uji fitokimia dan efektivitas angiopteris evecta

71
1 UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK PANGKAL BATANG PAKU GAJAH (Angiopteris evecta) TERHADAP BAKTERI Salmonella thypi SEBAGAI AGEN PENYEBAB DEMAM TIFOID SECARA IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran FANNY PRATAMI KINASIH H1A010023 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU 2013

Upload: fannykinasih

Post on 28-Dec-2015

428 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Skripsi : Fanny Pratami KinasihUji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap bakteri Salmonella thypi Secara In Vitro

TRANSCRIPT

Page 1: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

1

UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

PANGKAL BATANG PAKU GAJAH (Angiopteris evecta) TERHADAP

BAKTERI Salmonella thypi SEBAGAI AGEN PENYEBAB

DEMAM TIFOID SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

FANNY PRATAMI KINASIH

H1A010023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

BENGKULU

2013

Page 2: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

2

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri

Salmonella thypi Sebagai Agen Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro

Fanny Pratami Kinasih, NPM: H1A010023, Tahun: 2013

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Validasi Skripsi

Peneliti/Tim Ujian Skripsi PSPD UNIB

Pada Hari Senin, Tanggal 30 Desember 2013

Pembimbing Utama Penguji Utama

Drs. Welly Darwis, M.S dr. Marisadonna Asteria, M.Biomed

NIP. 196007131987031002 NIP. 198301072008012006

Pembimbing Pendamping Penguji Pendamping

Dr. Morina Adfa, M.Si dr. Zayadi Zainuddin, M.Pd.Ked

NIP. 19731031 200003 2 001 NIP.198312252009121007

Page 3: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

3

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri

Salmonella thypi Sebagai Agen Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro

Fanny Pratami Kinasih, NPM: H1A010023, Tahun: 2013

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi PSPD

Universitas Bengkulu

Pada Hari Jumat, Tanggal 30 Desember 2013

Pembimbing Utama

Nama : Drs.Welly Darwis, M.S

…………………………

NIP : 196007131987031002

Pembimbing Pendamping

Nama : Dr. Morina Adfa, M.Si

…………………………

NIP : 19731031 200003 2 001

Penguji Utama

Nama : dr. Marisadonna Asteria, M.Biomed

…………………………

NIP : 198301072008012006

Penguji Pendamping

Nama : dr. Zayadi Zainuddin, M.Pd.Ked

…………………………

NIP : 198312252009121007

Page 4: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

4

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATAN

JURUSAN/ PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Alamat: WR. Supratman Bengkulu, Telepon(0736) 20919,2117

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : FANNY PRATAMI KINASIH

NPM : H1A010023

Fakultas : FKIK

Program Studi : PENDIDIKAN DOKTER

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini disusun sebagai

syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Bengkulu seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri.

Bagian tertentu dalam penulisan skripsi dikutip dari hasil karya orang lain

yang telah dicantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, etika, dan kaidah

penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

saya bersedia menerima sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan perundangan yang

berlaku.

Bengkulu,................2013

Fanny Pratami Kinasih

Page 5: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya,

Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini berjudul “Uji Fitokimia

dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris

evecta) Terhadap Bakteri Salmonella thypi Sebagai Agen Penyebab Demam

Tifoid Secara In Vitro”, sebagai salah satu syarat menyelesaikan Sarjana

Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Bengkulu.

Dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang

tak terhingga kepada:

1. Bapak Drs. Welly Darwis, M.S selaku pembimbing I penyusunan skripsi.

2. Ibu Dr. Morina Adfa, M.Si selaku pembimbing II penyusunan skripsi.

3. dr. Marisadonna Asteria, M.Biomed selaku penguji I penyusunan skripsi

4. dr. Zayadi Zainuddin, M.Pd.Ked selaku penguji II penyusunan skripsi

5. Bapak Rektor Universitas Bengkulu.

6. Ibu Santi dan Bapak Sipriadi yang telah banyak memberikan motivasi dan

membantu dalam kegiatan penelitian ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu yang telah

memberikan pendidikan dan pengetahuan selama mengikuti pendidikan.

8. Bapak Yarsana di Kaur yang telah memberikan bantuan mendapatkan

pangkal batang paku gajah dan memberikan inspirasi pada penelitian ini.

9. Papa Panji Suminar tercinta yang bersedia laptopnya dipinjam selama

pembuatan hasil skripsi, Mama Henni Herawani, Endah, Aan, Gingin dan

semua keluargaku tercinta yang telah banyak memberikan motivasi dan

dukungan terbaiknya.

10. PLP Laboratorium Biologi, Laboratorium Kimia, dan Laboratorium

Mikrobiologi Kedokteran Universitas Bengkulu : Uda Dedi, Mbak Lies,

Uni Ira, dan Uda Edwar, Uni Devi, Kak Chan, Mas Hamzah dan Mas

Haris yang telah banyak membantu dalam kegiatan penelitian ini.

Page 6: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

6

11. Teman-teman seperjuangan dari awal nyari judul sampai penyelesaian

skripsi : Fitrah, Selvi, Arsy, dan Tiara. Serta teman yang banyak sangat

membantu dalam penelitian ini : Tika, Bang Reza, Bang Bayu dan Bang

Kevin, Mbak Nensi, Bang Ucok, Yafie, Iwan dan teman-teman lainnya di

Fakultas Kedokteran UNIB yang baik secara langsung atau tidak langsung

membantu menyelesaikan pembuatan/penyusunan skripsi ini.

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua,

Amin.

Bengkulu,............. 2013

Fanny Pratami Kinasih

Page 7: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

7

ABSTRAK

Fanny Pratami Kinasih. H1A010023. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri

Salmonella thypi Sebagai Agen Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro. Skripsi.

Fakultas Kedokteran, Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Latar Belakang: Tumbuhan Paku gajah (Angiopteris evecta) merupakan salah

satu spesies Pteridophyta yang paling sering digunakan untuk mengobati penyakit.

Bagian pangkal batang dari tumbuhan paku gajah ini telah lama digunakan untuk

mengobati penyakit demam tifoid di Desa Tanjung Ganti I, Kaur, Bengkulu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan ekstrak pangkal batang paku

gajah dan aktivitasnya dalam menghambat Salmonella thypi sebagai agen

penyebab demam tifoid.

Metode: Ekstraksi pangkal batang paku gajah menggunakan pelarut etanol 96%.

Hasil dari ekstraksi selanjutnya dilakukan pengujian fitokimia dan uji Minimum

Inhibitory Concentration (MIC). Hasil uji fitokimia dianalisis menggunakan

metode deskriptif kualitatif. Hasil uji MIC diambil daya hambat terbaik 70-80%,

kemudian dilanjutkan dengan uji efektivitas menggunakan 5 konsentrasi berbeda

dari hasil uji MIC tersebut. Uji MIC dan efektivitas ini menggunakan metode

difusi agar menggunakan kertas cakram, dengan parameter yang diambil adalah

besarnya zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram. Larutan antibiotik

kloramfenikol 50 µg/ml digunakan sebagai pembanding (kontrol +).

Hasil: Hasil uji fitokimia ekstrak pangkal batang paku gajah mengandung

beberapa senyawa antibakteri, yaitu tanin, flavonoid, dan triterpenoid. Hasil uji

MIC pangkal batang paku gajah terhadap S. thypi didapatkan daya hambat terbaik

70-80% pada konsentrasi 40%. Hasil uji efektivitas diketahui daya hambat

terbesar pada konsentrasi 47,5% dengan diameter daya hambat 9,2 mm,

sedangkan untuk daya hambat terkecil berada pada konsentrasi 25% dengan

diameter daya hambat 5,5 mm. Analisis statistik pada uji Anova menunjukkan

setiap konsentrasi pangkal batang paku gajah memiliki perbedaan yang nyata

dalam menghambat S.thypi dengan nilai p=0,00 (< 0,05), dan memiliki nilai Fhitung

> Ftabel dengan nilai α = 0,05, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji

Duncan didapatkan konsentrasi ekstrak 40% yang paling efektif menghambat

pertumbuhan S. thypi.

Simpulan: Pangkal batang paku gajah memiliki kandungan senyawa antibakteri

yaitu tanin, flavonoid, dan triterpenoid yang memiliki aktivitas daya hambat

terhadap bakteri S. thypi terbukti dengan adanya daya hambat yang terbentuk

disekitar kertas cakram.

Kata Kunci: Angiopteris evecta, Salmonella thypi, fitokimia, metode difusi

cakram, daya hambat, demam tifoid

Page 8: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

8

ABSTRACT

Fanny Pratami Kinasih. H1A010023. Phytochemical Test and Antibacteria

Activity in Base Stem Extraction of Angiopteris evecta Against

bacteria Salmonella thypi as an Agent of Typhoid fever In Vitro. Thesis. Faculty

of Medicine, University of Bengkulu. Bengkulu.

Background: Elephant fern (Angiopteris evecta) is a species Pteridhophyta that is

most often used to treat the illness. The base stem from elephant fern have been

used for treating typhoid fever in village of Tanjung Ganti I, Kaur, Bengkulu. This

research aims to know the composition of base stem in elephant fern and their

activities to inhibits Salmonella thypi as an agent of typhoid fever.

Methods: Extraction of base stem in elephant fern is using 96% solvent

ethanol. The result from extraction then continued with phytochemical and

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test. Phytochemical test result is

analyzed by using descriptive qualitative methods. MIC test results take about 70-

80 % inhibition, followed by testing the effectiveness of using 5 different

concentrations from MIC test. MIC test and effectiveness is using the diffusion

method which use paper discs, the taken parameter is the large inhibition zone that

formed around paper discs. Solution of antibiotic chloramphenicol 50 µg/ml is

used as a comparison (controls +).

Results: Phytochemical test result from extracting base stem in elephant fern

contains several antibacterial compounds, namely tannin, flavonoid, and

triterpenoid. Test result of MIC in base stem of elephant fern against S.

thypi showed the best inhibition 70-80% in concentration of 40%. Test result of

effectiveness showed that the largest inhibit is in 47.5% with a diameter of

inhibition 9.2 mm, whereas for the smallest inhibition is in 25% with a diameter

5.5 mm. Statistical Analysis of Anova test showed each concentration of base

stem in elephant fern have real difference to inhibit S. thypi with the p=0.00 (<

0.05), and have the Fvalue> Ftable with α = 0.05, so it is continued with Post Hoc

is Duncan test. The result of Duncan test obtained 40% of concentration extract is

the most effective way to inhibit the growth of S. thypi.

The conclusions: The base stem of elephant fern contains antibacterial namely

tannin, flavonoid, and triterpenoid which has such an inhibit potensial against

bacteria S. thypi. It is proven by there are inhibit formations around paper discs.

