urgensi ideologi muhammadiyah

13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesinambungan sebuah organisasi selain didukung oleh banyak faktor seperti sumber daya manusia yang selalu siap (regenerasi) untuk meneruskan langkah dan segala seluruh visi dan misi yang telah ada beserta anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya (AD/ART) sebuah organisasi, perhatian terhadap kemampuan finansial, kemampuan beradaptasi dengan dinamisasi zaman dan segala problematika yang ada di dalamnya atau yang sedang berlangsung serta yang tak kalah pentingnya adalah kepercayaan dari calon anggota terlebih lagi loyalitas serta dedikasi dari anggota serta jajaran pengurus yang sudah lama berada adalah bukti konkrit dari hal ini. Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi yang keberadaannya sudah sejak lama bahkan ikut berperan serta dalam perjuangan juga sebagai sebuah gerakan yang dahulunya hanya memfokuskan pada penyebaran agama hal ini tidak dapat disepelekan begitu saja. Dalam penyebaran agama yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah tidak hanya menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran semata. Akan tetapi di samping itu Muhammadiyah sebagai gerakan sekaligus organisasi juga turut membantu bangsa ini agar bisa terlepas dari cengkeraman penjajah. Berangkat dari hal ini maka Muhammadiyah sebagai bagian dari komponen bangsa sekaligus sebagai warna dalam kemajemukkan bangsa tercinta ini. Kita akui sebagai bangsa yang majemuk baik dari terdapatnya berbagai macam suku, bahasa dan kebudayaan serta organisasi-organisasi kemasyarakatan (ORMAS) adalah warna yang masing-masing mempunyai keunikan tersendiri.

Upload: beni-ksatria

Post on 05-Nov-2015

373 views

Category:

Documents


59 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kesinambungan sebuah organisasi selain didukung oleh banyak faktor

    seperti sumber daya manusia yang selalu siap (regenerasi) untuk meneruskan

    langkah dan segala seluruh visi dan misi yang telah ada beserta anggaran dasar

    dan anggaran rumah tangganya (AD/ART) sebuah organisasi, perhatian terhadap

    kemampuan finansial, kemampuan beradaptasi dengan dinamisasi zaman dan

    segala problematika yang ada di dalamnya atau yang sedang berlangsung serta

    yang tak kalah pentingnya adalah kepercayaan dari calon anggota terlebih lagi

    loyalitas serta dedikasi dari anggota serta jajaran pengurus yang sudah lama

    berada adalah bukti konkrit dari hal ini.

    Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi yang keberadaannya sudah sejak

    lama bahkan ikut berperan serta dalam perjuangan juga sebagai sebuah gerakan

    yang dahulunya hanya memfokuskan pada penyebaran agama hal ini tidak dapat

    disepelekan begitu saja. Dalam penyebaran agama yang dilakukan oleh KH.

    Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah tidak hanya menyuruh kepada

    kebaikan dan mencegah kemungkaran semata. Akan tetapi di samping itu

    Muhammadiyah sebagai gerakan sekaligus organisasi juga turut membantu

    bangsa ini agar bisa terlepas dari cengkeraman penjajah.

    Berangkat dari hal ini maka Muhammadiyah sebagai bagian dari komponen

    bangsa sekaligus sebagai warna dalam kemajemukkan bangsa tercinta ini. Kita

    akui sebagai bangsa yang majemuk baik dari terdapatnya berbagai macam suku,

    bahasa dan kebudayaan serta organisasi-organisasi kemasyarakatan (ORMAS)

    adalah warna yang masing-masing mempunyai keunikan tersendiri.

  • B. Rumusan Masalah

    Dari pendahuluan yang singkat di atas maka kali ini penulis mengangkat

    beberapa rumusan dari makalah ini, yang berupa di antaranya adalah:

    1) Urgensi ideologi dalam gerakan Muhammadiyah

    2) Metode yang diterapkan Muhammadiyah dalam menghadapi

    problematika ideologi

    3) Militansi kader dalam gerakan Muhammadiyah

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    1) Urgensi Ideologi dalam Gerakan Muhammadiyah

    Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bukan sekadar organisasi, lebih-

    lebih organisasi dalam pengertian administrasi yang bersifat teknis. Sebagai

    gerakan Islam Muhammadiyah merupakan suatu gerakan agama (religious

    movements), yang di dalamnya terkandung sistem keyakinan (belief system),

    pengetahuan (knowledge), organisasi (organization), dan praktik-praktik aktivitas

    (practices activity) yang mengarah pada tujuan (goal) yang dicita-citakan.

    Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah ditegaskan bahwa Muhammadiyah

    adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Maruf dan Tajdid, bersumber pada Al-

    Quran dan Sunnah. Muhammadiyah berasaskan Islam. Sedangkan maksud dan

    tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam

    sehingga terwujud masyarakat yang sebenar-benarnya. Guna mencapai tujuan

    tersebut dilakukan berbagai usaha, yang diwujudkan dalam amal usaha, program,

    dan kegiatan Persyarikatan.

    Kendati tidak ketat sebagaimana ideologi-ideologi dunia lebih-lebih yang

    bersifat totaliter, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memerlukan perekat

    ideologi. Ideologi sebagai system paham dalam gerakan Muhammadiyah dapat

    difungsikan untuk sejumlah kepentingan, antara lain sebagai berikut:

    Pertama, ideologi dapat memberi arah dan penjelasan mengenai sistem

    paham kehidupan yang dicandranya berdasarkan paham agama (Islam) yang

    dianutnya serta bagaimana seluruh warga Muhammadiyah bertindak berdasarkan

    sistem paham tersebut.

    Kedua, dengan ideologi maka Muhammadiyah dapat mengikat solidaritas

    kolektif (ukhuwah gerakan, dalam makna longgar ashabiyyah sebagaimana

    konsep Ibn Khaldun), yang berfungsi untuk mempertahankan ikatan ke dalam

    dan menghadapi tantangan hingga ancaman dari luar.

  • Ketiga, ideologi Muhammadiyah dapat membentuk karakter orang

    Muhammadiyah secara kolektif sebagaimana tercantum dalam Kepribadian

    Muhammadiyah serta Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, yang

    mengandung berbagai sifat orang dan pola tindak yang harus dimiliki dan

    diimplementasikan dalam kehidupan warga Muhammadiyah.

    Keempat, melalui ideologi Muhammadiyah menyusun strategi langkah-

    langkah perjuangan sebagaimana Khittah yang selama ini menjadi acuannya,

    sehingga gerakannya tersistem dan terarah dalam satu sistem gerakan

    Persyarikatan.

    Kelima, dengan ideologi maka Muhammadiyah dapat mengorganisasikan

    dan memobilisasi anggota, kader, dan pimpinannya dalam satu sistem gerakan

    untuk melaksanakan usaha-usaha dan mencapai tujuan dalam barisan yang

    kokoh, tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak centang perenang.

    Betapapun kecil sebuah gerakan, tetapi manakala memiliki ikatan ideologis

    yang kuat, maka gerakannya selain tersistem juga solid dan kokoh dalam

    menjalankan usaha-usaha perjuangannya. Sebaliknya, kendati sebuah organisasi

    itu besar, namun manakala terlalu longgar ikatan ideologisnya, maka akan dengan

    mudah diintervensi bahkan diinfiltrasi oleh paham dan gerakan lain, pada saat

    yang sama mudah goyah dan rentan terhadap berbagai penyakit dari dalam

    maupun dari luar. Di sinilah kendati zaman modern di abad ke 21 pada tataran

    global sering dikatakan sebagai akhir ideologi (the end of ideology), namun

    kelompok masyarakat atau bangsa manapun masih tetap memerlukan ideologi,

    selonggar apapun ideologi itu. Lebih-lebih untuk kepentingan sebuah gerakan

    Islam, yang sedikit atau banyak bersentuhan dengan aspek ideologis, yakni

    menyangkut keterkaitan Islam dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

