5.6. kedudukan anak luar kawin menurut hukum waris adat

27
PAPER KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM ADAT WARIS DI KECAMATAN KRAMAT KABUPATEN TEGAL Oleh : Nama : ISKANDAR Nim : 3301413072 PROGRAM STUDI PPKN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Upload: iskandariskandar

Post on 28-Dec-2015

138 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

TRANSCRIPT

Page 1: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

PAPER KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM ADAT WARIS DI

KECAMATAN KRAMAT KABUPATEN TEGAL

Oleh :

Nama : ISKANDAR

Nim : 3301413072

PROGRAM STUDI PPKN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa paper ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan

di dalamnya tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Mei 2014

Penulis

(ISKANDAR)

Page 3: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

ABSTRAK

KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI

KECAMATAN KRAMAT KABUPATEN TEGAL

Oleh :

ISKANDAR

Kehadiran seorang anak di luar perkawinan akan menjadikan suatu permasalahan yang

cukup serius baik bagi seorang wanita yang melahirkan maupun bagi lingkungan masyarakat

setempat. Dimana dengan adanya anak yang lahir di luar perkawinan itu akan menimbulkan

banyak pertentangan-pertentangan diantara keluarga maupun di dalam masyarakat mengenai

kedudukan hak dan kewajiban anak tersebut.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan paper ini adalah sebagai untuk

mengetahui kedudukan anak luar kawin menurut hukum waris adat di Desa Dampyak Kecamatan

Kramat Kabupaten Tegal dan untuk mengetahui penyelesaian masalah mengenai pembagian

warisan yang terjadi dengan adanya anak luar kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat

Kabupaten Tegal.

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, karena dalam penelitian ini

mengambarkan suatu peristiwa sesuai dengan kenyataan, yaitu tentang kedudukan anak luar

kawin menurut waris adat di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal. Metode

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan hukum yang mempunyai

korelasi dengan anak luar kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

Sedangkan pendekatan empiris yaitu upaya kritis untuk menjawab permasalahan dengan

mengkajinya tidak semata-mata dari sisi norma hukum yang mengatur mengenai hukum waris

adat akan tetapi juga perilaku dari masyarakat adat di Desa Dampyak Kecamatan Kramat

Kabupaten Tegal.

Page 4: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut : Pertama, Kedudukan anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap keluarga bapak

biologisnya akan mendapat warisan dari keluarga bapak biologisnya. Jika Bapak biologisnya

mempunyai anak sah dan anak luar kawin dikarenakan anak luar kawin itu dapat mewaris dari

Bapak biologisnya tidak sebanyak anak sah. Kedua, Penyelesaian sengketa warisan dengan

adanya luar kawin di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal antara lain :A.Di masyarakat

Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut diselesaikan terlebih dahulu dengan cara

musyawarah diantara para anggota keluarga. Yang menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut

adalah anak anak sah sulung atau anak laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak

ada anak laki, maka saudara atau kerabat dari pihak ayah, B.Apabila sengketa pembagian warisan

tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, maka sengketa tersebut dibawa ke

dalam musyawarah adat, dimana dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat

masyarakat Kecamatan Kramat.

Page 5: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat,

bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya dia

diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan

Negara. Melalui kebijakan-kebijakan dalam mengayomi anak. Menurut ajaran islam, anak

merupakan amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa

diperlakukan sekehendak hati orang tuanya. Sebagai amanah, anak harus diperlakukan dan

dijaga sebaik mungkin oleh orang yang memegangnya yaitu orang tua.

Demikian terdapat pula keadaan di mana kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga

tidak selamanya merupakan suatu kebahagiaan. Hal ini biasanya terjadi apabila seseorang

wanita yang tidak bersuami melahirkan anak, hal ini merupakan suatu aib bagi keluarganya.

Anak yang lahir dari seorang wanita yang tidak mempunyai suami atau laki-laki bukan

suaminya, dinamakan anak luar kawin karena di dalam hukum adat tidak hanya mengenal

anak kandung saja, melainkan terdapat juga anak tiri dan anak yang lahir di luar perkawinan.

