07640020 dafiqiy yalu ulin nuha
TRANSCRIPT
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode geomagnetik adalah salah satu metode geofisika yang
memanfaatkan sifat kemagnetan bumi. Dengan menggunakan metode
geomagnetik ini diperoleh kontur yang menggambarkan distribusi suseptibilitas
batuan di bawah permukaan. Dari nilai suseptibilitas selanjutnya dapat dilokalisir
atau dipisahkan batuan yang mengandung sifat kemagnetan dan yang tidak.
Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan pada 112 titik ukur yang
tersebar pada area seluas 300 x 400 meter. Sedangkan jarak antara titik ukur yang
satu dengan titik ukur yang berikutnya sekitar 25 sampai 50 meter. Setelah proses
pengambilan data (akuisisi data) pada daerah penelitian dilakukan, maka perlu
dilakukan pengolahan data untuk kemudian diinterpretasi.
Pengolahan data geomagnetik bertujuan untuk mendapatkan harga
anomali medan magnet total dari satu titik amat yang ditimbulkan oleh
kemagnetan batuan hasil induksi medan magnetik luar dan medan magnetik bumi
dan anomali medan magnet lokal. Pengolahan data dimulai dengan melakukan
Koreksi Harian (Diurnal) dan Koreksi IGRF untuk mendapatkan nilai anomali
medan magnet total. Proses pengolahan data selanjutnya adalah memisahkan
anomali regional dan anomali lokal dengan melakukan proses kontinuasi ke atas.
Langkah selanjutnya adalah anomali lokal tersebut di reduksi ke kutub. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam proses penginterpretasian.
48
4.1. Pengolahan Data
Setiap titik pengukuran diambil lima data pengukuran dan dari lima kali
pengukuran tersebut diambil rata-rata dari data yang juga dilihat perbedaan data-
data tersebut (jika ada satu atau dua data yang berbeda jauh, maka data tersebut
tidak digunakan). Hasil perhitungan rata-rata tersebut maka data selanjutnya yang
didapatkan adalah data intensitas medan magnet total di titik tersebut. Langkah
berikutnya adalah menghitung koreksi diurnal, koreksi IGRF, kontinuasi ke atas
dan reduksi ke kutub untuk anomali lokal. Langkah yang selanjutnya adalah
penginterpretasian baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Data-data yang telah dikoreksi selanjutnya dibuat peta kontur yang terdiri
dari peta kontur topografi, peta kontur intensitas medan magnet total, peta kontur
hasil Koreksi Diurnal, peta kontur anomali medan magnet total, peta kontur
anomali regional dan anomali lokal dan juga peta kontur anomali lokal yang telah
di reduksi ke kutub. Pembuatan peta kontur dilakukan dengan menggunakan
Software Surfer 9. Peta kontur topografi dibuat dengan memasukkan nilai
topografi titik-titik pengukuran dan koordinat titik-titik pengukuran.
49
Ketinggian(meter)
U
nT U
Ket:
Skala warna
Garis kontur
SkalaWarna
GarisKontur
Gambar 4.1 Kontur Topografi Daerah Penelitian
Gambar 4.2 Kontur Intensitas Medan Magnet Total dengan Interval Kontur100 nT
Gambar 4.2 tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai intensitas medan
magnet daerah penelitian berkisar antara 44750 nT sampai dengan 46150 nT.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat terdapat tiga nilai intensitas medan
998
1018
1018
1038
45250
45250
45250
45500
45500
45500
45500
45500
45500
45750
45750
45750
45750
45750
664350 664400 664450 664500 664550 664600 664650 664700 664750 664800
9129950
9130000
9130050
9130100
9130150
9130200
9130250
9130300
9130350
9130400
50
magnet yaitu rendah (kurang dari 45250 nT), sedang (45250 nT sampai 45650
nT), dan tinggi (lebih dari 45650 nT)
4.1.1 Koreksi Diurnal dan Koreksi IGRF
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang berasal dari
medan magnet luar dan medan magnet utama bumi. Tujuan dari survei medan
magnetik ini untuk mendapatkan nilai anomali lokal, sedangkan data yang
diperoleh dari pengukuran merupakan medan magnet total hasil sumbangan dari
tiga komponen dasar medan magnet, yaitu medan utama (main field), medan luar
(external field), dan medan observasi lokal. Untuk itu perlu dihilangkan pengaruh-
pengaruh yang berasal selain dari anomali medan magnet lokal.
Koreksi harian (Diurnal) dilakukan untuk menghilangkan efek medan
magnetik yang berasal dari luar. Koreksi diurnal dapat diperolah dengan
mengurangkan nilai intensitas magnet pada titik pengukuran dengan nilai
intensitas magnet pada base station (interpolasi linier terhadap waktu).
51
nT
U
Ket:
Skala warna
Garis kontur
SkalaWarna
GarisKontur
Gambar 4.3 Kontur Hasil Koreksi Diurnal dengan Interval Kontur100 nT
Gambar 4.3 merupakan kontur hasil perhitungan Koreksi Harian (Diurnal).