    bernegara yang memerlukan sistem paham dan strategi perjuangan dalam

    mencapai cita-cita baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

    Peluruhan dan pengikisan yang kini dirasakan oleh Muhammadiyah

    ditandai oleh beberapa kecenderungan. Pertama, masuknya paham dan

  • kepentingan lain yang berbeda dengan Muhammadiyah, yang dalam organisasi

    atau gerakan manapun hal semacam itu akan mengganggu stabilitas atau bahkan

    keberadaan Persyarikatan. Kedua, melemahnya ikatan organisasi (jamiyah),

    kepemimpinan (imamah), dan keanggotaan (jamaah) dalam Muhammadiyah

    karena beragamnya orang yang lalu-lalang masuk dan berada dalam tubuh

    organisasi Islam dengan berbagai ragam kepentingannya yang pragmatis dalam

    Muhammadiyah, yang memperlemah sistem gerakan. Ketiga, menguatnya

    tarikan dan kepentingan politik sebagai akibat dari iklim keterbukaan di era

    reformasi serta semakin menggiurkannya lahan politik untuk perjuangan

    kekuasasn dan mobilitas orang-perorang maupun kelompok, yang sedikit atau

    banyak dapat menggoyahkan Kepribadian atau Khittah Muhammadiyah.

    Keempat, semakin besarnya amal usaha Muhammadiyah yang memikat orang

    luar yang masuk dengan motif sekadar mencari nafkah dan mobilitas individual

    yang tidak ingin terikat dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, bukan

    menganggap Muhammadiyah atau Persyarikatan sebagai beban.

    Dengan urgensi ideologi dan berbagai kecenderungan yang dapat menjadi

    faktor pelemah gerakan Muhammadiyah sebagaimana disebutkan itu, maka kini

    menjadi penting dan strategis untuk dilakukan ikhtiar meneguhkan kembali

    ideologi gerakan Muhammadiyah. Muhammadiyah saat ini dan saat ke depan

    sungguh memerlukan ikhtiar-ikhtiar ke dalam, selain ke luar, untuk mengikat dan

    mengkonsolidasikan kembali ideologi gerakannya sehingga dapat tetap utuh,

    kokoh, kuat, dan melangsungkan gerakannya secara lebih tangguh, berkualitas,

    dan berhasil. Di samping memerlukan ikhtiar-ikhtiar lain untuk peningkatan

    kualitas gerakan dan dengan tetap menunjukkan diri sebagai sosok yang mampu

    bergaul secara melintasi dalam relasi-relasi sosial yang bermartabat,

    Muhammadiyah juga memerlukan peneguhan ideologi gerakan.

    Jika Muhammadiyah melakukan peneguhan terhadap ideologi gerakan bagi

    seluruh warga dan sistem organisasinya, maka bukan berarti sedang membangun

    ketertutupan dan berhadapan dengan pihak lain, lebih-lebih secara konfrontatif.

    Tetapi, yang sesungguhnya terjadi ialah Muhammadiyah sedang menata dan

  • mengurus rumah tangganya sendiri agar kokoh dan tidak diganggu siapapun yang

    membuat gerakannya lemah dan centang perenang. Muhammadiyah selalu

    menjunjung tinggi ukhuwah dan kerjasama dengan pihak manapun, lebih-lebih

    dengan sesama komponen umat dan bangsa. Namun semangat ukhuwah dan

    kerjasama serta sikap toleran Muhammadiyah tidak berarti Muhammadiyah harus

    merelakan dirinya diganggu oleh paham dan kepentingan pihak mana pun tanpa

    melakukan peneguhan ideologi gerakannya. Karena itu, usaha-usaha peneguhan

    ideologi gerakan Muhammadiyah pun selain harus menyentuh aspek-aspek

    mendasar seperti memperdalam paham agama dan sistem gerakan, maka cara

    pelaksanyaannya selain dituntut sistematik atau tersistem juga harus cerdas,

    piawai, dan simpatik, yang mencerminkan Muhammadiyah sebagai tradisi besar.

    Maka langkah peneguhan ideologi akan semakin membawa Muhammadiyah

    menjadi gerakan dakwah dan tajdid yang kokoh dan berhasil dalam memajukan

    serta mencerahkan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan di abad

    modern yang penuh tantangan ini.

    2) Metode yang diterapkan Muhammadiyah dalam menghadapi

    problematika ideologi

    Seperangkat sistem paham memang sampai batas tertentu memiliki

    kelemahan karena membawa orang pada doktrin dan fanatisme tertentu yang

    bersifat eksklusif, tetapi karena wataknya yang demikian ideologi juga memiliki

    fungsi yang luar biasa dan dapat dijadikan instrumen untuk melakukan

    perjuangan dakwah dan tajdid bagi suatu gerakan seperti halnya gerakan

    Muhammadiyah.

