studi kebijakan pembangunan berbasis sektor … · studi kebijakan pembangunan berbasis sektor...
TRANSCRIPT
STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS
SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN
KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH
ABDULLAH SYAHIDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kebijakan Pembangunan
Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2005
Abdullah Syahidin
ABSTRAK
ABDULLAH SYAHIDIN. Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MARYUDI S.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu dari sepuluh kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita terendah, wala upun kabupaten ini mempunyai beragam potensi wilayah yang dapat dikembangkan. Salah satu kebijakan pembangunan guna meningkatkan kemajuan daerah adalah memberikan perhatian terhadap pengembangan sektor-sektor unggulan. Sektor-sektor unggulan ini diharapkan dapat menjadi lokomotif perekonomian daerah.
Dalam penelitian ini, dikaji sektor-sektor perekonomian yang berpotensi sebagai sektor unggulan bagi Kabupaten Kebumen. Untuk menentukan sektor -sektor unggulan dilakukan dengan menilai peranan masing-masig sektor terhadap kontribusi dalam PDRB, pertumbuhan masing-masing sektor dalam PDRB, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan sektor basis yang dilakukan denga n metode Location Quoetien (LQ). Sedangkan untuk memprediksi peranan masing-masing sektor unggulan dalam pembentukan PDRB di gunakan pendekatan fungsi produksi Cobb and Douglass. Namun demikian merumuskan prioritas kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah seringkali dihadapkan pada berbagai dilema. Untuk mengetahui isu sentral kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Walaupun kebijakan pembangunan yang terdapat pada berbagai dokumen perencanaan pada umumnya telah diarahkan pada peningkatan perkembanga n sektor-sektor unggulan daerah, namun belum sepenuhnya diimbangi dengan implementasi kebijakan tersebut. Hal ini diindikasikan dengan masih terdapatnya korelasi yang lemah antara beberapa sektor yang berpotensi sebagai sektor unggulan daerah. Bahkan, sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB mempunyai korelasi yang lemah dengan sektor unggulan yang lain. Strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan dan diimplementasikan adalah mengembangkan industri-industri yang berbasis pertanian dan membangun keunggulan lokal melalui perkuatan usaha kecil dan mikro, mengingat sebagian besar kegiatan industri di Kebumen adalah industri kecil dan rumah tangga.
STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN
KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH
ABDULLAH SYAHIDIN
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
Judul Tesis : Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah Nama : Abdullah Syahidin NIM : A253040014
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Dr. Ir. Maryudi S, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 3 Desember 2005 Tanggal Lulus :
Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk Anak-anaku tercinta:
Aisyah Putri Syahidina
Iqbal Insan Kurnia Syahida Putri Qanita
Semoga dapat memacu semangat belajar
’tuk meraih cita-cita
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2005 adalah kebijakan pembangunan berbasis sektor unggulan. Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah.
Sebagai salah seorang warga negara yang berasal dari Kabupaten Kebumen, penulis merasa terpacu untuk memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan daerah. Berbekal pendidikan yang penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para perumus kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ayah dan Ibu yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Maryudi S, M.Sc yang
dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis; 3. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staff pengajar dan
manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB; 4. Pimpinan dan staff Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan bagi penulis ; 5. Pimpinan dan staff Pemda Kabupaten Kebumen yang telah memberikan
kemudahan selama proses penelitian; 6. Pimpinan dan staff Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar; 7. Semua pihak yang berperan dan proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah
ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada isteri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan nuansa tersendiri dalam proses belajar. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal.
Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bogor, Desember 2005
Abdullah Syahidin
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kebumen pada tanggal 25 Desember 1968 dari seorang Ayah yang bernama Abdul Somad dan Ibu yang bernama Mukminah. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara.
Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Kebumen dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Program Diploma (Prodip) Keuangan Spesialisasi Anggaran dan lulus tahun 1991. Program studi strata 1 penulis tempuh bersamaan dengan penempatan tugas kedinasan di Ujung Pandang setelah lulus dari Prodip Keuangan. Pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STIA) YAPPI Ujung Pandang. Tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Saat ini penulis bekerja pada Sekretariat Jenderal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................... 2 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Perumusan Kebijakan Publik ..................................................................... 8 Pengertian Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan ............................................................................................. 9 Desentralisasi Penyelenggaraan Pemerintahan .......................................... 10 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah .............................. 12 Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah .......................................... 14 Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan ........................................... 16 Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah ....................................... 17
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 22 Metode Pengumpulan data ......................................................................... 22 Metode Analisis ......................................................................................... 22
Principal Components Analysis (PCA) ............................................. 22 Location Quotient (LQ) ..................................................................... 24 Indeks Entropi ................................................................................... 25 Fungsi Produksi Cobb and Douglass ................................................ 26 Analysis Hierarchy Process (AHP ).................................................. 26
Matrik Masalah, Tujuan, dan Kerangka Analisis Penelitian .................... 27
KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Geografis ...................................................................................... 31 Jenis Tanah .................... ............................................................................. 34 Klimatologi ................................................................................................ 34 Hidrologi .................................................................................................... 36 Kependudukan ........................................................................................... 36 Kondisi Makro Perekonomian ................................................................... 37 Garis Besar Kebijakan Pembangunnan....................................................... 41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perkembangan Wilayah ............................................................... 44 Analisis Sektor Unggulan .......................................................................... 51
Kriteria Sektor Unggulan .................................................................. 51 Prediksi PDRB dengan Pendekatan Fungsi Produksi Cobb and Douglass ........................................................................................... 60
Analisis Kebijakan Pembangunan ............................................................. 63 Isu Sentral Kebijakan Pembangunan ................................................ 63 Strategi Dasar Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan ........................................................................................... 68 Kelembagaan dalam Penyusunan Perencaaan Pembangunan Daerah .............................................................................................. 76
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................... 80 Saran .......................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 82 LAMPIRAN ........................................................................................................... 85
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Matrik masalah, tujuan dan metode analisis .................................................... 29 2 Penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen tahun 1995 dan 2003 ................. 32 3 Nama kecamatan, luas lahan dan jumlah desa / keluarahan di Kabupaten
Kebumen tahun 2003 ...................................................................................... 33 4 Komposisi penduduk Kabupaten Kebumen .................................................... 37 5 PDRB Kabupaten Kebumen tahun 1994 – 2003 atas dasar harga konstan
1993 (juta rupiah) ............................................................................................. 37 6. Persentase distribusi sektor-sektor perekonomian PDRB Kabupaten
Kebumen .......................................................................................................... 38 7. Pertumbuhan lapangan usaha PDRB Kabupaten Kebumen tahun
1994-2003 (dalam persen) ............................................................................... 39 8. Indeks entropi sektor -sektor perekonomian Kabupaten Kebumen dan 5
(lima) kabupaten di sekitarnya tahun 1995–2003 ............................................ 45 9. Indeks entropi sektor -sektor perekonomian Kabupaten Kebumen tahun
1995–2003 ....................................................................................................... 46 10. Eigenvalues. Extraction: principal components ............................................. 47 11. Factor loadings (varimax normalized). Extraction:
principal components ...................................................................................... 48 12. Communalities. Extraction: Principal components ......................................... 49 13. Penyerapan tenaga kerja menurut sektor usaha tahun 2001–2003 .................. 52 14. LQ Kabupaten Kebumen atas dasar lapangan usaha PDRB tahun
1999-2003 ........................................................................................................ 53 15. Sektor Perekonomian yang masuk kriteria sektor unggulan ......................... 54 16. Banyaknya industri di Kabupaten Kebumen tahun 2003 ................................ 56 17. Nilai LQ sektor -sektor perekonomian di Kabupaten Kebumen
tahun 2002 ....................................................................................................... 58
18. Log PDRB Kabupaten Kebumen ..................................................................... 61 19. Hasil perhitungan regresi berganda ................................................................. 62 20. Matrik korelasi antar variabel .......................................................................... 62 21. Prediksi PDRB dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglass ............. 63 22. Gini Rasio dan persentase pendapatan perkapita menurut golongan
pendapatan di Kabupaten Kebumen tahun 1993 -2003 ................................... 64 23. Factor loadings Extraction: Principal components tahun 2002 ...................... 69 24. Realisasi APBD Kab. Kebumen Tahun 1997/1998– 2002 (juta rupiah) ......... 72
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ........................................................................ 5
2 Bagan alir perencanaan pembangunan ............................................................. 19
3 Bagan alir penyusunan rencana pembangunan daerah .................................... 20
4 Struktur hirarkhi AHP ...................................................................................... 28
5 Kerangka analisis penelitian ............................................................................ 30
6 Pertumbuhan PDRB Kebumen dan Jawa Tengah tahun 1994-2003 ............... 40
7 Plot of eigenvalue ............................................................................................ 48
8 IPM Kabupaten Kebumen tahun 1996 -2003 .................................................. 65
9 Struktur dan hasil analisis AHP ....................................................................... 66
10 Skema kebijakan sektor unggulan ................................................................... 75
11 Mekanisme perumusan kebijakan pembangunan daer ah ................................. 76
12 Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD ............................................... 79
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Beberapa potensi komoditi sektor pertanian Kabupaten Kebumen ............... 85
2. Hasil analisis aplikasi expert choice 2000 ........................................................ 86
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perhatian terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam proses
pembangunan terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat.
Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan, memberikan pelajaran
yang penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam
perencanaan pembangunan yang tepat untuk dilaksanakan pada suatu wilayah.
Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan
salah satu unsur yang perlu diperhatikan dala m proses perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu, dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan harus dilandasi
dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah.
Struktur pemerintahan negara kita, dibagi atas Pemerintahan Pusat dan
Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999 juncto UU
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Pemerinta h Daerah
baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai peran yang penting
dalam proses perencanaan pembangunan. Sesuai UU nomor 25 tahun 2004
tersebut, maka perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan
tahunan, dimana dalam pelaksanannnya dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) pada masing-masing daerah.
Dalam melakukan fungsinya, pemerintah daerah akan dihadapkan pada
pengambilan-pengambilan keputusan yang dilaksanakan dalam kerangka
kebijakan publik, termasuk dalam melakukan kebijakan di bidang pembangunan.
Salah satu aspek yang penting dilakukan dalam kebijakan publik adalah
merumuskan masalah dan program pemecahan yang akan dilaksanakan. Terdapat
4 tahap/fase yang penting dilakukan yaitu 1) pencarian masalah (problem search),
2) pendefinisian masalah (problem definition), 3) spesifikasi masalah (problem
specification), dan 4) pengenalan masalah (problem sensing) (Dunn 2003).
Dengan mengetahui masalah-masalah yang dihadapi, maka kebijakan yang
2
dikeluarkan dapat sesuai dengan yang diharapkan, termasuk di dalamnya
kebijakan-kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
(Pemda). Oleh karena itu, kegiatan studi kebijakan dalam pelaksanaan
pembangunan khususnya yang dilakukan oleh Pemda menjadi unsur yang penting
sebagai bagian dari proses pembelajaran (learning processs) dalam pelaksanaan
pembangunan.
Perumusan Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah telah memberikan peluang yang besar bagi
daerah untuk merumuskan kebijakan pembangunan dan memanfaatkan sumber-
sumber potensi daerah secara lebih mandiri. Namun demikian, kebijakan
pembangunan yang dilaksanakan oleh daerah tentunya harus berpedoman pada
grand design kebijakan pembangunan nasional. Hal ini secara eksplisit telah
dirumuskan dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah
Menurut Sukirno (1982) strategi pembangunan untuk suatu daerah ada
empat aspek yaitu 1) strategi makro 2) strategi sektoral 3) strategi wilayah, dan
4) strategi pemilihan proyek-proyek. Salah unsur yang penting dalam kebijakan
pembangunan daerah adalah merumuskan strategi perencanaan ekonomi daerah.
Menurut Mangiri (2000) perencanaan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Misi umumnya adalah pendapatan
perkapita daerah dan pemerataannya. Untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut
diperlukan strategi dengan melihat berbagai potensi sumber daya yang berkaitan
dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang tersedia di suatu daerah. Beberapa
strategi dimaksud adalah :
1. Strategi dari sudut sumber daya, yang terdiri dari :
a. basis input, surplus sumber daya manusia (surplus labor),
b. basis Input, sumber daya alam (hasil alam),
3
c. strategi basis sumber daya modal dan manajemen,
d. sumber daya lainnnya,
e. lokasi dan wilayah strategis.
2. Strategi menurut komoditi unggulan;
3. Strategi dari sudut efisiensi;
4. Strategi dari sudut Institusi dan aktor ekonomi.
Pemahaman yang mendalam terhadap karakteritik dan potensi yang dimiliki
suatu daerah, khususnya sektor-sektor unggulan yang ada, merupakan hal yang
penting dalam merumuskan strategi pembangunan yang akan di keluarkan,
dengan harapan agar competitive advantage tersebut dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi kemajuan suatu daerah.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, dimana mempunyai beragam
potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, yang berpeluang
menjadi sektor unggulan daerah. Namun demikian, dengan keragaman potensi
yang dimiliki tersebut, sampai tahun 2003 Kabupten Kebumen masih masuk
dalam sepuluh besar terbawah kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah berdasarkan
ukuran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita.
Oleh karena itu, pemda Kabupaten Kebumen perlu merumuskan kebijakan
pembangunan yang lebih tepat, khususnya dengan lebih mengoptimalkan peran
sektor-sektor unggula n yang dimiliki, agar dapat meningkatkan kemajuan dan
perkembangan wilayah.
Memperhatikan beberapa hal di atas, maka beberapa permasalahan yang
perlu dikaji adalah :
a. Apa sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Kebumen ?
b. Apakah kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh pemda Kabupaten
Kebumen telah memperhatikan sektor unggulan yang dimilikinya ?
c. Bagaimana kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan oleh pemda ?
Kerangka Pemikiran
Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang sangat penting
dalam suatu proses pembangunan. Menurut Conyers & Hills dalam Arsyad (1999)
4
perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambung yang mencakup
keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai penggunaan sumber daya
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan
definisi tersebut, menurut Arsyad (1999) ada 4 elemen dasar perencanaan yaitu
(1) merencanakan berarti memilih, (2) perencanaan merupakan alat pengalokasian
sumber daya, (3) perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan,
dan (4) perencanaan untuk masa depan. Agar suatu bentuk perencanaan
pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu disusun suatu strategi
yang tepat yang dituangkan dalam kebijakan pembangunan.
Kebijakan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi, menurut
Arsyad (1999) dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu (1) strategi
pengembangan fisik/lokalitas (locality or physical development strategy),
(2) strategi pengembangan dunia usaha (bussiness development strategy),
(3) strategi pengembangan sumber daya manusia (human resources development
strategy), dan (4) strategi pengembangan masyarakat (community-based
development strategy ).
Karakteristik potensi yang terdapat pada suatu daerah baik yang bersifat
alami maupun buatan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
kebijakan pembangunan suatu daerah. Dengan mengetahui potensi daerah yang
secara tercermin dalam sektor unggulan yang dimiliki, maka kebijakan yang
ditempuh dan implementasi yang diperoleh dapat sesuai yang diharapkan.
Salah satu sarana untuk mengetahui potensi-potensi tersebut adalah dengan
menganalisa data-data statistik daerah dan memperhatikan hasil-hasil studi
potensi.
Berdasarkan hasil pengolahan data -data tersebut, maka dapat diketahui
kinerja perekonomian daerah dan kebijakan pembangunan yang tepat untuk
dilaksanakan. Adapun kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan dalam
penyusunan tesis ini, sebagaimana nampak pada Gambar 1 di bawah.
5
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Hipotesis Penelitian
Perumusan kebijakan pembangunan yang tepat merupakan salah satu
aspek yang patut diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Salah
satu pendekatan yang perlu dilakukan adalah memberikan perhatian yang
memadai terhadap pengembangan sektor-sektor perekonomian yang merupakan
Potensi Wilayah /Daerah : SDA, SDM, SD Buatan, SD lain
Pemerintah Daerah
DPRD
Kebijakan Pembangunan
Usulan strategi dasar Kebijakan Pembangunan bagi Kabupaten Kebumen
Wilayah / Daerah Kabupaten Kebumen
Perkembangan sektor-sektor perekonomian
Sektor-sektor Unggulan
Masyarakat
Isu sentral Kebijakan
Pembangunan
Metode Analisis Data
Data-data statistik, hasil studi
6
unggulan daerah. Memperhatikan keragaman potensi wilayah yang dimilikinya,
patut diduga bahwa pada dasarnya Kabupaten Kebumen mempunyai sektor -sektor
perekonomian yang merupakan unggulan daerah. Namun, melihat pencapaian
hasil pembangunan yang dilaksanakan, ada dugaan bahwa kebijakan
pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya memperhatikan sektor -sektor
unggulan tersebut. Berdasarkan latar be lakang, kerangka pemikiran, dan hal-hal
tersebut di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Kabupaten Kebumen mempunyai sektor unggulan yang mempunyai peran
yang penting dalam pengembangan wilayah yakni Pertanian, Perdagangan,
Industri Pengolahan dan Jasa;
2. Kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Kebumen belum sepenuhnya memperhatikan sektor unggulan
yang dimiliki daerah tersebut.
Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah di atas,
maka penelitian ini adalah untuk mengkaji :
a. Sektor perekonomian daerah yang potensial menjadi sektor unggulan
dalam meningkatkan kemampuan daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki Kabupaten Kebumen;
b. Kesesuaian strategi pembangunan yang dijalankan Pemda Kabupaten
Kebumen;
c. Strategi kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan di Kabupaten
Kebumen.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada beberapa aspek
yaitu :
7
a. Memberikan sumbangan pemikiran pada pemda tentang strategi
pembangunan yang perlu dijalankan;
b. Sebagai bahan pembelajaran (learning process) dan evaluasi dalam proses
perumusan kebijakan pembangunan;
c. Sebagai salah satu sarana guna pengembangan ilmu pengetahuan.
