PAPER KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM ADAT WARIS DI
KECAMATAN KRAMAT KABUPATEN TEGAL
Oleh :
Nama : ISKANDAR
Nim : 3301413072
PROGRAM STUDI PPKN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa paper ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Mei 2014
Penulis
(ISKANDAR)
ABSTRAK
KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI
KECAMATAN KRAMAT KABUPATEN TEGAL
Oleh :
ISKANDAR
Kehadiran seorang anak di luar perkawinan akan menjadikan suatu permasalahan yang
cukup serius baik bagi seorang wanita yang melahirkan maupun bagi lingkungan masyarakat
setempat. Dimana dengan adanya anak yang lahir di luar perkawinan itu akan menimbulkan
banyak pertentangan-pertentangan diantara keluarga maupun di dalam masyarakat mengenai
kedudukan hak dan kewajiban anak tersebut.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan paper ini adalah sebagai untuk
mengetahui kedudukan anak luar kawin menurut hukum waris adat di Desa Dampyak Kecamatan
Kramat Kabupaten Tegal dan untuk mengetahui penyelesaian masalah mengenai pembagian
warisan yang terjadi dengan adanya anak luar kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat
Kabupaten Tegal.
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, karena dalam penelitian ini
mengambarkan suatu peristiwa sesuai dengan kenyataan, yaitu tentang kedudukan anak luar
kawin menurut waris adat di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal. Metode
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan hukum yang mempunyai
korelasi dengan anak luar kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
Sedangkan pendekatan empiris yaitu upaya kritis untuk menjawab permasalahan dengan
mengkajinya tidak semata-mata dari sisi norma hukum yang mengatur mengenai hukum waris
adat akan tetapi juga perilaku dari masyarakat adat di Desa Dampyak Kecamatan Kramat
Kabupaten Tegal.
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut : Pertama, Kedudukan anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap keluarga bapak
biologisnya akan mendapat warisan dari keluarga bapak biologisnya. Jika Bapak biologisnya
mempunyai anak sah dan anak luar kawin dikarenakan anak luar kawin itu dapat mewaris dari
Bapak biologisnya tidak sebanyak anak sah. Kedua, Penyelesaian sengketa warisan dengan
adanya luar kawin di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal antara lain :A.Di masyarakat
Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut diselesaikan terlebih dahulu dengan cara
musyawarah diantara para anggota keluarga. Yang menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut
adalah anak anak sah sulung atau anak laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak
ada anak laki, maka saudara atau kerabat dari pihak ayah, B.Apabila sengketa pembagian warisan
tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, maka sengketa tersebut dibawa ke
dalam musyawarah adat, dimana dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat
masyarakat Kecamatan Kramat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat,
bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya dia
diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan
Negara. Melalui kebijakan-kebijakan dalam mengayomi anak. Menurut ajaran islam, anak
merupakan amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa
diperlakukan sekehendak hati orang tuanya. Sebagai amanah, anak harus diperlakukan dan
dijaga sebaik mungkin oleh orang yang memegangnya yaitu orang tua.
Demikian terdapat pula keadaan di mana kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga
tidak selamanya merupakan suatu kebahagiaan. Hal ini biasanya terjadi apabila seseorang
wanita yang tidak bersuami melahirkan anak, hal ini merupakan suatu aib bagi keluarganya.
Anak yang lahir dari seorang wanita yang tidak mempunyai suami atau laki-laki bukan
suaminya, dinamakan anak luar kawin karena di dalam hukum adat tidak hanya mengenal
anak kandung saja, melainkan terdapat juga anak tiri dan anak yang lahir di luar perkawinan.
Seperti yang kita ketahui bersama anak luar kawin secara prinsip hukum adat dicela,
tetapi merupakan kajian yang menarik bila ternyata cela hukum adat terhadap anak luar
kawin justru dapat dikesampingkan, di mana pada kenyataannya penyimpangan yang
dimaksud terjadi juga dengan berlandas kepercayaan akan petaka adat yang bersumber dari
kentalnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos yang ada.
