v. hasil dan pembahasan 5.1. kelembaban relatif (rh...
TRANSCRIPT
FTIP001630/001
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kelembaban Relatif (RH) Larutan Garam Jenuh
Larutan garam jenuh dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban relatif (RH) udara
ruang penyimpanan. Pemilihan jenis garam kimia didasarkan pada RH yang diinginkan. Garam
kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl2 (Magnesium klorida), K2CO3 (Kalium
karbonat), NH4NO3 (Amonium nitrat), NaNO2 (Natrium nitrit), NaCl (Natrium klorida), dan KCl
(Kalium klorida). Garam kimia tersebut dilarutkan dengan air destilasi pada suhu 30°C sampai
terbentuk larutan kimia garam jenuh. Hasil pengukuran RH pada berbagai larutan garam kimia
jenuh pada suhu 30°C, dibandingkan dengan RH secara teori (Labuza, 1984) disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan Nilai RH Larutan Garam Jenuh Berdasarkan
Percobaan dengan RH Teori pada Suhu 30°C
Jenis larutan garam aw RH (%) RH teori (%) Simpangan RH (%)
Magnesium klorida (MgCl2) 0,397 39,7 32,0 7,7
Kalium karbonat (K2CO3) 0,484 48,4 43,0 5,4
Ammonium nitrat (NH4NO3) 0,599 59,9 59,0 0,9
Natrium nitrit (NaNO2) 0,669 66,9 65,0 1,9
Natrium klorida(NaCl) 0,770 77,0 75,0 2,0
Kalium klorida (KCl) 0,850 85,0 84,0 1,0
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa penyimpangan nilai RH larutan garam kimia jenuh berkisar
antara 0,9%-7,7%. Besarnya nilai penyimpangan dari teori pada larutan MgCl2 (Magnesium
klorida) dan K2CO3 (Kalium karbonat) yaitu 5,4%-7,7% diduga disebabkan oleh garam kimia
tersebut memiliki kemurnian yang tidak seragam. Berdasarkan standar ASTM 1975 Part 15,
penyimpangan RH dapat mencapai 6,00%-8,00%. Dengan demikian, keenam jenis larutan garam
kimia jenuh tersebut dapat mewakili sebagai perlakuan yang digunakan pada percobaan ini.
FTIP001630/002
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5.2. Kadar Air Kesetimbangan Bawang Merah
Bawang merah yang digunakan pada penelitian ini adalah bawang merah varietas Bima Brebes
dengan kadar air awal 85,14% (wb), curing dilakukan selama 43 jam hingga kadar air bawang
merah turun menjadi 82,54% (wb). Hasil pengukuran kadar air bawang merah pada setiap RH
disajikan pada Lampiran 3.
Pengukuran berat sampel di dalam desikator buatan yang berisi larutan garam jenuh dilakukan
setiap 24 jam sekali dengan menimbang sampel sampai didapatkan berat konstannya (perubahan
berat hingga mencapai berat konstan terdapat pada Lampiran 5). Berat sampel yang konstan
menandakan telah terjadinya kesetimbangan tekanan uap air antara bahan dengan lingkungan.
Dengan demikian kadar air bahan saat itu dapat dinyatakan sebagai kadar air kesetimbangan.
Nilai kadar air kesetimbangan bawang merah dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar Air Kesetimbangan Bawang Merah pada Suhu 30°C
Kelembaban relatif (RH)
(%)
Kadar air kesetimbangan (%
wb) (tanpa curing)
Kadar air kesetimbangan (%
wb) (dengan curing)
39,70 73,96 74,46
48,40 74,71 74,70
59,90 75,39 76,56
66,90 75,42 77,40
77,00 75,48 77,59
85,00 75,80 78,35
Kadar air kesetimbangan bawang merah pada Tabel 7 dapat dicapai dalam kisaran waktu 864-
912 jam (waktu perubahan berat sampel hingga mencapai berat konstan terdapat pada Lampiran
5). Lamanya pencapaian hingga berat konstan dapat disebabkan oleh kondisi bahan itu sendiri
karena bawang merah memiliki kadar air yang tinggi dan masih memungkinkannya terjadi
migrasi uap air keluar masuk dari dalam bahan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tekanan
dan suhu udara lingkungan yang tidak stabil.
