translate journal

Upload: pande-indra-premana

Post on 15-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

an indonesian translati

TRANSCRIPT

CASE REPORTRespon pengobatan biologis terhadap Pyromania yang TunawismaAbstrak: Pyromania telah dikaitkan dengan gangguan abnormal dari impuls, fungsi sosial, fleksibilitas kognitif dan fungsi eksekutif. Penulis bertujuan untuk menyelidiki apakah intervensi psikofarmakologis meningkatkan kemampuan uji kognitif dan mengurangi frekuensi kejadian serius dari pasien pasien rawat inap pyromania. Ini adalah studi kasus dari seorang pria tuna wisma berumur 20 tahun yang memenuhi kriteria DSM-IV untuk Pyromania. Uji neuropsikologis telah dilaksana pada bagian psikiatri dan diulang 5 bulan kemudian yang diikuti dengan pengobatan psikofarmakologis dengan olanzapine dan sodium valproate.Penilaian neuropsikologis menunjukkan gangguan pada perhatian, ingatan verbal/visual, dan fungsi eksekutif dimana kemampuan fungsi visuospatial masih intak. 5 Bulan follow-up penilaian neuropsikologis menunjukkan peningkatan yang besar pada uji kognitif, sementara kemampuan visuospasial tetap ada dalam batas normal. Terjadi pengurangan kejadian klinis yang serius saat pasien masuk rumah sakit. Perilaku Fire-Setting mereda. Pengobatan psikofarmakologis mungkin telah membantu peningkatan fungsi kognitif, fungsi adaptasi-sosial, dan pengurangan perilaku yang agresif. Pengobatan psikofarmakologis mungkin lebih mempunyai peran besar dalam pengobatan gangguan mental yang ditandai dengan gangguan impuls.Kata kunci: pyromania, olanzapine, sodium valproate, penilaian neuropsikologis, pengobatan psikofarmakologis, tuna wisma, fungsi eksekutifPengantarPyromania adalah gangguan kompleks yang melibatkan area kognisi, perilaku, dan kepribadian (Haessler et al 2000; Lowenstein 2001). Sedikit yang diketahui tentang hubungan antara perilaku fire-setting dengan psikosis, walaupun Repo (1998) menemukan beberapa petunjuk antara hubungan ayah dan ibu yang alkoholik. Disini kami melaporkan kasus dari seorang pasien yang telah lama memiliki pyromania, yang perilakunya telah membaik dengan pengobatan psikofarmakologis.MetodeSeorang Tuna wisma berkulit putih yang berumur 20 tahun (JO) telah dibawa ke unit psikiatri setelah dilaporkan memiliki perilaku fire-setting (e.g tertawa sambil menuangkan cairan rawan terbakar ke seseorang). Saat masih kecil, dia pernah membakar gudang, yang memiliki akibat yang signifikan terhadap sebuah desa yang berada jauh di atas bukit, yang tidak berhasil dipadamkan. Ketika dikirim ke unit psikiatri, dia ditemukan memiliki gangguan fungsi kognitif yang sangat jelas. Walaupun beberapa informasi mengatakan bahwa dia sebelumnya adalah siswa biasa yang sudah menyelesaikan pendidikan 10 tahun. Dia tidak menunjukkan masalah perilaku selama masa akhir pendidikannya. Pasien memiliki periode latihan pekerja buruh yang pendek, paling lama berlangsung selama 3 bulan. Pasien menyangkal memiliki hubungan jangka panjang dengan seseorang. Dia memiliki hubungan yang terbatas dengan Ibunya. Ayah pasien adalah seorang pemabuk berat dan telah melakukan bunuh diri dua tahun sebelumnya setelah kehilangan pekerjaannya. Pusat data kepolisian tidak menunjukkan catatan forensik sebelumnya pada pasien.Saat masuk bangsal, JO diketahui memiliki mood rendah