103317695 referat gambaran radiologis pada chronic kidney disease

52
REFERAT GAMBARAN RADIOLOGI PADA CHRONIC KIDNEY DISEASE PEMBIMBING DAN MODERATOR Dr. Suhermi Ismail, Sp.Rad DISUSUN OLEH Handra Juanda FK UPN “Veteran”Jakarta 092.0221.218 KEPANITERAAN DEPARTEMEN RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN JAKARTA Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 38

Upload: arman-panggalo

Post on 31-Oct-2015

80 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

yuhuuuuuuuuuuu

TRANSCRIPT

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA

CHRONIC KIDNEY DISEASE

PEMBIMBING DAN MODERATOR

Dr. Suhermi Ismail, Sp.Rad

DISUSUN OLEH

Handra Juanda

FK UPN “Veteran”Jakarta

092.0221.218

KEPANITERAAN DEPARTEMEN RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN JAKARTA

PERIODE 23 JANUARI 2011- 03 MARET 2012

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan

dan tuntunanya penulis dapat menyelesaikan Referat Gambaran Radiologi pada Chronic

Kidney Disease sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Radiologi di Rumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan. Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Dr. Suhermi Ismail, SpRad sebagai pembimbing dan moderator Referat Gambaran

Radiologi pada Chronic Kidney Disease.

2. Dokter Spesialis Radiologi di Departemen Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Persahabatan yang telah memberi bimbingan dan saran dalam penyusunan Referat

Gambaran Radiologi pada Chronic Kidney Disease.

3. Teman-teman seperjuangan di Departemen Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Persahabatan periode 23 Januari – 03 Maret 2011.

Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat Gambaran Radiologi pada

Chronic Kidney Disease ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

sehingga saran, kritik dan masukan sangat diterima dengan tangan terbuka. Semoga

makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi semuanya.

Jakarta, 30 Januari 2012

Handra Juanda

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

BAB.I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Tujuan Penulisan 2

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi 3

II.2 Epidemiologi 3

II.3 Anatomi dan Histologi Ginjal 4

II.4 Fisiologi Ginjal 8

II.5 Patofisiologi 10

II.6 Klasifikasi 12

II.7 Etiologi dan Faktor Resiko 14

II.8 Diagnosis 16

II.9 Pencegahan 26

II.10 Penatalaksanaan 26

II.11 Prognosis 30

BAB. III PENUTUP

III.1 Kesimpulan 31

III.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Batas-batas Ginjal 4

Tabel 2 Bagian-bagian Ginjal 6

Tabel 3 Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation 13

Tabel 4 Dosis Dewasa untuk Renogram 24

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Batas-batas Ginjal 5

Gambar 2 Anatomi dan Histologi Ginjal 7

Gambar 3 Conventional plain film of the abdomen 19

Gambar 4 Contoh Gambaran USG Chronic Kidney Disease 21

Gambar 5 UPJO in a 24-year-old patient 22

Gambar 6 Pola renogram untuk kondisi ginjal tertentu 26

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

BAB. I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah kehilangan atau

penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut dan bertahap serta bersifat menahun

sehingga ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan perawatan

dan pengobatan yang serius.1 CKD dapat berkembang cepat 2-3 bulan dan dapat

pula berkembang dalam waktu yang sangat lama 30-40 tahun.2

Chronic Kidney Disease telah menjadi kekhawatiran yang berkembang di

dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang buruk. Di

Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang dewasa.

Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun prognosis gagal

ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001

menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal

Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.

Morbiditas gagal ginjal juga cukup tinggi di mana pasien yang menjalani dialysis rata-

rata 4 (empat) kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari perawatan Rumah Sakit (RS)

per tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari rata-rata populasi. Jumlah

pasien dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar namun mortalitas, morbiditas,

hari perawatan RS per tahun, dan kualitas hidup belum diteliti lebih lanjut. Sebagian

besar penderita tidak menyadari penyakit tersebut karena CKD asimtomatik sampai

ia berkembang dengan signifikan.3

Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita

gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 %

setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit

ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia

diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar

100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi

dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari

sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik mencapai

22 orang dengan persentase 27,5 %.2

Pendekatan diagnosis pada gagal ginjal kronik dapat menggunakan temuan

gambaran klinis, laboratoris, radiologis dan histopatologi ginjal.Temuan ginjal kecil

