walton

10
Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KGFakultas Kedokteran UNS 1 BAB 1 PENDAHULUAN Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Bagian/SMF Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran UNS [email protected] 1.1 Pengantar Periapikal kronis merupakan lesi dasar inflamasi periapikal yang disebabkan oleh iritan pada pulpa nekrotik yang masuk ke jaringan periapikal. Di bidang ilmu Kedokteran Gigi kasus yang melibatkan periapikal kronis pada pulpa nekrosis dapat secepat mungkin disembuhkan melalui perawatan saluran akar. Paparan iritan yang terus menerus pada jaringan periapikal akan menghasilkan suatu pertahanan inang berupa granuloma periapikal. Proses penyembuhan granuloma periapikal dimungkinkan terjadi kekambuhan setelah perawatan saluran akar atau berkembang menjadi kista radikular,yang semakin sulit untuk disembuhkan. Mengingat hal ini, bila proses perjalanan menuju granuloma dapat dicegah maka berbagai kesulitan proses penyembuhan granuloma periapikal dapat diatasi. Sejauh ini imunopatobiogenesis granuloma periapikal yang berkembang dari periapikal kronis karena gigi karies belum dapat dijelaskan. Saat ini secara imunopatobiogenesis granuloma periapikal masih belum jelas, karena masih banyak peneliti yang membahas tentang penyebab gigi yang mengalami nekrosis pulpa. Penelitian yang berkonsep patobiologik secara univariat telah dilakukan, misalnya TNF α (tumor necrosis factor α) dan IL-6 (interleukin-6) pada lesi periapikal (Pršo et al., 2007). Beberapa penelitian yang berkonsep imunopatobiologik juga telah dilakukan, namun hal ini belum menjelaskan secara tuntas, khususnya mengenai mekanisme kejadian granuloma periapikal yang disebabkan oleh gigi karies. Selain itu bila ditinjau dari jumlah kasus gigi nekrosis pulpa yang banyak terjadi pada pasien gigi karies, maka masih diperlukan penelitian yang mendalam tentang mekanisme kejadian granuloma periapikal. Di Indonesia data mengenai penyakit gigi dan mulut diderita oleh 90% penduduk, penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi, sumber dari kedua penyakit tersebut akibat kebersihan rongga mulut yang tidak baik sehingga terjadi akumulasi plak. Data ini sesuai dengan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI (Balitbangkes, 2004). Survei itu menyebut prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05 %. Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tercatat data pasien dari bulan Januari 2007

Upload: aden-dhen

Post on 17-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gfefe

TRANSCRIPT

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG

    Bagian/SMF Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran UNS

    [email protected]

    1.1 Pengantar

    Periapikal kronis merupakan lesi dasar inflamasi periapikal yang disebabkan oleh

    iritan pada pulpa nekrotik yang masuk ke jaringan periapikal. Di bidang ilmu Kedokteran

    Gigi kasus yang melibatkan periapikal kronis pada pulpa nekrosis dapat secepat mungkin

    disembuhkan melalui perawatan saluran akar. Paparan iritan yang terus menerus pada

    jaringan periapikal akan menghasilkan suatu pertahanan inang berupa granuloma periapikal.

    Proses penyembuhan granuloma periapikal dimungkinkan terjadi kekambuhan setelah

    perawatan saluran akar atau berkembang menjadi kista radikular,yang semakin sulit untuk

    disembuhkan. Mengingat hal ini, bila proses perjalanan menuju granuloma dapat dicegah

    maka berbagai kesulitan proses penyembuhan granuloma periapikal dapat diatasi. Sejauh ini

    imunopatobiogenesis granuloma periapikal yang berkembang dari periapikal kronis karena

    gigi karies belum dapat dijelaskan.

