90070122-makalah-hipertensi

Upload: christina-davis

Post on 01-Mar-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah hipertensi

TRANSCRIPT

Hipertensi

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN FAKTOR RESIKO PENYAKIT DEGENERATIF(Manuskript Kasus Pembinaan Keluarga)

Oleh :

Nurulando I.Budi Perkasa, S.Ked (1018011124)Pembimbing :

dr. Zamahsjari S, M.KDEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

DIVISI KEDOKTERAN KELUARGA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG2015LEMBAR PERSETUJUAN

MAKALAH EVALUASI PROGRAMJUDUL MAKALAH :PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN FAKTOR RESIKO PENYAKIT DEGENERATIFDisusun Oleh :Nurlando Imansyah Budi PerkasaNPM :1018011124

Bandar Lampung, Maret 2015

Mengetahui dan Menyetujui

Dosen Pembimbing,

dr. Zamahsjari S, M.KM

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara maju serta di beberapa negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah ini. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, telah membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat di Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan keluarga. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di Indonesia.Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum, asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini. Namun, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang mematikan jika tidak ditangani.Definisi dan pengertian hipertensi

Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami hipertensi, maka diperlukan pengertian mengenai tekanan darah. Tekanan darah adalah suatu ukuran dari kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah. Tekanan darah yang digunakan sebagai batasan dalam menentukan penyakit hipertensi adalah tekanan darah arteri. Jadi, hipertensi adalah tingginya tekanan darah yang dilihat dari kekuatan darah dalam menekan dinding pembuluh darah arteri.Pengukuran tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop akan menghasilkan dua buah angka hasil pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol. Angka pertama yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah sistol. Tekanan darah sistol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang berkontraksi memompa darah. Angka kedua yang lebih kecil nilainya, menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang berelaksasi di antara dua kontraksi. Tekanan darah diastol juga menggambarkan keadaan elastisitas dinding arteri. Tekanan darah diastol akan menurun setelah usia 50an oleh karena elastisitas dinding arteri yang berkurang.Pencatatan nilai tekanan darah sistol dilakukan terlebih dahulu dan kemudian nilai tekanan darah diastol. Kedua angka ini dipisahkan oleh sebuah garis miring. Sebagai contoh, tekanan darah sistol sebesar 120 mmHg dan tekanan darah diastol sebesar 80 mmHg akan dicatat sebagai 120/80 mmHg.Oleh karena tidak ada garis batas yang tegas antara tekanan darah yang normal dengan tekanan darah yang tinggi, definisi hipertensi ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular pada beberapa tingkat tekanan darah. Tekanan darah sistol/diastol sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas tekanan darah yang normal. Hal ini didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit kardiovaskular pada orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai tersebut.Joint National Committee (JNC) (sebuah komite yang menyediakan panduan mengenai pencegahan, deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi), dalam laporannya yang ke-8, membuat sistem klasifikasi hipertensi sebagai berikut: Hipertensi dikelompokkan berdasarkan efek dan hasil yang ditemukan. Terdapat bukti kuat untuk mendukung terapi hipertensi pada usia 60 tahun keatas untuk mencapai tekanan darah kurang dari 150/90 mmhg. Dan usia dewasa muda 30-59 tahun dengan target tekanan darah diastol kurang dari 90 mmhg.

Bagaimanapun, bukti ilmiah tidak cukup jelas target tekanan sistolik pada seseorang dengan hipertensi pada usia kurang dari 60 tahun atau usia 30-59 tahun. Maka ditetapkan rekomendasi tekanan darah kurang dari 140/90 mmhg berdasarkan pendapat ahli di ambang yang sama juga ditetapkan target tekanan darah yang direkomendasikan pada dewasa dengan diabetes / nondiabetes penyakit ginjal kronis, sebagai ketetapan secara umum untuk usia dibawah 60 tahun.

Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih merupakan penanda yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu yang berisiko tinggi menjadi hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan para klinikus dan juga pasien sehingga tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat dilakukan secara dini. Pasien yang berada dalam kategori ini bukan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi farmakologis, namun perlu disarankan untuk mengubah pola hidupnya untuk mengurangi risiko terkena hipertensi.

Penanganan hipertensi berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VIII tidak mengelompokkan individu-individu berdasarkan ada tidaknya indikasi-indikasi tertentu (faktor risiko lain atau kerusakan organ target). Pasien-pasien hipertensi yang memiliki indikasi-indikasi tertentu akan dibahas pada bagian lain dari makalah ini. Terdapan bukti ilmiah untuk mendukung terapi awal dengan pemberian ACEI, ARB, CCB atau golongan diuretik thiazide pada populasi nonblack hipertensi termasuk pada diabetes.

