bab 1 bab 2 bab 3
Post on 29-Nov-2015
173 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menentukan kualitas kehidupan suatu bangsa. Menurut
Mulyasa (2008) tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa
depan yang cerah, damai dan sejahtera (Siti dkk, 2009:1). Pembaharuan
pendidikan yang selalu dilakukan akan meningkatkan kualitas pendidikan
nasional. Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu
disoroti yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan
efektivitas metode pembelajaran. Panduan pengembangan kurikulum disusun
antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk belajar
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006:4).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kurikulum
KTSP menuntut peserta didik untuk aktif, kreatif, efektif dan berfikir kritis. Untuk
menyelenggarakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum maka guru perlu
merancang perencanaan pembelajaran yang bervariasi, media yang menarik, dan
alat evaluasi yang baik sesuai dengan tuntutan kurikulum (Siti dkk, 2012:2).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
siswa secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam Perarturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Komponen Lulusan dijelaskan bahwa Standar Kompetensi
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
SMA/MA/SMALB/Paket C adalah membangun dan menerapkan informasi dan
pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam mengambil keputusan
dan menunjukkan kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah
kompleks.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi (SI) memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD). SK dan KD harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran dan
pada akhirnya dapat memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Agar siswa
dapat memenuhi SK, KD dan SKL yang diharapkan, perlu didukung oleh standar
lain, yaitu Standar Proses dan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dalam perarturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses, antara lain mengatur tentang perencanaan
proses pembelajaran yang mensyaratkan pendidik pada setiap satuan jenjang
pendidikan untuk mengembangkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis. RPP adalah salah satu
komponen dari perangkat pembelajaran yang diharapkan mampu dikembangkan
untuk proses pembelajaran. Sehingga guru dapat melakukan pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan berfikir kritis bagi peserta didik.
Saat ini kesulitan yang sering dihadapi guru dalam proses perencanaan
kegiatan pembelajaran adalah membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan baik. Silabus dan
RPP hanya dituliskan secara garis besar saja sehingga tahap demi tahap di dalam
proses pelaksanaan pembelajaran tidak maksimal. Selain itu kebanyakan buku
yang beredar di pasaran saat ini tidak dibuat dengan menggunakan model
pembelajaran tertentu, lebih mengedepankan banyaknya contoh dan latihan soal,
sehingga siswa tidak bisa berfikir kreatif dan kritis. Penyajian materi cenderung
langsung diberikan tanpa banyak proses mencari tahu. Materi juga disajikan secara
langsung tanpa pendahuluan yang mengantarkan materi dengan masalah-masalah
pada kehidupan nyata.
Salah satu model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi tersebut
adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan
pembelajaran yang paling tepat digunakan dalam perangkat pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum yaitu proses pembelajaran yang aktif dan dapat
menanamkan kemampuan berfikir kritis yang siap digunakan dengan tujuan
pembelajaran yang lengkap dan indikator yang utuh dengan model yang tepat
sehingga memudahkan guru dalam proses pembelajaran.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Ahfidatul (2012), Ratna
Noviana(2010), membuktikan bahwa model Problem Based Learning (PBL)
dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis.
Menurut (Yuliati, 2008:2) Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu
Pengetahuan Alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuan
yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode
ilmiah. Salah satu pokok bahasan pada pelajaran Fisika SMA adalah Fluida. Pokok
bahasan ini merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering
ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian pada kenyataannya
masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari fluida dan
mengaplikasikannya dalam permasalahan sehari-hari.
Pelajaran fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit bagi
siswa, karena mereka beranggapan bahwa fisika hanya berhubungan dengan
rumus-rumus yang membingungkan. Sebagian dari mereka merasa kesulitan
dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal fisika. Hal tersebut membuktikan
bahwa mereka belum dapat menguasai konsep fisika dengan baik. Selain itu
pembelajaran saat ini cenderung berpusat pada guru (Teacher Centered), siswa
tidak dituntut untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan belajar mengajar.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan Kurikulum dan pembelajaran
yang seharusnya mengutamakan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar
mengajar atau sering disebut Student Centered. Pembelajaran Student Centered
tidak mengandalkan guru sebagai pemberi ilmu pengetahuan, namun guru sebagai
fasilitator. Oleh karena itu siswa memerlukan bantuan pendampingan kognitif
dalam belajar fisika. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan
menggunakan Paket Scaffolding. Paket Scaffolding berbentuk Lembar Kerja yang
berisi suatu kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk menyelidiki,
mempelajari dan memahami dengan memberikan suatu bantuan dalam bentuk
menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan masalah, sehingga
siswa dapat memahami, mengerjakan soal-soal fisika, dan dapat menanamkan
kemampuan berfikir kritis. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Aning
(2012) membuktikan bahwa pengembangan modul pembelajaran berbasis
scaffolding dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka pembuatan perangkat pembelajaran
perlu dikembangkan agar dapat menjadi motivasi dan media pembelajaran bagi
guru dan peserta didik. Oleh karena itu, pengembang mengambil judul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Model Problem Based
Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding untuk meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kritis pada Pokok Bahasan Fluida”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan perangkat pembelajaran fisika dengan menggunakan Model
Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada Materi Fluida.
2. Mengetahui tingkat kelayakan produk pengembangan perangkat pembelajaran
fisika dengan menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis
Paket Scaffolding untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada materi
fluida.
C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran Fisika dengan
menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding
untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada materi dengan spesifikasi
yaitu:
1. Perangkat pembelajaran fisika yang dikembangkan adalah perangkat
pembelajaran yang terdiri atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Bahan Ajar peserta didik, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Tes Hasil
Evaluasi Belajar peserta didik.