Key words: Angiopteris evecta, Salmonella thypi, phytochemical, disc

diffusion methods, inhibition zone, thypoid fever

Page 9: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iii

HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………. iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………. v

ABSTRAK………………………………………………………………... vii

ABSTRACT………………………………………………………………. viii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… ix

DAFTAR TABEL………………………………………………………… xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... xii

DAFTAR ISTILAH.................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………...... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 3

1.3 Hipotesis……………………………………………………………….. 4

1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4

1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella thypi……………………………………………………….. 7

2.2 Demam Tifoid (Thypoid Fever)……………………………………….. 8

2.2.1 Patofisiologi Demam Tifoid……………………………………. 8

2.2.2 Gejala Klinis Demam Tifoid………………………………….... 9

2.2.3 Pengobatan Demam Tifoid……………………………………... 9

2.3 Paku Gajah (Angiopteris evecta)……………………………………… 12

2.3.1 Kandungan Ekstrak Paku gajah (Angiopteris evecta)…………... 13

2.4 Uji Fitokimia dan Senyawa Aktif Tumbuhan……………………........ 16

2.4.1 Uji Fitokimia…………………………………………................. 16

2.4.2 Senyawa aktif tumbuhan………………………………………... 16

2.5 Senyawa Antibakteri dari bahan tanaman……………………………... 19

2.5.1 Golongan Fenolik……………………………………………….. 19

2.5.2 Golongan Terpenoid…………………………………………….. 19

2.5.3 Golongan Alkaloid……………………………………………… 20

2.6 Uji Aktivitas Bakteri…………………………………………………... 20

2.6.1 Metode Dilusi………………………………………………….... 20

2.6.2 Metode Difusi Cakram (tets Kirby and Bauer)………………… 21

2.7 Kerangka Penelitian……………………………………………………. 21

2.7.1 Kerangka Teori………………………………………………….. 21

2.7.2 Kerangka Konsep……………………………………………….. 22

Page 10: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

10

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu…………………………………………………….. 23

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan…………………………………….… 23

3.2.1 Alat- alat yang digunakan pada penelitian……………………… 23

3.2.2 Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian…………………. 24

3.3 Desain Penelitian………………………………………………………. 24

3.4 Teknik Penyedian Bahan………………………………………………. 25

3.5 Cara Kerja……………………………………………………………… 25

3.5.1. Sterilisasi alat dan bahan……………………………………….. 25

3.5.2. Pembuatan ekstrak pangkal batang paku gajah………………… 26

3.5.3 Uji Fitokimia Pangkal batang Paku Gajah……………………... 26

3.5.4 Pembuatan Media Tumbuh Bakteri…………………………….. 28

3.5.5 Peremajaan Bakteri Salmonella thypi……………...…………… 29

3.5.6 Perhitungan Optical Density (OD)……………………………... 29

3.5.7 Pembuatan Larutan Pembanding Kloramfenikol……………….. 30

3.5.8 Ulangan (Replikassi)……………………………………………. 31

3.5.9 Uji Awal Penentuan Minimal Inhibitor Concentration (MIC)…. 31

3.5.10 Uji efektivitas ekstrak pangkal batang paku gajah (Angiopteris

evecta) terhadap bakteri Salmonella thypi……………….....….. 34

3.5.11 Penghitungan Zona Hambat………………………………….... 35

3.6 Identifikasi Variabel…………………………………………………… 35

3.7 Analisis Data…………………………………………………………... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Eksrak Pangkal Batang Paku Gajah……………………….. 37

4.2 Uji Fitokimia Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah……………………. 38

4.3 Optical Density (OD)…………………………………………………... 41

4.4 Uji Awal Penentuan Minimum Inhibitory Concentration …………….. 42

4.5 Uji Efektivitas Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah…………………... 43

4.6 Analisis Data Uji Efektvitas Pangkal Batang Paku Gajah

Terhadap Bakteri Salmonella typhi……............……………………….. 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 55

5.2 Saran…………………………………………………………………… 56

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 57

LAMPIRAN………………………………………………………………. 63

Page 11: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

11

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Terapi demam tifoid tanpa komplikasi…………………........................ 10

2.2 Terapi sereve thypoid fever…………………………………………… 10

2.3 Analisis fitokimia dari ekstrak metanol beberapa daun tanaman paku... 14

2.4 Hasil Fitokimia yang terdeteksi dari ekstrak daun Angiopteris evecta… 15

2.5 Hasil Fitokimia yang terdeteksi dari ekstrak etanol daun Angiopteris

evecta………………………….……………………………………...... 15

3.1 Klasifikasi Kategori Zona Bening Bakteri Menurut Davis Stout……... 35

4.1 Hasil Fitokimia Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah…………............. 38

4.2 Hasil Optical Density (OD) pada Uji MIC dan Efektivitas…………… 41

4.3 Rata-rata Diameter Daya Hambat Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella thypi…………………….. 43

4.4 Hasil Uji Homogenitas Levene dari Varians…………………………… 47

4.5 Hasil Uji ANOVA dari data pengukuran diameter daya hambat ekstrak

pangkal batang paku gajah……………………..……………................ 48

4.6 Analisis Uji Lanjut Duncan Daya Hambat Ekstrak Pangkal Batang

Paku Gajah Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi………………….. 49

Page 12: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

12

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Salmonella thypi……………….……………………………………. 7

2.2 Angiopteris evecta……………………...…………………………... 12

2.3 Pangkal Batang Paku gajah…………………………………………. 13

4.2 Ekstrak Kental Pangkal Batang Paku Gajah………………………... 37

4.3 Hasil Uji Alkaloid…………………………………………………... 39

4.3 Hasil Uji Flavonoid…………………………………………………. 39

4.4 Hasil Uji Saponin…………………………………………………… 40

4.5 Hasil Uji Tanin……………………………………………………… 40

4.6 Hasil Uji Triterpenoid dan steroid………………………………….. 40

4.7 Grafik Hubungan Antara Zona Bening dengan Konsentrasi Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah Dalam Menghambat Pertumbuhan S.

typhi………………………..……………………………………….. 42

4.8 Hasil Uji Efektivitas konsentrasi 25%................................................ 44

4.9 Hasil Uji Efektivitas konsentrasi 32,5%............................................. 44

4.10 Hasil Uji Efektivitas konsentrasi 40%............................................... 45

4.11 Hasil Uji Efektivitas konsentrasi 47,5%............................................. 45

4.12 Hasil Uji Efektivitas konsentrasi 55%................................................ 45

4.13 Hasil Uji Efektivitas kontrol positif.................................................... 45

4.14 Hasil Uji Efektivitas kontrol negatif................................................... 45

4.15 Grafik Hubungan Antara Zona Bening dengan Konsentrasi Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah Dalam Menghambat Pertumbuhan

S. typhi Pada Uji Efektivitas………………..………………………. 46

Page 13: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

13

DAFTAR ISTILAH

1. Fitokimia : Ilmu pengetahuan alam yang menguraikan asssspek kimia

dari suatu tanaman

2. MIC : Minimum Inhibitory Concentration merupakan

konsentrasi minimum untuk menghambat bakteri

3. OD : Optical Density merupakan indikasi jumlah kerapatan

bakteri yang terdapat dalam media cair

4. NB : Nutrient Broth merupakan media cair untuk pertumbuhan

bakteri

5. SSA : Salmonella Shigella Agar merupakan media selektif

untuk pertumbuhan bakteri Salmonella dan Shigella

6. Hidrofilik : Suatu zat yang dapat berikatan dengan air dan bersifat

polar

7. Lipofilik : Suatu zat yang dapat berikatan dengan lemak dan bersifat

non polar

8. In Vitro : Penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media

kultur di laboratorium

9. Demam Tifoid : Infeksi Sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

thypi

10. Anti Bakteri : Zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme

mikroba yang merugikan

Page 14: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Foto- foto Penelitian Cara Pembuatan Ekstrak…………………...……... 64

2. Alat dan Bahan yang Digunakan……………………………................... 66

3. Proses Pembuatan Suspensi dan Perhitungan OD………………………. 68

4. Proses Uji Efektivitas……………………………………………..……... 69

5. Proses Pewarnaan Gram Bakteri Salmonella thypi.................................... 70

6. Data Hasil Uji MIC Ekstrak Pangkal Batang

Paku Gajah Terhadap Salmonella thypi…………………………. ……... 71

7. Data Hasil Uji Efektivitas Pengaruh Ekstrak Pangkal Batang Paku

Gajah dalam Menghambat Bakteri Salmonella typhi………………...…. 72

8. Perhitungan Uji Duncan Secara Manual……………………………….... 78

9. Rata-rata Zona Hambat Hasil Perhitungan Oleh 2 Rater (Uji Kappa)...... 79

10. Perhitungan Konsentrasi………………………………………..……… 80

11. Perhitungan Optical Density (OD).......................................................... 84

Page 15: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam tifoid atau thypoid fever merupakan salah satu penyakit

infeksi sistemik yang masih sering dijumpai di negara berkembang termasuk

Indonesia. Diperkirakan terdapat sekitar 17 juta insidensi kasus demam tifoid di

seluruh dunia setiap tahunnya (World Health Organization, 2013). Selain itu

berdasarkan laporan Direktorat Jendral Pelayanan Medis Departermen Kesehatan

Republik Indonesia pada tahun 2010, demam tifoid menempati urutan ketiga dari

10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan

jumlah kasus 41.081 (Departemen Kesehatan RI, 2011). Hal ini menunjukan

bahwa insidensi demam tifoid di Indonesia masih cukup tinggi dan perlu untuk

diperhatikan dalam penatalaksanaannya.

Pilihan utama untuk mengobati demam tifoid di Indonesia adalah

kloramfenikol (Sudoyo dkk., 2009). Namun, kloramfenikol memiliki efek

samping yang cukup serius yaitu gangguan pada sistem hematologik berupa

Anemia Aplastik dan Gray Baby Syndrome (Gunawan dkk., 2007). Selain

kloramfenikol, terdapat juga antibiotik lain seperti tiamfenikol, kotrimoksazol,

amoksisilin, sefalosporin, azitromisin dan golongan fluorokuinolon yang

semuanya memiliki efek samping tertentu bagi tubuh kita (Sudoyo dkk., 2009).

Selain banyaknya efek samping yang ditimbulkan, harga obat-obatan kimia

Page 16: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

16

tersebut terbilang cukup mahal sehingga masyarakat lebih memilih untuk

menggunakan pengobatan herbal untuk mengobati beberapa penyakit, termasuk

demam tifoid.

Departemen Kesehatan melalui UU nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

mengakui keberadaan pengobatan tradisional dan obat tradisional sebagai bagian

yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan. Pengobatan tradisional

berupa pengobatan herbal sekarang semakin menarik untuk diteliti mengingat efek

samping yang minimum dan efektivitas yang sama dengan obat medis dalam

mengobati penyakit. Berkembangnya pengobatan herbal ini tak lepas dari negara

Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman hayati, salah satunya adalah

paku gajah (Angiopteris evecta). Angiopteris evecta adalah spesies dari divisi

Pteridhophyta yang paling sering digunakan untuk mengobati penyakit (Nilanthi

dkk., 2012).

Ekstrak metanol daun Angiopteris evecta menunjukkan aktivitas antibakteri

yang maksimal pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus

aureus, sedangkan pada bakteri Escherichia coli dan Serratia marcescens juga

terdapat efek antibakteri tetapi tidak semaksimal Pseudomonas aeruginosa dan

Staphylococcus aureus (Thomas, 2011). Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan signifikan antara bagian akar, daun, dan rhizome Angiopteris evecta

dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Ekstraksi daun Angiopteris evecta

dengan menggunakan dichloromethane, aseton, metanol dan etanol mempunyai

efek hambatan yang tinggi terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus (Nilanthi dkk., 2012).

Page 17: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

17

Pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) sudah lama digunakan

sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit demam tifoid oleh masyarakat

Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur Provinsi

Bengkulu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengobat alternatif, Yarsana

menyatakan bahwa bagian pangkal batang paku gajah telah digunakan sebagai

obat untuk demam tifoid. Melihat dari berbagai hasil penelitian mengenai paku

gajah yang menunjukkan adanya efek penghambatan pertumbuhan beberapa

bakteri, tidak menutup kemungkinan bahwa pangkal batang paku gajah

mengandung senyawa aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi sebagai bakteri penyebab demam tifoid.

Meninjau dari latar belakang di atas maka telah dilakukan suatu penelitian

mengenai “Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pangkal Batang Paku

Gajah (Angiopteris evecta) Terhadap Bakteri Salmonella typhi Sebagai Agen

Penyebab Demam Tifoid Secara In Vitro”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diambil pada penelitian ini adalah :

1.2.1 Apa saja kandungan senyawa kimia ekstrak pangkal batang paku gajah

(Angiopteris evecta)?

1.2.2 Apakah ekstrak pangkal batang paku gajah efektif untuk menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi sebagai bakteri penyebab

demam tifoid?

1.2.3 Bagaimana perbandingan efek antibakteri ekstrak pangkal batang paku

gajah dengan kloramfenikol terhadap bakteri Salmonella typhi?

Page 18: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

18

1.3 Hipotesis

H0: Pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) tidak memiliki

kandungan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi.

H1: Pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) memiliki kandungan

senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi.

H2: Pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) memiliki efek

antibakteri yang sama dengan kloramfenikol terhadap bakteri

Salmonella typhi.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa kimia

yang terdapat pada ekstrak pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta)

dan aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan Salmonella typhi.

1.4.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka beberapa tujuan khusus yang akan

dicapai melalui penelitian ini adalah :

1.4.2.1 Menentukan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak

pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta).

1.4.2.2 Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak

etanol pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi.

