acanthamoeba jurnal mata
DESCRIPTION
kdjdfjwugr whfhfuwhdgurf wvfhgvuhfuvf dshvuifhsuvhfvg vhfsuhbvufghvrs vsfhvufshgvufshbvf fhvufgvifhsv fdbkjdfhbvhfsjlvw rsvhredfuvhiwdsvhbmn vhfdsu vhdfvhrfv fhvufhgvwidkvhbkjf vhfuvhifhvjf vfhvrwikvrhvrjwhv hfuvhwrurhvuwr vfhwurfuwhgvwlkdvkjrf vurhvurwhvurwghvurjhvrTRANSCRIPT
KERATITIS ACANTHAMOEBA, JAMUR, DAN BAKTERI :
PERBANDINGAN FAKTOR RISIKO
DAN GAMBARAN KLINIS
Jeena Mascarenhas, MD, Prajna Lalitha, MD, N. Venkatesh Prajna, MD, Muthiah Srinivasan, MD, Manoranjan Das, MD, Sean S. D’Silva, MD, Catherine E. Oldenburg, MPH, Durga S. Borkar, BS, Elizabeth J. Esterberg, MS, Thomas M. Lietman, MD, dan Jeremy D. Keenan, MD, MPH
ABSTRAK
Tujuan - Untuk menentukan faktor risiko dan tanda-tanda klinis yang dapat
membedakan antara keratitis bakteri, jamur, dan acanthamoeba diantara pasien
dengan keratitis yang dapat menular.
Desain penelitian - studi cross-sectional berdasarkan data di Rumah Sakit.
Metode - Kami memeriksa rekam medis dari 115 pasien dengan keratitis bakteri
yang terbukti dengan hasil laboratorium , 115 pasien dengan keratitis jamur yang
terbukti dengan hasil laboratorium, dan 115 pasien keratitis acanthamoeba yang
terbukti dengan hasil laboratorium yang ada di Rumah Sakit Mata Aravind, Madurai,
India, tahun 2006-2011. Faktor risiko dan gambaran klinis dari tiga organisme
dibandingkan dengan menggunakan regresi logistik multinomial.
Hasil – dari 95 pasien dengan keratitis bakteri, 103 pasien dengan keratitis jamur, dan
93 pasien dengan keratitis acanthamoeba yang memiliki catatan medis dan bersedia
untuk diperiksa, 287 (99%) tidak pernah memakai kontak lensa. Gambaran klinis
yang berbeda lebih umum terdapat pada keratitis acanthamoeba daripada keratitis
bakteri atau jamur. Dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri atau jamur, pasien
dengan keratitis acanthamoeba lebih cenderung berumur lebih muda dan memiliki
durasi gejala yang lebih lama, dan juga memiliki cincin infiltrat atau penyakit yang
terbatas pada epitel.
Kesimpulan - Faktor risiko dan temuan pada pemeriksaan klinis dapat berguna untuk
membedakan keratitis acanthamoeba dari keratitis bakteri dan jamur.
PENDAHULUAN
keratitis Acanthamoeba adalah penyakit yang relatif jarang, infeksi pada
kornea yang sulit diobati yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan berat.
Studi telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko untuk keratitis acanthamoeba,
termasuk pemakaian kontak lensa, orthokeratology, paparan air, dan cairan kontak
lensa tertentu.1-5 Meskipun sebagian besar penelitian keratitis acanthamoeba
dilakukan di negara-negara industri, keratitis acanthamoeba juga terjadi di negara-
negara berkembang, dengan penyebab tersering adalah pada individu – individu yang
tidak menggunakan kontak lensa.6,7
keratitis Acanthamoeba sering salah didiagnosis sebagai keratitis herpes atau
jamur, dan kemudian diterapi secara tidak benar, yang dapat berakibat buruk.8 Kasus
keratitis acanthamoeba telah diidentifikasi mengenai beberapa tanda-tanda klinis
yang penting, seperti adanya pseudodendrit, infiltrat perineural, dan cincin infiltrat.9,10
Namun, kita tidak menyadari setiap penelitian yang telah membandingkan temuan
klinis dari keratitis acanthamoeba dengan keratitis bakteri dan jamur. Tanda-tanda
klinis dapat sangat berguna untuk membedakan Penyebab keratitis karena infeksi
ketika pengujian mikrobiologi tidak tersedia (yang sering terjadi di negara-negara
berkembang). Dalam studi ini, kita membandingkan faktor risiko dan tanda-tanda
klinis kasus keratitis bakteri, jamur, dan acanthamoeba yang telah terbukti hasil
laboratorium dari rumah sakit mata tipe tersier di India selatan, dalam upaya untuk
meningkatkan diferensiasi dari bentuk keratitis.