2. Komponen Silabus yang dikembangkan yaitu: Satuan pendidikan, Mata
Pelajaran, Kelas/Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Ranah
Kognitif, Materi, Kegiatan Pembelajaran, Indikator Pencapaian, Ranah
Indikator Pencapaian, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar.
3. Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan
yaitu: Satuan Pendidikan, Mata Pelajaran, Kelas/Semester, Materi Pokok,
Alokasi Waktu, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, Tujuan
Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Model Pembelajaran, Sumber Belajar,
Alat-Alat, Langkah Pembelajaran dan Teknik Penilaian.
4. Komponen yang ada pada bahan ajar ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
awal, isi dan penutup. Bagian awal terdiri dari halaman muka, kata pengantar,
daftar isi, sekilas isi buku, dan petunjuk penggunaan buku. Bagian isi terdiri
dari Pendahuluan Bab, Problem, Hipotesis, Detektif Fisika, Penjelasan Materi,
Contoh Soal, Latihan Soal, Tahukan Kamu, Tokoh Fisika, Discussion Area
(scaffolding), Kolom Mengingat, Penting, Uji Kompetensi. Bagian akhir
terdiri dari Peta Konsep, Rangkuman, Evaluasi, dan Glosarium.
5. Komponen lembar kerja siswa yang dikembangkan ada dua jenis, yaitu: LKS
untuk eksperimen dan LKS untuk diskusi dengan paket Scaffolding.
a. LKS untuk eskperimen terdiri dari : Judul eksperimen, masalah, alat dan
bahan, langkah kerja, data pengamatan dan kesimpulan
b. LKS untuk diskusi dengan tahapan scaffolding berisi suatu kegiatan/tugas
yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari, menyelidiki dan
memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.
6. Pada tes hasil belajar terdapat 10 pertanyaan yang disesuaikan dengan
kemampuan berfikir kritis peserta didik.
D. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan
Pentingnya pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Siswa
a) Peserta didik dapat memotivasi, menggali konsep dan menemukan konsep
tentang Fluida secara mudah dan menyenangkan.
b) Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan
berfikir kritis fisika pada materi Fluida berbasis masalah.
2. Guru
a) Memberikan masukan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang
sesuai dalam upaya memperbaiki dan memudahkan pembelajaran fisika
sehingga pemahaman peserta didik dapat ditingkatkan.
b) Sebagai referensi belajar saat melaksanakan pembelajaran khususnya
meteri fluida.
3. Peneliti lain
a) Menyediakan informasi tentang pengalaman pelaksanaan penelitian untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model Problem Based
Learning berbasis paket scaffolding untuk meningkatkan kemampuan
berfikir kritis.
E. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Dan Pengembangan
Asumsi dalam penelitian dan pengembangan produk ini adalah perangkat
pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis Paket
Scaffolding, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis fisika dan
mempunyai kelayakan digunakan untuk proses pembelajaran. Keterbatasan dari
penelitian dan perangkat pembelajaran fisika adalah:
1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa silabus, RPP, Bahan ajar,
LKS dan alat evaluasi hasil belajar.
2. Perangkat pembelajaran fisika yang dikembangkan terbatas pada materi Fluida
yang menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) berbasis paket
Scaffolding.
3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan dapat melatih siswa
untuk memecahkan masalah dan berfikir kritis.
4. Bahan ajar ini hanya digunakan untuk SMA kelas XI semester 2
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah utama yang digunakan dalam tulisan ini sebagai berikut.
1. Perangkat pembelajaran fisika adalah sekumpulan sumber belajar yang
memungkinkan peserta didik dan guru melakukan kegiatan pembelajaran
fisika di kelas. Perangkat pembelajaran fisika yang akan dikembangkan dalam
penelitian ini berupa Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS, dan Alat Evaluasi Hasil
Belajar peserta didik.
2. Perangkat pembelajaran fisika dengan model Problem Based Learning (PBL)
adalah perangkat pembelajaran fisika yang didesain dengan menfasilitasi
peserta didik sebagai pembelajar yang aktif melalui masalah yang diberikan
diawal pembelajaran kemudian masalah dipecahkan melalui eksperimen dan
diskusi.
3. Paket Scaffolding merupakan bantuan pendampingan kognitif yang diberikan
kepada siswa untuk membimbing dalam belajar dan memecahkan masalah.
Bantuan yang dimaksud dalam LKS berupa penguraian masalah-masalah ke
dalam langkah-langkah pemecahan memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Bantuan scaffolding ini diberikan dalam bentuk lembar kerja yang berisi suatu
kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari,
menyelidiki, dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.
4. Validasi perangkat pembelajaran fisika dilakukan dengan menggunakan
angket validasi dosen dan guru untuk aspek materi dan kelayakannya.
5. Validasi perangkat pembelajaran fisika pada materi fluida adalah tindakan
pembuktian atas kelayakan isi bahan ajar untuk digunakan dalam
pembelajaran fisika oleh 7 orang validator.
6. Validasi pada uji terbatas untuk mengetahui kemenarikan bahan ajar dari segi
tampilan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan ajar yang dibuat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran merupakan suatu perangkat yang dipergunakan
dalam proses belajar mengajar. Suhadi (dalam Trianto 2007) mengemukakan
bahwa “Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media petunjuk dan
pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran”. Menurut Depdiknas
(2008:11),
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Dalam penelitian, jenis bahan ajar yang akan digunakan adalah bahan ajar
cetak antara lain modul dan LKS. Suatu perangkat pembelajaran minimal
memiliki lima komponen pokok sebagai berikut.
1. Silabus
Perarturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 Tahun
2007 tentang standar proses menyatakan.
“Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber belajar. Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”.
