3-skripsi bab 2

38
BAB II KERANGKA DASAR TEORI 2.1. Pemimpin Menurut Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2010:2) dalam bukunya "Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi" mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu : 1) kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, 2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, 3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara. Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakikatnya adalah : Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi; Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara

Upload: oediex-noedx

Post on 15-Nov-2015

233 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

23BAB II KERANGKA DASAR TEORI

2.1. PemimpinMenurut Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2010:2) dalam bukunya "Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi" mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu : 1) kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, 2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya,3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakikatnya adalah : Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi; Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama; Kemampuan untuk memengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan; Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin,pengikut dan situasi tertentu; Kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.

Kepemimpinan dijelaskan oleh kualitas internal yang dimilikinya sejak lahir (Bernard, 1926). Intinya adalah bahwa jika sifat-sifat yang membedakan para pemimpin dengan gaya pengikutnya dapat diidentifikasi, para pemimpin yang berhasil dapat dengan cepat dinilai kepemimpinannya (Tierney, 1999). Karakteristik kepribadian, fisik, dan mental diuji. Riset ini didasarkan pada pandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan tidak diciptakan. Jadi, kunci sukses dalam mengidentifikasi orang-orang yang dilahirkan menjadi pemimpin besar adalah cukup sederhana. Meskipun banyak riset dihasilkan untuk mengidentifikasi sifat-sifat, belum ada jawaban yang jelas tentang sifat-sifat seperti apa yang secara konsisten dihubungkan dengan kepemimpinan yang besar (great leadeship). Teori sifat ini mengesampingkan faktor situasional dan lingkungan yang memainkan peran penting dalam menciptakan keefektifan seorang pemimpin (Horner, 1997). Blake, Shepard dan Mouton (1964) mengembangkan model kepemimpinan dua faktor yang mirip dengan apa yang ditemukan dalam studi Michigan dan Ohio State. Mereka kemudian menambahkan variabel ketiga yaitu fleksibilitas. Menurut studi ini, manajer menunjukkan perilaku yang termasuk dalam dua kategori utama yaitu fokus pada tugas dan pada orang. Hasil riset ini bersifat deskriptif dan mampu membantu mengkategorikan pemimpin berdasarkan perilakunya. (Horner, 1997) Pendekatan ketiga yang berkenaan dengan cara terbaik memimpin berhubungan dengan interaksi sifat, perilaku dan situasi dimana seorang pemimpin berada. Teori-teori kontijensi berasumsi bahwa pengaruh satu variabel kepemimpinan adalah kontijen dengan satu variabel lainnya. Konsep ini membuka wacana baru bahwa kepemimpinan bisa jadi berbeda-beda tergantung pada situasi (Saal dan Knight, 1988).

Berdasarkan ide ini pandangan yang realistis tentang kepemimpinan muncul. Meski beberapa kontijensi yang berbeda diidentifikasi dan dipelajari, hal ini tidak serta merta bisa diasumsikan bahwa satu teori adalah lebih valid dari yang lainnya. Seiring makin berkembangnya riset tentang kepemimpinan, pandangan yang lebih luas tentang kepemimpinan muncul. Pandangan ini fokus pada budaya organisasi (Schein, 1985). Agar seorang pemimpin bisa efektif, masalah-masalah yang berhubungan dengan budaya harus diidentifikasi secara jelas. Sebagai contoh, salah satu aspek budaya adalah perubahan. Seorang pemimpin harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan (yang tergantung pada budaya) ketika lingkungan berubah dan berkembang.Pimpinan memegang posisi kunci dalam sebuah organisasi. Oleh karena dalam melihat efektifitas sebuah organisasi harus dilihat seberapa jauh peran yang dimainkan pimpinan di dalamnya. Pimpinan harus dapat memecahkan persoalan-persoalan yang muncul dalam organisasi dengan cara penyelesaian yang cepat dan tepat dengan kecakapan dan kemampuannya untuk membina orang lain membentuk satu kesatuan kerja dan bersama-sama bawahan bekerja untuk mencapai kesuksesan.Menurut Abi Sujak, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Abi Sujak, 2000:56). Kepemimpinan adalah upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu (Jorkasih, 2001:91). Didalam kepemimpinan tercakup tiga faktor utama, yaitu kekuasaan (power), wewenang (authority) dan pengaruh (influence).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahan atau karyawan untuk bekerja sama melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang berhubungan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 3 macam pendekatan (T. Hani Handoko, 2000:35) : a) Pendekatan mendasarkan sifat-sifat (traits) yang mendasarkan kualitas yang diperlukan untuk menjadi pimpinan. b) Pendekatan mempelajari perilaku (behaviors) yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat- sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana dia berada.c) Pendekatan situasional (contingency) yang berdasarkan atas faktor-faktor situsional, untuk menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan yang tertentu.

