supervisi kolaboratif sebagai pengendali mutu paudni
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH
SUPERVISI KOLABORATIF SEBAGAI PENGENDALI MUTU
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI NONFORMAL DAN
INFORMAL
oleh:
Sudarwati, M.Pd.
Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung
UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Bejen
2011
ii
ABSTRAK
Sudarwati. 2011. Supervisi Kolaboratif dalam Pengendalian Mutu Penyelenggaraan
Program PAUD NI. Karya Tulis. Model Penjaminan Mutu Program Pendidikan
Nonformal: Penilik PLS Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung.
Kata Kunci : Supervisi Kolaboratif dan Pengendalian mutu.
Mutu adalah kondisi ideal yang menjadi daya tarik seseorang tertarik pada
sesuatu, tak terkecuali pendidikan. Dikarenakan mutu merupakan nilai jual, maka
mutu tersebut perlu dikendalikan agar terjaga mutunya. Pendidikan bermutu
merupakan jaminan masyarakat memilih pendidikan tersebut. PAUD NI sebagai
bagian sistem pendidikan juga memerlukan jaminan mutu. Guna menjamin mutu
tetap terjaga, maka mutu tersebut perlu dikendalikan. Dalam penelitian ini mengkaji
supervisi kolaboratif dalam pengendalian mutu pendidikan PAUN NI.
Peranan penilik dalam pengendaian mutu pendidikan PAUD NI diwujudkan
melalui kegiatan pembinaan terhadap penyelenggaraan program-program PAUD NI.
Penilaian akan berhasil apabila para penilik PLS dapat memahami tugas pokok dan
fungsinya sebagai penjamin mutu. Pengendalian mutu pendidikan PAUD NI
dilakukan dengan kegiatan pengontrolan terhadap komponen dalam sistem
pendidikan, baik input, proses, output, maupun outcome secara berkelanjutan.
Dengan supervisi kolaboratif diharapkan mutu pendidikan PAUD NI terjamin.
Terjaminnya mutu pendidikan PAUD NI maka pelanggan baik interen maupun
eksteren akan merasa puas.
Dalam pelaksanaan supervisi kolaboratif terdapat beberapa kendala.
Beberapa kendala tersebut, yaitu: (1) Pergolakan batin. Pergolakan batin ini terjadi
karena penilik dengan pengelola dan guru sudah sling kenal, sehingga timbul rasa
sungkan untuk mengevaluasi; (2) Luasnya wilayah. Dikarenakan luasnya wilayah
dengan pesebaran PAUD NI yang menyebar menyulitkan penilik memaksimalkan
pembinaan; (3) Jumlah PAUD NI yang tidak sebanding dengan penilik. Dengan
perkembangan jumlah PAUD NI yang banyak tidak diimbangi dengan penambahan
penilik PLS menyebabkan kekurangan penilik dalam memberikan pembinaan PAUD
NI, sehingga kualitas pembinaan kurang maksimal; (4) Terbaasnya waktu. Penilik
dengan jumlah sedikit harus melayani sebegitu banyaknya PAUD NI, sehingga
alokasi waktu yang didapat masing-masing PAUD NI berkurang, dan (5)
Kompleksitas Permasalahan PAUD NI. Setiap lembaga memiliki permasalahan
sendiri-sendiri yang berbeda dengan yang lain, sehingga memerlukan pembinaan
yang berbeda-beda pula; dan (6) Rangkap tugas penilik. Disamping harus melakukan
kepenilikan, penilik juga harus mampu menyelesaikan tugas-tugas administratif. .
Adapun faktor – faktor pendukung dalam pelaksanaan supervisi ’kolaboratif yaitu:
(1) Pengalaman. Sebagai penilik, penulis telah memiliki penglaman sebagai pengajar
dan pengelola lembaga pendidikan, dengan berbekal pengalaman tersebut
memudahkan penulis mencari kelemahan dan kelebihan dari pengelolaan lembaga
pendidikan. Disamping itu, penulis memiliki lembaga PAUD, sehingga memiliki
pengetahuan dalam mengelola dan mengetahui seluk beluk lembaga tersebut; (2)
Dukungan moral. Penulis sebagai penilik sangat didukung rekan-rekan sejawat dan
pimpinan, sehingga suasana kerja yang kondusif tersebut memotivasi kerja penulis;
iii
(3) Kepercayaan diri tinggi. Penilik sebagaimana diketahui merupakan petugas yang
sangat dihormati ketika melakukan supervisi, dengan adanya anggapan tersebut
menjadikan kepercayaan yang tinggi pada penulis; (4) Kooperatif. Selama kegiatan
berlangsung, pengelola dan guru sangat kooperatif dengan penulis sehingga segala
bentuk pembinaan dapat dijalankan; dan (5) Fasilitas. Pemerintah menyedikan
fasilitas selama bertugas, sehingga memaksmalkan penulisan berkaitan dengan tugas-
tugas penulis sebagai penilik.
iv
PRAKATA
Penulis panjatkan ke Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, penulis telah dapat menyelesaikan karya tulis dalam rangka Jambore 1001
PTK-PNF tingkat nasional tahun 2011.
Karya tulis dengan Judul: ”Supervisi Kolaboratif dalam Pengendalian Mutu
Penyelenggaraan Program PAUD NI “ disusun guna mengikuti lomba karya tulis
penilik pada Jambore 1001 PTK-PNF tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011.
Dengan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembang-an konsep, prosedur maupun prinsip peningkatan mutu pendidikan,
khususnya pada jalur PAUD NI.
Permasalahan yang diambil dalam karya tulis ini, penulis anggap cukup penting
dan strategis karena sesuai tugas pokok dan fungsi penilik adalah sebagai penjamin
mutu pendidikan non formal. Pada sisi lain masih terdapat sebagian penilik yang
belum memahami tugas pokok dan fungsi tersebut. Sehingga diharapkan karya tulis
ini akan bermanfaat bagi penilik dalam menjalankan perannya sebagai penjamin
mutu PAUD NI.
Tak ada gading yang retak, keterbatasan penulis selalu ada. Oleh karena itu
saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
penulisan berikutnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat, khususnya bagi guru-guru
mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara fisik maupun psikis, sehingga karya
tulis ini dapat penulis selesaikan sesuai target waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya penulis mohon doa dan restu kepada semua pihak semoga karya tulis ini
memberikan hasil yang terbaik dalam pelaksanaan lomba pada Jambore 1001 PTK-
PNF tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011.
Penulis,
Sudarwati, M.Pd.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
PRAKATA ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan Karya Tulis ...................................................................................... 7
D. Manfaat Karya Tulis .................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORETIS ......................................................................... 8
A. Hakekat Kepenilikan PLS dan Pengendalian Mutu Pendidikan .................. 8
B. Implementasi Kegiatan Supervisi sebagai Pengendalian Mutu
Pendidikan .................................................................................................. 13
BAB III METODE DAN PROSEDUR KERJA ................................................ 24
A. Strategi Pemecahan Masalah .................................................................... 24
B. Rancangan Penerapan Strategi Pemecahan Masalah ................................. 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 28
A. Hasil atau Dampak yang Dicapai ............................................................... 28
B. Kendala-kendala yang Dihadapi ................................................................ 31
C. Tindak Lanjut ............................................................................................. 33
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 34
A. Simpulan ................................................................................................... 34
B. Rekomendasi ........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
LAMPIRAN ......................................................................................................... 37
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kriteria Pembuatan Klo ............................................................................ 30
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tugas Penilik PLS dalam Pengendalian Mutu ...................................... 11
Gambar 2 Diagram Tulang Ikan ............................................................................ 17
Gambar 3 Kerangka Berpikir ................................................................................. 23
Gambar 4 Model Proses Penyelesaian Masalah.................................................... 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan
dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi itu diantaranya Pasal 20,
Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32, juga mengamanatkan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang.
Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itu, perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia dan
untuk itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang
status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses
dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga Negara Indonesia
memiliki kecakapan hidup (lifeskills) sehingga mendorong tegaknya
pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang
dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembangunan pendidikan dilaksanakan dengan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun2010-2014 dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
Berdasarkan RPJPN tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas)
2
telah menyusun Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang
(RPPNJP) 2005-2025, seperti yang tertuang didalam Permendiknas Nomor 32
Tahun 2005, tentang Rencana Strategis (Renstra) Kemdiknas Tahun 2005-2009.
RPPNJP telah dijabarkan kedalam empat tema pembangunan pendidikan,
yaitu tema pembangunan I (2005-2009) dengan fokus pada peningkatan kapasitas
dan modernisasi; tema pembangunan II (2010-2015) dengan fokus pada
penguatan pelayanan; tema pembangunan III (2015-2020) dengan fokus pada
penguatan daya saing regional; dan tema pembangunan IV (2020-2025) dengan
focus pada penguatan daya saing internasional. Tema pembangunan dan
penetapan tahapan tersebut selanjutnya perlu disesuaikan dengan RPJPN 2005-
2025 dan RPJMN 2010-2014 serta perkembangan kondisi yang akan datang.
RPJMN Tahun 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan
pembangunan Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk pengembangan kemampuan ilmu
dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. RPJMN Tahun 2010-
2014 tersebut selanjutnya dijabarkan kedalam Renstra Kemdiknas Tahun 2010-
2014.
Renstra Kemdiknas tahun 2010-2014 menjadi pedoman bagi semua
tingkatan pengelola pendidikan di pusat dan daerah dalam merencanakan dan
melaksanakan serta mengevaluasi program kegiatan pembangunan pendidikan.
Termasuk di dalamnya adalah program Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidkan Nonformal dan Informar (PAUD NI).
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD dapat diselenggarakan dalam bentuk pendidikan formal maupun
non formal. PAUD formal adalah Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul
Athfal (RA) untuk anak usia 4-6 tahun. PAUD non formal meliputi Taman
3
Penitipan Anak (TPA) untuk anak usia 0-2 tahun, Kelompok Bermain (KB)
untuk anak usia 2-4 tahun, dan Satuan PAUD sejenis.
Selama ini masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap masalah
pengasuhan dan pendidikan anak usia dini dengan berbagai jenis layanan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan yang ada. Namun demikian pengelolaan,
pelayanan, dan pola pembinaan PAUD masih bervariasi. Untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan anak, maka pemerintah
melalaui Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun Standar PAUD
sebagai acuan dasar. Agar dapat dilakukan pembinaan dan pengelolaan
pendidikan anak usia dini, khususnya melalui jalur formal, yang berbentuk
TK/RA, diperlukan adanya standar mutu pendidikan Taman Kanak-kanak.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 Butir 14:
“Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”
Pasal 28:
(1) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar.
(2) Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/ atau informal.
(3) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain
yang sederajat.
(5) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Memperhatikan seluruh peraturan perundang-undangan seperti telah
dikutip di atas, maka perangkat hukum penyelenggaraan PAUD NI sudah sangat
jelas. Dengan melihat keseriusan pemerintah dalam memberikan perlindungan
4
hukum terhadap terselenggarakannya pendidikan sejak usia dini tersebut
merupakan bukti nyata implementasi UUD 45. Disamping itu jug pemerintah
dalam tahun 2011 ini menganggarkan dana sekitar 2.991.650.531 di direktorat
PAUD NI.
Dengan didukung oleh undang-undang serta pendanaan yang besar
tersebut menjadikan PAUD NI menjadi program pemerataa pendidikan sejak usia
lebih dini semakin diminati oleh masyarakat luas. Sehingga banyak sekali
bermunculan lembaga-lembaga pendidikan PAUD di berbagi pelosok tanah air,
termasuk salah satunya yang pertumbuhannya pesat adalah di Kabupaten
Temanggung.
Denagan semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan PAUD NI
tersebut sudah barang tentu memerlukan suatu pembinaan yang terus-menerus
dari pemerintah. Pembinaan tersebut dilakukan oleh para penilik pendidikan luar
sekolah (PLS). Para penilik ini yang bertanggung jawab dalam membina lembaga
PAUD NI tersebut.
Salah satu pembinaan yang dilakukan penilik PLS terhadap PAUD NI
adalah dengan melaksanakan supervisi. Supervisi adalah strategi manajemen
yang terdiri atas serangkaian untuk memastikan bahwa mutu yang diharapkan
dalam proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi memenuhi standar
yang telah ditetapkan. Praktek supervisi selalu berubah seiring dengan
tumbuhnya kesadaran para pemangku kepentingan untuk meningkatkan
penjaminan mutu. Supervisi merupakan bagian dari usaha meningkatkan mutu
pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Ekosusilo (2003)
”... bahwa supervisi merupakan strategi yang penting memonitor, menilai,
membimbing, dan membina pendidik dan tenaga kependidikan sehingga
melalui kegiatan supervisi sekolah memiliki peta mutu kinerja.”
Menurut Mantja (2010) mengemukakan bahwa supervisi dapat menjaga
mutu pendidikan. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan, seperti sistem
pada umumnya, yaitu mengikuti alur input - proses - output - outcome. Masukan
(input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan
membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil
5
jangka panjang (outcome). Input pendidikan terdiri atas kurikulum, peserta didik,
guru, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain sesuai dengan karakteristiknya.
Proses pendidikan mencakup antara lain peningkatan kemampuan peserta didik,
yang dapat diukur melalui penilaian terhadap prestasi belajar.
Output pendidikan antara lain peningkatan kemampuan peserta didik,
yang dapat diukur melalui penilaian terhadap peserta belajar. Outcome
pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat melalui
jumlah lulusan yang memiliki nilai lebih. Dengan demikian, mutu input dan mutu
proses merupakan faktor penentu mutu hasil (output), baik yang berupa hasil
jangka pendek maupun hasil jangka panjang.
Guna mencapai hasil maksimal dalam menjaga mutu pendidikan tersebut,
maka pemerintah mengeluarkan PP. No. 101 Tahun 2000 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang antara lain perlunya penetapan jabatan
fungsional dalam pendidikan. Jabatan yang dimaksud adalah penilik sekolah.
Tindak lanjut dari PP di atas adalah ditetapkannya Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang
Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya. Keputusan Bersama Menteri
Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
I/U/SKB/2002 dan 04 tahun 2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka Penilik, yang
diantaranya adalah Penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS) mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam rangka pengendalian mutu pendidikan khususnya
pada jalur pendidikan luar sekolah. Tugas pokok dan fungsi sebagai penilik
dituntut untuk mempunyai kompetensi dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap program-program pendidikan luar
sekolah. Salah satu tugas penilik PLS adalah melakukan pembinaan PAUD NI.
Tugas pembinaan penilik PLS pada PAUD ini ini salah satunya adalah
melakukan pengendalian mutu terhadap lembaga PAUD NI. Guna menjalankan
tugas tersebut seorang penilik PLS dapat melakukan berbagai aktivitas, yang
salah satunya melalui kegiatan supervisi.
6
Tujuan supervisi pendidikan menurut Arikunto (2006) pembinaan yang
diberikan kepada seluruh staf sekolah, khususnya guru, agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar
dengan lebih baik. Purnomo (2010) bahwa supervisi pendidikan bertujuan
menghimpun informasi atau kondisi nyata pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga
kependidikan sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan
pembinaan dan tindak lanjut perbaikan kinerja belajar siswa. Tujuan lanjut adalah
bermanfaatnya hasil akreditasi untuk melakukan perbaikan mutu.
Supervisi mempunyai peranan penting dalam pengendalian mutu
pendidikan. Kegiatan supervisi mempunyai dampak positif terhadap peningkatan
mutu baik pada variabel input, proses, output maupun outcome. Hal ini seperti
yang dikemukakan Hamalik (2006) bahwa tujuan supervisi pendidikan ialah
untuk mengetahui situasi mengukur tingkat perkembangan kegiatan sekolah
dalam usahanya mencapai tujuan
Tanggung jawab supervisi yang melekat pada penilik dalam pengendalian
mutu program PAUD NI dirasakan sangat penting dan pokok, karena dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap suatu
program perlu dijabarkan dalam langkah-langkah yang operasional dan terpadu.
Kegiatan supervisi sebagai salah satu penjabaran tugas pokok dan fungsi penilik
PLS dilakukan untuk mengawasi kegiatan-kegiatan program pendidikan PAUD
NI agar sesuai dengan standar Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang
telah ditentukan. Sehingga diharapkan akan terjadi perbaikan proses belajar
mengajar (PBM), perbaikan kinerja tenaga pendidik, dan penyelenggara program
PAUD NI maupun tenaga teknis lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah karya tulis
ini adalah: Bagaimanakah implementasi supervisi dengan pendekatan kolaboratif
dalam pengendalian mutu PAUD NI?
7
C. Tujuan Karya Tulis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari
penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan gambaran teoretis maupun
praktis tentang implementasi supervisi dengan pendekatan kolaboratif dalam
pengendalian mutu PAUD NI.
D. Manfaat Karya Tulis
Karya tulis ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan manfaat praktis
sekaligus.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis karya tulis ini diharapkan dapat memperkaya teori
tentang kepenilikan PLS, supervisi dengan pendekatan kolaboratif dalam
pengendalian mutu PAUD NI.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada para penilik PLS tentang konsep, prosedur
dan prinsip supervisi dalam pengendalian mutu pendidikan PAUD NI.
b. Memberikan masukan kepada para penyelenggara satuan pendidikan
PAUD NI dan pihak-pihak yang berkepentingan sebagai upaya
pengendalian mutu pendidikan.
c. Memberikan masukan kepada pemangku kepentingan dalam merumuskan
arah kebijakan penjaminan mutu pendidikan.
8
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Hakekat Kepenilikan PLS dan Pengendalian Mutu Pendidikan
1. Hakekat Kepenilikan PLS
Penilik pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional dijabat oleh
seseorang yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ketentuan ini
didasarkan pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia Nomor 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan
Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya bahwa penilik adalah PNS yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan penilikan pendidikan.
Salah satu penilik pendidkan adalah penilik Pendidikan Luar Sekolah
(PLS), yang meliputi pendidikan masyarakat, kepemudaan, pendidikan anak
usia dini nonformal dan informal (PAUD NI), dan keolahragaan. Jadi, penilik
lembaga PAUD NI berada pada kewenangan penilik PLS.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penilik sekolah adalah jabatan
fungsional yang memiliki tugas dan fungsi yang jelas. Dengan demikian
penilik sebagai jabatan fungsional harus memiliki persyaratan kompetensi
dalam melakukan pekerjaannya. Konsekuensi penilik PLS dituntut untuk
memiliki kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam melaksanakan tugas
pokoknya.
Menurut Depdiknas (2010) bahwa kompetensi dasar yang harus
dimiliki seorang penilik PLS ada dua.
a. Kompetensi untuk memastikan kualitas dalam pembimbingan program
dari input proses, sampai output pada masing-masing satuan pandidikan;
b. Kompetensi untuk menguasai prinsip-prinsip pelaksanaan program, baik
pendidikan masyarakat, kepemudaan, pendidikan anak usia dini maupun
keolahragaan.
9
Dengan menguasai kompetensi dasar tersebut di atas diharapkan
penilik PLS akan dapat bekerja secara profesional dalam rangka pengendalian
mutu program PAUD NI. Jadi pengendalian mutu PAUD NI dapat
diimplmentasikan secara baik apa bila penilik PLS memiliki kompetensi
dasar yang memadahi.
2. Hakekat Kepenilikan PLS dengan Pengendalian Mutu Pendidikan
Mutu atau kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan lembaga
pendidikan dalam hal ini adalah PAUD NI kepada masyarakat adalah bentuk
jaminan yang harus ditawarkan pengelola PAUD NI. Oleh sebab itu,
pengelolaan PAUD NI tersebut perlu melibatkan penilik PLS sebagai petugas
yang memberikan kontrol dan evaluasi terhadap kualitas pendidikan atau
dengan istilahnya pengendalian mutu.
Arti penting pengendalian mutu adalah untuk menjaga kualitas
program pendidikn memiliki standar mutu terjaga. Guna menjamin kualitas
layanan pendidikan diperlukan kemampuan manajemen yang sesuai dengan
standar. Standar yang dimaksud adalah ukuran minimal terhadap prestasi
kerja. Sculler dan Jacson (1999) menyatakan:
Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan struktur yang
mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidak hadiran. Fokusnya
adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan
apakah ia bisa bekerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan
datang.
Konsep manajemen kegiatan pemberian layanan pendidikan PAUD
NI dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pemastian
kualitas (controlling). Penilik PLS dalam mengimplementasikan konsep
manajemen tersebut mempunyai tugas pokok sebagai berikut.
a. Menyusun rencana kerja penilaian pendidikan PAUD NI;
b. Menyusun rencana induk pendidikan PAUD NI;
c. Melaksanakan penilaian pendidikan PAUD NI;
10
d. Melaksanakan bimbingan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
PAUD NI;
e. Menyusun laporan.
Secara ringkas tugas pokok penilik PLS tersebut terdiri dari:
perencanaan, pelaksanaan, menilai, membimbing, dan melaporkan kegiatan
penilikan PAUD NI.
3. Kepenilikan dan Pengendalian Mutu
Mutu dalam berbagai bidang adalah alasan utama seseorang
melakukan pilihan. Bisa juga mutu adalah bentuk jaminan ataupun garansi
yang diberikan seseorang atas kualitas produk pada pemkai. Demikian halnya
dengan mutu lembaga pendidikan termasuk PAUD NI. Di dalam lingkup
pendidikan tugas-tugas peningkatan maupun pengendalian mutu salah
satunya menjadi kewenangan dan kewajiban penilik.
Alasan yang mendasari mengenai kewenangan dan kewajiban penilik
adalah adanya perubahan jabatan penilikan PLS dari struktural menjadi
jabatan fungsional. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap profesionalisme
tugas pokok penilik. Tugas pokok yang diemban penilik PLS adalah salah
satunya adalah pengendalian mutu, artinya bahwa layanan pendidikan yang
diberikan pada masyarakat berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan situasi
masyarakat atau daerah.
Pengendalian mutu dimaksudkan untuk mengontrol semua variabel
baik input, proses, output, maupun outcome. Input dikontrol agar benar baik
jenis, jumlah, maupun mutunya. Proses harus dikontrol agar tidak terjadi
kesalahan prosedur. Dengan demikian pula output harus diawasi agar
memperoleh hasil yang optimal. Outcome dilakukan pengontrolan agar dapat
diketahui seberapa banyak jumlah lulusan yang memasuki jenjang pendidikan
lebih tinggi.
Gambar tugas penilik PLS dalam pengendalian mutu dapat dilihat
pada gambar 1 berikut.
11
Gambar 1 Tugas Penilik PLS dalam Pengendalian Mutu
4. Tugas Pokok dan Fungsi Penilik PLS
Tugas dan fungsi penilik PLS didasarkan atas Keputusan MENPAN
No. 15/M.PAN/3/2002, yaitu penilik mempunyai wewenang untuk
melakukan kegiatan penilaian pendidikan luar sekolah, yang meliputi
pendidikan masyarakat, kepemudaan pendidikan anak usia dini dan
keolahragaan. Adapun yang dimaksud pendidikan luar sekolah sendiri adalah
pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, baik dilembagakan maupun
tidak melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan pada satuan pendidikan luar sekolah yang meliputi
keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis
(Depdiknas, 2003).
Tugas pokok penilik PLS adalah merencanakan, melaksanakan,
menilai, membimbing, dan melaporkan kegiatan kepenilikan pendidikan luar
sekolah. Adapun rincian tugas dan pokok penilik dilaksanakan dengan
penjenjangan jabatan. Jenjang penilik dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Jenjang jabatan penilik terampil
1) Penilik Pelaksana
2) Penilik Pelaksana Lanjutan
3) Penilik Penyelia
b. Jenjang Jabatan Penilik Ahli
1) Penilik Pertama
2) Penilik Muda
3) Penilik Madya
Tugas pokok dan fungsi, penulis sebagai penilik pada jenjang jabatan
Penilik Ahli Pertama mempunyai rincian tugas sebagai berikut:
input
kontrol
proses
kontrol
output
kontrol
outcome
kontrol
12
a. Mengidentifikasi hasil penilikan pendidikan luar sekolah tahun lalu di
bidang sumber daya pendidikan luar sekolah dan pemanfaatannya;
b. Mengolah data hasil identifikasi hasil penilikan pendidikan luar sekolah
dan pemanfaatannya;
c. Menganalisis data hasil identifikasi hasil penilikan pendidikan luar
sekolah tahun lalu di bidang sumber daya pendidikan luar sekolah dan
pemanfaatannya;
d. Merumuskan rancangan rencana penilikan luar sekolah tingkat kabupten;
e. Mempresentasikan rancangan rencana penilikan luar sekolah tingkat kota;
f. Menyusun rencana kerja triwulan penilikan pendidikan luar sekolah
bidang analisis dan penilaian pelaksanaan program pembelajaran;
g. Membuat kisi-kisi penilikan pendidikan luar sekolah di bidang
pembelajaran, pelatihan dan bimbingan;
h. Membuat instrument penilikan pelaksanaan pendidikan luar sekolah di
bidang sumber daya pendidikan luar sekolah;
i. Mengolah data hasil penilikan pelaksanaan pendidikan luar sekolah di
bidang materi dan metode pembelajaran, pelatihan dan bimbingan;
j. Menganalisis data dan menyusun rekomendasi penyelenggaraan
pendidikan luar sekolah bagi pengelola di bidang sumber daya
pendidikan;
k. Memberikan contoh atau bimbingan pada sumber belajar di bidang
bimbingan;
l. Menyusun kisi-kisi penilaian pelaksanaan pendidikan luar sekolah di
bidang pelatihan;
m. Membuat draf instrument penilaian pelaksanaan pendidikan luar sekolah
di bidang pelatihan;
n. Menyempurnakan instrument penilaian pelaksanaan pendidikan luar
sekolah di bidang pembelajaran;
o. Mengolah data hasil penilaian pelaksanaan pendidikan luar sekolah di
bidang pembelajaran;
13
p. Menganalisis data hasil penilaian pelaksanaan pendidikan luar sekolah di
bidang pembalajaran;
q. Memberikan saran/arahan kepada pengelola pendidikan luar sekolah
dalam rangka menentukan standar kompetensi warga belajar dan atau
sumber belajar;
r. Memberikan saran/arahan kepada pengelola pendidikan luar sekolah
dalam rangka menentukan standarisasi sumber belajar;
s. Menyusun laporan triwulan dan penilaian pendidikan luar sekolah tentang
hasil analisis dan penilaian pelaksanaan pembelajaran (Depdiknas 2003:
11-12)
Berdasarkan tugas dan fungsi pokok penilik PLS yang dijabarkan di
atas bahwa tugas dan fungsi penilik PLS sangat berat. Dengan demikian
penilik harus memahami dan menguasai bidang tugas dan fungsi secara baik,
mengingat keberadaan penilik PLS dari segi kuantitas lebih sedikit dibanding
dengan penilik sekolah formal. Disamping itu, adanya ketidakberimbangan
antara jumlah penilik PLS dengan jumlah PLS atau PAUD yang ada. Misal
saja di Kecamatan Bejen Kab. Temanggung hanya memiliki perbandingan 1
PLS dengan kurang lebih 10 PAUD NI yang harus dibina.
B. Implementasi Kegiatan Supervisi sebagai Pengendalian Mutu Pendidikan
1. Supervisi dengan Pendekatan Kolaboratif dalam PAUD NI
Kegiatan supervisi dalam pendidikan dilakukan untuk mengawasi
kegiatan satuan pendidikan dengan tujuan kegiatan berjalan dengan baik.
Dalam prakteknya lebih bersifat kepengawasan merekam apakah guru/tutor
bekerja dengan baik. Pada perkembangan berikutnya kegiatan supervisi
ditekankan pada aspek pemberhasilan proses belajar mengajar.
Dari konsep tersebut muncul bermacam-macam konsep supervisi.
Sahertian (2000) memberi pengertian bahwa supervisi adalah usaha dan
petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas
lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi,
14
menyelesaikan pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta
merevisi tujuan-tujuan pendidikan.
Menurut Hamalik (2006) supervisi adalah suatu kegiatan menstimulir,
mengkoordinasi, dan membimbing secara kontiyu pertumbuhan guru-guru
sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti,
dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran, sehingga
dengan demikian mereka mampu dan lebih berpartisipasi dalam masyarakat
moderen.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Purwanto (2006) bahwa
supervisi adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju
kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya
di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Supervisi berupa dorongan,
bimbingan, dan kesempatan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-
pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran
dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang
sistematis terhadap frase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
Menurut pandangan Ekosusilo (2003) bahwa:
Supervisi (pembinaan profesional guru) dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam melaksanakan
tugas pokoknya sehari-hari yaitu mengelola proses belajar mengajar
dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik
khususnya proses belajar mengajar dengan dan tujuan pendidikan dasar
umumnya tercapai secara optimal.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan
pekerjaan mereka secara efektif.
Sejalan dengan konsep supervisi di atas, maka supervisi pendidikan
mememiliki tujuan yang jelas. Menurut Arikunto (2006) pembinaan yang
diberikan kepada seluruh staf sekolah, khususnya guru, agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar
dengan lebih baik. Pidarta (2006) berpendapat bahwa tujuan supervisi
15
pendidikan ialah untuk mengetahui situasi mengukur tingkat perkembangan
kegiatan sekolah dalam usahanya mencapai tujuan.
Purwanto (2006) berpendapat bahwa tujuan supervisi pendidikan
yaitu (a) membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai
sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-
baiknya, (b) berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan
termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi
kelancaran jalannya proses belajar mengajar yang lebih baik, (d) membina
kerja sama yang baik dan harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah,
antara lain dengan mengadakan workshop, seminar, inservice-training, atau
up-grading.
Kata kunci dari supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan
kepada guru-guru, maka tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan
bantuan untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang dilakukan guru
di kelas yang pada gilirannya meningkatkan kualitas belajar siswa. Pendapat
ini diuraikan oleh Sahertian (2000) yang menyatakan bahwa tujuan sipervisi
pendidikan ialah: (a) mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan
di sekolah, (b) meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah, (c)
mengembangkan kinerja sekuruh staf sekolah, termasuk para guru.
Permasalahan-permasalahan di lapangan yang sering terjadi antara
lain:
a. Komponen input, terdiri atas peserta didik, program belajar, sumber
belajar, sarana belajar, dan dana belajar. Permasalahan pada peserta didik
dapat diidentifikasi sebagai berikut: usia peserta didik yang masih belia,
sehingga terkadang belum siap untuk diberi pengetahuan secara
sistematis, jumlah peserta didik yang terkadang overload dengan
kapasitas, dan kecenderungan peserta didik hanya sebagai titipan ke
PAUD, karena orang tua bekerja. Program belajar/ kurikulum PAUD NI
masih terdapat satuan pendidikan yang belum menerapkan standar isi
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan SDM guru dan
pengelola PAUD NI sebagian besar belum mimiliki kompetensi
16
penyusunan kurikulum (harusnya pendidik di PAUD sesuai standar
minimal adalah Sarjana atau diploma IV, dengan spesifikasi pendidikan
S1 PAUD atau psiklogi). Masih terbatasnya sumber belajar pada tiap
PAUD NI, karena implemntasi kurikulum tidak dapat berjalan. Demikian
pula dana belajar, masih manyak satuan pendidikan yang bergantung pada
bantuan pemerintah, artinya satuan pendidikan belum mampu untuk
berswadaya, jika pun ada masih belum mencukupi.
b. Komponen proses, terdiri atas proses belajar mengajar, evaluasi belajar,
dan ragi belajar. Permasalahan yang dihadapi dari proses belajar adalah
kesiapan peserta didik dalam menerima pengetahuan sistematis, karena
usia yang masih belia. Guru dalam proses belajar juga belum memiliki
kecakapan yang dibutuhkan, karena sebagian besar guru adalah lulusan
SMA. Di dalam proses belajar mengajar hanya berjalan secara monoton,
guru dan pengelola belum memiliki inovasi yang dibutuhkan dalam PBM
anak PAUD NI. Evaluasi belajar masih banyak kelemahan, baik teknis
maupun nonteknis. Lemahnya ragi belajar yang berdampak pada tidak
tercapainya tujuan PBM di PAUD NI.
c. Komponen output, masih beragamnya kesiapan peserta didik PAUD NI
untuk diberikan pengetahuan sistematis, sehingga tidak semua lulusan
PAUD NI memiliki standar kemampuan yang sama.
d. Komponen outcome, permasalahannya adalah tidak semua peserta didik
PAUD NI langsung memasuki jenjang pendidikan TK atau lembaga
belajar yang lebh tinggi.
Variabel permasalahan tersebut di atas, dapat digambarkan dengan
diagram tulang ikan berikut:
17
Gambar 2.2 Diagram Tulang Ikan
Pada jalur pendidikan termasuk PAUD NI supervisi merupakan suatu
proses bimbingan bukan merupakan kegiatan yang bersifat kebetulan,
insidental, mendadak, tidak sengaja, sewaktu-waktu atau asal-asalan,
melainkan suatu kegiatan yang dilakukan secara terarah pada tujuan. Bentuk
layanan yang diberikan kepada guru dan penyelenggara program dilakukan
dengan memberikan supervise. Supervisi diberikan tergantung dengan situasi
prototype guru dan penyelenggara PAUD NI.
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern
didasarkan pada prinsi-prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik
pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe guru. Ada satu
paradigma yang dikemukakan Glickman (2005) untuk memilah-milah guru
dalam empat prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua
kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian.
Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan dalam memberi
supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru seperti yang disebut di
atas. Bila guru profesional maka pendekatan yang digunakan adalah non-
direktif.
Perilaku supervisor (1) mendengarkan, (2) memberanikan, (3)
menjelaskan, (4) menyajikan, dan (5) memecahkan masalah. Teknik yang
diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
Proses Input Output Outcome
Peserta didik
Program belajar
Sumber belajar
Dana Belajar
KBM
Evaluasi Belajar
Ragi Belajar
Prestasi Belajar
Kompetensi
afektif,
kognitif, dan
psikomotorik
Jenjang
pendidikan
atas
Kecakapan
sosial
18
Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang
diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervisi (1) menyajikan, (2)
menjelaskan, (3) mendengarkan, (4) memecahkan masalah, dan (5) negosiasi.
Teknik yang digunakan percakapan pribadi, dialog menjelaskan.
Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah
direktif. Perilaku supervisor (1) menjelaskan, (2) menyajikan, (3)
mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolak ukur, dan (6)
menguatkan.
Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori di atas, maka
dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasar
data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi.
Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan supervisor yang
dipergunakan.
a. Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah
yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah
tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini
berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip
behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu
respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami
kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi.
Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman
(punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku
supervisor adalah: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi
contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan.
b. Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan
terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor
tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu
mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi
kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan
19
permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-drektif ini berdasarkan
pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat
menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang
dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan
permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya
supervisor mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-
guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah:
mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan
memecahkan masalah
c. Pendekatan Kolaboratif
Yang dimaksud dengan pendekata koplaboratif adalah cara
pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif
menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun
guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan
kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif.
Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara
kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh
dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan
dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: menyajikan,
menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi
(Sahertian, 2000).
Pendekatan supervisi yang digunakan penulis adalah pendekatan
kolaboratif. Pendekatan ini merupakan pendekatan strategik dan integratif
yang melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-
metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkelanjutan
proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melibihi kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan pendidikan.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan dapat
diidentifikasi antara lain kurang memadainya kemampuan supervisor,
20
sehingga pelaksanaannya tidak lebih dari suatu kegiatan administrasi rutin;
kurang lancarnya komunikasi dan transportasi akibat kondisi geografis;
sistem birokrasi dan terbaginya loyalitas supervisi sebagai dampak dualisme
pengelolaan; dan sikap guru serta supervisor terhadap pembaharuan
pendidikan (Pidarta, 2009).
Pelaksanaan bimbingan terhadap klien sering ditemukan hambatan.
Dari hasil temuan yang ada di lapangan, penulis menyimpulkan bahwa
hambatan-hambatan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Hambatan Internal. Seorang penilik sering kali terbawa, pada
kebiasaannya sebagai aparat pemerintah yang merasa lebih tahu, lebih
bisa dan lebih berkuasa. Kebiasaan itu dapat menimbulkan jarak antara
penilik selaku pembimbing dengan penyelenggara program selaku pihak
yang dibimbing sehingga penyelenggara program tidak berani
mengemukakan permasalahan dan informasi yang berguna dalam proses
pembimbingan. Pembimbingan membutuhkan cara-cara khusus dan
penguasaan kemampuan, ketrampilan, serta pengalaman yang memadai
dari seorang pembimbing. Tanpa penguasaan semua hal seperti tersebut di
atas mustahil seorang penilik selaku pembimbing dapat memfasilitasi
proses pembimbingan dengan baik.
b. Hambatan Eksternal. Dalam pelaksanaan di lapangan tidak jarang
ditemukan bahwa klien merasa sudah dapat, sudah tahu, dan tidak merasa
melakukan kesalahan, sehingga hal-hal secara teknis maupun operasional
belum sesuai dengan ketentuan tidak dilaksanakan oleh para guru,
penyelenggara, maupun para teknis lainnya di lapangan. Disamping itu
para klien merasa enggan dan malu mengakui kekurangan dirinya.
2. Kegiatan Supervisi sebagai Pengendali Mutu Pendidikan
Konsep tentang mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Mutu
dalam percakapan sehari-hari, sebagian besar dipahami sebagai suatu yang
absolut. Sebagai konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat yang
baik, cantik, dan benar artinya merupakan suatu idealisme yang tidak dapat
dikompromikan, sehingga mutu perlu kendalikan.
21
Dikarenakan mutu adalah sesuatu yang ideal, maka mutu tersebut
perlu dijaga. Cata untuk menjaga mutu tersebut dapat dilakukan dengan
pengendalian mutu. Hal ini seperti yang dikmukakan Sallis (2006) bahwa
jaminan mutu didisain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses
produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu adalah sebuah cara memproduksi
produk yang bebas dari cacat dan kesalahan.
Pengendalian mutu adalah satu proses penetapan dan pemenuhan
standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga para
pelanggan, pemakai memperoleh kepuasan (Sallis, 2006). Pengendalian mutu
pendidikan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan
pada jenjang, jenis dan jalur pada satuan pendidikan (Oliva, 2004).
Di dalam konteks pengendalian mutu di Indonesia dapat dilakukan
secara internal oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dan dapat pula
dilakukan secara eksternal oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) baik pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi serta
pada jalur pendidikan nonformal.
Guna memberikan jaminan mutu diperlukan konsep manajemen mutu
yang efektif, efesien dan dapat memperkokoh pelaksanaan program. Tujuan
pelaksanaan manajemen mutu ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah sistem, mengenal cara-cara baru untuk memecahkan
masalah, mendorong dan menyempurnakan kinerja staf (Pramana, 2009).
Implementasi batasan tersebut dalam kegiatan supervisi adalah untuk
menjaga agar dalam kegiatan proses pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan petunjuk yang telah ditetapkan. Produk dari pendidikan adalah
peserta didik. Sehingga peserta didik inilah yang harus dijamin mutunya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar (ukuran minimal) dalam
proses pembelajaran telah diatur sedemikian rupa, seperti yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagai penjabaran Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
22
Sebagai seorang supervisor, penilik dituntut untuk memahami dengan
benar standar-standar yang telah ditetapkan. Sehingga dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya akan sesuai dengan tujuan akhir dari kegiatan
supervisi. Secara ringkas dapat dirujuk pendapat Mantja (2002) bahwa
seorang supervisor:
“…hendaknya mengetahui dan mengenal benar potensi atau kapasitas
staf/bawahannya, apa tugas utamanya di samping tugas tambahannya, di
mana dilaksanakan, kapan harus dikerjakan dan bagaimana
melakukannya.”
Dengan konsep dasar tersebut, maka tugas seorang supervisor akan
dapat terukur, sehingga tugas pokok sebagai penjamin mutu pendidikan
diharapkan akan dapat berhasil secara optimal.
Pengendalian mutu PAUD NI memperlihatkan bahwa kenyataan di
lapangan masih banyak benturan baik yang bersifat teknis maupun nonteknis.
Asumsi ini diperkuat dengan lemahnya atau terbatasnya beberapa komponen
dalam sistem pendidikan. Perbandingan antara standar kualitas nasional yang
diatur dalam PP. No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dengan keadaan nyata pada masing-masing program pendidikan PAUD NI
masih jauh dari harapan. Hal ini dilatarbelakangi oleh SDM pengelola dan
pendidik yang sebagian besar tidak memenuhi kualifikasi sebagai pendidik di
PAUD NI sebagai mana yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah RI
No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29:
(1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki:
a. Kualifikasi akdemik minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana
(S1)
b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini,
kependidikan lain, atau psikologi; dan
c. Sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Harapan yang dicantumkan dalam PP No. 19 tahun 2005 di atas masih
banyak yang belum dipenuhi oleh pengelola PAUD NI. Fakta dilapangan
penelola dan pendidik berijazah SMA sederajat. Hal tersebut merupakan ironi
yang dihadapi PAUD NI
23
Tugas penilik PLS dalam pengendalian mutu PAUD NI mempunyai
tantangan yang berat, sehingga kompetensi seorang supervisor perlu terus
tingkatkan melalui pendidikan bagi para penilik PLS. Peningkatan kualifikasi
pendidikan (minimal setara S1) dan atau melalui kegiatan in-servise training
bagi penilik perlu dikembangkan baik kualitas maupun kuantitas kegiatannya.
3. Kerangka Berpikir
Memperhatikan permasalahan-permasalahan pada jalur PAUD NI,
maka perlu diupayakan peningkatan mutu melalui proses penjaminan dan
pengendalian mutu. Proses pengendalian mutu ini dapat dilakukan dengan
kegiatan supervisi. Kegiatan supervisi harus dilakukan secara terus menerus
dan rutin dengan berbagai pendekatan yang tepat. Adapun pendekatan yang
dipakai di lapangan adalah supervisi kolaboatif.
Dengan terjaminnya mutu pendidikan PAUD NI maka kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan akan terpenuhi, sehingga pelanggan baik
intern maupun ekstern merasa puas. Pelanggan ekstern terdiri atas peserta
didik, orang tua, kepala daerah, sponsor, pemerintah dan masyarakat. Sedang
palanggan intern adalah penyelenggara PAUD NI dan guru. Untuk lebih
jelasnya kerangka berpikir karya tulis ini dapat digambarkan, sebagai berikut:
Gambar 3 Kerangka Berpikir
Supervisi
Kontrol
Input
Proses
Output
Outcome
Mutu PAUD
Terkendali
Pengendalian Mutu PAUD NI
Kolaboratif
24
BAB III
METODE DAN PROSEDUR KERJA
A. Strategi Pemecahan Masalah
Pengendalian standar mutu proses pengelolaan pendidikan PAUD NI
merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi di era ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) seperti sekarang ini agar mutu penyelenggaraan PAUD NI
benar-benar terjaga. Upaya menjaga mutu tersebut salah satunya dengan
pengendalian standar mutu. Guna mengendalikan mutu agar tetap baik maka
salah satu strategi yang digunakan penilik PLS adalah dengan supervisi dengan
pendekatan kolaboratif.
Stretegi ini dipilih dengan beberapa alasan, yaitu: (1) bahwa pembinaan
pendidikan PAUD NI tidak semata dilakukan hanya kepada penyelenggara dan
guru, tetapi harus diberikan kepada semua variabel (butir-butir mutu) pendidikan
nonformal, (2) bahwa kegiatan supervisi tidak boleh berhenti pada satu titik,
melaikan harus dilakukan terus-menerus guna mendapatkan informasi sistematis
tentang tingkat keberhasilan kegiatan suatu program, dan (3) untuk
membangkitkan kesadaran masyarakat agar berpartisipasi secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan bermutu.
Proses pengendalian mutu dilakukan melalui kegiatan penilaian terhadap
masing-masing komponen dalam sistem proses pembelajaran, baik input, proses,
output maupun outcome. Komponen yang terdapat dalam input, seperti peserta
didik, kurikulum), sumber belajar, sarana belajar, dana belajar dilakukan
penilaian agar input yang akan diproses benar atau sesuai dengan standar yang
berlaku.
Komponen yang terdapat dalam proses, seperti kegiatan belajar mengajar
(KBM), evaluasi belajar, pemberian ragi belajar dinilai agar sesuai dengan
prosedur yang tepat. Demikian pula output dilakukan penilaian agar dapat
menghasilkan keluaran yang optimal. Hasil output akan memberikan gambaran
tingkat kualitas dari keseluruhan proses penilaian. Kualitas output yang telah
diperoleh selanjutnya dikonsultasikan dengan Standar Kualitas Nasional yang
25
telah ditetapkan. Hasil komparasi antara kualitas output dengan Standar Kualitas
Nasional dijadikan sebagai umpan balik dalam penilaian seluruh komponen
sistem. Proses ini dilakukan secara terus menerus dalam rangka perbaikan
berkesinambungan).
Outcome perlu dilakukan penilaian guna mendapatkan informasi seberapa
banyak hasil dari proses yang dapat masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan
memiliki kepekaan sosial yang lebih dibandingkan dengan anak-anak seusia
mereka yang tidak memasuki pendidikan PAUD NI.
B. Rancangan Penerapan Strategi Pemecahan Masalah
Proses pengendalia mutu PAUD NI membutuhkan kajian dari metode-
metode yang diperlukan untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan. Tujuan
kajian ini adalah menemukan kesempatan untuk peningkatan atau inovasi dari
metode yang dipergunakan, serta menganalisis dan mengimplementasikan
perubahan-perubahan terhadap metode untuk memenuhi standar pendidikan.
Pelaksanaan strategi supervisi dengan pendekatan kolaboratif di lapangan
tidak menutup kemungkinan terjadinya permasalahan-permasalahan, baik teoretis
maupun praktis, sehingga diperlukan sebuah rancangan penerapan strategi
pemecahan masalah. Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan model proses
penyelesaian masalah. Model ini terdiri dari enam langkah, seperti terlihat pada
bagan berikut:
26
\
Gambar 4 Model Proses Penyelesaian Masalah
Bagan tersebut di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Identifikasi dan memilih masalah. Penilik mengembangkan suatu pernyataan
masalah yang dipahami secara jelas oleh obyek yang akan disupervisi.
Langkah ini penilik perlu melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dan
keinginan dari sumber daya yang akan disupervisi. Dengan demikian
diharapkan akan dapat ditetapkan spesifikasi atau standar yang telah
ditentukan.
2. Analisis masalah. Penilik menganalisis masalah dan mengidentifikasi
penyebab kunci. Langkah ini mencakup pengumpulan dan pengorganisasian
data untuk mendokumentasikan penyebab-penyebab masalah. Hasil
identifikasi kebutuhan dan keinginan dari sumber daya, kemudian
dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai variabel-variabel pada komponen
input, proses, output dan outcome. Sehingga akan dapat diketahui, gejala,
1. Identifikasi dan seleksi Masalah
2. Analisis Masalah
3. Membangkitkan Solusi Potensial
4. Seleksi dan Perencanaan Solusi
5. Implementasi Solusi
6. Evaluasi Solusi
27
penyebab, dan akar penyebab masalah pada masing-masing variabel. Akar
penyebab masalah yang telah ditemukan dibuat skala prioritas dalam
penyelesaian.
3. Membangkitkan Solusi Potensial. Penilik menentukan semua solusi potensial
terhadap masalah. Setelah pengelompokan dan penentuan skala prioritas
penyelesaian masalah, penilik menyusun alternatif-alternatif penyelesaian
masalah (problem solving). Alaternatif-alternatif penyelesaian masalah ini
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan solusi
4. Memilih dan merencanakan solusi. Penilik memilih solusi terbaik dari
berbagai solusi potensial yang ada terhadap masalah, serta menyusun rencana
untuk melaksanakannya. Pilihan alternatif penyelesaian masalah yang
dianggap potensial akan dijadikan sebagai bahan uji coba implementasi
pemecahan masalah. Sebaiknya rencana penyelesaian masalah berfokus pada
tindakan-tindakan untuk mengilangkan akar penyebab dari masalah yang ada.
Rencana peningkatan untuk menghilangkan akar penyebab masalah yang ada
diisi dalam suatu formulir daftar rencana tindakan.
5. Menerapkan solusi. Penilik menggunakan solusi itu pada suatu basis
percobaan dengan bantuan anggota-anggota lain bukan tim peningkatan mutu.
Langkah ini meliputi koordinasi, penugasan, pemantauan, dan pengukuran
rencana itu. Implementasi rencana solusi terhadap masalah mengikuti daftar
rencana tindakan peningkatan kualitas. Tahap ini dibutuhkan komitmen dari
semua yang terlibat dalam pelaksanaan program.
6. Menilai soluasi. Efektifitas dari solusi dan temuan-temuan penilaian dapat
dijadikn alternatif pemecahan masalah.
Model penyelesaian masalah di atas dipakai dalam setiap alur proses
pengendalian mutu untuk mengontrol semua variabel baik input, proses, output.
maupun outcome. Setelah diketahui apakah jenis masalah yang ada telah hilang
atau berkurang, perlu dilakukan penilaian terhadap solusi apakah hasil yang telah
dicapai telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau belum? Hasil
perbandingan antara hasil solusi dengan standar dapat dijadikan bahan untuk
melakukan tindak lanjut terhadap penyelesaian masalah.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil atau Dampak yang Dicapai
Hasil atau dampak yang dicapai dalam melaksanakan strategi supervisi
dengan pendekatan kolaboratif dalam setiap alur proses pengendalian mutu untuk
mengontrol semua variabel baik input, proses, output maupun outcome dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1. Identifikasi Permasalahan-permasalahan
Melalui strategi proses penyelesaian masalah akan dapat diketahui
akar penyebab masalah. Upaya mencari penyabab masalah ini dapat
dilakukan dengan metode brainstorming. Gasperstz (2003) mengungkapkan
bahwa brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternatif dan
persepsi dalam suatu tim kerja sama yang bersifat terbuka dan bebas.
Proses penjaminan mutu pendidikan nonformal dilakukan dengan
kegiatan supervisi melalui penilaian pada variabel input, proses, output dan
outcome. Temuan-temuan di lapangan dapat dipaparkan, sebagai berikut:
a. Input
Pengontrolan terhadap variabel input, bertujuan agar peserta didik,
program belajar (kurikulum), sumber belajar, sarana belajar menjadi
benar. Benar yang dimaksud adalah sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan masing-masing
program. Pada variabel input ini ditemukan beberapa hal sebagai berikut:
1) Terdapat beberapa sasaran peserta didik yang belum sesuai skala
prioritas program, misal: usia yang belum masuk kriteria;
2) Terdapat PAUD NI yang belum menggunakan kurikulum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah;
3) Terdapat banyak sumber belajar yang belum memenuhi persyaratan
kualifikasi pendidikan minimal yang disyaratkan;
4) Terdapat beberapa sarana belajar yang belum memadai, misal media
pembelajaran dn bermain, buku-buku referensi bagi peserta didik.
29
b. Proses
Penilaian terhadap variabel proses bertujuan untuk memastikan
bahwa kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi belajar, dan
pemberian ragi belajar tidak salah prosesur atau tepat. Pada variabel ini
terdapat beberapa temuan, antara lain:
1) Terdapat kegiatan belajar mengajar belum maksimal. Hal ini
disebabkan oleh faktor inovasi pembelajaran monoton, seharusnya
guru kreatif;
2) Evaluasi belajar belum dilakukan;
3) Jarang dilakukannya evaluasi harian;
4) Lemahnya ragi belajar yang diberikan kepada peserta didik.
c. Output
Variabel output dilakukan pengontrolan dengan maksud agar
dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Sebab hasil output akan
memberikan gambaran tingkat kualitas dari keseluruhan proses penilaian.
Untuk mengatahui kualitas output yaitu perkembangan prestasi kognitif,
afektif, dan psiomotorik peserta didik.
d. Outcome
Variabel outcome sebagai hasil variabel proses dalam jangka
panjang perlu dilakukan pemantauan agar dapat diketahui besaran jumlah
peserta didik melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. Meningkatkan Angka Partisipasi
Penerapan strategi proses penyelesaian masalah sebagai upaya
pengendalian mutu akan membuahkan hasil yang optimal apabila setiap alur
diaplikasikan sesuai prosedur yang berlaku. Apabila kebutuhan pelanggan
dapat diidentifikasi dan dipenuhi, maka tidak menutup kemungkinan animo
calon sasaran garapan akan meningkat. Dengan meningkatnya angka
partisipasi pada masing-masing program akan membantu dalam pengelolaan
pembiayaan lembaga.
Sejak dilantik sebagai penilik PLS penulis telah melakukan
pembinaan terhadap program-program PAUD yang berada di Kecamatan
30
Bejen baik yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi Jawa Tengah
maupun APBD Kabupaten Temanggung. Berikut penulis paparkan jumlah
sasaran garapan selama tiga tahun terakhir seperti pada tabel-tabel berikut:
Tabel 1 Tabel Data Pembinaan Program Pendidikan Anak Usia Dini
No Nama Lembaga Jumlah Peserta Didik
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
KB Harapa Bangsa
KB Melati
KB Amanah
PAUD Sinar Mentari
PAUD Ceria
PAUD Tunas Mulia
PAUD Tunas Harapan
KB Harapan Bunda
PA UD Kasih Ibu
PAUD Mentari Pagi
KB Permadi Siwi
Dharma Wanita
Al Hidayah
20
25
20
25
20
25
25
25
25
20
30
25
25
25
25
25
25
26
26
30
29
34
25
38
28
30
30
30
30
25
30
30
30
30
35
30
40
30
30
Jumlah 330 360 400
Sumber: UPTD Pendidikan Kec. Bejen Kab. Temanggung 2011
Dalam rangka memberikan layanan PAUD NI, UPTD Pendidikan
Kecamatan Bejen memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam penyelenggaraannya. Hal ini
terbukti dengan menjamurnya lembaga-lembaga PAUD NI. Dengan peran
aktif masyarakat dalam penyelanggaraan PAUD NI diharapkan angka
partisipasi PAUD NI akan meningkat sesuai target dan arah kebijakan
pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Temanggung.
Pembinaan pada masing-masing bidang tersebut di atas dilakukan
secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan rencana kegiatan yang
telah dibuat, baik rencana kerja triwulan maupun rencana kerja tahunan.
Pembinaan dalam setiap supervise menggunakan pendekatan kolaboratif
sesuai permasalahan yang dihadapi pada setiap PAUD NI. Pembinaan secara
terus-menerus dengan menggunakan pendekatan kolaboratif dilakukan
sebagai upaya perbaikan/peningkatan kualitas secara berkesinambungan agar
mutu tetap dapat dijaga sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
31
3. Meningkatnya Mutu Pembinaan PAUD NI
Pemahaman terhadap konsep, prosedur dan prinsip penjaminan mutu
dan implementasinya dalam supervisi diharapkan kualitas pembinaan yang
diberikan kepada masing-masing satuan pendidikan akan meningkat secara
signifikan. Semakin tinggi kualitas pembinaan, maka akan berdampak
terhadap kualitas baik output maupun outcome-nya.
4. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat
Salah satu indikator tingkat keberhasilan suatu program ditentukan
dengan seberapa banyak outcome yang memiliki kecakapan sosial dibanding
anak seusia yang tidak mengikuti pendidikan di PAUD NI.
5. Tercapainya Indikator-indikator Keberhasilan Penyelenggaraan PAUD NI
Indikator-indikator keberhasilan PAUD NI adalah: (a) tersedianya
lembaga pendidikan yang semakin bervariasi yang diikat oleh visi dan misi
pendidikan nasional; (b) jumlah lembaga yang semakin efisien; (c) lembaga
pendidikan yang didukung oleh organisasi yang efektif dan efisien; (d) mutu
dan sarana-prasarana yang semakin meningkat dan iklim pembelajaran yang
semakin kondusif bagi peserta didik; dan (e) tingkat kemandirian lembaga
satuan pendidikan semakin tinggi.
6. Meningkatnya Kinerja Penyelenggara PAUD
Pengelola, pendidik, dan semua komponen yang terlibat pada PAUD
NI memiliki kinerja baik. Ketercapaian kinerja dapat dibangun dengan
kerjasama dan komunikasi yang baik antar komponen. Dengan iklim dan
komitmen yang kuat antar komponen yang terlibat, maka kinerja
penyelenggara program, pendidik, dan tenaga kependidikan lainya akan akan
meningkat pula. Sehingga tujuan akhir dari sebuah organisasi yaitu mutu
akan dapat dicapai dan dipertahankan/dijaga secara optimal.
B. Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam proses pengendalian mutu yang dilaksanakan melalui kegiatan
supervisi terdapat beberapa kendala di lapangan, antara lain:
32
1. Pergolakan batin. Pergolakan batin ini terjadi karena penilik dengan
pengelola dan guru sudah sling kenal, sehingga timbul rasa sungkan untuk
mengevaluasi;
2. Luasnya wilayah. Dikarenakan luasnya wilayah dengan pesebaran PAUD NI
yang menyebar menyulitkan penilik memaksimalkan pembinaan.
3. Jumlah PAUD NI yang tidak sebanding dengan penilik. Dengan
perkembangan jumlah PAUD NI yang banyak tidak diimbangi dengan
penambahan penilik PLS menyebabkan kekurangan penilik dalam
memberikan pembinaan PAUD NI, sehingga kualitas pembinaan kurang
maksimal.
4. Terbaasnya waktu. Penilik dengan jumlah sedikit harus melayani sebegitu
banyaknya PAUD NI, sehingga alokasi waktu yang didapat masing-masing
PAUD NI berkurang.
5. Kompleksitas Permasalahan PAUD NI. Setiap lembaga memiliki
permasalahan sendiri-sendiri yang berbeda dengan yang lain, sehingga
memerlukan pembinaan yang berbeda-beda pula.
6. Rangkap tugas penilik. Disamping harus melakukan kepenilikan, penilik juga
harus mampu menyelesaikan tugas-tugas administratif.
C. Faktor-faktor Pendukung
Dalam melaksanakan tugas pengendalian mutu, terdapat beberapa faktor
yang mendukung pelaksanaan tugas, antara lain:
1. Pengalaman. Sebagai penilik, penulis telah memiliki penglaman sebagai
pengajar dan pengelola lembaga pendidikan, dengan berbekal pengalaman
tersebut memudahkan penulis mencari kelemahan dan kelebihan dari
pengelolaan lembaga pendidikan. Disamping itu, penulis memiliki lembaga
PAUD, sehingga memiliki pengetahuan dalam mengelola dan mengetahui
seluk beluk lembaga tersebut.
2. Dukungan moral. Penulis sebagai penilik sangat didukung rekan-rekan
sejawat dan pimpinan, sehingga suasana kerja yang kondusif tersebut
memotivasi kerja penulis.
33
3. Kepercayaan diri tinggi. Penilik sebagaimana diketahui merupakan petugas
yang sangat dihormati ketika melakukan supervisi, dengan adanya anggapan
tersebut menjadikan kepercayaan yang tinggi pada penulis.
4. Kooperatif. Selama kegiatan berlangsung, pengelola dan guru sangat
kooperatif dengan penulis sehingga segala bentuk pembinaan dapat
dijalankan.
5. Fasilitas. Pemerintah menyedikan fasilitas selama bertugas, sehingga
memaksmalkan penulisan berkaitan dengan tugas-tugas penulis sebagai
penilik.
D. Tindak Lanjut
Kegiatan supervisi sebagai upaya penjaminan mutu PAUD NI akan
memberikan hasil yang optimal apabila program supervisi tersebut dapat
ditindaklanjuti dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Adanya upaya perbaikan secara terus menerus melalui daur ulang proses
penjaminan mutu terhadap semua komponen pembelajaran baik: input,
proses, output, maupun outcome;
2. Adanya pemahaman yang benar tentang tugas pokok dan fungsi penilik,
sebagai pengendali mutu pendidikan melalui kegiatan supervisi;
3. Konsep, prosedur, dan prinsip karya tulis ini akan bermanfaat bagi
pelaksanaan tugas pokok penilik, apabila dipahami dan dilaksanakan dalam
praktek pengendalian mutu PAUD NI.
34
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Supervisi dengan pendekatan kolaboratif memberikan pengaruh terhadap
peningkatan kinerja PAUD NI baik komponen perencanaan pembelajaran mapun
komponen pelaksanaan pembelajaran. Peningkatan kinerja PAUD NI tersebut
berdampak pada terjaganya mutu layanan pendidikan pada PAUD NI di
Kcamatan Bejen Kab. Temanggung.
B. Rekomendasi
1. Supervisi dengan pendekatan kolaboratif dapat dilakukan oleh pengawas
sekolah terhadap pengelola dan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai dengan evaluasi program-program PAUD NI.
2. Kesulitan-kesulitan pengelola dan guru dalam memberikan layanan
pendidikan perlu didukung oleh pemerintah dan masyarakat dalam hal
pendanaan dan pembiayaannya, sehingga pelayanan pendidikan dapat lebih
optimal.
Di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Bejen Kab. Temanggung, rekan sejawat,
pengelola dan guru PAUD NI di Kec. Bejen dan semua pihak yang telah membantu
penulisan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan
pada umumnya, dan khususnya bagi para penilik dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Keputusan MENPAIN Nomor
15/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya.
Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Keputusan Bersama Mendiknas dan
Kepala BKN Nomor: 1/U/SKB/2002 dan Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya. Dirjen
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Keputusan Mendiknas Nomor: 082 / V /
2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan jabatan Fungsional Penilik dan
Angka Kreditnya. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Himpunan tentang Jabatan Fungsional
Penilik. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
Ekosusilo Madyo. 2003. Supervisi Pengajaran dalam Latar Belakang Jawa.
Sukoharjo: Univet Bantara Press.
Gaspersz Vincent. 2005. ISO 9001: 2000 and Continual Quality Improvement.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Glickman, Carl. D. 2005. Developmental Supervision: Alternative Practice for
Helping Teacherss Improve Instruction. Alexandria: ASCD.
Hamalik, Oemar. 2006. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Maju Mandar.
Mantja, Williem. 2002. Bahan Ajar Model Pembinaan Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mantja, Williem. 2010. Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang:
Wineka Media.
Oliva, F Peter. Supervison for Today’s Shool. New York: Longman.
Paramata, Yoseph. 2009. “Pengembanagn Model Sosialisasi Inovasi dan Supervisi
Pembelajaran”. Diambil dari http://www.jurnallipi.go.id. Akses 14 Mei
2011.
Purwanto, Ngalim. 2006. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rodakarya.
35
36
Sahertian, Piet. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka
Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sallis, Edward. 2006. Total Quality Management in Education. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 20. Tentang Sistem Pendidkan Nasional.