Pada populasi black hipertensi termasuk dengan diabetes CCB dan golongan diuretik thiazid direkomendasikan sebagai terapi awal. Bukti tersebut untuk mendukung terapi awal atau tambahan terapi antihipertensi dengan ACEI atau ARB pada seseorang dengan CKD untuk meningkatkan pengeluaran ginjal. Meskipun guidelines ini menyediakan bukti berdasarkan rekomendasi terapi hipertensi tetapi harus disesuaikan dengan keadaan klinis pada pasien. Rekomendasi ini tidak menggantikan keputusan klinis dan keputusan tentang pengobatan harus berhati-hati untuk dipertimbangkan, dan diberikan dengan karakteristik klinis dan keadaan individu pasien yang lain.

Etiologi, patogenesis dan patofisiologi hipertensiHipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan hipertensi primer, esensial atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan 85% dari kasus hipertensi. Pada sebagian kecil sisanya, penyebab hipertensinya diketahui. Hipertensi ini dinamakan hipertensi sekunder.Definisi inilah yang terkadang menyulitkan para klinisi dalam membedakan kedua golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui, suatu saat, seiring dengan kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi sedikit. Selama proses perkembangan ilmu pengetahuan akan terdapat kesulitan dalam membedakan kedua golongan tersebut, karena batas antara penyebab yang tidak diketahui dan penyebab yang diketahui menjadi tidak jelas. Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ struktural atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi sekunder. Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainan-kelainan yang umum dan fungsional, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi primer.3Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi Primer

Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gen-gen tertentu.Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat kaitannya dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari hipertensi. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk. Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting dalam peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia setelah membandingkannya antara kelompok masyarakat yang lebih banyak terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-faktor tersebut.3 Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan genetik kompleks yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada rata-rata 30% keturunannya. Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai salah satu ekspresi fenotipnya.

Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang tersebut, maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan dapat mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup orang tersebut.Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi, namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian hipertensi menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena selain faktor etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku yang ikut mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap etnis yang sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda. Secara umum, banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan dengan etnis kulit putih.Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan bersamaan dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif. Tekanan darah yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding pembuluh darah dan melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kerusakan dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa dan kebiasaan merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,9Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak dipertanyakan lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah arterinya. Namun, belum diketahui apakah perubahan ini berhubungan dengan perubahan sensitivitas dari insulin.3

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primerHipertensi Sekunder

Seperti telah disebutkan sebelumnya, hipertensi sekunder merupakan hipertensi dengan penyebab yang dapat diidentifikasi. Walaupun hipertensi sekunder lebih sedikit, namun penyakit ini perlu mendapat perhatian lebih oleh karena :(1) Terapi terhadap penyebab dapat menyembuhkan hipertensi

(2) Hipertensi sekunder dapat menjadi penghubung dalam memahami etiologi dari hipertensi primer.

Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, kelainan endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. Penyebab-penyebab tersebut akan dibicarakan pada bagian berikut.Kelainan Ginjal

Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus dinding pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada meningkatnya volume cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan parenkim ginjal.

Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari sistem renin-angiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu angiotensin II juga akan merangsang sekresi aldosteron yang mengakibatkan terjadinya retensi natrium.

Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari hipertensi yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah penurunan perfusi jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal disebabkan oleh peradangan dan proses fibrosis yang mempengaruhi banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.Kelainan Endokrin

Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah. Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah :1. Hiperaldosteronism primer2. Cushing syndrome3. Pheochromocytoma4. Akromegali

5. HiperparatiroidKoartasi Aorta

Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi renovaskular yang tidak umum.Komplikasi dan manifestasi hipertensi

Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi. Penyebab kematiannya yang paling sering adalah akibat penyakit jantung, stroke atau gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan akibat retinopati.Efek pada Jantung

Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus bekerja lebih berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung akan mengalami hipertrofi ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya ketebalan dinding otot jantung. Namun, pada akhirnya, kemampuan ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga ruang ventrikel jantung akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan akan mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak. Angina pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang disebabkan oleh karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner dan peningkatan kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa jantung. Iskemia dan infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.Efek Neurologis

Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi menjadi efek pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau perdarahan merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini. Infark serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.

Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek seperti penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar.Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus, pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya adalah kematian dan kebutaan yang merupakan dua hal yang paling ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.Efek pada Ginjal

Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan ginjal oleh karena hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan glomerulus. Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan oleh gagal ginjal.Penanganan hipertensiPrinsip Penanganan

Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah 180/120mmHg) tanpa disertai keadaan-keadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih.5

Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU (intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1 jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan untuk mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk alasan ini, nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi emergensi.

Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil, penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5 pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan. pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan. pasien yang menerima agen-agen trombolitik.Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi emergensi.

5.7Evaluasi dan Pemantauan

Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan yang lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.

Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih sering dilakukan.Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5

6.Pencegahan dan penanganan hipertensi : tantangan ilmu kesehatan masyarakat

Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang perlu dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan darah seiring bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat banyak penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat dicegah. Beberapa faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi, termasuk kelebihan berat badan, kelebihan asupan natrium, kurangnya aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-sayuran, serta tingginya konsumsi minuman beralkohol.

Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi adalah sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu kesehatan masyarakat yang mencakup pencegahan dan penanganan hipertensi. Sebagai upaya untuk mencegah kenaikan tekanan darah dalam suatu populasi, pencegahan utama ditujukan pada pengurangan faktor-faktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu yang termasuk dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.

Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya menghasilkan penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar. Sebagai contoh, telah diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg pada suatu populasi, maka akan menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas karena stroke, 9 % dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari kematian akibat semua penyebab.

Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan masyarakat; tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan kesehatan oleh para praktisi di bidang kesehatan; kurangnya dana untuk program-program pendidikan kesehatan; kurangnya akses terhadap sarana-sarana olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-tempat makan umum; kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum seperti sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di sekolah; tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang dibuat oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga makanan sehat.

Upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut memerlukan pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada populasi dengan risiko tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum seperti sekolah, tempat kerja dan industri makanan. Rekomendasi yang dilakukan oleh American Public Health Association dan juga National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Coordinating Committee agar industri pangan termasuk restoran-restoran untuk mengurangi kandungan natrium pada produk-produknya sebesar 50 % dalam waktu 10 tahun ke depan, adalah tipe pendekatan yang jika diterapkan, akan mengurangi tekanan darah populasi.BAB II

ILUSTRASI KASUS

AnamnesaPasien, seorang laki-lak Tn. P, 78 tahun, datang ke Puskesmas Gedong tataan dengan keluhan pusing disertai mual sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan sejak lama namun hilang timbul. Pasien memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi disertai maag sejak mulai pensiun. Pasien juga, mempunyai riwayat merokok namun pasien telah berhenti merokok sejak 15 tahun yang lalu, selain itu pasien juga menderita PPOK dan sudah pernah diobati, dengan keluhan saat ini terkadang sesak nafas. istri pasien juga merupakan penderita darah tinggi sebelum nya Dan saat ini menderita stroke sejak 6 tahun lalu. Pada riwayat pengobatan pasien menjalani pengobatan rutin ketika dirasakan pusing dan mual seperti ini. untuk meredakan gejala yang timbul dengan captopril 12,5 mg 1x1 dan ranitidine 1 tablet ketika merasa mual. sehingga keluhan pusing dan mual membaik.

Metode

Studi ini merupakan case report. Data primer diperoleh melalui anamnesa (autoanamnesa dan alloanamnesa) pada pasien dan anggota keluarga (istri pasien), pemeriksaan fisik, kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.

HASIL

1. Data Klinis

Keluhan berupa pusing dan mual selama 2 hari. Kekhawatiran keluhan terus berlanjut, dan mengganggu aktivitas pasien. Harapan bisa sembuh total dan dapat melakukan aktivitas tanpa khawatir akan kekambuhan.

Pemeriksaan Fisik

Penampilan bersih, keadaaan umum: tampak sakit sedang; suhu: 37,2 oC; tekanan darah: 190/100 mmHg;; frek. nadi: 84x/menit; frek. nafas: 24 x/menit; berat badan: 55 kg; tinggi badan: 165 cm; status gizi: IMT : 19.

Kepala, mata, hidung, dan mulut dalam batas normal. Regio coli tidak ditemukan adanya peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP). Pada regio pulmo secara inspeksi tidak tampak retraksi interkostal, secara palpasi dalam batas normal, secara perkusi ditemukan bunyi hipersonor pada lapang paru, dan secara auskultasi ditemukan napas vesikuler (+/+), rhonki halus (+/+), wheezing (-/-). Pemeriksaan pada jantung tidak ditemukan pembesaran. Regio abdomen tidak ditemukan hepatomegali maupun splenomegali, dan bising usus terdengar normal 6-10x/menit. Ektremitas superior dan inferior dalam batas normal.