Apabila didalam kehidupan masyarakat ternyata ada seorang wanita yang melahirkan
anak dan tidak mempunyai seorang suami, merupakan masalah yang penting pada kehidupan
individu keluarganya maupun dalam masyarakat, karena anak luar kawin itu akan hidup ke
dalam kehidupan masyarakat seperti halnya anak sah.
Seorang anak luar kawin, menurut hukum adat di Jawa Tengah, dianggap (fiksi) tidak
mempunyai bapak dan oleh karenanya juga tidak memiliki hubungan kekeluargaan dari pihak
bapak. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan dengan ibunya, dan keluarga ibunya, tidak
ada perbedaan antara anak sah dan anak di luar perkawinan dalam hal pemeliharaan
dalam kehidupan bermasyarakat
Hal ini yang melatarbelakangi judul paper ini yaitu :
“KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT DI KECAMATAN
KRAMAT KABUPATEN TEGAL”
BAB 11
PEMBAHASAN
1.1 DEFINISI
A. Definisi Anak Luar Kawin
1. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:
Undang-undang ini tidak secara tegas memberikan pengertian tentang istilah
“anak luar kawin” tetapi hanya menjelaskan pengertian anak sah dan kedudukan
anak luar nikah, hal ini sebagaimana bunyi pasal 42-43 yang pada pokoknya
menyatakan :
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat pernikahan
yang sah. Anak yang dilahirkan di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Kesimpulannya bahwa anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar
pernikahan dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja.
2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pengertian anak luar kawin
dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
A. Anak luar kawin dalam arti luas adalah anak luar pernikahan karena perzinahan dan
sumbang. Anak Zina adalah Anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah,
antara laki-laki dan perempuan dimana salah satunya atau kedua-duanya terikat
pernikahan dengan orang lain sementara Anak Sumbang adalah Anak yang
dilahirkan dari hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan yang antara
keduanya berdasarkan ketentuan undang-undang ada larangan untuk saling
menikahi.
B. Anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan diluar pernikahan
yang sah. Anak zina dan anak sumbang tidak bisa memiliki hubungan dengan ayah
dan ibunya. Bila anak itu terpaksa disahkan pun tidak ada akibat hukumnya (Pasal
288 KUHPerdata). Kedudukan anak itu menyedihkan. Namun pada prakteknya
dijumpai hal-hal yang meringankan, karena biasanya hakikat zina dan sumbang itu
hanya diketahui oleh pelaku zina itu sendiri.
B. Definisi Hukum Waris Adat
Definisi hukum waris adat, menurut pendapat beberapa sarjana dan ahli
hukum adalah:
Menurut Hilman Hadikusuma bahwa,
“ Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang memuat garis garis ketentuan
tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli
waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya
dan pewaris kepada ahli waris, dengan kata lain hukum penerusan harta kekayaan
dari suatu generasi kepada keturunannya.”
Menurut Iman Sudiyat :
“Hukum Waris Adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang
bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta
kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi.”
Teer Haar menyatakan bahwa :
“…….hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara
bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang
berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi.”
2.2 HASIL PENELITIAN
2.2.1 Sistem Pewarisan di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal
Sistem pewarisan di Desa Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal,
menurut seorang perangkat Desa, sebagian besar masih dilakukan menurut ketentuan
hukum waris adat setempat, dan lainnya menurut hukum Islam. Menurut hukum adat
setempat tidak ada perbedaan bagian antara anak anak sah dengan anak anak luar
kawin, dan juga tidak ada ketentuan anak anak sah dapat sesuatu yang khusus
daripada anak anak luar kawin dan begitu juga sebaliknya. Biasanya harta warisan
diukur dengan nilai uang kemudian baru dibagi rata diantara yang menjadi ahli
warisnya. Untuk anak terakhir atau bungsu, baik anak sah maupun anak luar kawin,
mendapat harta warisan lebih banyak daripada anak lainnya, karena menanggung
beban orangtua selama hidupnya, dalam hal ini berdasarkan kesepakatan
keluarganya.
