analisis fenilbutazon dengan reagen spesifik dalam …
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN
SPESIFIK DALAM SEDIAAN JAMU YANG
BEREDAR DI DAERAH TANGERANG SELATAN
MENGGUNAKAN METODE ANALISIS
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE
SKRIPSI
SELVY NURKHAYATI
1113102000035
POGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
OKTOBER 2017
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN
SPESIFIK DALAM SEDIAAN JAMU YANG
BEREDAR DI DAERAH TANGERANG SELATAN
MENGGUNAKAN METODE ANALISIS
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
SELVY NURKHAYATI
1113102000035
POGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
OKTOBER 2017
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Selvy Nurkhayati
NIM : 1113102000035
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu
yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan Metode
Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Supandi, M.Si., Apt. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Uniersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmelis, M.Si., Apt.
NIP. 197404302005012003
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Penelitian ini diajukan oleh :
Nama : Selvy Nurkhayati
NIM : 1113102000035
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan
Jamu yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan
Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Supandi, M.Si., Apt. ( )
Pembimbing II : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )
Penguji I : Hendri Aldrat, Ph.D., Apt. ( )
Penguji II : Via Rifkia, M.Farm. ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Oktober 2017
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Penelitian ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Selvy Nurkhayati
NIM : 1113102000035
Tanda Tangan:
Tanggal : Oktober 2017
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Selvy Nurkhayati
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu
yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan Metode
Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.
Fenilbutazon termasuk bahan kimia obat yang terbanyak digunakan dalam obat
tradisional dan suplemen kesehatan. Fenilbutazon adalah suatu turunan pirazolon
yang merupakan obat golongan Non Steroid Anti Inflamasi Drug (NSAID). Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis fenilbutazon dalam jamu pegal linu di
Tangerang Selatan. Metode yang digunakan adalah reaksi warna dengan reagen
kobalt tiosianat, feri ammonium sulfat, dan tembaga asetat untuk analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri ultraviolet visible. Hasil
reaksi warna positif fenilbutazon dalam jamu dengan reagen ferri amonium sulfat
berwarna coklat pekat kemerahan, reagen kobalt tiosianat berwarna jingga, dan
reagen tembaga asetat tidak dapat mendeteksi fenilbutazon. Hasil analisa
fenilbutazon didapat λmax = 269 nm untuk standar fenilbutazon dengan pelarut
etanol 96% dan λmax = 266 nm untuk fenilbutazon dalam jamu simulasi. Persamaan
linier yang didapat dengan R2 = 0,9995 yaitu y = 0,0725x + 0,0002. Hasil Uji LOD
Fenilbutazon adalah 0,2710 μg/ml, sedangkan LOQ = 0,9036 μg/ml. Hasil UPK
dan uji presisi (RSD) pada konsentrasi 6, 8, dan 10 μg/ml masing-masing adalah
98,253% dan 0,293%; 99,207% dan 0,301%; serta 98,455% dan 0,260%. Analisis
dari 3 sampel jamu pegal linu atau antirematik menunjukkan hasil negatif atau tidak
mengandung fenilbutazon dengan penambahan reagen spesifik ataupun
perbandingan spektrum uv.
Kata Kunci : Fenilbutazon, Reaksi Warna, Kobalt Tiosianat, Feri Ammonium
Sulfat, dan Tembaga Asetat
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Selvy Nurkhayati
Study Program: Pharmacy
Thesis Title : Analysis of Phenylbutazone with Specific Reagents in Herbal
Medicine Circulating in South Tangerang Region using
Spectrofotometric Analysis Methods Ultraviolet-Visible.
Phenylbutazone includes the most commonly used drug chemicals in traditional
medicine and supplements. Phenylbutazone is a pyrazolone derivative which is a
class of Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID). The purpose of this
research is to analyze phenylbutazone in herbal medicine in Tangerang Selatan. The
methods used were color reactions with cobalt thiocyanate reagents, ammonium
sulfate ferries, and acetate copper for qualitative analysis and quantitative analysis
using visible ultraviolet spectrophotometry. The result of phenylbutazone positive
color reaction in herbs with ferric ammonium sulfate reagents is reddish-brown,
cobalt thiocyanate reagents is orange, and acetate copper reagents can not detect
phenylbutazone. The result of phenylbutazone analysis was obtained λmax = 269 nm
for standard phenylbutazone with 96% ethanol solvent and λmax = 266 nm for
phenylbutazone in simulated herbal medicine. The linear equation obtained with R2
= 0,9995 is y = 0,0725x + 0,0002. The result of LOD test of Phenylbutazone was
0,2710 μg/ml, whereas LOQ = 0.9036 μg/ml. The results of UPK and precision test
(RSD) at concentrations of 6, 8, and 10 μg/ml were 98,253% and 0,293%; 99,207%
and 0,301%; and then 98,455% and 0,260%. Analysis of 3 samples of rheumatic or
antirheumatic herb showed negative or no phenylbutazone results with the addition
of specific reagents or spectrum of uv spectra.
Keywords : Phenylbutazone, Color Reaction, Cobalt Tiocyanate, Ammonium
Sulphate Ferry, and Acetate Copper
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur atas segala nikmat, karunia, dan ilmu
yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan penelitian ini. Shawalat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Penelitian ini berjudul “Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik
dalam Sediaan Jamu yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan
Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible” ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi, fakultas kedokteran
dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyelesaian penelitian an penulisan penelitian ini penulis
banyak menerima bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin memberikan penghargaan setinggi-
tingginya dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmaelis M. Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku
pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang dengan sabar senantiasa meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, masukan, dukungan, dan semangat.
4. Kedua orangtua tercinta dan tersayang, Bapak Sarpan dan Ibu Sarmi yang
selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi, seta kasih sayang
dan do’a.
5. Keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan menghilangkan
kejenuhan Adikku Sigit Ardiansyah, Kakakku Agus Handoko dan istrinya
serta ponakan termanis Chelsea dan Najwa.
6. Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
bantuan, bimbingan dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan studi di
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu saya selama penelitian dan penyelesaian penelitian.
8. Sahabat-sahabatku Ratih, Ella, Indah, Ria, Abi, Sari, Tiara, Ambar, Tewe,
Gamal, Haka, dan Almira yang telah memberikan semangat, kenangan, dan
pengalaman selama pendidikan perkuliahan.
9. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2013, terimakasih untuk
kebersamaan, keceriaan, saran, dan kritik selama ini.
10. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini yang tidak bisa
penulis sebut satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan penelitian ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu,
segala kerendahan hati penulis sangat mengharap kritik dan saran pembaca agar
lebih sempurnanya penelitian ini.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN PENELITIAN
Sebagai sivitas akedemik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Selvy Nurkhayati
NIM : 1113102000035
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Penelitian
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui penelitian/karya ilmiah
saya, dengan judul:
Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu yang
Beredar di daerah Tangerang Selatan Menggunakan Metode Analisis
Spektrofotometri Ultraviolet-Visible
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di :
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,
(Selvy Nurkhayati)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................v
ABSTRAK .............................................................................................................vi
ABSTRACT .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................x
DAFTAR ISI .........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................4
1.3 Batasan Masalah ..............................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................5
2.1 Obat Bahan Alam .............................................................................5
2.1.1 Penyalahgunaan Obat dalam Industri Jamu .....................................5
2.2 Fenilbutazon ....................................................................................6
2.2.1 Sifat Fenilbutazon ............................................................................7
2.2.2 Efek Samping Fenilbutazon .............................................................7
2.2.3 Ekstraksi Fenilbutazon dari Jamu ....................................................8
2.2.4 Analisa Fenilbutazon .......................................................................8
2.3 Teknik Analisis Kimia .....................................................................9
2.4 Reagen spesifik ................................................................................9
2.5 Tehnik Sampling dan Jamu Simulasi .............................................10
2.6 Spektrofotometri UV-Vis ..............................................................11
2.6.1 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis ..........12
2.6.1.1 Aspek Kualitatif .............................................................................12
2.6.1.2 Aspek Kuantitatif ...........................................................................13
2.7 Validasi Metode Analisis ...............................................................14
2.7.1 Akurasi ..........................................................................................15
2.7.2 Presisi ............................................................................................15
2.7.3 Batas Deteksi (Limit Of Detection, LOD) ......................................16
2.7.4 Batas Kuantitasi (Limit Of Quantification, LOQ) ..........................16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................17
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ..............................................................17
3.2.1 Alat ................................................................................................17
3.2.2 Bahan .............................................................................................17
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................17
3.3.1 Pembuatan Reagen .........................................................................17
3.3.2 Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon ..........18
3.3.3 Uji Kualitatif Reaksi Warna dengan Reagen Spesifik ....................18
3.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Larutan Standar ...................19
3.3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Fenilbutazon ...............................19
3.3.4.2 Pembuatan Larutan Standar Fenilbutazon .....................................19
3.3.4.3 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Fenilbutazon ...............19
3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenilbutazon .....................................19
3.4 Validasi Metode Analisis ...............................................................20
3.4.1 Uji Akurasi .....................................................................................20
3.4.2 Uji Presisi .......................................................................................20
3.4.3 Limit Deteksi Reagen ....................................................................21
3.5 Teknik Sampling dan Analisa Fenilbutazon dalam Sampel Jamu ..21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................22 4.1 Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni .................................................22
4.2 Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .............23
4.3 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Standar
Fenilbutazon dan Jamu Simulasi+Fenilbutazon
dengan Spektrofotometri UV-Vis ..................................................24
4.4 Penetapan Kurva Kalibrasi Standar Fenilbutazon ..........................25
4.5 Uji Perolehan Kembali (UPK)/Recovery Kadar
Fenilbutazon dengan Spektrofotometri UV-Vis ............................26
4.6 Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan ..............................27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................29 5.1 Kesimpulan ....................................................................................29
5.2 Saran ..............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 (a) Logo Jamu; (b) Logo Obat Herbal Terstandar;
dan (c) Logo Fitofarmaka .................................................................5
Gambar 2.2 Struktur fenilbutazon .......................................................................7
Gambar 2.3 Kiri, Reaksi Hipotetik Fenilbutazon dengan Reagen feri
amonium sulfat dan Kanan, dengan Reagen kobalt tiosianat .........10
Gambar 2.4 Spektrofotometri UV-Vis ..............................................................11
Gambar 4.1 Lamda maksimum standar fenilbutazon 269 nm ............................24
Gambar 4.2 Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm ...........................25
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Fenilbutazon Standar ...........................................26
Gambar 4.4 (a) Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm
(kontrol positif); (b) Jamu Sampel A; (c) Jamu Sampel B;
dan (d) Jamu Sampel C ..................................................................29
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni ........................................22
Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .....23
Tabel 4.3 Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ ..............................................25
Tabel 4.4 Data % UPK, SD, dan % RSD ........................................................26
Tabel 4.5 Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu ...................................................27
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................33
Lampiran 2. Bagan Alir Penbuatan Larutan Induk Baku
dan Standar Fenilbutazon ...............................................................34
Lampiran 3. Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon ..........36
Lampiran 4. Bagan Alir Ekstraksi Jamu Uji .......................................................37
Lampiran 5. Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni ........................................38
Lampiran 6. Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .....39
Lampiran 7. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon ....................40
Lampiran 8. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon dalam Jamu
Simulasi .........................................................................................42
Lampiran 9. Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi ..................................................44 Lampiran 10. Perhitungan SB, LOD, dan LOQ ...................................................46
Lampiran 11. Perhitungan %UPK, SD, dan %RSD .............................................47
Lampiran 12. Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan ....................49
Lampiran 13. Hasil Spektrum Sampel Jamu A, B, dan C ....................................50
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Fenilbutazon .....................................................56 Lampiran 15. Sertifikat Determinasi Temulawak ................................................58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Depkes RI,
2012).
