studi perbanyakan jatropha curcas l. (jarak … filestudi perbanyakan jatropha curcas l. (jarak...
TRANSCRIPT
STUDI PERBANYAKAN JATROPHA CURCAS L. (JARAK
PAGAR) DENGAN TEKNIK KULTUR JARINGAN
Rahmawati1, Sukartiningsih
2 dan Dwi Sutanto
2
1Fakultas Pertanian Jurusan Manajemen Hutan Untad, Palu. 2Laboratorium Silvikultur
Fahutan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Study on the Proliferation of Jatropha curcas L. (Castor Plant)
with Tissue Culture Technique. This research aimed at figuring out the best
explant and the effects of growth-regulator substances (BAP and NAA) to the
proliferation and growth of castor plants. Results of the research showed that
sprout and callus formation took place in the first week of all treatments. Treated
explant was turned out, exerted a significant effect on the number of sprouts,
number of leaves and length of sprouts. Treated axillary sprout brought in the
highest average number of sprouts, i.e. 1.80, the biggest number of leaves, i.e.
5.06, and the longest sprout, i.e. 0.99 cm compared with treated apical sprout
which resulted in number of sprouts of 0.99, number of leaves of 4.66, and length
of sprout of 0.85 cm. Concentration of growth-regulator substance did not
significantly affect the number of sprouts, leaves and the length of sprout. And
yet, Z19 treatment (NAA 0.09 + BAP 2.25 mg/l) had brought in the number of
sprouts of 1.0, the biggest number of leaves of 5.73 and the longest sprout of 1.1
cm for apical sprout explant, while for axillary sprout explant, the highest number
of sprouts of 2.0, the biggest number of leaves of 6.13 and the longest sprout of
1.2 cm took place in Z20 treatment (NAA 0.09 + BAP 4.5 mg/l). To proliferate
castor plant in vitro, the research suggests the use of explant type of axillary
sprout, combined with growth-regulator substance of NAA 0.09 + BAP 4.5 mg/l.
Kata kunci: tipe eksplan, zat pengatur tumbuh, perbanyakan, pertumbuhan
Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar juga semakin meningkat.
Diperkirakan dalam kurun waktu 1015 tahun ke depan, cadangan minyak Indonesia
akan habis, hal ini ditandai dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di
beberapa daerah di Indonesia. Pemerintah menginstruksikan kepada beberapa
menteri untuk penyediaan dan pemanfaatan bahan baku untuk bahan bakar nabati
(biofuel). Jatropha curcas (Jarak pagar) merupakan alternatif yang sangat besar
memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar (biofuel).
Tanaman Jarak pagar selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif juga
banyak digunakan sebagai bahan baku industri, antara lain industri cat, vernis dan
bahan pelapis, industri kosmetika, industri polimer berupa resin, plastik, kulit
sintetis dan bahan plastisasi, industri tektil serat sintesis, industri otomotif seperti
minyak pelumas dan minyak rem dan industri pengolahan karet. Walaupun tamanan
jarak pagar termasuk golongan tanaman yang mudah tumbuh, tapi permasalahan
yang dihadapi dalam pengembangan jarak tersebut antara lain jumlah ketersediaan
benih yang terbatas dan teknik budidaya yang belum memadai.
186
187 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Untuk menghasilkan tanaman baru dengan jumlah yang besar dan waktu yang
singkat yang mempunyai sifat dan kualitas sama dengan tanaman induknya,
dibutuhkan suatu teknik budidaya yaitu kultur jaringan. Kultur jaringan adalah
teknik budidaya sel, jaringan dan organ tanaman yang ditumbuhkan dalam media
buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kemampuan multiplikasi
tanaman dalam kultur jaringan selain ditentukan oleh media yang digunakan, juga
oleh bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh.
Untuk perbanyakan kultur jaringan jenis jarak pagar belum diketahui dengan
pasti formulasi yang tepat. Berdasarkan informasi tersebut, maka penelitian tentang
formulasi media yang tepat sangat diperlukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe eksplan dan pengaruh berbagai
konsentrasi zat pengatur tumbuh (BAP dan NAA) yang tepat untuk pertumbuhan
eksplan dan perbanyakan secara in vitro.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako yang dimulai bulan Maret sampai Mei 2007.
Bahan penelitian yang digunakan adalah tunas apikal dan tunas aksilar yang
berasal dari material induk jarak pagar yang telah berumur 1 tahun, media MS,
arang aktif, zat pengatur tumbuh BAP dan NAA, deterjen, Dithane M-45, alkohol
70%, bayclin dan HgCl2,
Alat yang digunakan adalah botol kultur dan penutup, autoclave, timbangan
analitik, pH meter, magnetik stirrer, laminar air flow cabinet, pinset, pisau/scalpel,
petridish, pipet, gelas ukur, labu ukur, gelas piala, erlenmeyer berbagai ukuran,
wadah penyimpanan aquades, pengaduk gelas, hand sprayer, kereta dorong, lampu
spiritus atau bunsen, alluminium foil, karet, kamera, kulkas, botol untuk stok, oven,
rak kultur, label, tally sheet.
Ruang kultur dipel setiap hari. Lampu ultra violet di dalam laminar dinyalakan
selama 0,5 sampai 1 jam untuk membunuh mikroorganisme di tempat kerja. Blower
atau peniup udara pada laminar air flow cabinet dinyalakan sebelum dan selama
kerja.
Alat-alat yang digunakan dicuci dengan air dan deterjen terlebih dahulu.
Petridish, scalpel, pinset, botol kultur, gelas kimia, labu ukur, erlemeyer, pengaduk
gelas dibungkus dengan alluminium foil. Semua alat-alat tersebut disterilkan di
dalam autoclave kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 180C. Alat-alat
tanam seperti pinset dan scapel disterilkan kembali dengan pemanas di atas api
bunsen setelah dicelupkan dalam alkohol 70% kemudian didinginkan.