Dalam KTSP, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar (Mulyasa, 2007:190). Silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencangkup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan (Mulyasa,2007:199).
Pengembangan silabus dalam KTSP diserahkan sepenuhnya kepada setiap
satuan pendidikan dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan masing-
masing.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu KD
yang ditetapkan dalam standar isi yang dijabarkan dalam silabus (Mulyasa,
2007:212). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses, antara lain mengatur tentang perencanaan
proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan
untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
RPP merupakan komponen penting dari Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), yang dalam pengembangannya guru diberi kewenangan
secara leluasa untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan
kondisi sekolah, serta kemampuan guru itu sendiri. Pada hakekatnya, RPP adalah
perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tindakan
yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran serta dikembangkan untuk
mengkoordinasi komponen pembelajaran, yakni standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator hasil belajar, tujuan pembelajaran, materi, model pembelajaran,
metode pengajaran, alat dan bahan, langkah pembelajaran dan penilaian. Dalam
KTSP, RPP mempunyai dua fungsi yaitu.
1. RPP hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan
pembelajaran dengan perencanaan yang matang (Mulyasa, 2007:217).
2. RPP berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa
yang direncanakan. Dengan pengembangan KTSP, RPP harus disusun secara
sistematis dan sistemik, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan
penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual.
Menurut Mulyasa (2007:219) disebutkan beberapa prinsip yang
diperhatikan dalam mengembangkan RPP untuk menyukseskan implementasi
KTSP yaitu.
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harus
jelas, makin konkret kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat
kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi
tersebut.
2. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi
peserta didik.
3. Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran belajaran harus menunjang, dan sesuai dengan kompetensi dasar
yang akan diwujudkan.
4. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh dan
menyeluruh, serta jelas penyampaiannya.
5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program pembelajaran
3. Bahan Ajar Peserta Didik
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru atau instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas
(Yuliati, 2010:2). Menurut National Center for Vocational Education Research
Ltd/National Center for Competency Based Training, bahan ajar adalah segala
bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas (Danu, 2013:2).
Bahan ajar bisa berupa tertulis maupun yang tidak tertulis. Bahan ajar atau
teaching material terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material
atau bahan. Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dimaksud adalah buku teks
yang pokok pada bahasan tertentu. Untuk itu pengertian bahan ajar di sinipun,
terkait dengan buku teks. Dalam Perarturan Menteri Pendidikan Nasional No. 2
Tahun 2008 tentang Buku Teks Pelajaran Pasal 1 dinyatakan bahwa.
“Buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi yang selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan”.
Standar Nasional Pendidikan ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Pasal 35 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 (dalam BSNP, 2006)
menyebutkan bahwa BSNP bertugas membuat acuan untuk pengembangan
kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan
pembiayaan termasuk standarisasi terhadap kualitas buku teks pelajaran.
Penyusunan bahan ajar cetak, khususnya buku dimulai dari latar belakang
penulisan, definisi/pengertian dari judul yang dikemukakan, penjelasan ruang
lingkup bahasan dalam buku, hukum atau aturan yang dibahas, contoh-contoh
yang diperlukan, hasil penelitian, data dan interpretasinya, berbagai argumen yang
sesuai disajikan. Lebih lanjut diuraikan langkah-langkah yang harus dilakukan
guru dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat yang harus dilakukan guru
dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1)
menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul buku, (3) merancang outline buku
agar memenuhi aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi sebagai bahan
penilisan, (5) menulis buku dengan memperhatikan kebahasaan yang sesuai
dengan pembacanya, (6) mengedit dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki
tulisan, (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan (Depdiknas,
2008).
Keuntungan bahan ajar cetak dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt
(dalam Yuliati, 2010:13) seperti: Pertama, bahan tertulis biasanya menampilkan
daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada
peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari. Kedua, biaya untuk
penggandaannya relatif sedikit. Ketiga, bahan tertulis cepat digunakan dan dapat
dipindah-pindahkan secara mudah. Keempat, susunannya menawarkan
kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu. Kelima, bahan tertulis relatif
ringan dan dapat dibaca di mana saja. Keenam, bahan ajar yang baik akan dapat
memotivasi pembaca untuk melakukanaktivitas, seperti menandai, mencatat, dan
membuat sketsa. Ketujuh, bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen
yang bernilai besar. Kedelapan, pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
4. Lembar Kerja Siswa
LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisikan pedoman bagi peserta
didik untuk melaksanakan kegiatan belajar pada pokok kajian tertentu. Sedangkan
menurut (Siti dkk, 2012:13) Lembar Kerja Siswa (student worksheet) adalah
lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Berdasarkan
pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan lembaran-
lembaran yang berupa panduan peserta didik untuk memecahkan masalah yang
dipelajari secara mandiri pada materi tertentu.
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar
yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memaksimalkan pemahaman dalam
upaya membentuk kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar
yang harus ditempuh. Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan sebagai media
pembelajaran untuk menarik minat dan motivasi peserta didik untuk mempelajari
suatu materi sehingga mudah dipahami. Keuntungan adanya lembar kerja siswa
bagi guru adalah memudahkan dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan
bagi peserta didik akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan
menjalankan suatu tugas tertulis (Siti dkk, 2012:14).
Menurut Trianto (2007:73-74) ada beberapa manfaat dan tujuan Lembar
Kerja Siswa (LKS) antara lain: (a) mengaktifkan peserta didik dalam proses
belajar mengajar; (b)membantu proses peserta didik dalam mengembangkan
konsep; (c) melatih peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan proses
belajar mengajar; (d) membantu guru dalam menyusun pembelajaran; (e) sebagai
pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran; (f)
membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari
melalui kegiatan pembelajaran; (g) membantu peserta didik untuk menambah
informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara
sistematis.