ekogenik bilateral (<10 cm) menggunakan USG mendukung dianosis CKD, meskipun

ginjal yang normal atau besar dapat pada gagal ginjal yang disebabkan penyakit

ginjal polikistik dewasa, nefropati diabetik, nefropati terkait HIV, mieloma multipel,

amiloidosis, dan uropati obstruktif. Bukti radiologis osteodistrofi ginjal merupakan

temuan lain yang bermakna, karena perubahan pada x-ray karena

hiperparatiroidisme sekunder tidak muncul kecuali jika tingkat paratiroid telah

meningkat selama 1 tahun.1

I.2 Tujuan Penulisan

Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di Bagian

kepaniteraan Radiologi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan

Untuk menambah ilmu pengetahuan gambaran radiologi pada Chronic Kidney

Disease (CKD) baik bagi petugas medis maupun masyarakat umum.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation (NKF) di

Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerolus

(GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan

untuk mengetahui adanya suatu gangguan ginjal. Kadar ureum >40 mg/dl dan

kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya gangguan fungsi ginjal.

Kerusakan ginjal sendiri didefinisikan sebagai abnormalitas patologis atau

marker (penanda) kerusakan, termasuk abnormalitas di uji darah atau urin ataupun

hasil pencitraan.3

II.2 Epidemiologi

Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9

orang dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun

prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada

tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage

Renal Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.

Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita

gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 %

setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit

ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia

diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar

100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi

dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah

Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik mencapai

22 orang dengan persentase 27,5 %.2

II.3 Anatomi dan Histologi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang pada orang

dewasa berukuran panjang 10-13 cm (4 -5 inci), lebar: 5-7,5 cm (2-3 inci), dan berat +

150 gram. Persentase berat ginjal: 0,5% dari berat tubuh. Terdapat sepasang

(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya

retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)

dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah

kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub

atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal

kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)

sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-

batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri.4

Batas Ginjal Ginjal Kanan Ginjal Kiri

Anterior Lobus kanan hati Dinding dorsal gaster

Duodenum pars descendens Pankreas

Fleksura hepatica Limpa

Usus halus Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m. transversus

abdominis(aponeurosis), n.subcostalis, n.iliohypogastricus, a.subcostalis,

aa.lumbales 1-2(3), iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Tabel 1. Batas-batas Ginjal

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gambar 1. Batas-batas Ginjal

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Korteks

Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus

renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus

kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula

Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus

rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus

colligent).

Columna renalis Bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

Hilus renalisSuatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf

atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalisBagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan

calix minor.

Calix minor Percabangan dari calix major.

Calix major Percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalisDisebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan

antara calix major dan ureter.

Ureter Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Tabel 2. Bagian-bagian Ginjal

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus

renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus

proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus

pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu

arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler

peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat

dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di

korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle

yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana

korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang

disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari

aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.

Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri

sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu

segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan

simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,

n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen

viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.4

II.4 Fisiologi

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan

keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam

tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan

amoniak. Tiga tahap pembentukan urine :5

II.4.a Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,

seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat

impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel

terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,

glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)

adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar

seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus

ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =

Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut

filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara

kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh

tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik

koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-

tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

II.4.b Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non

elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi

selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

II.4.c Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran

darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak

terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang

secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-

ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga

telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan

ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya

bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya

kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium

harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan

ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).

Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu

kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.

Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat

menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi

penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

I.5 Patofisiologi

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun

penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya

mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang

berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya

mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada

penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan

adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan

pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian

seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan

gagal ginjal terminal.3

II.6 Klasifikasi

CKD jarang reversibel dan mengarah pada penurunan progresif fungsi ginjal.

Hal ini terjadi bahkan setelah kejadian yang memicu telah disingkirkan. Pengurangan

massa ginjal menyebabkan hipertrofi nefron-nefron yang tersisa dengan hiperfiltrasi,

dan angka Glomerus Filtration Rate pada nefron-nefron tersebut di atas normal.