Di Indonesia penggunaan obat tradisional dalam berbagai kalangan
masyarakat sangat tinggi. Selain itu, adanya Keputusan Menteri Kesehatan
No.381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional
(KOTRANAS) yang salah satunya bertujuan mendorong pemanfaatan sumber daya
alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan (sustainble use) untuk digunakan
sebagai obat tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan, menjadi
alasan industri obat tradisional meneliti lebih lanjut serta meningkatkan produksi
obat tradisional. Namun, meningkatnya penggunaan obat tradisional seringkali
dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab untuk meningkatkan
penjualan dengan menambahkan bahan kimia obat, dikarenakan konsumen
menyukai produk jamu tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh.
Berdasarkan data melalui website Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang mengutip dari Post Marketing Alert System (PMAS), World Health
Organization (WHO), dan Food and Drug Administration (FDA) sebanyak 38
Obat Tradisional (OT) dan Suplemen Kesehatan mengandung Bahan Kimia Obat
(BKO) serta bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-negara ASEAN,
Australia, dan Amerika Serikat. Kasus terbaru terjadi pada november 2015 di mana
terdapat 54 OT mengandung BKO dalam daftar tersebut, di mana 47 diantaranya
merupakan OT tanpa nomor izin edar/ilegal. Bahan-bahan kimia berbahaya yang
digunakan meliputi parasetamol, fenilbutazon, piroksikam, deksametason, CTM,
dan sidenafil sitrat (BPOM RI, 2015).
Dari data di atas fenilbutazon termasuk bahan kimia obat yang terbanyak
digunakan dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan. Fenilbutazon adalah
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suatu turunan pirazolon yang merupakan obat golongan Non Steroid Anti Inflamasi
Drug (NSAID). Obat ini mempunyai sifat anti inflamasi yang kuat dan efektif
dalam pengobatan serangan gout akut (Katzung, 2007). Obat golongan NSAID
merupakan salah satu pengobatan terhadap penyakit rematik atau rheumatoid
arthritis (RA).
Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit
autoimun berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al., 2015). Rasa
nyeri pada penderita RA pada bagian sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa akan
mengalami penebalan akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi
tulang disekitar sendi hingga dapat menyebabkan kecacatan (Yazici & Simsek,
2010). Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu
sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan
kerusakan sendi secara menetap pada penderita RA (Muchid, 2006).
Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta
orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis.
Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa mengalami RA (Arthritis
Foundation, 2015). RA terjadi pada 0,5-1% populasi orang dewasa di negara maju
(Choy, 2012). Prevalensi RA di Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nainggolan (2009), jumlah penderita RA di Indonesia tahun 2009 adalah
23,6% sampai 31,3%.
Dari data pravalensi di atas, fenilbutazon menjadi alasan untuk ditambahkan
dalam pembuatan obat tradisional. Fenilbutazon merupakan serbuk hablur, putih,
atau agak putih dan tidak berbau. Kelarutan fenilbutazon adalah sangat sukar larut
dalam air, mudah larut dalam aseton dan dalam eter serta larut dalam etanol
(Departemen Kesehatan RI, 1995). Fenilbutazon termasuk obat keras yang harus
digunakan atas petunjuk dokter. Jika digunakan secara tidak tepat, Fenilbutazon
dapat menimbulkan akibat bagi kesehatan, mulai dari yang ringan seperti mual,
muntah, ruam kulit, hingga risiko yang lebih berat seperti penimbunan cairan,
perdarahan lambung, perforasi lambung, reaksi hipersensitifitas, hepatitis, gagal
ginjal, leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis (BPOM RI, 2015).
Didukung oleh Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 terdapat penjelasan
mengenai persyaratan dan larangan bagi obat tradisional lebih tepatnya pada pasal
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23 yaitu: secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;
bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan; tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang
berkhasiat sebagai obat; dan tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras
atau narkotika. Sehingga perlu identifikasi lebih lanjut untuk bahan kimia obat
dalam obat tradisional.
Identifikasi fenilbutazon saat ini membutuhkan proses yang cukup panjang.
Baik analisis kualitatif fenilbutazon menggunakan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dengan campuran fase gerak yang dimodifikasi hingga optimal.
Sampel dapat memisah berdasarkan komponen-komponen senyawa dengan
memilih fase gerak yang sesuai. Menurut penelitian dari Lathif (2013) fenilbutazon
dari sediaan jamu dapat diidentifikasi menggunakan campuran fase gerak
Sikloheksan : kloroform : metanol (60:30:10), fase gerak etil asetat : metanol :
ammonia (85:10:5), dan fase gerak n-heksan : etil asetat (8:2) yang memiliki nilai
Rf mendekati standar fenilbutazon murni. Sedangkan, identifikasi lainnya yaitu
analisis kuantitatif fenilbutazon dengan metode spektrofotometri UV-Vis dari
pembandingan panjang gelombang maksimum standar dan sampel uji. Panjang
gelombang maksimum fenilbutazon terdeteksi pada 264 nm. Dalam penelitian
Hartini (2013) untuk analisa kualitatif fenilbutazon menggunakan test strip dari
reagen mandelin, liberman, feri amonium sulfat, tembaga asetat, dan kobalt
tiosianat yaitu melihat perubahan warna yang terjadi. Tetapi dalam penelitian
Harini (2013) ini tidak dijelaskan bagaimana reaksi warna yang terjadi pada reagen
dengan jamu tanpa imobilisasi pada test strip.
Berdasarkan teknik analisa fenilbutazon yang paling baru dengan test strip
tetapi tidak adanya penjelasan reaksi warna langsung reagen dengan jamu. Dalam
penelitian ini, akan dilakukan analisa fenilbutazon dengan reaksi warna
menggunakan reagen spesifik sebagai analisa kualitatif dan dilanjutkan analisa
kuantitatif dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu dengan judul “Analisa
Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu yang Beredar di Daerah
Tangerang Selatan menggunakan Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-
Visible”.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Diduga adanya jamu-jamu yang mengandung fenilbutazon di daerah
Tangerang Selatan yang dapat membahayakan kesehatan bagi pengguna.
1.2.2 Diduga identifikasi jamu dengan reagen tanpa imobilisasi dapat dilakukan.
1.2.3 Berapakah limit deteksi dari reagen untuk analisa kualitatif fenilbutazon?
1.2.4 Berapakah batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk analisa
kuantitaif fenilbutazon?
1.3 Batasan Masalah
1.3.1 Sampel jamu yang digunakan adalah jamu yang berindikasi sebagai jamu
rematik/pegal linu di daerah Tangerang Selatan.
1.3.2 Analisa kualitatif dengan reaksi warna dan analisa kuantitatif dengan
spektrofotometri ultraviolet-visible.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Mengidentifikasi fenilbutazon dalam dalam sediaan jamu menggunakan
analisa kualitatif dengan reaksi warna dan analisa kuantitatif dengan
spektrofotometri ultraviolet-visible.