Seperti yang kita ketahui bersama anak luar kawin secara prinsip hukum adat dicela,

tetapi merupakan kajian yang menarik bila ternyata cela hukum adat terhadap anak luar

kawin justru dapat dikesampingkan, di mana pada kenyataannya penyimpangan yang

Page 6: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

dimaksud terjadi juga dengan berlandas kepercayaan akan petaka adat yang bersumber dari

kentalnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos yang ada.

Apabila didalam kehidupan masyarakat ternyata ada seorang wanita yang melahirkan

anak dan tidak mempunyai seorang suami, merupakan masalah yang penting pada kehidupan

individu keluarganya maupun dalam masyarakat, karena anak luar kawin itu akan hidup ke

dalam kehidupan masyarakat seperti halnya anak sah.

Seorang anak luar kawin, menurut hukum adat di Jawa Tengah, dianggap (fiksi) tidak

mempunyai bapak dan oleh karenanya juga tidak memiliki hubungan kekeluargaan dari pihak

bapak. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan dengan ibunya, dan keluarga ibunya, tidak

ada perbedaan antara anak sah dan anak di luar perkawinan dalam hal pemeliharaan

dalam kehidupan bermasyarakat

Hal ini yang melatarbelakangi judul paper ini yaitu :

“KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI KECAMATAN

KRAMAT KABUPATEN TEGAL”

Page 7: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

BAB 11

PEMBAHASAN

1.1 DEFINISI

A. Definisi Anak Luar Kawin

1. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:

Undang-undang ini tidak secara tegas memberikan pengertian tentang istilah

“anak luar kawin” tetapi hanya menjelaskan pengertian anak sah dan kedudukan

anak luar nikah, hal ini sebagaimana bunyi pasal 42-43 yang pada pokoknya

menyatakan :

“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat pernikahan

yang sah. Anak yang dilahirkan di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

Kesimpulannya bahwa anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar

pernikahan dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja.

2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pengertian anak luar kawin

dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:

A. Anak luar kawin dalam arti luas adalah anak luar pernikahan karena perzinahan dan

sumbang. Anak Zina adalah Anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah,

Page 8: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

antara laki-laki dan perempuan dimana salah satunya atau kedua-duanya terikat

pernikahan dengan orang lain sementara Anak Sumbang adalah Anak yang

dilahirkan dari hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan yang antara

keduanya berdasarkan ketentuan undang-undang ada larangan untuk saling

menikahi.

B. Anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan diluar pernikahan

yang sah. Anak zina dan anak sumbang tidak bisa memiliki hubungan dengan ayah

dan ibunya. Bila anak itu terpaksa disahkan pun tidak ada akibat hukumnya (Pasal

288 KUHPerdata). Kedudukan anak itu menyedihkan. Namun pada prakteknya

dijumpai hal-hal yang meringankan, karena biasanya hakikat zina dan sumbang itu

hanya diketahui oleh pelaku zina itu sendiri.

B. Definisi Hukum Waris Adat

Definisi hukum waris adat, menurut pendapat beberapa sarjana dan ahli

hukum adalah:

Menurut Hilman Hadikusuma bahwa,

“ Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang memuat garis garis ketentuan

tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli

waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya

dan pewaris kepada ahli waris, dengan kata lain hukum penerusan harta kekayaan

dari suatu generasi kepada keturunannya.”

Menurut Iman Sudiyat :

“Hukum Waris Adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang

bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta

kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi.”

Page 9: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Teer Haar menyatakan bahwa :

“…….hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara

bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang

berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi.”