Media tanam adalah MS (Murashige dan Skoog) yang telah dibuat dalam
larutan stock, ditambahkan arang aktif dan zat pengatur tumbuh (BAP dan NAA)
dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
Eksplan yang digunakan berasal dari material tanaman Jarak pagar yang berasal
dari pertanaman berumur 1 tahun. Bahan yang diambil adalah tunas apikal dan tunas
aksilar sepanjang 35 cm.
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 188
Untuk melakukan penelitian inti dilakukan penelitian pendahuluan mengenai bahan sterilisasi eksplan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan teknik sterilisasi yang memberikan persentase eksplan hidup yang lebih tinggi untuk digunakan sebagai penelitian inti.
Bahan kimia sterilan yang digunakan adalah fungisida Mankozeb M-45, alkohol 70%, HgCl2 dan sodium hypochlorida (NaClO) 5%. Mankozeb M-45 adalah fungisida biasa yang digunakan untuk membunuh cendawan, alkohol merupakan bahan desinfektan ringan, HgCl2 memiliki sifat toksik untuk membunuh mikroorganisme penyebab kontaminan, sedangkan sodium hypochlorida bersifat racun yang dapat membunuh mikroorganisme. Pada tahapan ini parameter yang diamati adalah persentase eksplan segar, persentase eksplan browning dan persentase eksplan kontaminasi. Pengamatan ini dilakukan selama 30 hari dan diamati setiap hari. Jumlah eksplan setiap perlakuan 100 eksplan. Tiap botol berisi satu eksplan.
Cara menyeterilkan eksplan sebagai berikut: eksplan yang telah dipotong-potong dicuci dengan detergen menggunakan kuas kecil, dibilas di bawah air mengalir, direndam dalam larutan Mankozeb 80% dengan konsentrasi masing-masing perlakuan 5%, 10% dan 15% dan masing-masing perlakuan terdiri atas 100 eksplan selama 2 jam. Cara membuat Mankozeb 5% yaitu 5 g Mankozeb M-45 dicampur dengan satu liter air, begitu juga untuk 10% dan 15%. Eksplan dibilas lagi dengan air steril sebanyak 3 kali, direndam dalam larutan HgCl2 0,1% selama 5 menit, dibilas lagi dengan air steril sebanyak 3 kali, direndam dalam larutan sodium hypochlorida 5% selama 5 menit. Cara membuatnya yaitu sodium hypochlorida 5 ml ditambah air steril hingga 100 ml. Eksplan kemudian direndam dengan ethyl alkohol 70% selama 10 detik dan terakhr dibilas dengan air steril minimal 3 kali. Hasil perlakuan bahan sterilisasi pendahuluan yang menghasilkan persentase eksplan segar tertinggi digunakan pada penelitian lanjutan. Kegiatan penanaman eksplan dilakukan dalam laminar air flow dengan kondisi aseptik, artinya bebas dari segala macam mikroorganisme Eksplan yang telah steril ditanam dalam botol yang telah berisi media yang telah disiapkan. Satu botol kultur berisi dua potong eksplan. Botol diberi label dan ditempatkan dalam rak yang telah disediakan.
Pengamatan dilakukan setiap hari dan didokumentasikan dengan kamera. Pada penelitian pendahuluan mengenai bahan sterilisasi eksplan, parameter yang diamati dan dihitung adalah: 1. Persentase segar: diamati eksplan yang segar setiap hari selama 30 hari,
kemudian dihitung persentase eksplan segar. 2. Persentase kontaminasi; diamati eksplan yang terkontaminasi setiap hari selama
30 hari, kemudian dihitung persentase kontaminasi. 3. Persentase browning: diamati eksplan yang terkontaminasi setiap hari selama
30 hari, kemudian dihitung persentase kontaminasi.
Parameter yang diukur pada penelitian inti adalah: 1. Waktu pembentukan tunas: waktu dari penanaman sampai waktu munculnya
tunas pertama kali (minggu ke-). 2. Jumlah tunas: tunas yang terbentuk dihitung selama 5 minggu setelah tanam. 3. Jumlah daun: dari semua eksplan yang hidup, dihitung jumlah daun. Setiap
minggu selama 5 minggu.
189 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
4. Pembentukan kalus: diamati banyaknya kalus terbentuk pada setiap eksplan.
5. Panjang tunas: dihitung 5 minggu setelah tanam. Eksplan dikeluarkan dari botol
kultur dan diukur panjang tunasnya.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor,
yaitu: faktor 1 (sumber eksplan) terdiri dari 2 taraf yaitu: eksplan berasal dari tunas pucuk dan esksplan berasal dari tunas aksilar. Faktor 2 adalah media MS
yang telah ditambah dengan arang aktif, kemudian diberikan zat pengatur tumbuh
BAP dan NAA sesuai perlakuan, yang terdiri dari 25 taraf, yaitu seperti terlihat pada
Tabel 1. Tabel 1. Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh BAP dan NAA yang Digunakan dalam Penelitian
NAA BAP
(mg/l) 0 mg/l 0,45 mg/l 0,12 mg/l 2,25 mg/l 4,5 mg/l
0 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 0,18 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 0,55 Z11 Z12 Z13 Z14 Z15 0,09 Z16 Z17 Z18 Z19 Z20 1,8 Z21 Z22 Z23 Z24 Z25
.
