makalah muskuloskletal
Post on 22-Oct-2015
33 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah
tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun
(Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-
masalah sebagai berikut.
1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2. Resiko kematian yang tinggi.
3. Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4. Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma
muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan
asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar
penanggulan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal
dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar
mengurangi resiko yang lebih besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering
terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang
belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah
besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks,
robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo
besar akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan
penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%).
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran
1
perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan
organ dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan
yang komprehensif.
Penanggulangan klien taua memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang
tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang
memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering
terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung
kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah
keperawatan Muskuloskeletal II tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma
Muskuloskeletal: Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
2. Mengetahui penyebab terjadinya Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
3. Mengetahui patofisiologi Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
4. Mengetahui manifestasi klinis Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
5. Mengetahui evaluasi diagnostic Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
6. Mengetahui penatalaksanaan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
7. Mengetahui proses asuhan keperawatan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONTUSIO
a. Pengertian
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak
yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit.
Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga
darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap
benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam
jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di
bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala.
Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan
bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).
b. Etiologi
1. Benturan benda keras.
2. Pukulan.
3. Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah
kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
2. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan
darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
3
d. Gejala
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Perubahan warna
4. Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu
minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
5. Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya
beberapa hari setelah terjadinya cedera.
6. Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
7. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas
disebut hematoma.
8. Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).
e. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak
dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru.
Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga
bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut
menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang
oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil
reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan
dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir
dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah
dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik.
Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi
salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
4
f. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
1. Tinggikan daerah injury
2. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit)
4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah
sebagai berikut:
1. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
2. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak.
3. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya.
2. SPRAIN
a. Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menjepit atau
memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi,
yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul
sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Fungsi ligamen adalah menjaga
stabilitas, namun masih mampu melakukan mobilitas. Ligamen yang sobek akan
kehilangan kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri (Brunner
& Suddart,2001: 2355).
5
b. Etiologi
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti
melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya
karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c. Manifestasi klinis
1. Nyeri
2. Inflamasi/peradangan
3. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
d. Tanda Dan Gejala
1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan
e. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang
disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong /
mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada
pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak
bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat
terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi
peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357).
f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat :
a. Tekanan
b. Tarikan tanpa peredaan
c. Daya yang tidak semestinya
2. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .
6
g. Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya, pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri
dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap
4 jam) untuk nyeri hebat.
3. Elektromekanis.
1. Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
2. Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
3. Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
4. Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
5. Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk
selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
3. STRAIN
a. Pengertian
Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan yang berlebihan
atau stres lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008: 69).
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-
tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada
persambungan antara otot dan tendon.
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan,
atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan
perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
b. Etiologi
Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari
atau pelompat.
Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
7
Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang
berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada
tendon).
c. Manifestasi klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
1. Nyeri
2. Spasme otot
3. Kehilangan kekuatan dan
4. Keterbatasan lingkup gerak sendi.
5. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan
berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
6. Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa
mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus
dari servis yang berulang-ulang.
d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan
daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998).
e. Klasifikasi Strain
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan
pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan
ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a. Gejala yang timbul :
- Nyeri local
- Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
- Adanya spasme otot ringan
8
- Bengkak
- Gangguan kekuatan otot
- Fungsi yang sangat ringan
c. Komplikasi
- Strain dapat berulang
- Tendonitis
- Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namuntanda
perdarahan yang besar.
e. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi
latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
2. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous
akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a. Gejala yang timbul
- Nyeri local
- Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
- Spasme otot sedang
- Bengkak
- Tenderness
- Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
- Strain dapat berulang
- Tendonitis
- Perioritis
c. Terapi :
- Immobilisasi pada daerah cidera
- Istirahat
- Kompresi
- Elevasi
d. Perubahan patologi :
9
Adanya robekan serabut otot
3. Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyang
cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
a. Gejala :
- Nyeri yang berat
- Adanya stabilitas
- Spasme
- Kuat
- Bengkak
- Tenderness
- Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk
mengembalikanfungsinya.
f. Manifestasi Klinis
1. Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
2. Nyeri mendadak
3. Edema
4. Spasme otot
5. Haematoma
g. Komplikasi
1. Strain yang berulang
2. Tendonitis
h. Penatalaksanaan
1. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
10
3. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama
30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh
kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
4. DISLOKASI
a. Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya
telah mengalami dislokasi.
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000)
b. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
-Trauma akibat kecelakaan
-Trauma akibat pembedahan ortoped
-Terjadi infeksi di sekitar sendi
c. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
11
2. Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang
3. Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :
1). Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2). Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
d. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga: Benturan keras pada sendi
saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh:
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Tidak diketahui
Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
12
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan.
Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
Terjadi infeksi disekitar sendi.
e. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong
kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang
bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit
kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan
ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid).
f. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau
pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
Nyeri
Perubahan kontur sendi
Perubahan panjang ekstremitas
Kehilangan mobilitas normal
Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Deformitas
Kekakuan
g. Penatalaksanaan
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
13
h. Komplikasi
Komplikasi Dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
4. Kelemahan otot
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
A. Pengkajian.
1. Identitas pasien.
2. Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas /
ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat penyakit sekarang
- Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah
berolah raga.
