tinjauan pustaka dan dasar teori - polban
TRANSCRIPT
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
II.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka digunakan sebagai referensi terhadap karya ilmiah sejenis
yang sudah pernah dilakukan dan dipublikasikan sebelumnya. Tinjauan pustaka
juga berguna sebagai pembanding tugas akhir yang akan disusun untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan dalam rencana pembahasan tugas akhir. Tinjauan pustaka
dilakukan terhadap tiga tugas akhir terdahulu yang membahas perancangan struktur
atas jembatan rangka baja, tinjauan pustaka pada tugas akhir ini yaitu:
a. Perancangan Struktur Atas Rangka Baja Overpass Simpang Susun
Perbaungan dengan Perkuatan Eksternal, Fajar Fikriansyah Sidik
(Tugas Akhir, 2016)
Tugas akhir yang ditulis oleh Sidik (2016), memiliki lingkup perancangan
struktur atas jembatan rangka baja pada Jalan Tol Trans Sumatera tepatnya
pada Overpass Perbaungan, Sumatera Utara. Pada overpass ini, lantai
kendaraan dirancang berada di atas struktur rangka baja (underslug)
dengan tipe rangka pratt dan menggunakan perkuatan eksternal untuk
memenuhi ambang batas ruang bebas vertikal pada jalan tol di bawahnya.
b. Perancangan Sturktur Atas Rangka Baja pada Jembatan Sungai Tiram
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi, Muhammad Agus Riyaldi
(Tugas Akhir, 2015)
Tugas akhir yang ditulis oleh Riyaldi (2015), memiliki lingkup
perancangan struktur rangka baja Jembatan Sungai Tiram Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi dengan lingkup perancangan
struktur atas jembatan rangka baja untuk menggantikan konstruksi yang
sudah ada berupa jembatan komposit.
c. Perancangan Struktur Atas Jembatan Sungai Citarum dengan Bentang
30+60+30, Adi Setiadi Supendi (Tugas Akhir, 2015)
Tugas akhir yang ditulis oleh Supendi (2015), memiliki lingkup
perancangan struktur atas rangka baja menggunakan tipe konstruksi
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 12
rangka baja parker dan jembatan komposit pada kedua pendekat jembatan
dengan bentang 30+60+30 meter.
Perbandingan tinjauan pustaka di atas terhadap rencana pembahasan tugas akhir ini
disajikan dalam Tabel II.1.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 13
Tabel II.1 Tinjauan pustaka
No. Parameter Muhammad
Ardans
(2017)
Fajar Fikriansyah Sidik (2016)
Muhammad Agus Riyaldi
(2015)
Adi Setiadi Supendi (2015)
1. Judul Penelitian (lanjutan)
Perancangan Struktur Atas Rangka Baja Jembatan Sungai Tohor Kabupaten Kepualauan Meranti, Provinsi Riau
Perancangan Struktur Atas Rangka Baja Overpass Simpang Susun Perbaungan dengan Perkuatan Eksternal
Perancangan Sturktur Atas Rangka Baja pada Jembatan Sungai Tiram Kabupaten Tanjung Jabung Jambi
Perancangan Struktur Atas Jembatan Sungai Citarum dengan Bentang 30+60+30, Adi Setiadi Supendi
2. Lokasi Studi
Jembatan Sungai Tohor, Pulau Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau
Overpass Perbaungan, Jalan Tol Trans Sumatera, Provinsi Sumatera Utara
Jembatan Sungai Tiram Kabupaten Tanjung Jabung, Provinsi Jambi
Jembatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat
3. Persamaan Perancangan dilakukan pada struktur rangka atas jembatan rangka baja Perancangan dilakukan dengan metode Load Resistance Factor Design
(LRFD) Perancangan pelat lantai Jembatan rangka baja direncanakan dengan bentang 60 m
4. Perbedaan Analisa pembebanan mengacu pada SNI 1725:2016
Tipe rangka warren
Pemodelan struktur menggunakan perangkat lunak SAP 2000 v.17 dan MIDAS CIVIL 2011
Pelat lantai direncanakan menggunakan konstruksi beton komposit corrugated steel plate
Analisa pembebanan mengacu pada RSNI T-02-2005
Tipe rangka pratt
Pemodelan struktur menggunakan perangkat lunak SAP 2000 v.14.2.2
Pelat lantai menggunakan konstruksi beton komposit terhadap gelagar jembatan
Analisa pembebanan mengacu pada RSNI T-02-2005
Tipe rangka parker
Pemodelan sturktur menggunakan perangkat lunak SAP 2000 v.14.2.2
Pelat lantai menggunakan konstruksi beton yang komposit terhadap gelagar
Analisa pembebanan mengacu pada RSNI T-02-2005
Tipe rangka parker
Pemodelan struktur menggunakan perangkat lunak MIDAS CIVIL 2006
Pelat lantai menggunakan konstruksi beton yang komposit terhadap gelagar jembatan
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 14
II.2 Dasar Teori
Jembatan merupakan sebuah konstruksi yang dibuat untuk menghubungkan
dua bagian jalan yang dipisahkan oleh rintangan seperti sungai, danau, rel kereta
api, jalan raya, maupun tebing/lembah yang dalam. Jembatan dapat
menghubungkan jalan raya, jalan pejalan kaki, rel kereta api, maupun instalasi
utilitas lain yang menyilang rintangan tersebut. Menurut Moeljono (2009) dalam
bahan ajar pengenalan struktur baja, stuktur jembatan dibedakan berdasarkan
struktur Rangka Induknya, yaitu gelagar yang menopang seluruh elemen jembatan
dan mentransfer seluruh beban struktur langsung ke bangunan bawah. Klasifikasi
jembatan menurut bentuk strukturnya adalah.
a. Jembatan gelagar biasa;
b. Jembatan balok pelat girder;
c. Jembatan monolit beton bertulang;
d. Jembatan gelagar komposit;
e. Jembatang rangka batang;
f. Jembatan gantung;
g. Jembatan balok beton prategang; dan
h. Jembatan tipe lain yang merupakan kombinasi dari struktur di atas.
Sedangkan, jembatan berdasarkan beban rencana muatan yang dapat dipikulnya
dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. Jembatan Kelas Standar (A/I), merupakan jembatan dengan beban
rencana muatan “T” dan “D” sebesar 100%. Dalam hal ini lebar jembatan
adalah (1,00 + 7,00 + 1,00) meter.
b. Jembatan Kelas Sub Standar (B/II), merupakan jembatan dengan beban
rencana muatan “T” dan “D” sebesar 70%. Dalam hal ini lebar jembatan
adalah (0,50 + 6,00 + 0,50) meter.
c. Jembatan Kelas Low Standar (C/III), merupakan jembatan dengan beban
rencana muatan “T” dan “D” sebesar 50%. Dalam hal ini lebar jembatan
adalah (0,50 + 3,50 + 0,50) meter.
Beban rencana muatan dan pembebanan jembatan akan dijelaskan lebih lanjut pada
subbab berikutnya.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 15
Dalam tugas akhir ini akan direncankan jembatan dengan menggunakan
jenis struktur rangka batang. Struktur jembatan ini terdiri dari batang-batang yang
disusun sedemikian rupa sehingga dapat menguraikan beban muatan yang bekerja
pada jembatan dan menyalurkannya ke bangunan bawah. Jembatan rangka batang
umumnya menggunakan material baja yang akan memikul gaya tekan dan tarik
melalui titik-titik pertemuan batang (titik buhul). Pada tahap awal perencanaan,
pemilihan bentuk rangka berperan penting untuk mendapatkan struktur jembatan
yang optimal dalam memikul beban, menurut Hibbeler (2002) beberapa bentuk
umum jembatan rangka baja dan bentang efektifnya dapat dilihat pada gambar dan
tabel berikut.
Sumber: Hibbeler, 2002
Gambar II.1 Bentuk umum jembatan rangka baja
Tabel II.2 Bentang efektif jembatan rangka baja berdasarkan bentuknya Bentuk Rangka Bentang Efektif
Pratt, Howe, dan Warren sampai dengan 61 meter (200 ft) Parker > 61 meter (> 200 ft) Baltimore > 91 meter (> 300 ft) “K” (K-Truss) > 91 meter (> 300 ft) Warren tersubbagian > 91 meter (> 300 ft)
Sumber: Hibbeler, 2002
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 16
II.2.1 Pembebanan Jembatan
Pembebanan jembatan mengacu pada SNI 1725-2016 yang merupakan
revisi dari RSNI T-02-2005 dimana terdapat penyusaian pada distribusi beban “D”
dalam arah melintang, faktor distribusi beban “T”, kombinasi beban, beban gempa,
angin dan beban fatik. Dalam penggunaannya, SNI 1725-2016 tidak terlepas dari
SNI 2833:2008 dalam hal perencanaan ketahanan gempa jembatan. Penjelasan
tentang pembebanan jembatan adalah sebagai berikut.
II.2.1.1 Filosofi Perencanaan Pembebanan
Jembatan harus direncanakan sesuai dengan keadaan batas yang disyaratkan
untuk mencapai target pembangunan, keamanan, dan aspek layan, dengan
memperhatikan kemudahan isnpeksi, faktor ekonomi, dan estetika. Dalam
perencanaan persamaan yang harus dipenuhi untuk semua gaya yang bekerja
beserta kombinasinya adalah sebagai berikut.