1.5 Manfaat
1.5.1 Informasi kepada masyarakat tentang jamu yang mengandung fenilbutazon.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Bahan Alam
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411 tahun
2004, berdasarkan cara pembuatannya serta jenis penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam terbagi dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Jamu
2. Obat Herbal Terstandar
3. Fitofarmaka
(a) (b) (c)
Gambar 2.1 (a) Logo Jamu; (b) Logo Obat Herbal Terstandar; dan (c) Logo
Fitofarmaka (Sumber: BPOM RI, 2004)
2.1.1 Penyalahgunaan Obat dalam Industri Jamu
Menurut Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 terdapat penjelasan
mengenai persyaratan dan larangan bagi obat tradisional lebih tepatnya pada pasal
23 untuk pendaftaran obat tradisional harus memenuhi persyaratan:
a. secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;
b. bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan;
c. tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang
berkhasiat sebagai obat; dan
d. tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika.
Sehingga perlu identifikasi lebih lanjut untuk bahan kimia obat dalam obat
tradisional.
Masyarakat perlu menyadari bahwa penggunaan obat bahan alam dan jamu
secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan seketika atau “cespleng”,
tetapi memerlukan selang waktu tertentu untuk dapat menunjukkan efek yang
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diinginkan. Kenyataan ini sering tidak dimengerti oleh masyarakat dan kemudian
dimanfaatkan oleh industri yang tidak bertanggung jawab dengan cara
mencampurkan Bahan Kimia Obat (BKO) ke dalam obat bahan alam dan jamu
untuk mendapatkan efek yang “cespleng”. Perbuatan ini melanggar peraturan yang
berlaku di Indonesia yang mempersyaratkan bahwa obat bahan alam dan jamu tidak
diperbolehkan mengandung BKO. Walaupun efek penyembuhannya segera terasa,
tetapi akibat penggunaan BKO yang tidak terkontrol dengan dosis yang tidak dapat
dipastikan, dapat menimbulkan efek samping yang serius, mulai dari mual, diare,
pusing, sampai pada kerusakan organ tubuh yang parah seperti kerusakan hati,
gagal ginjal, jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian. (BPOM RI, 2011).
Adapun bahan kimia obat yang sering ditambahkan dalam jamu antara lain
parasetamol, fenilbutazon, piroksikam, deksametason, CTM, dan sidenafil sitrat.
Padahal bahan kimia obat tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang
membahayakan kesehatan.
Fenilbutazon termasuk obat keras yang harus digunakan atas petunjuk
dokter. Jika digunakan secara tidak tepat, fenilbutazon dapat menimbulkan akibat
bagi kesehatan, mulai dari yang ringan seperti mual, muntah, ruam kulit, hingga
risiko yang lebih berat seperti penimbunan cairan, perdarahan lambung, perforasi
lambung, reaksi hipersensitifitas (Steven Johnsons Syndrome), hepatitis, gagal
ginjal, leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis (BPOM RI, 2015).
2.2 Fenilbutazon
Fenilbutazon merupakan obat AINS turunan pirazolon yang banyak
digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik,
penyakit pirai dan sakit persendian. Fenilbutazon menimbulkan efek samping
agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung (Siswandono, 1995). Selain
efek tersebut, fenilbutazon juga menyebabkan anemia aplastik. Efek-efek tersebut
dapat menyebabkan kematian, sehingga penggunaan fenilbutazon harus dibatasi.
Namun, akhir-akhir ini banyak penyalahgunaan fenilbutazon sebagai bahan
campuran dari obat tradisional. Pada November 2015 BPOM RI mengeluarkan
daftar obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat didominasi oleh
penghilang rasa sakit dan antirematik, seperti Parasetamol dan Fenilbutazon.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.1 Sifat Fenilbutazon
Fenilbutazon (gambar 2.4) merupakan turunan pirazolon dengan rumus
molekul C19H20N2O2, dengan nama kimia 4-butil-1,2-difenilpirazolidin-3,5-dion,
berupa serbuk putih, sukar larut dalam air tetapi larut dalam etanol, memiliki titik
lebur 104-107°C (European Pharmacopoeia, 2005). Fenilbutazon merupakan
antiradang non steroid yang banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang
berhubungan dengan rematik, penyakit pirai dan sakit persendian (Siswandono,
1995).
Fenilbutazon merupakan serbuk hablur, putih, atau agak putih dan tidak
berbau. Kelarutan fenilbutazon adalah sangat sukar larut dalam air, mudah larut
dalam aseton dan dalam eter serta larut dalam etanol (Departemen Kesehatan RI,
1995).
Gambar 2.2 struktur fenilbutazon (Sumber: European Pharmacopoeia, 2005)
2.2.2 Efek Samping Fenilbutazon
Fenilbutazon mempunyai efek samping yang serius. Efek yang paling
berbahaya adalah agranulositosis dan anemia aplastik yang dapat menyebabkan
kematian. Fenilbutazon juga menyebabkan anemia hemolitik, sindrom nefrotik,
neuritis optika, ketulian, keluhan reaksi alergik berat, dermatitis eksfiliativa serta
nekrosis hati dan nekrosis tubulus ginjal.
Indikasi utama fenilbutazon apabila digunakan dalam jangka pendek akan
menimbulkan keadaan nyeri seperti atritis gout akut dan tromboflebitis superficial.
Fenilbutazon efektif dalam pengobatan serangan gout akut dengan dosis awal 400
mg dan dilanjutkan dengan 200 mg setiap jam setelah serangan mereda. Apabila
fenilbutazon digunakan hanya sedikit maka efek samping yang ditimbulkan tidak
berbahaya (Katzung, 2007).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Ekstraksi dari Jamu
Untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam suatu penelitian
dilakukan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi dari jamu yang beredar di daerah
Tangerang Selatan akan dilanjutkan dengan analisis kimia. Besar senyawa yang
tertarik oleh proses ekstraksi sangat penting yang artinya dapat meminimalkan
pengotor lain sehingga tidak ada faktor pengganggu dalam analisis selanjutnya dan
hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan.
Proses ekstraksi dari jamu telah dilakukan sebelumnya oleh Wisnuwardhani
(2013) yaitu dengan diambil 500 mg sampel jamu. Kemudian ditambahkan 10 ml
etanol kemudian dikocok lebih kurang 30 menit dengan 3D shaker dan saring
dengan kertas saring Whattman No. 1. Filtrat diuapkan hingga tersisa 1/5.
Kemudian filtrat siap di analisis.
2.2.4 Analisa Fenilbutazon
Metode analisis fenilbutazon antara lain gravimetri, titrasi oksidimetri, dan
kolorimetri (Ebel, 1992). Metode titrasi dengan pelarut aseton, dengan titran
natrium hidroksida (NaOH) 0.1 normal dan indikator biru bromtimol yang
menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi biru pada pH 5,8 sampai 7,4
(Roth, 1988).
Selain metode titrasi, identifikasi fenilbutazon saat ini membutuhkan proses
yang cukup panjang. Misalnya analisis kualitatif fenilbutazon menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan campuran fase gerak yang
dimodifikasi hingga optimal. Sampel dapat memisah berdasarkan komponen-
komponen senyawa dengan memilih fase gerak yang sesuai. Menurut penelitian
dari Lathif (2013) fenilbutazon dari sediaan jamu dapat diidentifikasi menggunakan
campuran fase gerak Sikloheksan : kloroform : metanol (60:30:10), fase gerak Etil
asetat : metanol : ammonia (85:10:5), dan fase gerak n-heksan : etil asetat (8:2)
yang memiliki nilai Rf mendekati standar fenilbutazon murni.
Sedangkan, identifikasi lainnya yaitu analisis kuantitatif fenilbutazon dengan
metode spektrofotometri UV-Vis dari pembandingan panjang gelombang
maksimum standar dan sampel uji. Menurut penelitian dari Lathif (2013) panjang
gelombang maksimum fenilbutazon terdeteksi pada 264 nm. Spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang serapan maksimum fenilbutazon lebih kurang 264 nm
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Departemen Kesehatan RI, 1995). Spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang serapan maksimum lebih kurang 237 nm dalam larutan asam dan 264
nm dalam larutan basa (Clark, 2003).
2.3 Teknik Analisis Kimia
Analisa kimia dapat dibedakan menjadi analisa kualitatif dan analisa
kuantitatif. Analisa kualitatif biasanya digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat
yang ada dalam suatu sampel baik kation ataupun anion, sedangkan analisa
kuantitatif biasanya digunakan untuk menghitung jumlah suatu zat dalam sampel.
Teknik analisa kualitatif diantaranya Thin Layer Chromatography (TLC), uji
bercak, dan reaksi dengan reagen spesifik, sedangkan teknik analisa kuantitatif
diantaranya titrasi, spektrofotometri, dan HPLC.
Teknik analisa kimia semakin lama semakin berkembang. Metode analisa
yang telah dikembangkan secara kualitatif salah satunya reaksi warna dengan
reagen spesifik. Dengan adanya perubahan warna tersebut mempermudah kita
dalam proses analisis. Reagen yang digunakan haruslah reagen yang spesifik
sehingga memudahkan dalam proses identifikasi.