Adaptasi ini memberikan beban pada nefron-nefron tersisa dan menyebabkan

sklerosis glomerular progresif dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan bahwa

hiperfiltrasi memperburuk fungsi ginjal.

Definisi tidak dapat berdasarkan nilai kreatinin serum (Creatinin Clearence

Test) semata karena korelasi non-linear antara nilai kreatinin serum dengan GFR.

Namun demikian prediksi GFR dapat dilakukan dengan memasukkan nilai kreatinin

serum ke dalam persamaan tertentu dengan mempertimbangkan pula jenis kelamin,

usia, ras, dan ukuran tubuh.

Caranya, cukup mengukur kadar kreatinin darah (sCr: serum Creatinin), bisa

diketahui persentase fungsi ginjal dari GFR-nya dengan rumus :

Laki-laki GFR = (140 - umur) x (BB)/ (serum Creatinin x 72)

Wanita GFR = (140 - umur) x (BB) x 0.85/ (serum Creatinin x 72)

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Literatur barat memiliki kecenderungan terkini adalah menggantikan

persamaan yang terdahulu yaitu persamaan Cockcroft-Gault dengan persamaan dari

studi Modification of Diet in Renal Disease (MDRD). Selain melibatkan lebih banyak

variabel persamaan MDRD juga memprediksi GFR lebih baik daripada persamaan

Cockcroft-Gault dengan bias dan dan sebaran yang lebih sedikit. Sebuah studi dalam

100 pasien menunjukkan bahwa persamaan Cockcroft-Gault memiliki bias –14%

sampai dengan +25% dan 75% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur.

Tiga penelitian mengenai persamaan MDRD menunjukkan bias –3% sampai dengan

+3% dan 90% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur. Terdapat

beberapa persamaan MDRD namun yang banyak diadopsi dalam Clinical Practice

Guidelines adalah versi singkat dengan empat variabel, yaitu

GFR (ml/menit/1,73 m2) = 186 x (SCr)-1,154 x (Usia dalam tahun)-0,203

dengan penyesuaian dikalikan 0,742 untuk perempuan dan 1,21 untuk ras kulit

hitam

Pengukuran klirens kreatinin menggunakan penampungan urin 24 jam tidak

memberikan perkiraan GFR yang lebih tepat dibandingkan menggunakan

persamaan. Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation adalah sebagai

berikut:3

Tingkat Deskripsi GFR Nilai

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau menurun 90

Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan 60-89

GFR menurun sedang 30-59

GFR menurun berat 15-29

Gagal ginjal < 15 (atau dialysis)

Tabel 3. Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation

II.7 Etiologi dan Faktor Resiko

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Meskipun CKD dapat disebabkan oleh kelainan atau penyakit dari ginjal itu

sendiri , namun penyebab utamanya adalah :1

II.7.a Diabetes Melitus type 1 dan 2

Diabetes Melitus dapat menyebabkan kondisi diabetic nefrofathy dan

merupakan penyebabkan utama penyakit ginjal di Unted State.1 Menurut

American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus

dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil

lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat

berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi

ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.3

II.7.b Hipertensi

Hipertensi jika tidak terkontrol dapat mengakibat kerusakan pada

ginjal.1 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya

atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.3

II.7.c Glomerulonephritis

Glomerulonephritis adalah inflamasi dan kerusakan dari system

filtrasi di ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Kondisi post infeksi dan

LUPUS adalah penyebab utama glomerulonephritis.1 Istilah glomerulonefritis

digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan

tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis

dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit

dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder

apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau

amiloidosis.Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan

ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan

atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal

seperti dialisis.3

II.7.d Polycystic kidney diease

Polycystic kidney diease adalah contoh penyebab yang sifatnya

herediter dari CKD, dimana ginjal mempunyai multiple cystic.1 Kista adalah

suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang

semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan

kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula.

Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai

keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang

paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah

penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena

sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata

kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah

dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa.3

II.7.e Penggunaan analgetik

Penggunaan analgetik seperti asetaminofen (Tylenol ) dan ibuprofen

(motrin, advil ) secara reguler dan dalam waktu lama dapat menyebabkan

neprophaty analgetic. Beberapa jenis obat yang lain dapat pula menyebabkan

kerusakan di ginjal.

II.7.f Artherosclerosis

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Artherosclerosis menyebabkan kondisi yang disebut ischemik neprophathy.

II.7.g Obstruksi aliran urine

Obstruksi aliran urine oleh karena batu saluran kencing, pembesaran

prostat, stuktur atau cacer dapat menyebabkan kidney disease.

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai

berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal

polikistik (10%).

Berdasarkan data dari National Kidney Foundation pada tahun 2009 faktor

risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi,

obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat

penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.3

II.8 Diagnosis

II.8.a Gambaran Klinis

Fatigue dan lemah

Fatigue dan lemah akibat anemia dan akumulasi dari produk

sisa metabolism.

Loss of appetite, nausea & vomiting

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari

sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.

Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai

hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk

amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan

mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini

akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan

antibiotika.

Edema

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gatal, mear, kulit pucat

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum

jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.

Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan

paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang

dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea

frost.

Sakit kepala, peripheral neurophaty, gangguan tidur, gangguan status

mental (encephalopaty karena uremia)

Kelainan Mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada

sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang

setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang

adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan

gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina

(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau

deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye

syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin

juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit

hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

Hipertensi

Edema pulmonal sehingga timbul sesak nafas

Nyeri sendi, tulang dan fraktur

Disfungsi seksual

II.8.b Pemeriksaan Penunjang

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

II.8.b.i Pemeriksaan Laboratorium

Ureum serum, nilai normal 20 – 40 mg/dl

Kreatinin serum, nilai normal 0.5 – 1.5 mg/dl

Asam urat serum, nilai normal pada pria berkisar 3,5 – 7 mg/dl

dan wanita 2,6 – 6 mg/dl.

Kadar Hb, nilai normal pada pria adalah 13 gr% - 18 gr%, dan

wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr%

II.8.b.ii Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan

tujuannya, yaitu:

Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen perhatikan dan ukur kontur

ginjal. Pada foto polos kontur ginjal sering tidak tervisualisasi.

Pielografi retrograde

Pielografi retrograde adalah pemasukan zat kontras

melalui kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal yang dapat

dilakukan selama sistoskopi. Dilakukan untuk mendeteksi batu

ginjal, tumor, hyperplasia prostat, penyebab dari hematuria dan

infeksi saluran kemih, dan mengeluarkan batu ginjal.

BNO-IVP

Pemeriksaan IVP untuk mengetahui adanya kelainan pada

sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary

pasien. Dengan IVP dapat diketahui adanya kelainan pada sistem

tractus urinary dari batu ginjal, pembesaran prostat, dan tumor

pada ginjal, ureter dan blass Kontra Indikasinya adalah alergi

terhadap media kontras, pasien yang mempunyai kelainan atau

penyakit jantung, pasien dengan riwayat atau dalam serangan

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

jantung, neonates, diabetes mellitus tidak terkontrol, pasien yang

sedang dalam keadaan kolik, dan hasil ureum dan kreatinin yang

tidak dalam batas normal

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada pasien

gagal ginjal adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi. USG saat ini digunakan

sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan

pembuluh darah ginjal.6 Gagal ginjal kronik pada umumnya diikuti dengan

kenaikan kadar kreatinin dan menimbulkan gambaran ultrasonografi gagal ginjal

kronik.1

Pemeriksaan ultrasonografi pada gagal ginjal untuk mengetahui adanya

pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, mengkaji aliran urin dalam ginjal.3 USG

abdomen pada pasien gagal ginjal kronik biasanya ditandai dengan korteks yang

lebih hiperechoic hingga hampir sama dengan sinus renalis.Selain itu dapat

ditemukan pula ukuran ginjal yang mengecil dan batas korteks medula yang tidak

jelas. Pada pemeriksaan USG gambaran hiperechoic pada parenkim ginjal kanan

dapat menimbulkan kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan. Normalnya,

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gambar 3. Conventional plain film of the abdomen called a KUB (Kidneys, Ureters, Bladder) obtained following adminstration of IV contrast for IV urography shows normal collecting system. Calyces (arrows), renal pelvis (P), ureters (*) and bladder(B).

parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki sonodensitas yang lebih rendah

dari pada hepar, sehingga bersifat hipoechoic.