Pendekatan dasar terhadap kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pendekatan Sifat (Trait Approach) Stogdill menyampaikan 5 macam pendekatan sifat kepemimpinan seseorang yaitu:1) Sifat fisik: tinggi, besar, kesehatan, penampilan fisik, dan lain-lain.2) Sifat intelegensia dan kemampuan: kemampuan untuk mempersatukan, berfikir konseptual, pembuatan rencana, dan lain-lain. 3) Kepribadian: toleransi untuk berbuat baik terhadap orang lain. 4) Hubungan dengan tugasnya: hasil kegiatan, inisiatif, dorongan dan lain-lain. 5) Sifat sosial: kerjasama, kemampuan administrasi, ketrampilan inter personal, dan lain-lain. b. Pendekatan Penggunaan WewenangBerdasarkan pendekatan ini, dibedakan 3 macam pemimpin yaitu: 1) Pemimpin yang otokratis. Pemimpin macam ini paling suka memerintah, menekan bawahan harus patuh, tidak memberikan kesempatan bawahan memberikansaran, sifatnya ingin menunjukkan kekuasaan dan merasa dirinya yang paling benar.2) Pemimpin yang tidak pedulian Pemimpin macam ini tidak memperhatikan hasil yang dicapai organisasi yang dipimpinnya dan tidak peduli terhadap bawahan. 3) Pemimpin yang demokratis Pemimpin macam ini sangat memperhatikan bawahannya baik sebagai individu maupun kelompok bawahan diberi kesempatan untuk menyampaikan saran-saran, masukan-masukan atau pendapatpendapat yang mungkin ada gunanya bagi pemimpin dalam mengambil keputusan (Ibnu Syamsi, 2001).

Untuk menjadi pemimpin yang ideal, pendekatan yang paling baik tentang kepemimpinan adalah yang integratif yang dengan hati-hati memperhatikan kekuatan karyawan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi supaya efektif dalam mencapai tujuan. Selain itu, manajemen budaya merupakan aspek penting kepemimpinan. Manajemen budaya berhubungan dengan kemampuan pemimpin mengetahui dan memahami apa itu budaya organisasi, bagaimana mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Baron (1995) menemukan dalam risetnya bahwa organisasi yang mencoba secara proaktif mengekploitasi peluang-peluang baru dalam lingkungan eksternalnya akan mengalami perubahan budaya organisasi yang baik. Dalam (Miftah Thoha, 2003:32-33) menyebutkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu:1) Kecerdasan , hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa kepemimpinan mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi di bandingkan dengan yang dipimpin. Namun pemimpin tidak bias melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.2) Kedewasaan dan keluwesan hubungan social, para pemimpin cendrung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas social dan mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.3) Motivasi dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relative mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi, dan berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsic dibandingkan dari yang ekstrinsik.4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada produksi.

Baron (1995) juga menemukan bahwa meningkatnya manajer profesional dekade terakhir ini mensyaratkan peningkatan kemampuan kepemimpinan yang lebih tinggi untuk mengelola budaya yang efektif. Dengan kata lain, keterampilan tambahan dibutuhkan pada diri pemimpin saat ini sehingga mereka akan dapat mengelola budaya organisasi. Bagian perubahan budaya yang ditemukan dalam riset ini terdiri dari dorongan untuk memiliki tingkat fleksibilitas yang makin tinggi dan mengembangkan pemberdayaan karyawan serta otonomi karyawan. Pemimpin juga terlibat dalam mengelola budaya dengan memantabkan arah stratejik secara eksplisit, mengkomunikasikan arah tersebut dan mendefinisikan visi, misi dan nilai organisasi.Fase transformatif merupakan fase terakhir perkembangan evolusioner teori kepemimpinan. Dalam era ini, pemimpin harus proaktif dalam pemikirannya, lebih radikal, inovatif dan kreatif serta lebih terbuka terhadap ide-ide baru (Bass, 1985). Pemimpin harus mampu menciptakan visi dan meningkatkan komitmen karyawannya untuk berubah.