FTIP001630/003
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai kelembaban RH larutan akan
mengakibatkan semakin besar nilai kadar air kesetimbangannya. Hal ini terjadi karena RH
lingkungan yang tinggi menyebabkan tekanan parsial uap air lingkungan meningkat sehingga
uap air yang pindah dari lingkungan ke bahan yang lebih besar aliran atau migrasi air dari tempat
yang bertekanan uap tinggi ke tempat yang bertekanan rendah adalah sebanding dengan selisih
tekanan parsial uap airnya (Hall, 1975).
Kadar air kesetimbangan bawang merah tanpa curing lebih kecil nilainya dibandingkan dengan
kadar air kesetimbangan bawang merah dengan curing. Hal ini disebabkan karena pada bawang
merah tanpa curing belum terbentuk lapisan kulit terluar yang kering sehingga masih terdapat
migrasi uap air keluar dari bahan selama proses sorpsi isotermis. Pergerakan air selama proses
sorpsi isotermis dapat disebabkan kondisi eksternal dan mekanisme internal bahan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi eksternal meliputi suhu, RH, dan kecepatan
pergerakan air karena penyusutan, gravitasi, evaporasi dan kondensasi (Porter et al., 1974 dalam
Manalu, 2001).
Menurut Histifarina dan Musaddad (2004), kadar air umbi bawang merah segar setelah dicuring
dengan pembangkit vorteks sekitar 84,14% (wb) sedangkan berdasarkan hasil penelitian kadar
air umbi bawang merah setelah dicuring dengan pengering kabinet sekitar 82,54% dan
dilanjutkan dengan perlakuan sorpsi isotermis maka didapatkan kadar air yang lebih rendah yaitu
sekitar 74%-78%.
Berdasarkan Tabel 7 untuk mempertahankan mutu bawang merah maka penyimpanan yang
paling ideal adalah pada RH 39,70% karena memiliki nilai kadar air yang paling rendah.
Mempertahankan kadar air bahan dapat juga dilakukan dengan bahan pengemas yang efektif.
Informasi kadar air kesetimbangan pada berbagai tingkat RH dapat digunakan sebagai penentu
FTIP001630/004
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
bahan pengemas yang tepat untuk melindungi bawang merah dari pengaruh RH udara
penyimpanan.
5.3. Sorpsi Isotermis Bawang Merah Model Persamaan GAB
Hubungan antara kelembaban relatif (RH) lingkungan dan kadar air kesetimbangan bawang
merah dapat didekati dengan sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis bawang merah pada suhu
30°C disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 menunjukkan bahwa hubungan antara RH dengan kadar air kesetimbangan selama
proses sorpsi isotermis adalah berbanding lurus mengikuti pola regresi linier Y = 0,091x + 70,78
dengan nilai R2 = 0,945. Persamaan regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan RH sebesar
20% maka kadar air kesetimbangan bawang merah juga akan meningkat sebesar 1,82%. Nilai R2
menyatakan besarnya pengaruh X (tingkat RH) terhadap Y (kadar air kesetimbangan) bawang
merah. Koefisien korelasi sebesar 0,972 menunjukkan bahwa hubungan RH dengan kadar air
kesetimbangan memiliki hubungan positif yang sangat kuat. Nilai koefisien determinasi 0,945
mempunyai arti kenaikan kadar air kesetimbangan bawang merah dipengaruhi oleh tingkat RH
sebesar 94,5% dan sisanya sebesar 5,5% kemungkinan dipengaruhi oleh suhu, evaporasi, dan
faktor lain yang tidak diamati dalam percobaan.