Sonodensitas yang lebih tinggi dapat ditemukan pada parenkim sinus

renalis karena komposisi lemak yang dimilikinya. Gambaran sonodensitas

parenkim yang meningkat mungkin disebabkan proses inflamasi akibat riwayat

konsumsi jamu dan obat-obatan yang sangat mungkin bersifat nefrotoksik.

Besar kedua ginjal yang masih normal pada USG menandakan proses

penyakit ginjal kronik yang masih awal dimana berkurangnya massa ginjal belum

jelas terlihat. Gambaran PCS yang tidak melebar dan tidak ditemukannya batu

pada struktur ginjal kanan dan kiri dapat menyingkirkan kemungkinan proses

obstruktif sebagai etiologi.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gambar 4. This elderly male patient presented with symptoms of medical renal disease. Sonography of the kidneys revealed:

1) bilateral echogenic (hyperechoic renal cortex) kidneys

2) both kidneys appear small in size (atrophic)

3) reduced thickness (thinning) of renal cortex (10mm.)

4) reduction in cortico-medullary differentiation

These ultrasound images are diagnostic of chronic medical renal disease (or chronic renal failure). All ultrasound images above (taken using Toshiba Nemio-XG Color Doppler imaging system, by Joe Antony, MD, India.

Nefrotomogram

Nefrotomogram adalah serangkaian gambar sinar-x dari ginjal. Sinar-x

diambil dari sudutyang berbeda dan menunjukkan ginjal dengan jelas, tanpa

bayangan dari organ-organ di sekitarnya.

Nefrogram

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Gambar 5. UPJO in a 24-year-old patient.

(a) Distal obstructive ureter was not displayed by IVU image.

(b) Oblique reconstructed imaging of CTU images showed left side hydronephrosis and distal obstructive ureter.

(c) Detection of the ventral crossing artery at the ureteropelvic junction by axial CTU image.

Pemeriksaan Renograf dapat melihat adanya gejala kelainan ginjal. Hasil yang

diperoleh dari renograf adalah grafik renogram. Teknik Renografi untuk memeriksa

fungsi ginjal telah dikenal sejak tahun 1950-an. Alat renograf menggunakan

radioisotop sebagai perunut (tracer) yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien.

Indikasi pemeriksaan renografi dapat dilakukan atas permintaan dokter untuk pasien

dengan berbagai latar belakang klinis gangguan fungsi ginjal. Renografi dalam sistem

pelayanan kesehatan dapat berperan sebagai sarana screening diagnostic maupun

sebagai sarana pemantauan hasil pengobatan atau tindakan medis.

Waktu yang diperlukan untuk persiapan dan pemeriksaan pasien relatif

singkat. Dosis isotop yang lebih aman (seperempat dari yang diperlukan pada

penggunaan kamera gamma), kelengkapan perangkat lunak (software) yang mudah

digunakan (user friendly) dan kesederhanaan alat yang tidak memerlukan personil

terdidik khusus (high skill personnel) untuk pengoperasian dan perawatan alat, serta

biaya investasi yang kurang dari sepersepuluh kamera gamma, sehingga biaya

operasional per pasien sangat ekonomis. Renograf Dual Probes sesuai untuk rumah

sakit kecil yang belum memiliki kamera gamma, ataupun rumah sakit sibuk yang

berusaha mengurangi beban penggunaan kamera gamma yang telah ada untuk

pemeriksaan ginjal.

Radioisotop yang dikandung oleh ginjal akan menjadi sumber radiasi bagi alat

renograf. Selanjutnya radiasi yang dipancarkan akan dideteksi oleh suatu detector

yang terdaoat pada alat renograf. Dalam kedokteran nuklir, pengamatan terhadap

perunut yang dilakukan dari luar tubuh penderita disebut pengamatan “in-vivo” yang

artinya memasukkan radioisotop γ ke dalam tubuh manusia.

