trauma thorax
TRANSCRIPT
Trauma Thorax
1
BAB I
PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan
semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh
suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam
rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif
yang ringan
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan
adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap
paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana
biasanya ketika bernapas.Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding
dada dan paru-paru (rongga pleura).
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk mengetahui definisi ,
cara menegakkan diagnosa dan terapi dari trauma thorak, karena hal tersebut akan
berpengaruh pada penanganannya.
Trauma Thorax
2
BAB II
Trauma Thorax
Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang bermakna.Sebagian besar pasien trauma
thorax meninggal saat datang di rumah sakit,disamping itu ,banyak kematian yang dapat
dicegah dengan upaya diagnosis dan tatalaksana yang adekuat
Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma tajam.
Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan kendaraan bermotor (63-
78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu
depan, samping, belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan
untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang
berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan
tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi sedang
dan trauma toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi. Penyebab trauma toraks yang lain
oleh karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru
Anatomi
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari
sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas
organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor
dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus
posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris posterior.Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Trauma Thorax
4
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik.
Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya
terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian
muskular perifer berasal dari
bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra
lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagian muskuler
melengkung membentuk tendo
sentral. Nervus frenikus
mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
Gangguan anatomi dan fisiologi akibat trauma toraks
Akibat trauma daripada toraks, ada tiga komponen biomekanika yang dapat menerangkan
terjadinya luka yaitu kompresi, peregangan dan stres. Kompresi terjadi ketika jaringan kulit
yang terbentuk tertekan, peregangan terjadi ketika jaringan kulit terpisah dan stres merupakan
tempat benturan pada jaringan kulit yang bergerak berhubungan dengan jaringan kulit yang
tidak bergerak. Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang ringan
berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang
lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi, pneumotoraks, hemothoraks dan
kontusio paru. Trauma yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan
trauma langsung pada jantung.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat menganggu fungsi
fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Gangguan sistem pernafasan dan
Trauma Thorax
5
kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan
mekanik/alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan
faal jantung dan pembuluh darah .
Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Trauma Thorax
6
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan
paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
Trauma Thorax
7
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan .
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka..
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas .
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru
(< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).
Trauma Thorax
8
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
Trauma Thorax
9
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan
ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Trauma Thorax
10
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari .
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka .
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan
cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut .
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol .
2) Jarum abbocath
Trauma Thorax
11
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol .
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura
sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba
terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam.
Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal
Trauma Thorax
12
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat
bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
Trauma Thorax
13
Hemothorax
Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru
(rongga pleura).
Etiologi
Sejauh ini, penyebab umum dari hemothorax adalah trauma. Luka tembus paru-paru, jantung,
pembuluh darah besar, atau dinding dada adalah penyebab lain dari hemothorax. Kateter vena
sentral dan thoracostomy dengan penempatan tabung disebut sebagai Penyebab iatrogenik
primer.
Trauma tumpul pada dada kadang-kadang dapat menyebabkan hemotoraks oleh
karena laserasi pembuluh darah. Karena dinding dada pada bayi dan anak lebih
elastis ,maka patah tulang rusuk akan menyebabkan trauma
Penyebab nontraumatic atau spontan hemotoraks meliputi :
- Neoplasia (primer atau metastasis)
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulan
- Emboli paru dengan infark
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotoraks spontan
- emfisema bulosa
- tuberkulosis
- Pulmonary arteriovenous fistulae
- Hereditary hemorrhagic telangiectasia
Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga
pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan cedera benda tumpul.
Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia.
Trauma Thorax
14
EPIDEMIOLOGI
Mengukur frekuensi hemothorax pada populasi umum sulit. Sekitar 150.000 kematian Terjadi
dalam setahun karena trauma . Trauma dada terjadi pada kira-kira 60% dari kasus politrauma;
perkiraan kasar terjadinya hemotoraks terkait dengan trauma
di Amerika Serikat mendekati 300.000 kasus per tahun.
Selama 34-bulan sebuah pusat trauma ,medapatkan 2.086 anak-anak kurang dari 15 tahun
mengalami trauma tumpul atau penetrasi; 104 (4,4%) memiliki trauma dada. Di antara
pasien dengan trauma dada, 15 memiliki hemopneumothorax (angka kematian 26,7%), dan
14 memiliki hemotoraks (angka kematian 57.1%). Hemothorax nontraumatic memiliki
tingkat kematian jauh lebih rendah. Anak-anak dengan luka tembus dada (yaitu, menusuk
atau tembak luka), memiliki angka kematian adalah 8,51% (8 dari 94).
Patofisiologi
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri,
menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru
menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau
menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke
dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada hemothorax adalah
Rontgen dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
Analisa Gas darah : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat.
PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
DIAGNOSIS
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Inspeksi : ketinggalan gerak
Trauma Thorax
15
Perkusi : redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling
rendah
Auskultasi : vesikuler
Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah :
Tachypnea
Pada perkusi redup
Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan takikardia.
Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragic
Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen toraks akan
didapatkan gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada hemotoraks masif akan
didapatkan gambaran pulmo hilang.
PENANGANAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan
menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks adalah
1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan
kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang
cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube ( WSD
).
