syok hipovolemik et causa ruptur hepar

34
Syok Hipovolemik et causa Ruptur Hepar Dwita Permatasari 10-2008-214 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id SKENARIO 4 Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa oleh masyarakat ke UGD RS paska kecelakaan lalu lintas. Menurut saksi mata, saat kejadian laki-laki ini tengah mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang, tiba-tiba dari sebelah kiri jalan muncul truk. Laki-laki tersebut tampak tidak sempat mengerem, sehingga ia menabrak truk tersebut. Saat kejadian laki-laki tersebut memakai helm. Di UGD RS, laki-laki tersebut masih dapat menjawab ketika diajak berbicara walaupun jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan. Pasien masih dapat membuka mata secara spontan. Pasien dapat menggerakkan ekstremitasnya

Upload: brian-angelo-soekamto

Post on 10-Aug-2015

167 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Syok Hipovolemik et causa Ruptur Hepar

Dwita Permatasari

10-2008-214

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

www.ukrida.ac.id

SKENARIO 4

Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa oleh masyarakat ke UGD RS paska kecelakaan

lalu lintas. Menurut saksi mata, saat kejadian laki-laki ini tengah mengendarai sepeda motor

dengan kecepatan sedang, tiba-tiba dari sebelah kiri jalan muncul truk. Laki-laki tersebut

tampak tidak sempat mengerem, sehingga ia menabrak truk tersebut. Saat kejadian laki-laki

tersebut memakai helm. Di UGD RS, laki-laki tersebut masih dapat menjawab ketika diajak

berbicara walaupun jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan. Pasien masih dapat

membuka mata secara spontan. Pasien dapat menggerakkan ekstremitasnya dan menunjukkan

lokasi nyeri sesuai perintah yang diberikan. Nyeri yang dialami adalah pada perut bagian

kanan atas. Pasien tampak pucat dan konjungtiva kedua mata tampak anemis. Pada inspeksi

daerah abdomen tampak hematom dan bintik-bintik merah didaerah perut bagian kanan atas.

Beberapa saat kemudian, kesadaran pasien makin menurun, pasien juga semakin tampak

gelisah dan mengeluh haus. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital TD 90/60 mmHg, denyut

nadi 110x/menit.

Page 2: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

I. PENDAHULUAN

Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang

kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang

bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Setiap

keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen jaringan, baik karena

suplainya yang kurang atau kebutuhannya yang meningkat, menimbulkan tanda-tanda syok.

Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang

jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja

organ-organ vital dan penangannya memerlukan pemahanam tentang patofisiologi syok.

Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani.

Trauma hepar lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul yang bisa menyebabkan

kehilangan banyak darah ke dalam peritoneum. Trauma tumpul mempunyai potensi cidera

tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi. Insiden komplikasi berkaitan dengan penanganan

trauma terlambat lebih besar dari insiden luka tembus

II. PEMBAHASAN

Pertolongan Pertama Kecelakaan

Resusitasi awal pada penderita cedera akut

Perawatan awal pada penderita cedera memerlukan 2 anggapan. Pertama, penderita

mungkin mengalami lebih dari satu cedera, kedua, cedera nyata tidak perlu merupakan yang

terpenting. Kunci untuk perawatan awal adalah pendekatan berdasarkan preoritas cedera oleh

potensi membahayakan jiwa penderita. Prioritas perawatan trauma awal sering dinyatakan

sebagai ABC resusitasi trauma.

Airway (jalan napas). Langkah pertama yang kritis dalam penanganan penderita

cedera adalah menjamin jalan napas yang adekuat. Pada kebanyakan pernderita dengan

cedera berat, ini meliputi intubasi endotrakeal. Kemungkinan terjadi cedera vertebra

servikalis harus selalu dipikirin, dan gerakan leher yang tidak bijaksana dalam proses intubasi

endotrakeal harus dihindari. Ntubasi nasotrakeal merupakan pilihan pada penderita yang

bernapas spontan tanpa cedera pada pertengahan wajah. PadCa penderita yang jarang, jalan

napasd bedah (trakeostomi) mungkin diperlukan.1

Page 3: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Breathing (pernapasan). Bila jalan napas yang adekuat terjamin, ventilasi harus

dipastikan. Tiga alasan terpenting adalah untuk ventilasi yang tidak efektif setelah

penempatan jalan napas yang berhasil adalah malposisi pipa endotrakeal, pneumotoraks, dan

hemotoraks. Umumnya tedapat waktu untuk melakukan rontgen toraks sebelum prosedur

terapuetik invasif. Tetapi, dengan kecurigaan akan pneumotoraks tension yang tinggi pada

penderita dengan ketidakstabilan hemodinamik yang nyata, perlu dilakukan dekompresi

kateter jarum sebelum radiografi toraks dengan tujuan diganosis dan terapuetik.