FTIP001630/005
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Gambar 6. Kurva Sorpsi Isotermis Bawang Merah pada Suhu 30°C
Secara umum kurva sorpsi isotermis tersebut meningkat dengan semakin besarnya RH
lingkungan. Hal ini menunjukkan kenaikan RH akan menaikkan kadar air kesetimbangan. Kurva
pada Gambar 6 bentuknya mendekati sigmoid atau kurva sorpsi isotermis tipe II yang merupakan
kurva yang lazim untuk sebagian besar bahan pangan (Labuza, 1984 dan Brunaeur et al. dalam
Marinos dan Maroulis, 1995). Kemampuan menyerap uap air pada kurva sorpsi isotermis tipe II
bersifat menengah atau medium higroskopis (Kaminski dan Kudra, 2000).
Aktivitas air (aw) menggambarkan terikatnya air pada bahan pangan, dimana cenderung
berimbang dengan aw lingkungan sekitarnya sehingga pada keadaan tersebut RH udara dapat
dinyatakan sebagai aw (Purnomo, 1995). Nilai aw didapatkan dari nilai RH dibagi seratus. Kurva
hubungan aw dengan kadar air kesetimbangan berdasarkan percobaan dapat dilihat pada Gambar
7.
FTIP001630/006
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Gambar 7. Kurva Hubungan Aktivitas Air (aw) Terhadap Kadar Air Kesetimbangan Bawang
Merah pada Suhu 30°C
Kurva pada Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan antara aw dengan kadar air kesetimbangan
selama proses sorpsi isotermis adalah berbanding lurus mengikuti pola regresi linier Y = 9,112x
+ 70,78 dengan nilai R2 = 0,945. Persamaan regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan aw
sebesar 0,2 maka kadar air kesetimbangan bawang merah juga akan meningkat sebesar 1,82%.
Koefisien korelasi sebesar 0,972 menunjukkan bahwa hubungan antara aw dengan kadar air
kesetimbangan memiliki hubungan positif yang sangat kuat. Nilai koefisien determinasi 0,945
mempunyai arti kenaikan kadar air kesetimbangan bawang merah dipengaruhi oleh aw sebesar
94,5% dan sisanya dan sisanya sebesar 5,5% kemungkinan dipengaruhi oleh suhu, evaporasi, dan
faktor lain yang tidak diamati dalam percobaan.
Kurva sigmoid atau sorpsi isotermis tipe II ditinjau dari aspek ikatan airnya dibagi ke dalam tiga
daerah. Daerah pertama memiliki nilai aw di bawah 0,20. Pada daerah ini air terdapat dalam satu
lapis (monolayer) dan energi sorpsinya sangat tinggi dengan molekul air terikat sangat erat
sehingga sangat sulit diuapkan (Labuza, 1968).
FTIP001630/007
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Pada daerah ke-2 aw berkisar pada 0,20 sampai 0,60 dan air berupa lapisan-lapisan yang terikat
kurang erat. Berdasarkan percobaan, bawang merah yang berada pada daerah ini adalah bawang
merah dengan kadar air 74,37%-76,56% (wb). Daerah ke-3 adalah pada kisaran aw di atas 0,60
atau disebut juga daerah kondensasi kapiler. Bawang merah pada kisaran aw ini berkadar air di
atas 77,40% (wb). Di daerah ini air terkondensasi pada struktur bahan pangan hingga kelarutan
komponen menjadi lebih sempurna. Keadaan dimana air dalam kondisi bebas ini dapat
membantu proses kerusakan karena berbagai mikroorganisme dimulai dari jamur, khamir, dan
bakteri berkembang biak pada kisaran aw ini. Dengan demikian aktivitas mikroorganisme
tersebut dapat merusak dan menurunkan kualitas bawang merah misalnya dengan terjadinya
pembusukan, penurunan dan kerusakan kualitas gizi, serta penularan penyakit (Purnomo, 1995).
Model persamaan sorpsi isotermis yang digunakan pada penelitian ini adalah model persamaan
GAB. Model persamaan tersebut telah digunakan dalam penelitian-penelitian sorpsi isotermis
bahan pangan dan dapat menggambarkan dengan baik sorpsi isotermis pada berbagai tingkat RH
tertentu (Riadi, 1990). Untuk mengetahui hubungan antara peubah satu dengan peubah yang
lainnya, model tersebut dinyatakan menjadi persamaan regresi sehingga dengan mengetahui nilai
koefisien regresinya melalui metode kuadrat terkecil maka konstanta sorpsi bahan dapat
diketahui (perhitungan nilai konstanta bahan pada persamaan dapat dilihat pada Lampiran 4).