2.4 Reagen spesifik
Reagen spesifik adalah reagen yang mampu menunjukkan perubahan warna
spesifik apabila bereaksi dengan zat tertentu. Apabila warna sudah terbentuk,
artinya terjadi reaksi yang positif antara zat dengan reagen spesifiknya. Reagen
spesifik tidak dapat bereaksi dengan semua zat, hal ini karena setiap zat memiliki
reagen spesifik yang berbeda-beda dan warna yang dihasilkan juga berbeda.
Dalam penelitian Hartini (2013) untuk analisa kualitatif fenilbutazon
menggunakan test strip dari reagen mandelin, liberman, feri amonium sulfat,
tembaga asetat, dan kobalt tiosianat yaitu melihat perubahan warna yang terjadi.
Reagen feri amonium sulfat, menunjukkan hasil reaksi perubahan warna untuk
fenilbutazon dalam pelarut etanol dari kuning transparan menjadi kuning dengan
komposisi minimal 8 g feri amonium sulfat dalam 100 ml pelarut aquades semakin
jelas terlihat jika konsentrasi reagen 2x dan 3x minimum. Perubahan warna ini
disebabkan oleh terbentuknya kompleks Fe(fenilbutazon) dengan reaksi hipotetik
Gambar 2.5. Reagen kobalt tiosianat menunjukkan hasil reaksi untuk
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengidentifikasi fenilbutazon yang menggunakan pelarut etanol. Warna berubah
dari merah menjadi ungu dengan komposisi minimal 2 g feri amonium sulfat dalam
100 ml pelarut aquademin semakin jelas terlihat jika konsentrasi reagen 2x dan 3x
minimum, hal ini menunjukkan bahwa ion kobalt awalnya bereaksi dengan air
membentuk kompleks ion heksaakuokobalt (II), setelah ditambah fenilbutazon
muncul warna ungu karena terbentuk kompleks antara ion Co2+ dengan
fenilbutazon yaitu kompleks ion tetratiosianatokobaltat (II) seperti reaksi hipotetik
Gambar 2.6. Sedangkan hasil reaksi reagen tembaga asetat dengan fenilbutazon
tidak menunjukkan perubahan warna dengan komposisi minimal 33 g feri amonium
sulfat dalam 100 ml pelarut aquades tetap tidak terjadi perubahan walaupun
konsentrasi reagen dinaikan 2x dan 3x minimum. Perubahan warna tidak terjadi
karena fenilbutazon tidak mengalami reaksi kompleks ataupun reaksi oksidasi
reduksi dengan tembaga.
Gambar 2.4 Kiri, Reaksi Hipotetik Fenilbutazon dengan Reagen feri amonium
sulfat dan Kanan, dengan Reagen kobalt tiosianat (Hartini, 2013).
2.5 Teknik Sampling dan Jamu Simulasi
Teknik sampling dalam pemilihan jamu yang akan dipakai untuk
selanjutnya diidentifiakasi apakah ada kandungan fenilbutazon di dalamnya adalah
dengan memilih jamu pegal linu dengan minat masyarakat paling tinggi dan tidak
memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu yang bererdar di
Tangerang Selatan. Sedangkan jamu simulasi dibuat untuk membuat jamu yang
sama dengan komposisi jamu yang beredar di pasaran. Jamu simulasi dibuat dari
serbuk simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza). Temulawak dipilih
karena dari 5 sampel jamu yang didapatkan di daerah Tangerang selatan 2 sampel
diketahui memiliki kandungan temulawak. Jamu tersebut rata-rata dijual dengan
kompoisi campuran berbagai ekstrak bagian tanaman atau herba (seluruhnya)
hingga 7 g per satu bungkus. Selain itu Wisnuwardhani (2013) juga membuat jamu
simulasi pegal linu dengan serbuk simplisia rimpang temulawak yang di campur
juga dengan rimpang jahe (Zingiberis rhizome) dan rimpang kunyit (Curcuma
domestica).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan
molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).
Untuk kemudahan pegacuan, daerah spektrum secara garis besar dibagi dalam :
1. Daerah ultraviolet jauh : 100 – 190 nm
2. Daerah ultraviolet dekat : 190 – 380 nm
3. Daerah cahaya tampak : 380 – 780 nm
4. Daerah inframerah dekat : 780 – 3000 nm
5. Derah inframerah : 2,5 – 40 µm
Gambar 2.4 Spektrofotometri UV-Vis
(Sumber: http://images.slideplayer.info/8/2379263/slides/slide_4.jpg)
Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis yang memakai sumber
radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis
merupakan metoda analisa luas, kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif
yang diperhatikan adalah:
a. Membandingkan panjang gelombang maksimum
b. Membandingkan serapan (A), daya serap (a) 𝐸1 𝑐𝑚1%
c. Membandingkan spektrum serapannya
Prinsip dari spektrofometer UV-Vis adalah mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul didalam larutan. Ketikan
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya
tersebut akan diabsorpsi. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah
absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang
berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke suatu point
di mana presentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur
dengan phototube.
Tipe instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis :
1. Single Beam
Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbsi berdasarkan sinar
tunggal di mana sampel akan ditentukan jumlahnya pada satu panjang
gelombang atau fix wave length. Dibandingkan dengan blangko (pelarut).
2. Double Beam
Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam absorbsi biasanya
mempunyai variabel panjang gelombang atau “multi wave length”.
Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blangko.
Persyaratan suatu sampel dianalisa spektrofotometri UV-Vis adalah :
a. Bahan mempunyai gugus kromofor
b. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna
c. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka
ditambahkan pereaksi warna
d. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang
mempunyai gugus kromofor
(Harmita, 2006).
2.6.1 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri
2.6.1.1 Aspek Kualitatif
Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat
digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila
digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti,
dan spektroskoppi massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif
suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi ultraviolet dan
visible adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang
kesemuanya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.1.2 Aspek Kuantitatif
Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan
intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan
radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas
penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai
cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik dilewatkan
melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intesitas sinar
(dl) karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas
radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan ketebalan lapisan
larutan (db).
Secara matematis, pernyataan ini dapat dituliskan :
-dI = kIcdb .......................................................(2.1)
bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini :
I = I0 e-kbc.......................................................(2.2)
dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan diperoleh
persamaan :
I = I0 10-kbc.......................................................(2.3)
di mana : k/2,303 = a, maka persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan :
Log I0/I = abc atau A = abc .......................................(2.4)
Keterangan :
A= absorban
a= absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/I0 maka dapat
diperoleh A=log 1/T . Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak
tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai
larutan sampel. Tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hukum Lambeert Beer
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert beer
atau Hukum Beer, berbunyi:
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya)
yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung
banyaknya cahaya yang hamburkan:
T = 𝐼𝑡
𝐼𝑜 atau %T =
𝐼𝑡
𝐼𝑜 x 100 % .........................(2.5)
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus: A= - log T = -log 𝐼𝑡
𝐼𝑜 .....................(2.6)
di mana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas
cahaya setelah melewati sampel.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:
A= a . b . c atau A = ε . b . c ........................................(2.7)
Keterangan:
A = absorbansi
b/l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam
molar)
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).
2.7 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system
yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan system yang terjamin
dikembangkan. Masing-masing tahap proses validasi ini merupakan suatu proses
secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi (Rohman, 2007).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suatu usaha harus dikerahkan untuk mendemonstrasikan bahwa metode
bekerja dengan sampel yang mengandung analit tertentu, pada suatu konsentrasi
yang diharapkan dalam suatu matriks sampel, dengan tingkat presisi dan akurasi
yang tinggi. Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode
tersebut sudah dikembangkan dan dioptimasi (Rohman, 2007).
2.7.1 Akurasi
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis
sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan
analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat
dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur
(Harmita, 2004).
Untuk mendokumentasikan akurasi dilakukan pengumpulan data dari 9 kali
penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3
kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali
(Rohman, 2007).
Menurut Harmita (2004), Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan
dengan rumus sebagai berikut:
% Perolehan Kembali = 𝐶𝐹− 𝐶𝐴
𝐶∗𝐴𝑥 100%
Keterangan:
CF = Konsentrasi sampel setelah penambahan bahan baku
CA = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku
C*A = Jumlah baku yang ditambahkan
2.7.2 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup simpangan
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
baku, simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (KV), dan kisaran
kepercayaan (Rohman, 2007).
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen (Harmita, 2004).
2.7.3 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas
atau di bawah nilai tertentu. Defenisi batas deteksi yang paling umum digunakan
dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang
memberikan respon blanko (Rohman, 2007).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada
metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam
sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan
baku respon blangko (Harmita, 2004).