yang berkaitan dengan anhedonia, motivasi berkurang, dan gejala-gejala depresi kognitif. Dia juga memiliki delusi penganiayaan, dia berpikir bahwa orang-orang membicarakannya dan menghinanya. Dia juga diakui memiliki halusinasi visual dan auditori. Halusinasi ini terdiri dari mendengar suara-suaran pernafasan di kamarnya dan melihat darah pada dindingnya. Sebagai tambahan, dia juga mengatakan bahwa ia melihat orang-orang seperti hantu yang tampak seperti air. Saat interview pasien memiliki indikasi bahwa ia memiliki gangguan dalam ingatan, termasuk susah mengingat nama, nomor telepon, janji, arah, dan kejadian-kejadian yang baru terjadi. Pemeriksaan kognisi rutin menunjukkan kesusahan dalam menemukan kata dan daya ingat membaca. Penggunaan fungsi motorik dalam batas normal. Dia berpakaian kasual, tapi kusut dan mempunyai efek tumpul, wajah kurang berekspresi, dan tidak banyak berkata-kata. Secara signifikan dia mendapatkan nilai pada rentang gangguan mental (18 benar dari 30) pada Mini Mental Status Examination (MMSE) (Folstein et al 2002) , ia mendapat nilai yang buruk pada pengukuran ingatan jangka pendek, konsentrasi dan orientasi waktu. Dia nampak menyelesaikan tes dengan kesungguhan, dan nampak ia kebingungan dengan ketidakmampuannya menjawab soal-soal. Dari wawancara diagnostik tampak bahwa fire setting tidak terjadi sebagai kejadian dalam keadaan kebingungan seperti karena pengaruh alkohol atau obat-obatan. Dan juga fire setting tidak terjadi saat episode akut manic atau episode psikotik yang dipengaruhi oleh respon spesifik dari gagasan delusional atau dari perintah-perintah dari halusinasi suara. Pasien tidak memenuhi kriteria untuk gangguan tersebut, yang mana lebih banyak masalah pada tingkah laku yang terbatas pada masalah verbal. Saat kecil dia tidak mengetahui hubungan antara fire setting dengan kemungkinannya yang bisa membahayakan orang lain.Tingkah lakunya saat dibangsal tidak banyak berbicara. Tetapi, saat wawancara, perubahan pesat terjadi saat ditanyakan mengenai hal apa yang ia lakukan untuk hiburan. Pasien mulai terrawa dan tersenyum yang mengindikasikan dia menikmati saat menumpahkan cairan rawan terbakar pada orang-orang dan membakarnya. Pasien tetap seperti itu bahkan saat membicarakan mengenai hal-hal yang kasar (e.g bagaimana rasanya membuang suatu objek dari jembatan jalan hingga menimbulkan kecelakaan). Dia juga saat itu secara seksual dan tidak sopan mendekati pegawai wanita dan berbicara tentang keinginannya pergi ke suatu negara asing untuk nafsu seksual. Pada suatu saat lain, dia menanyakan seorang wanita pekerja kesehatan mental apakah dia bisa memesan PSK yang berpakaian perawat untuk mengunjunginya di kamar rawat inap.Sebelumnya, JO memiliki pengalaman dua kejadian rubuh saat dia masuk Rumah Sakit. Pada kedua kejadian itu didapatkan normal CT scan dan normal EEG. Kejadian ini berhubungan dengan penyalahgunaan obatan-obatan, mungkin opiat. Dia pernah diuji dengan obat-obatan lain termasuk marijuana, tapi tidak menunjukkan bukti yang kuat. Saat masuk rumah sakit sekarang, perawat mengobservasi 2 kejang tonik-klonik menyeluruh. Uji darah rutin normal begitu juga dengan lumbar punksi (termasuk tes untuk varian baru dari penyaki Creutzfeldt-Jakob [nvCJD] ), Skrining HIV, dan EEG. Uji nvCJD dilakukan karena tingkat