5. Tes Evaluasi Hasil Belajar
Untuk mengetahui tingkat ketercapaian dari indikator yang dibuat maka
disusun suatu alat ukur atau evaluasi yang dapat mengetahui sampai sejauh mana
kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan atau
keberhasilan guru dalam menyampaikan materi.
Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan
berhasil apabila kompetensi dasarnya dapat dicapai. Untuk mengetahui tercapai
tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap selesai menyajikan suatu bahasan
kepada peserta didik. Fungsi penilaian ini adalah memberikan umpan balik kepada
guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan
program berikutnya bagi peserta didik belum berhasil.
Tes hasil belajar menurut Trianto (2007) adalah butir tes yang digunakan
untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Tes ini dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai,
dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan
kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar
observasi penilaian psikomotor kinerja peserta didik.
Perangkat pembelajaran juga dilengkapi dengan alat evaluasi berupa tes
hasil belajar yang dapat digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar peserta
didik. Tes hasil belajar yang baik, mencangkup: (1) soal-soal yang disajikan
sesuai dengan tujuan tes; 2) batasan soal-soal dirumuskan dengan jelas; 3) materi
pembelajaran representif; 4) petunjuk mengerjakan soal dinyatakan dengan jelas;
5) kalimat soal tidak menimbulkan penafsiran ganda; 6) rumusan pertanyaan soal
menggunakan kalimat tanya/perintah yang jelas; 7) gambar, grafik, tabel, atau
diagram terbaca dengan jelas; 9) penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang benar; 10) penggunaan bahasa, sederhana, dan mudah dimengerti;
11) waktu yang digunakan sesuai.
B. Model Problem Based Learning (PBL)
1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk pertama kali oleh
Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di
McMaster University Canada (Amir, 2009). Problem Based Learning (PBL)
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong peserta didik
untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada era globalisasi saat ini.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu pendekatan nyata yang berhubungan dengan kehidupan sehari-
hari sehingga diharapkan mereka dapat menyususun pengetahuannya sendiri,
mengembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan. Glazer
(dalam Trianto, 2007), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu strategi pengajaran dimana peserta didik secara aktif dihadapkan
pada masalah dalam situasi yang nyata dan terjadi pada kehidupan sehari-hari.
2. Tahap-Tahap Model Problem Based Learning (PBL)
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Fase-Fase Perilaku Pendidik
Fase 1: memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2 : mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Pendidik membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahan.
Fase 3 : membantu investigasi mandiri dan kelompok
Pendidik mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4 : mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Pendidik membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka menyampaiakan-nya kepada orang lain
Fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Pendidik membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Trianto, 2007)
3. Keunggulan dan kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sanjaya (2006), model Problem Based Learning (PBL) memiliki
kelebihan dan kelemahan, diantaranya:
1. Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan keputusan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik
3. Membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan peserta didik untuk
memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu.
PBM dapat mendorong peserta didik untuk melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berfikir kritis dan
mengembanagkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
6. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus-menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari
guna memecahkan masalah dunia nyata.
Disamping kelebihan, model PBL juga memiliki kekurangan, diantaranya.
1. Jika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencobanya.
2. Sebagian peserta didik beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai
materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus
berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan
belajar apa yang mereka ingin pelajari.
C. Scaffolding
Menurut Fadillah (2011) teori scaffolding pertama kali diperkenalkan di
akhir 1950-an oleh Jerone Bruner, seorang psikolog kognitif. Istilah scaffolding
digunakan pertama kali oleh Wood, dkk dengan pengertian bahwa scaffolding
merupakan dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya
menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri.
Scaffolding merupakan metode pembelajaran yang didasarkan pada konsep
Vygotsky. Menurut Vygotsky peserta didik yang banyak tergantung pada
dukungan pebelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di luar Zone Of
Proximal Development-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak
bergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya. Zona
perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-
kemampuan yang belum matang yang masih berada di dalam proses pematangan.
Kemampuan-kemampuan ini akan menjadi matang apabila berinteraksi dengan
orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih berkompeten.
Peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi ketika
mendapat bimbingan (scaffolding) dari seseorang yang lebih ahli atau melalui
teman sebaya yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Scaffolding adalah salah
satu prinsip pembelajaran yang efektif yang memungkinkan para pembelajar
untuk mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing (Fadillah,
2011). Menurut Destiawaty (2012) scaffolding merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa untuk membimbing dalam belajar dan memecahkan masalah.
Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan
masalah-masalah kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Paket scaffolding yang dikembangkan dalam LKS ini berbentuk lembar
kerja yang berisi suatu kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk
mempelajari, menyelidiki, dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari.
Dalam paket scaffolding ini, bantuan kepada siswa diberikan dalam bentuk
menguraikan masalah-masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan dengan
lembar kerja berscaffold tersebut, kondisi belajar yang berpusat pada guru dapat
diubah menjadi berpusat pada siswa.
D. Kemampuan Berfikir Kritis
Duron (2006) berfikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis dan
mengevaluasi informasi (Danu, 2013:29). Ennis (1996) mendefinisikan ranah
dasar berfikir kritis sebagai dasar interaksi yang sangat penting untuk diterapkan.
Berfikir kritis sebagai dasar interaksi yang sangat penting untuk diterapkan.
Berfikir kritis memiliki kecenderungan sikap untuk lebih peka terhadap orang lain
dan mengetahui esensi suatu permasalahan. Menurut Ennis (1996) indikator
kemampuan berfikir kritis dibagi menjadi 5 kelompok. Yaitu (1) memberikan
penjelasan sederhana (elementary clarification), (2) membangun keterampilan
dasar (basic support), (3) membuat kesimpulan (advanced clarification), (4)
membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), (5) mengatur strategi
dan taktik (strategies and tactics). Kelima indikator tersebut diuraikan lebih lanjut
dalam tabel.