Gambar tersebut apabila dibandingkan dengan Gambar 4.2 (Kontur Intensitas
Medan Magnet Total) masih belum terdapat perbedaan kontur.
Data hasil pengukuran medan magnetik pada dasarnya adalah kontribusi
dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama bumi, medan magnetik
luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik utama tidak lain adalah nilai
IGRF. Jika nilai medan magnetik luar dihilangkan dengan koreksi diurnal, maka
kontribusi medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi IGRF. Koreksi
IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan harga IGRF terhadap nilai
medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran
pada posisi geografis yang sesuai.
Harga matematis IGRF adalah suatu ketetapan yang dilakukan setiap lima
tahun sekali. Dalam penelitian ini digunakan IGRF tahun 2011. Adapun harga
45250
45500
45500
45500
45500
4575045750
52
nTU
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
Skala Warna
Garis Kontur
50
50
300
300
550
550
550
550
550
550
550
550
800
IGRF daerah penelitian yaitu 44986,3 nT. Data medan magnetik yang sudah
dilakukan Koreksi Diurnal dan Koreksi IGRF dinamakan Anomali Medan Magnet
Total yang selanjutnya dapat dibuat peta kontur seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.4 :
Gambar 4.4 Kontur Anomali Magnet Total dengan Interval Kontur 100 nT
Dari gambar 4.4 ditunjukkan variasi nilai anomali magnet yang dapat
dilihat dari skala warnanya, dimana nilainya berkisar antara -200 nT untuk nilai
minimumnya dan 1200 nT untuk nilai maksimumnya. Nilai anomali magnetik
(gambar 4.4) daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
anomali, yaitu: anomali magnetik rendah pada skala warna biru sampai ungu
dengan nilai kurang dari 200 nT. Anomali magnetik sedang pada skala warna
kuning sampai hijau dengan nilai 200 nT sampai 700 nT. Anomali magnetik
tinggi pada skala warna kuning tua sampai merah dengan nilai lebih dari 700 nT
53
4.2 Interpretasi Kuantitatif
Secara umum interpretasi data magnetik terbagi menjadi dua, yaitu
interpretasi kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kuantitatif didasarkan pada pola
kontur anomali medan magnetik yang bersumber dari distribusi benda-benda
termagnetisasi atau struktur geologi bawah permukaan bumi, dengan kata lain
interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menganalisa peta kontur anomali medan
magnetik lokal dengan hasil yang diperoleh berupa lokasi benda penyebab
anomali magnetik berdasarkan klosur kontur.
4.2.1 Kontinuasi ke Atas
Hasil yang didapatkan setelah dikoreksikan IGRF adalah gabungan antara
anomali regional dan anomali lokal. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara
kedua anomali tersebut, karena untuk proses interpretasi hanya dilakukan untuk
anomali lokal saja. Untuk memisahkan anomali regional dan anomali lokal
tersebut maka perlu dilakukan kontinuasi ke atas. Kontinuasi ke atas ini
dimaksudkan agar diperoleh pola anomali magnetik regional yang lebih halus
(smooth) sehingga anomali lokal lebih terlihat dan dapat diketahui benda-benda
yang menyebabkan anomali tersebut. Proses kontinuasi ke atas ini dilakukan
dengan menggunakan bantuan software Magpick.
Kontinuasi ke atas ini dilakukan pada ketinggian tertentu dengan
menghitung data yang seolah-olah diamati pada ketinggian tersebut. Pada
pembahasan ini dilakukan kontinuasi ke atas pada ketinggian 100 sampai 600
meter di atas permukaan laut. Hasil kontinuasi ke atas dengan ketinggian 500
54
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
SkalaWarna
GarisKontur
UnT
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
SkalaWarna
GarisKontur
UnT
meter di atas permukaan laut (gambar 4.5), anomali regional telah melemah,
karena sudah tidak ada pasangan dipole magnetik yang terbentuk pada kontur
anomali regional.
Gambar 4.5 Kontur Anomali Regional Hasil Kontinuasi ke Atas pada Ketinggian500 mdpl
Gambar 4.6 Kontur Anomali Lokal Hasil Kontinuasi ke Atas pada Ketinggian500 mdpl
-300
-300
-300
-50
-50
-50
-50
-50
-50
200
200
200
200
664350 664400 664450 664500 664550 664600 664650 664700 664750 664800
9129950
9130000
9130050
9130100
9130150
9130200
9130250
9130300
9130350
9130400
55
Hasil dari kontinuasi ke atas tersebut diperoleh anomali regional (gambar
4.5) dan anomali magnet lokal (gambar 4.6) yang merupakan pengurangan dari
anomali magnet hasil pengukuran dengan koreksi harian, IGRF dan anomali
regional hasil kontinuasi ke atas.