2.2 HASIL PENELITIAN

2.2.1 Sistem Pewarisan di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal

Sistem pewarisan di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal,

menurut seorang perangkat Desa, sebagian besar masih dilakukan menurut ketentuan

hukum waris adat setempat, dan lainnya menurut hukum Islam. Menurut hukum adat

setempat tidak ada perbedaan bagian antara anak anak sah dengan anak anak luar

kawin, dan juga tidak ada ketentuan anak anak sah dapat sesuatu yang khusus

daripada anak anak luar kawin dan begitu juga sebaliknya. Biasanya harta warisan

diukur dengan nilai uang kemudian baru dibagi rata diantara yang menjadi ahli

warisnya. Untuk anak terakhir atau bungsu, baik anak sah maupun anak luar kawin,

mendapat harta warisan lebih banyak daripada anak lainnya, karena menanggung

beban orangtua selama hidupnya, dalam hal ini berdasarkan kesepakatan

keluarganya.

Anak Jadah, merupakan sebutan untuk anak luar kawin di Desa Dampyak,

status anak luar kawin secara adat apabila telah mendapat pengakuan dari ayah

biologisnya ataupun dari seorang pria yang meskipun pada kenyataannya pria

tersebut bukanlah ayah biologisnya, maka status anak tersebut tetap yaitu anak luar

kawin.

Page 10: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Dari kenyataan di atas akan berdampak pada hak pewarisan secara adat

terhadap harta warisan dari ayah biologisnya yang mengakuinya atau harta warisan

dari pria yang mengakuinya, yang berarti bahwa setelah mendapat pengakuan maka

anak luar kawin pada prinsipnya akan mendapatkan harta warisan dari ayah

biologisnya atau atau pria lain yang mengakuinya. Maka kedudukannya seperti anak

sah menurut pandangan ayah yang mengakuinya, padahal anak luar kawin tersebut

tidak berhak mewaris dan pandangan dalam masyarakat tetap memandang anak itu

sebagai anak luar kawin.

Dengan demikian status anak luar kawin di hadapan keluarga dari ayah

biologisnya yang mengakuinya atau di hadapan keluarga pria yang mengakuinya

tetap, yaitu anak luar kawin, tetapi karena adanya pengakuan tersebut maka

hubungan kekerabatan antara anak luar kawin dan keluarga ayah yang mengakuinya

menjadi erat dan harmonis, karena keluarga ayah yang menerimnya telah mengakui

anak tersebut di hadapan keluarga, perangkat Desa dan tokok-tokoh masyarakat.

Pengakuan dari seorang pria yang bukan ayah biologis di lapangan sering

muncul dikarenakan adanya motifikasi untuk menutup aib dari ibu kandung anak

tersebut, pengakuan ini bisa saja dilakukan oleh kerabat terdekat dari keluarga atau

orang dekat dari ibu dengan dilandasi kesadaran tanpa paksaan.

Adapun antara anak luar kawin dan keluarga ibunya terjalin hubungan yang

erat dan harmonis dikarenakan pada dasarnya anak tersebut memiliki kedekatan

emosional yang mendasar dari pihak ibu kandung dan keluarga ibu kandung,

sehingga dari segi pewarisan secara faktual di lapangan dapat dijelaskan bahwa

anak luar kawin mendapatkan hak waris yang sama dengan anak sah.

Page 11: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Dalam hal perkawinan saat ini, menurut seorang perangkat Desa, dinyatakan

bahwa tidak ada ketentuan seseorang harus kawin dengan keturunan siapa, berasal

dari mana, asal calon mempelai suka dan seagama. Banyak juga terjadi orang-orang

asal Desa ini yang menikah dengan orang luar Desa bahkan ada yang menikah

dengan orang dari luar Jawa. Biasanya bertemu ketika masih di bangku kuliah atau

pada saat kerja keluar dari Desanya.