Tabel 2.2 Indikator Berfikir Kritis
Kemampuan Berfikir Kritis Indikator1. Menfokuskan
pertanyaana) Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaanb) Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk
mempertimbangkan jawaban yang mungkinc) Menjaga pikiran
2. Menganalisis argumen a) Mengidentifikasi kesimpulanb) Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan
(eksplisit)c) Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan
(implisit)d) Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan
kerelevanane) Mencari persamaan dan perbedaanf) Mencari struktur dari suatu argumeng) Merangkum
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan
a) Mengapab) Apa intinya, apa artinyac) Apa contohnya, apa yang bukan contohnyad) Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebute) Perbedaan apa yang membedakanf) Akankah anda menyatakan lebih dari satu
4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber)
a) Ahlib) Tidak hanya konflik interestc) Kesepakatan antar sumberd) Reputasie) Menggunakan prosedur yang adaf) Mengetahui resikog) Kemampuan memberi alasanh) Kebiasaan hati-hati
5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi
a) Ikut terlibat dalam menyimpulkanb) Dilaporkan oleh pengamat sendiric) Mencatat hal-hal yang diinginkand) Penguatan dan kemungkinan penguatane) Kondisi akses yang baikf) Penggunaan teknologi kompeteng) Kepuasan observer atas kredibilitas kriteria
6. Melakukan deduksi a) Kelompok yang logisb) Kondisi yang logisc) Interpretasi pertanyaan
7. Melakukan induksi a) Membuat generalisasib) Membuat kesimpulan dan hipotesis
8. Membuat nilai keputusan
a) Latar belakang faktab) Konsekuensic) Penerapan prinsip-prinsipd) Memikirkan alternatife) Menyeimbangkan, memutuskan
9. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi
Ada tiga dimensia) Bentuk : sinonim, klasifikasi, rentang, ekspresi
yang sama, operasioanal, contoh dan nobcontohb) Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi
persamaan)c) Konten (isi)
10. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan
a) Penalaran yang implisitb) Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi argumen
definisi11. Memutuskan suatu
tindakana) Mendefinisikan masalahb) Menyelesaikan kriteria untuk membuat solusic) Merumuskan alternatif yang memungkinkand) Menentukan hal-hal yang akan dilakukan secara
tentatife) Mereviewf) Memonitor implementasi
12. Berinteraksi dengan orang lain
(Ennis, 1996)
E. Kelayakan Perangkat Pembelajaran dengan Model Problem Based
Learning (PBL) berbasis Paket Scaffolding
Setiap perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, RPP, Bahan Ajar,
LKS dan Tes Hasil Evaluasi diharapkan memenuhi kebutuhan siswa dan guru,
sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yakni kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat,
serta memenuhi standar tertentu yang ditetapkan dalam dunia pendidikan
Indonesia. Standar yang dimaksud adalah standar penilaian modul (bahan ajar)
yang disebut kelayakan modul. Kelayakan modul (bahan ajar) dengan model
Problem Based Learning berbasis Paket Scaffolding disesuaikan dengan standar
penilaian buku teks dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).
Berdasarkan Perarturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 43, kelayakan bahan ajar dibagi
menjadi empat uji kelayakan yaitu, kelayakan isi, kelayakan kebahasaan,
kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan. Kelayakan perangkat
pembelajaran dalam penelitian dan pengembangan hanya 3 kelayakan yaitu
kelayakan isi, kebahasaan, dan penyajian. Kelayakan isi, kelayakan kebahasan,
dan kelayakan penyajian dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Kelayakan isi
Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan isi ada tiga indikator yang
harus diperhatikan, yaitu (1) kesesuai materi dengan standar kompetensi (SK) dan
(KD) yang terdapat dalam kurikulum mata pelajaran yang bersangkutan meliputi
kelengkapan materi, keluasaan materi, dan kedalaman materi; (2) keakuratan
materi meliputi akurasi konsep dan definisi, akurasi prinsip, akurasi prosedur,
akurasi contoh, akurasi fakta, akurasi ilustrasi, dan akurasi sosial; (3) materi
pendukung pembelajaran meliputi kesesuaiannya dengan perkembangan ilmu dan
teknologi, keterkinian fitur, keterkinian contoh, keterkinian rujukan, penalaran,
pemecahan masalah, mendorong untuk mencari informasi lebih lanjut, dan materi
pengayaan.
Sedangkan menurut Depdiknas (2008) komponen kelayakan isi
mencangkup antara lain: kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar, kebenaran
substansi materi pembalajaran, manfaat untuk penambahan wawasan, kesesuaian
dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial.
2. Kelayakan kebahasaan
Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan kebahasaan ada tiga
indikator yang harus diperhatikan, yaitu (1) kesesuaian dengan tingkat
perkembangan siswa, meliputi kesesuaian dengan tingkat perkembangan
intelektual dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional; (2)
kekomunikatifan, meliputi keterbacaan pesan dan ketepatan kaidah bahasa; (3)
keruntunan dan keterpaduan alur piket, meliputi keruntutan dan keterpaduan antar
bab serta keruntutan dan keterpaduan antar paragraf.
Sedangkan menurut Depdiknas (2008) komponen kebahasaan antara lain
mencangkup: keterbacaan, kejelasan informasi, kesesuaian dengan kaidah bahasa
indonesia yang baik dan benar, serta pemanfaatan bahasa secara efektif dan
efisien (jelas dan singkat).