Jumlah eksplan yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 tipe eksplan yaitu
tunas apikal dan tunas aksilar yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan
BAP sebanyak 25 perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Dalam setiap botol
kultur berisi 2 tunas eksplan, sehingga keseluruhan berjumlah 150 botol kultur dan
300 tunas eksplan, yang mana eksplan tunas apikal berjumlah 150 eksplan dan tunas
aksilar berjumlah 150 eksplan. Setiap perlakuan dan ulangan diberi label.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor dan interaksinya terhadap
pertumbuhan eksplan maka dilakukan uji F. Bila sidik ragam menunjukkan
pengaruh signifikan, maka digunakan uji Duncan untuk mengetahui beda antar
perlakuan dengan menggunakan komputer yaitu program Statgraphics Versi 4,0.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sterilisasi Eksplan
Jumlah eksplan yang segar, browning dan kontaminasi setelah disterilkan
dengan 3 kombinasi sterilan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Sterilan terhadap Kondisi Eksplan
Kode Sterilan Jumlah eksplan
Segar (%)
Browning (%)
Kontaminasi (%)
A Deterjen + Dithane 5% (2 jam) + HgCl2 0,1% (5
mnt) + alkohol 70% (10 dtk) + bayclin 5% (5 mnt)
100
59
10
31
B Deterjen + Dithane 10% (2 jam) + HgCl2 0,1% (5
mnt) + alkohol 70% (10 dtk) + bayclin 5% (5 mnt)
100
78
6
16
C Deterjen + Dithane 15% (2 jam) + HgCl2 0,1% (5
mnt) + alkohol 70% (10 dtk) + bayclin 5% (5 mnt)
100
66
21
13
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 190
Tabel 2 menunjukkan bahwa sterilan yang terbaik adalah B yang menghasilkan
eksplan hidup 78%, browning 6% dan kontaminasi 16%, sedangkan sterilan A
menghasilkan 59% eksplan hidup dan C menghasilkan 66% eksplan hidup.
Sterilisasi bahan tanaman merupakan salah satu kegiatan penting dalam
keberhasilan kultur jaringan. Bahan tanaman dari lapangan mengandung debu,
kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminasn
dapat berupa cendawan dan bakteri. Fungisida Dithane M-45 mengandung bahan
aktif Mankozeb 80%, efektif dalam mematikan cendawan. Dari hasil perlakuan
sterilisasi menunjukkan bahwa penggunaan Dithane M-45 10% memberikan hasil
terbaik 78% segar dalam menyeterilkan bahan eksplan jarak pagar, dibandingkan
dengan konsentrasi lainnya (Tabel 2). Dengan demikian Dithane M-45 10% adalah
paling baik untuk digunakan pada bahan eksplan jarak pagar.
Kontaminasi terlihat mulai dari hari ke-4 ditandai dengan munculnya jamur atau
bakteri. Kontaminasi ini diduga karena media dan eksplan yang digunakan kurang
steril, pemberian bahan sterilan yang agak rendah dan juga disebabkan oleh faktor
lingkungan laboratorium.
Penggunaan bahan sterilan yang pekat pada eksplan akan mengakibatkan
eksplan mengalami pencoklatan atau browning. Penggunaan bahan sterilan Dithane
M-45 15% menghasilkan eksplan segar 66% dan terjadi browning eksplan 21%. Ini
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena
selain penggunaan konsentrasi dalam dosis tinggi, dapat juga disebabkan karena
jaringan eksplan mengalami stress mekanik, pelukaan saat isolasi eksplan
merangsang metabolisme senyawa fenol yang bersifat toksik, yang bisa
menghambat pertumbuhan atau mematikan eksplan. Menurut Yusnita (2003), bahan
sterilan berpengaruh terhadap tingkat kontaminasi dan konsentrasi berpengaruh
langsung terhadap pencoklatan eksplan.
Waktu Pembentukan Tunas
Pengamatan waktu pembentukan tunas dimulai dari penanaman sampai waktu
munculnya tunas pertama kali atau diamati setiap minggu selama 5 minggu.
Hasilnya bahwa waktu pembentukan tunas pada seluruh perlakuan dimulai pada
minggu pertama. Jumlah tunas kumulatif yang terbentuk pada tunas aksilar selama 5
minggu setelah tanam terbanyak adalah 1,80 tunas.
Tunas apikal memberikan pengaruh bertunas lebih cepat daripada tunas aksilar,
hal ini disebabkan karena kegiatan meristematik sel-sel yang terdapat pada daerah
tunas apikal. Bagian ujung apikal banyak memiliki kandungan hormon auxin
(endogen) yang berperan dalam memacu pertumbuhan tunas (Goldworty and Fisher
dalam Soejono, 1995). Hal ini ditunjang oleh zat pengatur tumbuh dari luar
(eksogen) yang juga mengandung senyawa auxin sintetik sehingga waktu bertunas
dan jumlah tunas yang terbentuk lebih cepat.
Jumlah Tunas
Jumlah tunas yang terbentuk pada eksplan tunas apikal dengan berbagai
konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) pada minggu pertama sampai kelima
ditampilkan pada Tabel 3.
191 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Tunas yang Terbentuk pada Eksplan Tunas Apikal pada
Berbagai Perlakuan Konsentrasi ZPT
Perlakuan Minggu setelah tanam
Rata-rata 1 2 3 4 5
Z1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z2 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z3 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z4 0,7 1,0 1,0 1,0 1,0 0,93a
Z5 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z6 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z7 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z8 0,7 1,0 1,0 1,0 1,0 0,93a
Z9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z10 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z11 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z12 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z13 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z14 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z15 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z16 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z17 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z18 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z19 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z20 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z21 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z22 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z23 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z24 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Z25 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,00a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda signifikan
pada uji Duncan 5%
Pada Tabel 3 terlihat, bahwa rata-rata jumlah tunas apikal yang terbentuk
umumnya 1 tunas, kecuali pada perlakuan Z4 dan Z8 masing-masing 0,93 tunas,
namun setelah diuji statistik, semua konsentrasi BAP dan NAA tidak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah tunas apikal yang terbentuk.