Nilai konstanta sorpsi bahan hasil perhitungan dari model persamaaan GAB adalah sebagai
berikut :
k = 0,1386
C = 100
mo = 0,7743
FTIP001630/008
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Model persamaan GAB merupakan persamaan teoritis sehingga konstanta sorpsi bahan secara
jelas menyatakan keberadaan energi panas adsorpsi. Nilai k menyatakan tetapan yang
dipengaruhi oleh energi adsorpsi lapisan banyak karena konstanta k ini memperhitungkan panas
sorpsi lapisan banyak (J/g). Nilai C menyatakan tetapan yang dipengaruhi oleh energi adsorpsi
lapisan tunggal karena konstanta C ini memperhitungkan panas sorpsi lapisan tunggal (J/g).
Selain itu, nilai k dan C ini dipengaruhi pula oleh suhu. Nilai mo pada model persamaan GAB ini
menyatakan kadar air monolayer (g H2O/g berat kering) serta menyatakan energi panas adsorpsi
saat lapisan molekul tunggal tercapai (Sudaryanto, 1994).
Dengan diketahuinya nilai konstanta bahan apabila diterapkan pada model persamaan sorpsi
isotermis model GAB maka akan dapat memprediksi nilai kadar air kesetimbangan dan energi
adsorpsi bahan jika terjadi perubahan suhu dan RH udara lingkungan. Model persamaan tersebut
dapat dilihat pada persamaan berikut ini :
Berdasarkan persamaan tersebut maka kadar air kesetimbangan bawang merah pada berbagai RH
dan aw bahannya dapat diketahui. Nilai kadar air kesetimbangan bawang merah untuk model
persamaan GAB (mGAB) apabila dibandingkan dengan kadar air kesetimbangan berdasarkan
percobaan (mp) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan Nilai Kadar Air Kesetimbangan Bawang Merah Model
Persamaan GAB (mGAB) dengan Kadar Air Kesetimbangan
Berdasarkan Percobaan (mp) pada Suhu 30°C
Aktivitas air (aw) mp (% wb) mGAB (% wb)
0,397 74,46 69,93
0,484 74,70 72,87
0,599 76,56 76,05
0,669 77,40 77,74
0,770 77,59 79,99
0,850 78.35 81,66
FTIP001630/009
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Dari data Tabel 8 untuk menggambarkan lebih jelas perbandingannya maka dibuat kurva
perbandingan kadar air kesetimbangan bawang merah berdasarkan model persamaan (mGAB)
dengan kadar air kesetimbangan berdasarkan percobaan (mp) pada suhu 30°C. Kurva tersebut
dapat dilihat pada Gambar 8.
Kurva sorpsi isotermis untuk bahan pertanian adalah khas dan umumnya berbentuk sigmoid
(Labuza, 1984 dan Brunaeur et al. dalam Marinos dan Maroulis, 1995). Kurva pada Gambar 8
berdasarkan persamaan GAB bentuknya tidak linear atau mendekati sigmoid.
Gambar 8. Kurva Sorpsi Isotermis Bawang Merah Berdasarkan Model Persamaan GAB dan
Hasil Percobaan pada Suhu 30°C
Kurva pada Gambar 8 menunjukkan bahwa hubungan antara aw dengan kadar air kesetimbangan
berdasarkan model persamaan GAB selama proses sorpsi isotermis adalah berbanding lurus
mengikuti pola regresi linier Y = 25,64x + 60,26 dengan nilai R2 = 0,992. Persamaan regresi
tersebut memiliki arti setiap peningkatan nilai aw sebesar 0,1 maka kadar air kesetimbangan
bawang merah juga akan meningkat sebesar 2,57%. Koefisien korelasi sebesar 0,995
menunjukkan bahwa hubungan antara aw dengan kadar air kesetimbangan memiliki hubungan
positif yang sangat kuat. Nilai koefisien determinasi 0,992 mempunyai arti kenaikan kadar air
FTIP001630/010
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
kesetimbangan bawang merah dipengaruhi oleh aw sebesar 99,2% dan sisanya sebesar 0,8%
kemungkinan dipengaruhi oleh suhu, evaporasi, dan faktor lain yang tidak diamati dalam
percobaan.