Anak Jadah, merupakan sebutan untuk anak luar kawin di Desa Dampyak,
status anak luar kawin secara adat apabila telah mendapat pengakuan dari ayah
biologisnya ataupun dari seorang pria yang meskipun pada kenyataannya pria
tersebut bukanlah ayah biologisnya, maka status anak tersebut tetap yaitu anak luar
kawin.
Dari kenyataan di atas akan berdampak pada hak pewarisan secara adat
terhadap harta warisan dari ayah biologisnya yang mengakuinya atau harta warisan
dari pria yang mengakuinya, yang berarti bahwa setelah mendapat pengakuan maka
anak luar kawin pada prinsipnya akan mendapatkan harta warisan dari ayah
biologisnya atau atau pria lain yang mengakuinya. Maka kedudukannya seperti anak
sah menurut pandangan ayah yang mengakuinya, padahal anak luar kawin tersebut
tidak berhak mewaris dan pandangan dalam masyarakat tetap memandang anak itu
sebagai anak luar kawin.
Dengan demikian status anak luar kawin di hadapan keluarga dari ayah
biologisnya yang mengakuinya atau di hadapan keluarga pria yang mengakuinya
tetap, yaitu anak luar kawin, tetapi karena adanya pengakuan tersebut maka
hubungan kekerabatan antara anak luar kawin dan keluarga ayah yang mengakuinya
menjadi erat dan harmonis, karena keluarga ayah yang menerimnya telah mengakui
anak tersebut di hadapan keluarga, perangkat Desa dan tokok-tokoh masyarakat.
Pengakuan dari seorang pria yang bukan ayah biologis di lapangan sering
muncul dikarenakan adanya motifikasi untuk menutup aib dari ibu kandung anak
tersebut, pengakuan ini bisa saja dilakukan oleh kerabat terdekat dari keluarga atau
orang dekat dari ibu dengan dilandasi kesadaran tanpa paksaan.
Adapun antara anak luar kawin dan keluarga ibunya terjalin hubungan yang
erat dan harmonis dikarenakan pada dasarnya anak tersebut memiliki kedekatan
emosional yang mendasar dari pihak ibu kandung dan keluarga ibu kandung,
sehingga dari segi pewarisan secara faktual di lapangan dapat dijelaskan bahwa
anak luar kawin mendapatkan hak waris yang sama dengan anak sah.
Dalam hal perkawinan saat ini, menurut seorang perangkat Desa, dinyatakan
bahwa tidak ada ketentuan seseorang harus kawin dengan keturunan siapa, berasal
dari mana, asal calon mempelai suka dan seagama. Banyak juga terjadi orang-orang
asal Desa ini yang menikah dengan orang luar Desa bahkan ada yang menikah
dengan orang dari luar Jawa. Biasanya bertemu ketika masih di bangku kuliah atau
pada saat kerja keluar dari Desanya.
2.2.2 Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Hukum Waris Adat di Desa
Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal
"Seorang anak yang lahir diluar perkawinan, menurut hukum adat waris di
Jawa hanya menjadi waris di dalam harta peninggalan ibunya serta di dalam harta
peninggalan keluarga dari pihak ibu.Seorang anak tersebut menurut hukum dianggap
tidak mempunyai bapak. Terhadap hubungannya dengan ibu, maka tidak ada
perbedaan anak yang sah dengan anak diluar perkawinan." ( Soepomo;Bab-bab
Hukum Adat;1974 )
Dalam hubungan kekerabatan baik antara ayah biologisnya dengan anak luar
kawin (yang karena motivasi adat mendapat pengakuan oleh ayah biologisnya tidak
ada masalah) dengan keluarga ayah biologisnya cukup pada pengakuan bahwa
memang misalnya pria A harus menikahi ibu anak tersebut, karena masyarakat juga
tidak menganggap motivasi menghindari petaka sehingga melahirkan anak jadah
tersebut sebagai perbuatan yang harus dicela dan dikutuk, dan anak tersebut dapat saja
secara bebas bergaul dengan keluarga dari ayah biologisnya, bahkan kekerabatannya
dapat menjadi lebih erat.