2.2.2 Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Hukum Waris Adat di Desa

Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal

"Seorang anak yang lahir diluar perkawinan, menurut hukum adat waris di

Jawa hanya menjadi waris di dalam harta peninggalan ibunya serta di dalam harta

peninggalan keluarga dari pihak ibu.Seorang anak tersebut menurut hukum dianggap

tidak mempunyai bapak. Terhadap hubungannya dengan ibu, maka tidak ada

perbedaan anak yang sah dengan anak diluar perkawinan." ( Soepomo;Bab-bab

Hukum Adat;1974 )

Dalam hubungan kekerabatan baik antara ayah biologisnya dengan anak luar

kawin (yang karena motivasi adat mendapat pengakuan oleh ayah biologisnya tidak

ada masalah) dengan keluarga ayah biologisnya cukup pada pengakuan bahwa

memang misalnya pria A harus menikahi ibu anak tersebut, karena masyarakat juga

tidak menganggap motivasi menghindari petaka sehingga melahirkan anak jadah

tersebut sebagai perbuatan yang harus dicela dan dikutuk, dan anak tersebut dapat saja

secara bebas bergaul dengan keluarga dari ayah biologisnya, bahkan kekerabatannya

dapat menjadi lebih erat.

Beda halnya apabila setelah adanya anak jadah atau anak luar kawin ternyata

istri pertamanya melahirkan maka ayah biologisnya tetap mengakui anak luar kawin

Page 12: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

tersebut, tetapi hubungan anak luar kawin tersebut dengan keluarga ayah biologisnya

sering kurang erat bahkan dapat terkesan jauh

Sedangkan untuk hubungan anak luar kawin dengan ibunya tetap dalam

pengakuan hubungan antara anak dengan ibu kandungnya, keluarga ibu kandung

menerima tanpa adanya perbedaan dengan cucu-cucu lainnya atau anak-anak dari

anaknya, karena keluarga pada garis besarnya memahami motivasi hubungan ibu

kandungnya dengan ayah biologisnya.

Pihak keluarga wanita atau ibu dari anak luar kawin tidak akan memaksa

berlangsungnya perkawinan secara sah antara pria atau ayah biologisnya dari anak

luar kawin tersebut dengan ibu anak luar kawin tersebut, dikarenakan mereka

memahami ancaman petaka adat apabila tindakan berupa keinginan untuk

menikahkan secara sah kedua pasangan tersebut.

Di kalangan masyarakat adat Jawa khususnya di Desa Dampyak Kecamatan

Kramat Kabupaten Tegal, orang tua yang tidak mempunyai anak sah tetapi

mempunyai anak luar kawin, maka anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap

keluarga bapak biologisnya akan mendapatwarisan dari keluarga bapak biologisnya.

Jika ayah biologisnya mempunyai anak sah dan anak luar kawin, maka dalam

pewarisan anak sah akan mendapat lebih banyak dari anak luar kawin, dikarenakan

anak luar kawin itu dapat mewaris dari ayah biologisnya tidak sebanyak anak sah

yang sah.

Dengan demikian kedudukan anak luar kawin menurut hukum adat Jawa pada

umumnya yaitu hak anak luar kawin terbatas pada harta pencaharian (gono gini) yang

diperoleh sendiri keluarga bapak biologisnya maupun ibunya. Sedangkan terhadap

harta pusaka yang diterima bapak biologisnya anak luar kawin tidak berhak

mewarisinya, dan harta pusaka tersebut merupakan hak waris dari saudara anak sah

Page 13: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

atau anak luar kawin dari keluarga bapak biologisnya, apabila ia tidak mempunyai

anak sah. Begitu pula yang terjadi pada anak luar kawin di Desa Winong ada 2 alasan

yaitu :

1. Alasan tertentu yang dimaksud sesuai hasil penelitian adalah berupa adanya

kecelakaan dalam pacaran, maka oleh ayah biologisnya anak luar kawin itu

diakui sebagai anaknya, maka status anak tersebut menjadi anak sah menurut

ayah biologisnya.

2. Alasan pengakuan yang lain adanya anak luar kawin dikarenakan kerelaan dan

keiklasan dari seorang pria terhadap kelahiran seorang anak dari seorang wanita

yang didukung faktor menghilangkan aib dengan kepentingan menjaga martabat

keluarga wanita atau karena memang pria tersebut mencintai wanita tersebut,

tetapi pria ini bukanlah ayah biologis dari anak luar kawin tersebut. Kedudukan

anak luar kawin tersebut tetap sebagai anak luar kawin, tetap menurut pria yang

mengakuinya menjadi anak sah.