Cirkulation (sirkulasi). Kontrol perdarahan yang nyata, pemasangan infus intravena,

dan resusitasi cairan merupakan prioritas berikutnya. Kanula intravena biasanya dipasang

perkutan pada lengan atau lipat paha. Kanula ini harus berlubang besar dan paling sedikit

harus dipasang dua buah. Infus tidak boleh dipasang distal dari luka pada ekstrimitas karena

mungkin sekali terjadi cedera pembuluh darah.

Disability (Penilaian Neurogenik). Pada saat tersebut, pemeriksaan singkat untuk

menentukan cedera neurologis merupakan indikasi. Ini meliputi perhitungan glasgow Coma

Scale, yang merupakan metode dari evolusi disabilitas neorologis dan memperkirakan

prognosis penyembuhan di kempudian hari.

Exposure For Complete Examination. Langkah berikutnya adalah pemeriksaan

ulang lengkap, tetapi cepat, pada penderita untuk mendiagnosis cedera lainnya. Infus

tambahan, kateter, dan alat pemantau sekarang dipasang sesuai kebutuhan. Rencana

pengobatan dengan prioritas berdasarkan temuan awal ini harus ditentukan.

Pasien yang tidak sadar pada tingkat pemeriksaan ini, harus diusahakan jalan

napasnya baik, bila sebelumnya tidak diketahui. Pada pasien dengan hipotensi dan cedera

kepala, harus selalu dievaluasi terjadinya perdarahan intratorakal atau intraabdominal.

Tingkat kesadaran :

a. Kompos mentis : Sadar penuh

b. Apatis : Penurunan kesadaran paling ringan, psien anggan berhunbungan

dengan sekitarnya tampal acuh tak acuh

c. Somnolen : Adanya penurunan kesadaran pasien dapat dibangunkan dengan

rangsangan digerakan tubuhnya, ditekan akan timbul respon verbal dan motorik yang

memadai

Page 4: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

d. Sopor : Penurunan kesadaran lebih dalam kira-kira diantara somnolen dan

koma, hanya dengan rangsangan yang kuat misalkan dicubit, ditekan agak keras pada

kestermitas tubuh masih ada respon motorik dan masih ada reflek

e. Koma : Penuruna kesadaran yang paling berat, tidak ada respon apapun

terhadap rangsangan apapun

1. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik

langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo

anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan

anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi

pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara.1,2

• Kapan peristiwa kecelakaan terjadi?

• Bagaimana persitiwa kejadiannya?

• Apakah yang terjadi setelah kecelakaan ?

• Apakah sudah dilakukan tindakan di tempat kejadian

• Apakah sebelum tidak sadar pasien mengeluh nyeri?dimana?

• Apakah ada pendarahan yang banyak pada pasien?

• Sejak kapan pasien tidak sadar?

• Apakah pasien memiliki riwayat gangguan pencernaan?

• Apakah pasien memliki riwayat nyeri abdomen?

• Apakah pasien memiliki riwayat operasi abdomen?

• Apakah pasien minum obta-obatan tertentu?

• Apakah pasien merokok atau minum alkohol?

Page 5: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

• Apakah pasien terdapat alergi obat?

2. Pemeriksaan

2.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Yang diperiksa ialah tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh.

Pemeriksaan Kesadaran

Secara sederhna, tingkat kesadaran dapat dibagi atas ; kesadaran yang normal (kompos mentis),

somnolen, sopor, koma ringan, koma.

a. Somnolen

Keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga

sebagai letargi atau obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita

dibangunkan, mampu memberikan jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

b. Sopor

Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun

kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan

masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri, penderita tidak dapat dibangunkan

secara sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh

jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

c. Koma ringan

Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil) masih

baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap

rangsang nyeri tidak terorganisir. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

d. Koma

Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang

bagaimanapun kuatnya.

Untuk menggikuti tingkat perkembangan kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow seperti

gambar di bawah ini.3

Page 6: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Gamar 1.1 Skala koma glasgow

Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding

abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

• Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya

(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan

adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan

parut (tentukan lokasinya), striae (cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah

vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).

• Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

• Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, hidronefrosis).

• Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

• Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa

atau tumor apa.

• Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada

dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

• Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan

gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilikal.

Palpasi

Page 7: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Palpasi superficial dilakukan untuk melihat ada ketegangan otot, nyeri tekan lepas

atau tidak (prinsipnya dilakukan pada area yang diduga tidak nyeri/normal dulu), masa

dengan ujung jari bersamaan dengan lembut semua kuadran. Nyeri pada abdomen ada yang

sifatnya visceral (hilang timbul, tidak bisa ditunjuk dengan jelas), ada yang somatik (bisa

ditunjuk dengan jelas). Kelainan pada dinding ditandai dengan hilangnya nyeri apabila ada

ketegangan perut jika masih nyeri berarti ada kelainan dari dalam dinding perut.

Palpasi adanya masa, dilihat konsistensinya apakah padat keras (seperti tulang), padat

kenyal (seperti meraba hidung), lunak (seperti pangkal pertemuan jempol dan telunjuk), atau

kista (ditekan mudah berpindah seperti balon berisi air, berisi cairan). Adanya tumor pada

abdomen diperkirakan dari 9 regio anatominya. Ukuran massa ditentukan dengan pasti yakni

dengan meteran/jangka sorong mengenai panjang, lebar, tebal (kalau tidak ada peralatan, bisa

dengan ukuran jari penderita).2

• Palpasi hati

Palpasi hepar dilakukan dengan meletakkan tangan kiri dibelakang penderita menyangga

costa ke-11/12 sejajar, minta penderita rileks. Hepar didorong ke depan, diraba dari

depan dengan tangan kanan (bimanual palpasi). Tangan kanan ditempatkan pada lateral

otot rektus kanan, jari di batas bawah hepar dan tekan lembut ke arah atas. Pasien

diminta bernafas dalam sehingga terasa sentuhan hepar bergerak ke bawah (tangan

dikendorkan agar hepar meluncur dibawah jari sehingga meraba permukaan yang lunak

tidak berbenjol, tepi tegas/tajam, tidak ada pembesaran).

Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi

cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara

bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ

berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat). Dilakukan

perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui distribusi

daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara

perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant.

Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi

perpindahan cairan ke sisi terendah. Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara

yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit.

Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi

pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.

Auskultasi

Page 8: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus dan bising

pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

• Mendengarkan suara peristaltik usus

Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh

bagian abdomen. Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara

dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit. Bila terdapat obstruksi usus,

peristaltik meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin berat,

abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping

uang logam (metallic- sound).Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah,

frekuensinya lambat bahkan sampai hilang.

• Mendengarkan suara pembuluh darah

Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolik, atau kedua fase. Misalnya pada

aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,

terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium. Pemeriksaan

auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan

pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan

frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta,

ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.2,3

2.2. Pemeriksaan Penunjang

2.1. Laboratorium

Kadar Hemoglobin Darah

Kadar Hb apda bayi lebih tinngi dibandingkan orang dewasa dan kadar Hb

pria lebih tinggi daripada wanita. Kadar Hb Pria terendah 13 g/dL sedangkan kadar

Hb pada wanita 12 g/dL. Kadar Hb penduduk yang berdomisili pada dataran tinggi

lebih tinggi daripada dataran rendah. Pada ketinggian 2000 m terjadi peningkatan

kadar Hb sebanyak 1 g/dL dan ketinggian 3000 m, kadar Hb ,meningkat 2 g/dL.

Pemeriksaan kadar Hb secara sahli akan lebih rendah bila dibandingkan dengan

pemeriksaan dengan metode sian met Hb. Hasil pemeriksaan kadar Hb dengan

metode sian met Hb cukup memuaskan tapi saat ini metode ini mulai ditinggalkan

karena mengandung sianida yang bersifat toksik bagi petugas laboratorium dan

mencemari lingkungan. Sekaranga pemeriksaan Hb mulai diganti dengan metode

Page 9: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Sodium Lauril Sulfat (SLS) dengan menggunakan alat otomatik. Batas bawah kadar

Hb untuk pemduduk indonesia mengacu pada surat kepurtusan menteri kesehatan

no.736/Menkes/XI/189.

Usia Kadar Hb

Pra Sekolah 11 g/dL

Usia Sekolah 12 g/dL

Wanita Hamil 11 g/dL

26 bulan Post Partum 12 g/dL

Wanita Dewasa 12 g/dL

Pria Dewasa 13 g/dL

Tabel 1. Batas bawah kadar Hb untuk penduduk Indonesia

Kadar Hb Hematokrit Jumlah eritrosit

Pria dewasa 14-17 g/dL 42-53% 4,6-6,2 juta/uL

Wanita dewasa 12-15 g/dL 38-46% 4,2-5,4 juta/uL

Anak- anak 10-14,5 g/dL 31-43% 3,8-5,8 juta/uL

Tabel 2. Kadar Hb, Hematokrit, Jumlah Eritrosit Normal

Kadar SGOT, SGPT dan bilirubin.

Peningkatan kadar SGOT dan SGPT dapat menunjukkan adanya kebocoran

dari sel yang mengalami kerusakan. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan

dibuang melalui feses. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan adanya penyakit hati

atau saluran empedu.

Albumin dan globulin

Kadar albumin yang rendah mencerminkan kemampuan sel hati yang

berkurang. Sintesisnya terjadi di hati, dan kadarnya akan menurun sesuai dengan

perburukan sirosis. Kadar globulin konsentrasinya akan meningkat pada sirosis.

Kadar ureum dan keratinin

Page 10: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum dapat dipakai

untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48

jam sejak terjadinya perdarahan. Normal perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35,

kemungkinan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah

35, kemungkinan perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB).4 Azotemia sering

terjadi pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah darah

yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi ginjal. Azotemia

terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN mempunyai kepentingan

untuk menentukan prognosis. BUN sampai setinggi 30mg/100ml mempunyai

prognosis yang baik. 50 – 70 mg/100 ml mempunyai mortalitas setinggi 33%. Nilai di

atas 70 mg/100 ml mengakibatkan keadaan fatal. BUN = 2,14 x nilai ureum darah.

2.3. Radiologi

Pemeriksaan rontgen

Servikal lateral, toraks anteroposterior (AP) dan pelvis adalah pemeriksaan yang

harus dilakukan penderita multitrauma. Pada penderita yang hemodinamik normal maka

pemeriksaan ronsen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi

tulang punggung) mungkin nerguna untuk mengetahui udara ektra luminal di retroperitoneum

atau udara bebas dibawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan adanya cedera

retroperitoneum. Bila tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung,

dapat digunakan foto samping sambil tidur ( left lateral decubitus) untuk mengetahui udara

bebas intraperitoneal

Ultrasonografi

Beberapa dokter telah menganjurkan penggunaan ultra sonografi untuk

menyelidiki abdomen bagi trauma abdomen. Tetapi pengalaman dengan

ultrasonografi setelah trauma tumpul abdomen cukup terbatas serta memerlukan

adanya teknikus dan interpreter yang berpengalaman.is pemeriksaan yang sama sekali

non invasif yang memerlukan hanya 10 menit sampai 15 menit untuk mencapai

seluruh layar abdomen, tetapi sensitivitas seluruh metode ini belum diketahui pada

saat sekarang. Kerugian lebih lanjut dari penggunaan ultrasonografi adalah sering

Page 11: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

adanya gas usus berlebih setelah trauma abdomen yang menggangu pemeriksaan

sonografi.2

Tomografi dekomputerisasi

Selama setengah desawarsa yang lalu, gambaran Ct telah lebih luas digunakan

untuk penyaringan abdomen setelah trauma tumpul. Tomografi dekomputerisasi

sangat spesifik untuk cedera pada limpa, hati, ginjal, pankreas, duadenum,

diagfragma, dan retroperitoneal. Banyak ahli di amerika serikat mengusulkan bahwa

CT menggantikan bilas peritoneal sebagai metode terpilih untuk mengevaluasi trauma

tumpul abdomen. Harus ditekankan bahwa, bila menggunakan CT maka bilas

peritoneal tidak boleh dilakukan. Keuntungan utama adalah jumlah perdarahan

intraabdomen dapat dinilai secara kunatitatif dan pasien dengan laserasi organ padat

ringan tetapi dengan sedikit hemoperitoneum atau tidak dapat dilakukan

bedah.perdarahan abdomen bisa diklasifikasikan ringan atau sedang,dan penemuan ini

bisa dikorelasikan dengan penilaian klinik. Hematoma kecil cenderung terkumpul

dekat tempat asal, sedangkan perdarahan intraperitoneal bebas sering ditunjukan oleh

akumulasi darah di dalam parit (gutter) pericolica dan pelvis.

Kerugiaan utama pada scanning CT untuk mendeteksi cedera intraabdomen

berhubungan dengan fasilitas dan kemampuan lembaga. Scanner tubuh diperlukan

dalam tempat yang sangat dekat dengan kamar gawat darurat serta interpretasi ahli

atas bayangan CT diperlukan berdasarkan 24 jam sehari.

  Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga

perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada

keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

 Diagnostic Perotoneal Lavage  Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan

intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra

abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:

• Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

• Trauma pada bagian bawah dari dari dada

•  Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

• Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

otak)

Page 12: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

•  Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang

belakang)

•    Patah tulang pelvis

 Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB

atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau

usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti

trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah

diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada

rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih

dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang

cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan

dilakukan prosedur laparotomi

Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:

• Hamil

•  Pernah operasi abdominal

•   Operator tidak berpengalaman

•  Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

3. Diagnosis Kerja

Syok Hipovolemik et causa Trauma Hepar

Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma hepar terbagi menjadi :

• Trauma Tumpul

Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada trauma tumpul adalah

efek kompresi dan deselerasi. Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat

menjalar melalui diafragma, dan menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan

hepar. Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar

satu sama lain dan sering melibatkan vena cava inferior dan vena-vena hepatik

• Trauma Tajam

Page 13: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Trauma tajam terjadi akibat tusukan senjata tajam atau oleh peluru. Berat

ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab, kekuatan, dan arah

trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar dan letaknya lebih dekat pada

tulang costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri.

Sebagian besar trauma hepar juga mengenai segmen hepar VI,VII, dan VIII. Tipe

trauma ini dipercaya merupakan akibat dari kompresi terhadap tulang costa, tulang

belakang atau dinding posterior abdomen.4,5

Adanya trauma tumpul langsung pada daerah kanan atas abdomen atau di

daerah kanan bawah dari tulang costa, umumnya mengakibatkan pecahan bentuk

stellata pada permukaan superior dari lobus kanan. Trauma tidak langsung atau

contra coup biasanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian dengan bagian kaki atau

bokong yang pertama kali mendarat. Jenis trauma ini menyebabkan efek pecahan

pada penampang sagital hepar dan kadang-kadang terjadi pemisahan fragmen hepar.

Gambaran trauma hepar mungkin dapat seperti:

• Subcapsular atau intrahepatic hematom

• Laserasi

• Kerusakan pembuluh darah hepar

• Perlukaan saluran empedu.

Saat ruptur hepar mengenai kapsul Glissoni maka akan terjadi ekstravasasi darah dan

empedu ke dalam cavum peritoneal. Bila kapsul tetap utuh, pengumpulan darah di

antara kapsul dan parenkim biasanya ditemukan pada permukaan superior dari hepar.

Ruptur sentral meliputi kerusakan parenkim hepar.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinisnya tergantung dari tipe kerusakannya. Pada ruptur kapsul

Glissoni, tanda dan gejalanya dikaitkan dengan tanda-tanda syok, iritasi peritoneum

dan nyeri pada epigastrium kanan. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu

hipotensi, takikardi, penurunan jumlah urine, tekanan vena sentral yang rendah, dan

adanya distensi abdomen memberikan gambaran suatu trauma hepar. Tanda-tanda

iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar dari kebocoran saluran empedu, selain nyeri

dan adanya rigiditas abdomen, juga disertai mual dan muntah.

Page 14: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat nonperdarahan serta

perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons

fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil

memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja

simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stres serta ekpansi besar

guna pengisian volume darah dengan menggunakan cairan interstitial, intraseluler dan

menurunkan produks urin.7

Berikut adalah gejala klinik yang tampak menurut derajat syoknya.

5. Etiologi

Trauma Hepar

• Kecelakaan

• Jatuh

• Benturan

• Dengan adanya kompresi berat hepar bisa tertekan ke tulang belakang

Syok Hipovolemik

Penyebab syok hipovolemik:

1. Perdarahan:

Hematom subkapsular hati

Page 15: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Aneurisma aorta pecah

Perdarahan Gastrointestinal

Perlukaan berganda

2. Kehilangan plasma

Luka bakar luas

Pancreatitis

Deskuamasi kulit

3. Kehilangan cairan ekstraseluler

Muntah

Dehidrasi

Diare

Terapi diuretic yang sangat agresif

Diabetes Insipidus

6. Epidemiologi

Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh

dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure.5,7 Perdarahan

merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena

perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,

perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak

terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,

kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang. Syok hipovolemik juga

dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas.

7. Patofisiologi

Pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan

menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan

curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan

beberapa kejadian pada beberapa organ:

Page 16: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk

meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung

dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus

gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan

otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan

energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi

tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi

kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial

pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan

fungsi sel di semua organ akan terganggu.

Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan

kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonomi tubuh

yang mengatur perfusi serta substrak lain.6

Kardiovaskular

Tiga variable seperti ; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)

ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam menontrol volume sekucup.

Curah jantung.Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali

volume sekuncup dan frekuensi jantung.Hipovolemia menyebabkan penurunan

pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup.Suatu

peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi

peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative yang

mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan

metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.8,9

Ginjal

Page 17: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,

frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti.Yang

banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan

pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras

angiografi.Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam

dan air.Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk

mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosterone dan

vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

8. Penatalaksanaan

8.1. Trauma Hepar

Penanggulangan Trauma hepar Non Operatif:

Trauma hepar dengan hemodinamik stabil dan tidak ada tanda pendarahan serta

defans muscular dilakukan perawatan non-operatif dengan observasi ketat selama

minimal 2 x 24 jam.

Harus dilakukan pemeriksaan CT Scan serial, USG maupun Hb serial.

Penanggulangan Trauma hepar secara operatif:

Desinfeksi lapangan operasi dengan antiseptik → dipersempit dengan linen steril.

Insisi midline, darah dan bekuan darah segera dievakuasi. Lakukan packing pada

masing-masing quadrant abdomen untuk hemostasis dan memberikan kesempatan

kepada anaestesi untuk melakukan resusitasi intra operatif. Pada trauma hepar yang

berat lakukan kontrol perdarahan dengan menekan secara langsung pada hepar

dan packing dapat ditinggalkan dalam abdomen dan diangkat sesudah 48-72 jam.

Perdarahan yang sudah berhenti begitu cavum abdomen dibuka tidak perlu dilakukan

tindakan penjahitan.6,8

Memobilisasi hepar

Pada trauma hepar yang tidak jelas sumber perdarahan hepar dapat dimobilisasi

dengan memotong ligamentum inferior dan anterior dilanjutkan dengan

memotong ligamentum falciforme.

Untuk mobilisasi lebih luas dapat dipotong ligamentum triangular sinistra dan dekstra.

Page 18: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Pringle Maneuver

Untuk mencegah perdarahan hebat pada trauma hepar dan memudahkan tindakan

pada parenchym hepar, aliran darah ke hepar dapat dihentikan dengan

melakukan manuver pringle yakni dengan menutup triad portal di ligamentum

hepatoduodenale dengan vascular clamp dan dibuka setiap 15-20 menit pada foramen

winslow.

Penjahitan Hepar

Hepar dapat dijahit dengan chromic 2.0 dengan menggunakan jarum hepar yang

panjang dan ini direkomendasikan pada cedera parenchym hepar yang berat.

Jahitan secara matrass menyilang permukaan hepar yang cedera dan jangan terlalu

tegang karena dapat merobek hepar.8,10

Hepatoraphy dan   finger fracture   tehnik

Perdarahan persisten dari trauma hepar dapat dilakukan hepatoraphy untuk

mengkontrol perdarahan.

Lakukan Pringle Maneuver dan parencym hepar diinsisi dengan electrocauter.

Pembuluh darah dan bile duct diligasi.

Hindarkan cedera dari ductus hepaticus kanan dan kiri. Lepaskan klem perlahan lahan

dan apabila masih ada perdarahan ligasi kembali.

Permukaan luka dijahit tanpa meninggalkan dead space. Bila ada dead space biarkan

luka terbuka dan dilakukan omental patch.

Reseksi Hepar

Reseksi Hepar pada trauma hepar sangat jarang dilakukan. Reseksi hepar

diindikasikan pada trauma hepar dengan kerusakan parenchym hepar yang sangat

berat, perdarahan yang sangat sulit diatasi dengan berbagai maneuver dan hpotensi.

Kerusakan bilateral dari hepar dapat dilakukan total reseksi dan dilakukan hepar

transplantasi.

Prehepatic Packing

Tehnik prehepatic packing diindikasikan pada:

Page 19: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

trauma hepar dengan coagulopathy akibat tansfusi,

trauma hepar bilobar dengan perdarahan yang tidak dapat dikontrol,

subkapsular hematom yang meluas dan rupture dan hypothermia.

Packing dapat berupa kasa tebal yang luas diletakkan langsung pada permukaan anterior dan

posterior hepar dan cavum abdomen ditutup.

Pengangkatan packing dilakukan 24-48 jam kemudian. Cavum abdomen dicuci dan dipasang

drain intra peritonial.4,5

8.2. Syok Hipovolemik

Hipovolemia adalah keadaan volume sirkulasi yang berkurang. Volume sirkulasi

yang berkurang ini dapat menyebabkan menurunnya curah jantung hingga menyebabkan

perfusi jaringan dan sel menurun menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme

di tingkat seluler, di mana situasi ini disebut syok. Etiologi hipovolemia yang paling sering

adalah perdarahan. Prinisp dasar tatalaksana syok yang disebabkan oleh perdarahan

adalah:

1. Diagnosis berdasarkan bukti adanya iskemia jaringan.

2. Penghentian perdarahan secara anatomis dengan cepat dan pemantauan perdarahan.

3. Oksigenasi jaringan dengan memperhatikan jenis cairan dan hipotermia.

4. Memfasilitasi hemostasis dan mempertahankan komposisi darah.11

Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah

menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan

resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain yang memungkinkan

seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intra arterial. Cairan

yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis

hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) dengan jarum

infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada

syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan

keadaan hemodinamik.

Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan

pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan

kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan

cairan belum teratasi.12 Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL

perlu penggantian darah dengan transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan.

Page 20: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Disarankan agar darah yang digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila

sangat darurat maka dapat digunakan Packed red cels tipe darah yang sesuai atau O-negatif.

Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik

dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan

kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian

norepinefrin infus tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson

bolus 30 mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5%

dapat membantu meningkatkan MAP.

Fungsi ginjal dipantau dengan kateter yang dibiarkan terpasang dan urin yang

dikeluarkan harus 20-70 ml per jam. Bila kurang dari 30 ml per jam, pemberian cairan harus

ditambah dan diberikan manitol 25 g intravena. Bila tidak ada perbaikan, furosemid

ditambahkan dan diberikan terus menerus atau dibagi mejadi beberapa dosis samapi

mencapai 2000 mg. Bila ini juga tidak bermanfaat, maka pertimbangan harus diberikan ke

pengobatan pasien bagi gagal ginjal yang telah terjadi dengan dialisis peritoneum atau ginjal

Tekanan darah lebih baik dipantau dengan kanulasi arteri radialis. Keuntungan lain kanulasi

arteri adalah kemampuannya mengukur pH dan gas darah.11

Pengukuran pH, PCO2, dan PO2 diteliti karena dapat menunjukkan jumlah oksigen yang

diterima sel. Pembentukan asam berlebihan karena metabolisme anaerobik dapat diperbaiki

dnegna penggantian volume dan natrium bikarbonat. Dosis antasid yang diperlukan

tergantung pada pengukuran pH dan PCO2 serta kekurangannya. Alkalosis respirasi dapat

timbul pada beberapa pasien untuk mengimbangi asidosis.

PO2 juga harus dipantau dengan cermat karena setelah resusitasi, atelektasis konfluen

dapat timbul pada kedua daerah paru, berhubungan dengan tingkat PO2 kurang dari 60 torr

yang tetap tidak berubah setelah pemberian oksigen 100%. Ini dapat menimbulkan sindroma

gawat pernapasan dewasa.

Vasokonstriktor norepinefrin dan metaraminol bitartrat dikontraindikasikan dalam

terapi syok hipovolemik karena terlalu mengkonstriksi arteriola perifer sehingga menambah

metabolisme anaerobik serta asidosis. Tetapi pada pasien yang dibawa ke bagian gawat

darurat dengan penurunan ekanan darah yang besar, tekanan perfusi organ vital harus

dipertahankan sampai volume yang diberikan cukup untuk resusitasi. Larutan fenilefrin

hidroklorida (2 mg per 100 ml) dapat diberikan intravena agar tekanan darah sistolik tetap 80

torr. Dapat juga diberikan dopamin 10-20ug per kg per jam. Vasodilator fentolamin dalam

dosis 5 mg per jam bermanfaat untuk pasien yang tetap konstriksi berlebihan dengan kulit

Page 21: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

yang dingin dan lembab serta pengeluaran urin berkurang walaupun telah dilakukan resusitasi

cairan yang tepat.11,12

Setelah resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien

harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ akhir

jarang terjadi dibandingkan dengan syok septik atau traumatik.

9. Komplikasi

Sebagian besar pasien dengan trauma hepar berat  mempunyai komplikasi,

khususnya jika tindakan operasi dilakukan. Knudson dkk, mencatat komplikasi terjadi

pada 52% pasien trauma hepar Grade IV-V merupaka hasil dari trauma tajam.

Komplikasi signifikan setelah trauma hati termasuk adalah  perdarahan post

operatif, koagulopati, fistula bilier, hemobilia, dan pembentukan abses. Perdarahan

post operasi terjadi sebanyak < 10% pasien. Hal ini terjadi mungkin karena

hemostasis yang tidak adekuat, koagulopati post operatif atau karena keduanya. Jika

pasien tidak dalam keadaan hipotermi, koagulopati atau asidosis, maka tindakan

eksplorasi ulang haruslah dilaksanakan. Pembuluh darah yang tampak mengalami

perdarahan harus secara langsung di visualisasi dan ligasi, meskipun kerusakan lebih

luas diperlukan untuk eksplorasi yang adekuat.8,9

10.Prognosis

Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan hasil

dapat bervariasi tergantung pada:

• Jumlah volume darah yang hilang

• Tingkat kehilangan darah

• Cedera yang menyebabkan kehilangan

• Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru,

dan penyakit ginjal

Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan cenderung lebih baik

dibandingkan dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok hipovolemik

berat, dapat menyebabkan kematian sehingga memerlukan perhatian medis segera.

Orang tua yang mengalami syok lebih cenderung memiliki hasil yang buruk.7

Page 22: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar

Daftar Pustaka

1. Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I edisi ke-4.

Jakarta: pusat penerbitan departemen IPD FKUI; 2007.h.20-1.

2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2010.h.7-10.

3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates; Guide to physical examination and history taking.

10th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.p.434-69.

4. Simadibrata M. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam: buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jilid I edisi ke-4. Jakarta: pusat penerbitan departemen IPD

FKUI; 2007.h.51-55.

5. Kusumobroto H. Penatalaksanaan perdarahan varises esofagus. Dalam: buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jilid I edisi ke-4. Jakarta: pusat penerbitan departemen IPD

FKUI; 2007.h.219-25.

6. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. Dalam: Patofisiologi. Konsep

klinis proses-proses penyakit. Volume I edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005.h.423-7..

7. Wijaya IP. Syok hipovolemik. Dalam: buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I edisi ke-

4. Jakarta: pusat penerbitan departemen IPD FKUI; 2007.h.180-1.

8. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu dan pankreas. Dalam: Patofisiologi.

Konsep klinis proses-proses penyakit. Volume I edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2005.h.493-8.

9. Jurnalis YD, Sayoeti Y, Hernofialdi. Sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan

pecahnya varises esofagus. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: Majalah

Kedokteran Andalas; 2007.

10. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid I edisi ke-4. Jakarta: pusat penerbitan departemen IPD FKUI;

2007.h.289-92.

11. Mulyono I, Harijanto E, Rahardjo E. Cairan kristaloid. Dalam: Panduan Tatalaksana

Terapi Cairan Perioperatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan

Reanimasi Indonesia: PP IDSAI; 2010.h.108-16

12. Nurman A. Ligasi varises esofagus dengan gelang karet perendoskopi pada penderita

sirosis hepatis dewasa. J Kedokter Trisakti 2003;22(1):12-6.

Page 23: Syok Hipovolemik Et Causa Ruptur Hepar