Kurva sorpsi isotermis pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa nilai kadar air kesetimbangan
meningkat seiring dengan kenaikan RH. Pada kurva sorpsi isotermis menurut model persamaan
GAB kenaikan kadar air terbesar terjadi pada saat RH 59,90%, yaitu 3,18% (wb). Kenaikan
kadar air tertinggi menunjukkan bahwa pada RH tersebut selisih antara tekanan parsial uap air
udara lingkungan dengan tekanan parsial uap air bahan terbesar dibandingkan dengan kondisi
pada RH lainnya (Hall, 1957).
Kadar air bawang merah berkisar antara 80%-85% untuk mutu I dan 75%-80% untuk mutu II
(SNI 01-3159-1992). Jika ingin memenuhi persyaratan mutu tersebut maka bawang merah dapat
disimpan pada RH 85,00% pada suhu 30°C agar nilai kadar air kesetimbangan yang dicapai
sebesar 81,66% atau RH 77,00% pada suhu 30°C dengan kadar air kesetimbangan sebesar
79,99%.
5.4. Susut Bobot Umbi Bawang Merah
Selama proses curing dan penyimpanan, umbi bawang merah mengalami penyusutan bobot
sebagai akibat penguapan air dari umbi, kebusukan dan kerusakan lainnya. Dalam konteks
curing pada penelitian ini susut bobot disebabkan oleh penguapan air. Susut bobot terjadi sampai
suatu keadaan kesetimbangan tercapai.
Hasil pengamatan menunjukkan selama proses sorpsi isotermis selama 912 jam terjadi susut
bobot sebesar 21,16%. Data pengamatan susut bobot umbi bawang merah selama proses sorpsi
FTIP001630/011
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
isotermis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hubungan antara RH dengan susut bobot
bawang merah disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hubungan RH Terhadap Susut Bobot Umbi Bawang Merah
Kelembaban relatif (RH) (%) Susut Bobot Umbi (%b/b)
39,70 10,82
48,40 10,20
59,90 7,21
66,90 3,23
77,00 -0,50
85,00 -0,53
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa semakin meningkatnya RH maka susut bobot umbi
bawang merah semakin menurun yang berarti bobot umbi tidak menyusut melainkan bertambah
seiring dengan meningkatnya RH. Hal ini terjadi karena RH lingkungan yang tinggi
menyebabkan tekanan parsial uap air lingkungan meningkat sehingga uap air yang pindah dari
lingkungan kedalam bahan lebih besar (Hall, 1975). Hubungan antara RH dengan susut bobot
bawang merah disajikan pada Gambar 9.
FTIP001630/012
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Gambar 9. Kurva Hubungan Kelembaban Relatif (RH) Terhadap Susut Bobot Umbi Bawang
Merah
Berdasarkan kurva Gambar 9 dapat terlihat bahwa semakin tinggi RH maka susut bobot akan
semakin berkurang. Curing pada prinsipnya merupakan proses pengeringan, menurut Thomson
dkk (1990) semakin lama waktu pengeringan maka semakin banyak air yang diuapkan sampai
terjadi kesetimbangan. Berdasarkan hasil percobaan, proses sorpsi isotermis sendiri juga dapat
menguapkan air sampai terjadinya kesetimbangan yang ditandai dengan perubahan berat yang
konstan.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan t hitung > t tabel yang berarti bahwa Ho ditolak atau
terdapat keeratan hubungan antara RH dengan susut bobot umbi bawang merah selama proses
sorpsi isotermis berbanding lurus mengikuti pola regresi linier Y = -0,290x + 23.3 dengan nilai
R2 = 0,948. Persamaan regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan RH sebesar 20% maka
susut bobot bawang merah berkurang sebesar 5,8%. Koefisien korelasi sebesar 0,973
menunjukkan bahwa hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan susut bobot memiliki
hubungan positif yang sangat kuat. Nilai koefisien determinasi 0,948 mempunyai arti penurunan
susut bobot bawang merah dipengaruhi oleh RH sebesar 94,8% dan sisanya sebesar 5,2%
kemungkinan dipengaruhi oleh suhu, evaporasi, dan faktor lain yang tidak diamati dalam
percobaan.