    Dengan ideologi dapat ditanamkan keyakinan dan loyalitas anggota (lebih-

    lebih kader dan pimpinan) tentang idealisme dan cita-cita gerakan. Melalui

    ideologi dapat ditanamkan dan diperkuat solidaritas kolektif seluruh komponen

    Muhammadiyah dalam menjalankan misi dan usaha (amal usaha, program, dan

    kegiatan) menuju pada terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

    Didukung dengan kekuatan identitas yang mampu membangun karakter yang

    kokoh, maka melalui ideologi dapat dibangun komitmen ashabiyah dalam arti

  • solidaritas kolektif yang menumbuhkan kekuatan gerakan menuju pada

    pencapaian tujuan.

    Ashabiyah menurut Ibn Khaldun ialah solidaritas kolektif (golongan)

    yang kehadirannya melekat dengan watak sejarah kehadiran masyarakat dan

    peradaban. Ashabiyah bagi bapak sosiologi dan sejarawan Muslim klasik

    tersebut merupakan keniscayaan bagi lahirnya sebuah kekuatan dan

    kepemimpinan dalam masyarakat manusia. Menurut Khaldun, bahwa

    sesungguhnya keberadaan kepemimpinan itu dikarenakan adanya kekuasaan,

    dan kekuasaan itu ada karena adanya ashabiyah. Fungsi ashabiyah menurut

    Ibn Khaldun ialah (1) al-Humayat, menyatukan usaha untuk mencapai tujuan

    yang sama; (2) al-Mudafaat, mempertahankan diri dari segala sesuatu yang

    membahayakan; (3) al-Muthalabat, melawan musuh apabila diserang. Adapun

    tujuannya yakni menciptakan kedaulatan bagi masyarakat yang memilikinya.

    Bagi Muhammadiyah sebuah ideologi dan identitas gerakan tentunya sangat

    diperlukan setidak-tidaknya untuk menumbuhkan dan mengikat komitmen dan

    jati diri yang kokoh dari setiap anggota lebih-lebih pimpinan dan kader, juga

    untuk membangun kesadaran dan solidaritas kolektif yang kuat untuk

    menggerakkan Muhammadiyah secara sistemik dalam mencapai tujuannya.

    Terlebih lagi Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi yang tersistem, maka

    Ashabiyah itu menjadi penting agar tidak centang-perenang dan berjalan

    sendiri-sendiri, yang membuat organisasi kehilangan kekuatan dan kepribadinya.

    Langkah prioritas yang menjadi pilihan gerakan utama Muhammadiyah

    sesuai dengan Tanfidz adalah:

    1) Penguatan Organisasi di semua lini termasuk Ranting, dengan memberi

    prioritas bagi penguatan kinerja pimpinan, pemantapan manajemen,

    serta peluasan jaringan organisasi;

    2) Peningkatan kualitas lembaga dan amal usaha Muhammadiyah,

    sehingga Persyarikatan berfungsi optimal sebagai gerakan dakwah amar

    maruf nahi munkar;

    3) Perkembangan tajdid di bidang tarjih dan pemikiran Islam secara

    intensif dengan menguatkan kembali rumusan-rumusan teologis seperti

  • tauhid sosial, serta gagasan operasional seperti dakwah jamaah, dengan

    tetap memperhatikan prinsip dasar organisasi dan nilai Islam yang hidup

    dan menggerakkan;

    4) Peningkatan peran serta persyarikatan dalam penguatan masyarakat,

    termasuk advokasi terhadap kebijakan publik yang menyangkut harkat

    hidup rakyat banyak;

    5) Pengembangan kaderisasi baik dalam peningkatan kualitas kader,

    pimpinan, dan anggota sebagai pelaku gerakan; dan

    6) Peningkatan peran Muhammadiyah dalam kehidupan bangsa dan

    Negara serta percaturan global sesuai dengan misi dan prinsip

    gerakannya.

    Karena itu segenap potensi Muhammadiyah harus dihimpun dan

    menghimpunkan diri dalam barisan besar dan rapi sebagaimana layaknya sebuah

    gerakan yang memiliki tradisi besar seperti Muhammadiyah. Kaum cendekiawan,

    politisi, pengusaha, professional, hingga ke anggota biasa harus menyediakan diri

    berhimpun dan dihimpun dalam gerakan pencerahan nasional dan global di

    bawah payung Muhammadiyah, bukan memakai payung lain. Sudah saatnya,

    Muhammadiyah menjadi kekuatan nasional dan global yang signifikan sebagai

    Gerakan Dakwah dan Tajdid untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-

    benarnya.