Page 19: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

19

1.4.2.3 Membandingkan efektivitas ekstrak etanol pangkal batang paku

gajah (Angiopteris evecta) dengan obat medis seperti kloramfenikol

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti

1.5.1.1 Peneliti dapat mengetahui kandungan senyawa kimia ekstrak

pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) yang

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi.

1.5.1.2 Peneliti dapat mengetahui aktivitas ekstrak pangkal batang paku

gajah (Angiopteris evecta) bila dibandingkan dengan obat medis

seperti kloramfenikol terhadap Salmonella typhi.

1.5.2 Bagi Instansi terkait

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi

tambahan untuk Universitas Bengkulu mengenai efektivitas pangkal

batang paku gajah sebagai antibakteri untuk Salmonella typhi.

1.5.3 Bagi Program Studi Pendidikan Dokter

1.5.3.1 Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan

dan informasi mengenai pengobatan tradisional untuk salah satu

penyakit infeksi sistemik yang masih sering terjadi yaitu demam

tifoid.

1.5.3.2 Hasil dari penelitian ini dapat menjadi data awal untuk dapat

mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai efektivitas

Page 20: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

20

paku gajah (Angiopteris evecta) dalam mengobati penyakit

demam tifoid.

1.5.4 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai

efektivitas pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) sebagai

antibakteri untuk Salmonella typhi yang merupakan patogen penyebab

demam tifoid yang marak terjadi di masyarakat.

Page 21: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella typhi

Salmonella typhi diklasifikasikan menurut Garrity (1990) sebagai berikut :

Kingdom : Bakteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi

Gambar 2.1 Salmonella typhi (Todar, 2009)

Hampir semua serotipe Salmonella yang menginfeksi manusia berada dalam

hibridisasi grup I. Organisme yang termasuk hibridisasi DNA grup I adalah

Page 22: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

22

Salmonella enterica subspesies enterica. Salmonella enterica serotipe

thyphimurium atau serotipe typhi adalah spesies Salmonella yang paling sering

menyebabkan demam tifoid, yang sering dikenal dengan nama Salmonella typhi

(Brooks dkk., 2008).

Terdapat empat tipe Salmonella yang menyebabkan demam enterik dan dapat

diidentifikasikan di laboratorium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan

serologi. Serotipe tersebut adalah Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi

B, Salmonella cholerasuis, dan Salmonella typhi. Salmonella typhi menjadi

penyebab terpenting sindrom demam tifoid (Brooks dkk., 2008). Salmonella

paratyphi menyebabkan parathypoid fever, gejalanya hampir sama dengan gejala

pada thypoid fever tetapi lebih ringan, kemungkinan sangat kecil (Maskalyk,

2003).

2.2 Demam Tifoid (Thypoid Fever)

Bakteri Salmonella typhi menyebabkan infeksi sitemik yang disebut demam

tifoid atau thypoid fever. Demam tifoid dapat terjadi karena mengkonsumsi

makanan atau air yang terkontaminasi dari urin atau feses orang carrier yang

mengeksresi bakteri S. typhi. Hal ini dapat terjadi karena buruknya hyngiene

habits dan sanitasi lingkungan masyarakat yang tidak baik (Parry dkk., 2002).

2.2.1 Patofisiologi Demam Tifoid

Saat seseorang mengkonsumsi minuman atau makanan yang terkontaminasi

oleh bakteri S. typhi, bakteri tersebut akan masuk ke dalam saluran pencernaan

manusia kemudian akan berpenetrasi ke dalam mukosa usus halus dan menetap di

nodus limfe mesentrika. Ketika bakteri bermultifikasi disana, sebagian dari

Page 23: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

23

populasi bakteri akan lisis. Bakteri yang aktif tersebut mengeluarkan endoktoksin

yang keduanya akan dilepaskan ke pembuluh darah sehingga menyebabkan

septicemia (Todar, 2009). Hal ini merupakan fase bakteremia primer dan biasanya

asimptomatik dan kultur darah juga hasilnya negatif pada fase ini. Bakteri yang

ada didarah kemudian menyebar di dalam tubuh dan berkolonisasi di sistem

retikuloendotelial dimana bakteri tersebut dapat bereplikasi tanpa adanya

makrofag. Setelah periode replikasi bakteri, S. typhi akan kembali ke darah dan

menyebabkan fase bakteremia sekunder. Pada fase inilah mulai timbul gejala

klinis yang ditandai dengan berakhirnya masa inkubasi (Bhutta, 2006).

2.2.2 Gejala Klinis Demam Tifoid

Beberapa kasus saat episode transien dan ringan dapat terjadi diare sesaat

setelah tertelan bakteri S. typhi, tetapi banyak kasus asimptomatik selama periode

inkubasi yaitu 7-14 hari. Gejala klinis dari penyakit demam tifoid ini sering

muncul satu minggu setelah tertelan bakteri S. typhi dan dimulai dengan

timbulnya demam biasa yang kemudian menjadi demam tinggi yang terus-

menerus, sakit kepala, rasa tidak nyaman pada perut yang tidak terlokalisasi,

lemas dan hilangnya nafsu makan (Maskalyk, 2003).

2.2.3 Pengobatan Demam tifoid

2.2.3.1 Pengobatan Medis

Di daerah endemik 80-90% kasus demam tifoid dapat diobati di rumah

dengan antibiotik dan istirahat (Parry dkk., 2002). Antibiotik yang digunakan

untuk mengobati demam tifoid tergantung pada derajat berat dan ringannya

demam tifoid. World Health Organization (WHO) merekomendasikan beberapa

Page 24: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

24

terapi antibiotik untuk mengobati demam tifoid berdasarkan demam tifoid yang

tanpa komplikasi dan dengan komplikasi (sereve thypoid fever). Adapun beberapa

obat yang direkomendasikan tercantum dalam Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Terapi demam tifoid tanpa komplikasi

Sumber : (World Health Organization dalam Bhutta, 2006)

Tabel 2.2 Terapi sereve thypoid fever

Di Indonesia kloramfenikol merupakan obat pilihan utama yang digunakan

untuk mengobati demam tifoid (Sudoyo dkk., 2009). Penelitian membuktikan

bahwa obat golongan flouroquinolon seperti siprofloksasin merupakan

antimikroba terbaik untuk mengobati demam tifoid (Longmore dkk., 2010).

Sumber : (World Health Organization dalam Bhutta, 2006)

Page 25: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

25

2.2.3.2 Pengobatan Herbal

Penelitian mengenai tanaman herbal yang digunakan untuk mengobati

penyakit demam tifoid telah banyak dilakukan. Beberapa tanaman telah terbukti

menghambat pertumbuhan bakteri S. typhi, salah satunya adalah ekstrak daun

sambiloto. Ekstrak daun sambiloto pada konsentrasi 80% menghambat

pertumbuhan bakteri S. typhi dengan diameter zona hambat terbesar yaitu 37,07

mm terhadap pertumbuhan bakteri S. typhi. Ekstrak daun sambiloto mengandung

senyawa diterpen turunan fenol (Eddy, 2007).

Ekstrak daun tanjung juga diteliti dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Shigella boydii dan Salmonella typhi. Konsentrasi minimal ekstrak daun tanjung

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella boydii lebih kecil yaitu

3,12% dibandingkan dengan konsentrasi hambat minimal (KHM) S. typhi yaitu

6,25%. Diketahui bahwa ekstrak daun tanjung mempunyai kandungan senyawa

alkaloid, tanin dan saponin (Noor dkk., 2006).

Senyawa alkaloid berupa saponin dan tanin juga terdapat pada akar gingseng

yang telah terbukti menghambat perumbuhan bakteri S. typhi. Kadar Bunuh

Minimum (KBM) yang diperoleh adalah pada konsentrasi 14% (Sanarto dkk.,

2009). Penelitian lain menunjukkan ekstrak lumut hati (Marchantia polymorpha)

mengandung senyawa terpenoid, fenol, dan flavonoid yang cenderung

menurunkan pertumbuhan bakteri S. typhi dengan Kadar Hambat Minimal (KHM)

15% (Nuriman dkk., 2012).

Pengobatan herbal lain yang digunakan untuk mengobati penyakit demam

tifoid adalah tumbuhan paku gajah. Tumbuhan ini sudah lama digunakan

Page 26: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

26

masyarakat Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur

Provinsi Bengkulu untuk mengobati penyakit demam tifoid. Bagian tumbuhan

paku gajah yang digunakan untuk mengobati penyakit demam tifoid adalah bagian

pangkal batang paku gajah.

2.3 Paku Gajah (Angiopteris evecta)

Tumbuhan paku gajah (Angiopteris evecta) dikenal dengan nama King fren,

giant fern, elephant fern, atau mule’s-foot fern (Hartini, 2006). Secara Taksonomi

Angiopteris evecta diklasifikasikan sebagai berikut (USDA, 2003) :

Kingdom : Plantae – Plants

Subkingdom : Tracheobionta – Vascular plants

Divisi : Pteridophyta – paku-pakuan

Kelas : Filicopsida

Orde : Marattiales

Famili : Marattiaceae – Vessel fern family

Genus : Angiopteris Hoffm

Species : Angiopteris evecta (J.R Forst) Hoffm

Gambar 2.2 Angiopteris evecta

Page 27: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

27

Gambar 2.3 Pangkal Batang Paku gajah

Tumbuhan paku gajah memiliki tinggi mencapai 6 meter dengan daun yang

menggerombol. Tumbuhan ini memiliki rhizome atau akar rimpang yang pendek,

berdaging, besar, tegak yang membentuk rumpun sampai tinggi 1 m dan diameter

0,5-1 m (NPWS, 2001). Tangkai daun (stipes) ± 1/2 dari panjang daun, berwarna

hijau, halus, dan bagian pangkal membengkak dengan sepasang stipula yang

bentuknya membundar. Stipula ini memiliki panjang 5 cm dan lebar 7 cm. Sori

terdapat disepanjang tepi daun bagian bawah (±0,5-1,5 mm dari bagian tepi),

berkelompok, dan jumlahnya mencapai 12 sporangia (Hartini, 2006).

2.3.1 Kandungan Ekstrak Paku gajah (Angiopteris evecta)

Uji fitokimia tanaman paku dapat dilakukan terhadap ekstrak non polar, semi

polar, dan polar tanaman paku seperti air, petroleum eter, aseton, metanol dan

etanol. Hasil uji fitokimia dari 5 jenis daun tanaman paku yaitu Adiantum

caudatum L., Pteris argyrae, Pteris confuse, Angiopteris evecta, Lygodium

microphyllum dengan menggunakan pelarut metanol dapat dilihat pada Tabel 2.3

(Gracelin dkk., 2012). Pada Tabel 2.3 terlihat bahwa uji fitokimia ekstrak metanol

daun Angiopteris evecta (paku gajah) mengandung steroid, gula tereduksi, gula,

alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, dan antrokuinon.

Page 28: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

28

Tabel 2.3 Analisis fitokimia ekstrak metanol beberapa daun tanaman paku

Senyawa

P. confuse

A. Evecta

A. coudatum

L. microphyllum

P. argyraea

Steroid + + + + +

Triterpenoid - - - - -

Gula

tereduksi

- + + + +

Gula - + - - -

Alkaloid + + + - +

Fenolik + + + + -

Flavonoid + + + + +

Katekin - - - - -

Saponin - + - - -

Tanin - - - - -

Antrokuinon + + + - +

Asam Amino - - - - -

Sumber : (Gracelin dkk., 2012)

Penelitian lain yang dilakukan Thomas (2011) mengenai uji fitokimia daun

Angiopteris evecta, sebanyak 50 gram daun Angiopteris evecta dimaserasi dengan

menggunakan 4 pelarut yaitu petroleum eter, aseton, metanol, dan air. Hasil uji

fitokimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Dari Tabel 2.4 didapatkan bahwa daun Angiopteris evecta yang di ekstraksi

dengan menggunakan aseton dan metanol menunjukkan adanya senyawa

Page 29: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

29

flavonoid, terpenes, dan fenolik. Ekstraksi menggunakan petroleum eter

didapatkan senyawa flavonoid dan terpenes (Thomas, 2011).