5.5. Perubahan Diameter Umbi dan Leher Bawang Merah
Diameter umbi bawang merah termasuk kriteria kecukupan curing. Perlakuan curing
menyebabkan perubahan pada diameter leher dan umbi bawang merah.
5.5.1. Diameter Umbi
FTIP001630/013
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Salah satu kriteria yang diperhatikan oleh konsumen bawang merah adalah bentuk umbinya
mendekati bulat. Semakin bertambah diameter maka kecenderungan bentuk umbi menjadi bulat.
Hubungan antara RH dengan diameter umbi bawang merah disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Hubungan Antara RH Terhadap Diameter Umbi
Bawang Merah
Kelembaban relatif (RH) (%) Diameter umbi (mm)
39,70 0,13
48,40 0,13
59,90 0,13
66,90 0,21
77,00 0,21
85,00 0,22
Berdasarkan Tabel 10 perubahan diamater umbi bawang merah meningkat seiring dengan
penambahan tingkat RH. Menurut Sinaga dan Musaddad dikutip Djali (2009), bentuk bagian
pangkal umbi akan membesar setelah mengalami proses curing. Dengan peningkatan diameter
umbi maka diharapkan bentuk umbi bawang merah semakin bulat sehingga disukai konsumen.
Kurva hubungan RH terhadap diameter umbi bawang merah disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Kurva Hubungan Kelembaban Relatif (RH) Terhadap Diameter Umbi Bawang
Merah
FTIP001630/014
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Persamaan regresi diameter umbi bawang merah memiliki kesesuaian yang tinggi terhadap
model regresi linier karena nilai R2 yang didapatkan >0,75 yaitu 0,780. Koefisien determinasi
sebesar 0,780 mempunyai arti perubahan diameter umbi bawang merah dipengaruhi oleh RH
sebesar 78% sedangkan sisanya sebesar 22% kemungkinan dipengaruhi oleh suhu, evaporasi,
dan faktor lain yang tidak diamati dalam percobaan. Koefisien korelasi sebesar 0,88 pada kurva
yang dihasilkan menunjukkan bahwa antara tingkat RH dengan perubahan diameter umbi
bawang merah terdapat keeratan hubungan yang erat pada bentuk hubungan linier dengan
persamaan Y = 0,002x + 0,023. Persamaan regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan RH
sebesar 20% maka diameter umbi bawang merah meningkat sebesar 0,04%.
5.5.2. Diameter Leher Umbi
Mengecilnya diameter leher umbi bawang merah merupakan salah satu kriteria cukupnya proses
curing sehingga umbi siap simpan. Curing dapat mengakibatkan diameter leher umbi bawang
merah berkurang dan menyempit. Leher umbi yang mengering dapat menjadi penghalang bagi
mikroorganisme untuk dapat masuk kedalam jaringan sehingga kebusukan dapat dihindari. Data
pengamatan diameter leher umbi selama proses sorpsi isotermis selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 6A. Hubungan antara RH terhadap diameter leher umbi bawang merah disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11. Hubungan Antara RH Terhadap Diameter Leher
Umbi Bawang Merah
Kelembaban relatif (RH) (%) Diameter leher (mm)
39,70 0,38
48,40 0,39
59,90 0,40
66,90 0,47
FTIP001630/015
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
77,00 0,49
85,00 0,54
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa semakin meningkat RH maka diameter leher umbi
bawang merah juga semakin meningkat. Pada kelembaban tinggi penyusutan diameter lebih kecil
dikarenakan uap air yang keluar lebih lambat. Pola perubahan ukuran diameter leher umbi
bawang merah selama proses sorpsi isotermis dapat dilihat pada kurva Gambar 11.