2.2. Sifat PemimpinDi dalam sebuah organisasi, apakah perusahaan atau keluarga yang kita pimpin, selalu ada masalah tentang pemimpin, dan yang dipimpin. Tanpa adanya pemimpin dalam suatu organisasi, tentu jalannya organisasi tersebut menjadi kacau balau, dalam artian tidak ada arah tertentu.Menurut (Yammarino dan Bass, 1990), di sini peran pemimpin menjadi sangat penting. Ada hal-hal yang sangat mendasar yang harus dipahami oleh seorang pemimpin, ketika dia membawa organisasinya, seberapapun kecilnya organisasinya itu, untuk menuju pada arah atau tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sebagai pemimpin perlu memahami tiga peran sebagai seorang pemimpin, yaitu :1. Amadangi (Penerang)Seorang pemimpin harus mampu menjadi dan memberikan penerangan bagi yang dipimpinnya. Dia harus mampu berperan sebagai inspirator dan motivator. Dengan kemampuan ini, dia akan bisa membuat organisasinya bergerak tanpa harus diperintah lagi, namun tetap dalam koridor nilai-nilai yang benar.2. Amuladani (Teladan, Panutan)Seorang pemimpin akan mampu menjadi panutan karena orang-orang yang dipimpinnya memiliki rasa hormat (respect) pada dirinya sebagai pribadi. Hal ini membuat dia disegani, bukan ditakuti. Dengan demikian perilakunya menjadi acuan dan diikuti oleh orang-orang yang dipimpinnya dengan sukarela dan tulus, karena diyakini sebagai perilaku yang baik, bukan karena adanya motif lainnya baik material ataupun agar mendapat pujian dari orang lain atau dari pemimpinnya. Untuk dapat menjadi panutan, seorang pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang jelas yang diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya sebagai sesuatu yang baik / benar. Kualitas yang tinggi sebagai manusia dari sang pemimpin lah yang membuat orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya akan menjadikannya sebagi panutan, atau idolanya.3. Angayomi (Pelindung)Seorang pemimpin harus mampu memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dipimpinnya, termasuk memberikan rasa aman. Untuk itulah seorang pemimpin harus memiliki kekuatan (power) yang dapat membuatnya mampu berperan sebagai pelindung. Artinya pemimpin bukanlah seorang yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan (walau hanya sekedar sebagai orang baik). Peran sebagai pelindung juga dapat diartikan seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan kopetensi yang dibutuhkan yang dapat membuat dirinya memberikan dan membangun rasa aman pada orang-orang yang dipimpinnya katakanlah terhadap bahaya yang akan datang. Hal ini dapat dilakukannya karena dia memiliki kemampuan antisipatif karena kompetensinya yang memberikan rasa aman dan memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang dipimpinnya.

Menurut (Bass dan Avolio, 1994) dalam buku mereka yang berjudul Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership untuk dapat melakukan tiga peran tersebut dengan baik, setiap pemimpin dituntut memiliki sepuluh sifat kepemimpinan yang efektif / berhasil, yaitu :1. Araja (raja) : Sifat yang membuat seorang pemimpin tidak tampil di depan, bukan pula mengekor dibelakang. Tampil di depan dalam arti mengendalikan situasi, bukan sebaliknya. Sifat sebagai raja yang baik yang membuat dirinya disegani oleh rakyatnya dan apa perintahnya akan dilaksanakan dengan baik.2. Andaru (Berwibawa) : Sebagai seorang pemimpin tidak boleh tampil dalam perilaku yang murahan dan tidak juga arogan. Dia tetap rendah hati tetapi tidak harus rendah diri ataupun sombong. Kata-kata yang diucapkannya dapat dijadikan pegangan. Dia tegas dalam bersikap dan tampil dengan penuh keyakinan diri.3. Amerta (Kaya) : Sebagai seorang pemimpin dia tidak mengejar harta atau niat dan tujuannya bukan untuk mengumpulkan harta. Dia tidak memerlukan itu lagi karena dia telah kaya yang tidak harus berupa materi yang melimpah tetapi dia disebut secara mental sudah kaya. Karena dia tidak akan terkena salah satu kelemahan manusia yaitu harta. Secara materi dia berkecukupan yang memang menjadi relatif tetapi bila dia mendengarkan hati nuraninya dia akan tahu batasan berkecukupan tersebut yang membuatnya tidak menjadikan posisinya sebagai pemimpin menjadikan harta / materi sebagai salah satu tujuannya.4. Ajaksa (Adil) : Ajaksa berarti seorang pemimpin harus memiliki sifat adil. Adil artinya melakukan sesuatu berdasarkan nilai-nilai spiritual yang diyakininya. Suatu nilai-nilai yang dilandasi kejujuran, bersih dari kepentingan pribadi apapun dan dalam mengambil suatu keputusan benar-benar didasarkan atas kajian yang objektif dengan niat baik (hati nurani). Karenanya semua tindakan ataupun keputusannya akan dapat diterima dengan baik oleh orang-orang yang dipimpinnya.5. Alaras (Selaras) : Selaras artinya seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi, apa yang dipikirkannya, selaras dengan apa yang diucapkannya dan selaras juga dengan apa yang dikerjakannya. Di samping itu juga dalam bertindak dia mampu menyelaraskan dengan lingkungan / alam yang artinya tidak merusak lingkungan ataupun merusak apa yang sudah berkembang di lingkungannya.6. Aparna (Tekun) : Sifat ini menggambarkan seorang pemimpin memiliki sifat tekun, daya juang yang tinggi, tidak mudah menyerah dan mampu berjuang untuk mempertahankan cita-cita atau gagasannya yang baik. Sifat seorang pemimpin yang memiliki belief yang kuat dan mampu menjawab pertanyaan kenapa dia melakukan apa yang dilakukannya. Seorang pemimpin bukan orang yang ikut-ikutan atau terbawa mode atau tren.7. Apada (Pemersatu) : Seorang pemimpin yang mampu sebagai pemersatu diantara perbedaan, selalu ingin adanya kesamaan bahasa antara dirinya dengan orang-orang yang dipimpinnya. Dengan perkataan lain dia memiliki sifat yang membuatnya mampu membangun di atas perbedaan (building on differences) bukan dengan paksaan tetapi dengan kesadaran dari orang-orang yang dipimpinnya.8. Apura (Pemaaf) : Seorang pemimpin selalu bisa memaafkan perbuatan orang lain yang salah, bukan seorang pendendam. Dia tidak membawa persoalan orang lain menjadi persoalan pribadi dirinya yang menimbulkan kebencian secara pribadi. Pemaaf bukan berarti sebagai orang yang dapat disepelekan, melainkan seorang yang berbudi luhur.9. Alodran (Perkasa) : Seorang pemimpin harus tetap tegar, perkasa memilliki rasa keyakinan diri, dan mampu membangun keyakinan yang dipimpinnya dalam menghadapi segala rintangan, hambatan dan tantangan dalam mewujudkan cita-citanya.10. Abaya (Angin) : Seorang pemimpin ibarat angin, bisa masuk ke segala lini, tidak membedakan suku, agama, ras, tidak membedakan tingkat perekonomian masyarakat, baik ekonomi lemah hingga tingkat perekonomian atas.

Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Usaha-usaha yang sistematis tersebut membuahkan teori sifat atau kesifatan dari kepemimpinan. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli.Dalam Handoko (1995: 297) Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin Ghiselli mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu : 1) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-ungsi dasar manajemen.2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.3) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir. 4) Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.5) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga mampu untuk menghadapi masalah. 6) Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inofasi.

2.3. Kepala Sekolah sebagai PemimpinSekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.Kata kepala sekolah tersusun dari dua kata yaitu kepala yang dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan sekolah yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. (Nurkolis, 2003)

Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka. Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mecapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.

2.4. Pengertian KinerjaMenurut Sjafri Mangkuprawira dalam www.ronawajah.wordpress.com yang dikutip dari Veithzal Rivai (2005) mengemukakan bahwa beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan tentang kinerja: 1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992). 2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin:1987).3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard: 1993).5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio:1992).6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich: 1994).7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilian kinerja individu, yakni: (a) tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin: 1996). 8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn: 1991).9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 1996). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-ringtangan yang mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.

Sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseoarng atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, Seberapa baikkah kinerja seorang guru maupun staf pada suatu periode tertentu?. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau selalu salahnya guru ataupun staf. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson memberikan gambaran tentang proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi. Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, dimana guru dan staf dibimbing dan dikembangkan mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru maupun staf dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang antara guru, kepala sekolah, dan staf administrasi, serta organisasi terus belajar dan tumbuh. Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi. (Karen Seeker dan Joe B. Wilson, 2000)Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2) bersifat subyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan profesional guru. Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih banyak orang keluar kotak organisasi dan harus mendorong setiap orang untuk berani mengemukakan pendapat. Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat dimensi, yaitu visi, realita, orang (manusia), dan keberanian. Visi, pemimpin yang memberdayakan melihat semuanya secara luas dan mendorong pemahaman anggota tim tentang bagaimana cara mereka menyesuaikan diri dengan situasi dan berbagi dengan anggota tim tentang kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang. Mereka memotivasi yang lain dengan visi tentang apa yang mereka coba meraih dan mendorong tim untuk memikirkan cara sampai ke sana. Realita, kepemimpinan yang memberdayakan menanggapi dan mencari fakta-fakta tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mereka tetap menjaga agar kaki mereka tetap menginjak bumi dengan secara teratur;memeriksa realita dan tidak mudah terpedaya atau mengabaikan peringatan. Mereka menyadari akan keberadaan orang lain dan keberadaan mereka sendiri. (Sarah Cook dan Steve Macaulay, 1996)Salah satu tugas kepala sekolah selaku manager terhadap guru dan staf salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru maupun staf. Apakah kinerja yang dicapai setiap guru maupun staf baik, sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru maupun staf dan berguna bagi sekolah dalam menetapkan kegiatannya.Soedjono (2005) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :a) Kualitas, Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.b) Kuantitas, Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan.c) Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.d) Efektivitas, Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.e) Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang merugikan.f) Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.

Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi atau perusahan tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal di atas. Demikian juga untuk menilai kinerja guru dan staf, unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melakukan penilaian namun tentu saja berkaitan dengan profesinya sebagai guru maupun staf dengan utamanya sebagai pengajar dan pemberi layanan.Dalam melaksanakan tugasnya, guru maupun staf tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari dari sebuah mesin besar pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti dilakukannya. Hal seperti biasa dimanapun, namun dalam konteks profesionalisme guru dan staf, dimana mengajar dan menyediakan layanan dianggap sebagai pekerjaan profesional, maka guru dan staf dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya.Untuk menciptakan guru dan staf yang profesional tersebut, diperlukan adanya bimbingan dan supervisi dari kepala sekolah. Tanpa adanya supervisi, peningkatan mutu pendidikan akan sulit tercapai. Hal ini disebabkan karena kinerja guru maupun staf tergantung bagaimana sifat pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan dalam memimpin. Bila kepala sekolah bersifat otokratik, maka guru maupun staf akan cenderung bersikap pasif dan menunggu komando dari pimpinan. Dalam kepemimpinan yang liberalis, guru dan staf akan melakukan inisiatif sebisanya atau akan mencoba bereksperimen dalam kegiatan belajar mengajar maupun penyediaan layanan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan dalam kepemimpinan yang demokratis, guru dan staf dapat berdiskusi dan memberi masukan kepada kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan.

2.5.Kinerja Guru dan StafSetiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan (Sulistyorini, 2001,2). Sedangkan Ahli lain berpendapat bahwa Kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud (Tempe, A Dale, 1992,45).Fatah (1996,22) Menegaskan bahwa kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan.Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja guru dan staf adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dan staf dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Kinerja Guru dan Staf pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan staf sebagai tenaga kependidikannya. Kualitas kinerja guru dan staf akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru maupun staf merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran dan pemberian layanan terbaik di lembaga pendidikan Sekolah.Kinerja anggota-anggota suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya. Terdapat korelasi yang positif antara motivasi dengan penampilan kerja. Kinerja dari karyawan atau staf sangat tergantung pada kemampuan dan motivasinya. Bila setiap karyawan atau staf mempunyai kemampuan dan motivasi kerja, maka hasilnya akan nampak pada penampilan kerjanya dalam bentuk produktivitas kerja.Kinerja dapat dilihat dalam wujud kematangan kerja anggota-anggota suatu organisasi. Kematangan merupakan kapasitas seseorang dalam merumuskan tujuan serta kemampuan untuk mencapai tujuan itu, kemauan dan kemampuan bertanggung jawab, berpendidikan dan berpengalaman sebagai individu atau kelompok. Guru sebagai pendidik dan pengajar diasumsikan dalam kinerjanya telah memiliki tingkat kematangan yang tinggi atau dengankata lain telah dewasa. Menurut Sikun Pribadi, arti dewasa itu sangat mendalam jika ditinjau dari segi substansial, yaitu apa arti dan makna kedewasaan. Secara eksplisit makna kedewasaan sebagai tujuan pendidikan antara lain berisikan :1.Manusia dapat meningkatkan kesadarannya demi memperluas pandangan hidupnya dalam meningkatkan mencari kebenaran dan mengembangkan dirinya dalam rangka menyadari apa tugas hidupnya di dunia ini, serta meningkatkan kemampuannya untuk dapat menunaikan tugas itusebaik-baiknya (dengan mutu sebaik mungkin).2.Dengan meningkatkan kesadarannya dan kemampuannya diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya atau martabatnya sebagai insan, dengan implikasi bahwa peningkatan martabat itu dengan memperhatikan sebelas hukum hidup yang sifatnya mutlak itu.3.Dengan meningkatkan martabatnya, manusia akan ikut serta dalam proses evolusi, baik evolusi yang menyeluruh dalam alam semesta termasuk masyarakatnya, maupun kehidupan individualnya, karena setiap manusia yang normal mempunyai tendensi ingin maju, berkembang dan meningkatkan martabatnya.4.Dengan kemampuan yang makin meningkat dengan memperhatikan derajat psiko-higiene, ia akan lebih mampu menghadapi segala kemungkinan dalam bentuk segala masalah hidupnya, karena dunia manusia adalah dunia terbuka yang mengandung segala kemungkinan. Dengan demikianjelaslah bahwa tugas guru sebagai pendidik adalah untuk membimbing anak didik kearahpencapaian dan perwujudan tujuan yang telah dijelaskan di atas. Guru harus bertanggung jawabpenuh terhadap Tuhan, terhadap masa depan bangsa dan umat manusia dan terhadap diri sendiri. Dan tanggung jawab itu bukan suatu kesadaran semata-mata tanpa perbuatan, melainkan penugasan untuk peningkatan kesadaran tentang segala jenis persoalan hidup dan peningkatan kemampuannya, dan menjaga jangan sampai dia sendiri menjadi korban kesulitan-kesulitan hidup, jangan sampai ia mengalami frustasi dan neurosis, yang akan melumpuhkan segala usahanya dan pelaksanaan kewajibannya. Kepada guru sangat dituntut harus mampu menyadari akan hal itu semua, yaitu ia itu adalah pertama-tama pendidik, dan baru keduanya sebagai guru. Sebagai guru/pendidik ia harus penuh kasih sayang, penuh kebijaksanaan dan penuh kesabaran, agar anak didiknya kelak menjadi manusia dewasa seperti yang diharapkan. Walaupun ia sebagai guru tugasnya mengajar, tidak berarti ia bebas dari tuntutan sebagai pendidik, karena segala gerak-geriknya akan berakibat pada anak didiknya, baik perilaku yang sadar maupun tak sadar. Memang perkataan guru sering diartikan "digugu dan ditiru", yaitu guru berarti dipercaya dan ditiru segala sifat dan perilakunya. Dalam kepribadian seorang guru harus memancarkan sifat-sifat sejati