acara ii evaluasi kadar sianida bahan pangan

36
LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN ACARA II EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN Disusun Oleh: Kelompok 6 B 1. Rochkim Yuli Prasetyo NIM H0912113 2. Rohmah Fitri Utami NIM H0912114 3. Rosyid Khoirul Anwar NIM H0912115 4. Sakinah Lisa NIM H0912116 5. Siti Mardiyah NIM H0912123 6. Tri Mardianti NIM H0912126 7. Vania Ratnasari Fauzia NIM H0912128

Upload: rosyid-khoirul-anwar

Post on 02-Feb-2016

88 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Kadar Sianida Beberapa Bahan Pangan

TRANSCRIPT

Page 1: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

ACARA II

EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN

Disusun Oleh:

Kelompok 6 B

1. Rochkim Yuli Prasetyo NIM H0912113

2. Rohmah Fitri Utami NIM H0912114

3. Rosyid Khoirul Anwar NIM H0912115

4. Sakinah Lisa NIM H0912116

5. Siti Mardiyah NIM H0912123

6. Tri Mardianti NIM H0912126

7. Vania Ratnasari Fauzia NIM H0912128

8. Yaumil Rizqi Almalia NIM H0912131

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

ACARA II

EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN

A. Tujuan

Tujuan dari Praktikum Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan

Acara II “Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan” adalah sebagai berikut

1. Mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan dengan

metode destilasi dan spektrofotometri.

2. Mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar sianida bahan

pangan.

3. Mengetahui kadar sianida pada bahan pangan dengan berbagai variasi

perlakuan.

B. Tinjauan Pustaka

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan makanan pokok bagi

lebih dari 500 juta orang di dunia berkembang (Cock, 1985 dalam

Tefera et al., 2014). Ini adalah salah satu yang paling kekeringan tanaman

toleran dan mampu tumbuh di tanah marjinal (Motto et al., 1990 dalam

Tefera et al., 2014). Ini meliputi energi tinggi dan pati memproduksi tanaman

umbi, tetapi merupakan miskin sumber protein. Singkong mengandung

senyawa yang berpotensi beracun, glukosida cyanogenic. Jika hadir dalam

jumlah yang cukup, senyawa ini dapat menyebabkan keracunan sianida akut

dan kematian pada manusia dan hewan bila dikonsumsi. Jumlah senyawa ini

beracun bervariasi sesuai dengan kultivar dan kondisi pertumbuhan.

Akibatnya, sebagian besar diet singkong umbi dapat menyebabkan

kekurangan gizi protein-energi (Tefera et al., 2014).

Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin yang termasuk

golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian

tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas

dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun

yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang

Page 3: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah

menjadi senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida, yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Singkong manis mengandung sianida

kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida

lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat

ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh

melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari. Gejala keracunan sianida

antara lain meliputi penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala,

bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah

keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk

menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotong-potong,

direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu

dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus. Singkong tipe manis hanya

memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke

tingkat non toksik (BPOM, 2006).

Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam

biru terutama daun yang masih muda. Ubi mengantung asam sianida berkadar

rendah sampai tinggi. Berdasarkan kandungannya dapat dibedakan empat

kelompok ubi kayu, jenis ubi tidak berbahaya (<50mg/kg sianida), ubi kayu

sedikit beracun (50-80mg/kg), ubi kayu beracun (80-100mg/kg) dan ubi kayu

amat beracun (>100mg/kg). Untuk menghindari bahasa racun asam biru,

caranya adalah dengan memilih jenis atau varietas ubi yang mengandung

kadar asam sianida rendah. Ubi dengan kadar sianida tinggi biasanya berasa

pahit dan bila dipotong warnanya berubah biru. Metode paling mujarab untuk

mengurangi kadar HCN sampai 85% adalah menumbuk kemudian

mengeringkan ubi tersebut (Rukmana, 1997).

Koro pedang merah (Canavalia gladiata) diyakini berasal dari benua

Asia dan tersebar di seluruh daerah tropis, dibudidayakan dalam skala terbatas

di seluruh Asia, Hindia Barat, Afrika dan Amerika Selatan dan telah

diperkenalkan ke bagian tropis Australia. Koro pedang merah merupakan

salah satu sumber protein nabati, serta memiliki kandungan karbohidrat dan

Page 4: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

protein yang tinggi. Newman et al. (1987) dalam Windrati et al. (2010) dalam

Ishartani dkk (2014) menyatakan bahwa koro pedang memiliki keseimbangan

asam amino sangat baik, bioavaibilitas tinggi dan faktor anti gizi rendah.

Selain itu koro pedang merupakan sumber vitamin B1, beberapa mineral dan

serat pangan yang penting bagi kesehatan. Kandungan protein koro pedang

merah (Canavalia gladiata) lebih tinggi (32%) dibanding koro pedang putih

(Canavalia ensiformis) yakni 27% (Udedibie dan Nkwocha, 2000 dalam

Ishartani dkk, 2014) (Ishartani dkk, 2014).

Kacang merah (Phaseolus vulgaris) adalah tanaman tahunan herba dari

keluarga leguminosa. Hal ini ditemukan bebas di Mesoamerika kuno dan

Andes; meskipun banyak dibudidayakan di iklim panas di seluruh dunia.

Varietas putih dan hitam kacang merah berbentuk ini juga tersedia tapi kurang

banyak digunakan (Katharine, 2002 dalam Audu, 2011). Kacang merah adalah

sumber protein nabati, pati, serat larut dan tidak larut, vitamin (terutama

kelompok B) dan mineral (terutama kalium, zat besi, seng, magnesium dan

mangan). Kacang merah sangat rendah lemak (Eknayake et al., 1999 dalam

Audu, 2011). Belum terlalu luas untuk industri, ekonomi dan gizi penting

karena penerimaan dan pemanfaatan telah dibatasi (Nowacki 1980 dalam

Audu, 2011). Kacang mengandung zat beracun yang dapat menyebabkan

keracunan makanan dan ini harus dihancurkan oleh didih cepat dan memasak

menyeluruh (Giamin dan Bakebain, 1992 dalam Audu, 2011) (Audu, 2011).

Metode liebig adalah metode titrasi argentometri yang titik akhir

titrasinya menunjukan kekeruhan. Cara ini untuk menentukan sianida. Metode

penentuan kuantitatif karbon dan hidrogen senyawa organik. Hidrogen diubah

menjadi air dan karbon menjadi karbondioksida yang kemudian diserap dan

ditimbang. Metode uji tembaga asetat-benzidina asetat, pengujian ion sianida

berdasarkan reaksi redoks tembaga dengan adanya ion sianida. Warna yang

terbentuk dari reaksi redoks adalah biru (Pudjaatmaka, 1999).

Analisis asam sianida dilakukan dengan prinsip argentometri metode

Volbard. Prinsip metoda ini ialah pengikatan ion sianida (CN) oleh ion perak

(Ag+) menjadi senyawa AgCN. Ion Ag+ ditambahkan berlebih dalam bentuk

Page 5: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

larutan AgNO3; kelebihan ion Ag+ kemudian dititar oleh lamtan

kaliumthiosianat (KCNS) membentuk senyawa AgCNS yang berwarna merah.

Pengukusan kandungan air dalam bahan makanan dilakukan dengan cara

pemanasan dalam oven 105°C. Kurang lebih 2 gram sampel dalam cawan

porselin yang telah diketahui beratnya, dikeringkan berulang-ulang di dalam

oven sehingga tercapai bobot tetap. Kadar air diperoleh dengan cara

penghitungan persen bobot yang hilang selama pengeringan. Sianida dalam

senyawa ini mudah terurai menjadi asam sianida melalui proses autolisis

maupun hidrolisis. Autolisis terjadi karena adanya enzim, seperti enzim

glukosidase yang terdapat dalam pada tanaman itu sendiri, sementara

hidrolisis terjadi karena adanya air. Pemanasan dapat menonaktifkan enzim

sehingga asam sianida tidak terbentuk. Pemanasan juga dapat menguapkan

asam sianida yang terbentuk. Pengukusan mengakibatkan penurunan

kandungan asam sianida dalam bahan (Soetrisno dan Purawisastra, 1992).

Banyak metode analisis HCN yang telah dicoba, akan tetapi hasilnya

bervariasi hal ini disebabkan oleh sifat HCN yang mudah menguap akibat

pengaruh suhu. Dengan adanya kenaikan suhu dan waktu inkubasi yang relatif

lama pada proses analisis, dapat menyebabkan hilangnya sianida yang akan

diukur. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka perlu dicarikan metode lain

yang lebih efektif dan efisien yaitu dengan cara memodifikasi beberapa

metode dasar yang telah ada. Metode yang terpilih adalah metode Lian dan

Hamir, cara untuk mempercepat pembebasan sianida senyawa glukosida,

digunakan asam chlorida 3 N dengan inkubasi pada suhu kamar selama 3 jam.

Metode Lian dan Hamir, merupakan metode alkali-pikrat yang paling praktis

dibandingkan dengan beberapa metode lain misalnya metode piridine-

pirazolone dan isotachoelectrophoreti. Jika dibandingkan dengan metode

alkali-pikrat Fukuba dan Mendosa, menunjukkan hasil yang tidak berbeda

dengan metode Lian dan Hamir yang dimodifikasi. Analisis kandungan

sianida di dalam suatu bahan pakan ternak, umumnya memerlukan waktu

cukup lama dengan hasil yang kurang akurat. Dengan menggunakan metode

Lian dan Hamir yang dimodifikasi lebih menguntungkan, karena disamping

Page 6: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

metodenya sederhana, waktu yang dibutuhkan relatif singkat dan hasilnya

lebih teliti (Marlina, 1996).

Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) memainkan peranan penting

sebagai energi dan sumber fitokimia dalam gizi manusia dan pakan ternak.

Data ethnopharmacological menunjukkan bahwa daun ubi jalar telah efektif

digunakan dalam pengobatan herbal untuk mengobati infeksi inflamasi dan

penyakit mulut. Akar tuberous ini merupakan sumber yang kaya karbohidrat,

serat, vitamin A (seperti β-karoten), vitamin B6, vitamin C, mangan, tembaga,

kalium, dan besi. Baru-baru ini, penelitian tentang ubi jalar telah difokuskan

pada kapasitas antioksidan karena kandungan peningkatan fenol, flavonoid, β

karoten, antosianin, dan turunan asam caffeoylquinic. Laporan lainnya telah

melaporkan penggunaan obat, khususnya sifat antidiabetes dan antivirus

(Anbuselvi dan Balamurugan, 2014).

Prinsip mengukuran kadar sianida pada air kemasan dengan metode

spektrofotometri adalah sianida bebas diubah menjadi sianogen klorida

(CNCl) dengan penambahan kloramin T pada pH kurang dari 8. Kemudian

direaksikan dengan pereaksi asam barbutirat-piridin sehingga menghasilkan

warna merah kebiru-biruan. Warna tersebut dibaca pada panjang gelombang

570 nm (BSN, 2006).

Beberapa alternatif metode pengolahan yang biasa dilakukan oleh

masyarakat adalah dengan perendaman dalam larutan garam, perendaman

dalam air, pemberian abu maupun dengan perlakuan panas (misalnya dengan

perebusan pada umbi). Akan tetapi, metode perendaman memerlukan waktu

sekitar 3 hingga 5 hari dan perlu dilakukan secara berulang-ulang sehingga

kurang efisien. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam detoksifikasi

adalah dengan pemanasan terbatas. Pemanasan terbatas dilakukan dengan

mengadopsi proses kyuring (curing) yang biasa dilakukan pada beberapa

komoditas pangan. Glukosidase endogen kemungkinan memegang peran

penting dalam mengubah struktur saponin selama pengeringan dioscorea. Hal

ini telah dibuktikan dalam model percobaan menggunakan furostanol

glikosida, beta glukosidase dari yam dapat menghidrolisis glukosa pada posisi

Page 7: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

C26 furostanol glikosida. Kondisi kyuring dapat mengoptimumkan kerja

enzim β- glukosidase endogenus untuk memecah glukosida sianogenik. Proses

kyuring biasanya berlangsung pada kondisi suhu dan kadar air terkontrol.

Enzim β-glukosidase dapat bekerja secara optimum pada suhu 40–50ºC.

Apabila telah terbentuk sianida bebas, maka nantinya akan lebih mudah

dihilangkan karena sifat sianida yang larut dalam air dan menguap bila terkena

panas (Harijono dkk, 2008).

Blancing atau kulup dalam bahasa Jawa atau kolop dalam bahasa

Madura adalah salah satu cara pengolahan bahan makanan jenis sayuran

dengan cara memasukkan sayuran ketika air sudah mendidih dan memasaknya

dalam waktu singkat, sekitar 1-5 menit tergantung jenis sayuran dan segera

ditiriskan dari air. Seperti direbus, tetapi sayuran segera ditiriskan setelah

matang. Dalam keadaan segar, kadar sianida berkisar 0,005–0,4 ppm, tertinggi

pada singkong dan terendah pada kacang hijau. Setelah berbagai cara

pengolahan, kadar sianida berkisar menjadi 0,0001–0,18 ppm, tertinggi pada

singkong kukus dan terendah pada selada air kulup. Dengan beberapa cara

pengolahan yang biasa dilakukan masyarakat Jember dan kemudian diukur

kembali kandungan sianida pada sayuran setelah pengolahan, hasil

menunjukkan cara pengolahan kulup dapat menurunkan kadar sianida lebih

besar dibandingkan cara pengolahan yang lain. Kulup adalah cara yang paling

sering dipilih untuk mengolah sayuran dengan kadar sianida yang tinggi. Hal

ini dapat menjadi kebiasaan yang baik karena ternyata kulup dapat mereduksi

kadar sianida lebih banyak dibandingkan cara pengolahan yang lain.

Kandungan sianida kacang tanah sebesar 0,017 ppm. Kandungan sianida pada

kacang koro sebesar 6,06 mg per gram (Ningtyas dkk, 2014).

Menurut FAO/WHO batas aman sianida adalah 10 mg per kg berat

kering. Penetapan sianida dalam makanan dilakukan duplikat dengan

menggunakan metode kolorimetri dengan cara hirolisis. Hidrolisis dapat

dilakukan dengan 2 macam, yaitu hidolisis dengan menggunakan enzim

linamarase atau hidrolisis dengan menggunakan asam (H2SO4 dimana hasil

kedua cara tersebut tidak jauh. Cara hidrolisis oleh asan (isonicotinic

Page 8: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

acid/barbituric acid) karena enzim linamerase sulit diperoleh. Hidrolisis oleh

asam mencakup hidrolisis sianogenik glukosida menjadi sianohidrin lalu

sianohidrin dipecah menjadi sianida dalam suasana alkali dengan penambahan

NaOH. Dengan cara ini dapat ditetapkan kadar sianida yang keil yaitu kurang

dari 2 mg/100 g bahan. Kadar sianida dalam sayuran dapat dikurangi dengan

paling banyak dengan direbus (hingga 100%) dibanding dengan tumis atau

kukus (60-90%). Kadar sianida pada umbi dapat dikurangi lebih banyak

dengan cara diiris tipis lalu direbus (Murdiana dan Saidin, 2001).

C. Metodologi

1. Alat

a. Alat untuk destilasi

b. Labu destilasi

c. Labu takar

d. Erlenmeyer

e. Tabung reaksi

f. Pipet ukur

g. Propipet

h. Penangas air

i. Penjepit kayu

j. Vortex

k. Kuvet

l. Spektrofotometer

2. Bahan

a. 3,5 gram KCN dalam 10 ml Aquades

b. Kacang mete

c. Kacang merah

d. Kacang tanah

e. Kentang

f. Singkong

g. Ubi jalar ungu

h. Kacang koro pedang putih

Page 9: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

i. Kacang koro pedang merah

j. Aquades

k. Kloroform

l. KOH 2 %

m. Alkalin pikrat

3. Cara Kerja

a. Pembuatan Kurva Standar KCN

Page 10: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

b. Penentuan Kadar Sianida Bahan Pangan

Page 11: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 2.1 Data Absorbansi Larutan KCN Standar 3,5 mg/10 ml Aquades

Volume Larutan KCN Standar (ml)

Volume Aquades (ml)

Absorbansi (Å)

0,0 10,0 0,0200,2 9,8 0,0450,4 9,6 0,0960,6 9,4 0,1350,8 9,2 0,2131,0 9,0 0,2771,2 8,8 0,351

Sumber : Laporan Sementara

Glikosianida sianogenik merupakan senyawa yang terdapat dalam

makanan nabati dan berpotensi terurai menjadi asam sianida (Budiyanto, 2001

dalam Ishartani dkk, 2014). Sianogen merupakan senyawa pada umbi-umbian

yang berpotensi sebagai toksikan dan dapat terurai menjadi asam hidrosianida

(HCN). Pada saat pengupasan atau pengirisan, jaringan mengalami kerusakan

dan sistem sel rusak, senyawa alkaloid sebagai substrat yang berada dalam

vakuola dan enzim dalam sitoplasma akan saling kontak dan mengalami reaksi

enzimatis membentuk glukosa dan senyawa aglikon (Nok dan Ikediobi, 1990

dalam Alma’arif dkk, 2012). Senyawa aglikon kemudian dengan cepat

akan mengalami pemecahan oleh enzim liase menjadi asam sianida

(HCN) dan senyawa aldehid atau keton (Cheeke dan Shull, 1985

dalam Alma’arif dkk, 2012). Asam sianida (HCN) terbentuk karena akifitas

enzim hidrolase pada glikosida sianogenik (Mahendradatta, 2007 dalam

Suciati, 2012). Reaksi pembentukan asam sianida dari glikosida sianogenik

menurut Suciati (2012) secara umum dapat dilihat pada persamaan reaksi

berikut :

Page 12: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

Asam sianida bersifat mudah menguap bila dipanaskan, larut air,

dan memiliki titik leleh pada suhu 55oC (Budiyanto, 2001 dalam

Ishartani dkk, 2014). Menurut Puspitaningrum (2013), asam sianida disebut

juga hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan

dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida.

Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada

suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang

ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru,

saluran cerna dan kulit. Menurut Sastrapradja (1988) dalam Suciati (2012),

bahwa asam sianida (HCN) memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Merupakan jenis racun yang sangat kuat sehingga bila dimakan dapat

menyebabkan keracunan

2. Mudah menguap bila dipanaskan

3. Mudah larut dalam air, alkohol, aseton, dan kloroform.

4. Mempunyai titik leleh / cair 54-55 C⁰

5. Mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl)

6. Sedikit larut dalam pelarut eter dan benzene

Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh,

jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram

berat badan per hari. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi

penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus

berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong,

sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah

yang menempel, kulitnya dikupas, dipotong-potong, direndam dalam air

bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu dimasak sempurna, baik

itu dibakar atau direbus. Singkong dengan tipe manis hanya memerlukan

pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non

toksik (BPOM, 2006).

Dosis HCN yang mematikan dapat timbul setelah manusia

mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung glikosida sianogenik. Batas

maksimal dosis HCN yang mematikan berkisar antara 0,5-3,5 mg/kg berat

Page 13: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

badan (Mahendradatta, 2007 dalam Ishartani dkk, 2014). Menurut FAO/WHO

batas aman sianida adalah 10 mg per kg bahan kering, sedangkan menurut the

breeder kadar sianida, tidak boleh lebih dari 10 mg/100 gram bahan mentah

(Ningtyas dkk, 2014). Menurut FAO dalam Winarno (1995) dalam

Harijono dkk (2008) kandungan sianida 50 mg/kg (ppm) bahan masih aman

untuk dikonsumsi manusia. Senyawa beracun pada olahan pangan yaitu asam

sianida (HCN) yang diperbolehkan oleh Food Agricultural Organization

(FAO) untuk dikonsumsi yaitu <10 ppm (Wahjuningsih, 2013). Berdasarkan

peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) sianida yang masih dapat

dikonsumsi, untuk makanan dan minuman siap saji sebesar 1 ppm, sedangkan

batas aman untuk produk olahan kacang-kacangan dan umbi-umbian sebesar

50 ppm (Kusumawardhani dkk, 2015).

Pada praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Singkong ini

bertujuan untuk mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida (HCN) bahan

pangan, mengetahui kadar sianida dalam bahan pangan, mengetahui pengaruh

bahan pangan mentah dengan bahan pangan yang diberikan perlakuan

berdasarkan metode destilasi dan spektrofometri. Kurangnya kesadaran

masyarakat akan kandungan sianida, menyebabkan banyaknya kasus

keracunan yang disebabkan oleh kandungan sianida dalam berbagai bahan

pangan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan analisis sianida dengan metode

yang mudah dan cepat, dengan demikian ketersediaan analisa atau evaluasi

sebagai alat monitoring kandungan sianida secara kuantitatif dapat membantu

mencegah terjadinya keracunan akibat mengkonsumsi bahan pangan yang

mengandung sianida (Kusumawardhani dkk, 2015). Sampel yang akan

dianalisis kadar sianidanya antara lain kacang mete, kacang merah, kacang

tanah, kentang, singkong, ubi jalar ungu, kacang koro pedang merah, dan

kacang koro pedang putih. Pada sampel terdapat bahan pangan yang mentah

dan yang telah diberi perlakuan.

Prinsip evaluasi kadar sianida dengan metode destilasi adalah

memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih

yng jauh. Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat

Page 14: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

mencapai titik didih masing-masing. Sedangkan prinsip metode

spektrofotometri adalah berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi

oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap

memungkinkan pengukuran jumlah dalam larutan secara kuantitatif.

Penentuan kadar sianida dalam bahan pangan dilakukan dengan menimbang

sampel yang telah dihancurkan sebanyak 4 gram dan dimasukkan ke dalam

labu destilasi. Kemudian ditambah 125 ml air dan 2,5 ml kloroform.

Sebelumnya disiapkan larutan KOH 2% sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer. Sampel di dalam labu destilasi kemudian didestilasi dan

erlenmeyer yang telah berisi larutan KOH 2% diletakkan di bawah sebagai

penampung sampel hasil destilasi. Destilasi dihentikan setelah volume yang

tertampung di erlenmeyer menunjukkan 20 ml. Setelah didestilasi, sampel

kemudian diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan dengan alkalin pikrat

sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan selama 5 menit. Ketika sampel sudah

dingin kemudian diabsorbansi pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 520 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke

dalam persamaan regresi sehingga kadar sianida sampel dapat dihitung.

Penambahan kloroform pada uji kadar sianida berfungsi sebagai

pelarut alkaloid. Salah satu alkaloid yang terdapat di dalam singkong adalah

HCN (Pritari, 2013). Menurut Nahdhiyah (2011), penambahan KOH berfungsi

untuk membuat suasana menjadi basa, akibatnya sianida akan terdisosiasi.

Disosiasi sianida merupakan reakan mempermudah proses selanjutnya setelah

penambahan alkalin pikrat. Alkasi peruraian senyawa menjadi ion-ion di

dalam pelarut. Hal ini alkain pikrat berperan untuk melarutkan sianida

sehingga lebih mudah saat diukur absorbansinya.

Sebelum dianalisis kadar sianidanya, terlebih dahulu ditentukan kurva

standar HCN. Kurva standar ini didapatkan dari hasil dari Tabel 2.1 Data

Absorbansi Larutan KCN Standar 3,5 mg/10 ml Aquades. Pembuatan kurva

standar KCN ini dimulai dengan 3,5 mg/10 ml aquades diambil sebanyak 0;

0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,2 ml yang dimasukkan ke dalam masing-masing

tabung reaksi, dalam tabel dimasukkan dalam volume larutan standar KCN.

Page 15: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

Setelah itu ditambahkan aquades sampai dengan volumenya 10 ml, maka

volume aquades yang ditambahkan berturut-turut adalah 10; 9,8; 9,6; 9,4; 9,2;

9,0; dan 8,8 ml, dalam tabel dimasukkan dalam volume aquades. Sampel

kemudian diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan dengan alkalin pikrat

sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan selama 5 menit. Ketika sampel sudah

dingin kemudian diabsorbansi pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 520 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke

dalam data sajian tabel yang ada untuk dibuat kurvanya. Hasil yang

didapatkan disajikan dalam bentuk kurva yang terdapat pada Gambar 2.1.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.40

0.050.1

0.150.2

0.250.3

0.350.4

f(x) = 0.280892857142857 x − 0.00605952380952377R² = 0.977652507736415

Kurva Standar KCN 3,5 mg/10 ml Aquades

Volume Larutan KCN Standar (ml)

Ab

sorb

ansi

)

Gambar 2.1 Grafik Kurva Standar KCN 3,5 mg/10 ml Aquades

Kurva standar HCN menjadi acuan perhitungan persamaan regresi

yang akan digunakan untuk menghitung kadar HCN dalam mg pada masing-

masing sampel yang digunakan. Persamaan regresi ditentukan dengan nilai

absorbasi sebagai sumbu y dan volume larutan standar KCN sebagai sumbu x,

hubungan dari kedua variable tersebut adalah berbanding lurus, semakin besar

volume larutan standar KCN, maka semakin besar pula absorbansinya.

Berdasarkan kurva standar HCN, persamaan regresi yang diperoleh yaitu : y =

0.280x - 0.006. Dari persamaan yang didapatkan tersebut, maka akan

Page 16: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

didapatkan kadar sianida masing-masing sampel setelah diketahui absorbansi

yang didapatkan pada masing-masing sampel.

Tabel 2.2 Kadar Sianida dalam Bahan Pangan

Kelompok SampelAbsorbansi

(Å)Kadar

HCN (mg)Kadar HCN

(ppm)1 & 2 A Kacang Mete 0,058 0,229 2293 & 4 A Kacang Merah 0,524 1,893 18935 & 6 A Kacang Tanah 0,085 0,325 325

1 B Kentang Mentah 0,039 0,162 1612 B Kentang Kukus 0,034 0,143 1433 B Singkong Mentah 0,458 1,657 16574 B Singkong Kukus 0,113 0,425 4255 B Ubi Jalar Ungu Mentah 0,027 0,118 1186 B Ubi Jalar Ungu Kukus 0,258 0,943 943

1 CKacang Koro Pedang

Putih Mentah0,022 0,100 100

2 CKacang Koro Pedang

Putih Perlakuan0,036 0,150 150

3 & 4 CKacang Koro Pedang

Merah Mentah0,031 0,132 132

5 & 6 CKacang Koro Pedang

Merah Perlakuan0,030 0,129 129

Sumber : Laporan Sementara

Pada Tabel 2.2 menunjukan kadar HCN pada tiap sampel. Sampel yang

digunakan adalah kacang mete, kacang merah, kacang tanah, kentang,

singkong, ubi jalar, kacang koro pedang putih dan kacang koro pedang merah.

Terdapat 3 perlakuan pendahuluan sebelum analisis yaitu tanpa perlakuan,

perendaman, dan pengukusan. Dapat dilihat bahwa sampel kacang mete

memiliki kadar HCN sebesar 229 ppm. Pada kacang merah memiliki kadar

HCN sebesar 1893 ppm. Pada kacang tanah memiliki kadar HCN sebesar

325 ppm. Pada kentang mentah memiliki kadar HCN sebesar 161 ppm. Pada

kentang kukus memiliki kadar HCN sebesar 143 ppm. Pada singkong mentah

memiliki kadar HCN sebesar 1657 ppm. Pada singkong kukus memiliki kadar

HCN sebesar 425 ppm. Pada ubi jalar mentah memiliki kadar HCN sebesar

118 ppm. Pada ubi jalar kukus memiliki kadar HCN sebesar 943 ppm. Pada

kacang koro pedang putih mentah memiliki kadar HCN sebesar 100 ppm.

Page 17: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

Pada kacang koro pedang putih perlakuan memiliki kadar HCN sebesar

150 ppm. Pada kacang koro pedang merah mentah memiliki kadar HCN

sebesar 132 ppm. Pada kacang koro pedang merah kukus memiliki kadar HCN

sebesar 129 ppm. Berdasarkan hasil praktikum, urutan kandungan HCN

tertinggi hingga terendah berturut-turut sebagai berikut, kacang merah,

singkong mentah, ubi jalar kukus, singkong kukus, kacang tanah, kacang

mete, kentang mentah, kacang koro pedang putih perlakuan, kentang kukus,

kacang koro pedang merah mentah, kacang koro pedang merah perlakuan, ubi

jalar ungu mentah dan kacang koro pedang putih mentah.

Perlakuan berpengaruh terhadap kadar sianida pada sampel. Di mana

tiga dari lima sampel yang diberi perlakuan mengalami penurunan kadar

sianida. Hal ini ditunjukan pada sampel kentang, singkong dan kacang koro

pedang merah. Di mana pada kentang mentah memiliki kadar HCN sebesar

161 ppm dibandingkan kentang kukus memiliki kadar HCN sebesar 143 ppm.

Pada singkong mentah memiliki kadar HCN sebesar 1657 ppm dibandingan

singkong kukus memiliki kadar HCN sebesar 425 ppm. Pada kacang koro

pedang merah mentah memiliki kadar HCN sebesar 132 ppm dibandingkan

kacang koro pedang merah kukus memiliki kadar HCN sebesar 129 ppm. Hal

ini sudah sesuai dengan penelitian Soetrisno dan Purawisastra (1992) yang

menyebutkan bahwa pengukusan dapat menurunkan kandungan asam sianida

dalam bahan, selain itu menurut Ishartani dkk (2014) bahwa senyawa toksik

yang terkandung dalam koro pedang dapat dikurangi seminimal mungkin

dengan cara perendaman, perebusan, pengukusan dan fermentasi. Sedangkan

pada sampel ubi jalar dan kacang koro pedang putih mengalami peningkatan.

Di mana pada ubi jalar mentah memiliki kadar HCN sebesar 118 ppm

dibandingkan ubi jalar kukus memiliki kadar HCN sebesar 943 ppm. Dan

pada kacang koro pedang putih mentah memiliki kadar HCN sebesar 100 ppm

dibandingkan kacang koro pedang putih perlakuan memiliki kadar HCN

sebesar 150 ppm.

Berdasarkan kadar Asam Sianida (HCN) dalam singkong, tidak semua

jenis singkong dapat dikonsumsi ataupun diolah secara langsung. Singkong

Page 18: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

dengan kadar HCN kurang dari 100 mg/kg (ditandai dengan adanya rasa

manis), merupakan singkong yang layak dan aman dikonsumsi ataupun diolah

sebagai bahan makanan secara langsung (Rukmana, 1997 dalam

Puspitaningrum, 2013). Pada praktikum ini untuk singkong mentah kadar

HCN sebesar 1657 ppm dan singkong kukus sebesar 425 ppm. Nilai kadar

HCN tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan Ningtyas dkk (2014) yaitu pada singkong mentah sebesar 0,4 ppm

dan singkong kukus 0,18 ppm. Pada praktikum, kacang tanah memiliki

kadar HCN sebesar 325 ppm. Nilai ini lebih besar dari penelitian

Ningtyas dkk (2014) yaitu hanya sebesar 0,017 ppm.

Koro pedang ternyata memiliki senyawa toksik seperti kholin, asam

hidrozianine, trogonelin, tripsin, dan glukosianida, serta senyawa anti gizi

khususnya asam fitat. Senyawa toksik yang dimiliki koro pedang merah antara

lain concanavalin A, canavanin, poliamine dan saponin. Canavanin pada koro

pedang sangat tinggi (88-91%) yang merupakan senyawa asam amino mirip

arginin berpotensi beracun apabila dikonsumsi. Koro pedang merah juga

mengandung asam sianida (HCN) dan asam fitat yang cukup tinggi

(Ekanayake et al., 1999 dalam Ishartani dkk, 2014). Kacang koro pedang putih

mentah yang memiliki kadar HCN sebesar 100 ppm atau 0,100 mg per 4 gram

dan kacang koro pedang merah mentah yang memiliki kadar HCN sebesar

132 ppm atau 0,132 mg per 4 gram, sedangkan dalam penelitian

Ningtyas dkk (2014) di mana kandungan sianida pada kacang koro sebesar

0,18 mg per 6,04 gram sedangkan menurut Yuniastuti (2007) dalam

Ishartani dkk (2014) asam sianida yang terdapat pada koro yaitu dalam bentuk

glukosida sianogenik dengan kandungan antara 10-800 mg per 100 g bahan.

Jika dibandingkan antara praktikum dengan penelitian Ningtyas dkk (2014)

kandungan sianidanya yaitu 0,025 mg per gram dan 0,033 mg per gram

dengan 0,029 mg per gram, jadi untuk koro pedang pedang putih masih lebih

kecil dan koro pedang merah lebih besar, meskipun selisihnya hanya sedikit.

Jika dibandingkan dengan Yuniastuti (2007) dalam Ishartani dkk (2014) yang

Page 19: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

kandungan sianidanya sekitar 0,01-8 mg per gram bahan, maka kedua koro

tersebut masih dalam range kadar sianidanya.

Terdapat berbagai macam metode untuk mengevaluasi kadar sianida

pada bahan antara lain: analisis asam sianida dilakukan dengan prinsip

argentometri metoda Volbard (Soetrisno dan Purawisasatra, 1992), Metode

Lian dan Hamir, metode piridine-pirazolone dan isotachoelectrophoreti,

metode alkali-pikrat Fukuba dan Mendosa (Marlina, 1996), metode

spektrofotometri (BSN, 2006) dan metode kolorimetri dengan cara hirolisis

(Murdiana dan Saidin, 2001). Menurut Marlina (1996) metode Lian dan

Hamir merupakan metodenya sederhana, waktu yang dibutuhkan relatif

singkat dan hasilnya lebih teliti dibanding metode lain. Selain itu, metode ini

tidak berbeda jauh dengan metode alkali-pikrat Fukuba dan Mendosa.

Analisis asam sianida dilakukan dengan metode destilasi uap menurut

AOAC (1984) dalam Putra (2009). Sebanyak 20 g contoh yang sudah

dihaluskan ditambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjeldahl, dimaserasikan

2 jam. Ditambahkan 100 ml aquades kembali kemudian dilakukan destilasi

uap. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi 20 ml NaOH 2.5%.

Setelah destilat mencapai 150 ml, destilasi dihentikan, ditambahkan 8 ml

NH4OH dan 5 ml KI 5%, kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,02 N sampai

terjadi kekeruhan. Kadar HCN dihitung berdasarkan ketentuan 1 ml AgNO3

ekuivalen dengan 0,54 mg HCN.

Metode liebig adalah metode titrasi argentometri yang titik akhir

titrasinya menunjukan kekeruhan. Cara ini untuk menentukan sianida. Metode

penentuan kuantitatif karbon dan hidrogen senyawa organik. Hidrogen diubah

menjadi air dan karbon menjadi karbondioksida yang kemudian diserap dan

ditimbang. Metode uji tembaga asetat-benzidina asetat, pengujian ion sianida

berdasarkan reaksi redoks tembaga dengan adanya ion sianida. Warna yang

terbentuk dari reaksi redoks adalah biru (Pudjaatmaka, 1999).

Metode yang banyak digunakan untuk penentuan sianida adalah

spektrofotometri, titrimetri dan kromatografi. Metode spektrofotometri lebih

baik dibandingkan metode tersebut karena metode ini menggunakan instrumen

Page 20: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi sehingga hasil yang diperoleh

lebih akurat. Metode standar untuk mendeteksi kandungan sianida, seperti

spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri sinar tampak (Visible)

dapat mendeteksi kandungan sianida dalam jumlah renik, namun metode

spektrofotometri baik UV dan Visible memerlukan keahlian khusus dalam

analisis, mahal, dan tidak bisa diaplikasikan di lapang. Metode tersebut juga

memiliki banyak kekurangan, seperti sifat karsinogenik dari benzidin, tidak

stabilnya pereaksi, pembentukan warna yang lambat pada metode piridin-p-

fenilendiamin, dan cepat pudarnya warna pada metode piridin asam barbiturat

(Kusumawardhani, 2015).

Menurut Harijono dkk (1998), beberapa alternatif metode pengolahan

yang biasa dilakukan oleh masyarakat adalah dengan perendaman dalam

larutan garam, perendaman dalam air, pemberian abu maupun dengan

perlakuan panas. Kondisi kyuring dapat mengoptimumkan kerja enzim β-

glukosidase endogenus untuk memecah glukosida sianogenik. Proses kyuring

biasanya berlangsung pada kondisi suhu dan kadar air terkontrol. Enzim β-

glukosidase dapat bekerja secara optimum pada suhu 40–50ºC. Apabila telah

terbentuk sianida bebas, maka nantinya akan lebih mudah dihilangkan karena

sifat sianida yang larut dalam air dan menguap bila terkena panas. Menurut

Murdiana dan Saidin (2001), kadar sianida dalam sayuran dapat dikurangi

dengan paling banyak dengan direbus (hingga 100%) dibanding dengan tumis

atau kukus (60-90%). Kadar sianida pada umbi dapat dikurangi lebih banyak

dengan cara diiris tipis lalu direbus.

Menurut Ningtyas dkk (2014) cara pengolahan kulup dapat

menurunkan kadar sianida lebih besar dibandingkan cara pengolahan yang

lain. Blancing atau kulup dalam bahasa Jawa atau kolop dalam bahasa Madura

adalah salah satu cara pengolahan bahan makanan jenis sayuran dengan cara

memasukkan sayuran ketika air sudah mendidih dan memasaknya dalam

waktu singkat, sekitar 1-5 menit tergantung jenis sayuran dan segera ditiriskan

dari air. Menurut Rukmana (1997), metode paling mujarab untuk mengurangi

Page 21: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

kadar HCN sampai 85% adalah menumbuk kemudian mengeringkan ubi

tersebut.

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari Praktikum Evaluasi Gizi dalam

Pengolahan Pangan Acara II “Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan” adalah

sebagai berikut :

1. Prinsip evaluasi kadar sianida dengan metode destilasi adalah memisahkan

dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yng jauh.

Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik

didih masing-masing. Sedangkan prinsip metode spektrofotometri adalah

berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan.

Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan

pengukuran jumlah dalam larutan secara kuantitatif.

2. Berdasarkan hasil praktikum, urutan kandungan HCN tertinggi hingga

terendah berturut-turut sebagai berikut, kacang merah (1893 ppm),

singkong mentah (1657 ppm), ubi jalar kukus (943 ppm), singkong kukus

(425 ppm), kacang tanah (325 ppm), kacang mete (229 ppm), kentang

mentah (161 ppm), kacang koro pedang putih perlakuan (150 ppm),

kentang kukus (143 ppm), kacang koro pedang merah mentah (132 ppm),

kacang koro pedang merah perlakukan (129 ppm), ubi jalar ungu mentah

(118 ppm) dan kacang koro pedang putih mentah (100 ppm).

3. Perlakuan berpengaruh terhadap kadar sianida bahan pangan pada sampel

kentang, singkong dan kacang koro pedang merah mengalami penurunan,

sedangkan pada sampel ubi jalar ungu dan kacang koro pedang putih

mengalami peningkatan.

Page 22: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

DAFTAR PUSTAKA

Alma’arif, Ahmad Luthfi, A. Wijaya, dan D. Murwono. 2012. Penghilangan Racun Asam Sianida (HCN) dalam Umbi Gadung dengan Menggunakan Bahan Penyerap Abu. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 1 No.1 p. 14-20.

Anbuselvi, S. dan T. Balumuragan. 2014. Phytochemical and Antinutrient Constituents of Cassava and Sweet Potato. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Volume 3, Issue 3, 1440-1449.

Audu, S.S. dan M.O. Aremu. 2011. Effect of Processing on Chemical Composition of Red Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) Flour. Pakistan Journal of Nutrition 10 (11): 1069-1075, 2011.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Cara Uji Air Minum dalam Kemasan. SNI 01-3354-2006.

BPOM. 2006. Racun Alami pada Tanaman Pangan. http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/157/RACUN-ALAMI-PADA-TANAMAN-PANGAN.html diakses pada 05 Juni 2015 pukul 22.35 WIB.

Haque, M. Rezaul dan J. H. Bradbury. 2002. Total Cyanide Determination of Plants and Foods Using The Picrate and Acid Hydrolysis Methods. Food Chemistry 77 (2002) 107–114

Harijono; T. Agustriana Sari; dan E. Martati. 2008. Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) dengan Pemanasan Terbatas dalam Pengolahan Tepung Gadung. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 9 No. 2 (Agustus 2008) 75-82.

Ishartani, Dwi; D. Rachmawanti dan T. Faizal. 2014. Pengaruh Variasi Perlakuan Pendahuluan terhadap Karakteristik Gizi Senyawa Anti Gizi, dan Aktivitas Antioksidan pada Koro Pedang Merah (Canavalia gladiata l.) Berkulit. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 3 No. 3 Juli 2014.

Kusumawardhani, Nury; H. Sulistyarti dan Atikah. 2015. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan pH Optimum dalam Pembuatan Tes Kit Sianida Berdasarkan Pembentukan Hidrindantin. Kimia Student Journal, Vol.1, No. 1, pp. 711 – 717.

Marlina, Nina. 1996. Analisis Sianida dalam Singkong dengan Metode Land and Hamir yang Dimodifikasi. Balai Penelitian Ternak Bogor.

Murdiana, Ance dan S. Saidin. 2001. Kadar Sianida dalam Sayuran dan Umbi-umbian di Daerah Ganggungan Akubat Kurang Yodium (GAKY). PGM 2001 24 :33-37.

Page 23: Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan

Nahdhiyah, Nissa. 2011. Analisis Ion Sianida (CN-) dan Timbal (Pb2+) secara Simultan dengan Metode Reverse Flow Injection Potentiometry. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember. Jember.

Ningtyas, Farida Wahyu; A. H. Asdie, M. Julia dan Y. S. Prabandari. 2014. Eksplorasi Kearifan Lokal Masyarakat dalam Mengonsumsi Pangan Sumber Zar Goitrogenik terhadap Gangguan akibat Kekurangan Yodium. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 8. 7. 306-312.

Pritari, Aulia Ratu. 2013. Uji Larvasidal Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Larva Aedes aegypti (dalam Pelarut n-Heksana, Kloroform dan Metanol). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Jember.

Pudjaatmaka, A. Hadyana. 1999. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka.

Puspitaningrum, Dian Wahyuningtyas. 2013. Ekstraksi Emas dari Batuan Menggunakan Metode Sianidasi dan Amalgamasi dengan Penambahan Ketela Pohon. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Jember

Putra, I Nengah Kencana. 2009. Efektifitas Berbagai Cara Pemasakan terhadap Penurunan Kandungan Asam Sianida Berbagai Jenis Rebung Bambu. Agrotekno Vol 15, Nomor 2, Agustus 2009 : 40- 42.

Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi Kayu : Budi Daya dan Pascapanen. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Soetrisno, Uken S. dan S. Purawisastra. 1992. Pengaruh Pengukusan terhadap Kandungan Asam Sianida dalam Beberapa Bahan Makanan. PGM 1992 15 : 177-120.

Suciati, Andi. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tefera, T., Ameha, K. dan Biruhtesfa, 2014. A Cassava Based Foods: Microbial Fermentation by Single Starter Culture Towards Cyanide Reduction, Protein Enhancement and Palatability. International Food Research Journal 21(5): 1751-1756 (2014).

Wahjuningsih, Sri Budi dan Wyati Saddewisasi. 2013. Pemanfaatan Koro Pedang pada Aplikasi Produk Pangan dan Analisis Ekonominya. Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10.