Beda halnya apabila setelah adanya anak jadah atau anak luar kawin ternyata
istri pertamanya melahirkan maka ayah biologisnya tetap mengakui anak luar kawin
tersebut, tetapi hubungan anak luar kawin tersebut dengan keluarga ayah biologisnya
sering kurang erat bahkan dapat terkesan jauh
Sedangkan untuk hubungan anak luar kawin dengan ibunya tetap dalam
pengakuan hubungan antara anak dengan ibu kandungnya, keluarga ibu kandung
menerima tanpa adanya perbedaan dengan cucu-cucu lainnya atau anak-anak dari
anaknya, karena keluarga pada garis besarnya memahami motivasi hubungan ibu
kandungnya dengan ayah biologisnya.
Pihak keluarga wanita atau ibu dari anak luar kawin tidak akan memaksa
berlangsungnya perkawinan secara sah antara pria atau ayah biologisnya dari anak
luar kawin tersebut dengan ibu anak luar kawin tersebut, dikarenakan mereka
memahami ancaman petaka adat apabila tindakan berupa keinginan untuk
menikahkan secara sah kedua pasangan tersebut.
Di kalangan masyarakat adat Jawa khususnya di Desa Dampyak Kecamatan
Kramat Kabupaten Tegal, orang tua yang tidak mempunyai anak sah tetapi
mempunyai anak luar kawin, maka anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap
keluarga bapak biologisnya akan mendapatwarisan dari keluarga bapak biologisnya.
Jika ayah biologisnya mempunyai anak sah dan anak luar kawin, maka dalam
pewarisan anak sah akan mendapat lebih banyak dari anak luar kawin, dikarenakan
anak luar kawin itu dapat mewaris dari ayah biologisnya tidak sebanyak anak sah
yang sah.
Dengan demikian kedudukan anak luar kawin menurut hukum adat Jawa pada
umumnya yaitu hak anak luar kawin terbatas pada harta pencaharian (gono gini) yang
diperoleh sendiri keluarga bapak biologisnya maupun ibunya. Sedangkan terhadap
harta pusaka yang diterima bapak biologisnya anak luar kawin tidak berhak
mewarisinya, dan harta pusaka tersebut merupakan hak waris dari saudara anak sah
atau anak luar kawin dari keluarga bapak biologisnya, apabila ia tidak mempunyai
anak sah. Begitu pula yang terjadi pada anak luar kawin di Desa Winong ada 2 alasan
yaitu :
1. Alasan tertentu yang dimaksud sesuai hasil penelitian adalah berupa adanya
kecelakaan dalam pacaran, maka oleh ayah biologisnya anak luar kawin itu
diakui sebagai anaknya, maka status anak tersebut menjadi anak sah menurut
ayah biologisnya.
2. Alasan pengakuan yang lain adanya anak luar kawin dikarenakan kerelaan dan
keiklasan dari seorang pria terhadap kelahiran seorang anak dari seorang wanita
yang didukung faktor menghilangkan aib dengan kepentingan menjaga martabat
keluarga wanita atau karena memang pria tersebut mencintai wanita tersebut,
tetapi pria ini bukanlah ayah biologis dari anak luar kawin tersebut. Kedudukan
anak luar kawin tersebut tetap sebagai anak luar kawin, tetap menurut pria yang
mengakuinya menjadi anak sah.
2.2.3 Penyelesaian Masalah Mengenai Pembagian Warisan yang Terjadi dengan
Adanya Anak Luar Kawin di Desa Dampyak Kecamatan Kramat
Kabupaten Tegal.