Status neurologis : Reflek fisiologis normal, reflek patologis (-)Motorik:

5 5

5 5

Sensorik:

+ +

+ +Status lokalis:

Cardio vascular

I : Regio coli tidak ditemukan adanya peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP), jantung normal ictus cordis tidak terlihat

P: ictus cordis tidak teraba

P: jantung dalam batas normal, tidak terdapat perbersaran

A: regular (+), murmur (-), gallop (-)

2. Data Keluarga

Genogram

Perempuan

Laki-laki

Tinggal dalam satu rumah

Pasien

Meninggal

Gambar 1. Genogram Keluarga Tn.P

Pada pasien ini termasuk dalam jenis keluarga extended dimana dalam satu rumah terdiri dari suami, istri dan cucu. Anak-anak dan cucu pasien yang lain tinggal di tempat yang terpisah dari rumah pasien namun setiap minggu mereka bersama-sama brgantian berkunjung ke rumah pasienHubungan Antar Keluarga

Family Map

Perempuan

Laki-laki

Dekat dan berhubungan baik

Gambar 2. Hubungan antar keluarga Tn.P3. Data Lingkungan Rumah

Pemukiman padat, luas rumah 8x8m2 dengan 1 lantai. Tinggal bersama istri yang berjarak usia 9 tahun lebih muda. Jarak dari puskesmas ( 2,5 km. Dinding tembok, berlantaikan ubin, memiliki 2 jendela di ruang tamu, memiliki 3 kamar. Memiliki 1 kamar mandi yang menyatu dengan sumur. Pencahayaan pada rumah cukup namun jendela jarang di buka. jendela terdapat di ruang tamu di dapur dan ruang tengah dan di kamar. Rumah pasien dalam proses renovasi sehingga peletakan barang tidak beraturan dan banyak terpapar debu. Penerangan menggunakan lampu listrik, Sumber air berasal dari sumur yang berjarak ( 10 m dari septic tank.

4. Data Okupasi

Lokasi: sawah milik pasien.

Pasien berangkat ke kesawah 3 kali dalam seminggu, ia datang hanya untuk mengecek saja karna sawah tersebut di kerjakan oleh orang lain dengan cara bagi hasil. Biasanyaa pasien ke sawah pagi hari berangkat pukul 08.00 WIB, hingga selesai pengecekan dan kembali kerumah pukul 10.00 WIB. Pasien menggunakan kendaraan roda dua menuju sawah.

Diagnostik Holistik Awal

1. Aspek Personal

Alasan kedatangan: pusing dan mual sejak 2 hari lalu

Kekhawatiran: Khawatir sakit tidak membaik sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Harapan: dapat sembuh dari penyakit sehingga bisa beraktivitas dengan baik.

Persepsi: pusing disertai mual seperti mau muntah2. Aspek Klinik

Hipertensi kronis3. Aspek Risiko Internal

Gender laki-laki, lanjut usia, pekerjaan pensiunan TNI. Memiliki riwayat merokok. Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kekambuhan penyakit masih kurang.4. Aspek Psikososial Keluarga Pasien tinggal bersama istri pasien yang sudah 6 tahun mengidap stroke sehingga pengawasan pada pasien untuk menghindari faktor yang mencetuskan kekambuhan penyakit berkurang

Pasien sebagai kepala keluarga merasa tidak ingin diatur maupun dibatasi kegiatannya oleh anggota keluarga lain.

5. Derajat Fungsional: 4Intervensi :

Nonmedikamentosa:

Edukasi dan konseling mengenai penyakit hipertensi pada pasien dan keluarga

Edukasi dan konseling untuk melasanakan pengobatan yang maksimal serta efek samping dari pengobatan, dan manfaat tiap-tiap pengobatan

Edukasi dan konseling untuk melakukan pencegahan perburukan penyakit

Konseling kepada pasien untuk mengalihkan stress psikososial dengan hal-hal bersifat positif.Medika mentosa:

Captopril 2x1

Ranitidine 3x1

Paracetamol 3x1

Bcomplex 1x1

Intervensi dalam 3kali kunjungan rumah.

Tindakan: Behaviour Treatment: mengurangi faktor yang menimbulkan kekambuhan seperti kurang kontrol akan tekanan darah nya, menjauhi asap rokok, berolahraga secara rutin seperti berjalan kaki, dan segera berobat apabila keluhan timbul.