TINJAUAN PUSTAKA
Perumusan Kebijakan Publik
Kebijakan atau policy dalam The Little Oxford Dictionary diberikan
definisi sebagai arah tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah, partai dan
sebagainya (course of action adopted by government, party, etc). Suatu kebijakan
dikeluarkan karena berbagai pertimbangan antara lain adanya masalah, kebutuhan
atau adanya aspirasi tertentu. Perumusan suatu kebijakan dihasilkan dari analisis
yang mendalam terhadap berbagai alternatif sehingga diperoleh alternatif terbaik.
Mencermati pendapat dari Graycar, maka Keban (2004) menyatakan bahwa
kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, dan
sebagai suatu proses. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan
serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk,
kebijakan dipandang sebagai suatu kumpulan atau rekomendasi, dan sebagai suatu
proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara tersebut suatu
organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan
mekanisme dalam mencapai produknya.
Terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk yang
dilakukan oleh pemda, maka Dunn (2003) menyatakan bahwa dalam kebijakan
publik atau public policy terkandung pola ketergantungan yang kompleks dari
pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan
untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Selanjutnya
menurut Dunn (2003) dalam merumuskan suatu kebijakan perlu dilandasi dengan
argumen-argumen, mengapa suatu kebijakan dikeluarkan. Argumen-argumen
kebijakan (policy argument) yang merupakan sarana untuk melakukan perdebatan
mengenai isu-isu kebijakan publik, mempunyai enam unsur yaitu 1) informasi
yang relevan dengan kebijakan (policy-relevant information) , 2) tuntutan
kebijakan (policy claim) , 3) jaminan atau pembenaran (warrant), 4) dukungan
(backing), 5) bantahan (rebuttall), dan 6) kesimpulan (qualifier).
Selanjutnya menurut Dunn (2003), secara garis besar, proses yang terjadi
dalam pengambilan kebijakan terdiri dari 6 tahapan yaitu 1) identifikasi masalah
9
(identification of problems) , 2) penyusunan agenda (agenda setting), 3)
pengusulan formula kebijakan (formulation policies proposal), 4) pengesahan
kebijakan (legitimating policies), 5) pelaksanaan kebijakan (implementing
policies), dan 6) evaluasi kebijakan (evaluating policies).
Keban (2004) berpendapat bahwa suatu kebijakan yang tidak mampu
memecahkan masalah dianggap sebagai kebijakan berkapasitas rendah. Kebijakan
yang berkapasitas rendah ini, perlu ditingkatkan kemampuannya melalui
mekanisme yang lebih rasional dengan data dan informasi yang lengkap dan
terpercaya, serta melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan atau
pengambilan keputusan, agar masyarakat dapat mengontrol secara langsung.
Selanjutnya menurut Keban (2004), kualitas suatu kebijakan dapat diketahui
melalui beberapa parameter penting seperti proses, isi, dan konteks atau suasana
dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Oleh karena itu, analisis
kebijakan dan proses kebijakan menjadi unsur yang penting dilakukan.
Menurut Dunn (2003) analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual
dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengkomunikasikan pengetahuan tenta ng dan didalam proses kebijakan. Proses
analisis kebijakan mempunyai lima tahap yang saling bergantung yang secara
bersama sama membentuk siklus aktivitas intelektual yang kompleks dan tidak
linear. Aktivitas-aktivitas tersebut berurutan sesuai waktunya da n melekat dalam
konteks kebijakan yang bersifat kompleks, tidak linear dan pada dasarnya bersifat
politis.
Pengertian Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan
Istilah ’pembangunan’ atau development sudah sangat lazim didengar.
Menurut Siagian (1983) pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan.
Sedangkan Rustiadi et al. (2004) berpendapat ba hwa secara filosofis suatu proses
pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan
berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan
berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling
10
humanistik. Selanjutnya Todaro dalam Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa
pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, pananganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan.
Dalam pelaksanannya, menurut Arsyad (1999) proses pembangunnan
dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu 1) menetapkan tujuan, 2) mengukur
ketersediaan sumber-sumber daya yang langka, 3) memilih berbagai cara untuk
mencapai tujuan, dan 4) memilih kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan.
Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep
pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan dari yang
berpusat pada produksi (produce centre development) ke pembangunan yang
berpusat pada rakyat (people centre development). Menurut Guy Gran dalam
Korten dan Sjahrir (1988) paradigma ini memberi peran kepada individu bukan
sebagai subyek, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan
sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannnya.
Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan
prakarsa dan perbedaan lokal. Salah satu syarat agar proses pembangunan tersebut
berjalan dengan lancar, adalah dilakukannnya desentralisasi yang cukup besar
dalam proses pembuatan keputusan, yang tidak sekedar delegasi wewenang
formal yang sederhana. Salah satu tantangan yang penting bagi pembangunan
yang berpusat pada rakyat adalah mengubah orientasi birokrasi pembangunan dari
pemerintah agar menjadi organisasi-organisasi yang menghargai dan memperkuat
kerakyatan, keanggotaan mereka, serta para warga negara yang harus
dilayaninya.
Desentralisasi Pe nyelenggaraan Pemerintahan
Sejalan dengan diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 juncto UU
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun
1999 juncto UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, maka telah terjadi desentralisasi yang cukup
11
signifikan dalam kegiatan pemerintahan yang selama ini dikendalikan oleh
pemerintah pusat. Menurut Hidayat (2004), desentralisasi dapat dilihat dari
perspektif politik dan perspektif administrasi. Berdasarkan perspektif politik
desentralisasi merupakan devolusi kekuasaan (devolution of power) dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan berdasarkan perspektif
administrasi, desentralisasi adalah penyerahan wewenang untuk mengambil
keputusan, perencanaan, dan pengaturan fungsi publik dari pemerintah pusat atau
pemerintah yang lebih tinggi, kepada pemerintah dan organisasi non pemerintah
yang berada pada level yang lebih rendah.
Menurut Smith (1985) tujuan desentralisasi dapat dilihat dari kepentingan
pemerintah pusat dan dari sisi kepentingan pemerintah daerah. Berdasarkan sisi
kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi mempunyai tiga tujuan utama yaitu
1) pendidikan politik (political education) , 2) latihan kepemimpinan (provide
training in political education), dan 3) menciptakan stabilitas politik (political
stability). Sedangkan dari sisi kepentingan pemerintah daerah, desentralisasi
mempunyai tiga tujuan yaitu 1) terciptanya keberimbangan secara politik
(political equality), 2) meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah (local
accountability) , 3) meningkatkan kepekaan pemerintah daerah terhadap
wilayahnya (local responsivness). Dengan demikian, sebenarnya desentralisasi
mempunyai makna yang mendalam dalam hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah serta terkait dengan berbagai aspek antara lain politik, ekonomi, sosial.
Sukirno (1992) berpendapat, terdapat beberapa pertimbangan dilakukannnya
desentralisasi, antara lain a) pemerintah daerah lebih mengetahui daerahnya,
b) bila ada masalah pemerintah daerah lebih tahu sehingga lebih cepat
penyelesaiannya, c) jumlah masalah yang dihadapi pemerintah daerah lebih
sedikit daripada masalah nasional sehingga lebih cepat penyelesaiannya.
Dalam kontek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, pemerintah
pusat telah melakukan desentralisasi berbagai bidang/urusan yang sebelumnya di
kendalikan oleh pemerintah pusat. Namun demikian, terdapat bidang/urusan yang
masih merupakan kewenangan pemerintah pusat, sebagaimana ditentukan dalam
UU nomor 22 tahun 1999 pasal 7 juncto UU nomor 32 tahun 2004 pasal 10 yakni
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
12
serta agama. Untuk penyelenggaraan kegiatan bidang-bidang tersebut di daerah,
dilakukan dengan asas dekonsentrasi.
Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai
pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami kegiatan yang
dilakukan dalam perencanaan, sangat bervariasi tergantung dari kompleksitas
masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Secara sederhana konsep perencanaan
menurut Tarigan (2004) adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-
langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih
lengkap Tarigan (2004 ) memberi kan pengertian bahwa perencanaan berarti
mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan
berbagai faktor yang tidak dapat di kontrol (noncontrolable ) namun relevan,
memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang
diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut. Sedangkan menurut Friedman dalam Tarigan (2004) perencanaan pada
asasnya berkisar pada dua hal, pertama ialah penentuan pilihan secara sadar
mengenai tujuan kongkret yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas
dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, kedua ialah pilihan-
pilihan di antara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan
pembangunan daerah adalah aspek ekonomi. Menurut Arsyad (1999)
pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
dalam wilayah tersebut.
Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pe mbangunan ekonomi pada
suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999)
berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan
ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah
13
dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut
merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya
baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang
baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat
kelembagaan untuk pembangunan daerah seperti administrasi dan proses
pengambilan keputusan. Perencaanaan yang efektif harus bisa membedakan apa
yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan.
Mengutip pendapat dari Blakely, maka Arsyad (1999) menyatakan bahwa
dalam perencanaan pembangunan ekonomi terdapat enam tahap yaitu
1) pengumpulan dan analisis data, 2) pemilihan strategi pembangunan daerah,
3) pemilihan proyek-proyek pembangunan, 4) pembuata n rencana tindakan,
5) penentuan rincian proyek, dan 6) persiapan perencanaan secara keseluruhan
dan implementasi.
Sedangkan menurut Jhingan (2000) perkembangan ekonomi dapat
dipergunakan untuk menggambarkan faktor -faktor penentu yang mendasari
pertumbuhan ekonomi seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat
dan lembaga-lembaga dimana perubahan tersebut dapat menghasilkan
pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan
ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami
pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah
perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per
kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan
sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu
proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi
dan dianalisis dengan seksama.
14
Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah
Sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat, maka konsep
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan
wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2004) wilayah didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen
wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan siste mnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait
dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada
kesepakatan diantara para ahli. Sebagaimana dikemukakan oleh Alkadri (2002)
bahwa sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe
wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan
korelasi yang kuat diantara unsur -unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu
wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah,
namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan.
Berdasarkan fungsinya wilayah dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu wilayah
homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan.
Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik
dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum
melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis
wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah
dalam suatu negara :
1. Wilayah yang telah maju;
2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja yang tinggi;
3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan
kesempatan kerja yang relatif baik;
4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan
adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan
15
nasional dan tidak ada tanda -tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan
pengembangan;
5. Wilayah tidak berkembang.
Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang
tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah.
Pada era otonomi daerah saat ini, maka salah satu konsep pengembangan
wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah.
Oleh karena itu, menurut Tukiyat (2002) konsep pengembangan ekonomi wilayah
harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi
produk unggulan daerah.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan
wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004)
perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk
perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang
wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk
perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah
diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan
landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah
ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah
serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling
tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam
pembangunan wilayah yakni sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan
sebagai pemacu pembangunan (stimulator ). Dana yang dimiliki pemerintah dapat
digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat
umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah.
Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan
(2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan
mengelompokkan kegiatan pembangunan kedalam sektor-sektor. Selanjutnya
masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat
16
dikembangkan atau di tingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih
mengembangkan wilayah.
Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah merumuskan dan
mengeluarkan kebijakan. Menurut Keban (2004), kualitas suatu kebijakan dapat
diketahui melalui beberapa pa rameter penting seperti proses, isi, dan konteks atau
suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Pemerintah perlu
memperhatikan isu-isu yang berkembang di masyarakat, sehingga dapat
dirumuskan kebijakan yang tepat yang menjadi prioritas dalam kebijakan
pembangunan. Oleh karena itu, analisis kebijakan dan proses kebijakan menjadi
unsur yang penting dilakukan.
Untuk mengetahui isu yang menjadi prioritas kebijakan dapat dilakukan
dengan metode analisis yang dikenal dengan Analysis Hierarchy Process (AHP)
atau proses hirarkhi analisis. Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Thomas Saaty di
tahun 1970’an.
Dalam menetapkan suatu kebijakan, maka perumus kebijakan akan
dihadapkan pada banyak faktor baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif,
dimana seringkali analisis yang dilakukan mengabaikan faktor-faktor yang
bersifat kualitatif. Dengan metode AHP, maka semua faktor yang dianggap
berpengaruh terhadap suatu kebijakan akan diikutkan dalam perhitungan.
Menurut Saaty (1980) pada umumnya hal-hal yang berperan dalam pengambilan
keputusan adalah a) perencanaan, b) perumusan alternatif, c) menetapkan berbagai
prioritas, d) menetapkan alternatif terbaik, e) mengalokasikan sumber daya, f)
menentukan kebutuhan, g) memprediksi hasil yang dicapai, h) mendesain sistem
i) penilain hasil, j) menjaga kestabilan sistem, k) mengoptimalkan tujuan, dan l)
mengelola konflik. Saaty (1980) menekankan pentingnya pendekatan sistem
dalam pengambilan keputusan, dengan memperhatikan struktur, fungsi, tujuan dan
lingkungan.
Beberapa keuntungan dari metode AHP dalam kegiatan analisis antara
lain :
17
1. Dapat merepresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana
perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-
unsur pada level yang lebih rendah;
2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang komplek
dan tidak berstruktur, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna
mendapatkan prioritas;
3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas
dengan tidak memaksakan pemikiran yang linier;
4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur -unsur yang mempunyai
korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran
yang jelas
Sarana yang digunakan dalam metode AHP ini adalah dengan memberikan
kuesioner kepada para responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan
baik masalah-masalah yang yang menjadi obyek penelitian.
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh
pemerintah, maka kedudukan dan peran pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan organiasi pemerintahan di daerah, menjadi lebih fleksibel
sesuai dengan kemampuan keuangan, potensi daerah, dinamika masyarakat, dan
kebutuhan pembangunan di daerahnya. Oleh karena itu, agar proses
pembangunan di daerah dapat berjalan dengan terarah dan efektif, maka perlu
dilakukan kegiatan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan
daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan
berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber
daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu
lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi 2004).
Dalam pelaksanaannya, maka kegiatan perencanaan daerah merupaka n
kegiatan yang kompleks karena akan dihadapkan pada berbagai aspek yang
memerlukan perhatian. Oleh karena itu, kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan
secara individual tetapi merupakan kegiatan bersama/tim yang melibatkan
18
beragam disiplin ilmu. Menurut Riyadi (2004) terdapat beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah yaitu :
1. faktor lingkungan, baik bersifat internal maupun eksternal yang meliputi
bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik;
2. faktor sumber daya manusia perencana;
3. faktor sistem yang digunakan, yang antara lain meliputi aspek prosedur,
mekanisme pelaksanaan, pengambilan keputusan, dan pengesahan;
4. faktor perkembangan ilmu dan teknologi;
5. faktor pendanaan.
Sebelum berlakunya UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, maka perencanaan pembangunan mengacu pada Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan setiap 5 tahun oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penjabaran GBHN tersebut pada masing-
masing daerah dituangkan ke dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah (POLDAS)
yang selanjutnya dirinci kedalam Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA),
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA). Sebagai operasional kegiatan
dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara
garis besar perencanaan pembangunan yang dilakukan sebagaimana Gambar 2 di
bawah.
Sejalan dengan diberlakukannnya UU 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, sebagai konsekuensi berlakunya UU nomor
32 tahun 2004 sebagai pengganti UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, maka mekanisme perencanaan pembangunan juga mengalami beberapa
perubahan. Salah satu yang mendasari perubahan tersebut adalah
diberlakukannnya mekanisme pemilihan langsung presiden dan para kepala
daerah oleh rakyat, sehingga MPR sebagai lembaga tertinggi negara tidak
mengeluarkan GBHN. Perencanaan pembangunan lebih mengacu pada visi dan
misi presiden atau para kepala daerah yang terpilih. Berdasarkan UU 25 tahun
2004 tersebut, maka terdapat 3 rencana pembangunan yakni Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) untuk kurun waktu 25 tahun, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk kurun waktu 5 tahun, dan
Rencana Pembangunan Tahunan, baik untuk tingkat nasional maupun daerah.
19
Sumber : Bratakusumah (2003)
Gambar 2 Bagan alir perencanaan pembangunan
RPJM berisi program-program kerja untuk kurun waktu 5 tahun dan disusun
dengan berpedoman pada RPJP yang telah ditetapkan. Untuk tingkat nasional
RPJM merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi presiden terpilih.
Sedangkan, untuk tingkat daerah RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi
dan misi kepala daerah terpilih. Secara garis besar perencanaan pembangunan
dilakukan oleh daerah sebagaimana nampak pada Gambar 3 di bawah.
UUD 45
GBHN 99
PROPENAS
REPETA --------------------
APBN
DEPT/ LPND
PROPEDA PROPINSI
APBD PROPINSI
PROPEDA
KAB/KOTA
APBD
KAB/KOTA
PEMBANGUNAN NASIONAL &
PEMBANGUNAN DAERAH
20
Gambar 3 Bagan alir penyusunan rencana pembangunan daerah
Sesuai UU nomor 25 tersebut, maka pendekatan yang dilakukan dalam
melakukan perencanaan pembangunan terdiri dari 5 aspek yakni politik,
teknokratik, partisipatif, bawah-atas (bottom-up), atas-bawah (top-down ). Dalam
penjelasan UU tersebut dikatakan bahwa pendekatan politik memandang
pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena
rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program
pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah.
UU Pemilu
Visi, Misi, dan Program Kerja masing-masing calon
Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA
Kepala Daerah Terpilih
RPJM
UUD 45
Calon A Calon B Calon yang lain
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
Rencana Anggaran Pembangunan Daerah (RAPBD)
21
Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda
pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke
dalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan pendekatan
teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir
ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan.
Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa
memiliki. Sedangkan pendekatan atas -bawah dan bawah-atas dalam perencanaan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan
bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat
Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah,
dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini mempunyai karakteristik potensi yang
beragam dengan daerah pergunungan di bagian utara dan pantai di selatan. Penelitian
dilakukan dari bulan April 2005 sampai dengan September 2005
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni
melakukan studi kepustakaan dari publikasi data -data statistik BPS, Peraturan Daerah
(PERDA) yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten, dan sumber-sumber pustaka lain
yang relevan dengan topik penelitian. Sedangkan pengumpulan data primer diperoleh
dengan melakukan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para
responden.
Responden yang dipilih untuk kegiatan AHP terdiri dari unsur -unsur Pemda,
tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pemerhati Kabupaten
Kebumen, dengan prinsip bahwa responden yang dipilih mempunyai pemahaman yang
baik tentang perkembangan pembangunan di Kabupaten Kebumen.
Metode Analisis
Principal Components Analysis (PCA)
Metode Principal Components Analysis (PCA) dan Factor Analysis (FA)
(Johnson 1998) digunakan untuk ortogonalisasi variabel yakni mentransformasikan
suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi, menjadi struktur
data baru dengan variabel-variabel baru (faktor ) yang tidak saling berkorelasi, serta
penyederhanaan variabel sehingga terdapat variabel baru yang jauh sedikit dari pada
variabel asalnya. Namun, total kandungan informasinya atau total ragamnya relatif tidak
berubah. Teknik ekstraksi data dengan PCA / FA pada dasarnya adalah dengan
memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel / faktor yang baru dan
23
meminimalkan keragaman dengan va riabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang
saling bebas (independent ). Dalam hal ini data yang akan dianalisan PDRB Jawa
Tengah dan Kabupaten Kebumen dengan variabel sektor-sektor perekonomian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adala h :
1. Standarisasi variabel asal
Tujuannya adalah menghilangkan variasi data antar variabel yang dilakukan
dengan formula :
j
jijij s
xy
µ−= (1)
yij adalah variael baru yang telah disederhanakan
xij adalah variabel nilai X pada wilayah i sektor j
µj adalah nilai rata-rata masing-masing sektor perekonomian
sj adalah simpangan baku masing-masing sektor perekonomian
2. Ortogonalisasi Variabel
Tujuannya adalah membuat variabel baru Zα (α=1,2,...,q≤p) yang memiliki
karakteristik:
(1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: rαα’ = 0,
(2) nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan
(3) nilai ragam masing-masing Zα sama dengan λα ≥ 0, dimana ∑αλα = p.
3. Penyederhanaan jumlah variabel
Sesuai dengan tujuan dasar kedua dari analisis PCA maupun FA adalah
penyederhanaan jumlah variabel, maka langkah yang dilakukan adalah dengan
mengurutkan masing-masing faktor atau komponen utama (Fα) yang dihasilkan,
dari yang memiliki eigenvalue (λα) tertinggi hingga terendah, yakni :
a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki λα≥1,
artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi
(ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal,
b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar
dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan,
jika (λα-λ(α - 1))<1, sebagai alternatif lain digunakan juga metode The Scree
24
Test dipekenalkan oleh Catell dimana dari hasil scee plot yang dipilih adalah
yang paling curam,
c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki
koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan
adalah | rαj|≥0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau komponen
utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel
asalnya.
Data-data yang digunakan dalam analisis ini adalah PDRB per kabupaten di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 dan PDRB per kecamatan di Kabupaten Kebumen
tahun 2002. Sebagai variabel data adalah adalah sektor-sektor perekonomian
berdasarkan lapangan usaha (9 sektor). Untuk melakukan perhitungan metode PCA / FA
ini digunakan aplikasi statistica versi 6.
Location Quotient (LQ)
Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi
pemusatan/basis suatu aktivitas. Location Quotient (LQ) (Blakely 1994) merupakan
suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan
pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional,
LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke -i
terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati . Asumsi yang
digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola -pola
aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama.
Persamaan dari LQ ini adalah :
../.
/ .
XX
XXLQ
j
iijij = (2)
Dimana:
Xij : derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i
Xi. : total aktivitas di wilayah ke -i
X.j : total aktivitas ke-j di semua wilayah
X.. : derajat aktivitas total wilayah
25
Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih
kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh
wilayah dan sebaliknya jika LQij > 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai
pangsa relatif lebih besar dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum
ditemukan diseluruh wilayah.
Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah PDRB berdasarkan lapangan usaha
Kabupaten Kebume n dan Jawa Tengah tahun 1994-2003 serta PDRB per
kecamatan Kabupaten Kebumen atas dasar lapangan usaha tahun 2002. Hasil nilai
LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor -sektor perekonomian yang
merupakan sektor basis bagi Kabupaten Kebumen pada level provinsi Jawa Tengah
Indeks Entropi
Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah,
misalnya aktivitas suatu sektor. Dengan demikian, dapat diketahui sektor/aktivitas apa
yang berkembang pada suatu wilayah. Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah
semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi
entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan umum
entropy ini adalah sebagai berikut:
∑∑= =
−=n
i
n
jijPS
1 1
LogPij (3)
Pij adalah proporsi kegiatan i (misal sektor, komoditas) di wilayah j. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Kebumen dan beberapa Kabupaten di sekitarnya, sehingga dapat dibandingkan
perkembangan perekonomia n Kabupaten Kebumen dan kabupaten sekitarnya di
Provinsi Jawa Tengah. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin
meningkat, dimana nilai S akan selalu ≥ 0. Dalam analisis ini Pij adalah proporsi
sektor-sektor perekonomian. Data yang digunakan adalah PDRB Jawa Tengah dan
Kabupaten Kebumen atas dasar lapangan usaha tahun 1995-2003.
26
Fungsi produksi Cobb and Douglass
Untuk memprediksi peranan sektor-sektor unggulan dalam pembentukan
PDRB digunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglass (Miner 1988) sebagai
berikut :
λγβα 4321. SektorSektorSektorSektorAY = (4)
Dimana :
Y adalah jumlah PDRB, untuk suatu tahun tertentu
Sektor 1,2,3 dan 4 adalah sektor-sektor perekonomian dalam PDRB yang merupakan
sektor unggulan di Kabupaten Kebumen.
A adalah konstanta , α, β, γ dan λ adalah koefisien elastisitas masing-masing sektor.
Dengan mengetahui nilai nilai α, β, dan γ pada masing-masing sektor unggulan, maka
dapat diduga nilai PDRB pada suatu tahun.
Analysis Hierarchy Process (AHP)
Untuk mengetahui isu sentral sebagai prioritas kebijakan pembangunan, maka
dilakukan analisa dengan menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (AHP).
Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan, maka telah dilakukan penyebaran
kuesioner dan wawancara dengan berbagai unsur yakni Pemda sebanyak 5 orang, LSM
sebanyak 2 orang dan DPRD sebanyak 1 orang, sehingga jumlah responden sebanyak 8
orang. Tujuan utama yang ingin diperoleh dari metode AHP ini adalah ingin menjaring
persepsi awal tentang prioritas utama yang perlu dilakukan dalam kebijakan
pembangunan di Kabupaten Kebumen. Metode sampling yang digunakan adalah
purposive sampling , dengan kriteria responden adalah pihak-pihak yang terlibat
langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan pembangunan di
Kabupaten Kebumen. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang
diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan kebijakan
pembangunan. Analisis AHP dilakukan dengan sofware expert choice 2000.
Dalam analisis ini, langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah
(Saaty 1980) :
1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah-masalah yang muncul;
2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;
27
3. Mengidentikasi kriteria-kriteria yang yang mempunyai pengaruh terhadap masalah
yang ditetapkan;
4. Menetapkan struktur hierarchy;
Menurut Saaty (1980) hirarkhi adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa
level/tingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau
faktor. Hal yang dilakukan dalam suatu hirarkhi adalah mengukur pengaruh
berbagai kriteria yang terdapat pada hirarkhi. Pada umumnnya masalah dasar yang
muncul dalam penyusunan hirarkhi adalah menentukan level tertinggi dari
berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level;
5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan,
pelaku / objek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor;
6. Membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement);
7. Menentukan faktor -faktor yang menjadi prioritas (Synthesis of priority );
8. Menentukan urutan alternatif -alternatif dengan memperhatikan logical
conssistency.
Data yang dianalisis diperoleh dari hasil kuesioner terhadap para responden
terpilih yang terdiri dari unsur -unsur Pemda, LSM, DPRD dan masyarakat. Penyebaran
kuesioner dilakukan pada saat penelitian. Skor yang diberikan oleh setiap responden
bersifat subyektif, artinya sesuai dengan persepsi masing-masing responden terhadap
kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen. Nilai skor yang diperloleh dari hasil
kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice 2000.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan di atas, maka rancangan struktur hierarkhi
AHP dalam thesis ini seperti pada Gambar 4 di bawah.