2.7.4 Batas Kuantitasi (Limit of Quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan. LOQ merupakan suatu kompromi
antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika
konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi
dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan
(Rohman, 2007).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April hingga Agustus 2017.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri
ultraviolet-visible (Hitachi), neraca analitis (Kern Als), stirrer magnet, plat tetes,
alat-alat gelas, kertas saring Whatman No. 1.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu pelarut aquades teknis, aquademin
teknis, simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza) (Herbarium), etanol (C2H5OH)
96% (Merck), feri amonium sulfat (Fe(NH4)(SO4)2) (Merck), tembaga asetat
(Cu(CH3COO)2) (Merck), kobalt tiosianat (Co(SCN)2) (Sigma Aldrich),
fenilbutazon standar analisis (Sigma Aldrich), tablet fenilbutazon (Dexa medica),
dan 3 sampel jamu di daerah Tangerang Selatan.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Reagen
Reagen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu feri amonium sulfat,
kobalt tiosianat, dan tembaga asetat. Reagen-reagen tersebut diuji terlebih dahulu,
kemudian dilakukan pemilhan reagen yang mampu menghasilkan perubahan warna
setelah direaksikan dengan sampel.
a. Reagen feri amonium sulfat
Reagen dibuat dengan cara melarutkan kristal 16 g feri amonium sulfat
(Fe(NH4)(SO4)2) ke dalam 100 ml aquades (United State Pharmacopeial,
2008).
b. Reagen Kobalt Tiosianat
Pembuatan reagen dibuat dengan cara melarutkan 1 g kobalt tiosianat
dalam 25 ml aquademin (National Institute of Justice, 2000).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Reagen Tembaga Asetat
Reagen Cu(CH3COO)2 dibuat dengan melarutkan 33 g Cu(CH3COO)2
dalam 5 ml CH3COOH dan aquades hingga volume total 250 ml (Hartini, 2013).
3.3.2 Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon
Dibuat jamu standar ekstrak temulawak duplo masing-masing ditimbang 7
gram temulawak diektraksi dengan pelarut etanol 100 ml. Dihomogenkan dengan
strirrer magnet selama 30 menit. Kemudian salah satu ditambahkan fenilbutazon
tablet satu buah (200 mg). Kemudian masing-masing disaring dengan kertas saring
Whatman dan diuapkan hingga tersisa ± 10 ml (konsentrasi= 20.000 µg/ml).
Sehingga diperoleh hasil ekstraksi yang telah diketahui larutan (1) sediaan jamu
tanpa fenilbutazon sebagai blanko kontrol dan larutan (2) jamu simulasi dengan
kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon dalam 10 ml sediaan jamu. Bagan alir pembuatan
baku pembanding jamu simulasi fenilbutazon dapat dilihat pada Lampiran 3
halaman 36.
3.3.3 Uji Kualitatif Reaksi Warna dengan Reagen Spesifik
Uji kulitatif diawali dengan menguji fenilbutazon murni dengan pelarut
etanol. Ditimbang seksama 200 mg fenilbutazon dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 2.000 µg/ml. Pengujian dilakukan dengan
meneteskan sampel pada reagen spesifik di plat tetes dan dilakukan pencatatan data
berupa perubahan warna pada plat tetes. Perubahan warna didokumentasikan.
Selanjutnya, pengujian kualitatif dengan jamu simulasi fenilbutazon yang
dibuat sebelumnya yaitu larutan (1) sediaan jamu tanpa fenilbutazon sebagai blanko
kontrol dan larutan (2) jamu simulasi dengan kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon
dalam 10 ml sediaan jamu. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengecek
kemampuan pelarut dan metode yang digunakan telah berhasil menarik zat aktif
fenilbutazon sehingga pelarut dan metode ini dapat dilakukan untuk pengujian yang
sebenarnya. Sampel jamu simulasi fenilbutazon yang dibuat diekstraksi kembali
untuk menarik zat aktif dari sediaan. Pengecekan menggunakan reagen spesifik
langsung dilakukan untuk larutan (1) sediaan jamu tanpa fenilbutazon sebagai
blanko kontrol.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan (2) jamu simulasi dengan kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon. Larutan
jamu simulasi diencerkan kembali menjadi 2 konsentrasi dalam labu ukur 10 ml
yang memiliki konsentrasi masing-masing 5000 μg/ml dan 10.000 μg/ml. Dipipet
sebanyak 2,5 mldan 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam 2 labu ukur 10 ml dan
dicukupkan volumenya sampai garis tanda dengan pelarut etanol.
3.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Larutan Standar
3.3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Fenilbutazon
Ditimbang seksama 50 mg fenilbutazon BPFI dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml (Larutan Induk). Bagan alir
prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.
3.3.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Fenilbutazon
Diambil sebanyak 0,01 ml dari larutan induk fenilbutazon (konsentrasi =
1000 μg/ml) kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 10 ml ditambahkan dengan
etanol. Selanjutnya larutan diencerkan dengan pelarut yang sama hingga garis
tanda, lalu dikocok sampai homogen untuk memperoleh larutan fenilbutazon
dengan konsentrasi 10 μg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400
nm. Bagan alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.
3.3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Fenilbutazon
Larutan standar dibuat dalam 5 labu ukur 10 ml yang memiliki konsentrasi
masing-masing 4, 5, 6, 8, dan 10 μg/ml. Dipipet sebanyak 0,04 ml; 0,05 ml; 0,06
ml; 0,08 ml; dan 0,1 ml dari larutan induk fenilbutazon, kemudian dimasukkan ke
dalam 5 labu ukur 10 ml dan dicukupkan volumenya dengan pelarut etanol. Bagan
alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.
3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenilbutazon
Dibuat larutan standar fenilbutazon dengan konsentrasi 0, 4, 5, 6, 8, dan 10
μg/ml, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang analisis yang telah
ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dan nilai
serapan sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = bx ± a dengan syarat nilai
R2 minimum >0,998. Bagan alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2
halaman 34.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Validasi Metode Analisis
3.4.1 Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan bahan baku yaitu dengan
membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%.
Di mana pada masing-masing rentang spesifik digunakan 70% sampel dan 30%
baku yang akan ditambahkan (Harmita, 2004). Kemudian campuran sampel dan
baku diukur serapannya pada panjang gelombang 200–400 nm.
Dibuat jamu standar ekstrak temulawak duplo masing-masing ditimbang 7
gram temulawak diektraksi dengan pelarut etanol 50 ml. Kemudian salah satu
ditambahkan fenilbutazon 50 mg. Sampel jamu simulasi I tanpa fenilbutazon
sebagai blanko, dan jamu simulai II dengan fenilbutazon 1000 μg/ml. Membuat seri
konsentrasi 6 μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml yang dilarutkan dalam etanol. Dipipet
sebanyak 0,06 ml; 0,08 ml; dan 0,1 ml diambil dari larutan hasil esktraksi jamu
simulasi II dengan fenilbutazon 1000 µg/ml), kemudian masing-masing
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan dicukupkan volumenya sampai garis
tanda dengan pelarut etanol. Pengulangan sampai 5x pembuatan seri konsentrasi 6
μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml dari penimbangan hingga dilarutkan dalam labu ukur
10 ml dengan etanol.
Kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum fenilbutazon
dengan spektrofotometri UV-Vis dan ekstrak temulawak murni sebagai blanko.
Kemudian dilakukan perhitungan kadar yang dapat dideteksi dari persamaan linier
dari kurva kalibrasi fenilbutazon standar. Kemudian dilakukan perhitungan persen
perolehan kembali yang dibandingkan dengan kadar sebenarnya.
3.4.2 Uji Presisi
Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Presisi
merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual
ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai
simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya
keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3 Limit Deteksi Reagen
Limit deteksi digunakan untuk mengetahui konsentrasi terkecil dari sampel
yang masih dapat dideteksi. Limit deteksi ditetapkan dengan penyiapan reagen
dengan komposisi optium, dilanjutkan dengan penetesan larutan sampel standar
(jamu simulasi fenilbutazon) dari konsentrasi Dibuat seri konsentrasi zat aktif
20.000 μg/ml, 10.000 μg/ml, dan 5000 μg/ml. Verifikasi warna yang dihasilkan dan
dibandingkan dengan warna yang dihasilkan untuk zat aktif standar
3.5 Teknik Sampling dan Analisa Fenilbutazon dalam Sampel Jamu
Teknik sampling dalam pemilihan jamu yang akan dipakai untuk
selanjutnya diidentifiakasi apakah ada kandungan fenilbutazon di dalamnya adalah
dengan memilih 3 (tiga) jamu pegal linu dengan minat masyarakat paling tinggi dan
tidak memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu yang beredar di
Tangerang Selatan.
Diambil sampel jamu uji seluruhnya. Diektraksi dengan pelarut etanol 100
ml. Dihomogenkan dengan strirrer magnet selama 30 menit. Kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman dan diuapkan hingga tersisa ± 10 ml. Diambil 1 ml
sampel direaksikan dengan 2 tetes reagen spesifik di plat tetes dan dilakukan
pencatatan data berupa perubahan warna pada plat tetes. Perubahan warna
didokumentasikan. Bagan alir ekstraksi jamu uji dapat dilihat di lampiran 4
halaman 37.
Selanjutnya, dilakukan konfirmasi ulang keberadaan fenilbutazon yang
pada uji kualitatif reagen spesifik dengan spektrofotometri UV-Vis. Sampel uji
diukur pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometri UV-Vis dan
etanol sebagai blanko lalu spektrum yang didapat dibandingkan dengan spektrum
jamu simulasi yang telah ada fenilbutazon sebagai kontrol positif (+). Absorbansi
yang didapat dihitung kadar sebenarnya menggunakan kurva kalibrasi jamu
simulasi fenilbutazon yang telah dibuat.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan analisa reaksi warna yang terjadi dalam penentuan
uji kualitatif sampel fenilbutazon. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya uji kualitatif fenilbutazon dengan test strip oleh Hartini
(2013) tetapi berfokus pada reaksi warna dengan reagen spesifik langsung pada
sampel jamu yang beredar di Tangerang Selatan tanpa imobilisasi reagen ke
membran (test strip). Penelitian dilakukan karena banyaknya jamu tradisional
antirematik atau anti pegal linu ditarik dari peredaran karena mengandung bahan
kimia obat (BKO) dalam situsnya BPOM RI November 2015 mengeluarkan daftar
obat tradisional yang mengandung BKO yang didominasi oleh penghilang rasa
sakit dan antirematik, seperti Parasetamol dan Fenilbutazon. Permenkes No.
246/Menkes/Per/V/1990 pasal 23 terdapat penjelasan mengenai persyaratan dan
larangan bagi obat tradisional salah satunya tidak mengandung bahan kimia sintetik
atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat.
4.1 Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni
Penelitian ini dimulai dengan uji kualitatif (reaksi warna) fenilbutazon
murni. Hasil uji coba sesuai dengan Hartini (2013) di mana fenilbutazon bereaksi
dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat tetapi fenilbutazon tidak
bereaksi dengan reagen tembaga asetat. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1
hasil uji kualitatif fenilbutazon murni.
Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni
Perlakuan Tembaga
Asetat
Ferri Amonium
Sulfat
Kobalt
Tiosianat
1. Warna Asli Reagen Biru Kuning Bening Merah
2. Fenilbutazon + Reagen Biru Kuning Ungu Muda
Hasil reaksi warna terlihat perubahan positif dari sampel fenilbutazon
dengan reagen ferri amonium sulfat dan kobalt tiosianat sehingga reagen ini dapat
dipergunakan dalam analisis selanjutnya. Dan reagen tembaga asetat menunjukkan
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak adanya reaksi warna yang terjadi sehingga reagen ini tidak dipergunakan
dalam analisis selanjutnya. Gambar hasil uji kualitatif fenilbutazon dapat dilihat di
lampiran 5 halaman 38.
4.2 Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+)
Simulasi jamu yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia serbuk
temulawak. Temulawak dipilih mengacu pada penelitian Wisnuwardhani (2013)
menggunakan temulawak sebagai salah satu kompenen jamu simulasi. Massa
simplisia yang digunakan untuk ektraksi jamu 7 gram, jumlah ini dipilih karena
mengacu pada jamu yang beredar rata-rata satu bungkus 7 gram. Penambahan tablet
utuh dilakukan karena mengacu pada kemungkinan penambahan BKO yang
dilakukan produsen jamu yang tidak bertanggung jawab ke dalam jamu
menggunakan tablet utuh yang telah beredar dan mudah didapat.
Kemudian dibuat tiga konsentrasi masing-masing 20.000, 10.000, dan 5000
µg/ml. Terkahir direaksikan dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt
mengamati perubahan warnanya. Pada konsentrasi 5000, 10.000, dan 20.000 warna
jamu kontrol negatif dan positif dengan reagen feri amonium sulfat perbedaan
warna sulit teramati karena warna yang dihasilkan hampir serupa akan tetapi
kontrol positif lebih pekat yaitu coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif
warna yang dihasilkan coklat. Pada pengujian dengan reagen kobalt tiosianat
konsentrasi 5000 dan 10.000 warna jamu kontrol negatif dan positif juga hampir
serupa akan tetapi kontrol positif lebih jingga sedangkan kontrol negatif berwarna
kuning, selanjutnya pada konsentrasi 20.000 warna lebih terlihat jelas kontrol
positif jingga dan kontrol negatif kuning keruh. Rangkuman perubahan warna dapat
dilihat pada tabel 4.2. Gambar hasil uji dapat dilihat di lampiran 6 halaman 39.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+)
Reagen
Jamu Kontrol (+) Jamu Kontrol (-)
Konsentrasi ( μg/ml) Konsentrasi ( μg/ml)
5.000 10.000 20.000 5.000 10.000 20.000
1. Ferri Amonium
Sulfat
Coklat Coklat Coklat Kuning Kuning Kuning
2. Kobalt Tiosianat Coklat Pekat
Kemerahan
Coklat Pekat
Kemerahan
Coklat Pekat
Kemerahan
Jingga Jingga Jingga
Terang
Kontrol (+) = Jamu + Fenilbutazon Kontrol (-) = Jamu ekstrak temulawak
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil penelitian tersebut perubahan warna yang dihasilkan berbeda
dengan larutan standar fenilbutazon murni dengan reagen feri amonium sulfat
warna yang dihasilkan kuning sedangkan dalam jamu kontrol positif warna yang
dihasilkan coklat pekat kemerahan dan dengan reagen kobalt tiosianat dengan
fenilbutazon murni warna yang dihasilkan ungu sedangkan dalam jamu kontrol
positif warna yang dihasilkan jingga. Hal ini, kemungkinan besar dikarenakan dari
ektrak jamu yang mengganggu perubahan warna yang dihasilkan tetapi masih dapat
dibedakan untuk hasil positif atau negatif jadi, pemakaian reagen dilanjutkan untuk
pengujian selanjutnya dari jamu yang beredar di Tangerng Selatan. Selain itu, dari
hasil penelitian tersebut dapat juga diketahui bahwa konsentrasi dari jamu (ekstrak
simplisia yang digunakan) berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan ketika
direakasikan dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Apabila
konsentrasi jamu terlalu besar maka ketika direaksikan dengan reagen warna akan
terlalu pekat dan keruh sehingga tidak dapat dibedakan antara jamu kontrol negatif
dan kontrol positif.
4.3 Panjang Gelombang Maksimum Standar Fenilbutazon dan Jamu
Simulasi+Fenilbutazon dengan Spektrofotometri UV-Vis
Didapat lamda maksimum 269 nm dengan absorbansi sebesar 0,722.
Spektrum dapat dilihat pada gambar 4.1. Rincian data spektrum dapat dilihat pada
lampiran 7 halaman 40.
Gambar 4.1 Lamda maksimum standar fenilbutazon 269 nm
Kemudian dilakukan juga pengukuran panjang gelombang terhadap jamu
simulasi I (7 g temulawak dilarutkan dengan 50 ml etanol p.a. 96%) dan jamu
simulaasi II (7 g temulawak dan 50 mg fenilbutazon dilarutkan dengan 50 ml etanol
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
p.a. 96%). Didapat lamda maksimum 266,5 nm dengan absorbansi sebesar 0,605.
Spektrum dapat dilihat pada gambar 4.2. Rincian data spektrum dapat dilihat pada
lampiran 8 halaman 42.
Adanya pergeseran lamda dari 269 nm (fenilbutazon murni) menjadi 266
nm (fenilbutazon dalam jamu). Hal ini kemungkinan besar akibat pengaruh pH
larutan. Menurut Clark (2003), serapan maksimum fenilbutazon lebih kurang 237
nm dalam larutan asam dan 264 nm dalam larutan basa. Pergeseran 3 nm ke kiri ini
artinya ada perubahan pH larutan menjadi sedikit lebih asam. Di mana temulawak
menjadi bahan ekstrak jamu yang ditambahkan dalam jamu simulasi fenilbutazon
yang artinya berpengaruh terhadap perubahan pH larutan menjadi lebih asam.
Gambar 4.2 Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm
4.4 Penetapan Kurva Kalibrasi Standar Fenilbutazon
Data Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ dapat dilihat pada tabel 4.3.
Rincian data dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 45. Perhitungan lengkap dapat
dilihat pada lampiran 10 halaman 46.
Tabel 4.3 Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ
Kadar (x) Absorbansi (y) ŷ (y-ŷ)2
0 0 0,0002 4 x 10-8
4 0,298 0,2902 6,084 x 10-5
5 0,361 0,3627 2,89 x 10-6
6 0,427 0,4352 6,724 x 10-5
8 0,576 0,5802 1,764 x 10-5
10 0,73 0,7252 2,304 x 10-5
Jumlah (y-ŷ)2 1,717 x 10-4
SB 6,552 x 10-3
LOD 0,271 µg/ml
LOQ 0,9037 µg/ml
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil linieritas diperoleh dengan membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi
dibuat dari larutan standar dengan konsentrasi 0, 4, 5, 6, 8, dan 10 μg/ml. Persamaan
linier yang didapat b = 0,0725; a = 0,0002; r2 = 0,9995 yaitu y = 0,0725x + 0,0002.
Kurva Kalibrasi pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Fenilbutazon Standar
4.5 Uji Perolehan Kembali (UPK)/Recovery Kadar Fenilbutazon dengan
Spektrofotometri UV-Vis
Dibuat 5x seri konsentrasi fenilbutazon 6 μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml yang
dilarutkan dalam temulawak dan etanol. Kemudian diukur pada panjang gelombang
266 nm dengan spektrofotometri UV-Vis dan ekstrak temulawak murni sebagai
blanko. Hasil % UPK, SD, dan %RSD dirangkum pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data % UPK, SD, dan %RSD.
Kadar (µg/ml) Rata-rata %UPK SD %RSD
6 98,253 0,288 0,293
8 99,207 0,299 0,301
10 98,455 0,256 0,260
Ketentuan umum menurut Harmita (2004):
Range nilai persen (%) recovery analit atau Uji Perolehan
Kembali (UPK) 80 – 120%
Range Nilai Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient
of Variation (CV) ≤ 2%
Didapat limit deteksi sampel 0,5 mg. Di mana penambahan fenilbutazon yang
mungkin dilakukan di lapangan untuk mencapai dosis terapi minimum 200 mg
dengan logika produsen kemungkinan mencampurkan bahan sejumlah sama
dengan dosis terapi minimum atau lebih sehingga berefek terhadap penggunaanya.