Tabel 2.4 Hasil Fitokimia yang terdeteksi dari berbagai ekstrak daun Angiopteris

evecta

Ekstrak Deteksi fitokimia pada berbagai variasi ekstrak

(nilai : + ada, - tidak ada)

Flavonoid Alkaloid Terpen Fenolik

Petroleum Eter + - + -

Aseton + - + +

Metanol + - + +

Water - - - +

Sumber : (Thomas, 2011)

Pada uji fitokimia ekstrak daun Angiopteris evecta yang diekstrak

menggunakan etanol mengandung senyawa flavonoid, terpen, dan fenol (Tabel

2.5). Diketahui bahwa tanaman yang mempunyai level aktivitas antibakteri yang

tinggi menunjukkan adanya senyawa flavonoid dan terpen (Thomas, 2013).

Tabel 2.5 Hasil Fitokimia yang terdeteksi dari ekstrak etanol daun Angiopteris

evecta

Famili dan nama

tumbuhan

Fitokimia (+ ada, - tidak ada)

Alkaloid Flavonoid Terpen Fenol

Angiopteridaceae

Angiopteris evecta - + + +

Sumber : (Thomas, 2013)

Page 30: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

30

Hasil uji fitokimia ekstrak tanaman Angiopteris evecta atau Paku Ate

memiliki kandungan alkaloid, saponin, glikosida, steroid dan tanin. Masyarakat di

5 kabupaten di Kalimantan Tengah menggunakan pelepah atau tangkai daunnya

sebagai obat tradisional kanker payudara (Galingging, 2006).

2.4 Uji Fitokimia dan Senyawa Aktif

2.4.1 Uji Fitokimia

Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia

dari suatu tanaman. Kajian fitokimia antara lain berupa uraian tentang konstitusi

dan dan isolasi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa

kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia yang terkandung di

berbagai jenis tanaman (Sirait, 2007).

Analisis fitokimia adalah analisis berupa aneka ragam senyawa organik yang

dibentuk oleh makhluk hidup, yaitu mengenai, biosintesisnya, struktur kimianya,

perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi

biologisnya. Untuk itu diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi

kandungan yang terdapat dalam tumbuhan. Analisis fitokimia ini dilakukan untuk

menentukan senyawa aktif yang mempunyai efek racun atau efek bermanfaat

yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harborne,

2006).

2.4.2 Senyawa aktif tumbuhan

Kandungan senyawa aktif pada tumbuhan dalam bentuk metabolit sekunder

seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain-lain.

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

Page 31: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

31

mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan

tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau

lingkungannya (Lenny, 2006). Adapun beberapa senyawa aktif tumbuhan

diklasifikasikan menurut Harborne (2006) dan Robinson (1995) sebagai berikut :

2.4.2.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang terbesar. Satu-

satunya sifat alkaloid yang terpenting adalah kebasaannya. Alkaloid mengandung

atom nitrogen yang sering kali terdapat dalam cincin heterosiklik. Senyawa ini

biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai senyawa organik dan

sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan

asam sulfat (Robinson, 1995).

2.4.2.2 Flavonoid

Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula

didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Terdapat sekitar sepuluh

kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon,

biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon. Senyawa flavonoid dapat

diekstraksi dengan etanol 96% (Harborne, 2006).

2.4.2.3 Tanin

. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi

atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson, 1995). Tanin terkondensasi

terdapat dalam paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, terutama pada

jenis tumbuh-tumbuhan berkayu (Harborne, 2006).

Page 32: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

32

2.4.2.4 Saponin

Saponin berasal dari bahasa latin Sapo yang berarti sabun, karena sifatnya

menyerupai sabun. Saponin merupakan glikosida triterpenoid dan sterol terdiri

dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin (Robinson, 1995).

Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang

mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne,

2006).

2.4.2.5 Steroid

Steroid merupakan golongan lipid yang memiliki inti dengan empat cincin.

Beberapa turunan steroid yang penting ialah alkohol steroid atau sterol. Senyawa

steroid terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang ditemukan dalam

jaringan tumbuhan disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan dalam jaringan

hewan disebut kolesterol (Robinson, 1995).

2.4.2.6 Terpenoid

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam

sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter, atau

kloroform dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan

pelarut ini (Harborne, 2006).

2.4.2.7 Triterpenoid

Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan

dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri.

Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas dan sebagai

glikosida. Triterpena alkohol monohidroksi dalam tumbuhan tidak mengandung

Page 33: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

33

pigmen, sedangkan triterpenadiol berada bersama-sama dengan karotenoid dan

triterpena asam dengan flavonoid (Robinson, 1995).

2.5 Senyawa Antibakteri dari bahan tanaman

2.5.1 Golongan Fenolik

Senyawa fenol diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu golongan fenol

sederhana (vanillin, gingerol, shagaol, guaiakol, dan eugenol), asam fenol (p-

kresol, 3-etilfenol, hidrokuinon, dan asam galat), dan flavonoid (antosianin,

flavonon, flavonol, dan tannin). Golongan seenyawa fenolik yang bersifat sebagai

antibakteri adalah senyawa fenol sederhana, gingerol dan turunannya yang dapat

menghambatpertumbuhan Mycobacteriumavium dan Mycobacterium tuberculosis.

Eugenol juga dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Selain itu

golongan fenolik turunanan hidroksinamat seperti kafein dapat menghambat

pertumbuhan Listeria monocytogenes. Golongan fenolik pada flavonol seperti

katekin dapat menghambat pertumbuhan Vibrio cholerae dan toksinnya (Parhusip,

2006).

2.5.2 Golongan Terpenoid

Golongan terpenoid yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah borneol,

sineol, pinene, kamfene, kamfor, nerelidol, indol, kadinen dan jus apel. Golongan

terpenoid ini dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus

aureus, Salmonella enterica dan Eschericia coli. Senyawa fraksi terpen memiliki

daya hambat terhadap bakteri gram negatif dan gram positif. Senyawa monoterpen

alkohol dan senyawa sesquiterpen alkohol seperti citronelal, geraniol, linalool dan

nerol yang terbukti berperan sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan

Page 34: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

34

Campylobacter jejuni, Eschericia coli, Listeria monocytogenes dan

Salmonellaenterica (Parhusip, 2006).

2.5.3 Golongan Alkaloid

Golongan alkaloid pada tanaman yang berperan sebagai antibakteri termasuk

dalam kelompok senyawa alkaloid karbazol. Senyawa antibakteri alkaloid

karbazol bersifat antibakteri kuat dengan nilai MIC terhadap Bacillus subtilis

sebesar 15 µg/ml, Eschericia coli 25 µg/ml, dan Staphylococcus aureus 33 µg/ml.

Salah satu senyawa alkaloid karbazol merupakan senyawa antibakteri dan

antifungi yang kuat dengan nilai MIC terhadap Staphylococcus aureus 6 µg/ml,

Candida albicans 8 µg/ml, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella

typhimurium sebesar 25 µg/ml (Parhusip, 2006).

2.6 Uji Aktivitas Bakteri

Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara In Vitro dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu (Brooks dkk., 2008) :

2.6.1 Metode Dilusi

Metode dilusi dilakukan dengan memasukkan sejumlah zat antimikroba ke

dalam medium bakteriologi cair atau padat, yang biasanya menggunakan

pengenceran dua kali lipat. Selanjutnya medium diinokulasi dengan bakteri yang

akan diuji dan diinkubasi. Metode ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

banyak zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri yang diuji. Uji metode dilusi agar ini membutuhkan waktu

yang banyak dan kegunaannya terbatas pada keadaan- keadaan tertentu (Brooks

dkk., 2008).

Page 35: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

35

2.6.2 Metode Difusi Cakram (tets Kirby and Bauer)

Metode difusi cakram ini merupakan metode yang sering digunakan pada

uji in vitro. Sejumlah obat atau ekstrak antibakteri diteteskan di atas kertas cakram

dan ditempatkan di atas permukaan medium padat yang permukaannya telah

diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah diinkubasi, diameter zona jernih yang

terbentuk disekitar cakram diukur sebagai ukuran kekuatan obat atau ekstrak

antibakteri dalam melawan mikroorganisme tertentu. Metode difusi cakram ini

dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia diantaranya interaksi antara

ekstrak dan mikroorganisme, ukuran molekular, sifat medium dan kemampuan

difusi dari ekstrak (Brooks dkk., 2008)

2.7 Kerangka Penelitian

2.7.1 Kerangka Teori

Antibiotik herbal

(Ekstrak pangkal

batang paku gajah)

Bakteri

Salmonella

typhi

ada daya

hambat

Tidak ada

daya

hambat

Efek terhadap

pertumbuhan

bakteri

Page 36: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

36

2.7.2 Kerangka Konsep

Tanaman Paku gajah

(Angiopteris evecta)

Pangkal Batang

(Bongkol)

Maserasi dengan

pelarut etanol 96%

Filtrat

Uji Aktivitas Antibakteri

Metode difusi cakram

Ekstrak Kental

Kontrol + Antibiotik

Standar (Kloramfenikol)

Bakteri Salmonella typhi

Ada daya

hambat Tidak ada

daya hambat

Page 37: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian studi eksperimental ini dilakukan di Laboratorium mikrobiologi

Fakultas MIPA dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Bengkulu. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan (16 minggu), dimulai dari

bulan September 2013 sampai dengan Desember 2013.

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.2.1 Alat- alat yang digunakan pada penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi: 1) Handscoon; 2)

cawan petri 12,5 x 2,5 cm; 3) tabung reaksi; 4) rak tabung reaksi; 5) gelas kimia

1000 ml; 6) autoklaf; 7) pipet mikro; 8) pipet tetes; 9) batang pengaduk; 10)

pinset; 11) kertas saring whatman 3M; 12) gelas ukur 250 ml dan 5 ml; 13) labu

erlenmeyer 500 ml, 250 ml, 100 ml; 14) kawat ose; 15) Bunsen; 16) spiritus; 17)

pipet Pasteur; 18) spuit 5 ml; 19) laminar air flow (NUAIRE); 20) timer; 21)

lemari pendingin (LEC); 22) inkubator (WTC binder); 23) Rotary evaporator

(Heidolph); 24) penangas air/hot plate (Lab. Companion) dan magnetic stirrer;

25) kertas label; 26) plastik; 27) penggaris millimeter; 28) kertas cakram; 29)

timbangan analitik (BEL); 30) Vortex (JEIO TECH) dan 31) Shaker

(Gallenkamp)

Page 38: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

38

3.2.2 Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pangkal batang

paku gajah (Angiopteris evecta) yang berasal dari Desa Tanjung Ganti I,

Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Untuk

mengekstrak pangkal batang paku gajah digunakan pelarut etanol 96%. Uji

antibakteri digunakan bahan-bahan sebagai berikut: medium Salmonella Shigella

Agar (SSA) (OXOID), Nutrien Broth (NB) (Merck), aquades, etanol 96%,

antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif, kertas saring wathman, akuades

steril, serta biakan bakteri S. typhi.

3.3 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi analitik eksperimental laboratorium, dilakukan

pengujian fitokimia ekstrak pangkal batang paku gajah dan pengujian aktivitas

antibakteri dari ekstrak pangkal batang paku gajah dengan menggunakan uji difusi

cakram (disk diffusion test). Metode ini merupakan metode untuk uji antibakteri

dengan mengukur pertumbuhan bakteri dan melihat adanya zona bening atau zona

hambat yang timbul disekitar kertas cakram yang sudah diteteskan dengan ekstrak

pangkal batang paku gajah, dan selanjutnya diukur berapa besar diameter zona

hambatan terhadap S. typhi.

Dalam menunjang validitas hasil penelitian, peneliti menggunakan data

primer dan data sekunder. Data sekunder peneliti dapatkan dari beberapa

penelitian ilmiah sebelumnya mengenai ekstrak paku gajah sebagai antibiotik

untuk beberapa bakteri gram negatif dan positif. Data primer diperoleh dari hasil

Page 39: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

39

pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri S. typhi yang sebelumnya sudah

diberikan ekstrak pangkal batang paku gajah.

3.4 Teknik Penyedian Bahan

Sampel ekstrak pangkal batang paku gajah yang digunakan pada penelitian

ini diperoleh dari tumbuhan paku gajah yang ada di Desa Tanjung Ganti I Kelam

Tengah, Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Pelarut yang digunakan untuk

mendapatkan senyawa aktif yang terkandung dalam pangkal batang paku gajah

masing-masing dengan pelarut etanol 96%. Ekstraksi dengan menggunakan

etanol, air dingin dan air panas untuk setiap tanaman herbal sangat tepat untuk

memeriksa aktivitas anti-thypoid menggunakan metode difusi cakram (Iroha, dkk.,

2010). Biakan bakteri S. typhi yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari

Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Bengkulu.