Kontur anomali magnetik lokal menggambarkan pola dan karakteristik
dari sebaran nilai pengukuran, perlapisan batuan dan struktur yang ada dilapangan
berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan. Nilai anomali magnetik lokal pada
daerah penelitian berada pada kisaran -800 nT sampai 600 nT. Bervariasinya nilai
anomali magnetik lokal tersebut disebabkan oleh adanya ketidakseragaman
material bawah permukaan pada daerah penelitian. Pada penelitian ini target
anomali magnetik yang diharapkan adalah anomali rendah atau sedang karena
berkaitan dengan demagnetisasi batuan akibat panas yang dilepaskan dari suatu
lapangan daerah manifestasi panas bumi, sedangkan anomali tinggi tidak
merupakan sasaran dalam penelitian ini.
Anomali magnetik yang di dapatkan pada penelitian ini menandakan
adanya perbedaan distribusi suseptibilitas di bawah permukaan. Hubungan antara
anomali magnetik dan suseptibilitas batuan dapat diperleh dari persamaan (2.5).
Anomali magnetik tinggi mengindikasikan suseptibilitas batuan positif dan
bernilai tinggi, serta memiliki kerentanan magnetik tinggi. Anomali magnetik
sedang mengindikasikan suseptibilitas batuan positif yang bernilai sangat kecil
dengan kerentanan magnetik yang sedang. Anomali magnetik rendah
mengindikasikan suseptibilitas batuan negatif dengan nilai yang kecil dan
kerentanan magnetiknya sangat rendah.
56
Nilai anomali magnetik (gambar 4.6) daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok anomali, yaitu: anomali magnetik rendah
pada skala warna hijau tua sampai biru dengan nilai kurang dari -300 nT
ditafsirkan sebagai batuan vulkanik yang telah mengalami pelapukan tinggi
(batuan breksi tufaan dan batuan tufa yang telah lapuk). Anomali magnetik sedang
pada skala warna hijau muda sampai kuning dengan nilai -300 nT sampai 300 nT
ditafsirkan sebagai respon batuan vulkanik yang telah mengalami pelapukan
sedang seperti batuan batuan lava dan batuan andesit yang terlapukkan. Anomali
magnetik tinggi pada skala warna kuning tua sampai merah dengan nilai lebih dari
300 nT ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan beku atau batuan vulkanik seperti
batuan lava andesit yang diperkirakan mempunyai hubungan erat dengan batuan
intrusi yang bersifat magnetik sedang sampai tinggi. Berdasarkan tiga kelompok
anomali magnet daerah penelitian didominasi oleh nilai anomali magnetik sedang
yang tersebar di tengah daerah penelitian yang membujur dari utara ke selatan.
Sedangkan anomali magnetik tinggi tersebar pada daerah timur dan barat daerah
penelitian yang membujur dari utara ke selatan dan anomali magnetik rendah
terdapat hanya sedikit pada daerah tengah penelitian. Berdasarkan gambar 4.6
terdapat perubahan harga anomali positif tinggi ke positif sedang dan menerus ke
anomali negatif diduga akibat pengukuran yang mendekati sumber air panas
Songgoriti.
57
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
Skala Warna
Garis Kontur
nT U
4.2.2 Reduksi ke Kutub (Reduction to Pole)
Reduksi ke kutub merupakan salah satu filter dari data magnetik untuk
menghilangkan pengaruh sudut inklinasi megnetik. Pada survei magnetik,
inklinasi vektor kemagnetan baik karena pengaruh induksi ataupun medan dari
luar dapat menghasilkan pola dipol pada data magnetik. Oleh karena itu perlu
dilakukan suatu proses transformasi reduksi ke kutub yang dapat
mentransformasikan vektor kemagnetan tersebut sehingga mempunyai arah
vertikal seperti ketika dilakukan pengukuran di kutub. Dengan transformasi
reduksi ke kutub ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pola anomali magnetik
yang bersifat monopol, sehingga dapat memudahkan proses interpretasi karena
lebih dapat menggambarkan pola sumber dari anomali magnetik. Dari
transformasi tersebut didapatkan pola anomali magnetik seperti gambar di bawah
ini:
Gambar 4.7 Kontur Anomali Lokal Hasil Reduksi ke Kutub dengan IntervalKontur 100 nT
0
0
58
Dari gambar 4.7 yang merupakan peta kontur daerah penelitian yang telah
mengalami transformasi reduksi ke kutub, terlihat perbedaan nilai anomali
magnetik yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai anomali magnetik
total sebelum dilakukan reduksi ke kutub. Setelah dilakukan proses reduksi ke
kutub didapatkan peta kontur anomali magnetik yang mengalami penguatan nilai
kemagnetannya.
Berdasarkan gambar 4.7 juga dapat dilihat bahwa nilai anomali magnetnya
berkisar antara -1500 nT sampai 1200 nT. Hal ini berbeda dengan nilai anomali
magnet sebelum dilakukan reduksi ke kutub (gambar 4.6) yang memiliki nilai
antara -800 nT sampai 600 nT. Dari kontur reduksi ke kutub di atas terlihat jelas
terdapat tiga nilai anomali magnet. Pertama yaitu nilai anomali yang terjadi di
daerah yang memiliki kemagnetan rendah yang ditunjukkan pada skala warna
hijau tua sampai ungu berdampingan dengan nilai anomali yang kedua yang
memiliki nilai kemagnetan sedang yang ditunjukkan oleh skala warna hijau muda
sampai kuning dan nilai anomali tinggi yang ditunjukkan oleh skala warna
kuning tua sampai merah.