    3) Militansi kader dalam gerakan Muhammadiyah

    Secara terminologi kata militan mengandung arti positif yaitu bersemangat

    tinggi atau bisa juga berarti penuh gairah, sedang makna yang berkonotasi

    negatif ialah berhaluan keras. Jadi kalau dikatakan orang Muhammadiyah

    militan, berarti mereka bersemangat atau bergairah tinggi dalam menggerakkan

    organisasi, tetapi juga mengandung arti sebagai orang yang berhaluan keras

    dalam Muhammadiyah.

    Orang yang berhaluan keras sering pula disamakan dengan radikal, yang

    kaku dan tidak kenal kompromi, yang merasa paling benar sendiri sehingga tidak

    toleran terhadap pandangan dan sikap orang lain yang berbeda. Dalam konteks

  • ini, bermuhammadiyah secara militan lebih tepat dengan makna yang pertama,

    yakni menanamkan dan menumbuhkan gairah atau semangat yang tinggi dalam

    menggerakkan Muhammadiyah. Bukan Muhammadiyah dan orang

    Muhammadiyah yang berhaluan keras sebagaimana dijelaskan dengan gambaran

    yang negatif tadi. Adapun kata militansi yang diambil dari kata militan,

    mengandung makna ketangguhan dalam berjuang. Seperti yang tangguh dalam

    menghadapi kesulitan, dalam peperangan, dan sebagainya. Maka, jika dikatakan

    membangun militansi bermuhammadiyah maksudnya ialah membina dan

    menumbuhkembangkan jiwa, sikap, pemikiran atau tindak perilaku yang tangguh

    dalam memperjuangkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam menuju

    tercapainya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam kaitan ini, militansi

    dalam Muhammadiyah lebih identik atau menyamai atau mendekati arti jihad,

    yakni berjihad dalam dan melalui Muhammadiyah. Berjuang dengan total dan

    tidak kenal menyerah dalam mewujudkan misi dan tujuan Muhammadiyah.

    Dalam membangun militansi ber-muhammadiyah maka perlu dipahami

    sejumlah hal sebagai berikut :

    1) Kesungguhan Berjuang

    Makna militansi dalam bermuhammadiyah secara positif ialah

    ketangguhan dalam memperjuangkan Islam melalui Muhammadiyah

    dengan semangat dasar jihad fi sabilillah. Militansi Muhammadiyah

    bukan sikap berhaluan keras dan radikal dalam bermuhammadiyah

    sebagaimana kaum Thaliban di Afghanistan atau praktik-praktik

    beragama yang sempit dan suka menyalahkan orang lain dengan

    gampang disertai kegagalan dalam menghisab diri.

    Militansi Muhammadiyah juga bukan yang mengobarkan perjuangan

    dan perlawanan fisik, lebih-lebih dengan aroma kekerasan, yang

    membuat Muhammadiyah kehilangan kearifan, kematangan, toleransi,

    dan kecerdasan dalam menghadapi permasalahan. Apalagi sekadar di

    lisan, yang selalu menuding orang lain tidak militan, tetapi diri sendiri

    tidak menunjukkan keteladanan dalam memperjuangkan

    Muhammadiyah kecuali yang berkaitan dengan kepentingan dan selera

  • sendiri. Mengobarkan isu Muhammadiyah kehilangan militansi, tetapi

    tidak mengurus Muhammadiyah secara sungguh-sungguh di tempat ia

    berkiprah. Memperjuangkan Muhammadiyah bukan ketika senang ada

    kepentingan, tetapi justru diuji manakala suasana sulit dan memerlukan

    banyak pengorbanan.

    2) Tidak Menduakan Muhammadiyah

    Kemilitansian seorang kader Muhammadiyah ditunjukkan dalam

    pengkhidmatannya yang serius dalam Muhammadiyah. Menduakan,

    mentigakan, ataupun menomorsekiankan Muhammadiyah karena

    memiliki pengkhidmatan di tempat lain yang lebih memuaskan

    kepentingan adalah memanfaatkan Muhammadiyah bukan

    memperjuangkan Muhammadiyah.