3.5 Cara Kerja

3.5.1. Sterilisasi alat dan bahan

Alat- alat dan bahan harus disterilkan terlebih dahulu supaya terhindar dari

kontaminasi. Proses sterilisasi dimulai dengan memasukkan semua alat dan bahan

ke dalam autoklaf sampai dengan batas yang dtentukan untuk menempatkan alat

dan bahan yang akan disterilkan. Semua alat sepeti cawan petri, tabung reaksi,

labu erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk, tabung reaksi, pipet ukur, penjepit,

gelas kimia, gelas ukur dan medium Nutrient Broth sebelumnya telah ditutup

dengan kertas buram, setelah itu dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121o

C dengan tekanan 15 pound per sequence inch (psi) selama 15 menit. Untuk

media Salmonella Shigella Agar (SSA) tidak boleh dimasukkan kedalam autoklaf

Page 40: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

40

karena senyawa yang terkandung dalam media SSA akan rusak. Media SSA dapat

dipanaskan maksimal pada suhu 60o C.

3.5.2. Pembuatan ekstrak pangkal batang paku gajah

Pangkal batang paku gajah sebanyak 6 kg dipilih yang dalam keadaan baik

dan tidak ada jamurnya. Setelah itu dicuci bersih dan dikeringkan sampai setengah

kering. Kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan kembali sampai kering.

Selanjutnya sampel tersebut dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%

selama 4x24 jam pada suhu kamar dan dengan pengadukan sesering mungkin.

Sampel kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman sehingga

diperoleh filtrat dan residu (ampas). Filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya

dengan rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kental berupa

pasta, namun jika ekstrak hasil rotary belum kental maka dilakukan penguapan

dengan water bath pada suhu 45°C. Masing-masing ekstrak ditimbang, dan

dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia utamanya.

Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak.

3.5.3 Uji Fitokimia Pangkal batang Paku Gajah

3.5.3.1 Uji Alkaloid

Pada uji alkaloid menggunakan 3 pereaksi yaitu Wagner, Mayer, dan

Dragendorff. Sejumlah 3 mL ekstrak diletakkan di tabung reaksi, kemudian

ditambahkan HCl 2M sebanyak 3 tetes dan NaCl 0,5 gram, setelah itu diaduk dan

disaring dan diperoleh filtratnya. Filtrat tersebut kemudian dipisahkan menjadi 4

bagian A, B, C, dan D. Filtrat A sebagai blanko, filtrat B ditambahkan dengan

pereaksi Meyer, filtrat C ditambahkan dengan pereaksi Wagner dan filtrat D

Page 41: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

41

ditambah pereaksi Dragendroff. Hasil uji alkaloid positif apabila terbentuk

endapan putih/kabut putih pada penambahan pereaksi Meyer, endapan coklat

muda pada penambahan perekasi Wagner, dan endapan coklat muda sampai

orange pada penambahan perekasi Dragendroff (Marliana dkk., 2005).

3.5.3.2 Uji Flavonoid

Beberapa tetes ekstrak pangkal batang paku gajah dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes HCl pekat dan dipanaskan pada

penangas air. Hasil pofitif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna merah tua

sampai ungu. Setelah itu ditambah dengan logam Mg dan diamati terjadinya

perubahan warna merah tua hingga kehitaman menunjukkan adanya flavonoid

(metode Wilstater) (Marlina dkk., 2005).

3.5.3.3 Uji Saponin

Metode yang digunakan pada uji saponin ini adalah metode Forth yaitu

dengan memasukkan 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi, dan ditambahan 10

tetes akuades lalu dikocok selama 30 detik, kemudian diamati perubahan yang

terjadi. Jika terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka uji

saponin positif (Marlina dkk., 2005).

3.5.3.4 Uji Steroid dan Triterpenoid

Uji senyawa triterpenoid dan steroid dilakukan dengan meletakkan 3 tetes

sampel di atas plat tetes, setelah itu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan

3 tetes asam sulfat pekat (perekasi Liebermann-Burchard). Selanjutnya diamati

perubahan warna yang terjadi. Jika terbentuk warna biru dan hijau menunjukkan

Page 42: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

42

reaksi positif terhadap steroid adanya senyawa triterpenoid ditandai dengan

timbulnya warna merah, merah jambu atau ungu (Adfa dan Tamin, 2004).

3.5.3.5 Uji Tanin

Beberapa tetes ekstrak pangkal batang paku gajah diletakkan ke dalam plat

tetes dan dibagi menjadi 2 bagian. Bagian A sebagai blanko dan bagian B

ditambahkan 3 tetes perekasi FeCl3 1%. Adanya perubahan warna menjadi hijau,

biru dan hitam menunjukkan uji tanin positif (Adfa dan Tamin, 2004).

3.5.4 Pembuatan Media Tumbuh Bakteri

3.5.4.1 SSA (Salmonella Shigella Agar)

Media SSA tidak boleh di autoklaf karena kandungan media tersebut akan

rusak jika di autoklaf. Pembuatan media SSA ini menggunakan akuades di dalam

erlenmeyer steril sebelumnya sudah di autoklaf, kemudian masukkan serbuk

media SSA sebanyak 63 gram dilarutkan dengan akuades sampai volume 1000

ml. Setelah itu larutan dipanaskan pada suhu 60o C dan diaduk menggunakan hot

plate magnetic stirrer sampai homogen.

3.5.4.2 NB (Nutrient Broth)

Media NB digunakan dalam proses peremajaan bakteri Salmonella typhi.

Cara pembuatan media NB adalah 6,5 gram serbuk NB dilarutkan dengan dengan

akuades sampai volume 500 ml. Setelah itu larutan dipanaskan pada suhu 60o C

dan diaduk menggunakan hot plate magnetic stirrer sampai homogen. Kemudian

media NB di autoklaf dan simpan dalam lemari pendingin, jika akan digunakan

dicairkan terlebih dahulu dengan suhu 40o C.

Page 43: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

43

3.5.5 Peremajaan Bakteri Salmonella typhi

Bakteri S. typhi yang didapatkan dari Laboratorium Kesehatan Daerah

Provinsi Bengkulu harus diremajakan terlebih dahulu dengan dibiakkan pada

medium SSA miring. Media SSA yang sebelumnya telah dibuat diambil 100 ml

dan dipanaskan kembali pada suhu 60o C kemudian diletakkan pada tabung reaksi

sebanyak 5 buah, sumbat tabung-tabung reaksi tersebut dengan kapas dan medium

dibiarkan memadat pada posisi miring. Setelah padat, inokulasikan satu ose

S.typhi dari biakan murni ke medium agar miring SSA dengan gerakan zig-zag.

Inkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.

Pembuatan suspensi S. typhi dengan cara ambil 2 ose koloni S. typhi pada

medium SSA miring dan dimasukkan kedalam 100 ml medium NB yang telah

dibuat. Setelah itu di Shaker 100 rpm selama 24 jam. Kemudian akan didapatkan

larutan yang bewarna keruh yang berisi koloni S. typhi.

3.5.6 Perhitungan Optical Density (OD)

OD merupakan indikasi jumlah bakteri yang terdapat dalam media cair. OD

standar untuk bakteri S. typhi adalah 0,08 - 0,1 pada panjang gelombang 600 nm,

OD standar ini setara dengan konsentrasi 108 bakteri/ml (Murray dkk., dalam

Ardananurdin, 2004). Perhitungan OD dilakukan pada suspensi S. typhi yang telah

dishaker selama 24 jam, yang diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer.

Suspensi S. typhi tersebut diambil menggunakan spuit 5 cc dan dimasukkan ke

dalam kuvet hingga mencapai garis panah yang ada di kuvet dan dimasukkan ke

dalam spektrofotometer. Setelah itu atur panjang gelombang 600 nm dan lihat

nilai absorban yang muncul. Nilai absorban yang muncul merupakan nilai OD

Page 44: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

44

hasil spektrofotometri dari suspensi bakteri yang telah dishaker selama 24 jam

tersebut.

Rumus perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan konsentrasi 108

bakteri/ml yang setara dengan OD 0,1 sebagai berikut (Wijaya dkk., 2011) :

N1 x V1 = N2 x V2

Keterangan :

N1 = OD hasil sprektrofotometri

V1 = Volume bakteri stok

N2 = OD standar S. typhi (0,1 setara dengan 108 CFU/ml pada = 600 nm)

V2 = Volume suspensi bakteri uji

Volume suspensi bakteri uji (V2) merupakan jumlah volume bakteri di dalam

NB yang akan dimasukkan ke dalam media SSA ½ padat. Jumlah V2 yang

dimasukkan ke dalam media SSA ½ padat tergantung pada volume media, yaitu

100 ml media agar setara dengan 4 ml NB suspensi bakteri uji. Pada perhitungan

di atas yang dicari adalah volume bakteri stok (V1), dan hasil V1 yang didapatkan

nanti akan ditambahkan NB blanko sehingga mencapai volume suspensi bakteri

uji (V2). Selanjutnya volume suspensi bakteri yang sudah mengandung bakteri

dengan jumlah standar yaitu 108 bakteri/ml, dimasukkan ke dalam media SSA ½

padat dan dituang ke petri sebagai lapisan kedua.

3.5.7 Pembuatan Larutan Pembanding Kloramfenikol

Kloramfenikol sebanyak 62,5 mg ditambahkan akuades hingga menjadi 250

ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,25 mg/ml. Untuk melakukan uji antibakteri

S. typhi maka 1 ml larutan di atas dipipet dan ditambahkan akuades hingga

menjadi 5 ml sehingga diperoleh kadar 50 µg/ml. (Berdasarkan standar

Page 45: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

45

interpretive antibiotic yang dikeluarkan oleh Technical Information Published

dari Becton Dickinson Microbiology Sistem, Cockeysville, Maryland, dalam

Alexander, 2004).

3.5.8 Ulangan (Replikasi)

Banyaknya ulangan atau jumlah replikasi yang diambil dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Federer (1963) dalam (Gustiansyah, 2012) :

(t – 1) (r – 1) > 15

Keterangan :

t = jumlah perlakuan

r = jumlah ulangan

Berdasarkan rumus di atas maka pada uji MIC dengan 10 perlakuan

diperoleh banyaknya pengulangan minimal sebanyak 3 kali. Pada uji efektivitas

dengan 5 perlakuan ekstrak membutuhkan pengulangan minimal sebanyak 5 kali,

tetapi pada penelitian ini uji efektivitas dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali.

3.5.9 Uji Awal Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Dilakukannya uji awal untuk penentuan konsentrasi hambatan karena belum

adanya standar konsentrasi ekstrak pangkal batang paku gajah untuk uji

efektivitas sebagai antibakteri. Adapun konsentrasi ekstrak pangkal batang paku

gajah divariasikan sebagai berikut :

A7 : 60 %

A8 : 70 %

A9 : 80%

A10 : 90 %

A11 : 100 %

A1 : 0 %

A2 : 10 %

A3 : 20 %

A4 : 30 %

A5 : 40 %

A6 : 50 %

Page 46: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

46

Variasi konsentrasi tersebut berjumlah 11 variabel dengan 0% sebagai kontrol

negatif. Ekstrak pangkal batang paku gajah yang akan ditimbang berturut- turut

adalah 0,1 gam ; 0,2 gram ; 0.3 gram; 0,4 gram; 0,5 gram; 0,6 gram; 0,7 gram; 0,8

gram; 0,9 gram; dan 1 gram dilarutkan dengan menggunakan akuades hingga

mencapai volume yang sama yaitu 1 ml. Untuk konsentrasi 10% diambil 0,1

gram ekstrak pangkal batang paku gajah dan dilarutkan akuades hingga mencapai

1 ml. Untuk konsentrasi 20% diambil 0,2 gram ekstrak pangkal batang paku gajah

dan dilarutkan kembali dengan akuades hingga 1 ml, begitu seterusnya untuk

pembuatan konsentrasi yang lainnya.