METODE
Kami memperoleh persetujuan untuk studi retrospektif cross-sectional ini
dari Komite Penelitian terhadap manusia di Universitas California, San Francisco,
dan dari Lembaga Review Dewan Rumah Sakit Mata Aravind, Madurai. Penelitian
berpegang pada prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki. Kami mengidentifikasi semua
kasus yang dengan laboratorium atau secara kultur terbukti keratitis acanthamoeba
dari Database mikrobiologi di Rumah Sakit Mata Aravind, Madurai, India, dari
Januari 2006 sampai Juni 2011. Sebagai kontrol, kami mengidentifikasi sampel acak
dari kasus keratitis jamur dan bakteri, yang cocok untuk kasus keratitis acanthamoeba
berdasarkan tahun presentasi (yaitu, nomor kasus dari jamur dan bakteri yang dipilih
untuk suatu tahun tertentu adalah sama dengan jumlah kasus acanthamoeba yang
terdeteksi tahun itu). Selama jangka waktu tersebut, hasil kultur dan laboratorium
menunjukkan organisme jamur sekitar 35% dari kasus keratitis, organisme bakteri
sekitar 20%, dan organisme parasit seperti acanthamoeba sekitar 1%.11 Menggunakan
literatur review sebagai panduan, kami menentukan faktor risiko tertentu dan tanda-
tanda klinis yang mengarahkan ke diagnosis agar menjadi informasi yang menarik
dan informasi tambahan mengenai variabel-variabel dalam penelitian ini dari catatan
medis pasien menggunakan bentuk pengumpulan data standar, menggunakan
identitas organisme.
Kami mampu membuat data extractor dengan memisahkan grafik review dari
seluruh diagnosis kasus microbiologi dengan kertas perekat. Kami mencatat
informasi tentang demografi, riwayat kesehatan, ketajaman visual, dan hasil
pemeriksaan klinis. Kami hanya menggunakan dokumentasi informasi klinis sebelum
pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan (yaitu, pemeriksaan klinis yang mengarah
ke hasil laboratorium). Yang harus diperhatikan bahwa tidak semua catatan pasien
yang terdaftar dalam database mikrobiologi dapat ditemukan.
Metode pemeriksaan mikrobiologi untuk Laboratorium mikrobiologi okuler
Aravind telah dijelaskan sebelumnya.12 Secara umum, semua pasien dengan keratitis
yang dianggap menular di-swab dibagian kornea untuk di smear dan kultur.
Pewarnaan gram dan kalium hidroksida (KOH) basah secara rutin dilakukan untuk
semua kasus. Media kultur rutin meliputi agar darah domba, agar coklat, agar kentang
dextrose, dan kaldu otak-jantung tanpa gentamisin. Untuk ulkus yang secara klinis
diduga akibat acanthamoeba ketika pemeriksaan KOH menunjukkan hasil positif
untuk kista amuba, dan kultur dari kerokan kornea pada agar non-nutrient dilapisi
Escherichia coli.
Kami menciptakan model regresi logistik multinomial univariat dengan
organisme penyebab sebagai variabel respon (acanthamoeba, bakteri, atau jamur),
dan masing-masing faktor risiko yang mendasari atau gambaran klinis sebagai
variabel penjelas. Ukuran infiltrate pada stroma dihitung sebagai rata - rata dari
diameter terpanjang dan tegak lurus terluas, seperti yang tercatat dalam rekam medis.
Untuk keperluan studi ini, yang berbentuk seperti bulu dapat dimasukkan asalkan
terdapat dalam catatan medis. Lesi satelit juga harus terdapat dalam grafik, sedangkan
untuk lesi multifocal menunjukkan bahwa terdapat beberapa lesi diskrit yang
terhubung. Secara umum, dokter mata di lokasi penelitian penggunaan istilah lesi
satelit untuk merujuk ke infiltrat kecil yang berdekatan dengan infiltrat utama yang
lebih besar. Semua lesi satelit yang ada juga diklasifikasikan sebagai lesi multifokal.
Pseudodendrit menunjukkan bahwa kata "pseudodendrit" atau "dendrit" juga ditulis
dalam rekam medis. Kami menyadari bahwa pseudodendrit adalah suatu bagian
penyakit yang tidak jelas tetapi disini kita menggunakan istilah tersebut karena sudah
digunakan di literatur mengenai keratitis acanthamoeba secara luas. ketajaman visual
dikonversikan ke unit logMAR. Kami menilai perbedaan keseluruhan antara 3
organisme dengan uji rasio peluang, dan dilakukan perbandingan berpasangan untuk
variabel apapun dengan nilai P <0,001. Untuk memperhitungkan adanya potensi
pembaur, kami memasukkan semua variabel dalam multivariat regresi logistik
multinomial. Kami menggunakan algoritma bertahap dengan alur mundur untuk
model seleksi, menghapus variabel dengan uji rasio dengan peluang tertinggi sampai
semua variabel memiliki nilai p<0,01. Kami mengambil variabel dengan P <0,01
dalam model multivariat untuk memperhitungkan variable pembaur yang penting,
tetapi variabel-variabel secara statistik dianggap signifikan hanya yang dinyatakan
dengan nilai P <0,001.
HASIL
Dari Januari 2006 sampai Juni 2011, total 115 kasus keratitis acanthamoeba
yang tercantum dalam database mikrobiologi, 93 kasus (81%) memiliki catatan medis
untuk diperiksa. Kami memilih secara acak 115 kasus keratitis bakteri dan 115 kasus
keratitis jamur dari periode waktu yang sama, dan mampu mengidentifikasi hasil
mikrobiologi dan catatan medis untuk 95 (83%) dari kasus keratitis bakteri dan 103
(90%) dari kasus keratitis jamur (P = 0,16). Organisme – organism yang terdeteksi
secara umum pada hasil kerokan dan kultur (Tabel 1). Kasus keratitis bakteri yang
paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (36/95, 38%) dan
Pseudomonas aeruginosa (28/95, 29%); ulkus jamur yang paling sering disebabkan
oleh Fusarium spesies (32/103, 31%) dan Spesies Aspergillus (26/103, 25%); lihat
Tabel 2.