∑ 𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖 ≤ ∅ 𝑅𝑛 = 𝑅𝑟 ...... (1)
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Untuk beban-beban dengan nilai maksimum 𝛾𝐼 lebih sesuai, maka:
𝜂𝑖 = 𝜂𝐷 𝜂𝑅𝜂𝐼 ≥ 0,95 ...... (2)
Untuk beban-beban dengan nilai minimum 𝛾𝐼 lebih sesuai, maka:
𝜂𝑖 = 1
𝜂𝐷 𝜂𝑅𝜂𝐼 ≤ 1 ...... (3)
Keterangan:
𝛾𝑖 = faktor beban ke-i;
𝜂𝑖 = faktor pengubah respons berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan
klasifikasi operasional;
𝜂𝐷 = faktor pengubah respons berkaitan dengan daktilitas;
𝜂𝑅 = faktor pengubah respons berkaitan dengan redudansi;
𝜂𝐼 = faktor pengubah respons berkaitan dengan klasifikasi operasional;
∅ = faktor tahanan;
𝑄𝑖 = pengaruh gaya;
𝑅𝑛 = tahanan nominal;
𝑅𝑟 = tahanan terfaktor;
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 17
Terdapat empat keadaan/kondisi batas dalam perencanaan jembatan, keadaan ini
disyaratkan dengan melakukan pembatasan terhadap beberapa kondisi agar
jembatan dapat mencapai target pembangunannya. Keempat keadaan batas tersebut
adalah.
a. Keadaan batas daya layan;
b. Keadaan batas fatik dan fraktur;
c. Keadaan batas kekuatan; dan
d. Keadaan batas ekstrem;
Empat keadaan di atas memperhitungkan kondisi jembatan sesuai batas-batas dari
berbagai aspek yang disyaratkan. Perhitungan pembebanan jembatan berdasarkan
batas-batas di atas menghasilkan dua belas kombinasi pembebanan yang terdapat
pada SNI 1725:2016. Untuk merencanakan struktur atas jembatan, setiap faktor dan
kombinasi pembebanan diperhitungkan berdasarkan kelompok beban sebagai
berikut.
Beban Permanen :
MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan;
MA = beban mati perkerasan dan utilitas;
PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh
proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat perubahan statika
yang terjadi pada konstruksi segmental.
Beban Transien :
SH = gaya akibat susut/rangkak;
TB = gaya akibat rem;
TR = gaya sentrifugal;
TC = gaya akibat tumbukan kendaraan;
TV = gaya akibat tumbukan kapal;
EQ = gaya gempa;
BF = gaya friksi;
TD = beban lajur “D”;
TT = beban truk “T”;
TP = beban pejalan kaki;
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 18
ET = gaya akibat temperatur gradien;
EUn = gaya akibat temperatur seragam;
EF = gaya apung;
EWs = beban angin pada struktur;
EWL = beban angin pada kendaraan;
Kedua kelompok beban di atas diperhitungkan berdasarkan faktor dan kombinasi
pembebanan sebagai berikut.
II.2.1.2 Faktor dan Kombinasi Pembebanan
Gaya terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut.
Q = ∑ 𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖 ...... (4)
Keterangan :
𝜂𝑖 = faktor pengubah respon sesuai persamaan (2) atau (3)
𝛾𝑖 = faktor beban
𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan
Faktor beban untuk setiap pembebanan dan kombinasi pembebanan harus diambil
seperti yang ditentukan pada Tabel II.3. Setiap kombinasi pembebanan bertujuan
untuk memperhitungkan gaya-gaya yang timbul akibat kondisi tertentu, kombinasi
pembebanan beserta penjelasan kondisinya adalah sebagai berikut.
Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang
timbul pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin.
Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor
beban yang sesuai.
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan
jembatan untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan
adanya rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 19
Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal
jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga
126 km/jam.
Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup 𝛾𝐸𝑄 yang
memperhitungkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung harus
ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban
hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan
kendaraan, banjir, atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus pembebanan
akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh
dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.
Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional
jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memeperhitungkan
adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam. Kombinasi ini
juga digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-gorong baja, pelat pelapis
terowongan, pipa termoplastik serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton
bertulang; dan juga untuk analisis tegangan tarik pada penampang melintang
jembatan beton segmental. Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk
investigasi stabilitas lereng.
Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban
kendaraan.
Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol
besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton
segmental.
Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik : Kombinasi pembebanan fatik dan fraktur sehubungan dengan umur
fatik akibat induksi beban yang waktunya tak terbatas.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 20
T
abel
II.3
Fak
tor d
an k
ombi
nasi
pem
beba
nan
Gun
akan
sala
h sa
tu
TV
- - - - - - 1,
00
- - - - - γ p
dap
at b
erup
a γ M
S, γ M
A, γ
TA, γ
PR, γ
PL, γ
SH te
rgan
tung
beb
an y
ang
ditin
jau
γ EQ
adal
ah fa
ktor
beb
an h
idup
kon
disi
gem
pa
TC
- - - - - - 1,
00
- - - - -
EQ
- - - - - 1,
00
- - - - - -
ES
γ ES
γ ES
γ ES - γ ES - - γ ES - γ ES - -
TG
γ TG
γ TG
γ TG
- γ TG
- - γ TG
- γ TG
- -
EU
n
0,50
/1,2
0 0,
50/1
,20
0,50
/1,2
0 0,
50/1
,20
0,50
/1,2
0 - -
1,00
/1,2
0 1,
00/1
,20
1,00
/1,2
0 1,
00/1
,20
-
BF
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
-
EW
L
- - - - 1,
00
- - 1,
00
- - - -
EW
S
- - 1,
40
- 0,
40
- - 0,
30
- - 0,
70
0,75
EU
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
1,
00
1,00
-
TT
TD
TB
TR
TP
1,
80
1,40
- - - γ E
Q
0,50
1,
00
1,30
0,
80
- 0,
75
Sum
ber:
SN
I 172
5:20
16
MA
MS
TA
PR
PL
SH
γ p
γ p
γ p
γ p
γ p
γ p
γ p 1 1 1 1 -
Kea
daan
bat
as
Kua
t I
Kua
t II
Kua
t III
K
uat I
V
Kua
t V
Ekst
rem
I Ek
stre
m II
D
aya
laya
n I
Day
a la
yan
II
Day
a la
yan
III
Day
a la
yan
IV
Fatik
(TD
dan
TR
) C
atat
an:
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 21
II.2.1.3 Beban Permanen
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang
tertera dalam gambar rencana dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari
bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan
gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan adalah 9,81 m/detik2. Besarnya
kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan ditampilkan pada tabel
berikut.
Tabel II.4 Berat isi untuk beban mati
No. Bahan Berat isi (kN/m3)
Kerapatan massa (kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal (bituminous wearing surfaces) 22,0 2245
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240 3 Timbunan tanah dipadatkan
(compacted sand, silt, or clay) 17,2 1755
4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel, macadam, or ballast) 18,8-22,7 1920-2315
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245 6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
7 Beton fc’ < 35 MPa 22,0-25,0 2320 35 < fc’ < 105 MPa 22 + 0,022 fc’ 2240 + 2,29 fc’
8 Baja (steel) 78,5 7850 9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125 Sumber: SNI 1725:2016
Beban permanen terdiri dari berat sendiri (MS), beban mati tambahan/utilitas (MA),
dan beban yang terjadi akibat pengaruh tetap pelaksanaan (PL). Faktor beban yang
digunakan untuk ketiga beban tersebut adalah.
Tabel II.5 Faktor beban untuk berat sendiri
Tipe beban
Faktor beban (𝜸𝑴𝑺)
Keadaan batas layan (𝜸𝑺𝑴𝑺 )
Keadaan batas ultimate (𝜸𝑼
𝑴𝑺 ) Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90 Alumunium 1,00 1,10 0,90 Beton pracetak 1,00 1,20 0,85 Beton cor ditempat 1,00 1,30 0,75 Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber: SNI 1725:2016
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 22
Tabel II.6 Faktor beban untuk beban mati tambahan
Tipe beban
Faktor beban (𝜸𝑴𝑨)
Keadaan batas layan (𝜸𝑺𝑴𝑨 )
Keadaan batas ultimate (𝜸𝑼
𝑴𝑨 ) Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00(1) 2,00 0,70 Khusus (Terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan(1) : Faktor beban layan sebesar 1,30 digunakan untuk berat utilitas Sumber: SNI 1725:2016
II.2.1.4 Beban Pelaksanaan
Beban pelaksanaan adalah beban yang diakibatkan pengaruh sementara
yang dapat bekerja pada bangunan secara menyeluruh atau sebagian selama
pelaksanaan. Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan adalah sebagai berikut. Tabel II.7 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
Tipe beban
Faktor beban (𝜸𝑷𝑳)
Keadaan batas layan (𝜸𝑺𝑷𝑳 )
Keadaan batas ultimate (𝜸𝑼
𝑷𝑳 ) Biasa Terkurangi
Tetap 1,00 1,00 1,00 Sumber: SNI 1725:2016
II.2.1.5 Beban Lalu lintas
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D”
dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan
kendaraan yang sebenarnya. Beban truk “T” adalah suatu kendaraan berat dengan
tiga gandar yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lalu lintas rencana. Tiap
gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang disimulasikan sebagai roda
kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Selain
beban lajur “D” dan beban truk “T” ditetapkan pula beban pejalan kaki (TP) pada
bidang trotoar.
a. Beban lajur “D” (TD)
Beban lajur terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis terpusat (BGT) dengan konfigurasi seperti Gambar II.2. Beban
terbagi rata (BTR) ditempatkan sepanjang bentang jembatan, sedangkan
beban garis terpusat ditempatkan pada tengah bentang untuk mendapatkan
reaksi maksimum pada jembatan. Distribusi beban lajur dalam arah
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 23
melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah
longitudinal pada gelagar jembatan. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok
(tidak termasuk parapet, kerb, dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk
panjang terbebani yang sesuai. Faktor beban lajur untuk perhitungan dapat
dilihat pada Tabel II.8.