Gambar 11. Kurva Hubungan Kelembaban Relatif (RH) Terhadap Diameter Leher Umbi
Bawang Merah
Persamaan regresi diameter leher umbi bawang merah memiliki kesesuaian yang tinggi terhadap
model regresi linier karena nilai R2 yang didapatkan >0,75 yaitu 0,909. Koefisien determinasi
sebesar 0,909 mempunyai arti perubahan diameter leher umbi bawang merah dipengaruhi oleh
RH sebesar 90,9% sedangkan sisanya sebesar 9,1% kemungkinan dipengaruhi oleh suhu,
evaporasi, dan faktor lain yang tidak diamati dalam percobaan. Koefisien korelasi sebesar 0,95
menunjukkan bahwa antara tingkat RH dengan perubahan diameter leher umbi bawang merah
terdapat keeratan hubungan yang erat pada bentuk hubungan regresi linier dengan persamaan Y
FTIP001630/016
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
= 0,003x + 0,218. Persamaan regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan RH sebesar 20%
maka diameter leher umbi bawang merah meningkat sebesar 0,04%.
5.6. Perubahan Warna Umbi dan Kulit Terluar
Karakteristik warna pada bawang merah memegang peranan yang sangat kuat dalam penerimaan
konsumen. Konsumen sangat menyukai kulit bawang merah dengan intensitas warna merah yang
kuat. Pengukuran warna terhadap suatu benda dapat dilihat langsung secara visual, tetapi
pengukuran tersebut cenderung bersifat subjektif. Untuk itu dibutuhkan metode yang standar
sehingga warna dapat ditentukan dengan tepat.
Cara pengukuran warna yang lebih teliti dapat dilakukan dengan menggunakan metode CIE-Lab.
Pengukuran warna dengan metode CIE-Lab dinyatakan dengan nilai L* yang menunjukkan
kecerahan, a* menunjukkan intensitas warna merah-hijau dan b* menunjukkan intensitas warna
kuning-biru. Data hasil pengamatan warna bawang merah ditampilkan pada Lampiran 7 dan
hasil uji statistik ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hubungan Antara RH Terhadap Nilai L*, a*, dan b* Bawang Merah
Kelembaban relatif (RH) (%) Nilai
L* a* b*
39,70 57,45 0,83 15,42
48,40 57,06 5,99 22,69
59,90 65,49 3,48 23,98
66,90 68,06 12,46 21,75
77,00 65,09 2,88 27,97
85,00 72,96 4,04 11,54
5.6.1. Tingkat Kecerahan (Nilai L*)
FTIP001630/017
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 7, RH memberikan pengaruh terhadap nilai L*
umbi bawang merah serta menunjukkan korelasi yang signifikan, artinya bahwa kenaikan tingkat
RH dengan nilai L* umbi bawang merah memiliki keeratan hubungan yang berarti.
Kecerahan suatu bahan berkaitan dengan nilai L* antara 0-100, semakin mendekati nilai 100
berarti semakin mendekati putih. Nilai kecerahan umbi bawang merah dalam penelitian ini
berkisar antara 57,06-72,96. Nilai kecerahan umbi bawang merah selain dipengaruhi oleh lama
curing juga dipengaruhi oleh perlakuan sorpsi isotermis. Rata-rata nilai L* meningkat seiring
dengan peningkatan RH. Hal ini berarti pada RH yang tinggi umbi bawang merah cenderung
berwarna lebih cerah. Kecerahan tersebut kemungkinan sangat dipengaruhi oleh kulit terluar dari
bawang merah yang mengering sehingga menutupi dominan warna merah dari umbi. Sampel
bawang merah pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Bawang Merah Setelah Perlakuan Sorpsi Isotermis pada Berbagai Tingkat
Kelembaban relatif (RH)
(Dokumentasi Pribadi, 2012)
FTIP001630/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Gambar 13. Kurva Hubungan Kelembaban Relatif (RH) Terhadap Nilai L* Umbi Bawang
Merah
Persamaan regresi untuk nilai L* umbi bawang merah memiliki kesesuaian yang tinggi terhadap
model regresi linier karena nilai R2 yang didapatkan >0,75 yaitu 0,820. Koefisien determinasi
sebesar 0,820 mempunyai arti nilai L* bawang merah dipengaruhi oleh RH sebesar 82%
sedangkan sisanya sebesar 18% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati
dalam percobaan. Koefisien korelasi sebesar 0,90 pada kurva yang dihasilkan menunjukkan
bahwa antara tingkat RH dengan nilai L* umbi bawang merah terdapat keeratan hubungan yang
erat pada bentuk hubungan regresi linier dengan persamaan Y = 0,327x + 43,79. Persamaan
regresi tersebut memiliki arti setiap peningkatan RH sebesar 20% maka nilai L* bawang merah
meningkat sebesar 6,54.