sebagai pendidik, karena disamping mengajar ia mengemban tugas sebagai pendidik pula, karena sebagai pribadi ia memiliki sifat-sifat tertentu mau tak mau berpengaruh kepada lingkungan. Dia tidak bisa mengelakkan hal itu.Tugas guru sebagai guru ialah mengajar, tetapi tidak dalam arti melimpahkan pengetahuan yang ada padanya, karena pengetahuan itu beberapa tahun kemudian akan usang dan tidak relevan lagi dalam kondisi pengetahuan yang lebih maju. Sering sifat guru itu suka menggurui, seakan-akan dialah yang paling tahu. Ia sering bersikap otoriter karenanya. Hal itu menimbulkan ia kurang waspada akan segala kekurangannya, terlampau merasa pasti akan kebenarannya, dan kurang bersikap terbuka terhadap siswa-siswanya. Siswa-siswa yang mengajukan pertanyaan yang agak sukar dan kritis sering dilihat dari kacamata anak yang membandel atau mengganggu rasa kepastian guru, dan tidak bersedia mengaku terus terang seperti: "saya belum dapat menjawab pertanyaanmu. Tunggu saja, saya akan mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu". Tugas guru harus mengarah kepada memberikan kemudahan atau fasilitas sehingga anak senang belajar, bersedia berfikir sendiri secara kritis, bersedia mencari informasi dan jawaban terhadap pertanyaan di mana saja. Guru harus mampu merangsang dan mendorong murid untuk mencari kebenaran, baik kebenaran ilmiah maupun kebenaran filsafah tentang masalah hidup dan dirinya atau kadang-kadang disebut "the quest for truth". Kebenaran akan menjadi pegangan hidupnya kelak selama-lamanya. Nilai pengetahuan yang hanya bersifat hafalan tanpa mengerti dan memahami maknanya dalam hubungannya dengan hal-hal lain dan seluruh alam semesta, akan tidak tinggi nilai pakainya, paling-paling mempunyai nilai untuk berlaga atau untuk memperalat dan untuk membohongi orang lain dan juga dirinya. Berhasil tidaknya suatu kurikulum bergantung kepada kualitas martabat dan kesadaran gurunya. Tugas dan peranan guru sebagai pendidik dan pengajar sangat menentukan bagi produktivitasbelajar siswa-siswa dan produktivitas sekolah pada umumnya.Guru adalah suatu jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatuprofesi maka harus memenuhi kriteria profesional, sebagai berikut :1.Fisika. Sehat jasmani dan rohani,b.Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.2.Mental/Kepribadian.a. Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik,b. Berbudi pekerti yang luhur,c.Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan sarana pendidikan yang ada secara maksimal.d. Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,e. Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya,f. Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi,g. Bersikap terbuka, peka dan inovatif,h. Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya,i. Ketaatan akan disiplin, danj. Memiliki "Sense of Humor".3. Keilmuan/Pengetahuan.a. Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi pendidikan/mengajar yang demokratis,b. Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagaipendidik/pengajar yang demokratis,c. Memahami, menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan,d. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain,e. Senang membaca buku-buku ilmiah,f. Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi, dang. Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.4.Keterampilan.a. Mampu berperan sebagai organisator proses mengajar belajar,b. Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, indisipliner, fungsional,behavior dan teknologi,c. Mampu menyusun garis-garis besar program pengajaran (GBPP),d. Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan,e. Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, danf. Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan pendidikan luar sekolah

2.5. HipotesisMenurut Sugiyono (2008:93) menyatakan :Hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara atau dugaan jawaban yang paling memungkinkan walaupun masih harus dibuktikan dengan penelitian.Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah diatas, maka penulis mengemukakan 2 hipotesa dalam penelitian ini, yaitu : 1. Hipotesa Nihil (H.0) Tidak ada pengaruh sifat kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan staf di SMA Negeri 1 Sumenep2. Hipotesa Nihil (H.1) Ada pengaruh sifat kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan staf di SMA Negeri 1 Sumenep