Matrik masalah, tujuan, dan kerangka analisis penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan kerangka analisis penelitian , maka
disusun matrik sebagaimana Tabel 1 dan Gambar 5 di bawah.
28
Level 1 Tujuan
Level 2 Kriteria
Level 3
Sasaran
Level 4
Alternatif
Gambar 4 Struktur hirarkhi AHP.
Tujuan Utama
Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D
Sektor 2A Sektor 1A Sektor 1B
Sektor 2C
Sektor 1D
Sektor 1D
Sektor 2B
Sektor 1C
Alternatif 2 Alternatif 1
29
Tabel 1 Masalah, tujuan dan metode analisis
Data yang dibutuhkan No. Masalah Tujuan Analisis Primer Sekunder
Sumber Data
1 Apa sektor
unggulan yang dimilki Kab. Kebumen ?
Mengkaji sektor perekonomian daerah yang potensial menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan kemampuan daerah berdasarkan potensi yang dimilki Kab. Kebumen
PCA, LQ, indeks Entropi, Fungsi produksi Co bb- Douglass, deskriptif.
PDRB Kebumen tahun 1994-2003, hasil studi
BPS , Pemda, sumber pustaka lain
2 Apakah kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh pemda Kab. Kebumen telah memperhatikan sektor unggulan yang dimilikinya?
Mengkaji kesesuaian strategi pembangunan yang dijalankan Pemda.
DeskriptifPCA AHP
WawancaraKuesioner
PDRB Kebumen tahun 1994-2003, dokumen perenc. pembangunan
BPS, Pemda dan pustaka lain
3 Bagaimana kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan oleh Pemda ?
Mengkaji strategi kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan.
Deskriptif PCA AHP
Wawancara Kuesioner
PDRB Kebumen 1994-2003, hasil studi
BPS, Pemda dan pustaka lain
30
Gambar 5 Kerangka analisis penelitian.
Potensi Wilayah /Daerah : SDA, SDM, SD Buatan, SD lain
Data-data statistik
Pemerintah Daerah
DPRD
Kebijakan Pembangunan oleh
Pemda
Usulan strategi dasar Kebijakan Pembangunan bagi Kabupaten
Kebumen
Wilayah / Daerah Kabupaten Kebumen
Identifikasi sektor Unggulan
Kontribusi, Pertumbuhan,
Penyerapan TK, Sektor Basis (LQ)
Analisis : PCA, Fungsi Produksi Cobb &
Douglass, deskriptif
Perkembangan wilayah
Indeks entropi, PCA
Perkembangan sektor-sektor perekonomian
Sektor-sektor Unggulan
Masyarakat
Isu sentral Kebijakan
Pembangunan
Persepsi tentang Kebijakan pembangunan
AHP
KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Geografis
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di pesisir selatan
Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah 128 111.5 Ha atau 1 281.115 km2.
Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 70271-70501 Lintang selatan
dan 1090221–1090501 Bujur Timur. Secara topografi, mempunyai wilayah
pegunungan di bagian utara dan pantai di bagian selatan serta terletak diantara 2
(dua) wilayah yang mempunyai potensi ekonomi cukup besar yakni Provinsi
Yogyakarta dan Kabupaten Cilacap.
Berdasarkan aspek spasial, ketinggiannya bervariasi dari dataran rendah
dengan topografi datar hingga dataran pegunungan dengan topografi
bergelombang. Kabupaten Kebumen mempunyai daerah perbukitan bergelombang
halus hingga hampir tegak yang dibentuk oleh batuan tua berumur tersier.
Batas-batas wilayah Kabupaten Kebumen adalah sebagai berikut :
- Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Banyumas;
- Sebelah Utara : Kabupaten Banjarnegera dan Wonosobo;
- Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo;
- Sebelah Selatan : Samudera Indonesia.
Diperbatasan wilayah dengan Kabupaten Banjarnegara terdapat Waduk
Sempor yang telah mulai dibangun sejak tahun 1960’an, sedangkan di perbatasan
dengan Kabupaten Wonosobo terdapat Waduk Wadaslintang yang mampu
menghasilkan energi listrik cukup besar serta mampu mengairi sawah hingga
ribuan hektar. Sehingga, tidak mengherankan apabila bidang pertanian terutama
lahan untuk tanaman padi, terutama yang beririgasi teknis cukup mendominasi
areal persawahan di Kebumen. Perkembangan penggunaan lahan di Kabupaten
Kebumen nampak pada Tabel 2 di bawah.
32
Tabel 2 Penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen tahun 1995 dan 2003
Tahun Perubahan Penggunaan Tanah
1995 (Ha) % 2003 (Ha) % %
A Tanah Sawah 39 666.50 30.96 39 632.00 30.94 -0.03
1 Irigasi teknis 19 385.30 15.13 18 056.00 14.09 -1.04
2 Irigasi setengah teknis 3 629.80 2.83 4 151.00 3.24 0.41
3 Irigasi sederhana PU 1 220.51 0.95 2 882.00 2.25 1.30
4 Irigasi sederhana Non PU 2 330.50 1.82 1 538.00 1.20 -0.62
5 Tadah Hujan 13 100.39 10.23 13 005.00 10.15 -0.07
B Tanah kering 88 445.00 69.04 88 479.50 69.06 0.03
1 Bangunan & lahan sekitarnya 34 294.60 26.77 36 421.00 28.43 1.66
2 Tegalan / kebun 30 928.10 24.14 29 097.00 22.71 -1.43
3 Tanah Penggembalaan 50.74 0.04 4.00 0.00 -0.04
4 Tambak 11.00 0.01 21.00 0.02 0.01
5 Kolam 67.46 0.05 25.50 0.02 -0.03
6
Tanah Sementara tak
diusahakan 982.30 0.77 336.00 0.26 -0.50
7 Tanah kayu-kayuan 901.84 0.70 1 191.00 0.93 0.23
8 Hutan Negara 1 7034.91 13.30 16 861.00 13.16 -0.14
9 Tanah lainnya 4 174.05 3.26 4 523.00 3.53 0.27
LUAS SELURUHNYA 128 111.50 100.00 128 111.50 100.00
Sumber : Kebumen Dalam Angka tahun 1995 dan 2003
Dari Tabel 2 di atas, nampak bahwa secara umum pola pemanfaatan lahan
di Kabupaten Kebumen untuk kurun waktu 1995–2003 atau selama 8 tahun tidak
mengalami banyak perubahan. Hal ini mengindikasikan bahwa selama kurun
waktu tersebut di Kabupaten Kebumen hanya terjadi sedikit konversi
penggunanaan lahan dari lahan sawah atau lahan kering menjadi
bangunan/konstruksi, dan tidak ada kegiatan proyek baik oleh swasta maupun
pemerintah dengan mengkonversi lahan menjadi bangunan dalam skala besar
seperti pabrik, perumahan dan sebagainya. Secara implisit hal ini menyiratkan
bahwa Kabupaten Kebumen belum menjadi tujuan investasi bagi para investor.
Kabupaten Kebumen sampai dengan tahun 2003 mempunyai 26 Kecamatan
dan 460 desa/kelurahan, dimana 4 (empat) kecamatan diantaranya yaitu
33
Bonorowo, Padureso, Poncowarno dan Karangsambung merupakan kecamatan
baru hasil pemekaran dari kecamatan-kecamatan yang telah ada sebelumnya.
Tabel 3 Nama kecamatan, luas lahan dan jumlah desa / kelurahan di Kabupaten Kebumen tahun 2003
No. Nama Luas Lahan Jumlah
Kecamatan Sawah
(Ha)
% Kering (Ha) Jumlah
(Ha)
% Desa / kel.