00,298 0,361 0,427
0,5760,73
y = 0,0725x + 0,0002R² = 0,9995
0
0,5
1
0 2 4 6 8 10 12AB
SOR
BA
NSI
KONSENTRASI (PPM)
KURVA KALIBRASI FENILBUTAZON STANDAR
Absorbansi Linear (Absorbansi)
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Limit deteksi yang didapat sangat kecil dan dapat diajukan menjadi teknik analisa
yang akurat. Perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 47-48.
4.6 Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan
Analisis fenilbutazon dalam jamu antirematik atau pegal linu ini diawali
dengan pemilihan sampel, teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
dengan mengambil sampel dengan minat masyarakat paling tinggi dan tidak
memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu. Diperoleh 3 jamu
antirematik atau pegal linu. Uji kualitatif analisa fenilbutazon dari tiga merek jamu
menggunakan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Pada jamu A, B, dan
C memiliki warna asal kuning direaksikan dengan reagen feri amonium sulfat
menghasilkan warna yang sama dengan warna kontrol negatif yaitu coklat
sedangkan kontrol positif berwarna coklat pekat kemerahan. Dengan reagen kobalt
tiosianat warna yang dihasilkan jamu A, B, dan C juga sama dengan kontrol negatif
yaitu warna kuning sedangkan kontrol positif berwarna jingga. Jadi dapat
disimpulkan jamu A, B, dan C yang beredar di pasaran tidak mengandung
fenilbutazon karena hasil uji kualitatif dengan reaksi warna negatif. Rangkuman
perubahan warna dapat dilihat pada tabel 4.3. Gambar hasil dapat dilihat di
lampiran 12 halaman 49.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu
Reagen
Hasil Warna
Jamu
Kontrol (+)
Jamu
Kontrol (-)
Jamu
Uji A
Jamu
Uji B
Jamu
Uji C
Feri Amonium
Sulfat
Coklat Pekat
Kemerahan Coklat Coklat Coklat Coklat
Kobalt Tiosianat Jingga Kuning Kuning Kuning Kuning
Selanjutnya dilakukan uji kualitatif dengan pengukuran serapan sampel
jamu dengan spektrofotometri ultraviolet-visible. Hasil spektrum yang didapat dari
ketiga sampel jamu dibandingkan dengan spektrum jamu simulasi fenilbutazon.
Tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm yang merupakan serapan
fenilbutazon. Jadi, dapat disimpulkan ketiga sampel jamu dalam uji kualitatif
dengan spektrofotometri ultaviolet-visible juga tidak mengandung fenilbutazon
atau negatif sehinga uji kualitatif dengan reagen terkonfirmasi. Perbandingan
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spektrum sampel jamu dan kontrol positif dapat dilihat pada gambar 4.4. Rincian
data spektrum dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 50-55.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.4 (a) Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm (kontrol positif);
(b) Jamu Sampel A; (c) Jamu Sampel B; dan (d) Jamu Sampel C.
Pada jamu sampel A, B, dan C tidak terlihat peak pada panjang
gelombang 266 nm yang merupakan serapan fenilbutazon.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis fenilbutazon yang dilakukan pada 3 sampel jamu
tradisional antirematik atau pegal linu yang beredar di kota Tangerang Selatan,
maka dapat disimpulkan:
1) Perubahan warna jamu simulasi kontrol positif dengan reagen feri amonium
sufat lebih pekat yaitu coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif warna
yang dihasilkan coklat. Sedangkan, jamu simulasi kontrol positif dengan reagen
kobalt tiosianat warna yang dihasilkan jingga dan kontrol negatif berwarna
kuning.
2) Kondisi analisa fenilbutazon yang dilakukan pada spektrofotometri ultraviolet-
visible dengan λ = 269 nm untuk standar fenilbutazon murni pelarut etanol 96%
dan λ = 266 nm untuk fenilbutazon dalam jamu simulasi.
3) Hasil Uji LOD Fenilbutazon adalah 0,2710 μg/ml, sedangkan LOQ = 0,9036
μg/ml. Hasil UPK dan uji presisi (RSD) pada konsentrasi 6, 8, dan 10 μg/ml
masing-masing adalah 98,25% dan 0,29%; 99,20% dan 0,30%; serta 98,45%
dan 0,26%.
4) Jamu A, B, dan C memiliki warna asal kuning dengan reagen feri amonium
sulfat menghasilkan warna yang sama dengan warna kontrol negatif yaitu
coklat. Dengan reagen kobalt tiosianat warna yang dihasilkan jamu A, B, dan C
juga sama dengan kontrol negatif yaitu warna kuning. Hasil spektrum yang
didapat dari ketiga sampel jamu tidak terlihat peak pada panjang gelombang
266 nm atau 269 nm yang merupakan serapan fenilbutazon.
5.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya pelu dilakukan uji identifikasi fenilbutazon pada
jamu antirematik atau pegal linu lain yang beredar di masyarakat dengan
menggunakan teknik analisa reagen yang berbeda atau dengan metode
spektrofoometri ultraviolet-visible dengan pemilihan kondisi analisis berbeda.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Arthritis Foundation, 2015, Arthritis Foundation Scientific Strategy 2015-2020,
www.arthritis.org/Documents/arthritis-foundation-scientific-strategy.pdf
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Kepala
BPOM RI Nomor HK.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Panandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta:
BPOM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Infopom. http://
perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/buletin%20info%20pom/0311.pdf.
Diakses 7 Januari 2107, jam 15:05.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Bahan Kimia Obat
dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan–Ancaman Bagi Kesehatan
Masyarakat. http://www.pom.go.id/ new/ index.php/ view/ pers/ 285/ bahan-
kimia-obat-dalam-obat-tradisional-dan-suplemen-kesehatan-ancaman-bagi-
kesehatan-masyarakat-.html. Diakses 7 Januari 2017, jam 9:55.
Choy, E., 2012, Understanding the dynamics: pathways involved in the
pathogenesis of rheumatoid arthritis, Rheumatology, 2012 ;51:v3-v11.
DOI:10.1093 /rheumatology/kes113
Clark, Jim. 2003. Analysis of Drugs and Poisons. www.almustafauniversity.com
Diakses 7 Januari 2017, jam 20:25.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi 4. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal 683.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Ebel. 1992. Obat Sintetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. I(3):117-135.
Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta:
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hartini, L.D. 2013. Penelitian Analisa Kualitatif Piroksikam dan Fenilbutazon
Menggunakan Reagen Spesifik yang Diimobilisasi pada Membran Poliamida
dalam Tes Strip (Penelitian). Jember: Universitas Jember.
Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States:
Lange Medical Publications.
Komisi Farmakope Eropa. 2005. European Pharmacopoeia: Pharmaceutical
Technical procedures. Uppsala: Dewan Eropa. Phenylbutazone Hal 2229-
2231.
Lathif, A., et al. 2013. Analisis Bahan Kimia Obat dalam Jamu Pegal Linu yang
Dijual Di Surakarta menggunakan Metode Spektrofotometri UV (Penelitian).
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Menteri Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Muchid A. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik.
Izkafiz. Direkloral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta
Nainggolan, O. 2009. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rheumatik di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 59: 587-594.
National Institute of Justice (NIJ). 2000. Color Test Reagents/Kits for Preliminary
Identification of Drugs of Abuse. Wasington DC: National Institute of Justice
(NIJ).mi
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halaman 224-226, 241-242, 465-468.
Roth, Heman J., dan Blaschke, G. 1998. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Singh, J., Saag, K., Bridges, L., Aki, E., Bannuru, R., 2015, 2015 American College
of Rheumatology Guideline for the Treatment of Rheumatoid Arthritis,
Arthritis Care & Research, DOI 10.1002/acr.22783, VC 2015, American
College of Rheumatology.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Siswandono dan Soekardjo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press.
The United State Pharmacopeial Convention. 2008. The United States
Pharmacopeia (USP). 31th Edition. United States.