2.2.3 Penyelesaian Masalah Mengenai Pembagian Warisan yang Terjadi dengan

Adanya Anak Luar Kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat

Kabupaten Tegal.

Pada kenyataannya walau berstatus anak luar kawin, kedudukannya dalam

pewarisan terhadap harta warisan dari ayah biologisnya dapat dan sering

dipersamakan pembagiannya dengan anak dari perkawinan sah, apabila memang ada

keturunan dari perkawinan terdahulu, bila tidak ada keturunan dari perkawinan

terdahulu anak luar kawin secara sah mewakili kepentingan waris dari harta ayah

biologisnya.

Page 14: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Persamaan pembagian tersebut (warisan sama dengan anak sah) oleh keluarga

ayah biologisnya dipandang sebagai suatu kebijakan dan bukan merupakan kewajiban,

dalam artian beberapa kasus bisa saja anak luar kawin dikesampingkan dalam

pembagian warisan dari ayah biologisnya, hal ini disebabkan karena kurang

harmonisnya atau kerenggangan anak luar perkawinan dengan ayah biologisnya atau

dengan keluarga dan kekerabatan dari ayah biologisnya.

Pembagian warisan terhadap anak luar kawin yang dipersamakan dengan anak

sah didasarkan pada asas parimirma dengan dasar welas asih dan kerelaan. Sehingga

anak luar kawin dan keluarga dari ibu anak luar kawin tersebut tidak memiliki hak

menuntut terhadap harta warisan dari ayah biologisnya. Dasar hukum adat terhadap

pemberian warisan untuk anak luar kawin tidak ada, besarnya pembagian hanya

berdasarkan kerelaan sebesar apa dan barang apa yang akan diberikan oleh keluarga

ayah biologisnya atau berupa wasiat yang dapat berisi apa saja yang akan diberikan

oleh ayah biologisnya.

Anak luar kawin juga berhak terhadap harta warisan dari ibunya, yang harus

diperhitungkan oleh keturunan lainnya dan tidak dapat dikesampingkan. Namun

pemberian dan pembagiannya didasarkan pada kerelaan atau pelaksanaan dari

keinginan almarhumah ibu kandungnya. Persoalan yang muncul sehubungan dengan

hak waris anak luar kawin pada pembagian harta milik ayah biologisnya adalah

keberatan dari keturunan lain yang berkedudukan sebagai anak sah dari pihak ayah

biologisnya. Kasus ini penyelesaiannya secara intern karena pada posisi dan kondisi

sesungguhnya keberadaan anak luar kawin masih dianggap sebagai aib, tetapi karena

didasarkan pada asas parimirma terkadang persoalan warisan ini akan tuntas.

Anak Luar Kawin yang tidak layak menjadi ahli waris apabila :

Page 15: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

a. Jika oleh hakim ia dihukum karena membunuh pewaris, jadi wajib ada putusan

hakim yang menghukumnya.

b. Jika ia secara paksa mencegah kemauan pewaris untuk membuat wasiat.

c. Jika ia melenyapkan atau memalsu surat wasiat dari pewaris.

d. Melanggar ketentuan adat yang berlaku bagi pewaris.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dalam kedudukan hak waris

anak luar kawin pada masyarakat Kecamatan Kramat antara lain : faktor pendidikan,

perantauan/migrasi, ekonomi, komunikasi dan teknologi informasi serta agama, satu

sama lainnya saling berkaitan dan membentuk jalinan yang kuat dalam mempengaruhi

perkembangan pewarisan yang terjadi dalam masyarakat adat masyarakat Kecamatan

Kramat. Sehingga pada masa sekarang ini, sudah banyak dijumpai dan dapat kita lihat

proses pembagian warisan yang dilaksanakan secara adil, dengan bagian yang sama

rata pada anak sah dan anak luar kawin, khususnya di daerah Kecamatan Kramat.

2.2.4 Penyelesaian Sengketa Pembag.ian Warisan Anak Luar Kawin Di

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

Di masyarakat Desa Dapyak Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut

diselesaikan terlebih dahulu dengan cara musyawarah diantara para anggota keluarga.

Yang menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut adalah anak sah sulung atau anak

laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak ada anak laki, maka saudara

atau kerabat dari pihak ayah.

Pada masyarakat Kecamatan Kramat, menurut Ibu Jati, sebagai contoh yang

dalam keluarganya, penyelesaian sengketa pembagian warisan diprakarsai oleh

saudara-saudara anak sahnya. Dalam hal ini, mereka meminta petunjuk dari kerabatnya

Page 16: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

dalam hubungan masih berasal dari keturunan satu kakek yang sama yang dalam

keluarga besar tersebut dituakan, maka kemudian didapatlah penyelesaian dari sengketa

tersebut. Harta warisan dibagi dalam bagian yang sama rata antara anak sah dan anak

luar kawin, harta warisan berupa rumah dan toko dijual terlebih dahulu, baru kemudian

hasil dari penjualan tersebut dibagi dalam bentuk uang tunai, secara sama rata kepada 4

orang kakak beradik tersebut, yaitu 3 orang anak sah dan 1 orang anak luar kawin.

Menurut Bapak Yanto Kepala Desa Dapyak Kecamatan Kramat Kabupaten

Tegal, bila sengketa pembagian warisan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara

musyawarah secara keluarga, maka sengketa tersebut dibawa ke dalam musyawarah

adat, di mana dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat

masyarakat Kecamatan Kramat.

Ada pula sengketa pembagian warisan yang tidak dapat diselesaikan secara

musyawarah keluarga ataupun musyawarah adat, sehingga para pihak kemudian

mengajukan gugatan sengketa pembagian warisan ke pengadilan negeri tetapi belum

sampai pada putusan pengadilan para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikannya

secara musyawarah mufakat.

Dengan demikian sengketa pembagian warisan anak luar kawin di Desa Dapyak

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal tidak pernah sampai harus mendapatkan putusan

lewat Pengadilan karena mereka dapat mengatasinya dengan jalan musyawarah secara

mufakat baik dengan musyawarah secara keluarga maupun dengan musyawarah secara

adat yang berlaku di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

Page 17: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari penelitian dan pembahasan diatas maka dapat penulis menyimpulkan hal-hal

sebagai berikut :

1. Kedudukan anak luar kawin di kalangan masyarakat adat Desa Dampyak Kecamatan

Kramat Kabupaten Tegal, orang tua yang tidak mempunyai anak sah tetapi

mempunyai anak luar kawin, maka anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap

keluarga bapak biologisnya akan mendapat warisan dari keluarga bapak biologisnya.

Jika ayah biologisnya mempunyai anak sah dan anak luar kawin, maka dalam

pewarisan anak sah akan mendapat lebih banyak dari anak luar kawin.

2. Penyelesaian sengketa warisan dengan adanya anak luar kawin di Desa Dampyak

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal antara lain :

a. Di masyarakat Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut diselesaikan

terlebih dahulu dengan cara musyawarah diantara para anggota keluarga. Yang

menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut adalah anak anak sah sulung atau

anak laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak ada anak laki,

maka saudara atau kerabat dari pihak ayah.

b. apabila sengketa pembagian warisan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara

musyawarah, maka sengketa tersebut dibawa ke dalam musyawarah adat, dimana

Page 18: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat masyarakat

Kecamatan Kramat

DAFTAR PUSTAKA

Tolib setiady, Bey, Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam kajian

kepustakaan), Penerbit Alfabeta, Bandung, 2008

Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2001

Hilman, Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya bakti,

Bandung, 1999.

Iman, Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 1981.

Teer Haar, Beginselen en Stelsel Van het Adatrecht, JB Groningen

Jakarta, 1950.

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramitha,

Jakarta, 1987.

Page 19: 5.6. Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat

Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia,Rineka

Cipta,1991.