Faktor risiko dan karakteristik klinis untuk masing-masing dari ketiga
organisme diringkas dalam Tabel 3, bersama dengan omnibus nilai P dari univariat
regresi logistik multinomial yang dinilai untuk perbedaan keseluruhan antara ketiga
organisme. Perbandingan berpasangan untuk faktor-faktor risiko dan gambaran klinis
dengan bukti keseluruhan Perbedaan (yang didefinisikan sebagai P <0,001)
ditunjukkan pada Tabel 4.
Dalam perbandingan berpasangan, tampaknya ada lebih banyak tanda yang
membedakan antara keratitis acanthamoeba, keratitis bakteri atau jamur. Faktor
Risiko keratitis acanthamoeba yang secara signifikan berbeda dari kedua
keratitis,keratitis jamur dan keratitis bakteri yang termasuk di dalamnya adalah usia
yang lebih muda, durasi gejala, penggunaan pilihan utama antibiotik topical, dan
adanya cincin infiltrat (Tabel 4). Faktor risiko relatif yang terkait dengan keratitis
bakteri terhadap keratitis jamur atau keratitis acanthamoeba adalah usia yang lebih
tua dan kurangnya penggunaan antibiotik topikal sebelumnya.
Di dalam model multivariat, beberapa gambaran dari keratitis acanthamoeba
secara signifikan berbeda dari kedua keratitis,keratitis jamur dan keratitis bakteri
(Tabel 5). pasien dengan keratitis acanthamoeba memiliki usia lebih muda dari pasien
dengan keratitis bakteri atau keratitis jamur, dan memiliki gejala dengan durasi yang
lebih lama sebelum dilakukan perawatan. Dalam hal tanda-tanda klinis, keratitis
acanthamoeba lebih memiliki peluang untuk memiliki penyakit terbatas pada epitel
dan cincin infiltrat. Model multivariat mengungkapkan gambaran perbedaan yang
lebih sedikit baik untuk keratitis bakteri atau keratitis jamur,hanya usia yang berbeda
secara signifikan antara semua organisme, dengan usia lebih tua merupakan faktor
risiko relatif untuk keratitis jamur terhadap keratitis acanthamoeba, faktor risiko
relatif untuk keratitis bakteri baik keratitis jamur maupun keratitis acanthamoeba
(Tabel 5).
DISKUSI
Dalam studi ini, terutama bukan pemakai kontak lensa, kami menemukan
beberapa faktor risiko dan Gambaran klinis yang membantu untuk membedakan
keratitis acanthamoeba atau keratitis akibat dari bakteri atau jamur. Dibandingkan
dengan keratitis bakteri atau jamur, keratitis acanthamoeba lebih mungkin terjadi
pada pasien yang lebih muda dan pada pasien dengan gejala durasi yang lebih lama,
dan lebih mungkin terjadi jika terdapat gambaran cincin infiltrat dan penyakit yang
terbatas pada epitel.
Cincin Infiltrat telah dijelaskan merupakan awal dari kasus keratitis
acanthamoeba, dengan sebagian besar temuan ini terdapat dalam setidaknya sepertiga
kasus (Tabel 6). Cincin infiltrat juga telah dilaporkan terdapat di ulkus kornea akibat
jamur serta keratitis pseudomonas.13-15 Kami menemukan karena cincin infiltrat juga
terjadi pada keratitis jamur dan keratitis bakteri, Temuan ini 9-11 kali menunjukkan
kemungkinan adanya keratitis acanthamoeba. Tidak jelas mengapa cincin infiltrat
lebih sering terjadi pada keratitis akibat acanthamoeba. Ada kemungkinan bahwa
cincin kekebalan tubuh hanyalah indikator dari infeksi berkepanjangan yang tidak
diobati, yang berakibat dengan memanjangnya durasi dari gejala pada kelompok
kasus acanthamoeba pada studi ini dan studi lainnya.
Pasien dengan keratitis acanthamoeba berusia lebih muda dibandingkan
dengan keratitis jamur atau bakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dari
India selatan.16 Rata-rata usia pasien dengan keratitis acanthamoeba dalam penelitian
ini mirip dengan penelitian sebelumnya (Tabel 6), meskipun sebagian besar pasien
dalam penelitian mereka adalah pemakai kontak lensa, yang diharapkan berusia lebih
muda daripada kelompok bukan pemakai kontak lensa. Kita hanya bisa berspekulasi
mengapa pasien dengan keratitis acanthamoeba yang berusia lebih muda daripada
mereka dengan keratitis bakteri atau jamur di selatan India. Satu penjelasan yang
mungkin adalah bahwa pasien yang lebih tua lebih mungkin untuk memiliki penyakit
mata superfisial, yang diduga menjadi faktor risiko untuk terjadinya ulkus kornea
akibat bakteri tetapi dilaporkan hal ini biasanya bukan sebagai faktor risiko untuk
keratitis acanthamoeba.17,18
Dalam studi ini, keratitis acanthamoeba dikaitkan dengan penegakan
diagnosis yang terlalu lama dibandingkan dengan keratitis bakteri atau jamur. Hal ini
sesuai dengan laporan sebelumnya, yang dimungkinkan karena temuan awal keratitis
acanthamoeba yang sulit.9,19 Awal gejala pada keratitis acanthamoeba mungkin hanya
melibatkan epitel kornea, dan karena itu diagnosis keratitis karena infeksi mungkin
awalnya tidak terfikirkan. Penelitian saat ini mendukung penelitian ini, kami
menemukan bahwa penyakit mata yang terbatas pada epitel lebih umum terjadi pada
keratitis acanthamoeba daripada keratitis bakteri atau jamur. Selain itu, pada
penelitian ini didapatkan penggunaan antibiotik topical sebelumnya lebih umum
diberikan pada pasien dengan keratitis acanthamoeba, menunjukkan bahwa proporsi
yang lebih tinggi keratitis acanthamoeba terjadi pada pasien yang datang dengan
dirujuk dari lembaga luar atau pasien yang telah mengobati ulkus kornea mereka
sendiri, dan baru ditemukan setelah ulkus tidak respon terhadap terapi.