Wisnuwardhani. 2013. Methode Development for Simultanous Analysis of Steroid
and Non Steroid Antiinflamatory Substance in Jamu Pegal Linu Using TLC-
Spectrophotodensitometry. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Yazici, Y & Simsek I. 2005. Treatment Options for Rheumatoid Arthritis Beyond
TNF-Alpha Inhibitors. Expert Rev Clin Pharmacol. 3: 663-666
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Jamu uji dikonfirmasi kembali dengan instrumen
spektrofotometri UV-Vis menggunakan lamda maksimum
dan dapat ditentukan kadarnya dengan kurva kalibrasi
Pembuatan
reagen
Pembuatan ekstrak jamu
simulasi zat aktif kadar
diketahui
UJI REAKSI WARNA
Pengujian:
UPK, LOD,
dan LOQ
Perbandingan Warna
Standar Murni : Jamu
simulasi zat aktif : Jamu Uji
Persiapan zat aktif
standar dalam pelarut
Pembuatan
kurva kalibrasi
Sediaan
jamu uji
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Bagan Alir Penbuatan Larutan Induk Baku dan Standar
Fenilbutazon
Fenilbutazon
Larutan Induk Fenilbutazon 1000 µg/ml
Ditimbang 50 mg
Dimasukkan ke dalam labu terukur 50 ml
Dilarutkan dan dicukupkan dengan etanol 96%
Diambil
0,04 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
Diambil
0,05 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
4 µg/ml
Diukur serapan
maksimum pada λ
200 – 400 nm
5 µg/ml
Diambil
0,06 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
6 µg/ml
Diambil
0,08 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
8 µg/ml
Diambil
0,10 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
10 µg/ml
Diambil
0,10 ml
lalu add
dengan
10 ml
etanol
10 µg/ml
Pembuatan Kurva Kalibrasi
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. (Lanjutan)
Larutan Standar Fenilbutazon
(0;4,0; 5,0; 6,0; 8,0; dan 10 µg/ml)
Diukur serapan pada
λ 200 – 400 nm
Ditentukan panjang
gelombang analisis
λFenilbutazon = 269 nm
Persamaan Regresi Linier y = bx ± a dengan
syarat nilai R2 minimum >0,998.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon
Dihomogenkan 30
menit
Disaring
Diuapkan hingga
tersisa ± 10 ml
Temulawak
Ditimbang 7 g temulawak
Dibuat duplo
Ditambahkan
fenilbutazon tablet
satu buah (200mg)
Dihomogenkan 30
menit
Disaring
Diuapkan hingga
tersisa ± 10 ml
Temulawak 1 Temulawak 2
Kontrol negatif (-) =
Ekstrak temulawak
murni
Kontrol positif (+) =
Ekstrak temulawak
dengan fenilbutazon
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Bagan Alir Ekstraksi Jamu Uji
Diambil sampel jamu uji seluruhnya
Ekstrak jamu uji
Perubahan warna didokumentasikan
Dihomogenkan
30 menit
Disaring
Diuapkan hingga
tersisa ± 10 ml
Uji reaksi warna
Perbandingan warna
Jamu kontrol positif :
Jamu kontrol negatif :
Jamu Uji
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni.
Tembaga Asetat Ferri amonium sulfat Kobalt tiosianat
Warna Asli
Reagen
Reagen +
Fenilbutazon
Keterangan tabel:
Hasil reaksi warna terlihat perubahan positif dari sampel fenilbutazon dengan
reagen ferri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Sedangkan reagen tembaga asetat
menunjukkan tidak adanya reaksi warna yang terjadi
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+).
Konsentrasi
(µg/ml)
Jamu+Ferri Amonium
Sulfat
Jamu + Kobalt Tiosianat
Jamu
Kontrol (-)
Jamu
Kontrol (+)
Jamu
Kontrol (-)
Jamu
Kontrol (+)
5000
10.000
20.000
Keterangan :
Kontrol negatif (-) adalah simulasi jamu temulawak tanpa penambahan
fenilbutazon
Kontrol positif (+) adalah simulasi jamu temulawak dengan penambahan
fenilbutazon
Pada konsentrasi 5000, 10.000, dan 20.000 warna jamu kontrol negatif dan
positif dengan reagen feri amonium sulfat perbedaan warna sulit teramati karena
warna yang dihasilkan hampir serupa akan tetapi kontrol positif lebih pekat yaitu
coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif warna yang dihasilkan coklat.
Pada pengujian dengan reagen kobalt tiosianat konsentrasi 5000, 10.000,
dan 20.000 warna jamu kontrol negatif dan positif juga hampir serupa akan tetapi
kontrol positif lebih jingga sedangkan kontrol negatif berwarna kuning.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon dalam
Jamu Simulasi
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Perhitungan SB, LOD, dan LOQ.
Berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang analisis, dilakukan
perhitungan limit deteksi/limit of detection (LOD) dan limit kuantitasi/limit of
quantitation (LOQ). Perhitungan untuk menentukan LOD dan LOQ. Untuk
menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) digunakan rumus:
𝑆𝐵 = √∑(𝑦−𝑦𝑖)2
𝑛−2 𝐿𝑂𝐷 =
3 𝑥 𝑆𝐵
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝐿𝑂𝑄 =
10 𝑥 𝑆𝐵
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
Ket: SB=Simpangan baku LOD=Limit of Detection LOQ=Limit of Quantitation
Perhitungan SB
= √17,169 x 10−5
6 − 2
= √42,9225 𝑥 10−6
= 6,552 x 10−3
Perhitungan LOD
=3 𝑥 6,552 𝑥10−3
0,0725
= 0,271 µg/ml
Perhitungan LOQ
=10 𝑥 6,552 𝑥10−3
0,0725
= 0,9037 µg/ml
Kadar (x) Absorbansi (y) ŷ (y-ŷ)2
0 0 0,0002 4 x 10-8
4 0,298 0,2902 6,084 x 10-5
5 0,361 0,3627 2,89 x 10-6
6 0,427 0,4352 6,724 x 10-5
8 0,576 0,5802 1,764 x 10-5
10 0,73 0,7252 2,304 x 10-5
Jumlah (y-ŷ)2 1,717 x 10-4
SB 6,552 x 10-3
LOD 0,271 µg/ml
LOQ 0,9037 µg/ml
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan %UPK, SD, dan %RSD.
Kadar
(µg/ml) No. Absorbansi
Kadar
Pengamatan
(ẍ)
Kadar
Sebenarnya
(x)
% UPK (x-ẍ)^2
6 1 0,442 6,094 6,000 101,563 0,009 2 0,441 6,080 6,000 101,333 0,006 3 0,396 5,459 6,000 90,989 0,292 4 0,435 5,997 6,000 99,954 0,000 5 0,424 5,846 6,000 97,425 0,024
Rata-rata
%UPK 98,253 ∑(x-ẍ)^2 = 0,331
SD = 0,288
RSD = 0,293
Kadar
(µg/ml) No. Absorbansi
Kadar
Pengamatan
(ẍ)
Kadar
Sebenarnya
(x)
% UPK (x-ẍ)^2
8 1 0,595 8,204 8,000 102,552 0,042 2 0,542 7,473 8,000 93,414 0,278 3 0,570 7,859 8,000 98,241 0,020 4 0,590 8,135 8,000 101,690 0,018 5 0,581 8,011 8,000 100,138 0,000
Rata-rata
%UPK 99,207 ∑(x-ẍ)^2 = 0,357
SD = 0,299
RSD = 0,301
Kadar
(µg/ml) No. Absorbansi
Kadar
Pengamatan
(ẍ)
Kadar
Sebenarnya
(x)
% UPK (x-ẍ)^2
10 1 0,713 9,832 10,000 98,317 0,028 2 0,734 10,121 10,000 101,214 0,015 3 0,698 9,625 10,000 96,248 0,141 4 0,706 9,735 10,000 97,352 0,070 5 0,719 9,914 10,000 99,145 0,007
Rata-rata
%UPK 98,455 ∑(x-ẍ)^2 = 0,261
SD = 0,256
RSD = 0,260
% Perolehan Kembali = ẍ
𝑋𝑥 100%
Keterangan:
ẍ = Kadar Pengamatan x = Kadar Sebenarnya
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Rohman (2007), simpangan baku relatif dapat dihitung dengan rumus
berikut ini :
𝑆𝐷 = √∑(𝑥−𝑥𝑖)2
𝑛−1 RSD =
𝑆𝐷
𝑋𝑥 100 %
Keterangan : X = Kadar rata-rata %UPK sampel
SD = Standard Deviation RSD = Relative Standar Deviation
Perhitungan
Kadar (µ𝐠/𝐦𝐥) SD RSD
6 0,288 0,293 %
8 0,299 0,301 %
10 0,256 0,260 %
Sampel awal =50 𝑚𝑔
50 𝑚𝐿= 1000 µg/ml, diencerkan menjadi 10 µg/ml
diencerkan = 1000 µg/ml
10 µ𝑔/𝑚𝐿= 100 kali
limit deteksi sampel =50 𝑚𝑔
100= 0,5 mg
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan
Keterangan gambar:
X = Sampel Uji
Y = Kontrol negatif (-) simulasi jamu temulawak tanpa penambahan
fenilbutazon
Z = Kontrol positif (+) simulasi jamu temulawak dengan penambahan
fenilbutazon
Perubahan warna sampel uji (X) mirip dengan warna kontrol negatif (Y)
artinya sampel jamu A, B, dan C tidak mengandung fenilbutazon
SAMPEL JAMU A
Sampel A+ Ferri amonium sulfat Sampel A+ Kobalt tiosianat
SAMPEL JAMU B
Sampel B+ Ferri amonium sulfat Sampel B+ Kobalt tiosianat
SAMPEL JAMU C
Sampel C+ Ferri amonium sulfat Sampel C+ Kobalt tiosianat
X Y Z X Y Z
X Y Z X Y Z
X Y Z X Y Z
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Spektrum Sampel Jamu A
Keterangan gambar:
Pada jamu sampel A tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm
yang merupakan serapan fenilbutazon
Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel A: 380, 259, 253, 246, 239, 234,
229, dan 210 nm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. (Lanjutan)
Hasil Spektrum Sampel Jamu B
Keterangan gambar:
Pada jamu sampel B tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm
yang merupakan serapan fenilbutazon
Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel B: 400, 240, 245, dan 208 nm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. (Lanjutan)
Hasil Spektrum Sampel Jamu C
Keterangan gambar:
Pada jamu sampel C tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm
yang merupakan serapan fenilbutazon
Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel C: 400, 246, dan 206 nm
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Fenilbutazon
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Sertifikat Determinasi Temulawak