Pada kenyataannya walau berstatus anak luar kawin, kedudukannya dalam
pewarisan terhadap harta warisan dari ayah biologisnya dapat dan sering
dipersamakan pembagiannya dengan anak dari perkawinan sah, apabila memang ada
keturunan dari perkawinan terdahulu, bila tidak ada keturunan dari perkawinan
terdahulu anak luar kawin secara sah mewakili kepentingan waris dari harta ayah
biologisnya.
Persamaan pembagian tersebut (warisan sama dengan anak sah) oleh keluarga
ayah biologisnya dipandang sebagai suatu kebijakan dan bukan merupakan kewajiban,
dalam artian beberapa kasus bisa saja anak luar kawin dikesampingkan dalam
pembagian warisan dari ayah biologisnya, hal ini disebabkan karena kurang
harmonisnya atau kerenggangan anak luar perkawinan dengan ayah biologisnya atau
dengan keluarga dan kekerabatan dari ayah biologisnya.
Pembagian warisan terhadap anak luar kawin yang dipersamakan dengan anak
sah didasarkan pada asas parimirma dengan dasar welas asih dan kerelaan. Sehingga
anak luar kawin dan keluarga dari ibu anak luar kawin tersebut tidak memiliki hak
menuntut terhadap harta warisan dari ayah biologisnya. Dasar hukum adat terhadap
pemberian warisan untuk anak luar kawin tidak ada, besarnya pembagian hanya
berdasarkan kerelaan sebesar apa dan barang apa yang akan diberikan oleh keluarga
ayah biologisnya atau berupa wasiat yang dapat berisi apa saja yang akan diberikan
oleh ayah biologisnya.
Anak luar kawin juga berhak terhadap harta warisan dari ibunya, yang harus
diperhitungkan oleh keturunan lainnya dan tidak dapat dikesampingkan. Namun
pemberian dan pembagiannya didasarkan pada kerelaan atau pelaksanaan dari
keinginan almarhumah ibu kandungnya. Persoalan yang muncul sehubungan dengan
hak waris anak luar kawin pada pembagian harta milik ayah biologisnya adalah
keberatan dari keturunan lain yang berkedudukan sebagai anak sah dari pihak ayah
biologisnya. Kasus ini penyelesaiannya secara intern karena pada posisi dan kondisi
sesungguhnya keberadaan anak luar kawin masih dianggap sebagai aib, tetapi karena
didasarkan pada asas parimirma terkadang persoalan warisan ini akan tuntas.
Anak Luar Kawin yang tidak layak menjadi ahli waris apabila :
a. Jika oleh hakim ia dihukum karena membunuh pewaris, jadi wajib ada putusan
hakim yang menghukumnya.
b. Jika ia secara paksa mencegah kemauan pewaris untuk membuat wasiat.
c. Jika ia melenyapkan atau memalsu surat wasiat dari pewaris.
d. Melanggar ketentuan adat yang berlaku bagi pewaris.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dalam kedudukan hak waris
anak luar kawin pada masyarakat Kecamatan Kramat antara lain : faktor pendidikan,
perantauan/migrasi, ekonomi, komunikasi dan teknologi informasi serta agama, satu
sama lainnya saling berkaitan dan membentuk jalinan yang kuat dalam mempengaruhi
perkembangan pewarisan yang terjadi dalam masyarakat adat masyarakat Kecamatan
Kramat. Sehingga pada masa sekarang ini, sudah banyak dijumpai dan dapat kita lihat
proses pembagian warisan yang dilaksanakan secara adil, dengan bagian yang sama
rata pada anak sah dan anak luar kawin, khususnya di daerah Kecamatan Kramat.
2.2.4 Penyelesaian Sengketa Pembag.ian Warisan Anak Luar Kawin Di
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
Di masyarakat Desa Dapyak Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut
diselesaikan terlebih dahulu dengan cara musyawarah diantara para anggota keluarga.
