tutorial sken f blok 27
DESCRIPTION
tutorialTRANSCRIPT
a) Bagaimana cara menangani pasien kecelakaan lalu lintas tanpa identitas? Balqis, pradit
Sesuai dengan Permenkes no. 585 tahun 1989 tanggal 21 April 1999 mengenai persetujuan
tindakan medis bab 2,
“Pasientidak sadar, tidak ada keluarga bila dalam kondisi gawat darurat,persetujuan
tindakan medis tidak diperlukan” dan berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI), pasal 2 setiap dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yangtertinggi, yaitu sesu
ai dengan perkembangan IPTEK kedokteran, etika
umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan
dan situasi setempat.” (MKEK, 2002)
Jadi dari peraturan diatas, apabila terdapat pasien gawat darurat yang mengalami
kecelakaan, harus diberikan tatalaksana segera sesuai kondisi yang diperlukan walaupun
tanpa informed consent terlebih dahulu.
b) Breathing (balqis, pradit) RR : 32x/menit, SpO2: 95% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi Mekanisme
RR : 32x/menit RR : 14-20 x/menit Takipneu Penurunan volume darah akut → kompensasi vasokontrinsi → kompensasi dengan hiperventilasi → takipneu ( syok derajat 3 : >30x/menit )
SpO2 : 95% SpO2 : 97-99% (95%)
Normal -
Gerakan thoraks statis dan dinamis : simetris
Gerakan thoraks statis dan dinamis : simetris
Normal -
Auskultasi paru : vesikuler (+) normal
vesikuler Normal -
Tidak ada ronkhi Tidak ada ronkhi Normal -
Tidak ada wheezing Tidak ada wheezing normal -
c) Apa hubungan alkohol dengan kesadaran pasien? (balqis , pradit)
Serotonin, neurotransmitter, membantu dalam mentransfer pesan dari otak ke bagian-bagian lain dari tubuh, dan berhubungan erat dengan depresi. Alkohol mempengaruhi serotonin dengan meningkatkan tingkatannya dalam tubuh. Tingkat tinggi serotonin mempengaruhi otak dengan membuat tubuh kecanduan alkohol. Orang-orang mengkonsumsi alkohol dengan harapan untuk mengatasi depresi, dengan asumsi bahwa hal itu memberikan perasaan senang, dan berpikir bahwa itu adalah satu-satunya cara di mana mereka dapat melampiaskan stres.
Glutamat, neurotransmitter lain yang terlibat dalam fungsi otot tubuh. Alkohol mempengaruhi reseptor glutamat, sehingga mengurangi tingkat kemampuan individu untuk melakukan kegiatan. Hal ini berimbas pada kesalahan berbicara, hilang kesadaran ingatan, dan kurangnya koordinasi dalam seorang peminum.
Gamma-aminobutyric acid (GABA), mekanisme kontrol alami tubuh, dibius oleh alkohol. Ini memberikan efek penenang bagi tubuh. Alkohol meningkatkan aktivitas GABA di dalam tubuh. Akibatnya, aktivitas neuron menurun, menyebabkan otak untuk kurang merespon. Oleh karena itu, setelah minum alkohol kemudian mengemudi tidak dianjurkan, karena respon peminum menjadi lambat untuk dapat menghindari kecelakaan potensial.
Neurotransmitter lain bernama dopamin, mengontrol sel-sel otak yang mempengaruhi kecemasan emosional dan gerakan tubuh. Alkohol meningkatkan tingkat dopamin, sehingga mengakibatkan kecanduan.
SYOK HEMORAGIK
1.Definisi Syok
Ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat 1.
Definisi Syok Perdarahan
Syok perdarahan disebut juga syok hipovolemia yang diartikan sebagai ketidak-normalan dari
sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat akibat dari kehilangan akut volume peredaran darah 1.
2. Etiologi Syok Perdarahan
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya
terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
3. Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit
pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu
yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak,
jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang
hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran
yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran
darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan
denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjalmenurun. Hal ini yang menjadi
penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun,
kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible
sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:
Stadium 1 ANTICIPATION STAGE
Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal.
Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar.
Stadium 2. PRE-SHOCK SLIDE
Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau
batas bawah kisaran normal.
Sadium 3 COMPENSATED SHOCK
Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi
yang disebut "normotensive, cryptic shock" Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari
stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu
dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi,
takikardia, takipnea, akral dingin.
Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE
Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena
dan/atau vasopresor
Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.
Patofisiologi Syok Hemoragik
Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh secara
logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan demikian
fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi perdarahan akut,
curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang ‘baroreseptor’ di aortik arch dan
atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf simpatis di jantung
dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi vasokonstriksi dan redistribusi
darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan
sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini, dimana akan terjadi pelepasan
hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan beta-endorphin.
Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin, yang akan meretensi air di tubulus
distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas renin, menurunkan MAP (Mean
Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan
direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat perdarahan akut, karena proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth
hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan produksi
insulin sehingga gula darah meningkat. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan
melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang
luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan
melalui MAP (Mean Arterial Pressure). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah
sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun
karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian
resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat
kompensasinya dalam pertahanan tubuh.
Gejala Klinis Syok Hemoragik
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa mengeluh lelah,
kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya aneurisma aorta
abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama pendarahan, karena
pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah
darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di
lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang hilang.
Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari rektum atau
dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari saluran cerna bagian
bawah. Semua darah segar yang keluar dari rektum harus diduga adanya perdarahan hebat,
sampai dibuktikan sebaliknya.
Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga pleura,
kavumabdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah dalam
jumlahyang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan trauma eksternal
bisa ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas emergensi medis.
Laserasi kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Fraktur
multipel terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar.
Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan
Lokasi Estimasi Perdarahan
Fr. Femur tertutup 1.5-2 liter
Fr.Tibia tertutup 0.5 liter
Fr. Pelvis 3 liter
Hemothorax 2 liter
Fr. Iga (tiap satu) 150 ml
Luka sekepal tangan 500 ml
Bekuan darah sekepal 500 ml
Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan dengan
penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang hilang bisa
terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan pasien trauma.
Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti: hipotensi,
takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut
bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan
gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan
penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya
dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan
dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan dengan
diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan
dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal
karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik. Lakukan
inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan
perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks,
dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.
Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang dapat
mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan di kulit
kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum pemeriksaan
lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan faring.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri palpitasi, dan
perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang mengarah ke
perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis mengindikasikan
adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi
atau instabilitas mengindikasikan terjadinya fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa
karena perdarahan terjadi pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis
adalah pecahnya aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis
yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran
skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan
lemahnya nadi femoralis.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat fraktur. Semua
fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah perdarahan di sisi
fraktur. Yang perlu diperhatikan terutama fraktur femur, karena dapat mengakibatkan
hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi
secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang
mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal.6
Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher. Bila ada darah segar
curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang curigai perdarahan
yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan riwayat
perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan lakukan tes kehamilan untuk
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan
penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian
khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik.
Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya
Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml
CRT Normal Memanjang memanjang Memanjang
Nadi < 100 > 100 > 120 > 140
Tek. sistolik Normal Normal Menurun Menurun
Nafas Normal 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m
Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu
Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah sisa volume
darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu beberapa jam.
Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia jaringan. Hipovolemia
menyebabkan beberapa perubahan :
• Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan organ
primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.
• Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerob dengan
produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.
• Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-organ
primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata,
Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai 10% EBV tidak
mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan yang lebih dari 25% atau bila
terjadi syok/hipotensi maka sekaligus kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu.
Bila dalam terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan plasma volume (intravaskular),
penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan syoknya irreversibel dan berakhir
kematian.7
Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah:(cardiac output x
saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003).Unsur cardiac output x
pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka tampak bahwa persediaan oksigen
untuk jaringan tergantung pada curah jantung /cardiac output, saturasi O2 dan kadar Hb.
Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia atau
anestesi dalam, maka jika eritrosit hilang, totalHb berkurang, curah jantung harus naik agar
penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Pada orang normal dapat menaikkan curah
jantung hingga 3 x normal dengan cepat, asalkan volume sirkulasi cukup (normovolemia).
Faktor Hb dan saturasi O2 jelas tidak dapat naik. Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan
kompensasi dari curah jantung. Dengan mengembalikan volume darah yang telah hilang
dengan apa saja asal segera normovolemia, maka curah jantung akan mampu berkompensasi.
Jika Hb turun sampai tinggal 1/3, tetapi curah jantung dapat naik sampai 3 x, maka
penyediaan oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume mutlak
diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit.
4. Klasifikasi
Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok hemoragik dibedakan atas
kelas-kelas, yaitu:
1. Pendarahan kelas I : kehilangan volume darah hingga 15%
Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada
perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada penderita
yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena pengisian
transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume darah dalam 24 jam.
2. Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%
Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume darah 750-1500 cc.
Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan tekanan nadi, perubahan
sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan, atau sikap permusuhan. Walau
kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit
terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).
3. Pendarahan kelas III: kehilangan volume darah 30-40%
Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang
tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status mental dan
penurunan tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi darah.
Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap
resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
4. Pendarahan kelas IV: kehilangan volume darah > 40%
Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang
besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran menurun,
produksi urin hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat.
Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan
tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan
volume darah >50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.
.
5. Perubahan Cairan Sekunder Pada Cedera Jaringan Lunak
Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat, menyebabkan gangguan hemodinamik
dengan dua cara:
a. Kehilangan darah pada tempat cedera
Terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia dan humerus menyebab kehilangan darah
sebanyak 750 ml, fraktur femur menyebabkan kehilangan darah sebanyak 1500 ml dan
beberapa liter darah dapat berkumpul di hematom retroperitoneal pada patah tulang panggul.
Fraktur tulang panggul (pelvis) kehilangan darah dapat melebihi 2 liter 8.
b. Edema pada jaringan lunak
Tergantung pada beratnya cedera jaringan lunak. Cedera mengakibatkan aktivasi respon
peradangan sistemik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan pergeseran cairan dari plasma ke ruang
ekstraseluler. Pergeseran tersebut mengakibatkan hilangnya volume intravaskuler menjadi
bertambah
6. Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk penderita trauma,
penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami syok hipovolemik, kecuali bila
terbukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia.
Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan pendarahan dan mengganti kehilangan
volume.
Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 1
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda
vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi.
Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).Dari luka luar
PASG (Pneumatic Anti Shock Garment).Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas
bawah
operasiPendarahan internal
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan
sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi
hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya
hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan
resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut
atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.
B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena
ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah
kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat
terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan
digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun,
teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral.
Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah
arteri.1
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang
intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara
mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan
Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan kedua, karena
NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi
awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan
adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid. Sehingga
memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstisial dan
intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”).
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan
penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab
syok yang lain.1
II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 1
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda
positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak
memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume
yang memadai mengahsilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa,
1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau
makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak
cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu.
Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak
perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau
berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan
cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan.
Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit
perfusi yang akut.
III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:1
1. Respon cepat
Penderia cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau
bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan
diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih
berlangsuna.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera.
Respon Cepat Respon Sementara Tanpa Respon
Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara tek. Darah dan nadi kemudian kembali
turun Tetap abnormal
Dugaan Kehilangan darah Minimal (10-20%) Sedang-masih ada (20-40%) Berat (>40%)
Kebutuhan kristaloid Sedikit Banyak Banyak
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Banyak
Persiapan darah Type specific & crossmatch Type specific Emergency
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini ahli bedah Perlu Perlu Perlu
IV. Transfusi Darah 1
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume
darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O
- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.
- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita
dengan pendarahan exsanguinating.
c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid
Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan
hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid
adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum digunakan.
d. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita
dengan hemothoraks berat.
e. Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:
- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.
f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
V. Pertimbangan Khusus dalam Diagnosis dan Terapi Syok1
a. Menyamakan tekanan darah dengan output jantung
Peningkatan dalam tekanan darah jangan disamakan dengan peningkatan output jantung.
Peningkatan dalam tahanan perifer, tanpa perubahan dalam output jantung menghasilkan
peningkatan tekanan darah, tetapi tidak menghasilkan perbaikan dalam perfusi jaringan atau
oksigenasi.
b. Usia
Mortalitas dan morbiditas meningkat sebanding dengan usia dan status kesehatan kronis.
c. Atlit
Pada atlit, walaupun terjadi kehilangan darah yang banyak respon biasa terhadap hipovolemi
mungkin tidak terlihat karena perubahan dinamika kardiovaskuler pada kelompak ini.
d. Kehamilan
Hipervolemi fisiologis akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak sebelum
menunjukkan gangguan perfusi.
e. Obat-obatan
Reseptor beta adrenergik bloker dan kalsium channel blockers secara signifikan dapat
mengubah respon hemodinamis penderita terhadap pendarahan. Overdosis insulin
menyebabkan hipoglikemi. Terapi diuretik kronis dapat menyebabkan hipokalemi yang tak
terduga dan unsur anti-infeksi non steroid dapat mengurangi fungsi trombosit.
f. Hipotermia
Penderita dengan hipothermia dan syok hemorrhagic tidak memberi respon normal kepada
resusitasi darah dan cairan dan seringkali mengakibatkan berkembangnya koagulopati
g. Alat pacu jantung (pacemaker)
Penderita dengan pacemaker tidak mampu berespon terhadap kehilangan darah, karena
output jantung langsung terkait dengan denyut jantung. Pemantauan tekanan vena sentral
sangat penting bagi penderita tersebut sebagai acuan pemberian terapi cairan.
VI. Menilai Kembali Respon Penderita dan Menghindari Komplikasi 1
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita
terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil
dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP
merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima
beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya
tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak
diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan
syok neurogenik.