keparahan gangguan kognisi JO. Pemeriksaan MRI menunjukkan generalized cerebral athropy. JO awalanya diterapi dengan antikejang Sodium Valproate (300 mg bd, ditingkatkan menjadi 800 mg bd; serum level menunjukkan dosis masih dalam rentang terapi). Tidak lagi terjadi kejang. Olanzapine diberikan 5 hari setelah Sodium Valproate. Tes Neuropsikologis dilakukan saat masuk rumah sakit dan diulangi 5-bulan kemudian. Olanzapine 10 mg diberikan setelah uji dasar dan perawatan selama 5-bulan masuk unit psikiatri. Gangguan abnormal persepsi dan paranoia mulai menghilang setelah diberi Olanzapine. Sementara gangguan tingkah laku mulai mereda, fungsi kognisi secara gradual meningkat (lihat dibawah)Uji Neuropsikologis didesain untuk menilai berbagai domain dari kognisi termasuk inteligensi premorbid (National Adult Reading Test), perhatian dan konsentrasi (Continuous Performance Test), fleksibilitas kognisi dan fungsi eksekutif (Verbal Fluency), bahasa (Boston Naming Test), ingatan verbal (Rey Auditory Verbal Learning Test), ingatan visual (Rey Complex Figure Test), dan fungsi visuospatial (Parietal Lobe Test) (Nelson dan Willison 1991; Seidman et al 1997; Mitrushina et al 1999). Jumlah kejadian klinis serius (e.g. melukai diri sendiri, perilaku mengancam, dan verbal abuse) telah diperhatikan oleh psikiatris, perawat, dan pekerja kesehatan mental dan di dokumentasikan di medical charts.HasilPenilaian dasar neuropsikologis menujukkan gangguan pada perhatian, ingatan verbal/visual, dan fungsi eksekutif dimana kemampuan visuospasial dan bahasa berada dalam rata-rata normal (Tabel 1). Lima-bulan follow-up penilaian neuropsikolgis pada pasien menunjukkan

peningkatan pada uji kognisi, sementara kemampuan visuospasial dan bahasa berada dalam rentang normal. Hasil pada MMSE meningkat (dari nilai sebelumnya 18/30 menjadi 29/30) Figure 1 menunjukkan sebuah histogram dari kejadian klinis serius. Jumlah dari laporan tersebut menurun saat pasien berada dalam rumah sakit; ada hubungan negatif yang signifikan antara jumlah kejadian klinis serius dengan lama waktu pasien di rawat dirumah sakit. (Pearson meghasilkan momen korelasi: r = 0.99, p < 0.01). JO dipulangkan dari rumah sakit dan dibawa ke fasilitas hidup mandiri, dengan pengawasan mingguan dari pekerja sosial dan tidak didapatkan perilaku fire-setting ( 3 tahun setelah keluar rumah sakit) (Figure 1)DiskusiJO adalah pasien yang memiliki tingkah laku yang kasar yang sebelumnya telah dikaitkan dengan kepribadiannya, tapi perubahan yang signifikan terjadi dari hasil pengobatan yang benar dari gangguan kejang dan psikosis. Pasien melalui pemeriksaan yang mendetail akibat dari gangguan signifikan dari fungsi kognisinya saat masuk rumah sakit (bahkan dilakukan skrining untuk nvCJD dan HIV dementia). Kita tidak yakin pengobatan mana yang memiliki efek terhadap perilaku fire-setting yang ia miliki, tapi cukup masuk akal jika kita bilang pengobatan biologis yang ia jalani mampu mengurangi tingkah lakunya yang berbahaya.Penemuan kami konsisten dengan analisis-meta dari randomized controlled trials yang menunjukkan Olanzapine memiliki hubungan dengan penurunan impuls, agresi, dan disorganisasi dari pasien psikosis (Davis and Chen 2001). Tetapi, Geddes et al (2000, 2002) menyatakan bahwa follow-up sangat perlu untuk mengawasi efek samping