Yang menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut adalah anak sah sulung atau anak
laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak ada anak laki, maka saudara
atau kerabat dari pihak ayah.
Pada masyarakat Kecamatan Kramat, menurut Ibu Jati, sebagai contoh yang
dalam keluarganya, penyelesaian sengketa pembagian warisan diprakarsai oleh
saudara-saudara anak sahnya. Dalam hal ini, mereka meminta petunjuk dari kerabatnya
dalam hubungan masih berasal dari keturunan satu kakek yang sama yang dalam
keluarga besar tersebut dituakan, maka kemudian didapatlah penyelesaian dari sengketa
tersebut. Harta warisan dibagi dalam bagian yang sama rata antara anak sah dan anak
luar kawin, harta warisan berupa rumah dan toko dijual terlebih dahulu, baru kemudian
hasil dari penjualan tersebut dibagi dalam bentuk uang tunai, secara sama rata kepada 4
orang kakak beradik tersebut, yaitu 3 orang anak sah dan 1 orang anak luar kawin.
Menurut Bapak Yanto Kepala Desa Dapyak Kecamatan Kramat Kabupaten
Tegal, bila sengketa pembagian warisan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah secara keluarga, maka sengketa tersebut dibawa ke dalam musyawarah
adat, di mana dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat
masyarakat Kecamatan Kramat.
Ada pula sengketa pembagian warisan yang tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah keluarga ataupun musyawarah adat, sehingga para pihak kemudian
mengajukan gugatan sengketa pembagian warisan ke pengadilan negeri tetapi belum
sampai pada putusan pengadilan para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikannya
secara musyawarah mufakat.
Dengan demikian sengketa pembagian warisan anak luar kawin di Desa Dapyak
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal tidak pernah sampai harus mendapatkan putusan
lewat Pengadilan karena mereka dapat mengatasinya dengan jalan musyawarah secara
mufakat baik dengan musyawarah secara keluarga maupun dengan musyawarah secara
adat yang berlaku di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari penelitian dan pembahasan diatas maka dapat penulis menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Kedudukan anak luar kawin di kalangan masyarakat adat Desa Dampyak Kecamatan
Kramat Kabupaten Tegal, orang tua yang tidak mempunyai anak sah tetapi
mempunyai anak luar kawin, maka anak luar kawin yang berkelakuan baik terhadap
keluarga bapak biologisnya akan mendapat warisan dari keluarga bapak biologisnya.
Jika ayah biologisnya mempunyai anak sah dan anak luar kawin, maka dalam
pewarisan anak sah akan mendapat lebih banyak dari anak luar kawin.
2. Penyelesaian sengketa warisan dengan adanya anak luar kawin di Desa Dampyak
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal antara lain :
a. Di masyarakat Kecamatan Kramat, biasanya sengketa tersebut diselesaikan
terlebih dahulu dengan cara musyawarah diantara para anggota keluarga. Yang
menjadi pemimpin dari musyawarah tersebut adalah anak anak sah sulung atau
anak laki yang dituakan dari keluarga tersebut, atau kalau tidak ada anak laki,
maka saudara atau kerabat dari pihak ayah.
b. apabila sengketa pembagian warisan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah, maka sengketa tersebut dibawa ke dalam musyawarah adat, dimana
dipimpin oleh Kepala Desa atau orang yang dituakan dalam adat masyarakat
Kecamatan Kramat
DAFTAR PUSTAKA
Tolib setiady, Bey, Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam kajian
kepustakaan), Penerbit Alfabeta, Bandung, 2008
Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2001
Hilman, Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya bakti,
Bandung, 1999.
Iman, Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 1981.
Teer Haar, Beginselen en Stelsel Van het Adatrecht, JB Groningen
Jakarta, 1950.
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramitha,
Jakarta, 1987.
Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia,Rineka
Cipta,1991.