2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat cepat
keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak
sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest
tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang
menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif
intrapleural / cavum pleura.
3. Thoracotomy
Trauma Thorax
16
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
1. Kegagalan pernafasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
Trauma Thorax
17
Flail chest
Flail chest biasa terjadi karena trauma tumpul misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas,
dimana terjadi fraktur iga multiple pada dua tempat yang menyebabkan suatu segmen dinding
dada terlepas dari kesatuannya sehingga beberapa iga menusuk ke dalam paru dan
menyebabkan rasa nyeri saat benapas. Pada flail chest terjadi pernapasan paradoksal artinya
pada saat inspirasi dada yang sakit tidak akan mengalami pengembangan dan pada saat
ekpirasi justru mengalami pengembangan, hal ini disebabkan oleh karena pada saat inspirasi
iga yang patah akan tertarik ke dalam menusuk paru karena tekanan negatif dalam rongga
pleura, dan saat ekspirasi iga yang patah akan terdorong keluar karena tekanan positif dalam
rongga pleura. Penderita akan menjadi sesak napas karena gerakan pernapasan paradoksal
tersebut menimbulkan rasa nyeri saat inspirasi sehingga penderita tidak dapat bernapas dalam
padahal pada saat tersebut penderita sangat membutuhkan zat asam/oksigen, lama kelamaan
penderita akan menjadi sianosis, paru dapat mengalami atelektasis karena tidak
mengembang/kolaps, hipoksia, dan hiperkapnia, laju pernapasan dapat mencapai 40x/menit
atau lebih (bila pasien tidak pingsan/sadar, sedangkan bila dalam keadaan tidak sadar, pasien
tampak berupaya bernapas dengan keras tetapi hanya sedikit udara yang
dikeluarkan/mengalir; juga dapat dilihat gerakan napas paradoksal) Penanganan pada
kejadian flail chest yang pertama kali dilakukan adalah dengan memfiksasi iga yang patah
agar tidak bergerak, dapat dipakai kasa yang ditutup plester yang kuat atau dapat juga dengan
menggunakan traksi pada tulang iga yang patah. Prinsip dari pertolongan pada flail chest
adalah mencegah gerakan iga yang tidak beraturan pada saat gerakan pernapasan
berlangsung, sehingga iga tidak menusuk ke paru dan tidak timbul rasa sakit dan akhirnya
penderita dapat bernapas dengan normal kembali, mengurangi ruang rugi (dead space) pada
pernapasan serta menangani contusio paru yang terjadi akibat trauma. Rasa sakit dapat
dihilangkan dengan pemberian analgetik
Trauma Thorax
18
Kontusio paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal
chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah
berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65
mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan
diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang
berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah
indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita
dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi
mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring
EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal.
Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan
ventilasi terlebih dahulu.
Trauma Thorax
19
Cedera trakea dan Bronkus
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,
manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical
dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau
pneumothorax.
Trauma Jantung dan Aorta
Tamponade jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul
juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar
maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat
yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat
menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau
cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera
memperbaiki hemodinamik. Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosistik klasik
adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan
arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang
gawat darurat dalam keadaan berisi, distensi vena leher tidak ditemukan bila keadaan
penderita hipovlemia dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia. Pulsus paradoxus
adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama
inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda
lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi
pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension
pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda
Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal
tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade jantung. PEA pada
keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya temponade
jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat
ditemukan pda berbagai keadaan lain. Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan
Trauma Thorax
20
metode non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian
yang melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma
tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang
sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat
resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok
hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade
jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan
pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari
perikard adaah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung
pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indiksi
untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif
lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh
seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi
penderita memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung,
pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan
cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan
perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle
atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang
lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring
Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari
gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya
disritmia.
Kontusio Miocard
Kontusio Miocard. Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar
jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin
bervariasi dari ptekie epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia
merupakan temuan yang sering timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim CPK
merupakan uji diagnosa yang spesifik, EKG mungkin memperlihatkan perubahan gelombang
T – ST yang non spesifik atau disritmia. Adapun penatalaksanaan berupa suportif.
Trauma tumpul jantung
Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau
ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade
Trauma Thorax
21
jantung yang harus diwaspadai saat primary survey. Kadang tanda dan gejala dari tamponade
lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan
mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio
dinding dada atau fraktur sternum dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat
ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang mengalami trauma. Gejala klinis yang penting
pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding
jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG
dapat bervariasi dan kadang menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi
ventrikel perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi atrium,
bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST
yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada
penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio
jantung. Juga penting untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dpat disebabkan
adanya serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena
adanya kondusksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya disrtimia akut, dan harus
dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resiko disritmia kaan menurun
secara bermakna.
Trauma Thorax
22
Daftar Pustaka
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited:2011January10.Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax
/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press; 2007. p. 56
7. Denise Serebrisky, MD, hemotoraks, pendahuluan, http://emedicine.medscape.com
/article/1002107-overview,
8. American college of surgeons, ATLS, hemotoraks,IKABI, 2004
9. Robert A. Cowles, MD, Hemothorax Overview http://www.umm.edu/ency/article
/000126.htm,