- Daerah mana yang mengalami trauma.
- Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
5. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami
trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya
6. Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
14
7. Pemeriksaan Fisik.
- Inspeksi : Kelemahan, Edema, Perdarahan perubahan warna kulit,
Ketidakmampuan menggunakan sendi.
- Palpasi : Mati rasa
- Auskultasi
- Perkusi
8. Pemeriksaan Penunjang
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan
dengan patah tulang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament
atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan
aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit
dan program pengobatan .
C. Intervensi Keperawatan .
1. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament
atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.
- Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program
control nyeri.
Intervensi :
15
INTERVENSI RASIONAL
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi
dan intensitas( skala 0-10). Catat factor-
faktor yang mempercepat dan tanda-
tanda rasa sakit non verbal.
2. Pertahankan immobilisasi bagian
yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat.
3. Tinggikan bagian ekstremitas yang
sakit.
4. Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah sehubungan
dengan cedera.
5. Libatkan dalam aktifitas hiburan
yang sesuai untuk situasi individu.
6. Kolaborasi :
- Lakukan kompres dingin/es 24-48
jam pertama dan sesuai keperluan.
- Berikan obat sesuai indikasi narkotik
dan analgesik non narkotik.
1. Membantu dalam menentukan
kebutuhan managemen nyeri dan
keefektifan program.
2. Menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
3. Meningkatkan aliran balik vena,
menurunkan edema, dan menurunkan
nyeri.
4. Membantu untuk menghilangkan
ansietas, pasien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
5.Memfokuskan kembali perhatian,
memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat.
6. Menurunkan edema / pembentukan
hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
Untuk menurunkan nyeri dan atau
spasme otot.
16
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi
bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat mobilitas yang masih
dapat dilakukan klien.
2. Instruksikan klien / bantu dalam
rentang gerak klien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak
sakit.
3. Bantu atau dorong perawatan diri /
kebersihan (seperti mandi).
4. Berikan lingkungan yang aman,
misalnya menaikkan kursi atau kloset,
menggunakan pegangan tangga pada
bak atau pancuran dan toilet,
peggunaan alat bantu mobilitas atau
kursi roda penyelamat.
1. Membantu dalam menentukan
kebutuhan bantuan mobilitas
yang akan diberikan dan
keefektifan program.
2. Meningkatlan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot, mempertahankan
gerak sendi.
3. Meningkatkan kekuatan otot dan
sirkulasi.
4. Menghindari terjadinya cedera
berulang.
17
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan
aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri
Kriteria Hasil :
- Klien mendiskusikan cedera dan dampaknya dalam hidup.
- Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Sokong penggunaan mekanisme
penyelesaian masalah.
2. Libatkan orang yang berarti dan
layanan pendukung bila dibutuhkan dan
perlu.
3. Dorong partisipasi aktiv dalam
aktivitas hidup sehari-hari dalam
batasan terapeutik.
1. Penghentian mendadak rutinitas
dan rencana memerlukan
mekanisme penyelesaian
masalah.
2. Orang lain dapat membentu
pasien mengenai aktivitas hidup
sehari-hari.
3. Rasa harga diri dapat
ditingkatkan dengan aktivitas
perawatan diri.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit
dan program pengobatan.
Tujuan : setelah dilakuakn intevensi keperawatan klien dapat mengetahui tentang
penyakitnya dan mengetahui tentang program pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Menujukkan pemahaman akan proses penyakit.
- Ikut serta dalam program pengobatan dan memuali gaya hidup yang diperlukan.
18
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Tinjau proses penyakit dan harapan
masa depan
2. Beriakan informasi mengenai terapi
obat–obatan ,intreraksi,efek
samping ,dan pentingnya ketaatan
program
3. Dorong periode istrahat adekuat
dengan aktivitas yang terjadwal.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan
manajemen farmakoterapeutik
5. Berikan informasi mengenai alat
bantu,misalnya tongkat,palang
keamanan,tempat duduk toilet yang bias
di naikkan .
1. - Memberikan pengetahuan dasar
dimana pasien dapat membuat
pilihan.
2. Meningkatkan pemahaman dan
meningkatkan kerja sama dalam
penyembuhan atau dan mengurangi
resiko komplikasi.
3. Mencegah kepenatan,menghemat
energy dan meningkatkan
penyembuhan.
4. Keuntungan dari terapi obat-obatan
tergantung dari ketepatan dosis
5. Mengurangi paksaan untuk
menggunakan tulang dan
memungkinkan individu untuk ikut
serta secara lebih nyaman dalam
aktivitas yang di butuhkan atau di
inginkan .
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering
terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak
yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan,
seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran
atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang)
atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon)
sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. EGC: Jakarta
Smelzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8. Jakarta : EGC
20
top related