1 Ayah 1 333.0 17.5 6 304.0 82.5 7 637.0 6.0 18
2 Buayan 999.0 14.6 5 843.0 85.4 6 842.0 5.3 20
3 Puring 2 463.0 39.7 3 734.0 60.3 6 197.0 4.8 23
4 Petanahan 1 965.0 43.8 2 519.0 56.2 4 484.0 3.5 21
5 Klirong 1 326.0 30.7 2 999.0 69.3 4 325.0 3.4 24
6 Buluspesantren 2 106.0 43.2 2 771.0 56.8 4 877.0 3.8 21
7 Ambal 2 837.0 45.5 3 404.0 54.5 6241.0 4.9 32
8 Mirit 2 022.0 38.6 3 213.0 61.4 5 235.0 4.1 22
9 Bonorowo 1 315.0 62.9 776.0 37.1 2 091.0 1.6 11
10 Prembun 959.0 41.8 1 337.0 58.2 2 296.0 1.8 13
11 Padureso 171.0 5.9 2 724.0 94.1 2 895.0 2.3 9
12 Kutowinangun 1 238.0 36.7 2 135.0 63.3 3 373.0 2.6 19
13 Alian 1 627.0 28.2 4 148.0 71.8 5 775.0 4.5 16
14 Poncowarno 988.0 36.1 1 749.0 63.9 2 737.0 2.1 11
15 Kebumen 2 430.0 57.8 1 774.0 42.2 4 204.0 3.3 29
16 Pejagoan 625.0 18.1 2 833.0 81.9 3 458.0 2.7 13
17 Sruweng 1 367.0 31.3 3 001.0 68.7 4 368.0 3.4 21
18 Adimulyo 3 000.0 69.1 1 343.0 30.9 4 343.0 3.4 23
19 Kuwarasan 1 989.0 58.8 1 395.0 41.2 3 384.0 2.6 22
20 Rowokele 961.0 17.9 4 418.5 82.1 5 379.5 4.2 11
21 Sempor 1 186.0 11.8 8 829.0 88.2 10 015.0 7.8 16
22 Gombong 1 060.0 54.4 888.0 45.6 1 948.0 1.5 14
23 Karangngayar 819.0 26.1 2 321.0 73.9 3 140.0 2.5 11
24 Karanggayam 1 618.0 14.8 9 311.0 85.2 10 929.0 8.5 19
25 Sadang 1 263.0 23.3 4 160.0 76.7 5 423.0 4.2 7
26 Karangsambung 1 965.0 30.2 4 550.0 69.8 6 515.0 5.1 14
Jumlah 39 632.0 30.9 88 479.5 69.1 128 111.5 100.0 460
Maksimal 3 000.0 69.1 9 311.0 94.1 10 929.0 8.5 32
Minimal 171.0 5.9 776.0 30.9 1 948.0 1.5 7
Rata-rata 1 524.3 34.6 3 403.1 65.4 4 927.4 3.8
Sumber : Kebumen dalam angka tahun 2003
34
Dari Tabel 3 tersebut nampak bahwa lahan persawahan terdapat di semua
kecamatan dengan rata-rata luas mencapai 34.6% dari luas kecamatan..
Kecamatan-kecamatan pesisir seperti Ambal, Adimulyo, Buluspesantren,
Bonorowo pada umumnya mempunyai areal persawahan yang luas. Kecamatan
Karanggayam mempunyai wilayah terluas di Kebupaten Kebumen dan sebagian
besar wilayahnya berupa lahan kering, dan hanya sekitar 14.8% wilayahnya
berupa areal persawahan.
Jenis tanah
Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Kebumen dapat dibedakan atas
tanah alluvial, latosol, podsolik, regosol, glei humus, alluvial kelabu dan
mediteran coklat . Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Kebumen pada
sebagian wilayahnya tergolong cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai
lahan pertanian, walaupun terdapat pula wilayah yang kurang subur untuk
dibudidayakan sebagai lahan pertanian seperti yang terdapat di Kecamatan
Sempor, Karanggayam, Sadang dan Alian (Bappeda 2004). Kecamatan-
kecamatan ini terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Kebumen dan sebagian
besar lahannya berupa pengunungan.
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh PT. Saranabudi Prakarsaripta pada
tahun 2003 bahwa geologi yang terdapat di Kabupaten Kebumen sangat menarik
karena mempunyai 3 (tiga) jenis batuan yang terdapat di alam, yakni batuan beku,
batuan metamorf, dan batuan sedimen.
Melihat kondisi geologi yang demikian, maka terdapat beberapa daerah yang
mempunyai kondisi geomorfologi yang kontras walaupun daerah tersebut
berdekatan. Sebagai contoh hasil inventariasi yang dilakukan oleh Ditjen Geologi
dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2003 dikatakan bahwa terdapat kondisi
geomorfologi yang kontras antara bagian selatan dan utara jalur jalan Rowokele–
Prembun. Lahan pada bagian selatan jalur jalan tersebut, sebagian besar berupa
daerah dataran rendah yang dibentuk oleh endapan limbah banjir, endapan rawa
dan pantai. Sementara itu, di sebelah utara jalur jalan tersebut berupa daerah
perbukitan dengan berbagai struktur geologi (sesar/patahan, lipatan, ketidak
selarasan retakan/rekahan batuan). Pada daerah-daerah tersebut, terdapat berbagai
35
jenis batuan tua hingga batuan campur-aduk (malange ) dan batuan malihan serta
berbagai proses geologi seperti erosi dan longsoran. Disampimg itu, dijumpai
pemunculan mata air panas di daerah Krakal yang tidak berhubungan dengan
aktivitas kegunungberapian, sehingga diduga berhubungan dengan aktivitas sesar.
Keaneragaman struktur geologi tersebut melahirkan beberapa potensi yang
perlu dikembangkan dan dilestarikan, misalnya formasi geologi Karangsambung
ditetapkan sebagai kawasan laboratorium geologi oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Oleh karena itu, dalam pemanfaatan lahan terdapat
perbedaaan antara bagian utara dan selatan wilayah kabupaten. Areal persawahan
yang luas pada umumnya terdapat di bagian selatan wilayah yang berdekatan
dengan wilayah pesisir.
Klimatologi
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Kebumen beriklim
tropis dengan dua musim yakni musim hujan dan kemarau. Pada umumnya musim
kemarau jatuh pada bulan April–September. Sedangkan musim hujan dari bulan
Oktober–Maret. Pada peralihan musim hujan dan kemarau, sering ter jadi angin
kencang yang bertiup dari Tenggara ke arah Barat dan bersifat kering.
Dilihat dari keadaan temperatur udaranya, Kabupaten Kebumen mempunyai
2 (dua) bagian temperatur yakni di bagian utara dan selatan. Pada bagian utara,
temperatur rata -rata adalah 20o–25o C, sedangkan di bagian selatan adalah
27o–32o C. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi topografi wilayah yang
berbeda antara bagian utara yang didominasi pegunungan dan di bagian selatan
yang didominasi dataran rendah. Sedangkan curah hujan rata-rata sebanyak 2 816
mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata -rata selama 110 hari/tahun.
Dengan kondisi tersebut, maka untuk lahan persawahan yang berupa sawah
tadah hujan memungkinkan untuk panen padi 1 kali dalam setahun dan tanaman
komoditi palawija lainnya seperti kacang tanah, kedelai, jagung. Sedangkan areal
persawahan yang beririgasi teknis mampu panen padi 2 (dua) kali dalam setahun,
serta panen komoditi pertanian lainnya.
36
Hidrologi
Kabupaten Kebumen mempunyai beberapa sungai yaitu, Sungai Luk Ulo,
Ijo, Cincingguling, Karanganyar, Kedung Bener, Jati Negara dan Sungai Mawar.
Hulu-hulu sungai tersebut pada umumnya terdapat di bagian tengah maupun utara
wilayah yang merupakan wilayah dataran agak tinggi dan banyak ditumbuhi hutan
dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai-sungai tersebut berfungsi untuk
mendukung jaringan irigasi guna mengairi areal persawahan
Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Kebumen tergolong besar. Berdasarkan sensus
penduduk tahun 1980 tercatat sebanyak 1 032 226 jiwa, sensus penduduk tahun
1990 sebanyak 1.120.982 jiwa dan sensus tahun tahun 2000 sebanyak 1.164.940
jiwa. Berdasarkan data tersebut, rata-rata pertumbuhan penduduk dari tahun
1980-1990 adalah 0.78%. Sedangkan berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Daerah
(SUSEDA) 2003, maka jumlah penduduk menjadi 1 187 614 jiwa atau tumbuh
sebesar 0.64% dibandingkan tahun 2000. Dengan demikian, pada tahun 2003
kepadatan rata -rata penduduknya adalah 927 jiwa/km2. Namun demikian,
kepadatan penduduk pada tiap kecamatan tidak sama, dimana dari 26 kecamatan
di Kabupaten Kebumen terdapat 12 kecamatan yang mempunyai kepadatan diatas
rata-rata kabupaten, seperti Kecamatan Kebumen, Pejagoan, Alian, Klirong,
Gombong.
Struktur umur penduduk Kabupaten Kebumen termasuk kategori sedang
sebab sekitar 64.6% penduduknya berumur antara 15-65 tahun. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin, komposisi antara berkelamin laki-laki dan perempuan
hampir seimbang. Berdasarkan komposisi pemeluk agama penduduknya, maka
sebagian besar beragama Islam, bahkan di beberapa tempat terdapat pesantren
yang cukup terkenal yang terdapat di desa Semlangu.