Pada Tabel 4 ditampilkan jumlah tunas yang terbentuk pada eksplan tunas
aksilar. Tabel 4. Rata-rata Jumlah Tunas yang Terbentuk pada Eksplan Tunas Aksilar pada Berbagai
Perlakuan Konsentrasi ZPT
Perlakuan Minggu setelah tanam
Rata-rata 1 2 3 4 5
Z1 0,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,47a
Z2 1,3 1,3 1,7 2,0 2,0 1,67a
Z3 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z4 1,3 2,0 2,0 2,0 2,0 1,87a
Z5 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z6 1,3 1,7 1,7 2,0 2,0 1,73a
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 192
Tabel 4 (lanjutan)
Perlakuan Minggu setelah tanam
Rata-rata 1 2 3 4 5
Z7 1,3 2,0 2,0 2,0 2,0 1,87a
Z8 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z9 1,3 2,0 2,0 2,0 2,0 1,87a
Z10 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z11 1,0 1,3 2,0 2,0 2,0 1,67a
Z12 1,0 1,7 2,0 2,0 2,0 1,73a
Z13 1,3 1,3 2,0 2,0 2,0 1,73a
Z14 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z15 1,7 1,7 2,0 2,0 2,0 1,87a
Z16 1,0 1,3 1,7 2,0 2,0 1,60a
Z17 0,7 1,3 2,0 2,0 2,0 1,60a
Z18 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z19 1,7 2,0 2,0 2,0 2,0 1,93a
Z20 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,00a
Z21 0,7 1,3 2,0 2,0 2,0 1,60a
Z22 1,0 1,7 2,0 2,0 2,0 1,73a
Z23 1,0 1,3 2,0 2,0 2,0 1,67a
Z24 1,0 1,3 2,0 2,0 2,0 1,67a
Z25 1,7 1,7 2,0 2,0 2,0 1,80a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda signifikan
pada uji Duncan 5%
Pada Tabel 4 terlihat, bahwa rata-rata jumlah tunas aksilar yang terbentuk 5
minggu setelah tanam yang terbanyak adalah pada perlakuan Z20 yaitu 2,00 tunas
dan terendah Z1 adalah 1,47 tunas. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
konsentrasi BAP dan NAA tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah tunas
aksilar.
Pada Tabel 5 ditampilkan jumlah tunas pada eksplan tunas apikal dan aksilar,
yang mana dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa tipe eksplan
berpengaruh signifikan terhadap jumlah tunas, sedangkan konsentrasi BAP dan
NAA serta interaksinya tidak berpengaruh signifikan.
Tabel 5. Hasil Uji Duncan Jumlah Tunas pada Eksplan Tunas Apikal dan Tunas Aksilar
dengan Konsentrasi ZPT yang Berbeda (Data dari Tabel 3 dan 4)
Perlakuan Tipe eksplan
Apikal Aksilar
Z1 1,00 1,47
Z2 1,00 1,67
Z3 1,00 1,93
Z4 0,93 1,87
Z5 1,00 1,93
Z6 1,00 1,73
Z7 1,00 1,87
Z8 0,93 1,93
Z9 1,00 1,87
Z10 1,00 1,93
Z11 1,00 1,67
Z12 1,00 1,73
193 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Tabel 5 (lanjutan)
Perlakuan Tipe eksplan
Apikal Aksilar
Z13 1,00 1,73
Z14 1,00 1,93
Z15 1,00 1,87
Z16 1,00 1,60
Z17 1,00 1,60
Z18 1,00 1,93
Z19 1,00 1,93
Z20 1,00 2,00
Z21 1,00 1,60
Z22 1,00 1,73
Z23 1,00 1,67
Z24 1,00 1,67
Z25 1,00 1,80
Rata-rata 0,99b 1,80a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada rata-rata berarti
berbeda signifikan pada uji Duncan 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah tunas apikal yang terbentuk umumnya
hanya 1 tunas, kecuali pada perlakuan Z4 (BAP 2,25 mg/l) dan Z8 (NAA0,18 mg/l +
BAP 1,12 mg/l) masing-masing 0,93 tunas. Hal ini berarti ada tunas yang belum
tumbuh yang diduga karena kandungan hara mineral yang dikandungnya agak
rendah terutama hara makro dan zat pengatur tumbuh yang diberikan pada media
tidak mencukupi untuk proses multiplikasi tunas. BAP adalah salah satu sitokinin
yang berperan dalam merangsang pembelahan sel dan diferensiasi sel pada batang
menjadi jaringan, organ dan organisme, tetapi sitokinin juga bersifat menekan
pertumbuhan tunas apikal dan memacu pertumbuhan tunas lateral.
Uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan kultur dengan eksplan tunas aksilar
menghasilkan rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu 1,80 dan berbeda signifikan
dengan jumlah tunas apikal yaitu 0,99. Hal ini diduga karena tunas aksilar
merupakan salah satu jaringan meristem yang baik untuk perbanyakan tunas. Pada
tanaman berkayu dengan daun lebar, jaringan terbaik diduga berasal dari daerah ruas
yang belum dewasa, bagian tempat melekatnya kotiledon yang mengandung sel-sel
yang dapat diinduksikan dengan cepat untuk membentuk tunas.
Berdasarkan uji statistik, konsentrasi ZPT tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah tunas yang dihasilkan. Namun demikian perlakuan Z20 (NAA 0,09 mg/l +
BAP 4,5 mg/l) menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu 2,00 daripada perlakuan
lainnya. Hal ini berarti kombinasi NAA 0,09 mg/l + BAP 4,5 mg/l merupakan
konsentrasi yang cocok untuk pembentukan tunas. Pembentukan tunas dipengaruhi
oleh sitokinin (BAP) karena hormon ini berpengaruh terhadap pembelahan dan
pembesaran sel serta merangsang diferensiasi tunas, selain itu juga berfungsi
untuk mengatur keseimbangan antara pembelahan sel dan perpanjangan sel
(Willkins, 1989). Keseimbangan antara zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dapat
merangsang pembentukan tunas. Eko (2004) melaporkan, bahwa hasil optimasi
pembentukan tunas pada Santalum album pada media MS yang dikombinasikan
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 194
dengan zat pengatur tumbuh NAA 0,01 mg/l + BAP 5 mg/l terbaik untuk
pembentukan tunas. Suatu kesesuaian antara sumber
eksplan dengan konsentrasi ZPT (NAA dan BAP) dalam media kultur jaringan
sangat penting, sehingga secara bersama-sama mendukung pertumbuhan eksplan.
Analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi tipe eksplan dan perlakuan zat
pengatur tumbuh NAA dan BAP tidak berpengaruh signifikan.
Jumlah Daun
Rata-rata jumlah daun pada eksplan tunas apikal dengan konsentrasi ZPT yang
berbeda ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Jumlah Daun pada Eksplan Tunas Apikal pada Berbagai Perlakuan
Konsentrasi ZPT
Perlakuan Minggu setelah tanam
Rata-rata 1 2 3 4 5
Z1 0,0 2,7 4,7 6,0 6,0 3,87a
Z2 1,7 2,3 4,7 5,7 5,7 4,00a
Z3 2,0 3,7 5,3 6,0 6,0 4,60a
Z4 2,0 4,0 5,0 5,0 5,0 4,20a
Z5 2,0 3,0 5,0 5,0 5,6 4,13a
Z6 2,0 4,0 4,7 5,7 5,7 4,40a
Z7 1,7 3,3 5,0 5,3 5,3 4,13a
Z8 1,7 3,7 5,3 6,3 6,3 4,67a
Z9 2,6 4,0 3,0 5,6 5,6 4,60a
Z10 2,7 3,7 5,0 6,7 6,7 4,93a
Z11 1,7 3,3 4,6 5,6 5,6 4,20a
Z12 2,7 4,0 5,0 5,0 5,0 4,26a
Z13 2,7 4,0 5,0 5,3 5,0 4,46a
Z14 3,3 5,3 6,0 6,0 6,0 5,33a
Z15 2,7 4,7 6,3 6,7 6,7 5,40a
Z16 2,3 4,3 5,0 5,0 5,6 4,60a
Z17 2,7 4,3 5,7 6,0 6,0 4,93a
Z18 3,3 5,0 5,7 6,0 6,0 5,20a
Z19 3,0 5,0 6,7 7,0 7,0 5,73a
Z20 4,0 4,3 5,3 5,7 5,7 5,00a
Z21 2,3 5,0 6,3 6,7 6,7 5,40a
Z22 2,6 4,0 4,6 5,3 5,3 4,40a
Z23 2,0 3,3 4,3 5,3 6,0 4,20a
Z24 2,3 4,3 5,3 6,3 6,6 5,00a
Z25 3,0 4,7 5,0 6,0 6,0 4,80a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda signifikan
pada uji Duncan 5%
Pada Tabel 6 terlihat, bahwa rata-rata jumlah daun terbanyak yang terbentuk
pada eksplan tunas apikal adalah pada perlakuan Z19, yaitu 5,73 helai, sedangkan
terendah adalah Z1, yaitu 3,87 helai. Namun dari hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT yang diberikan sama baiknya terhadap jumlah
daun yang terbentuk.
195 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Rata-rata jumlah daun yang terbentuk pada eksplan tunas aksilar dengan
konsentrasi ZPT yang berbeda ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun pada Eksplan Tunas Aksilar pada Berbagai Perlakuan
Konsentrasi ZPT
Perlakuan Minggu setelah tanam
Rata-rata 1 2 3 4 5
Z1 1,7 3,3 4,7 5,3 5,3 4,07a
Z2 1,7 3,0 5,0 6,0 6,0 4,33a
Z3 2,7 4,0 5,0 5,7 5,7 4,60a
Z4 2,3 4,3 5,7 5,7 5,7 4,73a
Z5 2,0 4,0 5,3 5,0 5,0 4,27a
Z6 2,7 4,0 5,7 7,0 7,0 5,27a
Z7 1,7 4,3 6,0 6,0 6,0 4,80a
Z8 2,0 3,0 4,7 7,0 7,0 4,73a
Z9 2,3 4,3 6,0 7,0 7,0 5,33a
Z10 3,3 4,7 6,0 7,7 7,7 5,87a
Z11 2,0 4,0 5,0 6,3 6,7 4,80a
Z12 2,0 3,0 4,3 6,3 6,3 4,40a
Z13 2,3 3,7 5,3 6,0 6,0 4,67a
Z14 3,0 5,3 7,0 7,0 7,0 5,87a
Z15 2,0 4,3 6,0 7,3 7,3 5,40a
Z16 2,3 4,0 4,7 6,0 6,0 4,60a
Z17 3,3 5,0 6,3 6,7 6,7 5,60a
Z18 3,3 5,3 7,0 7,3 7,3 6,07a
Z19 3,0 5,0 7,0 7,7 7,7 6,07a
Z20 3,7 5,7 6,7 7,3 7,3 6,13a
Z21 2,3 4,7 5,3 6,7 6,7 5,13a
Z22 2,7 4,3 5,0 6,3 6,3 4,93a
Z23 1,3 3,3 6,0 6,3 6,3 4,67a
Z24 2,0 3,7 6,0 7,0 7,0 5,13a
Z25 2,0 4,3 5,7 6,3 6,3 4,93a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda signifikan
pada uji Duncan 5%
Pada Tabel 7 terlihat, bahwa rata-rata jumlah daun tunas aksilar yang terbanyak
adalah pada perlakuan Z20 yaitu 6,13 helai dan terendah pada Z1 yaitu 4,07 helai.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa tipe eksplan, konsentrasi BAP dan
NAA serta interaksinya tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun yang
terbentuk. Hal ini menunjukkan, bahwa konsentrasi ZPT yang diberikan sama
baiknya terhadap jumlah daun yang terbentuk.
Rata-rata jumlah daun yang terbentuk pada eksplan tunas apikal dan aksilar
dengan konsentrasi ZPT yang berbeda ditampilkan pada Tabel 8. Pada tabel
tersebut terlihat, bahwa jumlah daun pada eksplan aksilar lebih banyak daripada
jumlah daun pada eksplan apikal, masing-masing 5,06 helai dan 4,66 helai. Dari
hasil analisis sidik ragam menunjukkan, jumlah daun tersebut berbeda signifikan
yang berarti eksplan dari tunas aksilar lebih baik daripada tunas apikal.
Pada Tabel 8 juga ditunjukkan bahwa konsentrasi BAP dan NAA tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun. Hal ini berarti konsentrasi ZPT pada
kedua tipe eksplan sama baiknya.
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 196
Tabel 8. Hasil Uji Duncan Jumlah Daun pada Eksplan Tunas Apikal dan Tunas Aksilar dengan
Berbagai Konsentrasi ZPT (Data dari Tabel 6 dan 7)
Perlakuan Tipe eksplan
Apikal Aksilar
Z1 3,87 4,07
Z2 4,00 4,33
Z3 4,60 4,60
Z4 4,20 4,73
Z5 4,13 4,27
Z6 4,40 5,27
Z7 4,13 4,80
Z8 4,67 4,73
Z9 4,60 5,33
Z10 4,93 5,87
Z11 4,20 4,80
Z12 4,26 4,40
Z13 4,46 4,67
Z14 5,73 5,87
Z15 5,40 5,40
Z16 4,60 4,60
Z17 4,93 5,60
Z18 5,20 6,07
Z19 5,33 6,07
Z20 5,00 6,13
Z21 5,40 5,13
Z22 4,40 4,93
Z23 4,20 4,67
Z24 5,00 5,13
Z25 4,80 4,93
Rata-rata 4,66b 5,06a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada rata-rata berarti berbeda
signifikan pada uji Duncan 5%
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa eksplan tunas aksilar menghasilkan jumlah daun terbanyak, yaitu 5,06 helai dan berbeda signifikan dengan eksplan tunas apikal yaitu 4,66 helai. Suryowinoto (1996) menyatakan, bahwa untuk meningkatkan jumlah daun dalam kultur jaringan sering diperlukan ZPT, karena akan mempengaruhi pertumbuhan termasuk pembelahan sel dan pembesaran sel, penambahan plasma dan diferensiasi sel untuk kemudian membentuk organ-organ
lain seperti tunas, akar daun dan lain-lain. Berdasarkan uji Duncan, konsentrasi NAA dan BAP tidak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah daun. Namun demikian pada perlakuan Z19 (NAA 0,09 mg/l dan BAP 2,25 mg/l) menghasilkan jumlah daun tertinggi yaitu 5,73 helai pada tunas apikal, sedangkan pada tunas aksilar, Z20 (NAA 0,09 mg/l + BAP 4,5 mg/l) menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu 6,13 helai. BAP bila dikombinasikan
dengan auxin dapat menentukan arah diferensiasi tanaman dan morfologis dalam kultur. Nursyamsi dkk. (2007) menyatakan, bahwa penggunaan konsentrasi 2,5 ppm BAP sebagai komponen media merupakan konsentrasi optimum untuk perbanyakan tanaman Jati (Tectona grandis L.) secara kultur jaringan. Jumlah tunas 35 dan tinggi tunas 4,0 cm.
197 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Jumlah daun umur 45 minggu setelah tanam (MST) tidak bertambah, baik
pada eksplan tunas apikal maupun tunas aksilar. Bahkan pada minggu ke-6 dan ke-7,
daun mulai mengalami kelayuan terus menerus hingga terjadi keguguran daun dan
tunas. Hal yang sama dialami oleh Mariska dkk. (1995), pada penelitian
perbanyakan mikro melinjo menggunakan BA 0,10,3 mg/l untuk ploriferasi tunas
dan kinetin 4,0 untuk pertumbuhan tunas mengalami masalah gugurnya daun dan
tunas. Yelnititis dkk. (2005) menyatakan, bahwa biakan meranti yang berumur 12
minggu mulai mengalami keguguran daun. Untuk menghindari terjadinya hal
tersebut, tunas dipindahkan ke media yang diberi L-glutamin dengan konsentrasi
2501000 mg/l. L-glutamin merupakan salah satu asam amino sumber nitrogen
yang dibutuhkan tanaman. Swamy dkk. (1992) menyatakan, bahwa L-glutamin
dapat mengurangi masalah pengguguran daun dan organ. Hasil yang sama dari
penelitian Yelnititis dkk. (2005) menunjukkan, bahwa penambahan L-glutamin 1000
mg/l pada media yang sudah mengandung BA dapat memperlambat gugurnya daun
dan organ, yang semula gugurnya daun dimulai pada minggu ke-7 menjadi minggu
ke-13 pada tanaman melinjo. Gardner dkk. (1991) menyatakan, bahwa pelayuan
daun umumnya terjadi karena tingginya kadar Cl di dalam media MS yang
digunakan sebagai media dasar. Peningkatan penyerapan Cl juga didorong karena
tingginya konsentrasi NH4+ pada medium. Adanya kandungan Ca yang tinggi lebih
meningkatkan ketegaran tunas, sehingga frekuensi kelayuan pada sub kultur dapat
dikurangi.
Persentase Pembentukan Kalus
Rata-rata persentase kalus yang terbentuk dari eksplan tunas apikal selama 5
minggu ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Kalus yang Terbentuk dari Eksplan Tunas Apikal dengan Berbagai
Perlakuan Konsentrasi ZPT selama 5 Minggu Setelah Tanam
Perlakuan Minggu setelah tanam
1 2 3 4 5
Z1 0 33 33 33 50
Z2 17 33 33 33 67
Z3 17 17 17 33 33
Z4 33 67 67 67 67
Z5 0 17 17 17 50
Z6 17 67 67 83 83
Z7 33 50 67 83 83
Z8 17 33 33 33 33
Z9 17 17 17 50 67
Z10 0 0 0 0 33
Z11 0 50 50 67 67
Z12 0 0 17 33 50
Z13 33 50 50 67 83
Z14 0 17 17 33 50
Z15 33 33 33 33 67
Z16 17 33 33 67 67
Z17 50 50 50 67 67
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 198
Tabel 9 (lanjutan)
Perlakuan Minggu setelah tanam
1 2 3 4 5
Z18 0 0 0 17 33
Z19 0 0 0 0 17
Z20 0 0 0 17 33
Z21 33 50 50 67 83
Z22 17 17 17 33 67
Z23 50 50 50 67 67
Z24 17 17 17 33 67
Z25 33 50 50 50 50
Pada Tabel 9 terlihat, bahwa pada tunas apikal, persentase kalus tertinggi
terdapat pada perlakuan Z6, Z7, Z13 dan Z21 masing-masing 83%, sedangkan
terendah terdapat pada perlakuan Z19 yaitu 17%. Hal ini menunjukkan, bahwa Z6,
Z7, Z13 dan Z21 berpengaruh paling baik terhadap terbentuknya kalus eksplan tunas
apikal.
Persentase kalus yang terbentuk dari eksplan tunas aksilar selama 5 minggu
ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase Kalus yang Terbentuk dari Eksplan Tunas Aksilar dengan Berbagai
Perlakuan ZPTselama 5 Minggu Setelah Tanam
Konsentrasi Minggu setelah tanam
1 2 3 4 5
Z1 17 17 50 50 83
Z2 0 0 0 0 50
Z3 50 50 50 67 67
Z4 17 50 50 50 50
Z5 33 67 67 67 67
Z6 17 17 17 33 50
Z7 0 33 50 67 67
Z8 67 67 67 67 83
Z9 17 17 50 50 50
Z10 0 17 33 50 50
Z11 33 67 67 67 67
Z12 17 33 33 50 67
Z13 0 17 33 50 67
Z14 0 0 17 33 33
Z15 0 17 33 67 83
Z16 17 33 67 83 100
Z17 33 50 67 67 67
Z18 0 0 0 17 33
Z19 0 0 17 33 33
Z20 0 0 0 17 17
Z21 17 33 100 100 100
Z22 33 33 50 50 83
Z23 17 17 67 67 67
Z24 0 0 17 33 67
Z25 17 17 67 67 67
199 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
Pada Tabel 10 terlihat, bahwa persentase kalus tertinggi terdapat pada perlakuan
Z16 dan Z21 yaitu mencapai 100%, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan
Z20 yaitu 17%. Hal ini berarti Z16 dan Z21 mempunyai pengaruh yang paling baik
terhadap pembentukan kalus eksplan tunas aksilar.
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorpous yang terjadi dari sel-sel jaringan
awal yang membelah diri secara terus menerus. Kalus pada umumnya terbentuk
pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi bakteri, gigitan atau tusukan serangga
dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk akibat stress. Dalam kultur in vitro kalus
dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril dalam media yang
mengandung auxin atau sitokinin.
Berdasarkan persentase eksplan berkalus menunjukkan bahwa tipe eksplan
tunas aksilar menghasilkan pembentukan kalus terbanyak yaitu mencapai 100%
daripada eksplan tunas apikal yaitu 83%. Gamborg (1981) dalam Weter dan
Constabel (1991), menyatakan bahwa laju pembentukan kalus dari jaringan eksplan
yang ditempatkan pada agar hara sangat beragam, sumber eksplan seringkali sangat
menentukan. Perlakuan ZPT yang menghasilkan kalus dengan persentase terbanyak
yaitu terlihat pada perlakuan Z16 (NAA 0,09 mg/l) dan Z21 (NAA 1,8 mg/l), NAA
merupakan salah satu hormon auxin yang digunakan secara luas dalam kultur
jaringan untuk merangsang pembentukan kalus, suspensi sel dan organ (Anonim,
1994). Menurut Sriyanti dan Wijayani (1994), auxin yang diberikan bersama-sama
dengan sitokinan memberikan pengaruh terhadap diferensiasi jaringan. Pemberian
auxin dengan kadar yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah
pembentukan primodial akar, sedangkan pemberian sitokinin dengan kadar yang
relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah primodial tunas atau batang.
Pemberian hormon auxin dan sitokinin dalam kadar yang seimbang akan
membentuk kalus.
Panjang Tunas
Rata-rata panjang tunas dan analisis sidik ragam pengaruh tipe eksplan dengan
konsentrasi BAP dan NAA yang berbeda disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata Panjang Tunas (cm) yang Terbentuk pada Eksplan Tunas Apikal dan Tunas
Aksilar dengan Berbagai Perlakuan
Perlakuan Tipe eksplan
Apikal Aksilar
Z1 0,5a 0,7a
Z2 0,7a 0,9a
Z3 0,7a 1,0a
Z4 0,7a 1,0a
Z5 0,6a 1,0a
Z6 0,9a 1,1a
Z7 0,7a 0,7a
Z8 0,9a 1,0a
Z9 1,0a 1,1a
Z10 1,0a 1,1a
Z11 0,7a 0,9a
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 200
Tabel 11 (lanjutan)
Perlakuan Tipe eksplan
Apikal Aksilar
Z12 1,0a 1,0a
Z13 0,7a 1,1a
Z14 1,0a 1,1a
Z15 1,0a 1,1a
Z16 0,9a 0,7a
Z17 0,9a 1,0a
Z18 1,0a 1,1a
Z19 1,1a 1,1a
Z20 1,0a 1,2a
Z21 0,4a 0,8a
Z22 1,0a 1,0a
Z23 1,0a 1,0a
Z24 0,8a 1,0a
Z25 1,0a 1,0a
Rata-rata 0,85b 0,99a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang
sama berarti berbeda signifikan pada uji Duncan 5%
Rata-rata panjang tunas yang tertinggi pada tunas apikal terdapat pada
perlakuan Z19 yaitu 1,1 sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan Z1
sebesar 0,5. Pada tunas aksilar, panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan Z20
yaitu 1,2 cm dan terendah adalah perlakuan Z1 yaitu 0,7 cm. Hasil uji Duncan
menunjukkan, bahwa perlakuan terbaik diperoleh dari eksplan tunas aksilar sebesar
0,99 cm dan berbeda signifikan dengan eksplan tunas apikal yaitu 0,85 cm.
Analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perlakuan konsentrasi ZPT tidak
berpengaruh signifikan terhadap panjang tunas apikal. Sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan tipe eksplan, konsentrasi BAP dan NAA serta interaksinya tidak
berpengaruh signifikan terhadap panjang tunas.
Rata-rata panjang tunas tertinggi diperoleh pada tipe eksplan tunas aksilar
sebesar 0,99 cm dan berbeda signifikan dengan tipe eksplan tunas apikal yaitu 0,85
cm. Konsentrasi BAP dan NAA serta interaksinya tidak berpengaruh signifikan
terhadap panjang tunas. Walaupun demikian berdasarkan rata-rata panjang tunas,
konsentrasi yang menghasilkan panjang tunas tertinggi pada penelitian ini yaitu pada
perlakuan Z20 (NAA 0,09 mg/l + BAP 4,5 mg/l) mencapai 1,2 cm.
