tugas prof tonsil
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

FAUZIAH BUIANAYANI
2007730052
TONSIL
ANATOMI
Definisi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di dalam faring, dilapisi
epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kripta didalamnya.
Terdapat empat macam tonsil :
tonsil faringeal (adenoid)
tonsil pallatina (tonsil faucium)
tonsil tubarius (Gerlacht’s tonsil) dan
tonsil lingualis yang
keempat-empatnya membentuk lingkaran yang disebut Waldeyer’s ring.
Letak pada fossa tonsilaris
Berbentuk oval
Ukuran dewasa : P = 20-25 mm, L = 15-20, tebal 15 mm
Berat + 1,5 gram
1

Kripta Tonsil
Permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil.
Jumlah + 20-30 buah
Berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.
Normal kripta-kripta ini mengandungi sel-sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa
makanan.
Pada kripta superior sering terjadi tempat pertumbuhan organisme karena kelembaban
dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan organisme, juga karena tersedianya substansi
makanan di daerah tersebut.
Vaskularisasi Tonsil
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu:
Aliran arteri tonsil
2
A. Fasialis
A.Palatina asenden
Posteroinferior
A. Tonsilaris
Anteroinferior
A. Maksilaris interna
A. Lingualis dorsalis
Anteromedia
A. Karotis eksterna
A. Faringeal asenden
Posterosuperior
A. Palatina desenden
A. Palatina mayor
Anterosuperior
A. Palatina minor
Anterosuperior

Aliran vena
Vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya
menembus dinding faring
Aliran limfe
Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe
eferen yang terletak pada trabekula yang kemudian membentuk pleksus pada
permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M. konstrikstor faringeus superior,
selanjutnya menembus fasia bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis
profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, dibelakang dan di
bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus
daerah dada, untuk selanjutnya bermuara ke duktus toraksikus.
Gambar 3.4 Aliran limfe tonsil
3
Pleksus venosus perikapsular
Vena lingualis
Pleksus venosus faringeal
Vena jugularis interna

Inervasi Tonsil
Terutama melalui N. palatina mayor dan minor (cabang N. V2) dan N. lingualis (cabang N.
IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N. IX juga
mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobson’s nerve.
Fisiologi tonsil
Pertahanan tubuh masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit.
Memegang peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa
nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk kedalam saluran nafas bagian
bawah.
Mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan bahwa parenkim tonsil memang mampu
memproduksi antibodi.
Memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang menyebabkan jaringan lokal
resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai ‘centrum germinativum’,
biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu habis, barulah mulai terjadi
pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak
dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu
pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai
proses involusi.
Organisme-organisme patogen yang terdapat pada flora normal tonsil dan faring tidak
menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan
hubungan timbal balik antara berbagai jenis organisme.
4

PEMBAHASAN PENYAKIT PADA TONSIL
TONSILITIS
Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Penularan
Infeksi melalui udara (air borne droplets)
tangan dan ciuman
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
TONSILITIS AKUT
1. Tonsilitis Viral
Gejala
menyerupai Common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.
Penyebab
virus Epstein-Barr.
Haemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif.
Infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
Terapi
Istirahat, minum cukup
Analgetika
Antivirus diberikan jika gejala berat.
2. Tonsilitis Bakterial
Penyebab
kuman grup A Streptokokus β hemolitikus yang dikenal dengan strept throat,
pneumokokus, Streptokokus viridan dan Streptokokus piogenes.
Terbentuk detritus, ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan
epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mngisi kriptus tonsil dan tampak
sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas tonsilitis folikularis.
5

Bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur tonsilitis
lakunaris.
Bercak detritus ini juga dapat melebar terbentuk membran semu
(pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Grade Tonsil
• T0 : tonsil telah diangkat
• T1 : tonsil di dalam fossa tonsilaris
• T2 : besar tonsil ½ jarak arkus anterior dan uvula
• T3 : besar tonsil ¾ jarak arkus anterior dan uvula
• T4 : besar tonsil mencapai uvula atau lebih
Gejala dan tanda
Masa inkubasi 2-4 hari.
Nyeri tenggorokan dan
Nyeri waktu menelan
Demam dengan suhu tubuh yang tinggi
rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi
tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia) nyeri alih
(referred pain) melalui saraf n. glosofaringeus (n.IX).
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan.
Terapi
Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin.
Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi
– Anak-anakOtitis media akut
– Sinusitis
– abses peritonsil (Quincy throat)
– abses parafaring, bronchitis
– glomerulonefritis akut, miokarditis
– artritis serta septikemia akibat infeksi v.Jugularis Interna (sindrom
Lemierre).
– pasien bernapas melalui mulut
6

– tidur mendengkur (ngorok)
– gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea Obstructive Sleep
Apnea Syndrome (OSAS).
TONSILITIS MEMBRANOSA
1. Tonsilitis difteri
Penyebab
kuman Corynebacterium diphteriae
epidemiologi
Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti
toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan
dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.
Anak < 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun
Gejala dan tanda
Gambaran klinik dibagai dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala
lokal dan gejala akibat eksotoksin.
(a) Gejala umum :
– kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris
– nyeri kepala
– tidak nafsu makan
– badan lemah
– nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
(b) Gejala lokal
– tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Membran
ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea
dan bronkus, dan menyumbat saluran napas. Membran semu ini
melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah.
– kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya
sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemieester’s hals.
(c) Gejala akibat eksotoksin
7

– menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
miokarditis sampai decompensatio cordis
– mengenai saraf kranial kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan
– ginjal menimbulkan albuminuria.
Diagnosis
berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang
diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman
Corynebacterium diphteriae.
Terapi
– Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil
kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan
beratnya penyakit.
– Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg per kg berat badan
dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
– Kortikosteroid 1.2 mg per kg berat badan per hari.
– Antipiretik untuk simtomatis.
– Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.
– Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
Komplikasi
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke
laring dan menyebabkan gejala sumbatan.
Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung.
Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot
faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara
parau dan kelumpuhan otot-otot pernapasan.
Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.
2. Tonsilitis Septik
Penyebab
8

Streptokokus hemolitikus dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi.
3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulcero membranosa)
Penyebab
Bakteri spirochaeta atau treponema yang didapatkan pada penderita dengan
higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
Gejala
– Demam sampai 390C,
– Nyeri kepala
– badan lemah dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan
– Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.
Pemeriksaan
– Mukosa mulut dan faring hiperemis
– Tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring,
gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore)
– kelenjar submandibula membesar.
Terapi
Antibiotik spektrum lebar selama 1 minggu.
Memperbaiki higiene mulut.
Vitamin C dan Vitamin B kompleks.
4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononkleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring serta
pembesaran kelenjar submandibula.
a. Leukemia akut
Gejala
– Epistaksis
9

– perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga
kulit tampak bercak kebiruan.
– Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis
– Rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositosis
Penyebab
keracunan obat golongan: amidopirin, sulfa dan arsen.
Pemeriksaan
– Ulkus di mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak
gejala radang.
– Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.
c. Infeksi mononukleosis
Penyebab
Tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang menutupi
ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan.
Gejala
– Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak dan inguinal.
– Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam
jumlah besar.
– Kesanggupan serum pasien untuk beragranulasi terhadap sel darah
merah domba (reaksi Paul Bunnel).
TONSILITIS KRONIS
Faktor predisposisi
– rangsangan yang menahun dari rokok
– beberapa jenis makanan
– higiene mulut yang buruk
– pengaruh cuaca
– kelelahan fisik
– pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Penyebab
Kuman golongan Gram negative
10

Patologi
Secara klinik kripta yang melebar ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlengketan dengan jaringan
di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa sub-
mandibula.
Gejala dan tanda
– Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
– Rasa ada yang mengganjal di tenggorok
– dirasakan kering di tenggorok
– napas berbau.
Penatalaksanaan
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Antibiotik amoksisilin + asam klavulanat (Dewasa 500 mg 3x1 10 – 14 hari. Anak-
anak, Usia 1-6 tahun 3 x 125 mg; Usia 6-12 tahun 3 x 250 mg)
klindamisin (Dewasa: Infeksi serius 150-300 mg tiap 6 jam; Infeksi lebih berat: 300-
450 mg/6 jam. Anak-anak: Infeksi serius 8-16 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4;
Infeksi lebih berat 16-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4)
11
Infeksi epitel berulang & lama
Epitel mukosa &jaringan limfoid terkikis
Penyembuhan jaringan limfoid jaringan parut
Mengkerut
Kripta melebar
Keluarnya sel
limfosit &
basofilDetritus
Pseudomembran

Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif
tidak berhasil.
Komplikasi
Dekat : Rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Jauh : secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artrtis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
TONSILEKTOMI
Tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology (AAO) adalah:
1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase.
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis.
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
Teknik-teknik tonsilektomi, yaitu:
1. Guillotine
Tonsilotom modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan
pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome
merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang edematosa
atau elongasi.
12

2. Diseksi
Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia).
Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah,
insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil
dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan
hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi
pada daerah tersebut dengan salin.
3. Electrosurgery (Bedah listrik)
4. Radiofrekuensi
5. Skalpel harmonik
6. Coblation
7. Intracapsular partial tonsillectomy
8. Laser (CO2-KTP)
HIPERTROFI ADENOID
Definisi
Pembesaran pada jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk
dalam rangkaian cincin waldeyer.
Normal membesar pada anak usia 3 tahun dan mengecil dan hilang sama sekali usia 14 tahun.
Etiologi
Sering terjadi infeksi bagaian saluran nafas atas.
Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba Eustachius.
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi :
a) fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen),
arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti
orang bodoh
b) Faringitis dan bronchitis
c) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan
sinusitis kronik.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik,
13

pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum
palatum mole pada waktu fonasi
pemeriksaan rinoskopi posterior pemeriksaan digital untuk meraba adanya
adenoid
pemeriksaan radiologic dengan membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini
lebih sering dilakukan pada anak).
Terapi
Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase
memakai adenotom.
Indikasi adenoidektomi
1. Sumbatan
1.1) Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
1.2) Gangguan menelan
1.3) Gangguan berbicara
2. Infeksi
2.1) Infeksi telinga tengah berulang
2.2) Rinitis dan sinusitis yang kronis
2.3) Peritonsiler abses
2.4) Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap
3. Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas
Komplikasi
Akibat hipertrofi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok,
retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang.
Komplikasi tindakan adenoidektomi :
o perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih.
o Bila terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan
oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.
14

ABSES PERITONSIL
ETIOLOGI
Komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di
kutub atas tonsil.
Kuman penyebabnya = penyebab tonsilitis.
Dapat ditemukan kombinasi antara kuman aerob dan anaerob
Unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.
PATOLOGI
Episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian
terjadi pembentukan abses yangsebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar ,
oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat
terbentuk dibagian inferior , namun jarang.
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga
permukaan yang hiperemis.
Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan.
Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, Uvula bengkak danterdorong ke sisi
kontra lateral.
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
Abses dapat pecah spontan, sehinggadapat terjadi aspirasi ke paru.
Selain itu, peritonsil abses terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis
kronis atau berulang sebelumnya. Suatu gambaran dari infeksi virus Epstein-Barr.
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Gejala dan tanda
– odinofagia (nyeri menelan) yang hebat
– biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia),
– muntah (regurgitasi)
– mulut berbau (foetor ex ore)
15

– banyak ludah (hipersalivasi)
– suara sengau (rinolalia)
– kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus)
– serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
– Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher
– (limitation in neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan
– peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation)
Prosedur diagnosis
Dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).
Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan
jarum besar (berukuran 16–18) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi
material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim
untuk dibiakkan.
KOMPLIKASI
1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau
piema.
2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan
mediastinitis.
3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan
thrombussinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.
DIAGNOSIS BANDING
– Infiltratperitonsil
– Tumor
– abses retrofaring
– abses parafaring,aneurisma
– infeksi kelenjar liur
TERAPI
stadium infiltrasi
– antibiotika dosis tinggi, antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-
1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau
sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.
– obat simtomatik.
16

– Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.
– Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah.
– Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia
lokal diganglion sfenopalatum.
– Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Pada umumnya
tonsilektomi dilakukan sesudah infeksitenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase
abses.
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada :
Orang yang menderita abses peritonsilaris berulang
Abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Sumber :
1. Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:
Boies,Buku Ajar Penyakit THT .EGC, Jakarta.
2. Fachruddin, darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan, T elinga-Hidung-Tenggorokan. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
17