Lesi satelit sering digambarkan sebagai gambaran karakteristik lesi keratitis jamur.20,21
lesi satelit juga telah dilaporkan terjadi pada keratitis acanthamoeb.22-24 Dalam
penelitian retrospektif ini, kami menemukan bahwa Lesi satelit yang
didokumentasikan dokter untuk kedua kasus keratitis, acanthamoeba dan jamur,
memiliki frekuensi terjadi yang sama. lesi Satelit tidak lebih sering pada keratitis
jamur dibandingkan dengan keratitis bakteri, meskipun ini mungkin sebagian terjadi
karena kesalahan saat pengklasifikasian mengingat karena penelitian yang bersifat
retrospektif. Kami selanjutnya dalam penelitian ini, membedakan lesi satelit dari lesi
multifokal, dengan asumsi bahwa lesi ini memiliki pola yang berbeda. Keratitis
acanthamoeba lebih mungkin memiliki lesi multifocal dibandingkan keratitis jamur
atau keratitis bakteri, meskipun hubungan ini secara statistik tidak signifikan.
Meskipun demikian,hal tersebut konsisten dengan deskripsi sebelumnya mengenai
lesi multifokal atau serbukan infiltrat stroma yang ada pada keratitis acanthamoeba,
dan menunjukkan bahwa adanya infiltrat kecil yang diskrit sudah seharusnya
meningkatkan kecurigaan adanya keratitis acanthamoeba.25-28
Kami tidak mendeteksi adanya gambaran yang memungkinkan diferensiasi
dari keratitis jamur dan bakteri dalam analisis multivariat penelitian ini, selain hasil
dari temuan bahwa pasien dengan keratitis bakteri cenderung berusia lebih tua.
Penelitian sebelumnya membandingkan tanda-tanda klinis dari keratitis bakteri dan
jamur yaitu adanya infiltrate seperti berbulu, kapas atau begerigi adalah gambaran
signifikan dari keratitis jamur, sedangkan cincin infiltrat dan lesi satelit bukan
gambaran keratitis jamur.21,29,30 hasil kami konsisten dengan temuan ini, meskipun
kami tidak mendokumentasikan hubungan yang signifikan secara statistik antara
keratitis jamur dengan gambaran infiltrate berbentuk bulu (feathery infiltrate). Masih
kurang jelasnya hubungan antara gambaran infiltat dengan diagnosis keratitis
mungkin karena kesalahan saat mengklasifikasi selama pengambilan data, atau
jumlah sample yang kurang. Studi sebelumnya juga telah mengidentifikasi infiltrat
yang kering, atau timbul atau yang berpigmen terkait dengan keratitis jamur, tetapi
penelitian ini tidak menunjukkan gambaran klinis.21,30
Hasil Klinis kami menyoroti pentingnya diagnosis mikrobiologis untuk
keratitis karena infeksi. Meskipun kami mengidentifikasi beberapa gambaran klinis
yang penting yang menunjukkan perbedaan keratitis acanthamoeba dengan keratitis
bakteri atau jamur, sebagian besar ulkus kornea di praktek klinis disebabkan oleh
bakteri atau jamur. Misalnya, di Aravind hanya 1% dari ulkus kornea yang
disebabkan oleh organisme parasit seperti acanthamoeba.11 dengan demikian,
ketidakmampuan yang secara signifikan untuk membedakan keratitis jamur dengan
bakteri yang hanya dengan berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa
kerokan kornea sangat penting dilakukan guna ketepatan penegakkan diagnosis dan
pengobatan antimikroba. Selanjutnya, mengingat kebutuhan perawatan yang lama
untuk keratitis acanthamoeba, hasil mikrobiologis harus didapatkan sebelum seorang
pasien mendapatkan terapi antiamuba untuk berbulan-bulan yang berpotensi beracun.
Selain jumlah kasus keratitis acanthamoeba yang banyak, kekuatan dari penelitian ini
adalah perbandingan mengenai 3 penyebab utama keratitis karena infeksi.
