakin memburuk sehingga keluarga membawa klien kerumah sakit. Selain itu keluarga juga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil pemeriksaan labor didapatkan Ureum 380 mg/ dl, Kreatinin 15 dan Hb 6,2 mg/dl, SGOT 19, SGPT 30. Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil. Saat ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga sering mengalami muntah, tubuh klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya karena rasa gatal (pruritus) dan perut membesar dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.

ASKEP PADA KLIEN DENGAN BATU GINJAL

DEFINISI

Batu GinjalBatu ginjal merupakan suatu massa yang keras yang terbentuk dari kristal-kristal dari endapan urine dan tumbuh pada bagian dalam ginjal.Urolithiasis adalah istilah untuk menggambarkan batu yang terjadi pada saluran kemih. Tetapi istilah Batu Ginjal dapat menerangkan kondisi batu yang terjadi pada semua tempat di saluran kemih.ETIOLOGI

Penyebab pasti sampai saat ini tidak diketahui, meskipun beberapa jenis makanan meningkatkan terjadinya batu. Riwayat keluarga dengan batu ginjal juga mempengaruhi insiden ini.KLASIFIKASI

Beberapa jenis batu ginjal menurut komposisi kimiawi :- Calcium oxalate calculi.Ditemukan pada sekitar 80% penderita batu ginjal di USA, yang terbentuk dari asam oxalic. Bayam, coklat, kopi, teh, cola, kacang-kacangan, dan strawbery, adalah makanan yang meningkatkan pembentukan batu. Juga terbentuk dari pemecahan vitamin C dalam tubuh.- Uric acid calculiBatu ini berkembang dari kristal asam urat yang terbentuk dari urine yang keasamannya tinggi. Merupakan 5% dari seluruh kejadian batu ginjal. Pada beberapa keadaan, batu jenis ini berkombinasi dengan batu oksalat.- Cystine calculi.Merupakan 2 % dari seluruh kejadian batu ginjal. Cystine merupakan asam amino dari protein yang berbentuk kristal heksagonal saat diekskresikan dalam jumlah banyak. Batu jenis ini menunjukkan bahwa klien mengalami cystinuria, suatu kondisi herediter dimana ginjal tidak dapat menyerap asam amino.- Struvite calculiAdalah bentuk kristal keras dari magnesium aluminium fosfat. Batu ginjal terjadi dari substansi-substansi yang terbentuk pada klien dengan infeksi saluran kemih karena bakteri.- Staghorn calculiMerupakan batu ginjal bercabang yang terbentuk dari struvit.

FAKTOR RESIKOFaktor risiko terjadinya batu ginjal adalah : pria, adanya riwayat batu ginjal dalam keluarga, usia lebih dari 30 tahun, diet tinggi oxalat, dehidrasi atau kurang minum, gangguan metabolisme yang mempengaruhi ekskresi garam, ostomi.Batu ginjal sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, jika timbul gejala, maka nyeri adalah masalah utama. Nyeri ini timbul saat batu melewati saluran kemih. Nyeri dirasakan tiba-tiba saat batu bergerak di saluran kemih, sehingga menimbulkan iritasi dan sumbatan. Secara spesifik, klien akan merasakan nyeri tajam, nyeri kramp di pinggang bagian belakang dan sisi area ginjal atau di abdomen bagian bawah. Kadang kala disertai mual dan muntah.Untuk mencegah batu asam urat, maka Allopurinol bermanfaat pada kasus hiperuricosuria. Jika batu cystine tidak dapat dikontrol melalui minum banyak, maka Thiola dan Cuprimine, akan membantu menurunkan jumlah cystine dalam urine. Pada batu struvit yang tidak dapat dibuang, maka diberikan Acetohydroxamidc acid (AHA) untuk mencegah infeksi yang dapat mengarah terbentuknya batu. Pada kasus hiperparatiroidisme yang kadang kala timbul batu ginjal, maka tindakannya adalah membuang kelenjar paatiroid.Terapi Pembedahan

Sebenarnya, tindakan pembedahan bukanlah hal yang terpenting. Tindakan pembedahan batu ginjal dilakukan jika klien resisten terhadap terapi konservatif, batu berukuran besar, adanya obstruksi batu, atau pada klien dengan kelainan anatomi pada saluran kemih, sehingga batu berukuran kecilpun tidak dapat lewat. pembedahan dilakukan jika batu ginjal :- Tidak dapat keluar dan menimbulkan nyeri menetap- Ukuran terlalu besar dan terletak di tempat yang sulit- Menghambat laju urine- Menimbulkan infeksi saluran perkemihan- Merusak jaringan ginjal dan menyebabkan perdarahan- Terlihat semakin membesar (sesua gambaran radiologi). terdapat 4 (empat) tindakan untuk membuang batu ginjal, yaitu Ectracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL), Percutaneous Nephrolithotomy (PNCL),Ureteroscopic Stone Removal dan Open (incisional) Surgery. Kecuali ESWL, maka tindakan yang lain digolongkan dalam tindakan pembedahan.Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)a. IndikasiDilakukan pada batu ginjal berukuran lebih dari 2 cm dan berupa batu keras. Tindakan ini dilakukan jika ESWL tidak efektif.b. ProsedurTindakan PNCL dilakukan dibawah pengaruh anestesia umum, dengan lama waktu pembedahan antara 3 4 jam. Prosedur ini melibatkan fragmentasi langsung dari batu ginjal melalui insisi kecil yang dibuat di pinggang bagian belakang pada posisi ginjal yang terkena, dengan suatu alat nephroscope.Batu besar akan dihancurkan dengan semacam logam panjang yang disertai energi ultrasonik atau elektrohidrolik, atau laser litrotriptor, agar menjadi serpihan batu. Kateter akan dipasang untuk mengalirkan urine, dan pada insisi ditempatkan selang yang disebut nephrostomy untuk mengalirkan cairan dari ginjal. Kateter akan dilepaskan setelah 24 jam. Nephrostomy akan tetap terpasang selama klien dirawat di RS selama 5-6 hari.

Persiapan

Sebelum dilakukan PCNL, klien membutuhkan pemeriksaan fisik lengkap, pemerksaan darah lengkap, EKG, uji urine, dan pemeriksaan waktu pembekuan darah. Aspirin obat Arthritis harus dihentikan 7 10 hari sebelum pembedahan karena mempengaruhi menipiskan darah dan waktu pembekuan darah. Laksatif diberikan sebelum pembedahan untuk mengurangi risiko konstipasi selama pasca bedah. Klien dianjurkan untuk minum hanya larutan yang sifatnya jernih selama 24 jam, disertai puasa pada tengah malam sebelum pembedahan.d. Perawatan Pasca PembedahanPCNL standar, umumnya membutuhkan hospitalisasi 5 6 hari setelah pembedahan. Hal ini untuk mengobservasi apakah masih ada serpihan batu yang tertinggal. Setelah nephrostomy dilepaskan, balutan dipasang pada lokasi insisi. Cairan intravena diberikan 1 2 hari, kemudian anjurkan untuk banyak minum sehingga dapat menghasilkan urine sebanyak 1,2 liter/ hari. Darah yang terdapat pada urine adalah kondisi normal beberapa hari setelah PCNL. Sampel darah dan urine diperiksa di laboratorium untuk mengetahui faktor risiko formasi kalkuli.

Risiko PCNL- Ketidakmampuan membuat jalur yang cukup untuk memasukkan nephroscope. Pada kasus seperti ini, tindakan bedah terbuka ginjal menjadi alternatif.- Perdarahan- Infeksi- Demam- Akumulasi cairan di area insisi- Terbentuknya arteriovenosus fistula- Injury pada limpa, hati, paru dan kelenjar empedu.Open Surgery (Bedah Ginjal Terbuka)a. Indikasi- Kegagalan ESWL atau PCNL- Ukuran batu yang besar dan banyak, sehingga memerlukan ESWL maupun PCNL berulang.- Adanya kelainan anatomi saluran kemih- Obesitas ekstrimOpen surgery merupakan teknik pembedahan yang paling invasif. Selama tahun 2003, teknik ini paling banyak digunakan untuk membuang batu ginjal yang berukuran besar.

ProsedurInsisi dibuat pada pinggang bagian belakang pada area ginjal. Teknik ini menyebabkan banyak pembuluh darah yang terbuka, tetapi tranfusi darah jarang diperlukan. Pyelolithotomy adalah teknik bedah yang digunakan untuk membuang batu ginjal berukuran besar di pelvis renal. Insisi dibuat di sepanjang axis ginjal, sehingga ginjal akan terbuka seperti sebuah buku. Setelah semua fragmen batu diambil, irisan ginjal dirapatkan kembali. Suatu selang nephrostomy atau ureteral stent ditinggalkan untuk meningkatkan drainage dari ginjal dan mempercepat penyembuhan. Partial nephrectomy atau simple nephrectomy adalah pembedahan yang membuang sebagian ginjal. Hal ini dilakukan jika batu ginjal telah menetap dalam waktu yang lama, menyebabkan infeksi rekuren, dan merusak ginjal.

Persiapan(sama dengan persiapan pada PCNL)

Perawatan Pasca PembedahanKlien umumnya akan dirawat selama satu minggu setelah pembedahan dilakukan, dan memerlukan waktu 6 (enam) minggu untuk pemulihan di rumah. Nyeri merupakan masalah yang sangat dominan, tetapi dapat diatasi dengan obat nyeri oral maupun intravena. Anestesi epidural juga dapat digunakan untuk mengontrol nyeri pasca bedah.

Risiko PembedahanPerdarahan dan infeksi.Ureteroscopy Stone RemovalImplikasi dalam Keperawatan

Pra BedahMasalah keperawatan yang timbul pada masa ini adalah :

- Nyeri b.d adanya obstruksi, penekanan batu saluran kemih

- Cemas b.d prosedur pembedahan- Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual dan muntahPeran perawat :

- Mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri

- Menjelaskan tentang penyakit batu ginjal

- Berikan lingkungan yang tenang

- Mempertahankan intake nutrisiFokus tindakan perawat pada masa ini adalah persiapan klien untuk menjalani pembedahan, meliputi : memastikan pemeriksaan penunjang sebagai indikator status kesehatan klien (Foto thorak, EKG, kadar gula darah, pemeriksaan darah/ urine rutin, dan waktu pembekuan darah, dll), informed consent pembedahan, memastikan klien puasa sejak tengah malam, melakukan enema, dan mencukur area pembedahan. Perawat juga harus mencatat golongan darah dan melakukan antisipasi tranfusi darah, khususnya pada open surgery, jika diperlukan.Klien dan keluarga juga perlu diberi penjelasan mengenai teknik pembedahan yang dilakukan, indikasi, efek samping dan perawatan pasca bedah, untuk mengurangi kecemasan. Teknik batuk efektif dan napas dalam juga mulai diajarkan pada klien.Intra Bedah

Masalah keperawatan yang timbul :

- Risiko injuri : perdarahan b.d prosedur pembedahan

- Risiko infeksi b.d insisi bedahPeran perawat :

- Melakukan desinfeksi pada area retroperitoneal jika akan dilakukan nefrektomi dan area abdomen bagian bawah jika dilakukan ureteroskopi.

- Mempertahankan stabilitas pernapasan dan sirkulasi

- Memantau stabilitas hemodinamik

- Menghitung jumlah perdarahan

- Mempertahankan teknik sterilitas saat prosedur bedah dilakukanPasca Bedah Masalah keperawatan yang timbul :

- Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret akibat efek sedasi pembedahan.

- Nyeri b.d luka pembedahan

- Risiko infeksi b.d luka pembedahanPeran perawat :

- Anjurkan klien untuk melakukan batuk efektif seperti yang sudah diajarkan sebelumnya

- Lakukan manajemen nyeri : distraksi, imagery, relaksasi

- Kolaborasi dalam pemberian analgesik

- Pertahankan teknik cuci tangan yang baik

- Lakukan perawatan luka dengan mempertahankan teknik aseptik

- Monitor kondisi luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi

- Monitor perdarahan yang keluar dari luka atau dari drain

- Monitor output urine

- Pertahankan intake nutrisi yang baikFokus tindakan perawat pada pasca bedah adalah memantau jumlah perdarahan, mempertahankan output urine dan modifikasi diet. (Ignatavicius, 1999). Untuk meminimalkan terjadinya infeksi, antibiotika golongan Aminoglikosida atau Cefalosporin dapat diberikan. Selain itu hidrasi yang baik perlu dipertahankan dengan memberi cairan 2 3 liter/ hari, kecuali ada kontraindikasi. Ambulasi dini juga perlu diperhatikan untuk mempercepat proses penyembuhan.Pendidikan Kesehatan untuk KlienSetelah menjalani pembedahan, klien akan dirawat di RS selama 5 7 hari. Sedangkan waktu pemulihan selama kurang lebih 6 (enam) minggu, klien akan berada di rumah. Untuk itu, penting sekali pendidikan kesehatan diberikan kepada klien dan keluarga, meliputi :- Perubahan gaya hidup (kebiasaan minum, diet dan pekerjaan).- Modifikasi diet, sesuai analisa kalkuli- Melibatkan keluarga dalam perawatan diri klien- Mengajarkan kepada keluarga untuk meleporkan adanya penyimpangan kondisi klien ke fasilitas kesehatanPengalaman Merawat Klien dengan Pembedahan Batu GinjalBeberapa kali saya merawat klien dengan pembedahan batu ginjal, dengan teknik open surgery. Kebanyakan adalah pria dengan riwayat diet tinggi oksalat dan kurang minum.Tindakan pasca bedah yang dilakukan :- Manajemen nyeri- Perawatan luka- Pendkes tentang penyakit, diet yang tepat dan perawatan lukaKritik tentang Pembedahan Batu GinjalMengenai PCNL, mengingat risiko yang mungkin ditimbulkan yaitu injuri pada organ limpa, hati, paru dan kelenjar empedu, maka prosedur ini harus dilakukan oleh dokter bedah yang terampil dan ahli. Meskipun dilain pihak, teknik ini tidak terlalu menimbulkan resiko perdarahan dibandingkan Open surgery, misalnya.Sedangkan pada teknik Open surgery, menurut literatur diatas, tranfusi darah tidak begitu diperlukan. Padahal, pada kenyataannya teknik ini akan menyebabkan banyak pembuluh darah yang terbuka, sehingga risiko perdarahan akan meningkat. Selain itu, beberapa literatur tidak menyebutkan bagaimana cara perawatan klien pasca bedah, khususnya mengenai perawatan di rumah. Padahal, klien hanya dirawat di RS selama kurang lebih satu minggu dan akan berada pada masa pemulihan di rumah selama 6 (enam) minggu.Rencana Penerapan Penatalaksanaan Perawatan Pasca Bedah Batu GinjalRancangan kegiatan berupa pembuatan protap perawatan pasca bedah batu ginjal di ruang perawatan, yaitu pasca bedah PCNL, pasca bedah Open surgery dan pasca Ureteroskopi.Dukungan :- Akan mendapat dukungan dari seluruh tim medis dan keperawatan - Keberhasilan program akan membawa nama baik bagi ruang rawat dan rumah sakit.Hambatan :- Pengetahuan yang masih beragam mengenai teknik pembedahan batu ginjal dan perawatannyaG. Daftar PustakaBaker, Jean, MS, RD. (2006). Surgical procedures for kidney stones. Diambil pada 28 Pebruari 2006 dari http://www.brighamandwomens.org/)Cornell University. (2005).Surgical therapy. Diambil pada 16 Pebruari 2006 dari http : //www.med.cornell. eduEncyclopedia of Surgery: (2006). Nephrolithotomy, perutaneous. Diambil pada 21 Pebruari 2006 dari http://www.surgeryencyclopedia.com/Ignatavicius. (1999). Medical surgical nursing: Across the health care continuum. Philadelphia: WB Saunders. Komo TV . (2006). Kidney Stones. Diambil pada 18 Pebruari 2006 dari http ://www.komotv. com.National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.(.........).Kidney Stones in Adult. Diambil pada 18 Pebruari 2006 dari http :// http://www.kidney.niddle.gov/