    3) Bukan Sebagai Batu Loncatan

    Pentingnya tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai batu loncatan apa

    pun karena akan menjadi kecewa sebab Muhammadiyah bukan

    kendaraan untuk hal itu. Jika mendapatkan hal-hal yang positif dari

    Muhammadiyah maka hal itu merupakan implikasi positif dari berbuat

    baik dan berkiprah dalam perjuangan, bukan menjadi tujuan.

    Maka, harus ada sikap positif jika Muhammadiyah memperoleh jabatan-

    jabatan penting di arena publik perhatian dan sikap membesarkan

    Muhammadiyah harus ditunjukkan.

    4) Memajukan Gerakan

    Militansi seseorang dalam bermuhammadiyah dapat diukur dari

    seberapa jauh yang bersangkutan menunjukkan kesungguhan, sikap, dan

    kiprahnya secara optimal dalam memajukan gerakan ke arah yang lebih

    baik. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang dikenal pembaru

    telah menunjukkan sukses luar biasa. Kesuksesan tersebut merupakan

    akumulasi dan sinergi dari seluruh kiprah warga, kader, dan pimpinan di

    seluruh lini dalam memberikan yang terbaik bagi persyarikatan.

    Adanya amal usaha-amal usaha dalam Muhammadiyah merupakan

    interpretasi dari sebuah komitmen yang diikrarkan bahwa militansi

  • dapat realisasikan ke amal-amal usaha yang telah ada seperti rumah

    sakit PKU Muhammadiyah, institusi-institusi pendidikan, dan organisasi

    sendiri merupakan bukti konkrit dan riil dari komitmen tentang militansi

    sendiri. Tentunya harapan akan hal itu akan menjadi sia-sia belaka jika

    hanya bisa menuntut tanpa mau berkomitmen baik secara kuantitas

    lebih-lebih kualitas. Tuntutan dalam berkomitmen bukan hanya di lisan

    saja akan tetapi juga dalam tindakan, sungguh sangat ironi jika dalam

    pernyataannya mengaku militan akan tetapi bersikap jumud dan tidak

    mau menunjukkan sikap positif dalam melakukan pembaruan gerakan

    yang berguna untuk kelangsungan Muhammadiyah.

  • BAB III

    KESIMPULAN

    Dari paparan yang cukup singkat di atas maka dapat diketahui bahwa

    ideologi merupakan ruh dalam sebuah organisasi. Kesamaan ideologi bagi warga

    dalam sebuah organisasi menjadikan ia sebagai petunjuk dari sistem yang akan

    dijalankan oleh warga terlebih bagi pemimpinnya. Solidaritas kolektif,

    pembentukan karakter, penusunan strategi langkah-langkah dan mobilisasi

    anggota, kader, dan pimpinan adalah merupakan buah dari kesamaan dari

    ideologi yang dianut oleh sebuah organisasi gerakan.

    Urgensi dari ideologi merupakan hal yang cukup serius demi kelangsungan

    dan keberlanjutan organisasi. Maka, dari itu segala problematika yang

    menyangkut tentang ideologi harus selalu mendapat perhatian serius dan

    mendapat prioritas. Oleh karena itu revitalisasi yang dilakukan oleh organisasi

    harus mampu beradaptasi dengan dinamisasi zaman yang cukup pesat dari hari ke

    hari.

    Dengan adanya revitalisasi yang dilakukan bukan untuk semata-mata demi

    kepentingan suatu golongan dalam organisasi saja, akan tetapi hal itu juga

    menuntut dedikasi dari seluruh warga, baik kader, terlebih lagi pimpinan dari

    organisasi. Kesempatan atau kelebihan dalam organisasi merupakan salah satu

    pengukur dari loyalitas seseorang kepada organisasi yang diikutinya. Hendaklah

    loyalitas itu merupakan bukti dari kesungguhan dan dedikasi yang semestinya

    diberikan kepada organisasi sehingga nantinya revitalisasi yang dicanangkan oleh

    organisasi bukan merupakan hal yang memberatkan akan tetapi hal ini

    menunjukkan bahwa revitalisasi dapat dibuktikan dengan loyalitas serta dedikasi

    yang nyata dari para warga dari organisasi tersebut.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, 2006.

    UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang