bab ii tinjauan pustaka 2.1 boiler - polban
TRANSCRIPT
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Boiler
Boiler dapat didefinisikan sebagai suatu alat berbentuk bejana tertutup tempat
terjadinya proses pemanasan air sebagai bahan baku utama dalam menghasilkan
uap panas atau steam bertekanan di atas tekanan atmosfer. Proses perubahan air
menjadi uap panas dilakukan dengan mentransferkan energi panas hasil
pembakaran yang dilakukan secara terus-menerus dengan mengalirkan bahan bakar
dan udara dari luar. Steam yang dihasilkan dari proses ini dapat digunakan sebagai
fluida kerja maupun media pemanas untuk berbagai keperluan baik sebagai
pendukung proses produksi seperti pemanfaatan panas dari steam untuk pengolahan
dan pemanasan pada industri kecil, maupun sebagai instalasi tenaga atau
pembangkit tenaga listrik. Boiler juga dapat dikatakan sebagai pesawat uap yang
akan mentransferkan energi-energi kimia menjadi kerja ( usaha ) (muin,1988).
Energi yang terkandung didalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan
temperatur dan tekanan yang terjadi.
Beberapa pemanfaatan dari uap yang dihasilkan oleh boiler dalam beberapa
kepentingan diantaranya :
a. Kepentingan mesin uap dan turbin berupa mesin pembakaran
b. Sebagai suplai tekanan rendah untuk kerja proses di industri seperti
pada pabrik kelapa sawit, pabrik gula, revinery industri dsb.
c. Sebagai penghasil air panas yang mana dapat digunakan untuk
instalasi pemanasan bertekanan rendah.
Beberapa sistem yang terdapat pada boiler diantaranya terdiri dari sistem air
umpan (feed water system), sistem steam (steam system) dan sistem bahan bakar
(fuel system). Sistem air umpan (feed water system) merupakan sistem penyediaan
air otomatis bagi boiler untuk menghasilkan kebutuhan steam. Sistem air umpan
pada boiler terdiri dari sistem air kondensat dimana merupakan air hasil kondensasi
II-2
di kondensor yang merupakan air pengisi boiler drum (steam drum). Aliran
kondensat di mulai dari hotwell sampai ke daerator. Dan sistem make-up water
yang merupakan air baku yang diolah ( mengalami treathment secara kimia) dan
berasal dari luar sistem.Sistem steam (steam system) merupakan suatu sistem
pengontrol produksi steam dalam boiler. Steam yang dihasilkan kemudian dialirkan
dengan menggunakan suatu sistem pemipaan pada suatu titik pengguna. Sistem
bahan bakar (fuel system) merupakan peralatan-peralatan yang digunakan dalam
mendukung penyediaan bahan bakar demi menghasilkan kalor yang dibutuhkan
dalam proses pembakaran. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar
tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem. Sistem tambahan
lain berupa penggunaan economizer untuk pemanasan awal air umpan
menggunakan limbah panas dari gas buang demi mendapatkan efisiensi boiler yang
lebih tinggi.
2.2 Klasifikasi boiler
Boiler/ ketel uap pada dasarnya terdiri dari drum yang tertutup pada unjung
pangkalnya dan dalam perkembangannya dilengkapi dengan pipa api maupun pipa
air. Menurut bentuk, konstruksi dan kegunaannya ketel uap mempunyai bermacam
jenis dan dapat digolongkan pada beberapa kelompok ( Muin, 1988:8-10; Maridjo,
2005):
2.2.1. Boiler pipa api ( fire tube boiler )
Pada fire tube boiler, fluida yang mengalir dalam pipa adalah gas nyala (
hasil pembakaran), yang membawa energi panas ( thermal energy) dan akan d
transfer ke air yang ada pada boiler melalui bidang pemanas ( heating surface).
Biasanya penggunaan Fire tube boilers pada kapasitas steam yang relative
kecil dengan tekanan steam rendah hingga sedang. Bahan bakar yang
dipergunakan pada jenis boiler Fire tube boilers dapat berupa bakar minyak,
gas atau bahan bakar padat dalam pengoperasiannya. Untuk alasan yang lebih
hemat dan ekonimis biasanya sebagian besar fire tube boilers telah
dikonstruksi sebagai “paket” boiler (dirakit oleh pabrik) untuk semua bahan
bakar.
II-3
Gambar II-1. Fire tube boiler
( sumber : wikipedia )
2.2.2. Boiler pipa air ( water tube boiler )
Pada water tube boiler fluida yang dialirkan ke dalam pipa-pipa adalah
air, energi panas akan ditransferkan dari luar pipa ( ruang bakar) oleh gas
pembakaran kepada air dan akan memanaskan air menjadi steam yang akan
masuk pada daerah uap dalam drum. Pemilihan penggunaan boiler jenis ini
didasarkan pada kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada
kasus boiler untuk pembangkit tenaga. Kebanyakan water tube boilers didesign
secara paket jika digunakan bahan bakar minyak bakar dan gas. Untuk water
tube yang menggunakan bahan bakar padat, umumnya tidak dirancang secara
paket.
Karakteristik water tube boiler sebagai berikut :
Forced, induced dan balanced draft membantu untuk meningkatkan
efisiensi pembakaran
Kurang toleran terhadap kualitas air yang dihasilkan dari plant
pengolahan air
Memungkinkan untuk tingkat efisiensi panas yang lebih tinggi.
II-4
Gambar II-2 Water tube boiler
( sumber : wikipedia)
2.2.3. Paket boiler
Paket boiler merupakan jenis boiler yang lebih modern dengan semua
komponen sudah disusun lengkap dari produsen boiler. Biasanya suatu pabrik
hanya perlu menyediakan beberapa komponen lain yakni pipa steam, pipa air,
suplai bahan bakar dan sambungan listrik untuk dapat mengoperasikan boiler.
Penggunaan paket boiler ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya sedikit
bahan bakar dan tenaga listrik yang digunakan. Paket boiler biasanya merupakan
tipe shell and tube dengan rancangan fire tube dengan transfer panas baik radiasi
maupun konveksi yang tinggi. Ciri-ciri dari packaged boilers adalah:
Ruang pembakaran yang kecil serta tingginya panas yang dilepaskan
akan menghasilkan penguapan yang lebih cepat.
Banyaknya jumlah pipa dengan diameter kecil akan membuat
perpindahan panas secara konvektif menjadi lebih baik.
Sistem forced atau induced draft menghasilkan efisiensi pembakaran
yang baik. Sejumlah lintasan/pass menghasilkan perpindahan panas
keseluruhan yang lebih baik.
Memiliki tingkat efisiensi thermis lebih tinggi jika dibandingkan
dengan boiler lain.
II-5
Gambar II-3 Jenis paket boiler 3 pass, bahan bakar minyak
( sumber : BIB Cochran, 2003 )
2.2.4. Boiler Pembakaran dengan Fluidized Bed ( FBC )
Boiler FBC muncul sebagai pengembangan baru dari jenis boiler yang
ada. Boiler ini merupakan alternatif baru dengan kelebihan pada sistem
pembakaran yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem pembakaran pada
boiler konvensional. Boiler ini memberikan banyak keuntungan diantaranya
rancangan yang kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran
yang tinggi dan akan mengurangi emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan
NOx. Biasanya penggunaan bahan bakar yang digunakan berupa batubara,
sekam padi, bagas dan limbah pertanian lainnya. Boiler FBC memiliki kapasitas
yang luas yaitu antara 0.5 T/h sampai 100 T/h. Sistem pembakaran bahan bakar
jenis ini biasanya disebut terfluidisasikan, dimana partikel tersuspensi dalam
aliran udara. Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) berlangsung pada suhu
sekitar 840 0C - 950°C. dikarnakan suhu yang dihasilkan dari proses pembakaran
ini berada jauh dibawah suhu fusi abu, maka pelelehan abu dan permasalahan
yang terkait didalamnya dapat dihindari. Untuk suhu pemabaran yang lebih
rendah dapat tercapai dengan tingginya koefisien perpindahan panas akibat
pencaampuran dalam proses fluidized bed dan ekstraksi panas yang efektif dari
bed melalui perpindahan panas pada pipa dan dinding bed.
II-6
Boiler FBC memiliki beberapa jenis pengembangan sebagai berikut:
a) Atmospheric Fluidized Bed Combustion ( AFBC )
Boiler AFBC merupakan boiler jenis konvensioanal dengan
pengembangan pada penambahan sebuah fluidized bed combustor. Pada
boiler jenis ini biasnya menggunakan bahan bakar batubara yang memiliki
ukuran 1-10 mm tergantung pada tingkatan batubara dan jenis pendistribusian
udara ke dalam ruang bakar. Boiler AFBC ini biasanya merupakan boiler tipe
water tube boiler dengan pipa yang berada dalam bed pembawa air yang
bertindak sebagai evaporator.
b) Pressurized Fluidized Bed Combustion (PFBC) Boiler
Boiler PFBC ini merupakan generasi pertama yang menggunakan jet
udara untuk pencampuran dan pembakaran batubara selama pembakaran.
Boiler jenis ini memiliki efisiensi pembakaran yang lebih efisien dan tingkat
penyerapan sulfur dioksida dalam bed yang lebih efektif. Sistem boiler PFBC
beroperasi pada tekanan tinggi dan menghasilkan aliran gas bertekanan tinggi
pada suhu yang dapat menggerakkan turbin gas. Uap yang dihasilkan dari
panas dalam fliudized bed dikirim ke turbin uap yang akan menciptakan
sistem siklus gabungan yang sangat efisien. Sistem ini dapat digunakan untuk
sistem pembangkit koogenerasi ( steam dan listrik) yang dapat meningkatkan
efisiensi konversi sebesar 5-8%..
c) Atmospheric Circulating Fluidized Bed Combustion Boiler (CFBC)
Circulating Fluidized Bed merupakan teknologi yang relatif baru dengan
kemampuan untuk mencapai emisi yang lebih rendah dari polutan. Boiler
jenis ini memiliki sistem sirkulasi dengan menjaga material bed tetap dalam
kondisi melayang. Boiler jenis ini umumnya lebih ekonomis dari pada boiler
AFBC, penerapannya memerlukan lebih dari 75-100 T/jam steam. Boiler
CFB memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan boiler jenis lain
yaitu pada penangkapan emisi polutan SOx dan pengendalian emisi NOx.
II-7
Gambar II-4 CFBC boiler
( sumber : Thermax Babcock and Wilcox Ltd, 2001 )
2.2.5. Stoker Fired Boilers
Stokers diklasifikasikan menurut metode pengumpanan bahan bakar ke
tungku dan oleh jenis grate nya. Klasifikasi utamanya adalah spreader stoker
dan chaingate atau traveling-gate stoker.
a) Spreader Stokres
Boiler spreader Stokres ini memanfaatkan kombinasi pembakaran
suspensi dan pembakaran grate. Sistem pembakaran batu bara pada boiler ini
dengan melakukan penginjeksian batubara secara berkala ke dalam tungku
pembakaran di atas material bed. Batubara yang memiliki ukuran yang lebih
besar akan jatuh ke grate, dimana batubara ini akan dibakar dalam bed
batubara dengan pembakaran yang cepat. Hal ini akan memberikan
flesibelitas terhadap fluktuasi beban, karna sistem penyalaan meningkat
seiring dengan laju pembakaran.
II-8
Gambar II-5 Spreader stoer boiler
( sumber : Departement of coal, 1985)
b) Chain-grate atau traveling -grate stoker
Pembakaran batubara jenis boiler Chain-grate berbeda dengan boiler
jenis speader stoker. Pada sistem pembakarannya batubara dialirkan didalam
tungku menggunakan grate baja yang bergerak. Ketika grate bergerak
sepanjang tungku, batubara akan terbakar sebelum jatuh ke ujung sebagai
abu. Tingkat pembakaran jenis ini memerlukan keterampilan dalam
pengaturan penyetelan grate, damper udara dan baffles sehingga
menghasilkan pembakaran yang bersih dengan seminimal mungkin jumlah
karbon yang tidak terbakar dalam abu. Ukuran batubara juga harus
diperhatikan, batubara yang masuk ke dalam tungku harus memiliki ukuran
yang seragam , hal ini untuk menghindari batubara yang tidak terbakar
sempurna pada waktu mencapai ujung grate
Gambar II-6 Panampakan traveling grate boiler
( sumber : University og Missouri, 2004 )
II-9
2.2.6. Pulverized Fuel Boiler (PFB)
Boiler PFB merupakan boiler yang banyak digunakan secara universal
pada pembangkit berkapasitas besar dan menggunakan bahan bakar dengan
biaya rendah karena memberikan efisiensi termal yang tinggi dan kontrol yang
lebih baik sesuai dengan perubahan beban. Pada sistem pembakaran boiler PFB
batubara dihancurkan menjadi bagian yang lebih kecil dengan bantuan mesin
penggiling dan dimasukkan kedalam ruang bakar dengan bantuan udara panas.
Jumlah udara yang dibutuhkan dalam proses pembakaran dimasukan secara
terpisah kedalam ruang bakar. Turbulensi yang dihasilkan dalam ruang bakar
akan membantu dalam pencampuran bahan bakar dan udara. Udara yang
disuplai bersamaan dengan batubara yang akan dibakar dikenal sebagai udara
primer, sedangkan jumlah udara yang disuplai secara terpisah untuk
penambahan udara pembakaran dikenal sebagai udara sekunder.
Gambar II-7 Mill pulverized
( sumber : University og Missouri, 2004 )
2.2.7. Boiler limbah Panas
Boiler ini merupakan boiler yang memanfaatkan limbah panas yang
memiliki suhu sedang dan tinggi yang menyebabkan boiler ini menjadi boiler
yang lebih ekonomis. Jika steam yang dihasilkan dari gas buang panas kurang
dari kebutuhan maka dapat menggunakan burner tambahan yang menggunakan
bahan bakar. Apabila steam yang dihasilkan tidak dapat langsung digunakan,
maka steam dapat dimanfaatkan untuk memproduksi daya listrik menggunakan
II-10
generator turbin uap. Ini merupakan salah satu tindakan yang dilakukan untuk
dapat menmanfaatkan kembali panas gas buang dari turbin gas dan diesel.
Gambar II-8 Skema sederhana boiler limah panas
( sumber : Agriculture and Agri-food canada, 2001)
2.2.8. Pemanas Fluida Termis
Pemanas fluida termis telah banyak diterapkan secara luas dalam proses
pemanasan tidak langsung. Sistem pembakaran pemanas fluida termis terdiri
dari fixed grate dengan susunan draf mekanis.
Keuntungan pemanas tersebut adalah:
Menggunakan operasi sistem tertutup dengan besar kehilangan lebih
kecil jika dibandingkan dengan boiler steam
Sistem operasi tidak bertekanan bahkan hingga suhu mencapai 250 0C
dibandingkan dengan kebutuhan tekanan steam 40 kg/cm2 dalam sistem
steam yang sejenis.
Fleksibilitas operasi dengan penyetelan kendali otomatis
Memiliki efisiensi termis yang bai karna tidak ada kehilngan panas akibat
blowdown, pembuangan kondensat dan flash steam
II-11
Gambar II-9. Konfigurasi pemanas fluida termis.
( sumber : Energy Machine India )
2.3 Komponen Utama Boiler
1. Ruang Pembakaran ( furnace )
Furnace merupakan ruang dapur tempat terjadinya proses pembakaran
bahan bakar. Pada furnace biasanya terdapat pipa-pipa berisi air ketel yang
menempel pada dinding dapur dan akan menerima panas dari hasil bahan bakar.
Panas yang diterima oleh pipa air tersebut akan mengubah fasa air didalam pipa
mejadi uap panas bertekanan yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan
produksi maupun pembangkit.
Sebuah ruang bakar terbagi atas 2 bagian di antaranya sebagai berikut:
Ruang pertama merupakan ruang pemabakran dimna panas yang
dihasilkan dan diterima langsung oleh pipa-pipa air yang berasal dari
steam drum. Pada ruang bakar ini udara pembakaran ditiupkan oleh
Blower Forced Draft Fan ( FDF ) melalui lubang-lubang yang berasal
di sekeliling dinding pembakaran serta melalui dinding bawah ruang
bakar.
Ruang kedua merupakan ruang gas panas yang diterima dari panas
ruang bakar pertama. Di ruang bakar ini panas yang diterima oleh pipa
air dari steam drum atas ke pipa air steam drum bawah.
II-12
2. Ketel Drum
Ketel drum merupakan bejana yang berfungsi sebagai tempat pemisahan
antara air dan uap yang berasal dari pipa-pipa air yang menguap. Steam drum ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah tempat penampungan air dan
bagian atas tempat penampungan uap penguapan. Uap jenuh hasil pemasakan
pada walltube kemudian akn dialirkan lagi ke daerah superheater untuk
dipanaskan kembali.
3. Superheater
Superheater merupakan bagian penting dalam unit pembangit uap.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan temperatur uap jenuh tanpa menaikkan
tekanannya dengan melakukan pemanasan ulang. Superheater memproduksi
superheated steam atau uap kering. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari uap
yang masih memiliki kandungan air karna akan menyebabkan terjadi
kondensasi yang terlalu cepat di dalam mesin yang menggunakan uap air
tersebut. Uap air ini menyimpan lebih banyak energi panas daripada uap air
saturated (uap air basah), ditandai dengan nilai entalpi yang lebih tinggi. Uap air
yang diproduksi oleh boiler konvensional umumnya hanya mencapai fasa
saturated dan pada superheater uap ini akan dipanaskan lebih lanjut untuk
mencapai fasa superheated.
4. Economizer
Economizer berfungsi sebagai tempat pemanasan awal air pengisi (
feedwater ) sebelum masuk ke dalam boiler. Umumnya economizer berada pada
bagian setelah evaporator sehingga memiliki temperatur lebih kecil jika
dibandingkan dengan bagian pemanas lainnya. Penggunaan economizer sebagai
pemanfaatan panas gas buang akn meningkatkan nilai efisiensi boiler dengan
pengurangan pada pemakaian bahan bakar. Dengan pengurangan pada konsumsi
bahan bakar juga akan berdampak pada pengurangan biaya penggunaan bahan
bakar. Disamping dapat mengurangi biaya bahan bakar juga dapat menghemat
biaya operasional yang lainya, seperti pemakaian chemical untuk mengurangi
O2 dan N2 dalam air umpan boiler. Karena dengan bertambahnya temperatur air
akan mengurangi kadar O2 dan N2 yang terkandung dalam air umpan boiler. Hal
ini bisa dilihat dari gambar berikut
II-13
Gambar II-10 Pengaruh temperatur terhadap O2 dan N2 dalam air
5. Evaporator
Evaporator merupakan bagian yang berfungsi menaikkan temperatur air
mencapai titik didih. Pada evaporator terjadi peristiwa perubahan fase dari cair
menjadi uap.
2.4 Prinsip Pembakaran
2.4.1. Prinsip Pembakaran
Pada proses pembakaran umumya merupakan proses reaksi kimia
bahan bakar dengan oksigen (O2). Hampir semua bahan bakar mengandung
unsur karbon (C), hidrogen (H) dan sulfur (S). Akan tetapi unsur yang paling
berpengaruh terhadap proses pembakaran dalam melepaskan energi adalah
unsur C dan H.
Semua jenis proses pembakaran memerlukan tiga elemen dasar berupa
bahan bakar (fuel), oksigen (oxidizer), dan sumber panas(souce of heat). Ketiga
elemen ini apabila dikombinasikan di dalam lingkungan yang memadai maka
akan terjadi proses pembakaran (UNEP, 2006).
Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran sempurna
(complete combustion) dan pembakaran tidak sempurna (incomplete
combustion). Pada proses pembakaran sempurna akan terjadi apabila unsur C
bereaksi dengan oksigen dan hanya menghasilkan unsur CO2, seluruh unsur H
menghasilkan H2O dan seluruh unsur S menghasilkan SO2. Sedangkan pada
proses pembakaran tidak sempurna akan terjadi apabila seluruh unsur C
II-14
bereaksi dengan oksigen , dan tidak seluruhnya menghasilkan gas dengan unsur
CO2 pada reaksi ini juga akan menghasilkan unsur gas CO. Keberadaan gas CO
dari hasil proses pembakaran itu menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung
secara tidak sempurna. Besar energi yang dilepaskan pada proses pembakaran
ini dinyatakan sebagai entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi
antara produk dan reaktan dari proses pembakaran.
Di udara jumlah oksigen umumnya mencapai 20,9% dari elemen bumi.
Bahan bakar padat maupun cair yang biasanya digunakan akan terlebih dahulu
diubah kedalam bentuk gas sebelum dibakar. Perubahan fasa ini memerlukan
suatu media panas agar proses perubahan dapat terjadi. Proses pembakaran
akan terjadi apabila bahan bakar mendapatkan pasokan udara yang cukup.
Hampir 79% udara ( tanpa oksigen) merupakan unsur nitrogen (N) dan sisanya
merupakan elemen lainnya. Nitrogen akan mengurangi efisiensi pembakaran
dengan cara menyerap panas dari pembakaran dan mengencerkan gas buang.
Nitrogen ini juga akan mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar
panas. (UNEP, 2006).
Jumlah udara minimum yang diperlukan untuk menghasilkan
pembakaran sempurna disebut sebagai jumlah udara teoritis ( stoikiometrik).
Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran sempurna jumlah udara
yang dibutuhkan melebihi jumlah udara teoritis yang biasa nya disebut sebagai
excess air. Parameter yang paling sering digunakan untuk mengkuantifikasi
jumlah udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu adalah rasio
udara-bahan bakar.
2.4.2. Kebutuhan Udara Teoritis
Analisa pembakaran untuk kebutuhan udara teoritis dapat dilakukan
dengan dua cara diantaranya:
a) Analisa berdasarkan pada satuan berat
II-15
Analisa ini digunakan untuk perhitungan kebutuhan udara teoritis
pada pembakaran sempurna dengan jumlah bahan bakar tertentu
pada presentase berat contohnya:
C + O2 CO2
12 kg 32 kg 44 kg
Reaksi kimia di atas menunjukkan bahwa setiap kg karbon
memerlukan 2,67 kg oksigen secara teoritis untuk mendapatkan
pembakaran sempurna menjadi karbondioksida. Apabila besar
oksigen yang dibutuhkan dalam masing-masing unsur pada proses
pembakaran dihitung kemudian dijumlahkan, maka akan
didapatkan besar kebutuhan oksigen teoritis yang dibutuhkan
pembakaran sempurna bahan bakar (Diklat PLN, 2006).
b) Analisa berdasarkan pada satuan volume
Analisa ini digunakan apabila analisa bahan bakar dinyatakan
dalam satuan presentase berdasarkan volume, maka perhitungan
yang sama dengan perhitungan berdasarkan berat bisa digunakan
untuk menentukan volume dari udara teoritis yang dibutuhkan.
Dalam menentukan besar udara teoritis kita berpatokan terhadap
hukum Avogadro yaitu “ gas-gas dengan volume yang sama pada
suhu dan tekanan standar ( 00 C dan tekanan 1 bar) berisikan
molekul dalam jumlah yang sama ( Diklat PLN, 2006).
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
1 volume 2 volume 1volume 2 volume
2.4.3. Konsep Udara Berlebih (Excess Air)
Dalam konsep udara berlebih , konsentrasi oksigen maupun CO2 dalam
gas buang menjadi salah satu parameter penting dalam menentukan kelebihan
oksigen maupun CO2 dalam proses pembakaran. Untuk dapat melihat besar
kelebihan udara dapat ditentukan dari:
II-16
Komposisi gas buang yang meliputi N2, CO2, O2 dan CO
Pengukuran secara langsung terhadap udara yang disuplai
Efisiensi pembakaran akan mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan jumlah excess air hingga pada nilai tertentu, yaitu pada saat nilai
kalor yang terbuang pada gas buang lebih besar dari pada kalor yang disuplai
oleh proses pembakaran yang optimal
Hubungan antara excess air , efisiensi, kandungan O2/CO2 dalam gas
buang dapat digambarkan:
Udara lebih (excess air) sangat mempengaruhi efisiensi.
Udara terlalu banyak: gas buang terlalu banyak, dan membawa heat
loss yang signifikan
Udara kurang: pembakaran tidak sempurna karena kurang udara,
Sehingga terbentuk CO (efisiensi menurun, polusi meningkat)
Dari hubungan tersebut maka udara harus berlebih tetapi harus dijaga
pada nilai optimum bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan dan
jenis boiler
Gambar II-11 Hubungan efisiensi pembakaran dengan udara berlebih
( sumber : Totok Gunawan ,2010)
II-17
Gambar II-12 Pengaruh Excess Air terhadap kandung O2 dan CO2 pada gas buang
( Sumber : Engineeringtoobox.com )
2.5 Batu bara
2.5.1. Pengertian Batu Bara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari
sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk
menjadi padatan-padatan tertentu akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik,
batubara tergolong mineral organik. Reaksi pembentukan batu bara adalah
sebagai berikut:
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
C20H22O4 merupakan batu bara yang dapat berjenis lignit, sub-
bituminus, bituminus, atau antrasit tergantung kepada tingkat pembatubaraan
yang dialami serta konsentrasi unsur C akan semakin tinggi seiring dengan
tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang
terbentuk yaitu metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas
lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan
yang ada di sekitar lapisan batubara.
II-18
2.5.2. Jenis-jenis Batu Bara
Batu bara terbagi dalam tingkat (grade) yang berbeda mulai dari
lignite, sub-bituminous, bituminous, dan anthracite.
Tabel II-1. Jenis-jenis batu bara dan spesifikasi termalnya
No
.
Jenis
Batubara
Lama Pembakaran
(menit/kg) Nilai Kalor (Kkal/ Kg)
1 Antrasit 5-10 7.222-7.778
2 Semi Antrasit 9-10 5.100-7.237
3 Bituminus 10-15 4.444-8.333
4
Sub-
bituminus 10-20 4.444-6.111
5 Lignit 15-20 3.056-4.611
(sumber: Sukandarrumidi, 1995)
Keempat jenis batu bara ini memiliki sifat fisik yang berbeda-beda
satu sama lain. (Teknik kimia, ITM, 2006)
A. Antrasit
Merupakan batubara berwarna hitam berbentuk sangat mengkilap,
kompak, nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi, dan
kandungan sulfur sangat tinggi.
B. Semi Antrasit/ gambut
Merupakan batubara berwarna hitam mengkilap, kompak, nilai kalor
tinggi, kandungan karbon tinggi, dan kandungan sulfur tinggi.
C. Bituminus
Merupakan batuara berwarna hitam mengkilat, kurang kompak, nilai
kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi, kandungan air sedikit,
kandungan abu sedikit, dan kandungan sulfur sedikit.
D. Lignit
Merupakan batubara berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah,
kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi,
dan kandungan sulfur juga tinggi.
II-19
Gambar II-13. Contoh batu bara jenis gambut, lignit, bituminus dan antrasit
Selain empat jenis yang umum seperti di atas, di dunia ada banyak
varian batubara menurut tingkatan usia dan komposisi mineral
penyusunnya. Secara umum komposisi kandungan air (moisture), gas
terbang (volatile matter) dan karbon dari setiap varian dapat dilihat pada
gambar.
2.5.3. Analisa Batu Bara
Dalam menganalisa batubara terdapat dua metode yang digunakan
yaitu analisa proximate dan analisa ultimate. Analisa proximate merupakan
metode analisa yang hanya berupa analisa fixed carbon, bahan yang mudah
menguap, kadar air dan persen abu dan analisa ultimate merupakan metode
analisa seluruh elemen unsur yang terdapat pada batubara padat atau gas
A. Analisis Proximate
Analisis proximate merupakan analisis dengan menunjukkan
persen kandungan dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu,dan kadar
air dalam batu bara. Analisis proximate untuk berbagai jenis batu bara
diberikan dalam tabel di bawah ini sebagai berikut:
II-20
Tabel II-2.Analisis proximate untuk berbagai batu bara (persen) Sub-bituminus di beberapa negara
Parameter Batubara
India
Batubara
Indonesia
Batubara
Afrika Selatan
Kadar Air 5,98 9,43 8,5
Abu 38,63 13,99 17
Bahan mudah
menguap 20,7 29,79 23,28
Fixed Carbon 34,69 46,79 51,22
( sumber : UNEP, 2006 )
a) Fixed carbon
Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam
tungku setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan
utama dari bahan ini adalah karbon akan tetapi juga mengandung
hidrogen, oksigen , sulphur dan nitrogen yang tertinggal dan tidak
terbawa oleh gas. Fixed carbon akan memberikan gambaran perkiraan
kasar dari nilai panas batubara (UNEP, 2006 ).
b) Bahan yang mudah menguap (volatile matter)
volatile matter merupakan bahan yang terdapat dalam batubara yang
mudah untuk menguap, bahan-bahan terrsebut berupa methan,
hidrokarbon, hydrogen, karbonmonoksida, dan gas-gas yang tidak
mudah terbakar, seperti karbondioksida dan nitrogen. Bahan yang
mudah menguap juga merupakan indeks dari kandungan bahan baker
bentuk gas didalam batu bara. Rata-rata besar kandungan bahan yang
mudah menguap berkisarantara 20 hingga 35%.( UNEP, 2006 ) Bahan
yang mudah menguap :
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan
membantu dalam memudahkan penyalaan batu bara.
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume tungku.
II-21
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dana aspek-aspek
distribusi.
Mempengaruhi kebutuhan minyak baker sekunder.
c) Kadar abu
Kadar abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Besar
kandungan abu dalam bahan bakar berkisar antara 5% hingga 40%.
Sehingga pengaruh adanya abu adalah:
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
Meningkatkan biaya handling.
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.
d) Kadar air
Biasanya kandungan air yang ada pada batubara terbawa disaat
bersamaan pada proses pengangkutan. Pengaruh dari kadar air akan
menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan kandungannya
berkisar antara 0,5 hingga 10%. Pengaruh adanya kadar air adalah:
Meningkatkan kehilangan panas,
Karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Membantu radiasi transfer panas.
e) Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5hingga 0,8%. Sulfur:
Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan
penyumbatan
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti
pemanas udara dan economizers.
Membatasi suhu gas buang yang keluar.
II-22
B. Analisis Ultimate
Analsis ultimate dimaksudkan untuk menentukan macam-macam
kandungan kimia unsur-unsur dalam batubara seperti karbon, hidrogen,
oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara
yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas
pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan
perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimat untuk berbagai jenis
batu bara diberikan dalam di bawah ini: Tabel II-3.Analisis ultimat batubara bituminus di beberapa negara.
Parameter Batubara
India, %
Batubara
Indonesia,%
Kadar Air 5,98 9,43
Bahan Mineral 36,63 13,99
Karbon 41,11 58,96
Hidrogen 2,76 4,16
Nitrogen 1,22 1,02
Sulfur 0,41 0,56
Oksigen 9,89 11,88
( sumber : UNEP, 2006 )
2.6 Pesyaratan Boiler yang Baik
Dalam hal ini suatu boiler dikatakan baik harus memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya ( Maridjo:2005):
1) Menghasilkan jumlah uap yang maksimak dengan bahan bakar yang
minimal.
2) Respon fluktuasi beban yang cepat.
3) Waktu penyalaan yang cepat
4) Sambungan harus sedikit dan mudah diinspeksi
5) Lumpur dan deposit tidak terkumpul di tempat-tempat pemanasan
6) Tidak menghabiskan banyak tempat
II-23
2.7 Pemilihan Boiler
1) Daya yang diperlukan dan tekanan kerja
2) Posisi geografi dari power house ( sumber tenaga )
3) Ketersediaan bahan bakar dan air.
4) Kemungkinan stasiun permanen.
5) Faktor beban yang mungkin
2.8 Kesetimbangan Energi Boiler
Pengkajian kesetimbangan energi pada suatu boiler dapat mengambarkan
secara sederhana kandungan-kandungan energi yang terdapat pada suatu sistem
penghasil uap dengan beberapa kandungan energi terbuang
Bagan 1 Kesetimbangan Energi Boiler
( sumber : mesin konversi energi )
Energi yang diberikan bahan bakar + air
Energi Uap
Energi gas asap kering
Energi yang terbuang ke udara sekitar
Energi yang terbuang melalui gas buang
Energi ke uap air
II-24
2.9 Pengkajian Boiler
2.9.1 Neraca Massa dan Energi
Proses pembakaran dalam boler dapat digambarkan dalam bentuk
diagram alir energi. Diagram ini menggambarkan secara grafis tentang bagaimna
energi masuk dari bahan bakar, air, dan udara diubah menjadi aliran energi
dengan barbagai kegunaan dan menjadi aliran kehilangan kalor dan energi.
(UNEP/www.energyefficiencyasia.org, 2006). Neraca panas dapat membantu
dalam mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak dapat dihindari.
Uji efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan efisiensi
boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan
perbaikan.
Gambar II-14.Neraca massa dan energi boiler
Neraca massa dan energi merupakan kesimbangan energi total yang masuk
boiler terhadap yang meninggalkan boiler dalam bentuk yang berbeda. Gambaran
berikut memberikan gambaran berbagai kehilangan yang terjadi untuk pembangkit
uap.
Fuel Input
Air Input
Water Input Steam output
Stack gas Stochiometric Excess Air Un burnt
Ash and Unburnt part of fuel in ash Blow Down Convection and Radiasion
Boiler
II-25
Gambar II-15 . Kehilangan kalor pada boiler bahan bakar batubara
( sumber : energyefficiencyasia.org)
Kehilangan energi dapat dibagi kedalam kehilangan yang tidak atau dapat
dihindarkan. Tujuan dari produksi bensin atau pengkajian energi harus mengurangi
kehilangan yang dapat dihindari dengan cara meningkatkan efisiensu energi.
Kehilangan berikut dapat dihindari atau dikurangi diantaranya:
a. Kehilangan gas cerobong
- Udara berlebih ( diturunkan hingga ke nilai minimum yang
tergantung dari teknologi burner, operasi ( kontrol) dan
pemeliharaan )
- Suhu gas buang cerobong ( diturunkan dengan mengoptomal
perawatan (pembersihan), beban, burner yang lebih baik dan
teknologi boiler)
b. Kehilangan karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam cerobong
dan abu (mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan teknologi burner
yang lebih baik)
c. Kehilangan dari blowown ( pengolahan air umpan segar, daur ulang
kondensat )
d. Kehilangan kondensat ( memanfaatkan sebanyak mungkin kondensat)
e. Kehilangan konveksi dan radiasi ( dikurangi dengan isolasi boiler yang
lebih baik)
B
O
I
L
E
R
FUEL
L7 = Heat loss by Fly ash
L1 = Heat loss due to dry flue gas
L2 = Heat loss due to steam in flue gas
L3 = Heat loss due to moisture in fuel
L4 = Heat loss due to moisture in air
L5 = Heat loss due to unburnts in residue
L6 = Heat loss due to radiation and other unaccounted loss
L8 = Heat loss by bottom ash
II-26
2.9.2 Evaluasi Kinerja Boiler
Parameter kinerja boiler seperti efisiensi dan rasio penguapan, berkurang
terhadap waktu disebabkan buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar
kalor dan buruknya operasi dan pemeliharaan tehadap suatu boiler. Bahkan
untuk boileryang baru sekalipun, alasan seperti buruknya kualitan bahan bakar
dan kualitas air dapat mengakibatkan buruknya kinerja suatu boiler.
(UNEP/www.energyefficiencyasia.org, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja boiler sebagai berikut:
Efisiensi boiler
Rasio penguapan/evaporation ratio
Pengerakan pada permukaan tranfer panas
Perawatan yang kurang baik
Kualitas dan kandungan air bahan bakar
Uji efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan
efisiensi boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk
tindakan perbaikkan.
2.9.3 Efisiensi boiler
Pengujian efisiensi dari boiler dapat didefenisikan sebagai prestasi kerja
atau tingkat unjuk kerja boiler atau ketel uap yang didapatkan dari perbandingan
antara energi yang dipindahkan ke atau diserap oleh fluida kerja didalam ketel
dengan masukan energi kimia dari bahan bakar.
Pengujian efisiensi boiler pada tugas akhir ini dilakukan dengan dua metode
pengujian yaitu :
Metode langsung ( Direct Method ) yaitu metode yang dilihat dari energi
yang didapat dari fluida kerja ( air dan steam) dibandingkan dengan energi
yang terkandung dalam bahan bakar boiler.
Metode tidak langsung ( Indirect Method ) merupakan metode perbedaan
antara kehilangan dan energi yang masuk ke boiler.
II-27
2.9.3.1 Metode Langsung (Metode Direct)
Serupa dengan yang disebutkan sebelumnya metode ini merupakan
pendekatan yang dilakukan dengan mengukur jumlah panas yang terdapat pada
uap dan membandingkannya dengan jumlah panas yang diberikan bahan bakar.
Metode ini dikenal dengan metode ‘input-output‘. Berdasarkan standar Bureau Of
Energy Efficiency India, metode perhitungan efisiensi secara langsung dapat
dilihat pada persamaan sebagai berikut:
ƞ𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 =ṁ 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚(ℎ𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚−ℎ𝑓𝑒𝑒𝑑𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟)
ṁ𝑓𝑢𝑒𝑙𝑥𝐺𝐶𝑉𝑓𝑢𝑒𝑙..........................................(2.1)
Keterangan:
ƞ𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 = efisiensi boiler (%)
ṁ 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = laju alir uap (kg/jam)
ℎ𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = entalpi uap ( hg) (kj/kg)
ℎ𝑓𝑒𝑒𝑑𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = entalpi air umpan (hf) (kj/kg)
𝑚𝑓𝑢𝑒𝑙 = laju alir bahan bakar (kg/jam)
𝐺𝐶𝑉𝑓𝑢𝑒𝑙 = nilai kalor bahan bakar (kj/kg)
Parameter yang dipantau untuk perhitungan efisiensi boiler dengan metode
langsung berupa:
Jumlah steam yang dihasilkan per jam (ṁ 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚) dalam kg/jam
Jumlah bahan bakar yang digunakan per jam (ṁ 𝑓𝑢𝑒𝑙) dalam kg/jam
Tekanan kerja ( kg/cm2 (g)) dan suhu lewat panas (0C) jika ada
Suhu air umpan (0C)
II-28
Jenis bahan bakar dan nilai panas kotor bahan bakar (GCV) dalam kkal/kg
bahan bakar.
Dimana
hg - Entalpi steam jenuh dalam kkal/kg steam
hf - Entalpi air umpan dalam kkal/kg air
Keuntungan metode langsung
pekerja pabrik dapat dengan cepat mengevaluasi efisiensi boiler
memerlukan sedikit parameter untuk perhitungan
memerlukan sedikit instrument untuk pemantauan
mudah membandingkan rasio penguapan dengan data benchmark
Kerugian metode langsung
tidak memberikan petunjuk kepada operaor tentang penyebab dari efisiensi
sistem yang lebih rendah
tidak menghitung berbagai kehilangan yang berpengaruh pada berbagai
tingkat efisiensi
2.9.3.2 Metode Tidak Langsung (Metode Indirect)
Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai efisiensi
dengan mengukur jumlah potensial panas bahan bakar dan menguranginya dengan
losses yang terdapat pada boiler. Pengujian dengan metode ini tidak akan
membuat perubahan signifikan dalam efisiensi. Jika pada efisiensi boiler adalah
90%, kesalahan dari 1% di metode langsung akan mengakibatkan perubahan yang
signifikan dalam efisiensi. yaitu 90 ± 0,9 = 89,1-90,9. Dalam metode tidak
langsung, 1% kesalahan dalam pengukuran kerugian akan menghasilkan efisiensi
= 100 - (10 ± 0,1) = 90 ± 0,1 = 89,9-90,1
Berbagai kerugian panas yang terjadi pada boiler adalah sebagai berikut:
II-29
Gambar II-16 Kehilangan panas pada boiler
( sumber : Internasional of Advanced Research)
Berdasarkan ASME standar PTC 4-1 tentang Power Test Code For Steam
Generating Units. Metode perhitungan efisiensi secara tidak langsung atau metode
kehilangan panas dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut:
ƞ𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 = 100 − (𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3 + 𝐿4 + 𝐿5 + 𝐿6 + 𝐿7 + 𝐿8 )..........(2.2)
Keterangan : ƞ𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 = efisiensi boiler (%)
L1 = Rigi-rugi gas buang kering (panas sensible)
L2 = Rugi-rugi steam dalam bahan bakar (H2)
L3 = Rugi-rugi kandungan air bahan bakar (H2O)
L4 = Rugi-rugi kandungan air di udara pembakaran (H2O)
L5 = Rugi-rugi pembakaran tidak sempurna (CO)
L6 = Rugi-rugi radiasi permukaan, konveksi, dan yang tak
tehitung lainnya *
*kerugian yang tidak signifikan dan sulit diukur
Kerugian berikut berlaku untuk bahan bakar padat pada kondisi :
L7 = rugi-rugi karena fly ash
L8 = rugi-rugi karena bottom ash
Kehilangan yang diakibatkan oleh kadar air dalam bahan bakar dan yang
disebabkan oleh pembakaran hidrogen tergantung pada bahan bakar, dan tidak
II-30
dapat dikendalikan oleh perancangan. Data yang diperlukan untuk perhitungan
efisiensi boiler dengan menggunakan metode tidak langsung adalah:
Analisis ultimate bahan bakar (H2, O2, S, C, kadar air, kadar abu)
Persentase oksigen atau CO2 dalam gas buang
Suhu gas buang dalam 0C (Tf)
Suhu ambien dalam 0C (Ta) dan kelembaban udara dalam kg/kg udara
kering
GCV bahan bakar dalam kkal/kg
Persentase bahan yang dapat terbakar dalam abu (untuk bahan bakar
padat)
GCV abu dalam kkal/kg (untuk bahan bakar padat)
Alasan utama dalam penggunaan metode Indirect dalam perhitungan efisiensi
boiler:
Lebih mudah dalam perhitungan kerugian dibandingkan dengan
mengukur laju aliran batubara
Mudah untuk memeriksa kerugian terkendali dan tidak terkendali
sehingga dapat mencoba untuk mengurangi kerugian yang dapat
dikendalikan tersebut
Efisiensi dapat ditingkatkan dengan efek gabungan dari seluruh hal
Lebih akurat dari metode langsung
Keuntungan metode tidak langsung
- Dapat diketahui neraca bahan dan energi yang lengkap untuk setiap
aliran, yang dapat memudahkan dalam mengidentifikasi opsi-opsi untuk
meningkatkan efisiensi boiler.
Kerugian metode tidak langsung
- Perlu waktu lama
- Memerlukan fasilitas laboratorium untuk analisis
II-31
Uji efisiensi tidak memperhitungkan:
• kerugian Standby. Uji efisiensi harus dilakukan, ketika boiler beroperasi di
bawah beban stabil. Oleh karena itu, tes efisiensi pembakaran tidak
mengungkapkan kerugian standby, yang terjadi antara interval penembakan
• kerugian Blow down. Jumlah energi yang terbuang oleh blowdown
bervariasi melalui berbagai keadaan.
• Soot blower steam. Jumlah uap yang digunakan oleh soot blower adalah
variabel yang tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan.
• Peralatan Bantu konsumsi energi. Tes efisiensi pembakaran tidak
memperhitungkan penggunaan energi dengan peralatan tambahan, seperti
pembakar, fans, dan pompa.
Tahapan dalam perhitungan efisiensi boiler dengan metode tidak langsung
dapat di gambarkan dalam tahapan berikut:
Tahap – 1 . Menghitung kebutuhan udara teoritis
Udara teoritis untuk =( 11,6 𝑥 𝐶 )+( 34,8 𝑥 (𝐻2−
𝑂28
))+(4,35 𝑥 𝑆 )
100............. (II. 1)
pembakaran sempurna Tahap – 2 . Menghitung teoritis CO2 %
% CO pada = 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝐶
𝑚𝑜𝑙𝑒𝑠 𝑁2+𝑚𝑜𝑙𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝐶 .........................................(II. 2)
pembakaran sempurna dimana, Moles N2 =
𝑊𝑡 𝑜𝑓 𝑁2𝑖𝑛 𝑡ℎ𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑎𝑖𝑟
𝑚𝑜𝑙.𝑊𝑡 𝑜𝑓 𝑁2+
𝑊𝑡 𝑜𝑓 𝑁2 𝑖𝑛 𝑓𝑢𝑒𝑙
𝑚𝑜𝑙.𝑊𝑡 𝑜𝑓 𝑁2 ................(II. 3)
II-32
Tahap – 3 . Menghitung persen kelebihan udara yang dipasok (EA)
% suplai udara berlebih = 7900 𝑥[ (𝐶𝑂2%)𝑡−(𝐶𝑂2%)𝑎]
(𝐶𝑂2%)𝑎 𝑥 [(100−(𝐶𝑂2%)𝑡)] .......................(II. 4)
Tahap – 4 . Menghitung massa udara sebernanya yang dipasok (AAS)
Massa sebernarnya = ( 1 + 𝐸𝐴
100) x udara teoritis ............................(II. 5)
Udara suplai
Tahap – 5 . Menghitung massa aktual gas buang kering
Massa gas buang kering = massa of CO2 + mass of N2 content in the
fuel + Mass of N2 in the combustion air
supplied + mass of oxygen in flue gas .....(II. 6)
Tahap – 6 . Menghitung losses yang terjadi pada boiler
Heat loss karena gas buang kering ( L1 )
Ini merupakan kehilangan terbesar yang dapat dihitung dengan rumus
berikut :
𝐿1 = �̇� 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 (𝑇𝑓− 𝑇𝑎)
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100...................................................(II. 7)
Keterangan :
ṁ = massa dry flue gas (kg/kg batubara)
Cp = panas spesifik flue gas = 0,23 kCal/kg0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kkal/kg)
II-33
Uap air dihasilkan dari kandungan hidrogen dalam bahan bakar, kadar air
dalam bahan bakar dan udara selama proses pembakaran. Kerugian akibat
dari komponen ini belum termasuk kepada hilangnya gas buang kering
karena mereka secara terpisah dihitung sebagai kerugian gas buang basah
Heat loss karena steam dalam gas buang ( L2 )
Pembakaran hidrogen menyebabkan hilangnya panas karena produk
dari pembakaran adalah air. Air ini akan diubah menjadi uap dan akan
membawa panas pergi dalam bentuk panas laten
𝐿2 = 9 𝑥 𝐻2 𝑥 { 584+ 𝐶𝑝 (𝑇𝑓− 𝑇𝑎)}
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100....................................(II. 8)
Keterangan :
H2 = persen massa hydogen dalam 1 kg bahan bakar (kg)
Cp = panas spesifik superheater = 0,45 kCal/kg 0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kCal/kg)
9 = konstanta
584 = panas laten sesuai dengan tekanan parsial uap air
Heat loss karena kandungan air bahan bakar (H2O) ( L3 )
Hilangnya kelembapan ini karena panas sensibel yang membawa uap
air pada titik pemanasan, panas laten dari penguapan air yang mendidih,
dan panas superheat yang diperlukan dalam membawa uap ini dengan
temperatur dari gas buang. Kerugian ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
𝐿3 = 𝑀 𝑥 {584+ 𝐶𝑝 (𝑇𝑓− 𝑇𝑎)
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100.................................... (II. 9)
II-34
Keterangan : M = massa embun dalam bahan bakar 1 kg basis (kg)
Cp = panas spesifik superheater = 0,45 kCal/kg 0C
Tf = temperatur flue gas (0C)
Ta = temperatur ambient (0C)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kkal/kg)
584 = panas laten sesuai dengan tekanan parsial uap air
Heat loss karena kandungan airdi udara H2O ( L4 )
Uap yang terbentuk karena kelembapan udara yang masuk merupakan
superheat saat melewati boiler. Karena panas ini melewati cerobong, maka
ini merupakan suatu losses pada boiler. Untuk menghubungkan kerugian
ini dengan massa batubara yang dibakar, kandungan kelembapan udara
pembakaran dan jumlah udara yang dipasok per satuan massa batubara
yang dibakar harus diketahui.