    Saat ini secara imunopatobiogenesis granuloma periapikal masih belum jelas, karena

    masih banyak peneliti yang membahas tentang penyebab gigi yang mengalami nekrosis

    pulpa. Penelitian yang berkonsep patobiologik secara univariat telah dilakukan, misalnya

    TNF (tumor necrosis factor ) dan IL-6 (interleukin-6) pada lesi periapikal (Pro et al.,

    2007). Beberapa penelitian yang berkonsep imunopatobiologik juga telah dilakukan, namun

    hal ini belum menjelaskan secara tuntas, khususnya mengenai mekanisme kejadian

    granuloma periapikal yang disebabkan oleh gigi karies. Selain itu bila ditinjau dari jumlah

    kasus gigi nekrosis pulpa yang banyak terjadi pada pasien gigi karies, maka masih

    diperlukan penelitian yang mendalam tentang mekanisme kejadian granuloma periapikal. Di

    Indonesia data mengenai penyakit gigi dan mulut diderita oleh 90% penduduk, penyakit gigi

    dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga

    gigi dan karies gigi, sumber dari kedua penyakit tersebut akibat kebersihan rongga mulut

    yang tidak baik sehingga terjadi akumulasi plak. Data ini sesuai dengan hasil survei

    kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI

    (Balitbangkes, 2004). Survei itu menyebut prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05

    %. Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tercatat data pasien dari bulan Januari 2007

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 2

    sampai dengan Desember 2007 yang berkunjung ke poli Gigi adalah 7656 orang. Dari

    keseluruhan pasien yang datang, 46,7 % adalah pasien dengan diagnosis gigi karies

    sedangkan 53,3% adalah dengan diagnosis yang lain. Di antara penderita gigi karies, maka

    26,3 % adalah pasien dengan diagnosis nekrosis pulpa, yang sebagian besar sudah terdapat

    lesi periapikal. Secara teoritis diketahui bahwa granuloma periapikal gigi karies disebabkan

    karena invasi bakteri.

    Gigi karies yang tidak dilakukan perawatan lambat laun akan berlanjut mencapai

    bagian pulpa dan mengakibatkan keradangan pada pulpa. Keradangan pada pulpa oleh

    Walton diklasifikasikan sebagai berikut: pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, degeneratif

    pulpa dan nekrosis pulpa. Proses keradangan pulpa yang berlanjut dapat menyebabkan

    kelainan jaringan periapikal, yaitu lesi periapikal yang dikelompokkan menjadi: periodontitis

    simptomatik apikalis, periodontitis asimptomatik apikalis dan abses periapikal. Nobuhara

    dan del Rio dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 59,3% dari lesi periapikal merupakan

    granuloma periapikal, 22% kista periapikal, 12% jaringan parut periapikal dan 6,7% lainnya

    (Torabinejad and Walton , 2008).

    Perubahan histologis pada jaringan periapikal oleh invasi bakteri akan ditandai

    dengan keberadaan jaringan granulasi yang berisi makrofag, limfosit, sel plasma, netrofil,

    dan elemen fibrovaskular dalam jumlah bervariasi. Pada saat bersamaan akan terjadi

    kerusakan jaringan periapikal dan resorpsi tulang (Radics, 2004). Granuloma periapikal

    terdiri dari jaringan granulasi yang dikelilingi oleh dinding sel berupa jaringan ikat fibrous.

    Pada keadaan yang kronis, cenderung memberikan gambaran keberadaan limfosit, sel

    plasma, neutrofil, histiosit dan eusinofil serta sel epithelial rests of Mallessez (Garcia et al.,

    2007). Limfosit merupakan tipe sel yang predominan (50%), jumlahnya berkaitan erat

    dengan jumlah keseluruhan (sel T CD4 dan sel T CD8). Pada lesi kronik akan terjadi

    peningkatan jumlah sel T CD8. Semua struktur tersebut dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat

    fibrus yang terdiri dari limfosit T CD8 (Radics, 2004). Granuloma periapikal diinduksi oleh

    infeksi bakteri pada pulpa gigi dan mengakibatkan kerusakan pada tulang alveolar di

    sekelilingnya, keadaan ini terutama disebabkan oleh IL-1, IL-12 yang diekspresikan oleh

    makrofag (Graves et al., 2000; Sasaki et al., 2004). Pulpa nekrosis merupakan proses lanjut

    dari radang jaringan pulpa dan kematian pulpa, hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan

    pulpa dalam mengusahakan pemulihan/ penyembuhan (Grossman, 1988; Simon, 1994). Pada

    kondisi patologis granuloma periapikal sering dijumpai dan pada umumnya merupakan akibat

    dari gigi karies (Pro et al., 2007). Proses karies merupakan proses patologis yang kronis,

    dapat menimbulkan berbagai perubahan pada jaringan pulpa, antara lain berupa respons