Sumber: SNI 1725:2016
Gambar II.2 Beban lajur “D”
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus arah lalu lintas sebesar 49,0 kN/m. Sedangkan beban terbagi
rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran tergantung kondisi
berikut.
Jika L ≤ 30 meter : q = 9,0 kPa ...... (5)
Jika L > 30 meter : q = 9,0 (0,5 + 15
𝐿) kPa ...... (6)
Keterangan:
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) (kPa)
L = panjang total jembatan terbebani (meter)
1 kPa = 0,001 MPa = 0,01 kg/cm2
Tabel II.8 Faktor beban lajur “D”
Tipe Beban Jembatan
Faktor beban (𝜸𝑻𝑫) keadaan batas layan (𝜸𝑺
𝑻𝑫) keadaan batas ultimate (𝜸𝑼
𝑻𝑫)
Transien beton 1,00 1,80
boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 24
b. Beban truk “T” (TT)
Selain beban “D” terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”.
Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”.
Beban truk digunakan untuk perhitungan struktur lantai jembatan.
Pembebanan truk terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar seperti pada Gambar II.3. Berat dari tiap gandar
disebarkan menjadi dua buah beban merata sama besar yang merupakan
bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara dua
gandar tersebut dapat diubah-ubah dari 4,00 m hingga 9,00 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Beban
angin juga bekerja pada badan truk untuk perencanaan lantai kendaraan.
Sumber: SNI 1725:2016
Gambar II.3 Pembebanan truk “T” (500 kN)
Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, umumnya hanya
ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur rencana.
Faktor pembebanan untuk beban truk ditampilkan pada Tabel II.9.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 25
Tabel II.9 Faktor beban lajur “T”
Tipe Beban Jembatan
Faktor beban (𝜸𝑻𝑻) keadaan batas layan (𝜸𝑺
𝑻𝑻) keadaan batas ultimate (𝜸𝑼
𝑻𝑻)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016
c. Gaya Rem
Gaya rem harus diambil nilai terbesar dari 25% berat gandar truk atau 5%
dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata (BTR). Gaya rem
ditempatkan pada semua lajur rencana. Gaya rem diasumsikan bekerja
horisontal pada jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-
masing arah longitudinal jembatan.
d. Beban pejalan kaki (TP)
Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus
direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa
dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada
masing-masing lajur rencana.
II.2.1.6 Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan memperhitungkan pengaruh temperatur, angin, banjir,
gempa, dan penyebab alamiah lainnya. Pada tugas akhir ini, pengaruh lingkungan
yang diperhitungkan adalah pengaruh beban angin dan beban gempa.
a. Beban angin
Beban angin ditentukan berdasarkan asumsi kecepatan angin dasar rencana
(Vs) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus diasumsikan
terdistribusi secara merata pada permukaan terekspos oleh angin. Luas area
yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen, termasuk
sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Arah
ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya
terhadap struktur jembatan atau komponen lainnya. Untuk jembatan atau
bagian jembatan dengan elevasi rencana lebih tinggi dari 10 meter di atas
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 26
permukaan tanah/permukaan air, kecepatan angin rencana, VDZ dihitung
dengan persamaan berikut.
VDZ = 2,5 Vo (𝑉10
𝑉𝐵) In ( 𝑍
𝑍𝑂) ...... (7)
Keterangan:
VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana (km/jam);
V10 = kecepatan angin pada elevasi 10 meter di atas permukaan
tanah/permukaan air;
VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi
10 meter;
Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z > 10 meter)
Vo = kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik
meteorologi dan besarannya dapat dilihat pada Tabel II.10.;
Zo = panjang gesekan di hulu jembatan yang merupakan karakteristik
meteorologi dan besarannya dapat dilihat pada Tabel II.10.
Nilai kecepatan angin pada elevasi 10 meter di atas permukaan
tanah/permukaan air dapat diperoleh dari:
Grafik kecepatan angin untuk berbagai periode ulang;
Survai angin pada lokasi jembatan; dan
Jika tidak ada data yang lebih baik, dapat diasumsikan V10 = VB =
90 s/d 126 km/jam. Tabel II.10 Nilai VO dan ZO untuk berbagai variasi kondisi
Kondisi Lahan terbuka Sub urban Kota VO (km/jam) 13,2 17,6 19,3
ZO (mm) 70 1000 2500 Sumber: SNI 1725:2016
Beban angin diperhitungkan bekerja pada struktur dan pada kendaraan yang
melewati jembatan. Beban angin yang bekerja pada struktur (EWS)
diperhitungkan berdasarkan persamaan (8).
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 27
PD = PB (𝑉𝐷𝑍
𝑉𝐵)
2
...... (8)
Keterangan:
PD = tekanan angin rencana (MPa);
PB = tekanan angin dasar yang nilainya ditentukan berdasarkan Tabel
II.11. Tabel II.11 Tekanan angin dasar
Komponen bangunan atas Angin tekan (MPa) Angin hisap (MPa)
Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber: SNI 1725:2016
Sedangkan beban angin yang bekerja pada kendaraan (EWL) diasumsikan
sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus, dan berkerja 1800
mm di atas permukaan jalan.
b. Beban gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk
runtuh namun diperbolehkan mengalami kerusakan yang signifikan dan
gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai
gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien
respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian
dimodifikasi dengan faktor modifikasi respon (Rd) dengan formulasi
sebagai berikut.
EQ = 𝐶𝑠𝑚
𝑅𝑑 Wt ...... (9)
Keterangan:
EQ = gaya gempa horizontal statis (kN);
Csm = koefisien respons gempa elastis;
Rd = faktor modifikasi respon;
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
sesuai (kN).
Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar
dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 28
gempa rencana. Perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk
beban gempa, cara analisis, peta gempa, dan detil struktur mengacu pada
SNI 2883:2008.
Pada perancangan komponen jembatan, beban gempa yang diterapkan
adalah beban gempa vertikal yang diambil nilai terbesar dari dua persamaan
berikut.
PEQ = 0,10 Wt .... (10)
PEQ = kv Wt, dengan kv > 1,00 .... (11)
PEQ = beban gempa vertikal;
kv = koefisien gempa vertikal;
Koefisien gempa vertikal adalah sebesar 50% dari koefisien gempa
horisontal (kh).
kh = C x S .... (12)
C = koefisien geser dasar;
S = faktor tipe bangunan.
Perhitungan koefisien geser dasar (C) dan faktor tipe bangunan mengacu
pada SNI 2883:2008 tentang perencanaan ketahanan gempa untuk
jembatan.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 29
II.2.2 Perencanaan Jembatan Rangka
Struktur atas jembatan rangka baja disusun oleh beberapa komponen yang
memiliki peran masing-masing. Ilustrasi umum komponen struktur atas jembatan
rangka baja dapat dilihat pada Gambar II.4. Secara garis besar komponen struktur
yang akan dirancang adalah pelat lantai kendaraan, gelagar jembatan (memanjang,
melintang, dan Rangka Induk), sambungan, railing, dan perletakan jembatan.
Sumber: Gambar standar rangka baja bangunan atas jembatan kelas A dan B, Binamarga, 2005
Gambar II.4 Komponen struktur atas jembatan rangka baja
II.2.2.1 Perencanaan Pelat Lantai Kendaraan
Pelat lantai kendaraan direncanakan menggunakan struktur corrugated steel
plate (CSP) dengan mengacu pada Pd. T-12-2005-B. Sistem lantai jembatan yang
menggunakan CSP merupakan struktur komposit, dalam sistem komposit CSP
berfungsi sebagai tulangan yang dapat memikul tegangan tarik. Persyaratan bahan
untuk konstruksi pelat lantai kendaraan menggunakan CSP adalah sebagai berikut.
a. Persyaratan bahan CSP
Bahan baja CSP yang digunakan harus mempunyai tegangan tarik minimum
230 MPa dengan panjang elongasi minimum 16 % dan tebal minimal 4,50
mm. Komposisi bahan pembentuk selain besi ditampilkan pada Tabel II.12
tentang syarat komposisi material pelat CSP.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 30
Tabel II.12 Komposisi material untuk CSP No. Bahan Maks (%) 1 Karbon 0,15 2 Phospor 0,05 3 Sulfur 0,05 4 Manganese 0,6 5 Silikon 0,35
Sumber: Pd. T-12-2005-B
Pelat corrugated harus dilapisi pelapis anti karat dengan cara galvanis celup
panas (hot dip galvanized) dengan ketebalan lapisan 610 gr/m2 (ASTM A-
123 atau AS 1650). Komposisi bahan galvanis maksimum untuk Zn 99,88
% dan Al 0,02 %.
b. Persyaratan bahan baja tulangan
Bahan baja tulangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI 07-
2052-2002. Kuat leleh minimum baja tulangan polos 240 MPa dan untuk
tulangan ulir 390 MPa. Modulus elastisitas diambil sebesar 200.000 MPa.