Sebaliknya, studi sebelumnya menggambarkan gambaran klinis keratitis menular
yang umumnya terdiri dari serangkaian kasus dengan satu organism penyebab dengan
pengecualian dari beberapa penelitian yang telah membandingkan keratitis bakteri
dan jamur.21,29-31 selain itu terdapat juga beberapa keterbatasan penelitian ini. Pertama,
penelitian ini dilakukan di India Selatan dan dimana pemakai kontak lensa relatif
sedikit, sehingga dapat membatasi dalam generalisasi. Namun, temuan penelitian ini
pada umumnya mendukung mereka yang berasal dari negara-negara industri, dengan
alasan untuk generalisasi yang lebih luas. Penelitian ini cukup relevan untuk negara-
negara berkembang, dimana Negara berkembang mencakup sebagian besar kasus
keratitis karena infeksi.32 Kedua,penelitian ini adalah penelitian retrospektif; dokter
tidak menggunakan data dengan bentuk yang distandarisasi ketika memeriksa pasien.
Ini mungkin telah mengakibatkan kesalahan pengklasifikasian dan kemungkinan
meremehkan beberapa faktor risiko dan tanda-tanda klinis kasus keratitis, Namun,
faktor perancu harus dibatasi karena informasi yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari kunjungan pertama pasien, sebelum hasil kultur diketahui. Selain itu,
kami menelusuri data untuk mencari organisme penyebab, yang seharusnya
membatasi faktor perancu dalam pengukuran data. Ketiga, kita tidak memasukkan
pasien dengan keratitis herpes, sehingga tidak bisa mengomentari perbedaan
gambaran antara keratitis acanthamoeba dengan herpes. Keempat, kami membatasi
penelitian ini untuk kasus yang sudah terbukti secara laboratorium untuk mengurangi
kemungkinan bias kesalahan dalam mengklasifikasi, though we should be partially
protected from this by setting our significance level to 0.001.
kita mengakui bahwa kriteria inklusi ini mungkin telah mengakibatkan terjadinya bias
seleksi dengan mendukung terjadinya ulkus kornea yang lebih parah atau tidak
terobati. Kelima, analisis multivariat seharusnya ditafsirkan dengan hati-hati, karena
terbatasnya jumlah kasus (yaitu, kasus keratitis) bisa ditunjukkan Bias tambahan di
tahap awal proses pemilihan model retrospektif. 33 Akhirnya, penelitian ini rentan
terhadap kesalahan tipe I karena jumlah perbandingan kasus yang kita miliki,
meskipun seharusnya dalam sebagian proses pembuatan terlindungi dari faktor
perancu dengan menetapkan signifikansi ke tingkat ke 0,001.
KESIMPULAN
Kesimpulannya, dalam penelitian ini kami mengidentifikasi faktor-faktor
risiko dan gambaran klinisa keratitis acanthamoeba, jamur, dan bakteri yang dapat
membantu dalam diferensiasi awal organisme etiologi keratitis. kecurigaan meningkat
untuk keratitis acanthamoeba yang biasanya tampak pada pasien yang berusia lebih
muda dengan gejala beberapa minggu, pasien dengan cincin infiltrat dan penyakit
mata terbatas hanya pada epitel. Kultur dan smear dari kerokan kornea tetap
merupakan cara paling penting untuk mendiagnosa keratitis karena infeksi. Meskipun
demikian, temuan dari studi ini dapat membantu dalam diagnosis awal sebelum hasil
kultur diketahui, atau dalam kondisi tidak tersedianya layanan laboratorium
mikrobiologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stehr-Green JK, Bailey TM, Brandt FH, Carr JH, Bond WW, Visvesvara GS. Acanthamoeba keratitis in soft contact lens wearers. A case-control study. JAMA. 1987; 258(1):57–60. [PubMed: 3586292]
2. Moore MB, McCulley JP, Luckenbach M, et al. Acanthamoeba keratitis associated with soft contact lenses. Am J Ophthalmol. 1985; 100(3):396–403. [PubMed: 3898851]
3. Radford CF, Minassian DC, Dart JK. Acanthamoeba keratitis in England and Wales: incidence, outcome, and risk factors. Br J Ophthalmol. 2002; 86(5):536–542. [PubMed: 11973250]
4. Van Meter WS, Musch DC, Jacobs DS, Kaufman SC, Reinhart WJ, Udell IJ. Safety of overnight orthokeratology for myopia: a report by the American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2008; 115(12):2301–2313. e2301. [PubMed: 18804868]
5. Joslin CE, Tu EY, Shoff ME, et al. The association of contact lens solution use and Acanthamoeba keratitis. Am J Ophthalmol. 2007; 144(2):169–180. [PubMed: 17588524]
6. Bharathi M, Ramakrishnan R, Meenakshi R, Padmavathy S, Shivakumar C, Srinivasan M. Microbial keratitis in South India: influence of risk factors, climate, and geographical variation. Ophthalmic Epidemiol. 2007; 14(2):61–69. [PubMed: 17464852]
7. Bharathi JM, Srinivasan M, Ramakrishnan R, Meenakshi R, Padmavathy S, Lalitha PN. A study of the spectrum of Acanthamoeba keratitis: a three-year study at a tertiary eye care referral center in South India. Indian J Ophthalmol. 2007; 55(1):37–42. [PubMed: 17189885]
8. Claerhout I, Goegebuer A, Broecke VVD, Kestelyn P. Delay in diagnosis and outcome of Acanthamoeba keratitis. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2004; 242:648–653. [PubMed: 15221303]
9. Bacon AS, Frazer DG, Dart JK, Matheson M, Ficker LA, Wright P. A review of 72 consecutive cases of Acanthamoeba keratitis, 1984–1992. Eye (Lond). 1993; 7 (Pt 6):719–725. [PubMed: 8119418]
10. Dart JK, Saw VP, Kilvington S. Acanthamoeba keratitis: diagnosis and treatment update 2009. Am J Ophthalmol. 2009; 148(4):487–499. e482. [PubMed: 19660733]
11. Lalitha P, Lin CC, Srinivasan M, et al. Acanthamoeba keratitis in South India: a longitudinal analysis of epidemics. Ophthalmic Epidemiol. 2012; 19(2):111–115. [PubMed: 22364672]
12. Srinivasan M, Gonzales CA, George C, et al. Epidemiology and aetiological diagnosis of corneal ulceration in Madurai, south India. Br J Ophthalmol. 1997; 81(11):965–971. [PubMed: 9505820]
13. Srinivasan M. Fungal keratitis. Curr Opin Ophthalmol. 2004; 15(4):321–327. [PubMed: 15232472]
14. Klotz SA, Penn CC, Negvesky GJ, Butrus SI. Fungal and parasitic infections of the eye. Clin Microbiol Rev. 2000; 13(4):662–685. [PubMed: 11023963]
15. Huang, AJ.; Wichiensin, P.; Yang, M. Bacterial Keratitis. In: Krachmer, JH.; Mannis, MJ.; Holland, EJ., editors. Cornea. 2. Vol. Chapter 81. Philadelphia: Elsevier/Mosby; 2005.