Pada prinsipnya alat renograf bekerja sebagai alat pencacah aktivitas perunut

radioisotop yang terkandung oleh ginjal. Suatu perunut radioisotope I-131

disuntikkan pada tubuh pasien secara intravena. Parunut akan dibawa oleh darah ke

organ-organ tubuh dan disebarkan ke seluruh pembuluh darah yang ada di organ-

organ tersebut, yang berakhir di ginjal. Pada ginjal perunut dikumpulkan pada pelvis

renalis, kemudian bersama-sama zat lain yang tidak berguna dibuang melalui urine.

Peristiwa mengalirnya perunut radioaktif dalam pembuluh-pembuluh ginjal dideteksi

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

oleh detector yang diletakkan tepat pada posisi organ ginjal. Dari pemantauan

detector dihasilkan laju cacahan atau jumlah pulse per detik

Tabel 4. Dosis Dewasa untuk Renogram

Persiapan pemeriksaan renografi yaitu yakinkan peralatan telah disiapkan

sesuai radiofarmaka yang akan digunakan (setting LLD-ULD) dan telah dilakukan uji

kesetabilan (chi-square test). Berikan kepada pasien air minum (hydrate) sebanyak

250 s/d 500 ml sebelum prosedur pemeriksaan. Pasien diminta buang air kecil

sebelum pengaturan posisi pemeriksaan. Isikan data pasien pada form file baru

(pada komputer).

Atur posisi pasien (duduk atau tiduran), arahkan masing-masing probe ke

ginjal kiri dan kanan, pasien diminta untuk tidak menggerakkan punggung selama

pemeriksaan. Ketepatan posisi dan pengaturan arah probe sangat menentukan

keberhasilan pengukuran. Kunci posisi kursi/tempat tidur pasien dan detektor

probes agar tidak berubah selama pengukuran. Injeksikan radiofarmaka secara

intravena pada lengan kanan atau lengan kiri pasien (gunakan bolus teknik), serentak

dengan injeksi mulailah pengukuran. Pengukuran berlangsung selama 18 s/d 20

menit dan dapat diperpanjang sampai 40 menit apabila diperlukan.

Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan, sekresi,

ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari radiofarmaka pada ginjal sesaat

setelah injeksi intravena. Pemonitoran dari luar tubuh ini dimungkinkan karena

radiofarmaka yang digunakan mengandung isotop yang memancarkan radiasi

gamma. Hasil pengukuran adalah berupa kurva renogram.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Fisiologis renogram (normal) terdiri atas 3 segmen (fase) :

o Fase I : Memberikan informasi tentang kapasitas respon renovaskuler. Kurva

memiliki up-slope yang tajam dan berlangsung cepat (sekitar 30 detik).

o Fase II : Memberikan informasi tentang kapasitas uptake, konsentrasi dan

sekresi jaringan parenchym ginjal (nephron). Kurva memiliki up-slope yang

lebih landai dan berlangsung kurang dari 5 menit.

o Fase III : Memberikan informasi tentang kapasitas ekskresi atau eliminasi

kedua ginjal. Kurva menurun (downslope) dimulai dari puncak fase II sampai

akhir pemeriksaan.

Ketiga fase merupakan refleksi keadaan urodinamik kedua ginjal. Gangguan

pada masing-masing fase memiliki makna klinis yang berbeda. Walaupun secara

komprehensip dapat saling mempengaruhi.8

Gambar 4. Pola renogram untuk kondisi ginjal tertentu

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

II.9 Pencegahan

Berdasarkan National Kidney Foundation pada tahun 2009 upaya pencegahan

terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini

penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat

dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi

(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),

pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan

aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.3

II.10 Penatalaksanaan

II.10.a Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit.3

Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah

atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat

merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

Kebutuhan elektrolit dan mineral

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal

disease).

II.10.b Terapi simtomatik

Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum

kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis

metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium

bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau

serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

Anemia

Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian

transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak.

Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain

adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang

harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.

Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

Kelainan neuromuskular

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita.

II.10.c Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.3

Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak

boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu

indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam

indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan

diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic

Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,

yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,

dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan

sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal.

Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di

Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua

(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat

ginjal.

Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil

alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis

hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

Kualitas hidup normal kembali

Masa hidup (survival rate) lebih lama

Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk

mencegah reaksi penolakan

II.11 Prognosis

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.

Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis

metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema,

edema paru, fluktuasi berat badan, dan penyakit dasar batu ginjal,

glomerulonefretis, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya.

Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan.

Penelitian dilakukan di laboratorium instalansi hemodialisis rumah sakit dr

Soetomo Surabaya, waktu studi 3 tahun dan Januari 1998 sampai dengan Desember

2000. Berdasar hasil pengamatan terhadap lembar observasi pasien gagal ginjal

kronis ditemukan 258 orang pasien yang digunakan sebagai anggota populasi ada 4

faktor prognosis gagal ginjal kronis yaitu penyakit dasar yang lain ( PDL), edema paru

(EP), frekuensi hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh

nyata terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi

hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan baik.9

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

BAB.III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation (NKF) di

Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi

glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kadar

ureum >40 mg/dl dan kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya

gangguan fungsi ginjal.

Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita

gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10

% setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi

penyakit ginjal kronik di Indonesia.

Etiologi CKD dari yang terbanyak yaitu glomerulonefritis (25%), diabetes melitus

(23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).

Gambaran klinis pasien CKD yaitu lemas, penurunan nafsu makan, edema.

Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis CKD yaitu kadar ureum

>40 mg/dl dan kreatinin serum >1.5 mg/dl.

Pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto polos abdomen, BNO-IVP,

pielografi retrograde, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, dan pemeriksaan

renografi.

USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan

gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim,

sistem collecting dan pembuluh darah ginjal. Sedangkan renogram dapat melihat

adanya gejala kelainan ginjal. Hasil yang diperoleh dari renogram adalah grafik

renografi.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

Penatlaksanaan CKD berupa terapi konservatif, terapi simptomatik, dan terapi

pengganti ginjal dimana terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal

kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat

berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.

III.2 Saran

Perlunya tindakan preventif berupa meningkatkan kesadaran terutama bagi

individu dengan faktor resiko Chronic Kidney Disease berupa pemeriksaan

kesehatan secara teratur dan berkala baik berupa konsultasi dengan dokter,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis jika dicurigai adanya

gangguan fungsi ginjal.

Perlunya tindakan preventif dan kuratif bagi individu dengan gangguan saluran

kemih yang segera agar terhindar dari kerusakan fungsi ginjal lebih lanjut.

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwahyudi, Ari. Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease 2010 Mar 28 (citied

2012 Jan 30). Available at http://aripurwahyudi.com/intensive-care/chronic-kidney-

disease.htm

2. Hukari, Dwi. Leaflet Chronic Kidney Disease. Leaflet Manajemen Nyeri 2010 Apr 04

(citied 2012 Jan 30). Available at

http://rentalhikari.word-press.com/2010/04/04/leaflat-chronic-kidney-disease.htm

3. Nurdin HM. Chronic Kidney Disease. Be Smart and Educated 2010 Aug 16 (citied

2012 Jan 30). Available at http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/chronic-kidney-

disease.html

4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001.

6. Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Antony, Joe. Chronic Renal Failure. Ultrasound Images of Diseases of the

Kidneys 2007 (citied 2012 Jan 30). Available at http://www.ultrasound-images.com

8. Wahid. Renograf Dual Probes Sebagai Pendeteksi Fungsi Ginjal. Instrumentasi Medis

Fisika UI 2011 Mei 21 (citied 2012 Feb 10). Available at http://medical-

instruments11.blogspot.com/2011/05/renograf-dual-probes.html

9. Suharto. Penerapan Model PH Cox pada Studi Pasien Gagal Ginjal Kronik 2004 Feb 19

(citied 2012 Feb 08). Available at http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-

s2-2004-suharto-969-cox

R a d i o l o g i c a l I m a g i n g i n C h r o n i c K i d n e y D i s e a s e Page 38