3. Kelayakan penyajian
Menurut Muslich (2009) dalam hal kelayakan penyajian, ada tiga indikator
yang harus diperhatikan, yaitu (1) tenik penyajian, meliputi sistematika penyajian,
keruntunan penyajian, dan keseimbangan antar bab; (2) penyajian pembelajaran
meliputi berpusat pada siswa, mengembangkan keterampilan proses,
memperhatikan aspek keselamatan kerja; (3) kelengkapan penyajian, meliputi
bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup.
Menurut Depdiknas (208) komponen penyajian antara lain mencangkup:
kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai; urutan sajian; pemberian motivasi,
daya tarik; interaksi (pemberian stimulus dan respon); kelengkapan informasi.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus disajikan secara lengkap dan
menarik.
F. Perangkat pembelajaran Berbasis Problem Learning (PBL) dengan paket
Scaffolding
Perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS
dan tes evaluasi hasil belajar dibuat dengan disesuaikan sintak pada PBL berbasis
Scaffolding kecuali silabus yang komponennya disesuaikan dengan standar isi
pada KTSP. RPP yang dikembangkan komponennya disesuaikan dengan standar
isi, namun sintak yang ada pada model PBL berbasis paket scaffolding juga
dimasukkan dalam kegiatan guru dan peserta didik pada langkah pembelajaran.
Bahan ajar pada penelitian ini hanya pada materi fluida namun isi yang ada pada
bahan ajar juga disesuaikan dengan model PBL berbasis paket scaffolding. Selain
itu bahan ajar dibuat dengan disesuaikan dengan RPP sehingga dapat
mempermudah guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Bahan ajar berbasis problem based learning berbantuan paket scaffolding
disajikan dengan menampilkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar
kehidupan sebelum menjelaskan materi. Dengan menampilkan permasalahan yang
terjadi di sekitar kehidupan sehari-hari sehingga bisa meningkatkan kemampuan
berfikir kritis. Dengan begitu akan tercipta suatu pembelajaran sesuai tuntutan
kurikulum yaitu menciptakan kondisi belajar aktif kepada siswa dan
meningkatkan kemampuan berfikir kritis.
Masalah dalam bahan ajar ini diajukan dalam situasi kehidupan nyata yang
autentik, dan menghindari jawaban sederhana.masalah ditampilkan pada bagian
“Problem”.
Setelah menampilkan suatu masalah, kemudian siswa diberi kesempatan
untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelidikan autentik
untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah tersebut.
Dalam penyelidikan autentik siswa disediakan LKS praktikum. LKS
praktikum berisi serangkaian kegiatan sisiwa untuk mengeksplorasi konsep
(menyelesaikan permasalahan yang ada pada pendahuluan). Setelah itu disajikan
materi dan jawaban untuk membahas LKS dan menyelesaikan masalah serta
menyajikan soal-soal latihan. Dalam bahan ajar, LKS praktikum ditampilkan
bagian “ceck your problems”.
Dalam bahan ajar ini juga terdapat lembar kerja berbantuan paket
scaffolding yang ditampilkan pada bagian “ceck your problem, contoh soal, dan
diskusi”. Paket scaffolding berbentuk lembar kerja yang berisi suatu
kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari, menyelidiki,
dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari akan memberikan bantuan
kepada siswa dalam bentuk menguraikan masalah-masalah ke dalam langkah-
langkah pemecahan masalah sehingga siswa dapat memahami dan mengerjakan
soal-soal fisika.
G. Kerangka Berfikir
Saat ini kesulitan yang sering dihadapi guru dalam proses perencanaan
kegiatan pembelajaran adalah membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik. Silabus dan
RPP hanya dituliskan secara garis besar saja sehingga tahap demi tahap di dalam
proses pelaksanaan pembelajaran tidak maksimal. Buku Ajar yang digunakan saat
ini mengedepankan banyaknya latihan soal, penyajian materi cenderung secara
langsung tanpa pendahuluan yang mengantarkan materi dengan kehidupan nyata,
sehingga siswa tidak terbiasa dengan memecahkan suatu permasalahan sehingga
tidak menanamkan kemampuan berfikir kritis. Padahal berdasarkan Perarturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 dan nomor 22 tahun 2006 bahwa
pembelajaran harus menciptakan kondisi aktif kepada siswa dan menanamkan
kemampuan berfikir kritis. Pengembangan suatu perangkat pembelajaran yang
terdiri dari silabus, RPP, bahan ajar, LKS dan tes hasil evaluasi dengan
menggunakan model Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan yang esensial dari materi
pelajaran.
PP Nomer 19 Tahun 2005 Pasal 20, guru diharapkan mampu
mengembangkan materi pelajaran. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses, guru diharapkan mengembangkan perangkat pembelajaran. Salah
satu komponen perangkat pembelajaran adalah bahan ajar. Diharapkan guru
mampu mengembangkan bahan ajar sesuai dengan tuntutan kurikulum, yaitu
KTSP. Meskipun menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum, tapi masih saja siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal fisika,
dan pembelajaran masih berorientasi pada Teacher centered. Sehingga paket
scaffolding merupakan bantuan pendampingan kognitif yang tepat diberikan.