Sebelum dilakukan proses transformasi reduksi ke kutub kontras nilai
kemagnetan yang bernilai positif dan kemagnetan yang bernilai negatif yang
menyebabkan adanya anomali tidak merata. Hal tersebut dikarenakan nilai
kemagnetaan masih terpengaruh oleh nilai inklinasi, sehingga menyebabkan data
tersebut masih bersifat dipol. Sedangkan setelah dilakukan proses transformasi
reduksi ke kutub maka terlihat bahwa daerah negatif mulai ternormalisasi karena
struktur anomali berubah sifat menjadi monopol karena pengaruh inklinasi telah
59
dihilangkan sehingga daerah yang sebelumnya negatif mengalami penguatan
menjadi positif.
Hasil analisa dengan menggunakan reduksi ke kutub menghasilkan
anomali yang sebenarnya mempunyai nilai suseptibilitas yang rendah.
Suseptibilitas yang rendah hanya bisa terjadi jika suatu material magnetik
terpanaskan hingga mencapai temperature Curie suatu batuan. Dengan pemanasan
tersebut, material magnetik dapat mengalami demagnetisasi. Dengan
menggabungkan hasil analisa kontur anomali magnetik lokal dan reduksi ke kutub
menunjukkan bahwa daerah sumber air panas Songgoriti terletak pada anomali
magnetik tinggi, sementara harga anomali magnetik rendah yang menunjukkan
zona demagnetisasi hidrotermal (menurunnya sifat kemagnetan batuan akibat
panas) terletak disebelah kanan sumber air panas yang membujur dari utara ke
selatan. Sehingga dapat diperkirakan posisi sumber panas bumi ada di sebelah
kanan (arah timur daerah penelitian) sumber air panas Songgoriti.
4.3 Interpretasi Kualitatif
Interpretasi kualitatif bertujuan untuk menentukan bentuk atau model dan
kedalaman benda anomali atau struktur geologi melalui pemodelan matematis.
Prinsip kerja dari program Mag2dc adalah menyamakan bentuk dari anomali
pengamatan (yang berupa garis putus-putus) dengan anomali perhitungan (yang
berupa garis tegas).
Interpretasi kualitatif dilakukan berdasarkan hasil penafsiran kuantitatif,
sehingga dapat menentukan bagian-bagian penampang anomali yang menarik
60
untuk memperkirakan struktur geologi bawah permukaan. Namun dalam
interpretasi kuantitatif terdapat ambiguitas karena beragam model dapat
dihasilkan karena adanya parameter suseptibilitas, geometri dan kedalaman yang
tidak pasti, sehingga diperlukan data pendukung berupa data geologi daerah
penelitian, data bor, data suseptibilitas batuan dan data geofisika lainnya.
Pemodelan dilakukan dengan metode trial and error sehingga dalam
pekerjannya harus diiterasi sampai didapatkan ralat (error) terkecil. Semakin kecil
prosentase error yang didapatkan, maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
pula tingkat keakuratan dari model yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya,
semakin besar prosentase error, maka tingkat keakuratan dari model yang
dihasilkan juga akan semakin kecil. Perhitungan ralat model ini menggunakan
rumus (Rusdiasari,2011:34): = ∑ 100% (4.1)
Dengan:
RM = ralat rata-rata model terhadap data lapangan
XL = data lapangan (terukur)
XM = data model (terhitung)
n = jumlah data
Model anomali magnetik lokal pada profil AB dan CD yang dibuat dengan
menggunakan software Mag2dc, dimana parameter inputnya adalah inklinasi,
deklinasi dan IGRF (medan magnetik utama bumi). Pada daerah penelitian ini
harga inklinasi dan deklinasi berturut-turut -33,2° dan 1,4° dan harga IGRF
daerah penelitian 44986,3 nT.
61
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
Skala Warna
Garis Kontur
nT U
4.3.1 Interpretasi Kualitatif Penampang Melintang Lintasan AB
Penampang anomali magnetik lokal lintasan AB diambil berdasarkan hasil
penafsiran kuantitatif pola kontur anomali, dimana lintasan AB melintang mulai
dari arah barat hingga ke arah tenggara dengan melewati sumber air panas
Songgoriti dan beberapa anomali positif dan anomali negatif. Anomali positif
terletak pada jarak 0 sampai 74,49 meter dan pada 385,97 sampai 409,78597
meter. Anomali negatif terletak pada jarak 74,5 sampai 379,9780 meter. Panjang
lintasan ini sekitar 409,78597 meter yang terdiri dari 113 titik pengukuran dengan
nilai anomali magnet yang bervariasi antara -222,241 nT sampai 231,5818 nT.
Gambar 4.8 Irisan Penampang Melintang Lintasan AB
-300
-300
-300
-50
-50
-50
-50
-50
-50
200
200
200
200
664350 664400 664450 664500 664550 664600 664650 664700 664750 664800
9129950
9130000
9130050
9130100
9130150
9130200
9130250
9130300
9130350
9130400
62
Gambar 4.9 Model Penampang Anomali Lokal Lintasan AB
Gambar 4.9 yang merupakan penampang melintang anomali lokal untuk
lintasan AB, terdiri dari sumbu Y negatif, sumbu Y positif dan sumbu X. Sumbu
Y positif merupakan nilai anomali magnet dari hasil pengamatan (nT), sumbu Y
negatif adalah kedalaman dari permukaan yang akan diamati, dimana pada
pemodelan ini kedalaman maksimum yang digunakan mencapai 500 meter.
sedangkan untuk sumbu X merupakan jarak lintasan pengamatan (meter) mulai
titik A sampai titik B. Garis putus-putus pada kurva adalah nilai anomali
pengamatan sedangkan garis kontinu adalah anomali hasil perhitungan (respon
dari pemodelan lapisan). Penafsiran litologi batuan pada daerah penelitian
didasarkan pada data geologi. Berdasarkan informasi geologi diketahui bahwa
daerah penelitian didominasi oleh batuan hasil erupsi gunungapi kuarter atas yaitu
batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi Panderman (Qv-p) dan
Penanggungan (Qv-n). di permukaan didominasi oleh sebaran tufa, breksi tufaan,
63
aglomerat, lava, breksi vulkanik, dan tanah pelapukan dari breksi gunung api dan
breksi tufaan umumnya lanau pasiran berkerikil dan lempung pasiran. Terdapat
tujuh body pada pemodelan penampang anomali lokal lintasan AB. Pada lapisan
pertama dari model diduga merupakan batuan tufa dengan nilai suseptibilitas
0,0217 (dalam SI) ditunjukkan dengan warna biru tua yang mempunyai ketebalan
sekitar 12 meter dan lebar 511,953 meter. Lapisan kedua diduga sebagai batuan
tufa dengan suseptibilitas 0,0297 (satuan SI) ditunjukkan dengan warna biru tua
terletak pada kedalaman 12,75 meter dengan ketebalan bervariasi sekitar 15
sampai 79 meter dan lebar 293,812 meter. Lapisan ketiga diduga sebagai batuan
breksi vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI) ditunjukkan warna
biru muda terletak pada kedalaman 13,9442 meter dengan ketebalan bervariasi
sekitar 63 sampai 110 meter dan lebar 432,856 meter. Lapisan keempat diduga
sebagai batuan breksi tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0460 (dalam SI)
ditunjukkan dengan warna hijau terletak pada kedalaman 130,6275 meter dengan
ketebalan bervariasi sekitar 63 sampai 156 dan lebar 393,812 meter. Lapisan
kelima diduga sebagai batuan lava dengan nilai suseptibilitas 0,0660 (dalam SI)
ditunjukkan dengan warna hijau cerah terletak pada kedalaman 188,6228 meter
dengan ketebalan bervariasi sekitar 63 sampai 125 meter dan lebar 393,505 meter.
Lapisan keenam diduga sebagai batuan basalt dengan nilai suseptibilitas 0,0843
(dalam SI) ditunjukan dengan warna merah kecoklatan terletak pada kedalaman
239,0438 meter dengan ketebalan sekitar 125 meter dan lebar 393,505 meter.
Lapisan ketujuh diduga sebagai batuan beku andesit dengan nilai suseptibilitas
0.1031 (dalam SI) ditunjukkan dengan warna merah terletak pada kedalaman
64
378,4861 meter dengan ketebalan bervariasi sekitar 10 sampai 125 meter dan
lebar 124,855 meter. Batuan breksi vulkanik pada lapisan ketiga dengan
kedalaman 13,9442 meter ini diduga sebagai batuan sarang, sebagai tempat
berkumpulnya fluida (air meteorik) yang telah terpanaskan oleh batuan pemanas,
karena batuan breksi vulkanik mempunyai sifat kesarangan yang baik.
Selanjutnya tufa pada lapisan kedua dengan kedalaman 12,75 meter diduga
sebagai batuan penutup (cap rock), karena sifat dari batuan tufa yang mampat
sehingga tidak bisa mengalirkan air atau fluida panas jika tidak ada suatu patahan.
Menurut Alzwar (1987) karena umumnya sumber panas bumi terdapat di
daerah jalur gunung api, maka sebagai sumber panas adalah magma atau batuan
yang telah mengalami radiasi panas dari magma. Sedang batuan penutup dan
batuan cadangan biasanya dibentuk oleh batuan hasil letusan gunung api seperti
lava dan piroklastik. Meskipun di daerah panas bumi, tufa atau abu halus yang
terlempungkan atau lapisan air tanah dapat berfungsi sebagai batuan penutup
sistem panas bumi.
4.3.2 Interpretasi Kuantitatif Penampang Melintang Lintasan CD
Penampang anomali magnetik lokal lintasan CD diambil berdasarkan hasil
penafsiran kuantitatif pola kontur anomali, dimana lintasan CD melintang mulai
dari arah barat hingga ke arah tenggara dengan melewati beberapa anomali positif
dan anomali negatif. Anomali positif terletak pada jarak 6,5 sampai 77,4 meter
dan pada 264,32 sampai 350,85 meter. Anomali negatif terletak pada jarak 0
sampai 1,36 meter dan pada jarak 82,8 sampai 261,97 meter. Panjang lintasan ini
65
nT U
Ket:
Skala warna
Garis kontur
Sumber Air Panas
Skala Warna
Garis Kontur
sekitar 350,85 meter yang terdiri dari 100 titik pengukuran dengan nilai anomali
magnet yang bervariasi antara -187,138 nT sampai 277,3228 nT.
Gambar 4.10 Irisan Penampang Melintang Lintasan CD
Gambar 4.11 Model Penampang Anomali Lokal Lintasan CD
Gambar 4.11 yang merupakan penampang melintang anomali lokal untuk
lintasan CD, terdiri dari sumbu Y negatif, sumbu Y positif dan sumbu X. Sumbu
-300
-300
-300
-50
-50
-50
-50
-50
-50
200
200
200
200
664350 664400 664450 664500 664550 664600 664650 664700 664750 664800
9129950
9130000
9130050
9130100
9130150
9130200
9130250
9130300
9130350
9130400
66
Y positif merupakan nilai anomali magnet dari hasil pengamatan (nT), sumbu Y
negatif adalah kedalaman dari permukaan yang akan diamati, dimana pada
pemodelan ini kedalaman maksimum yang digunakan mencapai 500 meter.
sedangkan untuk sumbu X merupakan jarak lintasan pengamatan (meter) mulai
titik C sampai titik D. Garis putus-putus pada kurva adalah nilai anomali
pengamatan sedangkan garis kontinu adalah anomali hasil perhitungan (respon
dari pemodelan lapisan). Penafsiran litologi batuan pada daerah penelitian
didasarkan pada data geologi. Berdasarkan informasi geologi diketahui bahwa
daerah penelitian didominasi oleh batuan hasil erupsi gunungapi kuarter atas yaitu
batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi Panderman (Qv-p) dan
Penanggungan (Qv-n). di permukaan didominasi oleh sebaran tufa, breksi tufaan,
aglomerat, lava, breksi vulkanik, dan tanah pelapukan dari breksi gunung api dan
breksi tufaan umumnya lanau pasiran berkerikil dan lempung pasiran. Terdapat
tujuh body pada pemodelan penampang anomali lokal lintasan CD. Pada lapisan
pertama dari model diduga merupakan batuan tufa dengan nilai suseptibilitas
0,0226 (dalam SI) ditunjukkan dengan warna biru tua yang mempunyai ketebalan
sekitar 70 meter dan lebar 287,941 meter. Lapisan kedua diduga sebagai batuan
tufa dengan suseptibilitas 0,0290 (satuan SI) ditunjukkan dengan warna biru tua
terletak pada kedalaman 1,95 meter dengan ketebalan bervariasi sekitar 1 sampai
93,75 meter, dan lebar 104,830 meter. Lapisan ketiga diduga sebagai batuan
breksi vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI) ditunjukkan dengan
warna biru muda terletak pada kedalaman 1,19 meter dengan ketebalan bervariasi
sekitar 63 sampai 130 meter dan lebar 379,299 meter. Lapisan keempat diduga
67
sebagai batuan breksi tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0437 (dalam SI)
ditunjukkan dengan warna hijau terletak pada kedalaman 67,9283 meter dengan
ketebalan bervariasi sekitar 94 sampai 120 dan lebar 462,235 meter. Lapisan
kelima diduga sebagai batuan lava dengan nilai suseptibilitas 0,0627 (dalam SI)
ditunjukkan dengan warna hijau cerah terletak pada kedalaman 157,3705 meter
dengan ketebalan bervariasi sekitar 63 sampai 219 meter dan lebar 385,491
meter.. Lapisan keenam diduga sebagai batuan basalt dengan nilai suseptibilitas
0,0850 (dalam SI) ditunjukkan dengan warna merah kecoklatan terletak pada
kedalaman 308,3665 meter dengan ketebalan bervariasi sekitar 70 sampai 195
meter dan lebar 350,17 meter. Lapisan ketujuh diduga sebagai batuan andesit
dengan nilai suseptibilitas 0.1031 (dalam SI) ditunjukkan dengan warna merah
terletak pada kedalaman 379,5650 meter dengan ketebalan bervariasi sekitar 1
sampai 125 meter dan lebar 196,994 meter.
Di daerah gunung api yang terdapat manifestasi panas bumi banyak
terdapat sesar akibat aktivitas tektonik, sesar-sesar tersebut akan mengakibatkan
zona-zona rekahan yang menyebabkan air hujan akan menerobos masuk melalui
rongga-rongga rekahan tersebut dan menuju lapisan yang lebih dalam sampai
akhirnya bertemu dangan batuan panas. Air yang terakumulasi pada batuan panas
tersebut lama kelamaan akan semakin panas kemudian sebagian berubah menjadi
uap panas. Akibar perbedaan tekanan antara permukaan bumi dengan bawah
pemukaan, maka air maupun uap panas akan berusaha mencari jalan keluar
menuju permukaan bumi. Air atau uap panas yang muncul ke permukaan bumi
tersebut dapat berupa uap panas, mata air panas maupun lumpur panas. Hal
68
tersebut merupakan tanda-tanda adanya batuan terobosan yang memanaskan
batuan tersebut.
Berdasarkan peta geologi Lembar Kediri dan Malang, daerah penelitian
didominasi oleh batuan gunungapi kuarter atas (Qv-n,p) terdiri dari: breksi
gunungapi, lava, tuf, breksi tufaan, anglomerat dan lahar. Batuan gunungapi
kuarter atas berasal dari gunungapi Panderman (Qv-p) dan gunungapi
Penanggungan (Qv-n). Sifat fisik dari batuan-batuan tersebut adalah sebagai
berikut: Breksi gunungapi, berwarna kelabu, putih, keruh, hitam dan coklat,
kemerahan meyudut tanggung, kesarangan cukup baik, berkomponen andesit,
diduga sebagai reservoir air tanah. Lava berwarna kelabu-coklat-kemerahan dan
kehijauan, vesikuler, andesit-basaltik, porfiri, ujungnya terbreksikan, berstruktur
aliran atau seperti sisipan melidah dalam breksi. Tuf berwarna kuning-coklat,
berputir pasir dan lapili, mampat, mudah runtuh, sebagai sisipan dalam breksi.
Breksi tufaan, kuning keruh, coklat, kelabu dan kemerahan, berputir pasir kasar-
bom, berkomponen andesit, batu apung, kaca gunungapi. Anglomerat berwarna
kelabu-coklat kemerahan, berbutir pasir sangat kasar, berkomponen pecahan
batuan, mineral hitam, obsidian, berstruktur aliran. Lahar berwarna kelabu, kuning
keruh, berbutir pasir hingga bongkah, berkomponen dari pecahan batuan,
batuapung, kurang mampat.
Berdasarkan interpretasi kuantitatif pada kontur anomali lokal dan reduksi
kutub, daerah sumber air panas Songgoriti terletak pada anomali magnetik tinggi,
sementara harga anomali magnetik rendah yang menunjukkan zona demagnetisasi
hidrotermal (menurunnya sifat kemagnetan batuan akibat panas) terletak disebelah
69
kanan sumber air panas yang membujur dari utara ke selatan. Sehingga dapat
diperkirakan posisi sumber panas bumi ada di sebelah kanan sumber air panas
Songgoriti. Anomali rendah ini yang berada pada arah timur daerah penelitian
diduga berkorelasi dengan pola hidrothermal Cangar-Songgoriti-Kasinan yang
berarah barat daya.
Dari hasil interpretasi kualitatif, pada penampang AB dan CD, yang
memotong anomali positif dan negatif, didapatkan pada model penampang AB
terdapat tujuh body yaitu: batuan tufa, batuan tufa, batuan breksi vulkanik, batuan
breksi tufaan, batuan lava, batuan basalt, dan batuan andesit. Pada model
penampang CD juga terdapat tujuh body yaitu: batuan tufa, batuan tufa, batuan
breksi vulkanik, batuan breksi tufaan, batuan lava, batuan basalt, dan batuan
andesit.
Berdasarkan sifat fisik dari batuan pada lapisan-lapisan tersebut, batuan
breksi vulkanik diduga sebagai batuan reservoir atau batuan sarang dalam sistem
panas bumi yang ada di Songgoriti karena memiliki sifat kesarangan yang cukup
baik. Sedangkan batuan penutup (cap rock) yang merupakan lapisan penahan
fluida panas dari reservoir diperkirakan merupakan batuan tufa, karena sifat
batuan tufa yang mampat. Interpretasi ini juga berdasarkan penelitian sebelumnya
dengan metode geolistrik yang dilakukan oleh Priyambodo (2004) dan metode
gravity yang dilakukan oleh Hidayat (2011) yang menyimpulkan bahwa batuan
sarang pada sistem geothermal di daerah Songgoriti adalah batuan breksi
vulkanik.
70
Pada penelitian ini batuan pemanas pada sistem panas bumi belum bisa
dipastikan apakah berupa kantong magma atau berupa tubuh betuan beku yang
besar, namun diduga kuat batuan tersebut berada pada daerah timur laut
penelitian, hal ini didasarkan pada anomali rendah di daerah tersebut. Untuk
memastikan volume serta kepastian apakah berupa kantong magma atau tubuh
batuan beku masih perlu penelitian lebih lanjut, dengan area penelitian yang lebih
luas khususnya ke arah timur dan timur laut. Pada penelitian ini tidak ditemukan
sesar pada daerah penelitian, hal ini selaras dengan informasi yang terlihat pada
peta geologi lembar Kediri, sehingga diduga kenampakan sistem geothermal yang
ada, disebabkan oleh rekahan batuan atau rembesan.
4.4 Pemodelan Struktur Bawah Permukaan dalam Pandangan Islam
Berbagai kajian dan dan penelitian dalam bidang Geofisika telah
membuktikan bahwa bumi terbentuk dari tujuh lapisan tertentu. Tujuh lapisan
bumi itu sangat berbeda-beda dari segi struktur, kepadatan, suhu dan bahannya.
Oleh karena itu, tidak seorang pun menganggap bumi itu hanya mempunyai satu
lapisan sebagaimana orang di masa lampau berpikir. Penemuan-penemuan tentang
lapisan bumi dikemukakan oleh para ilmuwan abad 21 kepada kita, tetapi sejak
dahulu Al-Qur’an telah memberitahu kita tentang hal tersebut.
Al Qur’an telah menjelaskan kepada kita tentang tujuh lapisan langit dan
tujuh lapisan bumi di dalam dua ayat berikut:
71
1. Surat Al Mulk 67 ayat 3.
Artinya:”Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamusekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurahsesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang,Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”(Q.S. AlMulk:3).
2. Surat Ath-Thalaaq ayat 12
Artinya:”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pulabumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahuibahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, danSesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segalasesuatu”(Q.S. Ath-Thalaaq:12).
Ayat pertama berbicara sifat langit: bilangan langit itu, yaitu tujuh, dan
bentuk langit, yaitu berlapis-lapis. Inilah arti kata thibaqan yang kita temukan di
dalam kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan kamus-kamus bahasa Arab. Sedangkan ayat
kedua menegaskan bahwa bumi itu menyerupai langit, dan hal itu diungkapkan
dengan kalimat, ‘Dan seperti itu pula bumi.’ Sebagaimana langit itu berlapis-
lapis, maka begitu pula bumi, dan masing-masing jumlahnya tujuh lapisan. Fakta
sains telah menjelaskan bahwa lapisan dalam planet bumi memang terdiri dari
tujuh lapisan. Setiap lapisan mempunyai karakteristik dan tugas masing-masing.
Demikian juga dengan langit yang memiliki tujuh lapis atmosfer, tepat seperti
yang diungkapkan dalam kedua ayat diatas (Sudarmojo,2008:56).
72
Allah berfirman dalam Surat Az Zumar ayat 27:
Artinya:”Sesungguhnya Telah kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran Ini
setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.”(Q.S. AzZumar:27)
Ayat diatas menjelaskan tentang keingintahuan manusia terhadap rahasia-
rahasia alam, dimana penjelasan-penjelasan yang selalu dipakai adalah
pendekatan-pendekatan dalam bentuk atau keadaan yang sederhana atau keadaan
ideal. Keadaan ideal ini dinyatakan dalam bentuk perumusan matematika yang
selanjutnya kita sebut sebagai hukum-hukum fisika. Pendekatan-pendekatan yang
dapat dipakai untuk mengetahui lapisan-lapisan bumi adalah pemodelan struktur
bawah permukaan dengan menggunakan metode geomagnetik. Metode ini
bermanfaat untuk memodelkan struktur bawah permukaan yang terdapat
manifestasi panas bumi yang berupa sumber air panas berdasarkan harga
suseptibilitas batuan.
Manusia telah dijadikan khalifah dan segala yang ada di dunia ini
diperuntukkan untuk manusia. Oleh karena itu sepatutnya semua manusia
bersyukur atas segala nikmat itu. Allah telah memberikan manusia nikmat yang
begitu besar di bumi ini, dan manusia harus menjaga nikmat itu dengan tidak
merusak bumi ini. Tujuan dari pemodelan ini adalah agar manusia bisa mengelola
daerah manifestasi panas bumi secara tepat sehingga tidak merusak lingkungan
yang telah ada. Daerah manifestasi panas bumi yang berupa air panas dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk pengeringan produk pertanian, pariwisata, dan
kebutuhan rumah tangga ataupun dapat digunakan sebagai penggerak turbin
73
pembangkit listrik. Banyaknya rumah penduduk dan bangunan villa yang ada di
sekitar daerah penelitian serta suhu udara yang relatif dingin, memungkinkan fluida
panas bumi (air panas) dapat dimanfaatkan sebagai penghangat ruangan. Mengenai
hal ini Allah berfirman dalam Surat Al-A’raaf ayat 74:
Artinya: “dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempatbagimu di bumi. kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yangdatar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah;Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela dimuka bumi membuat kerusakan (Q.S Al-A’raaf: 74).
Penjelasan Al-Maraghi (1989) tentang ayat ini berupa konsekuensi
penciptaan Allah untuk manusia. Ketika Allah telah memberikan nikmat berupa
bumi ini, dengan dijadikannya gunung-gunung sebagai tempat tinggal, tanah yang
datar dijadikannya sebagai istana-istana atas karunia kecerdasan yang diilhamkan
oleh Allah kepada manusia. Konsekuensinya adalah untuk selalu mengingat
betapa besar nikmat itu dan bersyukur.
Ayat di atas dengan jelas menyebutkan perintah untuk mengingat nikmat-
nikmat yang telah diberikan Allah kepada manusia. Mengingat berarti manusia
harus bersyukur dengan segala kemudahan dan nikmat yang diberikan. Selain itu
dalam surat tersebut juga manusia diperintahkan untuk menjaganya. Karena
disebutkan bahwa “janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan
membuat kerusakan”.