jangka pendek obat yang atipikal, karena masih sedikit data yang terbukti dapat diandalkan. Peningkatkan dalam kognisi dan penurunan dalam kejadian klinis yang kami amati tidak dapat dikaitkan dengan peresepan dari Sodium Vaproate, karena penelitian sebelumnya telah telah menunjukkan bahwa efek akhirnya pada kognisi dapat diabaikan. (Goldberg and Burdick 2001). Di lain pihak, penelitian dari Olanzapine telah menunjukkan peningkatkan dari uji tes neuropsikologis, dalam konteks psikosis (Purdon et al 2000; Cuesta et al 2001; Kinon et al 2001). Sebagai tambahan, Olanzapine telah menunjukkan penurunan dari gejala psikopatologis pada episode awal psikosis (Liberman et al 2003).Penemuan kami tentang peningkatan perhatian dan fungsi eksekutif (peningkatan saat melakukan tugas-tugas yang berkelanjutan dan kelancaran berbicara) menandakan kemungkinan modulasi dari sistem frontotemporal dan frontosubkortikal karena intervensi psikofarmakologis (kemungkinan Olanzapine) (Hager et al 1998; McPherson and Cummings 2002), begitu juga dengan potensi pengobatan psikofarmakologis dari pyromania. Kesulitan pasien dengan pra-pengobatan sikap agresif seksual nya juga konsisten dengan penelitan tentang disfungsi orbitomedial frontal (Malloy et al 1993). Peningkatan dalam fungsi eksekutif dan perilaku adaptif, konsisten dengan penelitan sebelumnya pada psikosis, dimana fungsi neuropsikologis memiliki peran penting dalam pengaturan fungsi psikososial dan pengalaman subjektif seseorang (Brekke et al 2001).Pada berbagai kesempatan, saat kehadiran perawat, psikologis dan psikiatris saat tiga minggu pertama JO masuk rumah sakit, terlihat jelas bahwa keinginan kuat untuk fire setting memiliki hubungan dengan gairah afektif, yang diikuti dengan perasaan puas dan penghilang ketegangan. Ketika sebelumnya ia dituduh membakar seseorang sebelum ia masuk rumah sakit, kami mencurigai (dugaan psikodinamis penulis) bahwa seseorang tersebut bukanlah objek utama dari tindakannya, melainkan gagasan dari fire setting yang bertindak sebagai pemicu umum meningkatnya gairah dan aktivitas perilaku. Hal ini cenderung untuk sementara waktu mengangkatnya dari keadaannya yang lesu.Dalam studi kasus saat ini, pemberian obat-obatan psikotropika (Olanzapine dan Sodium valproate) memiliki asosiasi dengan keringanan dari psikosis yang ditemani oleh peningkatan signifikan dari kognisi dan fungsi adaptif. Secara spesifik, pasien menunjukkan peningkatan kinerja dalam perhatian dan kontrol eksekutif, yang bermanifestasi klinis sebagai penghentian perilaku fire setting. Antikonvulsan berhasil digunakan untuk mengobati kelainan kejang pasien. Meski baru awal, data kami menunjukkan bahwa atipikal antipsikosis mungkin memiliki peran dalam penanganan dari gangguan control impuls, yang mana memerlukan studi lebih lanjut. Sebagai tambahan, pasien kami menunjukkan pentingnya investigasi yang menyeluruh dari gangguan perilaku (terutama dengan gangguan fungsi kognisi; Spence et al 2004). Keadaan Tuna wisma mempresentasikan tantangan serius dalam sumber kesehatan mental; tetapi, post-hospitalisasi menuju fasilitas hidup semi-independent dengan pengawasan oleh pekerja komunitas bisa memberikan kontribusi bagi kesuksesan perawatan pasien.Ucapan terima kasihPengobatan dari pasien ini tidak dibiayai oleh suatu perusahaan obat.