Paket scaffolding berbentuk lembar kerja yang berisi suatu kegiatan/tugas yang
harus dilakukan oleh siswa untuk menyelidiki, mempelajari dan memahami
dengan memberikan suatu bantuan dalam bentuk menguraikan masalah ke dalam
langkah-langkah pemecahan sehingga siswa dapat memahami dan mengerjakan
soal-soal fisika. Berdasarkan uraian diatas, untuk melatih siswa memecahkan
suatu masalah dan menanamkan kemampuan berfikir kritis serta dapat memahami
dan mengerjakan soal-soal fisika diperlukan suatu perangkat pembelajaran dengan
model problem based learning berbantuan paket scaffolding. Untuk lebih jelasnya,
kerangka berfikir dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model
problem based learning berbasis paket scaffolding dapat dilihat pada Gambar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Penelitian dan Pengembangan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Research & Development yang
bertujuan menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran fisika dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berbasis paket scaffolding
khusus materi Fluida. Penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran ini
mengadaptasi dari langkah-langkah penelitian Borg & Gall.
Menurut Borg & Gall penelitian dan pengembangan dilakukan dengan 10
tahap yaitu (1) penelitian dan pengumpulan informasi; (2) perencanaan; (3)
mengembangkan bentuk produk pendahuluan ; (4) uji coba pendahuluan; (5)
revisi produk utama; (6) uji coba produk utama; (7) revisi produk operasional;
(8) uji coba produk operasional; (9) revisi produk terakhir ; (10) desiminasi dan
implementasi. Langkah yang digunakan dalam penelitian ini sampai tahap ke lima
dimana uji coba produk utama hingga implementasi produk tidak dilakukan pada
penelitian ini.
Langkah-langkah diatas bukanlah langkah baku yang harus dilakukan.
Langkah-langkah tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam
penelitian dan keterbatasan waktu penelitian. Berikut ini beberapa langkah hasil
modifikasi dari prosedure Borg & Gall:
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pengembangan Perangkat Pembelajaran(Dimodifikasi dari Borg & Gall, 1983)
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan
Prosedur dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini mengadaptasi
tahap-tahap penelitian dan pengembangan Borg dan Gall sampai tahap kelima
yaitu merevisi hasil uji coba. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
mengembangkan perangkat pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
1. Studi Pendahuluan
a. Studi kepustakaan
1) Studi Kurikulum
Studi kurikulum dilakukan dengan mengidentifikasi standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran Fisika SMA materi Fluida. Berdasarkan
Perarturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
isi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari Materi Fluida disajikan dalam
Tabel 3.1
Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Menerapkan Konsep dan Prinsip Mekanika Klasik dan Sistem Kontinu dalam Menyelesaikan Masalah.
2.2 Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statick dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari hari.
2) Analisis Sumber Belajar
Analisis sumber belajar dilakukan dengan menganalisis buku-buku teks
tentang fluida yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya untuk melihat
kesesuaian isi buku dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dicapai siswa. Buku-buku yang telah sesuai akan digunakan sebagai acuan
penyusunan konsep dan contoh soal serta latihan soal pada bahan ajar dalam
perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan.
b. Survey Lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data
dilakukan dengan memberi angket kepada siswa kelas XI semester II untuk
mengetahui metode pembelajaran dan keadaan bahan ajar yang digunakan serta
wawancara terhadap beberapa guru fisika SMA kelas XI.
3. Pengembangan Produk
a. Penyusunan Indikator
Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata-
kata kerja operasional yang dapat diamati, diukur, tidak bermakna ganda, yang
mencangkup pengetahuan, sikap dan keterampilan. Penyusunan indikator harus
disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam KTSP.
b. Pembuatan Silabus
Penyusunan silabus dan RPP didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar dari materi fluida.
c. Pembuatan Peta Konsep
Peta konsep merupakan gambaran dari konsep-konsep utama yang disusun
untuk menunjukkan pemahaman seseorang tentang suatu konsep. Disusun dari
konsep umum ke khusus yang dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang
sesuai dan terdapat kata penghubung.
d. Penyusunan Outline
Outline terdiri dari sub-sub materi/kata kunci yang dibuat menjadi bahan
ajar dalam sebuah format yang terorganisir.
e. Penyusunan LKS
LKS dalam bahan ajar ini terdiri dari LKS praktikum dan Lembar Kerja
dengan tahapan scaffolding. LKS digunakna untuk mempermudah pemahaman
siswa terhadap konsep materi.
f. Penyusunan Modul (Bahan Ajar)
Komponen yang ada pada bahan ajar ini terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian awal, isi dan penutup. Bagian awal terdiri dari halaman muka, kata
pengantar, daftar isi, sekilas isi buku,dan petunjuk penggunaan buku. Bagian isi
terdiri dari pendahuluan bab, Problem, hipotesis, detektif fisika, penjelasan materi,
contoh soal, latihan soal, tahukan kamu, tokoh fisika, discussion area
(scaffolding), kolom mengingat, penting, uji kompetensi. Bagian akhir terdiri dari
peta konsep, rangkuman, evaluasi, dan glosarium.
3. Uji Produk
a. Validasi oleh para ahli
Tahap ini dilakukan dengan memberikan angket kepada ahli (dosen dan
guru fisika). Validasi yang dilakukan meliputi validasi isi, kelayakan penyajian
dan kelayakan bahasa. Apabila pada tahap validasi pertama belum mencapai
tingkat kevalidan yang diharapkan, maka perlu dilakukan revisi. Jika dalam tahap
validasi produk telaj mencapai tingkat kevalidan yang diharapkan maka dapat
dilakukan tahap uji coba terbatas.
b. Uji coba terbatas
Uji coba terbatas dilakukan untuk mengetahui keterbacaan siswa terhadap
bahan ajar yang dikembangkan. Hasilnya dijadikan bahan dalam memperbaiki dan
menyempurnakan produk. Uji coba melibatkan 9 orang siswa kelas XI. Bila
dalam tahap uji coba ini belum mencapai tingkat kelayakan yang diharapkan,
maka dilakukan revisi berdasarkan hasil angket dan masukan dari siswa demi
penyempurnaan bahan ajar yang dikembangkan.
c. Produk akhir
Produk akhir dalam pembelajaran ini adalah sebuah perangkat
pembelajaran yang telah memenuhi kriteria valid dan layak.
C. Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
Desain uji coba penelitian dan pengembangan terbagi dalam dua bagian yaitu
uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh reviewer. Uji kelayakan berupa
penilaian terhadap produk melalui angket. Desain uji coba dapat dilihat pada
gambar 3.2.
Gambar 3.2 Desain Uji Coba Produk
2. Subjek uji Coba
Produk yang telah dikembangkan ini akan di ujicoba oleh pengguna
dengan kriteria sebagai berikut.
a) Karakteristik Pengguna (Guru)
1) Menjabat sebagai guru SMA
2) Mengajar mata pelajaran Fisika di SMA
b) Karakteristik Subyek Uji Siswa
1) Siswa tersebut merupakan siswa kelas XI IPA SMA
2) Kesembilan siswa tersebut memiliki kemampuan kognitif yang berbeda
Tabel 3.2 Subjek Uji Coba
No Subyek Uji Coba Jumlah (orang)
1 Guru 1
2 Siswa SMA 9
Jumlah 10 subjek uji coba
3. Jenis Data
Data yang diperoleh dari ujicoba produk pengembangan perangkat
pembelajaran digunakan untuk menyempurnakan hasil pengembangan. Data yang
diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif.
a. Data kuantitatif menunjukkan hasil penilaian dari validator yang
menggunakan skala Likert. Penilaian skala Likert menggunakan rentang
angka 1, 2, 3 dan 4. Angka-angka tersebut dianalisis dan disesuaiakan dengan
kriteria yang sudah ditentukan. Data kuantitatif berupa skor penilaian hasil
validasi uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh siswa terhadap komponen
produk pengembangan .
b. Data kualitatif berasal dari saran, tanggapan dan kritik dari validator
(reviewer) dan siswa. Saran, tanggapan dan kritik dari validator dan siswa
digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan revisi perangkat
pembelajaran.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang
diberikan kepada validator. Angket berisi pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan perangkat pembelajaran. Angket dilengkapi dengan rubrik
penilaian sehingga memudahkan reviewer dalam melakukan penilaian.
Instrumen angket terdiri dari beberapa macam:
a. Angket observasi awal yang diberikan kepada siswa kelas XI mengenai
pelaksanaan pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan
b. Angket penilaian tentang kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan
penyajian.
c. Angket lembar kritik dan saran secara umum terhadap perangkat
pembelajaran. Saran dan masukan dianalisis dan digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam merevisi produk.
d. Angket keterbacaan bahan ajar yang diberikan kepada siswa SMA kelas XI.
Angket ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan
menggunakan skala Likert yaitu berupa rentang angka 4, 3, 2, 1.
Rentang skala Likert dengan kategori pilihan sebagai berikut.
a. Angka 4 berarti layak/sesuai/sangat setuju
b. Angka 3 berarti cukup layak/kurang sesuai/cukup tepat/setuju
c. Angka 2 berarti kurang layak/kurang sesuai/kurang tepat/kurang setuju
d. Angka 1 berarti sangat kurang layak/sangat kurang sesuai/sangat kurang
tepat/sangat kurang setuju
5. Teknis Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam pengembangan perangkat
pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
a. Analisis deskriptif kualitatif
Analisis ini digunakan untuk menganalisis hasil pengumpulan data dari
tinjauan para reviewer menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh
dari rewiewer berupa data kualitatif yang berupa kritik, saran, tanggapan dan
masukan untuk perbaikan.
b. Analisis deskriptif kuantitatif berupa presentase
Teknik analisis presentasi yang berupa sekor penilaian digunakan untuk
mengetahui presentase data yang dipeorleh dari hasil validasi uji kelayakan dan
uji keterbacaan untuk siswa. Penentuan teknik analisis ini mengacu pada sugiyono
(2010:418-419) dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
P=∑ x
∑ x i
x100 %
Keterangan:
P = Presentase kevalidan
∑ x = jumlah jawaban seluruh validator dalam 1 butir pertanyaan
∑ x i = jumlah nilai maksimun dalam 1 butir pertanyaan
Kriteria validasi yang digunakan dalam menilai presentase produk yang
dikembangkan dapat dilihat dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4 kriteria Validasi Analisis Presentase
% Jawaban Kriteria Penilaian Kategori80-100 Valid Tidak Revisi66-79 Cukup valid Revisi Sebagian56-65 Kurang valid Revisi≤ 55 Tidak valid Revisi Total
Arikunto (2003:245)
c. Teknik perhitungan nilai rata-rata
Teknik perhitungan nilai rata-rata dilakukan untuk mengetahui skor akhir
untuk butir soal pada aspek yang dinilai. Jumlah nilai tersebut harus dibagi
dengan banyaknya responden (rewiewer) yang menjawab angket. Nilai rata-rata
dari data yang diperoleh dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
x=∑ x
n
Keterangan :
X : nilai rata-rata
∑ x : jumlah nilai yang diperoleh
n : jumlah responden
Pada penelitian ini, skala penilaian yang digunakan adalah 1 sampai 4
dimana 1 sebagai skor terendah dan 4 sebagai skor tertinggi. Penentuan klasifikasi
dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi skor
tertinggi dan diperoleh rentang 0,75. Kriteria validitas analisis rata-rata yang
digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Validitas
Rata-Rata Kriteria Penilaian Kategori
3,26-4,00 Layak Tidak Revisi
2,51-3,25 Cukup Layak Revisi Sebagian
1,76-2,50 Kurang Layak Revisi
1,00-1,75 Tidak Layak Revisi Total
(Sukmadinata, 2006:113)
top related