Kawat pengikat harus berupa pengawat ikat baja lunak sesuai dengan SNI
07-6401-2000.
c. Persyaratan beton
Kuat tekan betok karakteristik pada umur 28 hari minimum sebesar 30 MPa
berdasarkan uji kuat tekan silinder.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 31
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, struktur pelat lantai
direncanakan bekerja secara komposit sempurna, maka slip antara beton dan baja
tidak akan terjadi. Konsep analisis penampang komposit penuh didasarkan pada
dua kondisi, yaitu kondisi elastis dan non elastis. Bentuk penampang struktur pelat
komposit yang akan dibuat model perhitungan adalah sebagai berikut.
Sumber: Thamrin, 2016
Gambar II.5 Idealisasi bentuk penampang struktur komposit
dimana,
b = lebar efektif pelat;
h = tinggi pelat;
cg = titik berat pelat CSP;
d = jarak dari serat tertekan pelat ke garis netral elemen tarik;
d’ = jarak dari serat tertekan pelat ke garis netral tulangan tekan;
b1, b2, b3, b4;
b5, bn = lebar elemen pelat CSP dalam lebar efektif pelat;
a = tinggi blok beton tertekan;
c = tinggi regangan beton;
ACSP = luas total pelat CSP;
As’ = luas tulangan tekan;
ycsp = jarak dari titik berat CSP ke serat bawah pelat.
Kapasitas momen ultimit Mu pelat dapat diperoleh dari hubungan berikut.
Mu = Ø {𝐴𝐶𝑆𝑃1 . 𝑓𝑦𝐶𝑆𝑃
. (𝑑 −1
2a)} + {As’ . fy . (d – d’)} .... (13)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 32
Dengan nilai ACSP1 dan a ditentukan menggunakan cara berikut.
ACSP1 = ρmaks b.d .... (14)
ρmaks merupakan batas rasio maksimum baja CSP pemikul tarik, ketika ρ yang
dihitung berdasarkan persamaan (17) melebihi nilai ρmaks maka penampang pelat
memerlukan tulangan tekan.
ρmaks = 0,75 ρb .... (15)
dengan, ρb = 0,85 (𝛽1.𝑓′𝑐
𝑓𝑦) (
600
600+𝑓𝑦) .... (16)
dan, ρ = 𝐴𝐶𝑆𝑃
𝑏.𝑑 .... (17)
keterangan:
ρ = rasio baja CSP pemikul tarik;
ρmaks = rasio maksimum baja CSP pemikul tarik;
ACSP = luas total penampang baja CSP;
ACSP1 = luas total penampang baja CSP pemikul tarik;
β1 = tinggi regangan beton tertekan, nilai (0,85) untuk fc’ ≤ 30 MPa, dan (0,85
– 0,008 (fc’-30)) untuk fc’ > 30 MPa.
II.2.2.2 Perencanaan Struktur Beton
Seluruh struktur jembatan yang menggunakan beton direncanakan
berdasarkan RSNI-T-12-2004 tentang perencanaan struktur beton untuk jembatan.
Syarat perencanaan struktural beton jembatan adalah sebagai berikut.
a. Kuat tekan beton (fc’)
Kuat tekan beton yang disyaratkan untuk struktur jembatan tidak kurang
dari 20 MPa kecuali untuk komponen stuktur beton jembatan yang
menggunakan prategang, kuat tekan beton yang disyaratkan tidak kurang
dari 30 MPa.
b. Kuat tarik (fct)
Kuat tarik langsung yang terjadi pada beton dapat diambil dari ketentuan:
0,33 √𝑓′𝑐 MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar, atau;
dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.
Tebal selimut beton untuk baja tulangan harus diambil nilai terbesar sesuai
ketentuan yang disyaratkan demi keperluan kemudahan pengecoran dan
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 33
perlindungan tulangan terhadap karat/korosi. Tebal selimut beton berdasarkan
kemudahan pengecoran ditentukan dengan cara berikut.
a. 1,5 kali ukutan agregat terbesar;
b. setebal diameter tulangan yang dilindungi atau 2 kali diameter tulangan
terbesar.
Tebal selimut beton untuk keperluan perlindungan terhadap karat diambil
berdasarkan ketentuan berikut.
Tabel II.13 Selimut beton untuk berbagai kuat tekan beton
Klasifikasi lingkungan
Tebal selimut beton nominal (mm) untuk beton dengan fc’ tidak kurang dari:
20 MPa 25 MPa 30 MPa 35 MPa 40 MPa A 35 30 25 25 25 B1 (65) 45 40 35 25 B2 - (75) 55 45 35 C - - (90) 70 60
Sumber: RSNI T-12-2004
Klasifikasi lingkungan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Tabel II.14 Klasifikasi lingkungan
No. Keadaan permukaan dan lingkungan Klasifikasi lingkungan
1 Komponen struktur yang berhubungan langsung dengan tanah: a) bagian komponen yang dilindungi lapisan tanah
lembab atau kedap air b) bagian komponen lainnya dalam tanah yang tidak
agresif c) bagian komponen dalam tanah yang agresif (tanah
permeable dengan PH < 4, atau dengan air tanah yang mengandung ion sulfat > 1 gram/liter)
A
A
C
2 Komponen struktur dalam ruangan tertutup dalam bangunan, kecuali untuk keperluan pelaksanaan dalam waktu yang singkat
A
Sumber: RSNI T-12-2004
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 34
Tabel II.14 Klasifikasi lingkungan (lanjutan)
No. Keadaan permukaan dan lingkungan Klasifikasi lingkungan
3
Komponen struktur di atas permukaan tanah dalam lingkungan terbuka: a) Daerah di pedalaman (> 50 km dari pantai) di mana lingkungan adalah:
Bukan daerah industri dan berada dalam iklim yang sejuk
Bukan daerah industri namun beriklim tropis Daerah industri dalam iklim sembarang
b) Daerah dekat pantai (1 km sampai 50 km dari garis pantai), iklim sembarang c) Daerah pantai (< 1 km dari garis pantai tetapi tidak dalam daerah pasang surut), iklim sembarang
B1
B1 B1 B1
B1
4 Komponen struktur dalam air: a) Air tawar b) Air laut: • Terendam secara permanen • Berada di daerah pasang surut c) Air yang mengalir
B1
C C
5 Komponen struktur di dalam lingkungan lainnya yang tidak terlindung dan tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan di atas
C
Sumber: RSNI T-12-2004
II.2.2.3 Perencanaan Komponen Struktur Baja
Perancangan struktur baja mengacu pada RSNI T-03-2005. Komponen
struktur yang diperhitungkan adalah rangka induk, gelagar memanjang, gelagar
melintang, sambungan baut, dan sambungan las. Sifat mekanis baja yang
dipergunakan dalam perancangan berdasarkan RSNI T-03-2005 ditetapkan sesuai
Tabel II.15 Tabel II.15 Sifat mekanis baja struktural
Jenis baja
Tegangan putus minimum, fu (MPa)
Tegangan leleh minimum, fy (MPa)
Peregangan minimum (%)
BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13
Sumber: RSNI T-03-2005
Sifat-sifat mekanis lainnya yang diperlukan untuk perancangan ditetapkan sebagai
berikut.
Modulus elastisitas baja (Es) = 200.000 MPa
Modulus geser (G) = 80.000 MPa
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 35
Angka poisson (𝜇) = 0,30
Koefisien muai (𝛼) = 12 x 10-6 / oC
Pada komponen struktur, kekuatannya direduksi berdasarkan situasi rencana beban
yang dipikulnya dengan menggunakan faktor reduksi pada Tabel II.16.
Tabel II.16 Faktor reduksi kekuatan komponen struktur baja Situasi rencana Faktor reduksi (Ø)
a. Lentur b. Geser c. Aksial tekan d. Aksial tarik
Terhadap kuat tarik leleh Terhadap kuat tarik fraktur
e. Penghubung geser f. Sambungan baut g. Sambungan las
Las tumpul penetrasi penuh Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian
0,90 0,90 0,85
0,90 0,75 0,75 0,75
0,90 0,75
Sumber: RSNI T-03-2005
II.2.2.3.1 Perencanaan Komponen Strukur Tarik
Komponen struktur tarik dapat dikatakan kuat apabila memenuhi persamaan
sebagai berikut.
Nu ≤ Ø Nn .... (18)
dengan pengertian:
Nu = gaya aksial tarik (N);
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16.);
Nn = kuat tarik nominal (N).
Kuat tarik rencana (Nn) ditentukan oleh dua kondisi batas yaitu kondisi leleh
sepanjang batang dan kondisi fraktur pada sambungan. Kedua kondisi tersebut
diperhitngkan dengan persamaan (19) dan (20) kemudian diambil nilai terkecil
antara keduanya sebagai kuat tarik rencana.
Nn = Ag fy (kondisi leleh sepanjang batang) .... (19)
Nn = Ae fu (kondisi fraktur pada sambungan) .... (20)
dengan pengertian:
fy = tegangan leleh baja (MPa) (Tabel II.13.);
fu = kekuatan batas tarik baja (MPa) (Tabel II.13.);
Ag = luas penampang kotor (mm2);
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 36
Ae = luas penampang efektif (mm2).
Luas penampang efektif pada persamaan (20) ditentukan berdasarkan persamaan
berikut.
Ae = A U .... (21)
dengan pengertian:
A = luas penampang yang ditentukan oleh dua kondisi sambungan (mm2);
U = faktor reduksi yang diperhitungkan dengan persamaan (22).
U = 1- (𝑥
𝐿) ≤ 0,90 .... (22)
dengan pengertian:
x = eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik
berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan (mm);
L = panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak dua baut terjauh
pada suatu sambungan atau panjang las dalam arah gaya tarik (mm).
Kondisi sambungan yang dijadikan pertimbangan untuk memperhitungkan
nilai (A) pada persamaan (21) yaitu:
a. Kondisi gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
Bila sambungan pada komponen struktur tarik dirancang menggunakan
sambungan baut, maka gaya tarik akan disalurkan oleh baut. Nilai (A) pada
kondisi ini adalah sebagai berikut.
A = Ant .... (23)
Luas penampang netto (Ant) adalah luas penampang komponen struktur
dikurangi pengaruh akibat struktur sambungan baut yang diperhitungkan
dengan diambil nilai terkecil dari persamaan (24) dan (25).
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 37
Gambar II.6 Gambar acuan perhitungan Ant
Garis potongan baut 1-3,
Ant = Ag – n d t .... (24)
atau,
Garis potongan baut 1-2-3,
Ant = Ag – n d t + ∑ 𝑠2 𝑡
4 𝑢 .... (25)
dengan pengertian:
Ag = luas penampang bruto (mm2);
t = tebal penampang (mm);
d = diameter lubang baut (mm);
n = banyaknya lubang dalam satu garis potongan;
s = jarak antara sumbu dua lubang yang bersebelahan pada arah
sejajar sumbu komponen struktur (mm);
u = jarak antara sumbu dua lubang pada arah tegak lurus sumbu
komponen struktur (mm).
b. Kondisi gaya tarik disalurkan oleh las memanjang
Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh sambungan yang dilaksanakan dengan
struktur pengelasan memanjang ke komponen struktur selain pelat atau
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 38
kombinasi antara pengelasan memanjang dan melintang nilai (A) dihitung
dengan cara pada persamaan berikut.
A = Ag .... (26)
Apabila komponen struktur tarik menerima gaya tarik yang hanya
disalurkan oleh sambungan las melintang maka nilai (A) pada persamaan (21)
adalah jumlah luas penampang netto yang dihubungkan langsung oleh sambungan
las, dan nilai U = 1,00.
II.2.2.3.2 Perencanaan Komponen Struktur Tekan
Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat
beban terfaktor (Nu) harus memenuhi persamaan berikut.
Nu ≤ Ø Nn .... (27)
keterangan:
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16);
Nn = kuat tekan nominal komponen struktur tekan akibat tekuk lentur atau
akibat tekuk lentur-puntir (N).
Nilai kuat tekan nominal komponen tekan pada persamaan (27)
diperhitungkan akibat tekuk lentur atau tekuk lentur-puntir. Kuat tekan nominal
berdasarkan dua kondisi tersebut diperhitungkan dengan cara berikut.
a. Kuat tekan nominal akibat tekuk lentur
Kuat tekan nominal (Nn) yang diakibatkan tekuk lentur dari komponen
struktur tekan ditentukan sebagai berikut.
Nn = (0,66𝜆𝑐2) Ag fy untuk 𝜆c ≤ 1,5 .... (28)
Nn = 0,88
𝜆𝑐2 Ag fy untuk 𝜆c > 1,5 .... (29)
nilai 𝜆c ditentukan berdasarkan persamaan berikut.
𝜆c = 𝐿𝑘
𝑟 𝜋 √𝑓𝑦
𝐸 .... (30)
Lk = kc L .... (31)
keterangan:
Ag = luas penampang bruto (mm2);
fy = tegangan leleh (MPa);
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 39
𝜆c = parameter kelangsingan;
kc = faktor panjang tekuk untuk komponen struktur jembatan rangka
(lihat Tabel II.17);
L = panjang teoritis komponen tekan (mm);
E = modulus elastisitas bahan baja (MPa).
Tabel II.17 Faktor panjang tekuk Kolom tak bergoyang Kolom bergoyang
faktor panjang tekuk (kc)
0,70 0,85 1,00 1,20 2,20 2,20
Sumber: RSNI T-03-2005
b. Kuat tekan nominal akibat tekuk lentur-puntir
Kuat tekan nominal akibat tekuk lentur-puntir (Ø Nnlt) dari komponen
struktur tekan yang terdiri dari profil siku ganda atau berbentuk T, harus
memenuhi:
Nu ≤ Øn Nnlt .... (32)
Nnlt = Ag fclt .... (33)
nilai tegangan lentur-puntir (fclt) ditentukan berdasarkan persamaan berikut.
fclt = (𝑓𝑐𝑟𝑦+ 𝑓𝑐𝑟𝑧
2𝐻) [1 − √1 −
4 𝑓𝑐𝑟𝑦 𝑓𝑐𝑟𝑧 𝐻
(𝑓𝑐𝑟𝑦+ 𝑓𝑐𝑟𝑧)2] .... (34)
fcrz = 𝐺 𝐽
𝐴 𝑟𝑜2 .... (35)
ro2 = 𝐼𝑥+ 𝐼𝑦
𝐴 + xo
2 + yo2 .... (36)
H = 1 - (𝑥𝑜2+ 𝑦𝑜
2
𝑟𝑜2 ) .... (37)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 40
dengan pengertian:
Ag = luas penampang bruto (mm2);
G = modulus geser baja (MPa);
J = konstanta puntir torsi (mm4);
ro = jari-jari girasi polar terhadap geser pusat;
xo,yo = koordinat pusat geser terhadap titik berat, xo = 0 untuk siku ganda
dan profil T;
fcrz = nilai yang dihitung berdasarkan persamaan (35). Untuk tekuk
lentur terhadap sumbu lemah y-y, digunakan nilai 𝜆c yang dihitung dengan
rumus:
𝜆c = 𝐿𝑘𝑦
𝜋 𝑟𝑦 √
𝑓𝑦
𝐸 .... (38)
dengan Lky adalah panjang tekuk dalam arah sumbu lemah y-y.
II.2.2.3.3 Perencanaan Komponen Lentur
Komponen lentur pada umumnya memikul gaya momen dan lintang yang
mendominasi pada penampang. Pada struktur jembatan komponen lentur adalah
gelagar memanjang dan melintang. Perancangan komponen lentur harus memenuhi
persamaan berikut.
Mu < Ø Mn .... (39)
dimana:
Mu = aksi momen lentur akibat gaya (Nmm);
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16);
Mn = kekuatan lentur nominal (Nmm).
Perancangan gelagar akan menggunakan profil baja IWF/H yang
direncanakan menahan beban lentur pada arah sumbu kuat penampang (sumbu-x).
Idealnya komponen lentur akan mengalami leleh/mencapai keadaan plastis ketika
terjadi keruntuhan global. Pada keruntuhan ini tidak terjadi tekuk lokal pada pelat
sayap di profil baja. Kuat lentur nominal (Mn) untuk keadaan plastis tersebut adalah.
Mn = Mp = fy Z .... (40)
dengan pengertian:
Mp = kuat lentur nominal (Nmm);
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 41
fy = tegangan leleh baja (MPa);
Z = modulus penampang plastis (mm3).
Ketika menjadi komponen lentur, profil baja IWF/H akan menerima gaya
aksial pada pelat badan dan pelat sayap. Pelat badan maupun pelat sayap pada profil
IWF/H dapat mengalami tekuk lokal jika kelangsingannya ( 𝜆 ) melebihi batas
kelangsingan kompak (𝜆p). Kontrol terhadap kondisi pelat sayap dan pelat badan
profil dihitung dengan cara pada persamaan (38) – (40).
Gambar II.7 Pelat sayap dan pelat badan pada profil
𝜆f = 𝑏
𝑡𝑓 (kelangsingan pada pelat sayap) .... (41)
𝜆w = ℎ
𝑡𝑤 (kelangsingan pada pelat badan) .... (42)
𝜆p = 170
√𝑓𝑦 (batas kelangsingan kompak pelat sayap) .... (43)
𝜆p = 1.680
√𝑓𝑦 (batas kelangsingan kompak pelat badan) .... (44)
Tekuk lokal yang terjadi pada komponen lentur khususnya profil IWF/H
diilustrasikan pada Gambar II.9. Ketika terjadi tekuk lokal, maka komponen lentur
tidak berada pada keruntuhan idealnya sehingga nilai kuat lentur nominal (Mn) tidak
dapat diperhitungkan berdasarkan persamaan (40). Momen nominal harus
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 42
diperhitungkan berdasarkan kondisi kelangsingan pelat dengan cara pada
persamaan (45) dan (46).
Gambar II.8 Ilustrasi tekuk lokal pada pelat sayap dan pelat badan
Kondisi penampang tidak kompak (𝜆p < 𝜆 ≤ 𝜆r), maka Mn :
Mn = Mp – {(𝑀𝑝 − 𝑀𝑟) 𝜆 − 𝜆𝑝
𝜆𝑟− 𝜆𝑝} .... (45)
Kondisi penampang langsing (𝜆 > 𝜆r), maka Mn :
Mn = Mr (𝜆𝑟
𝜆)
2
.... (46)
dengan:
𝜆r = 370
√𝑓𝑦−𝑓𝑟;
Mp = kuat lentur plastis (persamaan (40)) (Nmm);
Mr = kuat lentur batas tekuk, dihitung dengan = (fy – fr) S, (Nmm);
S = modulus penampang elastis (mm3)
fr = tegangan residual pelat, besarnya 70 MPa (penampang dirol) atau 115
MPa (penampang dilas).
Penampang pada tengah bentang komponen lentur dapat mengalami
deformasi karena pengaruh tekuk torsi lateral. Pada komponen lentur seperti ini
kuat lentur nominalnya dipengaruhi panjang tekuk dan jarak antara dua pengekang
lateral (Lb). Nilai Lb untuk variasi kondisi perletakan komponen lentur adalah
sebagai berikut.
Perletakan sendi-rol, tanpa pengaku, Lb = L;
Perletakan sendi-jepit, tanpa pengaku, Lb = 0,80 L;
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 43
Perletakan sendi-rol, dengan pengaku lateral ditengah bentang, Lb = 0,50 L.
Terdapat tiga kemungkinan kondisi perbandingan Lb dengan Lp yaitu, balok
bentang pendek (Lb ≤ Lp), balok bentang menengah (Lr ≤ Lb ≤ Lp), dan balok
bentang panjang (Lb > Lr).
Nilai Lp dan Lr diperhitungkan berdasarkan persamaan berikut.
Lp = 1,76 ry √𝐸
𝑓𝑦 .... (47)
Lr = ry (𝑥1
𝑓𝐿) √1 + √1 + 𝑋2 𝑓𝐿
2 .... (48)
dengan pengertian:
Lp = panjang bentang maksimum untuk balok yang mampu menerima lentur
plastis (mm);
Lr = panjang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai ditentukan kuat
lentur kritis tekuk torsi lateral (mm);
fL = (fy – fr);
X1 =(𝜋
𝑍𝑥 √
𝐸 𝐺 𝐽 𝐴
2);
X2 = (4 (𝑍𝑥
𝐺 𝐽)
2
𝐼𝑤
𝐼𝑦);
ry = jari-jari girasi sumbu lemah = (√𝐼𝑦
𝐴);
Iw = konstanta puntir lengkung (mm4)
J = konstanta puntir torsi (mm4);
G = modulus geser elastis baja (MPa);
Nilai kuat tekan lentur nominal berdasarkan tiga kondisi yang telah disebutkan
diperhitungkan sebagai berikut.
a. Balok bentang pendek Lb ≤ Lp
Kondisi keruntuhan plastis pada profil, kuat lentur nominal diperhitungkan
sesuai persamaan (40).
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 44
b. Balok bentang menengah Lr ≤ Lb ≤ Lp
Kondisi keruntuhan inelastis, kuat lentur nominalnya diperhitungkan sesuai
persamaan (45).
Mn = Cb (Mr + (Mp − Mr)𝐿𝑟− 𝐿
𝐿𝑟−𝐿𝑝) ≤ Mp .... (49)
dengan:
Mr = Sx (fy – fr) dimana fr ≈ 70 MPa;
Cb = faktor pengali lentur untuk tekuk lateral, nilainya diambil dari
persamaan (50).
Cb = 12,5 𝑀𝑚𝑎𝑥
2,5 𝑀𝑚𝑎𝑥+3 𝑀𝑎+4 𝑀𝑏+3 𝑀𝑐 ≤ 2,30 .... (50)
dimana:
Mmax = lentur maksimum sepanjang L (Nmm);
Ma = lentur pada titik ¼ L;
Mb = lentur pada titik ½ L;
Mc = lentur pada titik ¾ L.
c. Balok bentang panjang Lb > Lr
Kondisi keruntuhan elastis dengan kuat lentur nominal adalah.
Mn = Mcr ≤ Mp .... (51)
dengan:
Mcr = kuat lentur kritis = Cb 𝜋
𝐿 √𝐸 𝐼𝑦 𝐺 𝐽 + (
𝜋 𝐸
𝐿) 𝐼𝑦 𝐼𝑤
Ketika menerima gaya lentur, pelat badan pada komponen struktur lentur
akan mengalami gaya geser. Komponen lentur harus dikontrol kekuatannya dalam
menerima gaya geser ini, nilai gaya geser nominal (Vn) komponen lentur dihitung
dengan cara berikut.
a. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat badan (h/tw)
memenuhi nilai berikut.
(h/tw) ≤ 1,10 √𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 .... (52)
dengan pengertian:
kn = 5 + 5
(𝑎/ℎ)2 .... (53)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 45
keterangan:
h = tinggi pelat badan profil (mm);
tw = tebal pelat badan (mm);
a = jarak antara dua titik berat penampang, profil tunggal a = 0.
Ketika pelat badan memenuhi kondisi diatas, maka pelat badan berada pada
kondisi plastis dan kuat geser nominal pelat badan diperhitungkan
berdasarkan persamaan berikut.
Vn = 0,60 fy Aw .... (54)
dengan Aw = luas kotor pelat badan.
b. Jika perbandingan (h/tw) memenuhi:
1,10 √𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 ≤ (h/tw) ≤ 1,37 √
𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 .... (55)
maka pelat badan berada pada kondisi elasto-plastis dan kuat geser nominal
diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut.
Vn = 0,60 fy Aw [1,10 √𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 ]
1
(h/tw) .... (56)
atau,
Vn = 0,60 fy Aw [𝐶𝑣 + (1− 𝐶𝑣)
1,15 √1+ (𝑎+ℎ)2] .... (57)
dengan,
Cv = 1,10 √𝑘𝑛 (
𝐸
𝑓𝑦)
(h/tw) .... (58)
c. Jika perbandingan (h/tw) memenuhi persamaan berikut.
1,37 √𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 ≤ (h/tw) .... (59)
maka pelat badan berada pada kondisi elastis dan kuat geser nominal
diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut.
Vn = 0,90 𝐴𝑤 𝑘𝑛 𝐸
(h/tw)2 .... (60)
atau,
Vn = 0,60 fy Aw [𝐶𝑣 + (1− 𝐶𝑣)
1,15 √1+ (𝑎+ℎ)2] .... (61)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 46
dengan,
Cv = 1,50 𝑘𝑛 𝐸
𝑓𝑦 1
(h/tw)2 .... (62)
Dari ketiga kondisi diatas, nilai kuat geser nominal (Vn) dibandingkan dengan gaya
geser yang terjadi harus memenuhi persamaan berikut.
Vu ≤ Ø Vn .... (63)
dengan pengertian:
Vu = gaya geser pada pelat badan (N);
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16.);
Vn = kuat geser nominal pelat badan (N).
II.2.2.4 Perencanaan Komponen Struktur Rangka Baja
Struktur jembatan rangka baja terdiri dari gelagar memanjang yang ditumpu
oleh gelagar melintang sehingga gaya-gaya dalam yang terjadi disalurkan pada
batang-batang yang disusun sedemikian rupa dan dapat menguraikan beban muatan
yang bekerja pada jembatan untuk menyalurkannya ke bangunan bawah. Seperti
yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya, komponen struktur rangka baja
yang akan dirancang adalah sebagai berikut.
a. Gelagar memanjang
Galagar memanjang direncanakan menggunakan baja profil IWF dan
berfungsi menyalurkan beban ke gelagar melintang. Struktur gelagar
memanjang merupakan baja dengan tipe komponen struktur lentur dan
direncanakan berdasarkan subbab II.2.2.4. Gelagar memanjang juga akan
berfungi sebagai pengaku pada gelagar melintang.
b. Gelagar komposit
Gelagar melintang adalah profil baja IWF melintang arah jembatan yang
menumpu pada Rangka Induk dan menyalurkan beban jembatan ke rangka
batang di Rangka Induk melalu titik buhul/sambungan rangka baja. Gaya-
gaya dalam yang terjadi di tumpuan gelagar melintang akan menjadi acuan
perencanaan sambungan, sedangkan pada bentang gelagar melintang akan
direncanakan sebagai struktur komposit terhadap lantai kendaraan, oleh
karena itu harus dilakukan analisa penampang komposit gelagar melintang
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 47
untuk mengetahui kapasitas gelagar dalam menahan beban yang diterima,
analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut.
Analisa gelagar sebagai komponen struktur lentur sesuai subbab
II.2.2.4.
Menentukan lebar efektif penampang komposit yang diambil nilai
terkecil dari:
- 1/5 bentang balok komposit
- jarak antar balok
- 12 kali tebal pelat beton
Menentukan kapasitas lentur
Kapasitas lentur struktur komposit didapatkan dengan cara yang
sama pada perhitungan kapasitas lentur pelat kendaraan dengan
tambahan perhitungan kapasitas lentur yang disumbangkan profil
gelagar melintang.
c. Rangka Induk dan Ikatan Angin
Rangka Induk merupakan profil baja yang disusun membentuk rangka dan
memikul gaya-gaya dalam berupa tarik/tekan akibat beban dari gaya-gaya
dalam di tumpuan gelagar melintang yang disalurkan melalui struktur
sambungan titik buhul rangka.
Ikatan angin merupakan susunan batang profil baja berbentuk rangka dan
memikul gaya-gaya dalam berupa tarik/tekan akibat beban angin pada
struktur Rangka Induk.
Perencanaan batang-batang baja pada Rangka Induk dan ikatan angin
mengacu pada subbab II.2.2.3.1 dan II.2.2.3.2 tentang perencanaan batang
tarik dan tekan.
d. Penghubung geser
Penghubung geser dirancang berdasarkan gaya rencana pada persamaan
(65). Untuk menghitung gaya rencana tersebut terlebih dahulu garis netral
dan inersia penampang komposit dengan cara pada persamaan (64).
Menentukan garis netral komposit
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 48
Letak garis netral hubungan komposit pelat dan profil gelagar
dihitung dengan analisa statis momen ke sisi atas pelat kendaraan
dengan cara berikut.
Gambar II.9 Ilustrasi penampang komposit
keterangan:
yC = jarak garis netral beton ke sisi atas pelat;
yCSP = jarak garis netral CSP ke sisi atas pelat;
yS = jarak garis netral profil gelagar ke sisi atas pelat.
Letak garis netral komposit dihitung berdasarkan jarak garis netral
ketiga komponen di atas, sehingga jarak garis netral komposit
terhadap sisi atas pelat sesuai persamaan berikut.
yK = (𝑦𝐶 x Ac)+ (𝑦𝐶𝑆𝑃 x ACSP)+(𝑦𝑆 x As)
(Ac+ACSP+As) .... (64)
dengan,
yK = jarak titik berat komposit ke sisi atas pelat;
AC = luas pelat beton dalam lebar efektif pelat;
ACSP = luas pelat CSP dalam lebar efektif pelat;
AS = luas profil gelagar melintang.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 49
Gaya rencana yang akan dipikul penghubug geser menurut RSNI T-
03-2005 ditentukan berdasarkan geser vertikal (lintang) maksimal pada
struktur komposit. Perhitungan gaya rencana adalah sebagai berikut.
VL = 𝑉 𝐴𝑡 𝑌𝑐𝑘
𝐼𝑐 .... (65)
dengan,
VL = gaya geser longitudinal rencana (N/mm);
V = gaya geser vertikal/lintang (N);
At = luas transformasi beton berdasarkan transfer area method (mm2);
Yc = jarak garis netral penampang komposit ke titik berat beton dalam
lebar efektif komposit (mm);
Ic = Inersia penampang komposit (mm4).
Gaya rencana longitudinal (VL) harus memenuhi :
VL ≤ Ø VLx .... (66)
dengan,
VLx = 0,55 n Vsu
keterangan:
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16);
n = jumlah penghubung geser persatuan panjang;
Vsu = kekuatan geser statik dari penghubung geser (N).
Penghubung geser direncanakan menggunakan stud connector yang dilas
pada pelat sayap gelagar sesuai dimensi dan properti standar dari American
Welding Society (AWS) sebagai berikut.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 50
Sumber: American Welding Society (AWS)
Gambar II.10 Notasi dimensi stud connector
Variasi dimensi yang tersedia dan standar properti stud connector dapat
dilihat pada Tabel II.18 dan II.19. Kekuatan geser statik satu buah stud
connector dihitung berdasarkan persamaan (67) atau (68).
Tabel II.18 Dimensi standar stud connector (mm) Diameter ujung
(C) Diameter kepala
(H) Tinggi kepala minimum (T)
12,70 25,40 7,10 15,90 31,70 7,10 19,00 31,70 9,50 22,10 34,90 9,50 25,40 41,30 12,70
ket: tinggi stud connector (L) tidak kurang dari 40 mm dengan selimut beton di sisi atas tidak boleh kurang dari 50 mm; selimut beton horisontal pada tiap sisi penghubung geser tidak kurang dari 60 mm
Sumber: American Welding Society
Tabel II.19 Standar properti stud connector Tipe A Tipe B
Tegangan tarik (fy) 380 MPa 415 MPa Tegangan putus (fu) - 345 MPa Elongasi (% dalam 50 mm) 17 % min 20 % min
Sumber: American Welding Society
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 51
Kekuatan geser statik satu buah stud connector adalah.
Vsu = 10 L C √𝑓𝑐′ untuk L/C < 5,50 .... (67)
Vsu = 55 C2 √𝑓𝑐′ untuk L/C ≥ 5,50 .... (68)
Jarak memanjang antara penghubung geser tidak boleh lebih besar dari
setiap nilai berikut.
600 mm;
dua kali tebal pelat lantai; atau
empat kali tinggi penghubung geser.
II.2.2.5 Perencanaan Sambungan
Struktur sambungan akan menyalurkan beban-beban pada struktur yang
disambung. Sambungan berada pada setiap perkumpulan batang-batang yang
disebut titik buhul dan menggunakan pelat buhul sebagai salah satu struktur
sambungan yang dilas pada komponen struktur yang disambungkannya.
II.2.2.5.1 Perencanaan Sambungan Baut
Sambungan baut digunakan pada jembatan dengan memakai baut mutu
tinggi. Baut mutu tinggi dapat menahan geseran pada bidang sambungan. Dimensi
baut yang menjadi acuan analisis kekuatan dapat dilihat pada Gambar II.12.
Sedangkan kekuatan baut mutu tinggi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II.20 Sifat mekanik baut
Tipe baut Diameter (mm)
Proof stress
(MPa) Kuat tarik putus
(MPa) Tegangan
leleh (MPa)
A325 ≤ 16 > 16
580 600 830 640
660
A490 ≤ 16 > 16 830 1040 - 1210 940
Sumber: Surat Edaran Menteri PUPR No. 14/SE/M/2015
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 52
Sumber: Pedoman Pemasangan Baut Jembatan, Surat Edaran Menteri PUPR No.
14/SE/M/2015 Gambar II.11 Acuan dimensi baut mutu tinggi
Pada baut A325 dan A490 ukuran dimensi baut yang tersedia adalah sebagai
berikut. Tabel II.21 Dimensi dan kuat tarik baut A325 dan A490 Diameter Dimensi baut A325 & A490
Kepala baut (mm) Mur (mm) Inch. mm F H PjU W H1 1/2 12,7 22 8 25 25 22
5/8 16 27 10 20 27 15
3/4 19 32 12 35 32 19
7/8 22 37 14 38 37 22
1 25,4 51 15 44 41 25
9/8 29 46 47 51 46 32
5/4 32 51 20 51 51 39
11/8 35 56 21 51 51 34
3/2 38 47 24 57 35 37
ket : PjU : Panjang ulir Sumber: Surat Edaran Menteri PUPR No. 14/SE/M/2015
Pada sambungan baut, terdapat tiga kemungkinan kerusakan/keruntuhan
yang terjadi, yaitu baut putus, pelat rusak, dan pelat putus. Sambungan baut
dinyatakan aman apabila kuat nominal baut (Rn) tereduksi lebih kecil dari beban
yang bekerja pada baut (Ru) yang dinyatakan pada persamaan berikut.
Ru ≤ Ø Rn .... (69)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 53
Kuat nominal baut diambil nilai terkecil dari tiga persamaan di bawah.
a. Kuat geser nominal baut
Kuat geser nominal yang diberikan satu buah baut berhubungan dengan
gaya geser pada penampangnya dihitung dengan persamaan (70).
Rn = m r1 fub Ab .... (70)
dengan pengertian:
m = jumlah bidang geser pada sambungan;
r1 = letak bidang geser baut, (0,50 untuk bidang geser pada bagian
tidak berulir; 0,40 untuk bidang geser pada bagian berulir);
fub = kuat tarik putus baut (MPa);
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2).
b. Kuat tarik nominal baut
Kuat tarik nominal yang diberikan satu buah baut dihitung sesuai dengan
cara pada persamaan (62).
Rn = Ø x 0,75 x fub x Ab .... (71)
dengan Ø adalah faktor reduksi (Tabel II.16)
c. Kuat tumpu nominal baut
Kuat tumpu nominal tergantung pada kondisi terlemah bagian sambungan,
baik itu antara baut, pelat, ataupun profil yang disambung. Nilai kuat tumpu
nominal baut dihitung dengan cara berikut.
Rn = n db tp fup .... (72)
keterangan:
n = 3,20 berlaku untuk semua konfigurasi lubang baut;
db = diameter baut bagian tak berulir (mm);
tp = tebal pelat atau profil yang disambung (nilai terkecil) (mm);
fup = nilai tegangan tarik putus terkecil antara baut/pelat/profil yang
disambung (MPa).
Perhitungan beban yang bekerja pada sambungan baut didasarkan pada tiga
kondisi gaya yang bekerja. Kondisi ini yaitu ketika gaya yang bekerja sejajar garis
netral sambungan (sentris), gaya yang bekerja dengan jarak tertentu dari titik berat
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 54
sambungan (eksentris), dan gaya bekerja dengan jarak tertentu dari arah tegak lurus
titik berat sambungan (eksentris lentur). Analis kekuatan sambungan berdasarkan
tiga kondisi di atas dilakukan dengan cara berikut.
a. Sambungan baut menahan beban sentris
Sambungan baut yang menahan beban sentris kekuatannya dihitung
berdasarkan rumus:
Nu ≤ n Ø Rn .... (73)
Nu = beban yang bekerja (N);
n = jumlah baut pada sambungan;
Ø = faktor reduksi (Tabel II.16.);
Rn = kekuatan nominal baut.
b. Sambungan baut menahan beban eksentris
Ketika gaya yang bekerja pada sambungan tidak pada titik berat/garis
netralnya maka akan timbul efek beban eksentris pada sambungan tersebut.
Kondisi ini akan menyebabkan baut menerima geser eksentris sesuai
resultan dari bentuk kelompok baut tersebut. Ilustrasi sambungan baut
eksentris adalah sebagai berikut.
Sumber: Nasution (2012)
Gambar II.12 Sambungan baut eksentris
Saat terjadi kondisi pada Gambar II.12. maka setiap baut menerima gaya
geser karena pengaruh beban P dan momen yang terjadi pada titik berat
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 55
sambungan (Cg). Gaya geser yang terjadi pada baut dihitung sesuai cara
berikut.
Akibat gaya P
Setiap baut akan menerima beban akibat gaya P yang sama besar
dengan nilai yang dihitung berdasarkan cara berikut.
ΔP = 𝑃𝑛 .... (74)
dengan:
ΔP = gaya pada tiap baut akibat beban P (N);
P = gaya yang bekerja pada sambungan (N);
n = jumlah baut pada sambungan.
Akibat momen pada titik berat sambungan
Ketika gaya P bekerja maka akan menimbulkan momen (M) pada
titik berat sambungan. Momen ini diuraikan sebagai gaya tarik yang
bekerja pada baut tegak lurus garis r dari titik berat sambungan
searah dengan putaran momen. Pengaruh momen pada sambungan
dihitung dengan cara berikut.
K1 = K2 = K3 = K4 = Kn = 𝑀 𝑟𝑛
∑ 𝑟𝑖2𝑛
𝑖=1
.... (75)
dengan,
M = P e (Momen akibat gaya P) (Nmm);
rn = jarak titik pusat sambungan ke titik pusat baut (mm);
ri = 𝑥𝑖2 + 𝑦𝑖2.
Selanjutnya Kn diuraikan pada arah x dan y menjadi Knx dan Kny
dengan rumus berikut.
Knx = 𝑀 𝑦𝑖
∑(𝑥𝑖2+ 𝑦𝑖2) .... (76)
Kny = 𝑀 𝑥𝑖
∑(𝑥𝑖2+ 𝑦𝑖2) .... (77)
Beban yang bekerja pada baut akibat P dan M kemudian dihitung dengan
menggunakan Tabel II.22 dan syarat yang harus dipenuhi ditampilkan pada
persamaan berikut.
Kr max < Ø Rn .... (78)
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 56
keterangan:
Kr = gaya resultan yang bekerja pada masing-masing baut (N);
Ø Rn = kekuatan nominal baut sesuai persamaan (70), (71), atau (72). Tabel II.22 Format tabel perhitungan beban baut akibat P dan M
No Baut
Jarak baut
xi2 yi2
Beban akibat P
Beban akibat
M P + M
Jumlah beban baut
(N)
xi yi ΔPx ΔPy Knx Kny (1)+(3) (2)+(4) √(𝟓)𝟐 + (𝟔)𝟐 (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 2 3 4 - n
Jumlah ri
II.2.2.5.2 Perencanaan Sambungan Las
Pengelasan merupakan upaya penyambungnan bahan logam berdasarkan
peleburan bahan dengan memanasinya dengan suhu yang tepat baik dengan atau
tanpa pemberian tekanan dan bahan pengisi.
Kekuatan las dihitung berdasarkan luasan las dan mutu bahan isian dan
bahan yang dilas. besarnya kekuatan nominal las dihitung sebagai berikut.
Ø Rnw ≥ Ru .... (79)
Dengan Rnw adalah kuat nominal las yang dihitung berdasarkan jenis pembebanan
yang bekerja, dan Ø sesuai Tabel II.16. Kuat nominal las dihitung berdasarkan jenis
pembebanan berikut.
a. Sambungan yang dibebani gaya tarik atau tekan aksial, maka kuat nominal
las adalah sebagai berikut.
Rnw = tt fy .... (80)
atau,
Rnw = tt fyw .... (81)
dengan pengertian,
Rnw = kuat nominal las (N/mm);
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 57
tt = tebal rencana las (mm);
fy = kuat leleh profil yang dilas (MPa);
fyw = kuat leleh bahan las (MPa).
b. Sambungan yang dibebani gaya geser maka kuat nominal las dihitung
dengan cara di bawah.
Rnw = 0,60 tt fy .... (82)
atau,
Rnw = 0,60 tt fuw .... (83)
dengan pengertian,
Rnw = kuat nominal las (N/mm);
tt = tebal rencana las (mm);
fy = kuat leleh profil yang dilas (MPa);
fuw = kuat fraktur bahan las (MPa).
II.2.2.6 Perencanaan Perletakan
Perletakan jembatan yang digunakan adalah tipe elastomer dengan
perancangan yang berpedoman pada Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No:
10/SE/M/2015 tentang pedoman perancangan elastomer untuk perletakan
jembatan. Dalam perancangannya, elastomer harus memenuhi syarat-syarat
berikut.
a. Syarat tekanan akibat beban, yaitu:
𝜎𝑠 ≤ 1,66 G Si ≤ 11 MPa .... (84)
𝜎𝐿 ≤ 1,66 G Si .... (85)
dengan pengertian,
𝜎𝑠 = tegangan akibat beban ultimit = 𝐻𝑧
𝑊 𝑥 𝐿;
𝜎𝐿 = tegangan akibat beban lalu lintas = 𝐻𝐿
𝑊 𝑥 𝐿;
G = modulus geser;
Si = faktor bentuk = 𝑊 𝑥 𝐿
2 𝑥 ℎ𝑟𝑖 𝑥 (𝑊+𝐿)
b. Syarat defleksi tekanan seketika,
𝛿1 ≤ 0,77 hri .... (86)
dengan pengertian,
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 58
𝛿1 = defleksi tekan seketika untuk elastomer (휀𝑖 𝑥 ℎ𝑟𝑖);
ℎ𝑟𝑖 = tebal elastomer;
휀𝑖 = regangan elastomer.
c. Syarat rotasi maksimum tumpuan
0,50 G Si (𝐿
ℎ𝑟𝑖)
2 𝜃𝑠𝑥
𝑛 ≤ 𝜎𝑠 .... (87)
dengan pengertian,
𝜃𝑠𝑥 = rotasi rencana jembatan pada tumpuan;
𝑛 = jumlah lapisan elastomer
d. Syarat stabilitas tumpuan,
𝜎𝑠 ≤ 𝐺
2𝐴−𝐵 .... (88)
dengan,
A = 1,92 ℎ𝑟𝑡/𝐿
𝑆 √1+(2𝐿
𝑊)
;
B = 2,67
𝑆 𝑥 (𝑆+2) √1+(2𝐿
𝑊)
.
e. Syarat perkuatan pelat baja tumpuan
hs ≤ hb .... (89)
dengan, hs = 3 ℎ𝑟𝑖 𝜎𝑠
𝑓𝑦𝑝
keterangan:
hs = tebal pelat baja perlu;
hb = tebal pelat baja yang digunakan;
fyp = mutu baja pelat.
II.2.2.7 Perencanaan Lendutan Lawan (Chamber)
Lenduntan lawan merupakan rekayasa struktur yang bertujuan agar
konstruksi jembatan akan memiliki bentuk datar saat melendut, lendutan lawan
dilaksanakan pada tahap konstruksi dengan membuat balok memiliki bentuk
melengkung ke atas sesuai besaran lendutan jembatan. Menurut RSNI T-03-2005
konstruksi balok diatas dua tumpuan atau gelagar menerus memiliki lendutan
maksimum 1/800 panjang bentang.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 59
II.2.2.8 SAP 2000 v.17 dan MIDAS CIVIL 2011
Analisa struktur yang dilakukan mencakup analisa bidang dan ruang. Proses
analisa struktur dilakukan sesuai prinsip mekanika teknik. Pada tahap pra-
perencanaan analisa dilakukan dalam lingkup bidang menggunakan bantuan
perangkat lunak SAP 2000 v.17 untuk mengetahui gaya-gaya dalam yang bekerja
berdasarkan bentuk struktur yang digunakan, dengan acuan gaya-gaya dalam hasil
analisa menggunakan SAP 2000 v.17 kemudian dilakukan pra-dimensi penampang
secara manual dan dievalusi dalam lingkup ruang menggunakan perangkat lunak
MIDAS CIVIL 2011. Tampilan (user interface) pada MIDAS CIVIL 2011 dapat
dilihat pada Gambar II.13.
Laporan Tugas Akhir DIV Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
Muhammad Ardans – Perancangan Struktur Atas ..... 60
Gam
bar
II.1
3 U
ser i
nter
face
MID
AS
CIV
IL 2
011