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 3

    imun. Mikroorganisme yang terdapat pada jaringan gigi yang karies merupakan imunogen

    yang potensial untuk memicu respons imun (Morse, 1977; Trowbridge, 1990). Bakteri

    merupakan faktor penting pada perkembangan dan pertumbuhan gigi karies. Bakteri

    berkoloni di sistem saluran akar, membuat akses ke jaringan pulpa melalui tubulus dentinalis

    atau ramifikasi apikal dan pergerakan cairan dentin pada gigi yang karies, sehingga akan

    menimbulkan respons imun. Pemeriksaan kultur bakteri dari jaringan periapikal gigi nekrosis

    ditemukan bakteri anaerob jenis Porphyromonas sp., Peptostreptococcus sp., dan Prevotella

    intermedia (Baumgartner, 1997; Garcia et al., 2007). Namun sampai saat ini penjelasan

    mengenai imunopatobiogenesis granuloma periapikal belum terungkap dengan jelas.

    Berdasar berbagai hasil penelitian yang telah ada dan hasil ekstrapolasi serta sintesis

    maka dideduksikan mekanisme kejadian granuloma periapikal melalui gigi karies yang

    disebabkan invasi bakteri sebagai berikut: diawali bakteri yang masuk melalui gigi karies

    selanjutnya akan masuk sampai ke jaringan periapikal melalui saluran akar. Bakteri sampai di

    jaringan periapikal akan ditangkap dan dihancurkan oleh histiosit. Keberadaan bakteri yang

    merupakan patogen memicu perkembangan histiosit menjadi makrofag (angry macrophage)

    dan APC (Antigent precenting cell) yang mendorong kejadian granuloma. Di sisi lain histiosit

    berkembang menjadi fagosit sehingga tidak terjadi granuloma.

    Pada Angry macrophage, LPS dari bakteri menginduksi reaksi inflamasi melalui

    TLR-4 di permukaan makrofag, dengan perantaraan CD-14 akan memicu sinyal transduksi

    intraseluler sehingga terjadi aktivasi IRAK (Interleukin-1 Receptor Associated Kinase).

    Interleukin-1 receptor associated kinase akan mengaktifkan TRAF-6 (TNF- Receptor

    Associated Factor-6), dan TRAF6 ini akan mengaktivasi TAK (TGF- Activated Kinase).

    Kemudian TAK akan mengativasi I- kinase, selanjutnya I- kinase (IKK) menghambat

    I-. Molekul Hsp60 diproduksi melalui jalur non klasik yang diperlukan sebagai chaperone

    untuk memicu sitokin dan memfungsionalkan protein (IFN- dan nuclear factor kappa

    beta/NF-). Hsp60 ini akan menghambat I-, selanjutnya Hsp60 dan I- akan

    mengaktivasi NF-, sehingga akan mengalami translokasi ke inti dan memicu faktor

    transkripsi pada inti untuk menghasilkan IL-12. Selain menghambat I-, Hsp60 akan

    mengapoptosis sel Thelper2 (Th2) sehingga mengakibatkan peningkatan sel Th1.

    Peningkatan sel Th1 juga diinduksi oleh IL-12, yang mengakibatkan produksi sel penghasil

    IFN- meningkat. Molekul IFN- yang meningkat akan memicu limfosit CD-8 untuk

    proliferasi, sehingga terjadi peningkatan limfosit CD-8 dan limfosit CD-8 yang aktif akan

    mensekresi IFN-, sehingga terjadi peningkatan IFN-. Molekul IFN- (dari angry

    macrophage & limfosit CD-8) akan memicu pembentukan granuloma (Doyle and Oneill,

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 4

    2006; Hayden et al., 2006; Stolzing et al., 2006; Siqueira and Roqas, 2007, Abbas et al.,

    2007; Amorim and Moseley, 2010).

    Di dalam proses APC, Hsp60 sebagai chaperone berperan dalam alur fraksi protein

    yang terlibat dalam APC. Sel host yang mengalami distress akibat paparan imunogen yang

    terus menerus, akan menghasilkan Hsp60. Hsp60 yang disintesis dalam exosome dan

    digunakan untuk membantu sintesis dan maturasi sehingga menjadi protein yang fungsional.