Eko (2004) menyatakan, bahwa optimasi pembentukan tunas pada jenis
Santalum album pada media MS yang dikombinasi dengan NAA 0,1mg/l + BAP 5
mg/l terbaik untuk pembentukan tunas sedangkan, untuk pemanjangan tunas
dihasilkan MS dengan kombinasi NAA 0,1 mg/l + BAP 3 mg/l terbukti efektif pada
pemanjangan tunas.
Interaksi tidak berpengaruh signifikan pada penelitian ini diduga karena
pengaruh semua faktor perlakuan konsentrasi ZPT perbedaannya sangat kecil pada
setiap perlakuan tipe eksplan masing-masing faktor yang dicobakan.
Tipe eksplan yang berbeda bila berinteraksi dengan zat pengatur tumbuh
menghasilkan pengaruh/respon pertumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini diduga
berkaitan dengan kemampuan jaringan atau organ yang dipakai untuk regenerasi
201 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008
yang dijelaskan oleh Wetherell (1982), bahwa kemampuan suatu bagian tanaman
untuk dijadikan eksplan dipengaruhi oleh 3 hal yaitu kemampuan beregenerasi,
tingkat fisiologi dan kesehatan dari tanaman itu sendiri. Tingkat fisiologi
berhubungan dengan totipotensi dan setiap sel mempunyai totipotensi yang berbeda-
beda. Menurut Pierik (1987), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan dalam pembiakan kultur jaringan antara lain adalah genotipe,
umur tanaman, umur jaringan atau organ, kondisi media tanam dan ukuran eksplan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Waktu pembentukan tunas pada seluruh perlakuan dimulai pada minggu
pertama. Tipe eksplan tunas aksilar menghasilkan jumlah tunas terbanyak (1,80)
jumlah daun terbanyak (5,06) dan panjang tunas terpanjang 0,99 cm, daripada tipe
tunas apikal. Jadi eksplan tunas aksilar adalah bagian vegetatif jarak pagar yang
paling baik digunakan pada perbanyakan jarak pagar secara in vitro.
Konsentrasi NAA 0,09 ml dan BAP 2,25 ml (Z19) menghasilkan rata-rata
jumlah tunas (1,00), jumlah daun terbanyak (5,88 helai) dan panjang tunas
terpanjang (1,1 cm) pada tipe eksplan apikal, sedangkan pada tipe eksplan tunas
aksilar, konsentrasi zat pengatur tumbuh yang menghasilkan jumlah tunas tertinggi
(2,00) dan jumlah daun terbanyak (6,13) dan panjang tunas terpanjang (1,2 cm)
adalah Z20 (NAA 0,09 mg/l + BAP 4,5 mg/l). Berarti dalam hal ini konsentrasi
tersebut merupakan konsentrasi optimum untuk pengembangan jarak pagar secara in
vitro.
Z16 (NAA 0,09 mg/l) dan Z21 (NAA 1,8 mg/l) menghasilkan persentase
pembentukan kalus tertinggi, berarti perlakuan ini sangat cocok untuk
pengembangan pembentukkan kalus.
Saran
Untuk perbanyakan tanaman jarak pagar secara in vitro, sebaiknya
menggunakan eksplan yang berasal dari tunas aksilar.
Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk perbanyakkan jarak pagar
secara in vitro pada tunas apikal adalah konsentrasi NAA 0,09 mg/l + BAP 2,25
mg/l sedangkan pada tunas aksilar konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimal
adalah NAA 0,09 mg/l + BAP 4,5 mg/l.
Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai permasalahan pelayuan dan
pengguguran daun dengan memakai L-glutamin dengan konsentrasi 2501000
mg/l.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Teknologi Kultur Jaringan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Depertemen Kehutanan, Jakarta. 60 h.
Eko, R.E. 2004. Optimasi Pembentukan Tunas Cendana (Santalum album) dengan Variasi
Zat Pengatur Tumbuh NAA dan BAP. Skripsi Fakultas Biologi Universitas Kristen
Duta Wacana.
Rahmawati dkk. (2008 ). Studi Perbanyakan Jatropha curcas 202
Gardner, F.P.; R.B. Perace dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya
(Terjemahan Herawati) U.I. Press, Jakarta. 428 h.
Mariska, I; Yelnititis dan E. Gadi. 1995. Penekanan Permasalahan Menguning dan Gugurnya
Organ pada Pertunasan In Vitro Tanaman Melinjo. Prosiding Evaluasi Hasil Penelitian
Tanaman Industri. Puslitbangtri Bogor. h 5661.
Nursyamsi; Suhartati dan A. Gudus. 2007. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh pada
Perbanyakan Jati Muna Secara Kultur Jaringan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam IV (4): 385390.
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publishers,
Boston.
Soejono, S. 1995. Perbanyakan Melati (Jasminum multiflorum dan J. sambae) dengan Stek
dan Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Butirat. Jurnal Hortikultura 5 (2): 249258.
Sriyanti dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. PT Kanisius, Yogyakarta.
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisus, Yogyakarta. 252 h.
Swamy, B.V.R; R. Himabindu and G.L. Sita. 1992. Propagation of Elite Rose Wood
(Dalbergia latifolia Roxb). Plant Cell Reports 11: 126131.
Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Koensoemardiyah
(Penterjemah). Fivery Publishing Group Inc., Wayne, New Jersey. 110 h.
Wetter, L.R. dan F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Edisi Kedua. ITB,
Bandung. 191 h.
Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman (Terjemahan). PT Bina Aksara, Jakarta.
Yelnititis, T; E. Herawan; A. Sapulete; Setiawan dan E. Izudin. 2005. Perbanyakan Meranti
Secara In Vitro. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 2 (1): 174179.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. PT
Agromedia Pustaka, Jakarta. 105 h.