Massa uap merupakan kandungan udara yang dapat diperoleh dari
grafik psychrometric dan nilai-nilai khas yang termasuk di bawah ini : Tabel II-4 Nilai-nilai khas grafik psychrometric
Dry-bulb Wet-bulb Relative
Humidity Kilogram water per
kilogram dry air
(Humidity Factor) Temp 0C Temp 0C (%)
20 20 100 0,016 20 14 50 0,008 30 22 50 0,014 40 30 50 0,024
𝐿4 = 𝐴𝐴𝑆 𝑥 ℎ𝑢𝑚𝑖𝑑𝑖𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 (𝑇𝑓− 𝑇𝑎)
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100....................... (II. 10)
Keterangan : AAS = massa udara aktual yang disuplai (kg)
Cp = panas spesifik superheater (kkal/kg 0C)
Tf = temperatur flue gas (0C)
II-35
Ta = temperatur ambient ( dry-bulb) (0C)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kkal/kg)
Humidity faktor = massa air yang terkandung dalam setiap
kilogram udara kering (kg)
Heat loss karena pembakaran tidak sempurna ( L5 )
Rugi-rugi ini disebabkan oleh bahan yang tidak terbakar dalam residu.
Hasil pembentukan dari pembakaran tidak sempurna bisa dicampur
dengan oksigen dan dibakar kembali dengan keluaran lebih lanjut dari
energi seperti gas buang boiler. produk boiler termasuk CO, H2, dan
berbagai hidrokarbon merupakan satu-satunya gas hasil konsentrasi yang
dapat ditentukan dalam suatu tes pabrik boiler.
𝐿5 = %𝐶𝑂 𝑥 𝐶
%𝐶𝑂+ %𝐶𝑂2 𝑥
5744
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑏𝑎𝑟𝑎 100............................(II. 11)
Ketika CO dalam ppm selama analisis gas buang
L5 = CO (in ppm) x 10-6 x Mf x 28 x 5744........................(II. 12)
Keterangan :
CO = volume CO di flue gas yang meninggalkan
ekonomizer
CO2 = volume CO2 aktual di flue gas
C = kandungan karbon dalam kg batubara (kg)
GCV = nilai kalor atas bahan bakar (kCal/kg)
Mf = konsumsi bahan bakar (kg/h)
Heat loss karena radiasi permukaan, konveksi, dan yang tak terhitung ( L6 )
Kehilangan panas yang disebabkan oleh radiasi dan konveksi aktual sulit
dikaji sebab daya emisifitas permukaan yang beraneka ragam, kemiringan,
pola aliran udara dan sebagainya. Pada boiler biasanya kerugian permukaan
dan kerugian lain yang tidak terhitung diasumsikan berdasarkan jenis dan
ukuran boiler yang relatif kecil. Untuk kerugian akibat rasiasi dn konveksi
boiler jenis CFB dapat dilihat dari tabel dibawah ini
II-36
Tabel II-5 Kehilangan panas radiasi dan konveksi boiler CFB
Namun dapat dilakukan perhitungan jika area permukaan boiler dan suhu
permukaan boiler diketahui , maka kita dapat menggunakan seperti rumus
di bawah ini :
𝐿6 = 0,548 𝑥 [ (𝑇𝑠
55,55)
4
− (𝑇𝑎
55,55)
4
] + 1,957 𝑥 (𝑇𝑠 − 𝑇𝑎)1,25𝑥 𝑠𝑞𝑟𝑡 𝑜𝑓 [196,85 𝑉𝑚+68,9
68,9]....(II. 13)
Heat loss karena fly ash dan bottom ash
Beberapa karbon akan tertinggal dalam abu, ini merupakan potensi
kehilangan panas dalam bahan bakar. Untuk menentukan besar kerugian
panas pada tahap ini, maka sampel abu harus dilakukan analisis terhadap
kandungan karbonnya. Kuantitas abu yang dihasilkan per unit bahan bakar
juga harus diketahui.
Rugi-rugi karena abu terbang (fly ash) (%)
𝐿7 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑏𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑡 𝑥 𝐺𝐶𝑉 𝑜𝑓 𝑓𝑙𝑦 𝑎𝑠ℎ
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100............... (II. 14)
Rugi-rugi karena abu dasar (bottom ash) %
𝐿8 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑏𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑡 𝑥 𝐺𝐶𝑉 𝑜𝑓 𝑏𝑜𝑡𝑡𝑜𝑚 𝑎𝑠ℎ
𝐺𝐶𝑉 𝑏𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑟𝑎 𝑥 100.......... (II. 15)
II-37
Beberapa keunggulan dalam menggunakan metode Indirect dalam
pengujian kinerja boiler ini yaitu:
Akurasi dari pendekatan yang cukup baik. Ketelitian alat ukur memiliki
pengaru cukup kecil terhadap nilai dari efisiensi.
Pendekatan ini tidak hanya mengukur efisiensi tetapi juga mengukur
besarnya losses yang terjadi pada boiler.
Dapat diketahui neraca bahan dan energi yang lengkap untuk setiap
aliran, yang dapat memudahkan dalam mengidentifikasi opsi-opsi untuk
meningkatkan efisiensi boiler.
Kerugian dari metode Indirect dalam pengujian kinerja boiler yaitu :
Memerlukan waktu lama
Memerlukan fasilitas laboratorium untuk analisis
2.9.4 Rasio Evaporasi
Rasio evaporasi boiler didefinisikan sebagai kilogram steam generator
per kilogram konsumsi bahan bakar
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑒𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑄𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑄𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟....................................(II. 16)
Keterangan
Quantity of steam generation : massa steam (kg)
Quantity of fuel generator : massa konsumsi bahan
bakar (kg)