5.6.2. Nilai a*
Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 7, RH tidak memberikan pengaruh terhadap nilai
a* umbi bawang merah serta menunjukkan korelasi yang nonsignifikan, artinya bahwa kenaikan
tingkat RH dengan nilai a* umbi bawang merah tidak terdapat keeratan hubungan yang berarti.
Nilai rata-rata a* menurun seiring dengan kenaikan tingkat RH. Pada tingkat RH 66,90% terjadi
FTIP001630/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
peningkatan nilai a* dari 3,48 menjadi 12,46 kemudian terjadi penurunan kembali. Hal ini
disebabkan karena pada kelembaban yang rendah umbi bawang merah cenderung lebih kering
sehingga tingkat kecerahan warna merah berkurang. Warna merah pada umbi bawang merah
terdiri dari pigmen antosianin yang terdapat dalam cairan sel. Berdasarkan Gambar 14 terlihat
perbedaan warna yang tidak terlalu signifikan. Bawang merah memiliki nilai a* rata-rata sebesar
4,95. Nilai tersebut berada pada rentang yang kecil sehingga warna merah tidak terlalu dominan
menurut hasil uji.
5.6.3. Nilai b*
Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 7, RH tidak memberikan pengaruh terhadap nilai
b* umbi bawang merah serta menunjukkan korelasi yang nonsignifikan, artinya bahwa kenaikan
tingkat RH dengan nilai b* umbi bawang merah tidak terdapat keeratan hubungan yang berarti.
Perubahan nilai b* kemungkinan disebabkan oleh suhu lingkungan yang fluktuatif. Selain itu
telah mengeringnya kulit terluar umbi bawang merah juga mempengaruhi. Nilai b* yang
semakin positif berarti semakin berwarna kuning seperti terlihat pada Gambar 14, secara visual
warna merah dari umbi tertutupi oleh kulit terluar yang mengering seiring dengan peningkatan
RH.
Nilai °Hue dan warna dapat dilihat pada Lampiran 7. Umbi bawang merah pada setiap perlakuan
RH berada pada rentang nilai °Hue yang sama yaitu 342°-18° yang berarti bahwa RH tidak
berpengaruh terhadap nilai °Hue dari umbi bawang merah. Warna yang dapat diinterpretasikan
berdasarkan nilai °Hue tersebut adalah merah keunguan. Warna merah keunguan itu sendiri
disebabkan oleh pigmen antosianin yang berada pada cairan sel. Umbi bawang merah ditutupi
oleh lapisan kulit terluar yang dapat terkelupas sewaktu-waktu sehingga dapat menjadi penyebab
FTIP001630/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
perbedaan nilai warna yang dihasilkan. Sampel bawang merah pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 14.
FTIP001630/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
A. RH 39,70 % B. RH 48,40 %
C. RH 59,90 % D. RH 66,90 %
E. RH 77,00 % F. RH 85,00 %
Gambar 14. Bawang Merah Setelah Perlakuan Sorpsi Isotermis pada Berbagai Tingkat
Kelembaban Relatif (RH)
(Dokumentasi Pribadi, 2012)