Setelah itu dilakukan uji awal dengan pembuatan media SSA menggunakan

metode double layer. Metode ini menggunakan 2 lapis media SSA, lapisan bawah

berisi media SSA padat dan lapisan atasnya berisi media ½ padat yang sudah

mengandung bakteri uji. Pembuatan media padat SSA menggunakan

perbandingan 63 gram serbuk SSA dilarutkan dengan akuades sampai volume

1000 ml, sedangkan media ½ padat perbandingan larutannnya adalah setengah

dari media padat yaitu 31,5 gram serbuk SSA dilarutkan dengan akuades sampai

volume 1000 ml. Uji MIC menggunakan 15,75 gram serbuk SSA dilarukan

dengan akuades sampai volume 250 ml untuk lapisan pertama dan lapisan kedua

menggunakan 7,88 gram serbuk SSA dilarutkan dengan akuades sampai volume

250 ml. Larutan SSA untuk lapisan pertama dipanaskan menggunakan hot plate

dan stirrer sampai homogen, setelah itu tuang ke cawan petri secara aseptik dan

biarkan memadat. Selanjutnya pembuatan larutan SSA untuk layer kedua

menggunakan cara yang sama, namun sebelumnya suspensi bakteri S. typhi

Page 47: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

47

dengan OD standar sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 250 ml larutan media

SSA ½ padat. Setelah itu tuang larutan media SSA ½ padat tersebut atas layer

padat pertama dan biarkan memadat.

Selanjutnya ambil 1 kertas cakram berdiameter 6 mm dengan menggunakan

pinset steril dan diletakkan pada tengah media SSA yang sudah diinokulasikan

bakteri S. typhi. Sebelumnya kertas cakram tersebut diteteskan dengan ekstrak

pangkal batang paku gajah menggunakan pipet mikro hingga kertas cakram

menjadi jenuh. Banyaknya ekstrak pangkal batang paku gajah yang diteteskan

sebanyak + 3 µl. Penetesan ekstrak pada kertas cakram dilakukan pada setiap

konsentrasi ekstrak yang sudah ditentukan yaitu pada konsentrasi 10-100%,

sehingga didapatkan 10 cawan petri dengan kertas cakram yang berisi ekstrak

pangkal batang paku gajah pada konsentrasi 10-100%. Setiap perlakuan dilakukan

3 kali pengulangan. Setelah itu diinkubasi dengan suhu 37o C selama 24 jam.

Kemudian diamati adanya penghambatan pertumbuhan bakteri berdasarkan zona

bening atau zona hambat yang terbentuk pada sekeliling kertas saring dan media

agar.

Untuk uji awal MIC ini kita mencari konsentrasi dengan daya hambat

minimum dengan kategori kuat, namun jika tidak ada daya hambat dengan

kategori kuat, maka diambil 70-80 % dari daya hambat terbaik. Hasil MIC ekstrak

pangkal batang paku gajah adalah konsentrasi dengan daya hambat 70–80 % dari

daya hambat terbaik dikodekan sebagai larutan P4. Konsentrasi hasil MIC ini

digunakan sebagai titik tengah dan dibuat variasi konsentrasi lebih besar dan lebih

kecil dari P4 ( P4 ) dengan jarak 7,5% yang dikodekan sebagai larutan P2, P3

Page 48: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

48

< P4 > P5, P6. Dan P1 = 0 %. Kelima jenis konsentrasi ini digunakan untuk uji

efektivitas ekstrak pangkal batang paku gajah.

3.5.10 Uji efektivitas ekstrak pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta)

terhadap bakteri Salmonella typhi

Pada uji efektivitas ini menggunakan 7,88 gram serbuk SSA dilarutkan

dengan akuades sampai volume 125 ml untuk layer pertama dan 3,94 gram serbuk

SSA dilarutkan dengan akuades sampai volume 125 ml akuades untuk layer kedua

yang berisi suspensi bakteri. Larutan SSA padat dipanaskan menggunakan hot

plate dan stirrer dengan suhu 600 C sampai homogen dan tuang ke dalam cawan

petri secara aseptic dan biarkan memadat. Selanjutnya suspensi bakteri S. typhi

dengan OD standar sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam 125 ml larutan media

SSA ½ padat. Setelah itu tuang larutan media SSA ½ padat tersebut ke atas layer

pertama dan biarkan memadat.

. Selanjutnya setiap cawan petri diberi 3 buah kertas cakram dengan diameter

6 mm, yang diletakkan ditengah cawan. Kertas cakram sebelumnya sudah

diteteskan dengan ekstrak pangkal batang paku gajah dengan pada konsentrasi

P2, P3 < P4 > P5, P6 dengan P1 sebagai kontrol negatif.

Proses uji efektivitas dilakukan dengan menggunakan metode blind test.

Pengujian dilakukan oleh dua orang, satu orang melakukan pengacakan terhadap

variabel bebasnya yaitu konsentrasi ekstrak yang akan diujikan dengan diberi

kode, sehingga peneliti tidak mengetahui konsentrasi ekstrak yang ia uji.

Konsentrasi ekstrak diberitahu setelah didapatkan hasil perhitungan zona hambat

untuk mengurangi resiko bias pada hasil uji efektivitas. Setelah itu diinkubasi

dengan suhu 37o C selama 24 jam. Pada kontrol positif yaitu kloramfenikol

Page 49: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

49

digunakan konsentrasi 50 µg/ml, kemudian diinkubasi dengan inkubator pada

suhu 37oC selama 24 jam. Uji efektivitas termasuk kontrol positif dilakukan

pengulangan sebanyak 6 kali. Setelah itu diameter zona bening atau zona hambat

yang terbentuk diukur dengan menggunakan penggaris skala millimeter.

3.5.11 Penghitungan Zona Hambat

Zona hambat atau zona bening ini di ukur dengan menggunakan penggaris

skala milimeter. Adanya area jernih mengindikasi adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Hambatan

akan terlihat sebagai area yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri

S. typhi di sekitar cakram. Perhitungan diameter daya hambat termasuk diameter

cakram kertas saring (6 mm).

Tabel 3.1 Klasifikasi Kategori Zona Bening Bakteri Menurut Davis Stout

No Zona Bening Bakteri Kategori Respon Hambatan

Pertumbuhan

1 > 20 mm Sangat kuat

2 10-20 mm Kuat

3 5-10 mm Sedang

5 < 5mm Lemah

Sumber : (Stout dan Davis, 1971)

3.6 Identifikasi Variabel

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penambahan berbagai variasi

konsentrasi ekstrak pangkal batang paku gajah pada inokulasi bakteri S. typhi

Page 50: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

50

pada media Salmonella Shigella Agar (SSA). Skala variabel yang digunakan pada

variabel terikat ini adalah skala rasio-kontinu. Variabel terikat pada penelitian ini

adalah zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram pada perlakuan variasi

konsentrasi ekstrak tersebut.

3.7 Analisis Data

Hasil uji fitokimia dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil

pengukuran zona hambat yang terbentuk disekitar cakram ditampilkan dalam

bentuk tabel dan grafik. Kemudian data yang didapatkan tersebut dianalisis

dengan uji statistik menggunakan metode Anova One Way atau Analisis Varian

Satu Arah, jika hasil uji Anova berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan

(Kusriningrum, 2010).

Page 51: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Pangkal batang paku gajah didapatkan dari Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan

Kelam Tengah, Kabupaten Kaur melalui Bapak Yarsana sebanyak 6 kg. Berat

pangkal batang paku gajah yang didapat setelah dikering anginkan adalah 3,5 kg.

Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan metode

maserasi dengan pelarut etanol 96%. Pelarut etanol 96% yang dibutuhkan untuk

maserasi sebanyak 5 liter. Setelah dilakukan maserasi selama 4 hari, filtrat yang

diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dan water

bath sehingga didapatkan ekstrak kental berupa pasta. Berat ekstrak kental

pangkal batang paku gajah yang diperoleh sebanyak 38,8 gram (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Ekstrak Kental Pangkal Batang Paku Gajah

Berat ekstrak kental pangkal batang paku gajah dihitung dan ditimbang

rendemennya dengan rumus :

Rendemen ekstrak = Berat ekstrak x 100%

Berat sampel kering

Page 52: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

52

= 38,8 gram x 100%

3500 gram

= 1,108%

Nilai rendemen pangkal batang paku gajah tergolong kecil yaitu 1,108%.

Besarnya rendemen yang dihasilkan tergantung pada lama waktu ekstraksi,

banyaknya pelarut yang digunakan dan luas permukaan sampel. Semakin tinggi

rendemen maka semakin tinggi nilai ekonomisnya sehingga lebih efektif (Arinta

dan Kusnadi, 2013).

4.2 Uji Fitokimia Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Analisis fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit

sekunder yang diharapkan berperan sebagai senyawa antibakteri secara kualitatif.

Senyawa yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin dan

tanin. Adapun hasil dari uji fitokimia ekstrak pangkal batang paku gajah sebagai

berikut :

Tabel 4.1 Hasil Fitokimia Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

No Uji Fitokimia Warna Hasil

1. Uji Alkaloid :

- Dragendrof

- Wagner

- Meyer

(Tidak ada endapan)

Kuning kecoklatan

Coklat muda

Coklat muda

-

-

-

2. Flavonoid Merah kehitaman

(+ Mg berbusa)

+

3. Triterpenoid Merah kehitaman +

4. Steroid Merah kehitaman -

5. Saponin Coklat muda tidak berbusa -

6. Tanin Hitam pekat +

Keterangan : + ada , - tidak ada

Page 53: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

53

Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa ekstrak pangkal batang paku gajah tidak

memiliki kandungan alkaloid (Gambar 4.2), saponin (Gambar 4.4) dan steroid

(Gambar 4.6) serta memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid serta tanin yang

cukup tinggi. Pada uji flavonoid setelah diberikan HCl dan dipanaskan

menghasilkan warna merah kehitaman, serta saat ditambahkan Mg terbentuk busa

yang menunjukkan hasil yang positif (Gambar 4.3). Pengujian triterpenoid

menunjukkan perubahan warna menjadi warna merah kehitaman setelah diberikan

asam sulfat pekat dan asam asetat anhidrat (Gambar 4.6). Pada uji tanin terjadi

perubahan warna menjadi hitam pekat setelah diberikan FeCl3 yang menunjukkan

hasil positif (Gambar 4.5). Ketiga senyawa aktif yang bersifat antibakteri tersebut

terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada ekstrak pangkal batang paku

gajah terbukti dengan semakin pekatnya warna yang terbentuk maka semakin

banyak pula senyawa aktif yang terkandung.

Gambar 4.2 Hasil Uji Alkaloid Gambar 4.3 Hasil Uji Flavonoid

Gambar 4.4 Hasil Uji Saponin

Page 54: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

54

Penelitian mengenai fitokimia dari ekstrak metanol beberapa daun tanaman

paku didapatkan hasil bahwa daun tanaman paku gajah memiliki kandungan

steroid, gula tereduksi, alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, dan antrokuinon

(Gracelin dkk., 2012). Namun pada penelitian (Thomas, 2011) hasil fitokimia

ekstrak metanol daun paku gajah positif mengandung flavonoid, terpen dan

fenolik, tanpa adanya senyawa alkaloid. Pada hasil uji fitokimia ekstrak etanol

pangkal batang paku gajah pada tabel 4.1 juga menunjukkan adanya kandungan

senyawa flavonoid, triterpenoid (golongan terpen), dan tanin (senyawa polifenol

golongan fenol). Serupa juga dengan penelitian (Thomas, 2013) yang

menggunakan ekstrak etanol pada uji fitokimia daun paku gajah didapatkan

adanya kandungan flavonoid, terpen dan fenolik. Hal ini menunjukkan bahwa

kandungan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat sebagai antibakteri pada daun

Gambar 4.5 Hasil Uji Tanin

Gambar 4.6 Hasil Uji Triterpenoid dan Steroid

Gambar 4.4 Hasil Uji Saponin

Page 55: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

55

dan pangkal batang paku gajah adalah sama, namun kemungkinan terdapat

perbedaan pada jumlah kadar senyawa aktif tersebut pada bagian daun dan

pangkal batangnya.

4.3 Optical Density (OD)

Tabel 4.2 Hasil Optical Density (OD) pada uji MIC dan Efektivitas

No Uji Optical Density (OD)

standar S. typhi (N2)

Optical Density (OD) S.

typhi hasil spektrofotometri

(N1)

1. MIC 0,1 0,72

2. Efektivitas 0,1 0,472

Pada Tabel 4.2 nilai OD hasil spektrofotometri (N1) pada uji MIC adalah

0,72, sedangkan OD standar untuk bakteri S. typhi (N2) adalah 0,1. Volume

suspensi bakteri uji (V2) yang akan dimasukkan kedalam 250 ml media SSA ½

padat adalah 10 ml dan volume stok bakteri (V1) yang didapatkan adalah 1,38 ml.

Untuk mencapai persamaan V2 sebesar 10 ml dengan OD S. typhi yang standar,

maka 1,38 ml volume stok bakteri (V1) harus ditambahkan dengan larutan NB

blanko sebesar 8,62 ml, sehingga larutan tersebut memiliki OD S. typhi yang

standar untuk dimasukkan kedalam media SSA ½ padat.

Pada Tabel 4.2 nilai OD hasil spektrofotometri (N1) pada uji efektivitas

adalah 0,472, sedangkan OD standar untuk bakteri S. typhi (N2) adalah 0,1.

Volume suspensi bakteri uji (V2) yang akan dimasukkan kedalam 125 ml media

SSA ½ padat adalah 5 ml dan volume stok bakteri (V1) yang didapatkan adalah

1,059 ml. Untuk mencapai persamaan V2 sebesar 5 ml dengan OD S. typhi yang

Page 56: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

56

standar, maka 1,059 ml volume stok bakteri (V1) harus ditambahkan dengan

larutan NB blanko sebesar 3,941 ml, sehingga larutan tersebut memiliki OD S.

typhi yang standar untuk dimasukkan kedalam media SSA ½ padat.

4.4 Uji Awal Penentuan Minimum Inhibitory Concentration

Penentuan Minimum Inhibitory Concentration atau MIC ini dilakukan karena

belum adanya standar konsentrasi ekstrak pangkal batang paku gajah yang dapat

digunakan untuk uji efektivitas. Uji MIC ini menggunakan 10 macam kosentrasi

yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70% , 80%, 90% dan 100%. Pegenceran

untuk setiap konsentrasi tersebut menggunakan akuades steril. Adapun grafik

hasil perhitungan zona hambat pada uji ekstrak pangkal batang paku gajah

terhadap S.typi dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Zona Bening dengan Konsentrasi Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah Dalam Menghambat Pertumbuhan

S. typhi

Pada Gambar 4.7 didapatkan bahwa daya hambat terbaik berada pada

konsentrasi 50% yaitu 11,88 mm, sehingga 70-80% dari daya hambat terbaik

berada pada konsentrasi 40% yaitu 8,33 mm yang diberi kode (P4). Selanjutnya

0

5

10

15

10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%Rer

ata

Daya H

am

bat

(mm

)

Konsentrasi Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Page 57: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

57

hasil uji MIC pada konsenrasi 40% (P4) digunakan sebagai titik tengah dan dibuat

variasi konsentrasi lebih besar dan lebih kecil dari P4 ( P4 ) dengan jarak

7,5%, maka 5 konsentrasi baru yang digunakan untuk uji efektivitas adalah 25%

(P2), 32,5% (P3), 40% (P4), 47,5% (P5), dan 50% (P6). Selanjutnya kelima

konsentrasi tersebut digunakan pada uji efektivitas ekstrak pangkal batang paku

gajah terhadap S. typhi.

4.5 Uji Efektivitas Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Uji efektivitas ekstrak pangkal batang paku gajah menggunakan metode

difusi cakram. Media SSA untuk lapisan pertama dibiarkan memadat dan

ditambahkan media SSA lapisan kedua yang berisi suspensi bakteri dengan OD

standar yang kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o

C. Setelah

diinkubasi terbentuk zona bening disekitar cakram yang merupakan zona hambat

dari ekstrak pangkal batang paku gajah terhadap bakteri S. typhi. Adapun hasil

rata-rata diameter daya hambat yang terbentuk dari ekstrak pangkal batang paku

gajah terhadap bakteri S. typhi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.3 Rata-rata Diameter Daya Hambat Ekstrak Pangkal Batang Paku Gajah

Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi

Perlakuan (Kode) Rata-rata Daya

Hambat (mm) *

Kategori

Daya Hambat

25% (P2) 5,5 Sedang

32,5% (P3) 6,1 Sedang

40% (P4) 8,4 Sedang

47,5% (P5) 9,2 Sedang

55% (P6) 8,1 Sedang

Pembanding (Kloramfenikol 50µg/ml) 12,9 Kuat

Page 58: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

58

Data hasil zona hambat ekstrak pangkal batang paku gajah terhadap

Salmonella typhi termasuk ke dalam kategori daya hambat yang sedang menurut

Davis Stout (1971). Pada Tabel 4.2 konsentrasi 25% (Gambar 4.8) memiliki rata-

rata zona hambat yang terbentuk dari 6 kali pengulangan adalah 5,5 mm,

konsentrasi 32,5% (Gambar 4.9) rata- rata zona hambatnya 6,1 mm, konsentrasi

40% (Gambar 4.10) zona hambat yang terbentuk adalah 8,4 mm, dan zona hambat

tertinggi yang terbentuk pada konsentrasi 47,5% (Gambar 4.11) yaitu sebesar 9,2

mm, sedangkan pada konsentrasi 55% (Gambar 4.12) mengalami penurunan daya

hambat menjadi 8,1 mm. Kontrol positif larutan kloramfenikol 50µg/ml (Gambar

4.13) memiliki diameter zona hambat 12,9 mm, sedangkan kontrol negatif berupa

akuades (Gambar 4.14) tidak memiliki zona hambat.

Gambar 4.8 Hasil Uji

Efektivitas konsentrasi 25%

Gambar 4.9 Hasil Uji

Efektivitas Konsentrasi 32,5%

Page 59: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

59

Gambar 4.10 Hasil Uji

Efektivitas Konsentrasi 40% Gambar 4.11 Hasil Uji

Efektivitas Konsentrasi 47,5%

Gambar 4.12 Hasil Uji

Efektivitas Konsentrasi 55%

Gambar 4.13 Hasil Uji

Efektivitas Kontrol positif

Gambar 4.14 Hasil Uji

Efektivitas Kontrol negatif

Page 60: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

60

Adapun grafik hubungan zona bening dengan ekstrak pangkal batang paku

gajah dalam menghambat S. typhi dapat dilihat pada Gambar. 4.15.

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Antara Zona Bening dengan Konsentrasi Ekstrak

Pangkal Batang Paku Gajah Dalam Menghambat Pertumbuhan S.

typhi Pada Uji Efektivitas

Pada Gambar 4.15 terlihat bahwa pada grafik terjadi peningkatan besarnya

daya hambat mulai dari konsentrasi 25% sampai 47,5%, namun terjadi penurunan

daya hambat pada konsentrasi 55%. Hal serupa juga terjadi pada penelitian

aktivitas antibakteri daun benalu terhadap pertumbuhan S. typhi, dimana besarnya

zona hambat yang dihasilkan tidak berbanding lurus dengan peningkatan

konsentrasi ekstrak (Pebriana dkk., 2013). Penurunan zona hambat ini diduga

terjadi karena faktor pola antibakteri yang time dependent killing, yaitu pola

antibakteri yang akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap kuman jika

kadarnya dipertahankan cukup lama diatas Kadar Hambat Minimum (KMH)

kuman. Sehingga kadar yang sangat tinggi tidak meningkatkan efektivitas obat

untuk mematikan kuman (Gunawan dkk., 2007).

Besarnya zona hambat yang terbentuk pada metode difusi cakram dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan difusi ekstrak

0

5

10

25% 32,50% 40% 47,50% 55%

Rer

ata

Daya H

am

bat

(mm

)

Konsentrasi Ekstrak Pada Uji Efektivitas

Page 61: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

61

antimikroba di medium agar, tingkat kerentanan organisme terhadap ekstrak

antimikroba, jumlah dari organisme yang diinokulasi ke dalam petri, dan

kecepatan tumbuh bakteri (WKU, 2005).

4.6 Analisis Data Uji Efektvitas Pangkal Batang Paku Gajah Terhadap

Bakteri Salmonella typhi

Data rata- rata diameter yang didapatkan dari hasil uji efektivitas (Tabel 4.3)

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan computer SPSS (Statistical Product

and Service Solution) 16.0 for Windows. Data tersebut sebelumnya diuji

menggunakan uji homogenitas levene statistic pada SPSS. Uji homogenitas ini

dilakukan untuk mengetahui apakah setiap kelompok mempunyai variansi yang

sama. Uji ini diperlukan sebagai syarat agar pendistribusian data dapat dianalisis

selanjutnya dengan uji parametrik. Jika hasil uji homogenitas didapatkan bahwa

data penelitian homogen, maka analisis data dapat dilanjutkan dengan uji One

Way Anova.

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Levene dari Varians

F hitung db1 db2 Sig.

0.683 5 30 0.640

Kriteria pengambilan keputusan pada uji homogenitas levene ini adalah jika

nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima, dan jika < 0,05 H0 ditolak, dengan H0

yaitu tiap kelompok perlakuan memiliki varian yang sama. Dari hasil uji

homogenitas (Tabel 4.4) perlakuan ekstrak pangkal batang paku gajah terhadap

pertumbuhan S. typhi di dapatkan F hitung sebesar 0,683 dengan probabilitas

Keterangan : db = derajat bebas, sig : signifikan

Page 62: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

62

(nilai signifikansi) yaitu 0,640, keduanya memiliki nilai > 0,05 yang berarti tiap

kelompok perlakuan memiliki variansi yang sama. Hal ini menunjukkan

pengujian distribusi dan variansi data didapatkan hasil normal dan variansinya

sama, maka selanjutnya data tersebut dapat dilakukan pengujian berikutnya

menggunakan uji analisis One Way Anova.

Hasil uji One Way Anova (Tabel 4.5) memperlihatkan nilai signifikansi yang

< 0,05 (p= 0,00), yang berarti perlakuan konsentrasi ekstrak pangkal batang paku

gajah mempunyai pengaruh yang signifikan atau bermakna terhadap pertumbuhan

S. typhi.

Tabel 4.5 Hasil Uji ANOVA dari data pengukuran diameter daya hambat ekstrak

pangkal batang paku gajah (Angiopteris evecta) menggunakan program

SPSS 16.0

SK JK DB KT Fhitung Ftabel Signifikan

(p) 5% 1%

Perlakuan 209,974 5 41,995 24,004S

2,53 3,7 0,00

Galat 52,484 30 1,749

Total 262,458 35

Keterangan : S

= Signifikan

H0 = Pemberian variasi konsentrasi tidak berbeda nyata antar

perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri S. typhi

H1 = Pemberian variasi konsentrasi berbeda sangat nyata antar

perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri S. typhi

Nilai F hitung pada Tabel 4.5 adalah 24,004, sedangkan F tabel 1% (0,01)

bernilai 3,7. Didapatkan bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel (63,292

> 3,37), maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan taraf 99% yang berarti kesalahan

Page 63: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

63

tidak lebih dari 1%. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pemberian variasi

konsentrasi ekstrak pangkal batang paku gajah memiliki perbedaan yang sangat

nyata antar perlakuan dalam menghambat bakteri S. typhi, sehingga perlu adanya

uji lanjutan yaitu post hoc test untuk mengetahui pada perlakuan manakah

terdapat perbedaan daya hambat yang bermakna secara statistik. Pos hoc test yang

dipilih adalah uji Duncan.

Tabel 4.6 Analisis Uji Lanjut Duncan Daya Hambat Ekstrak Pangkal Batang Paku

Gajah Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi menggunakan program

SPSS 16.0

Perlakuan Jumlah

pengulangan

Subset α = 0,05 (5%) Notasi

A B C

P1 (25%) 6 5,4983 a

P2 (32,5%) 6 6,1117 a

P3 (55%) 6 8,0550 a

P4 (40%) 6 8,3883 b

P5 (47,5%) 6 9,1667 b

111 (kloramfenikol) 6 12,9433 c

Signifikansi 0,428 0,179 1,000

Data hasil uji Duncan (Tabel 4.6) menunjukan bahwa konsentrasi 25% dan

32,5% bernotasi (a), dengan artian konsentrasi 25% tidak memiliki perbedaan

yang signifikan terhadap konsentrasi 32,5% dengan nilai signifikansi 0,428,

namun konsentrasi 25% dan 32,5% memiliki perbedaan yang signifikan dengan

konsentrasi 40%, 47,5%, 55% dan 111 (kloramfenikol). Konsentrasi 40%, 47,5%,

dan 55% bernotasi (b), dengan artian konsentrasi 40% tidak memiliki perbedaan

yang signifikan terhadap konsentrasi 47,5% dan 55%, dengan nilai signifikan

0,146, namun konsentrasi 40%, 47,5%, dan 55% memiliki perbedaan yang

Page 64: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

64

signifikan terhadap perlakuan 111 (kloramfenikol). Perlakuan 111 (kloramfenikol)

ini memiliki perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 25%, 32,5%, 40%,

47,5%, dan 55%.

Secara statistik konsentrasi ekstrak pangkal batang paku gajah yang efektif

dalam menghambat pertumbuhan S.typhi adalah pada konsentrasi 40%.

Konsentrasi 40% tidak memiliki perbedaan signifikan dengan konsentrasi 47,5%

dan 55% dalam menghambat pertumbuhan S. typhi, sehingga pemilihan

konsentrasi yang paling efektif sebagai antibakteri adalah konsentrasi yang

terkecil yang memiliki efektivitas yang optimal, yaitu pada konsentrasi 40%

ekstrak pangkal batang paku gajah.

S. typhi merupakan bakteri gram negatif yang memiliki membran luar yang

tersusun dari lipopolisakarida, porin matriks, dan lipoprotein. Adanya porin yaitu

selaput khusus berupa molekul protein pada bakteri gram negatif, memudahkan

difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah. Beberapa molekul

yang ersifat hidrofilik seperti alkaloid dan flavonoid lebih mudah melewati

lipopolisakarida (Brooks dkk., 2008). Bakteri gram negatif berinteraksi dengan

senyawa antimikroba dengan mengganggu ikatan hidrofobik lipopolisakarida

membran luar. Kemudian senyawa antimikroba dengan berat molekul kecil masuk

melalui protein porin menuju sitoplasma, dan mengahancurkan bakteri (Fadhilla,

2010). Menurut Kanazawa dkk (1995) senyawa yang mempunyai polaritas yang

optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba yang maksimum, hal ini terjadi

karena interaksi suatu senyawa antibakteri dengan bakteri diperlukan adanya suatu

keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB: hydrophilic lipophilic balance). Sifat

Page 65: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

65

fisik senyawa antimikroba yang paling penting adalah polaritas senyawa

antimikroba. Sifat hidrofilik diperlukan agar senyawa antimikroba larut dalam

fase air yang merupakan tempat hidup mikroba, tetapi juga memerlukan sifat

lipofilik untuk senyawa yang bekerja pada membran sel yang hidrofobik, maka

dari itu keseimbangan hidrofilik-lipofilik sangat diperlukan untuk mencapai

aktivitas yang optimal (Fitrial dkk., 2008).

Mekanisme ekstrak pangkal batang paku gajah dalam menghambat

pertumbuhan bakteri S. typhi dikarenakan adanya senyawa flavonoid, tanin dan

triterpenoid yang terkandung di dalamnya. Senyawa flavonoid dan tanin termasuk

kedalam golongan senyawa fenol yang cenderung bersifat larut dalam air.

Triterpenoid termasuk dalam golongan terpenoid senyawa tumbuhan yang bersifat

non-polar yang mudah larut dalam lemak (Harborne, 2006).

Beberapa jenis paku-pakuan (frens) yang termasuk dalam divisi pteridophyta

memiliki daya hambat terhadap S. typhi, diantaranya adalah ekstraksi etanol

tanaman Pteris quadriaurita (famili Pteridaceae), ekstrak aseton tanaman

Cheilanthes bullosa dan Cheilanthes tenuifolia yang keduanya termasuk dalam

famili Sinopteridaceae. Hasil fitokimia ekstrak etanol pada ketiga spesies tanaman

paku tersebut diketahui semuanya mengandung senyawa terpen dan fenolik.

Senyawa flavonoid hanya dimiliki oleh tanaman Cheilanthes tenuifolia dan Pteris

quadriaurita, sedangkan Cheilanthes bullosa tidak mengandung senyawa

flavonoid (Thomas, 2013).

Penelitian lain mengenai jenis tanaman paku Hemionitis arifolia yang

diekstraksi degan mengggunakan 8 pelarut (aseton, etanol, kloroform, etil asetat,

Page 66: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

66

petroleumeter, methanol, hexan, dan diklorometan), menunjukkan adanya daya

hambat terhadap pertumbuhan S. typhi pada semua pelarut yang digunakan untuk

eksraksi. Bakteri gram negatif seperti S. typhi lebih rentan terhadap ekstrak kasar

antimikroba dibandingkan dengan bakteri gram positif. Beberapa flavonoid yang

bersifat polar masuk yang kemudian mengikat struktur protein membran bakteri

(porin) sehingga sifat hidrofilik porin mengalami perubahan konformasi

tridimensional, hal ini memudahkan senyawa bioaktif polar lainnya untuk masuk

menembus sel melalui difusi (Bindu dkk., 2011).

Mekanisme flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri S.typhi adalah

senyawa flavonoid merusak dinding bakteri S. typhi yang terdiri atas lipid dan

asam amino, dimana akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid

sehingga menyebabkan dinding sel rusak. Kemudian senyawa tersebut masuk ke

dalam inti sel bakteri, selanjutnya merusak struktur lipid dari DNA bakteri.

Perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alkohol dari

senyawa flavonoid akan membuat struktur lipid DNA bakteri ini rusak, sehingga

menyebabkan inti sel lisis dan mengalami kematian (Dwyana dan Johannes,

2012). Penelitian ekstrak daun kayu manis sebagai antimikroba S. typhi

mengandung flavonoid yang bersifat disinfektan dan mendenaturasi protein

sehingga menyebabkan berhentinya aktivitas metabolisme sel bakteri. Flavonoid

menghambat enzim topoisomerase II pada DNA gyrase berfungsi untuk memilin

untai DNA, sehingga DNA akan terurai dan strukturnya rusak, hal ini akan

menyebabkan kematian sel bakteri (Wardhani, 2010). Senyawa aktif daun

senggani dipisahkan menggunakan kromatografi kolom dengan pelarut n-heksan :

Page 67: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

67

kloroform : Asam Asetat = 7: 2: 2 sebagai Fraksi A. Hasil uji golongan untuk

fraksi A menunjukkan bahwa senyawa aktif yang mempunyai daya hambat

terhadap pertumbuhan S. typhi adalah golongan flavonoid (Mulyani dkk., 2010).

Senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak pangkal paku gajah adalah

senyawa tanin. Terdapat tiga mekanisme aktivitas antimikroba tanin menurut

(Scalbert, 1991), yaitu pertama tanin mempunyai sifat astrigen (zat yang

menciutkan) dan membentuk kompleks dengan substrat atau enzim mikroba.

Kedua, tanin menembus membran mikroba melalui dinding sel mikroba yang

terbuat dari polisakarida dan protein yang berbeda. Ketiga tanin membentuk

kompleks dengan ion metal (Cu dan Fe) dan mereduksi ion metal untuk

mikroorganisme (Fitrial dkk., 2008). Penelitian ekstrak daun kelor terhadap

Salmonella enteritidis diketahui bahwa senyawa tanin yang terkandung pada daun

kelor mengikat protein adhesin bakteri yang digunakan sebagai reseptor

permukaan bakteri, sehingga menurunkan daya perlekatan bakteri dan

terhambatnya sintesis protein untuk pembentukan dinding sel bakteri (Yudistira

dkk., 2012). Mekanisme penghambatan pertumbuhan S. typhimurium oleh daun

jambu biji (Psidium guajava) diduga karena adanya kandungan senyawa tanin

yang cukup banyak di dalamnya. Senyawa tanin membentuk ikatan kompleks

dengan polisakarida membran sel, mendekstruksi fungsi materi genetik, dan

menginaktivasi enzim (Ajizah, 2004).

Triterpenoid cukup banyak terkandung pada ekstrak pangkal batang paku

gajah. Senyawa triterpenoid ini merupakan turunan senyawa terpenoid atau

terpena yang bersifat lipofilik. Sifat lipofilik pada triterpenoid ini yang kemudian

Page 68: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

68

merusak membran sel bakteri (Cowan dalam Fitrial dkk., 2008). Akumulasi dari

senyawa triterpenoid akan menghambat sintesis protein yang menyebabkan

terjadinya perubahan komponen- komponen penyusun sel bakteri (Siregar, dkk.,

2012). Penelitian ekstrak lumut hati mengandung triterpenoid yang tinggi

sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. typhimurium dengan nilai MBC pada

konsentrasi 10 mg/ml (Fadhilla, 2010). Ekstrak biji teratai juga mengandung

senyawa triterpenoid dan memiliki daya hambat terhadap S. typhimurium dengan

nilai MBC 1,33 mg/ml (Fitrial dkk., 2008).

Hasil uji efektivitas larutan pembanding kloramfenikol pada tabel 4.1

menunjukkan daya hambat yang kuat menurut kriteria Stout (1971) dengan rata-

rata diameter zona bening 12,9 mm. Diameter zona hambat kloramfenikol ini

lebih besar dibandingkan dengan diameter zona hambat ekstrak pangkal batang

paku gajah. Hal ini dikarenakan kloramfenikol merupakan senyawa antibakteri

yang sangat stabil dan berdifusi dengan baik dalam pembenihan agar.

Kloramfenikol bekerja melalui penghambatan sintesis protein sehingga

menghambat transkripsi dan translasi material genetik. Mekanisme penghambatan

kloramfenikol ini dengan cara mengganggu pelekatan asam amino pada rantai

peptida yang baru pada subunit 50S ribosom, dengan mengganggu daya kerja

peptidil transferase. Hal ini mengakibatkan proses perbanyakan dan pembelahan

sel terganggu (Brooks dkk., 2008).

Page 69: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Senyawa kimia yang terdapat pada pangkal batang paku gajah adalah

flavonoid, tanin, dan triterpenoid yang tinggi karena semua warna yang

dihasilkan bewarna pekat. Ketiga zat ini bersifat sebagai antibakteri dan

berperan penting dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella

typhi.

2. Hasil pengujian awal Minimum Inhibitory Concentration (MIC) esktrak

pangkal batang paku gajah terhadap Salmonella typhi didapatkan pada

konsentrasi 40%.

3. Ekstrak pangkal batang paku gajah memiliki efek antibakteri terhadap

Salmonella typhi secara In Vitro dengan kemampuan daya hambat terbaik

pada konsentrasi 47,5% yaitu sebesar 9,2 mm. Daya hambat pangkal

batang paku gajah ini masih lebih kecil dibandingkan dengan daya hambat

kloramfenikol terhadap Salmonella typhi (9,2 mm < 12,9), sehingga

kloramfenikol lebih efektif dibandingkan dengan pangkal batang paku

gajah dalam menghambat bakteri Salmonella typhi.

Page 70: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

70

5.2 Saran

Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dalam pemanfaatan pangkal

batang paku gajah sebagai salah satu obat fitofarmaka yang dapat digunakan

sebagai alternatif pengobatan penyakit demam tifoid. Oleh karena itu masih

diperlukan serangkai uji lainnya yaitu :

1. Uji identifikasi fitokimia secara kuantitatif sehingga dapat ditentukan

kadar kandungan senyawa aktif dalam ekstrak pangkal batang paku gajah.

2. Uji efek antibakteri ekstrak pangkal batang paku gajah secara in vivo

terhadap hewan coba yang terinfeksi bakteri Salmonella typhi.

3. Penting untuk dilakukannnya uji toksisitas ekstrak pangkal batang paku

gajah mengingat perlunya jaminan keamanan dari penggunaan jangka

panjang penggunaan suatu bahan dasar untuk obat yang akan diaplikasikan

di masyarakat.

Page 71: Uji Fitokimia dan efektivitas Angiopteris evecta

71