    Dengan demikian pemrosesan epitop berjalan sehingga akan ditampilkan ke permukaan sel

    dan dikenal oleh CTL/limfosit CD-8 yang selanjutnya akan mensekresikan IFN- (Clancy,

    1998; Abbas et al., 2009).

    Berdasarkan dua jalur ini, maka IFN- yang dilepas oleh Th-1 maupun oleh CTL/

    CD-8 akan menginduksi aktivitas makrofag (IFN- bersifat MCF/Macrophage chemotactic

    factor). Makrofag tersebut akan migrasi mengelilingi sel histiosit yang mengandung bakteri

    intraseluler, sehingga terbentuk granuloma. Apabila bakteri yang difagositosis oleh makrofag

    dan memicu reaksi inflamasi akan menghasilkan IL-12. Sitokin ini akan merangsang Th-1

    untuk mensekresi IFN-, namun IFN- yang dihasilkan oleh Th-1 dan limfosit CD-8 tidak

    terlalu tinggi, sehingga kemampuan untuk mengaktivasi makrofag berkurang, maka tidak

    terjadi pembentukan granuloma (Goldsby et al., 2000).

    Solusi konseptual di atas masih memerlukan suatu penelitian yang lebih lanjut untuk

    menjelaskan imunopatobiogenesis granuloma periapikal pada gigi karies, sehingga

    memunculkan suatu permasalahan yang selanjutnya akan diuraikan dan dibahas pada buku

    ini.

    1.2 Metode Penelitian

    1.2.1 Jenis penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik dengan pendekatan

    Cross sectional Study, dengan kurun waktu antara periode Juli 2008 sampai dengan Juli

    2009.

    1.2.2 Populasi, sampel, besar sampel dan teknik pengambilan sampel

    a. Populasi dan sampel

    Populasi target / populasi infinit penelitian adalah semua pasien yang berkunjung

    ke Poli Gigi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Populasi Studi atau populasi finitnya adalah

    pasien dengan diagnosis nekrosis pulpa (granuloma dan non granuloma periapikal) yang

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 5

    datang ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yang sudah dilakukan

    pencabutan oleh dokter gigi. Sampel dipilih dari populasi studi yang memenuhi kriteria

    inklusi. Gigi penderita merupakan indikasi untuk dilakukan pencabutan dan penderita telah

    menyatakan kesanggupannya setelah diberi penjelasan (informed consent) tentang maksud

    dan tujuan penelitian ini. Sampel dipilih dari populasi studi yang memenuhi kriteria inklusi

    (purposive sampling) dari kelompok granuloma dan non granuloma.

    b. Besar sampel penelitian

    Besar sampel untuk pengujian hipotesis ditentukan dengan replikasi dari Steel and

    Torrie (1980) dan Sastroasmoro dan Ismael (2002).

    Rumus:

    Keterangan:

    n = besar sampel masing-masing kelompok.

    Z1- = nilai pada kurva distribusi normal baku pada tertentu.

    Z = nilai pada kurva distribusi normal baku pada tertentu.

    2 = varian variabel (NF-, Hsp60, limfosit CD-8 dan IFN-) yang diteliti.

    d2

    = selisih rerata variabel (NF-, Hsp60, limfosit CD-8 dan IFN-) yang

    diteliti dari pasien yang datang dan pasien dengan diagnosis gigi karies.

    a = 0,05

    Z1- = 1,645 (satu arah), karena dua arah menjadi = 1,960

    b = 0,1

    Z = 1, 282

    2 = d2, karena 2 sulit ditaksir dari literatur, studi yang sama sebelumnya atau studi

    pendahuluan oleh peneliti, maka diasumsikan --- 2 = d2.

    n = 8,57 dibulatkan menjadi 9.

    Analisis menggunakan uji dua arah, maka n dikalikan 2, sehingga besar sampel keseluruhan

    per kelompok penelitian = 18 sampel.

    c. Teknik pengambilan sampel

    Sampel diambil dari jaringan periapikal gigi pasien yang sudah dilakukan pencabutan

    di Poli Gigi & Mulut RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jaringan periapikal sebagian difiksasi

    ( )2

    1

    +

    = -

    d

    ZZn

    sba

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 6

    dengan formalin buffer 10%, kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

    Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    d. Kriteria inklusi

    1. Kronik periapikal dengan karies profunda

    2. Gigi permanen

    3. Tidak menderita penyakit sistemik

    4. Tidak sedang minum obat antibiotik/imunosupressan

    1.2.3 Variabel penelitian

    Variabel penelitian meliputi: NF-, Hsp60, limfosit CD-8 dan IFN-, pada

    granuloma dan non granuloma periapikal gigi karies.

    1.2.4 Variabel pengendali adalah:

    1. Usia ( 17-57) tahun

    2. Albumin darah (normal : 3,5 5,2 mg/dl)

    3. Tidak menderita Anemia (Hemoglobin normal : 12,3 15,0 g/dl)

    1.2.5 Definisi operasional variabel penelitian:

    1. Jaringan granuloma adalah jaringan yang mengalami inflamasi kronik pada

    periapikal, yang terdiri dari jaringan granulasi, dan dindingnya dikelilingi oleh

    jaringan fibrous, dengan pemeriksaan histopatologi menunjukkan keberadaan:

    makrofag, limfosit, sel plasma, sel raksasa, sel fibroblas dan sel mast.

    2. Jaringan non granuloma adalah jaringan yang mengalami inflamasi kronik pada

    periapikal yang secara makroskopis tidak ditemukan jaringan granuloma, dengan

    pemeriksaan histopatologi menunjukkan gambaran makrofag, limfosit, sel

    plasma, sel fibroblas dan sel mast.

    3. NF- adalah protein yang dihasilkan oleh makrofag akibat adanya rangsangan

    toksin ekstraseluler (LPS) dengan perantara CD-14 dan TLR. Untuk

    mengukurnya dengan menggunakan metoda imunohistokimia yaitu dengan cara

    meghitung jumlah sel makrofag yang memberikan reaksi positif terhadap anti

    NF-, yang dihitung pada luas sayatan jaringan granuloma.

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 7

    4. Hsp-60 adalah stres protein yang dihasilkan oleh makrofag yang mengandung

    bakteri intraseluler. Untuk mengukurnya dengan menggunakan metoda

    imunohistokimia yaitu dengan cara meghitung jumlah makrofag yang

    memberikan reaksi positif terhadap anti Hsp-60, yang dihitung pada luas sayatan

    jaringan granuloma.

    5. CTL (CD-8) merupakan petanda (marker) dari limfosit sitotoksik, untuk

    mengukurnya dengan menggunakan metoda imunohistokimia yaitu dengan cara

    meghitung jumlah sel yang memberikan reaksi positif terhadap anti CD-8, yang

    dihitung pada luas sayatan jaringan granuloma.

    6. IFN- merupakan salah satu sitokin yang disekresikan oleh limfosit (Th-

    1/CD-8). Sitokin ini berperan sebagai macrophage activating factor (MAF),

    untuk mengukurnya dengan menggunakan metoda imunohistokimia yaitu dengan

    cara meghitung jumlah sel yang memberikan reaksi positif terhadap anti IFN-,

    yang dihitung pada luas sayatan jaringan granuloma.

    1.3 Bahan penelitian

    1. Jaringan kronik periapikal (granuloma dan non granuloma)

    2. Larutan penyangga 10 % (Merck)

    3. Antibodi monoklonal ( anti human NF-, anti human IFN- dan anti

    limfosit human CD-8,) Lab. Vision).

    4. Antibodi monoklonal anti human Hsp60 (Stressgen)

    5. Kit Imunohistokimia (Ultravision plus)

    6. Parafin (Merck)

    7. P B S (phosphat buffer saline/ Merck )

    8. Canada Balsem (mounting media/ Merck)

    9. Hematoxylin (nuclear stain/ Merck)

    10. Xylol (Merck)

    11. Methanol (bahan dehydran/ Merck)

    12. D A B (KPL)

    13. Filter tips 100 ul, 200 ul

    14. Microtube 10 ul, 1000 ul

    15. Poly-L-Lysine (tissue adhesive/ MUTO)

    1.4 Instrumen penelitian

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 8

    Gelas objek, mikroskop, cover glass, vortex, shaker, mikro pipet, watherbath,

    inkubator, centrifuge, kamera digital (Cannon), Tissue processor, Tissue cassette block.

    1.5 Lokasi dan waktu penelitian

    Penelitian dilakukan di Poliklinik Gigi RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Laboratorium

    Mikrobiologi FK-UNS, Laboratorium PAU-UGM, Laboratorium Patologi Anatomi FK-UNS

    dan Unit Gramik UNAIR, mulai bulan Juli 2008 sampai dengan bulan Mei 2009.