16. Bharathi MJ, Ramakrishnan R, Meenakshi R, Padmavathy S, Shivakumar C, Srinivasan M. Microbial keratitis in South India: influence of risk factors, climate, and geographical variation. Ophthalmic Epidemiol. 2007; 14(2):61–69. [PubMed: 17464852]
17. Musch DC, Sugar A, Meyer RF. Demographic and predisposing factors in corneal ulceration. Arch Ophthalmol. 1983; 101(10):1545–1548. [PubMed: 6626005]
18. Bourcier T, Thomas F, Borderie V, Chaumeil C, Laroche L. Bacterial keratitis: predisposing factors, clinical and microbiological review of 300 cases. Br J Ophthalmol. 2003; 87(7):834–838. [PubMed: 12812878]
19. Bacon AS, Dart JK, Ficker LA, Matheson MM, Wright P. Acanthamoeba keratitis. The value of early diagnosis. Ophthalmology. 1993; 100(8):1238–1243. [PubMed: 8341508]
20. Jones BR. Principles in the management of oculomycosis. XXXI Edward Jackson memorial lecture. Am J Ophthalmol. 1975; 79(5):719–751. [PubMed: 1096622]
21. Thomas PA, Leck AK, Myatt M. Characteristic clinical features as an aid to the diagnosis of suppurative keratitis caused by filamentous fungi. Br J Ophthalmol. 2005; 89(12):1554–1558. [PubMed: 16299128]
22. Sharma S, Garg P, Rao GN. Patient characteristics, diagnosis, and treatment of non-contact lens related Acanthamoeba keratitis. Br J Ophthalmol. 2000; 84(10):1103–1108. [PubMed: 11004092]
23. Balasubramanya R, Garg P, Sharma S, Vemuganti GK. Acanthamoeba keratitis after LASIK. J Refract Surg. 2006; 22(6):616–617. [PubMed: 16805128]
24. Kosrirukvongs P, Wanachiwanawin D, Visvesvara GS. Treatment of acanthamoeba keratitis with chlorhexidine. Ophthalmology. 1999; 106(4):798–802. [PubMed: 10201605]
25. Hargrave SL, McCulley JP, Husseini Z. Results of a trial of combined propamidine isethionate and neomycin therapy for Acanthamoeba keratitis. Brolene Study Group. Ophthalmology. 1999; 106(5):952–957. [PubMed: 10328395]
26. Illingworth CD, Cook SD, Karabatsas CH, Easty DL. Acanthamoeba keratitis: risk factors and outcome. Br J Ophthalmol. 1995; 79(12):1078–1082. [PubMed: 8562539]
27. Moore MB, McCulley JP. Acanthamoeba keratitis associated with contact lenses: six consecutive cases of successful management. Br J Ophthalmol. 1989; 73(4):271–275. [PubMed: 2540794]
28. Illingworth CD, Cook SD. Acanthamoeba keratitis. Surv Ophthalmol. 1998; 42(6):493–508. [PubMed: 9635900]
29. Dalmon C, Porco TC, Lietman TM, et al. The clinical differentiation of bacterial and fungal keratitis: a photographic survey. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2012; 53(4):1787–1791. [PubMed: 22395880]
30. Dunlop AA, Wright ED, Howlader SA, et al. Suppurative corneal ulceration in Bangladesh. A study of 142 cases examining the microbiological diagnosis, clinical and epidemiological features of bacterial and fungal keratitis. Aust N Z J Ophthalmol. 1994; 22(2):105–110. [PubMed: 7917262]
31. Wong TY, Ng TP, Fong KS, Tan DT. Risk factors and clinical outcomes between fungal and bacterial keratitis: a comparative study. CLAO J. 1997; 23(4):275–281. [PubMed: 9348453]
32. Whitcher JP, Srinivasan M. Corneal ulceration in the developing world--a silent epidemic. Br J Ophthalmol. 1997; 81(8):622–623. [PubMed: 9349145]
33. Steyerberg EW, Eijkemans MJ, Habbema JD. Stepwise selection in small data sets: a simulation study of bias in logistic regression analysis. J Clin Epidemiol. 1999; 52(10):935–942. [PubMed: 10513756]
LAMPIRAN
Tabel 1
Hasil pemeriksaan kultur, pewarnaan gram dan KOH basah dari keratitis karena infeksi, specimen berasal dari rumah sakit pusat mata di India Selatan
Acanthamoeba = 93 jamur = 103 Bakteri = 95
Kultur-positif 85/92 (92.4%) 102/103 (99.0%) 94/94 (100%)
Gram-positif 79/92 (85.9%) 83/97 (85.6%) 76/93 (81.7%)
KOH-positif 67/75 (89.3%) 77/85 (90.6%) 3/58a (5.2%)
Proporsi tes dengan hasi positif bagi organisme yang bersangkutan, dikelompokkan berdasarkan diagnosis akhir; tidak semua tes dilakukan untuk semua ulkus sehingga angka penyebut untuk hasil tes tidak selalu cocok dengan jumlah total organisme.
a 3 hasil KOH positif adalah Nocardia spp.
Tabel 2
Bakteri dan jamur yang diisolasi secara acak dari pasien dengan keratitis akibat infeksi Rumah Sakit Mata Aravind, 2006–2011
Jumlah organisme (%)Bakteri
Streptococcus pneumoniae 36/95 (38%)Pseudomonas aeruginosa 28/95 (29%)Nocardia sp. 6/95 (6%)Staphylococcus aureus 4/95 (4%)Staphylococcus epidermidis 4/95 (4%)Diphtheri 4/95 (4%)Grup streptococcus Viridans 3/95 (3%)Streptococcus pyogenes 3/95 (3%)Klebsiella sp. 2/95 (2%)Moraxella catarrhalis 1/95 (1%)Enterococcus sp. 1/95 (1%)Atipikal Mycobacterium sp. 1/95 (1%)Acinetobacter sp. 1/95 (1%)Aeromonas hydrophilia 1/95 (1%)Kultur negative (kokus Gram positif) 1/95 (1%)
JamurFusarium 32/103 (31%)Aspergillus flavus 19/103 (18%)Aspergillus fumigatus 7/103 (7%)Curvularia 8/103 (8%)Exerohilum sp. 4/103 (4%)Bipolaris 3/103 (3%)Scedosporium sp. 3/103 (3%)Candida albicans 1/103 (1%)Lasiodiplodia sp. 1/103 (1%)Rhizopus sp. 1/103 (1%)Cladosporium sp. 1/103 (1%)Hyaline tak terdefinisi 17/103 (17%)Dematik tak terdefinisi 5/103 (5%)Kultur negatif (KOH-positif) 1/103 (1%)
Tabel 3
Faktor risiko dan gambaran klinis dari keratitis akibat infeksi dari Rumah Sakit Pusat Mata Di India Selatan
Gambaran Acanthamoeba Fungus Bacteria Pa (N=93) (N=103) (N=95)
FAKTOR RISIKOUmur,tahun; rata- rata+SD 38+16 43+16 50+18 <0.001wanita, N (%) 41 (44%) 41 (40%) 29 (30%) 0.17lama gejala,hari;rata-rata+SD 33+62 10+13 13+39 <0.001Trauma, N (%) 55 (59%) 62 (60%) 60 (63%) 0.84 Trauma vegetatif, N (%) 27 (29%) 32 (31%) 33 (35%) 0.70Riwayat operasi mata, N (%) 5 (5%) 12 (12%) 22 (23%) 0.001 Ekstraksi katarak 4 (4%) 9 (9%) 15 (17%) 0.03 Keratoplasti 0 (0%) 1 (1%) 2 (2%) 0.10 Lain-lainb 1 (1%) 2 (2%) 5 (5%) 0.19Penggunaan antibiotik topikal 59 (63%) 48 (47%) 28 (29%) <0.001Penggunaan antijamur topikal 37 (40%) 34 (33%) 19 (20%) 0.01Penggunaan steroid topikal 8 (9%) 6 (6%) 6 (6%) 0.89Penggunaan obat mandiri 10 (11%) 11 (11%) 10 (11%) 1.00 Penggunaan obat menyusui topikal 3 (3%) 10 (10%) 7 (7%) 0.17 Penggunaan minyak kastor topical 1 (1%) 4 (4%) 4 (4%) 0.33 Member air liur ke mata 3 (3%) 1 (1%) 1 (1%) 0.43Penggunaan kontak lensa 3 (3%) 0 (0%) 2 (2%) 0.10
GAMBARAN KLINISTajam penglihatan, logMAR; rata-rata+ SD 1.46+0.61 1.18+ 0.71 1.36+0.66 0.009Ukuran infiltrate,rata-rata+SD 5.6+3.0 4.6+3.1 4.6+3.3 0.06Keterlibatan stromal di posterior 1/3 32 (34%) 36 (35%) 42 (44%) 0.29hipopion, N (%) 36 (39%) 43 (42%) 52 (55%) 0.06Pseudodendrit, N (%) 7 (8%) 2 (2%) 1 (1%) 0.04Hanya epiteliopati, N (%) 12 (13%) 2 (2%) 2 (2%) 0.001Bercak seperti bulu, N (%) 5 (5%) 20 (19%) 7 (7%) 0.004Lesi satelit, N (%) 4 (4%) 3 (3%) 0 (0%) 0.05Lesi multifokal, N (%) 17 (18%) 10 (10%) 5 (5%) 0.02Cincin infiltrat, N (%) 28 (30%) 5 (5%) 4 (4%) <0.001Perineuritis, N (%) 3 (3%) 0 (%) 0 (0%) 0.03
a Keseluruhan perbandingan 3 kelompok dalam univariat regresi multinomial bMembran amnion (kelompok acanthamoeba, N = 1); perbaikan ablasi retina (kelompok jamur, N = 1); dakriosistektomi (kelompok bakteri, N = 1); sedangkan sisanya yang tidak terdefinisi.
Tabel 4
Faktor risiko dan gambaran klinis dari keratitis akibat infeksi yang disebabkan oleh acanthamoeba, jamur dan bakteri.Perbandingan univariat berpasangan
Odds Ratio (interval kepercayaan 95%)a
Keterangan Acanthamoeba vs.Bakteri Acanthamoeba vs.Jamur Jamur vs.BakteriFaktor risikoUmur, per dekade 0.64 (0.53 to 0.77) 0.82 (0.69 to 0.97) 0.78 (0.66 to 0.92)Lama gejala, per minggu 1.13 (1.02 to 1.25) 1.23 (1.08 to 1.40) 0.92 (0.80 to 1.05)Penggunaan antibiotik topical 3.97 (2.16 to 7.29) 1.90 (1.07 to 3.36) 2.09 (1.16 to 3.76)Gambaran klinisCincin infiltrate 9.80 (3.28 to 29.3) 8.44 (3.10 to 23.0) 1.16 (0.30 to 4.46)
amultifariat regresi logistik multinomial dengan organism penyebab sebagai hasil, hasil odds ratio untuk keratitis acanthamoeba dilaporkan relatif terhadap keratitis bakteri dan jamur, dan untuk keratitis jamur relatif terhadap kelompok acuan yaitu keratitis bakteri, dengan hasil P <0,05 (huruf tebal).
Tabel 5
Faktor risiko dan gambaran klinis dari keratitis akibat infeksi yang disebabkan oleh acanthamoeba, jamur dan bakteriDengan model multivariat
Odds Ratio (interval kepercayaan 95%)a
Keterangan Avs. B A vs. J J vs. B nilai PFaktor risikoUmur, per dekade 0.62 (0.50 to 0.78) 0.78 (0.63 to 0.95) 0.80 (0.67 to 0.96) <0.001Lama gejala,per minggu 1.10 (1.00 to 1.21) 1.17 (1.04 to 1.32) 0.94 (0.83 to 1.07) <0.001Gambaran klinisTajam penglihatan, logMAR 1.96 (1.10 to 3.49) 2.37 (1.37 to 4.08) 0.83 (0.52 to 1.32) 0.005Hanya epiteliopati 12.9 (2.45 to 67.6) 17.1 (3.24 to 89.9) 0.75 (0.10 to 5.64) <0.001Lesi multifocal 5.90 (1.87 to 18.6) 3.22 (1.24 to 8.39) 1.83 (0.59 to 5.69) 0.004Cincin infiltrate 11.0 (3.42 to 35.3) 9.26 (3.23 to 26.6) 1.19 (0.30 to 4.65) <0.001
aRegresi logistik multivariat multinomial dengan organisme penyebab sebagai hasilnya, odds rasio untuk keratitis acanthamoeba dengankeratitis bakteri atau jamur sebagai kelompok acuan, dan untuk keratitis jamur dengan keratitis bakteri sebagai kelompok acuan, dengan hasil berpasanganP <0,05 (dalam huruf tebal)
Tabel 6
Gambaran keratitis acanthamoeba dari kasus pilihan dari bebagai daerah. EROPA AMERIKA UTARA ASIA OCEANIA
London 19939 USA 199925 Chicago 200834 Philadelphia 201135 Toronto 201236 Hyderabad 200022 Tirunelveli 20077 Beijing 200637 Singapore 200938 Auckland 201039Jumlah pasang mata 77 87 72 59 42 39 33 20 43a 25Kultur/kerokan positif 64% 50% 74% 53% 87% 100% 100% 100% 88% 60%Faktor risikoRata-rata umur (tahun) - 33 29 34 34 37 -b 26 26 40Rata-rata waktu untuk diagnosis(hari) 25 68 -c 39 11 -d -e 42 29 41Penggunaan kontak lensa 89% 75% 89% 97% 93% 0% 0% 60% 100% 96%Penggunaan steroid topical - 35% 82% 69% 62% - - - 24% 56%Gambaran klinisCincin infiltrat 49% 29% 19% 32% 60% 41% 45% 30% 29% 32%Perineuritis 41% 2% 22% 17% 38% 3% - 10% 45% 12%Hanya epiteliopati 37% - 38% 46% - 0% 0% 25% - 64%Pseudodendrit 8% - - - 12% 3% - - 17% -Hipoion 26% - - 5% 7% 54% 27% 20% - 20%
- : tidak dilaporkanaGambaran klinis yang dilaporkan berdasarkan proporsi pasien (N=42)b33% = ≤ 40 tahun, 39% = 41–50 tahun, dan 27% = > 50 tahunc61% didiagnosis ≥ 3 minggu setelah muncul gejalad38% didiagnosis ≥ 30 hari setelah muncul gejalae66% didiagnosis ≥ 7 minggu setelah muncul gejala