Diagnosis Holistik Akhir

Bentuk keluarga : Keluarga extended

Disfungsi dalam keluarga : Kurangnya pengawasan keluarga terhadap pasien

1. Aspek Personal

Alasan kedatangan: pusing dan mual sejak 2 hari lalu

sudah tidak dikeluhkan Kekhawatiran: Sudah berkurang dan pasien dapat menjalani aktivitas sehari-hari tanpa terjadi kekambuhan

Harapan: belum tercapai karena penyakit tidak dapat sembuh, namun kekambuhan dapat terkontrol

Persepsi: rasa pusing dan mual tidak dikeluhkan lagi

2. Aspek Klinik

Hipertensi terkontrol3. Aspek Risiko Internal

Gender laki-laki, lansia, pekerjaan marbot masjid Mempunyai riwayat merokok Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit sudah cukup.4. Aspek Psikososial Keluarga

Kurangnya pengawasan terhadap pasien masih kurang dikarenakan pasien hanya tinggal bertiga dengan istri yang sedang mengalami stroke dan cucunya yang masih kelas 6 SD.

Masalah persepsi pasien sebagai pemimpin dalam keluarga sehingga tidak ingin dibatasi kegiatannya oleh keluarga masih sulit untuk diubah

5. Derajat fungsional: 5.

BAB III

Kesimpulan dan saranKesimpulan

1. Diagnosis Hipertensi pada kasus ini sudah ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam teori yang telah dikemukakan.2. Terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi terjadinya Hipertensi dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang didasarkan sebagai acuan.3. Penatalaksanaan Hipertensi yang tidak stabil maupun Hipertensi stabil sudah disesuaikan dengan strategi penatalaksanaan JNC 8 (Joint National Commitee).4. Peran keluarga sangat diperlukan untuk membantu pasien untuk menghindari faktor ketidak stabilan.5. Pelayanan medis tidak hanya terfokus pada pasien sebagai orang yang menderita sakit, namun juga dilihat dari aspek keluarga yang terlibat, dan lingkungan.Saran

1. Perilaku kesehatan pasien dan keluarga perlu ditingkatkan untuk mencegah kesehatan yang sudah teratasi atau munculnya masalah kesehatan yang baru.2. Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama antar anggota keluarga untuk meningkatkan kesehatan keluarga.3. Keluarga tetap melakukan intervensi yang telah diberikan.4. Monitoring dan re-evaluasi gaya hidup dan perilaku kesehatan pasien dan keluarga oleh petugas kesehatan.DAFTAR PUSTAKA1. New JNC 8 hypertension guidelines: What does the panel recommend now? Monthly Prescribing Reference [Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23]. Available from; http://www.empr.com/new-jnc-8-hypertension-guidelines-what-does-the-panel-recommend-now/article/326269/2. Wood S. JNC 8 at Last! Guidelines ease up on BP thresholds, drug choices. Medscape 2013 [Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23]. Available from: http://www.medscape.com/ viewarticle/817991_print

3. 2014 Hypertension guideline stands to simplify treatment, says expert [Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23]. Available from: http://www.aafp.org/news-now/health-of-the-public/20131218 hypertensiongdln.html4. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.

5. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin Hypertens. 2004; 6(11):636-42.

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta : 2002.

7. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.8. Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006 July 7). Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.htm.9. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.10. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.11. Beevers G, Lip GYH, OBrien E. ABC of hypertension : Blood pressure measurement. BMJ. 2001;322:1043-7.

12. Lane DA, Lip GYH. Ethnic differences in hypertension and blood pressure control in th UK. Q J Med. 2001; 94:391-6.13. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In : WebMD medical reference. 2005. (cited 2006 July 7). Available from : URL : http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.14. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2004.p.160-83.

15. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.16. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy, Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 : 639- 51.

17. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000

18. Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG. Hypertensive Disorders in Pregnancy 2nd ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1999 : 543-75.

19. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D. William Obstetrics 21th ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.

20. Report of the Working Group on Research on Hypertension During Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Retrieved October 24, 2004 from : http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hyperten-preg/#background 21. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Maryland : Am J. Obstet Gynecol, 2000 : 183: 1-31.22. Winn HN, Hobbins JC. Clinical Maternal-Fetal Medicine. USA, 2000 : 19-30.23. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) pada aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu hamil yang berisiko mendapat preeklamsi. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 199924. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekoogi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama (Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1998.25. DeCherny AH, Pernol ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnostic and Treatment. Connecticut : Pleton dan Lange, 1990 : 338-46.26. Derek Llewellyn-Jones. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Ed.6 Sydney : Hipokrates, 1995 : 113-17.

Lampiran

Tabel 1. Obat-obatan Antihipertensi Oral

Dibuat tanggal 100320145 oleh: Nurulando IBP, S.Ked

Cucu An.R

Istri Ny. S

Suami Tn. P

Dibuat tanggal 10032015 oleh: Nurulando IBP, S.Ked

PAGE 1