    1.6 Pengumpulan data

    Pengumpulan sampel jaringan kronik periapikal pada gigi karies dengan indikasi

    pencabutan, dilakukan di RSUD dr. Moewardi Surakarta selama bulan Juli 2008 sampai

    dengan Mei 2009. Identifikasi pasien dicatat yaitu meliputi: jenis kelamin, umur, elemen

    gigi, radiografik gigi.

    Jaringan kronik periapikal yang berasal dari gigi karies dikumpulkan, dimasukkan ke

    dalam buffer formalin 10 %, selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan

    pengecatan HE (hematoksilin Eusin) untuk identifikasi sampel termasuk kelompok

    granuloma atau non granuloma. Pemeriksaan histopatologi jaringan periapikal dengan

    perbesaran 400 kali dilakukan oleh dua orang pakar Patologi Anatomi. Hasil yang diperoleh

    adalah jaringan periapikal yang telah memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian.

    Kemudian dilanjutkan dengan penghitungan sel penghasil NF-, Hsp60, CD-8 dan IFN-

    dengan metode imunohistokimia, yang dilakukan oleh dua orang pakar, kemudian hasilnya

    dirata-rata.

    1.7 Cara pengolahan dan analisis data

    Unit analisis pada penelitian ini adalah sampel kronik periapikal (jaringan granuloma

    dan non granuloma) yang diambil dari gigi karies melalui pemeriksaan radiografik dan

    makroskopis di RSUD dr. Moewardi mulai Juli 2008 sampai dengan Mei 2009. Dilakukan

    pemeriksaan beberapa variabel seperti: NF-, Hsp60, limfosit CD-8 dan IFN- dengan

    metoda imunohistokimia. Analisis data menggunakan Manova dilanjutkan dengan analisis

    Diskriminan

    1.8 Penghitungan sel penghasil komponen imunitas NF-, Hsp60, CD-8 dan

    IFN-

    Sediaan diamati menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali dan dilakukan

    penghitungan sel dengan alat counter dalam lima lapang pandang. Hasil penghitungan adalah

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 9

    banyaknya sel yang memberikan reaksi positif terhadap antibodimonoklonal, dibagi total

    (jumlah sel) dan dikalikan 100% (Sudiana, 1999).

    1.9 Analisis data

    Sebelum melakukan analisis data dilakukan reliabilitas dan validitas penelitian yang

    dicapai melalui langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Untuk menjamin reliabilitas, pada evaluasi objek pengamatan yang sama peneliti

    menggunakan tenaga peneliti dan tenaga laboratorium yang sama.

    2. Untuk menjamin validitas pada penilaian variabel penelitian dipilih alat dan bahan uji

    yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, konsisten dan dapat

    dipertanggungjawabkan.

    3. Peneliti konsultasi dengan tim promotor dan tenaga konsultan dalam pelaksanaan

    penelitian, yang meliputi: pengambilan sampel jaringan pada pasien, pemeriksaan

    histopatologi dan imunohistokimia.

    Pada penelitian ini menggunakan uji homogenitas dan uji normalitas, dilanjutkan

    dengan analisis Manova, untuk membuktikan perbedaan variabel serta analisis Diskriminan

    untuk mendapatkan pola diskriminan.

  • Dr. Risya Cilmiaty A.R., drg,M.Si,Sp.KG Fakultas Kedokteran UNS 10

    Kerangka Operasional Penelitian

    Gambar 1.1 Kerangka Operasional Penelitian

    NF- Hsp-60 CD-8 IFN- NF- Hsp-60 CD-8 IFN-

    DATA

    ANALISIS STATISTIK

    HASIL

    Pemeriksaan HPA

    dengan pengecatan HE Pemeriksaan HPA

    dengan pengecatan HE

    Sampel Jaringan

    Periapikal

    IMUNOHISTOKIMIA

    IMUNOHISTOKIMIA

    JARINGAN

    (Buffer Formalin)

    JARINGAN

    (Buffer Formalin)

    JARINGAN

    NON GRANULOMA

    (18 SAMPEL)

    JARINGAN

    GRANULOMA

    (18 SAMPEL)