37
Tabel 4 Komposisi penduduk Kabupaten Kebumen
Jenis Kelamin %
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Pertumbuhan
2000 584 076 580 864 1 164 940
2001 588 652 585 654 1 174 306 0.8
2002 593 208 590 548 1 183 756 0.8
2003 603 022 590 956 1 193 978 0.9
Sumber : Kebumen Dalam Angka tahun 2002 dan 2003
Kondisi Makro Perekonomian
Salah satu indikator yang umum digunakan guna melihat perkembangan
wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan PDRB
Kabupaten Kebumen dalam kurun waktu 10 tahun (1994-2003) atas dasar harga
konstan serta kontribusi masing-masing sektor perekonomian, nampak pada
Tabel 5 di bawah
Tabel 5 PDRB Kabupaten Kebumen ta hun 1994 – 2003 atas dasar harga konstan 1993 (juta rupiah)
Sektor Tahun
Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa Jumlah
1994 394 908 33 531 48 248 4 420 25 585 134 869 28 816 34 770 154 420 859 567
1995 405 519 38 237 59 795 5 821 26 819 146 269 31 733 36 324 162 247 912 764
1996 417 078 44 862 68 888 6 898 28 014 159 575 34 312 39 003 169 600 968 229
1997 395 850 53 631 83 260 8 481 28 373 172 825 36 205 40 870 175 325 994 821
1998 332 412 45 911 84 776 8 963 19 008 155 754 37 105 38 984 142 301 865 213
1999 335 281 47 454 85 293 9 651 20 377 157 847 36 997 44 709 155 024 892 634
2000 367 829 43 632 83 876 7 117 17 367 134 841 39 196 48 775 156 751 899 383
2001 364 705 46 021 85 531 7 449 17 710 137 896 41 257 50 086 164 717 915 371
2002 378 477 47 846 88 051 8 256 19 782 142 024 42 877 51 256 163 013 941 581
2003 384 160 50 375 90 725 8 787 20 944 147 367 44 779 52 801 170 643 970 579
Jumlah 3 776 219 4 51 500 778 442 75 843 223 978 1 489 268 373 275 437 579 1 614 039 9 220 143
Maks. 417 078 53 631 90 725 9 651 28 373 172 825 44 779 52 801 175 325 994 821
Min. 332 412 33 531 48 248 4 420 17 367 134 841 28 816 34 770 142 301 859 567
Rata-
rata 377 622 45 150 77 844 7 584 22 398 148 927 37 328 43 758 161 404 922 014
Simp.
Baku
28 105
5 757
14 065
1 588
4 330
12408
4 939
6 616
9 642
45 715
Sumber : PDRB Kabupaten Kebumen tahun 2002 dan Jateng dalam angka 2003
38
Tabel 6 Persentase distribusi sektor-sektor perekonomian PDRB Kabupaten Kebumen.
Sektor No Tahun
Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa Jumlah
1 1994 45.9 3.9 5.6 0.5 3.0 15.7 3.4 4.0 18.0 100.0
2 1995 44.4 4.2 6.6 0.6 2.9 16.0 3.5 4.0 17.8 100.0
3 1996 43.1 4.6 7.1 0.7 2.9 16.5 3.5 4.0 17.5 100.0
4 1997 39.8 5.4 8.4 0.9 2.9 17.4 3.6 4.1 17.6 100.0
5 1998 38.4 5.3 9.8 1.0 2.2 18.0 4.3 4.5 16.4 100.0
6 1999 37.6 5.3 9.6 1.1 2.3 17.7 4.1 5.0 17.4 100.0
7 2000 40.9 4.9 9.3 0.8 1.9 15.0 4.4 5.4 17.4 100.0
8 2001 39.8 5.0 9.3 0.8 1.9 15.1 4.5 5.5 18.0 100.0
9 2002 40.2 5.1 9.4 0.9 2.1 15.1 4.6 5.4 17.3 100.0
10 2003 39.6 5.2 9.3 0.9 2.2 15.2 4.6 5.4 17.6 100.0
Maks. 45.9 5.4 9.8 1.1 3.0 18.0 4.6 5.5 18.0
Min. 37.6 3.9 5.6 0.5 1.9 15.0 3.4 4.0 16.4
Rata-rata 41.0 4.9 8.4 0.8 2.4 16.2 4.0 4.7 17.5
Simp.
Baku 2.7 0.5 1.5 0.2 0.4 1.2 0.5 0.7 0.4
Keterangan :
Tani Pertanian Dag Perdagangan
Tmb Pertambangan dan Pengalian Akt Angkutan dan Komunikasi Ind Industri Pengolahan Keu Lembaga Keu. Persewaan dan jasa perusahaan
Ligas Listrik, gas dan air minum
Jasa Jasa-jasa
Kons Bangunan dan konstruksi
PDRB Kabupaten Kebumen didominasi oleh sektor Pertanian, walaupun
mengalami penurunan dari 45.9% di tahun 1994 menjadi 39.6% di tahun 2003
atau 0.63% per tahun. Besarnya kontribusi sektor pertanian menunjukkan bahwa
perekonomian di Kabupaten Kebumen masih didominasi oleh sektor primer.
Dominasi ini cukup wajar mengingat, luas lahan persawahan di Kabupaten
Kebumen meliputi 30-31% luas wilayah atau sekitar 39.7 ribu hektar, baik yang
beririgasi teknis maupun non teknis Produksi padi yang dihasilkan rata-rata
sebesar 377.7 ribu ton atau 4.5% dari total produksi padi di Jawa Tengah.
Sedangkan untuk lahan non persawahan banyak digunakan untuk kegiatan
perkebunan dan palawija.
Selama kurun waktu 10 tahun pertumbuhan PDRB mengalami fluktuasi
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1.5%. Namun, untuk sektor pertanian yang
39
merupakan sektor andalan Kabupaten Kebumen mengalami penurunan rata -rata
0.1%. Sedangkan untuk sektor lain pada umumnya mengalami kenaikan kecuali
untuk sektor konstruksi. Sektor-sektor perekonomian yang mengalami kenaikan
cukup besar adalah sektor listrik dan gas, sektor industri, serta sektor angkutan
yang mampu tumbuh diatas 5%.
Tabel 7 Pertumbuhan lapangan usaha PDRB Kabupaten Kebumen tahun 1994-2003 (dalam persen)
Sektor Total
Tahun Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa
1994
1995 2.7 14.0 23.9 31.7 4.8 8.5 10.1 4.5 5.1 6.2
1996 2.9 17.3 15.2 18.5 4.5 9.1 8.1 7.4 4.5 6.1
1997 -5.1 19.5 20.9 22.9 1.3 8.3 5.5 4.8 3.4 2.7
1998 -16.0 -14.4 1.8 5.7 -33.0 -9.9 2.5 -4.6 -18.8 -13.0
1999 0.9 3.4 0.6 7.7 7.2 1.3 -0.3 14.7 8.9 3.2
2000 9.7 -8.1 -1.7 -26.3 -14.8 -14.6 5.9 9.1 1.1 0.8
2001 -0.8 5.5 2.0 4.7 2.0 2.3 5.3 2.7 5.1 1.8
2002 3.8 4.0 2.9 10.8 11.7 3.0 3.9 2.3 -1.0 2.9
2003 1.5 5.3 3.0 6.4 5.9 3.8 4.4 3.0 4.7 3.1
Maks. 9.7 19.5 23.9 31.7 11.7 9.1 10.1 14.7 8.9 6.2
Min. -16.0 -14.4 -1.7 -26.3 -33.0 -14.6 -0.3 -4.6 -18.8 -13.0
Rata-rata -0.1 5.2 7.6 9.1 -1.2 1.3 5.1 4.9 1.4 1.5
Simp.
Baku 7.2 11.2 9.6 16.1 14.0 8.3 3.0 5.3 8.1 5.7
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kebumen pada tahun 1998 mengalami
penurunan yang cukup tajam (kontraksi) sebesar 13 %. Hal ini merupakan imbas
dari krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada tahun tersebut. Namun
berangsur -angsur tumbuh walaupun dengan peningkatan yang tidak terlampau
tinggi.
Bila dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB Jawa Tengah untuk kurun
waktu yang sama, maka nampak bahwa rata-rata pertumbuhannya masih lebih
rendah dari rata-rata Jawa Tengah yang mencapai 2.4% per tahun. Sebagaimana
wilayah lain, maka di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1998 juga mengalami
kontraksi sebesar 12.4% akibat krisis ekonomi dan moneter pada tahun tersebut.
40
0.0
7.3
-12.4
4.1
0.0
6.1
-13.0
3.1
3.53.33.94.23.07.3
2.7 2.91.80.8
6.2
3.2
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Kebumen
Jateng
Gambar 6 Pertumbuhan PDRB Kabupaten dan Jawa Tengah Tahun
1994-2003.
Kontribusi yang besar dari sektor pertanian bagi Kabupten Kebumen
nampaknya tidak diimbangi dengan angka pertumbuhan PDRB nya. Hal ini
minimal mengindikasikan 2 (dua) hal yakni :
a. belum ada kebijakan atau implementasi kebijakan yang berakibat langsung
terhadap peningkatan sektor pertanian,
b. arah kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen lebih diarahkan pada
sektor-sektor sekunder dan tersier seperti sektor industri pengolahan,
perdagangan, jasa dari pada meningkatkan sektor primer yakni pertanian dan
pertambangan.
Menurut Sukirno (2002) di dalam perekomian yang belum berkembang, sektor
pertanian penting sekali artinya. Sebagian besar produksi nasional merupakan
hasil pertanian dan sebagian besar pendapatan rumah tangga dibelanjakan untuk
membeli hasil-hasil pertanian. Perkembangan ekonomi sedikit demi sedikit akan
mengurangi peranan sektor pertanian. Kemunduran peranan sektor pertanian
dalam perekonomian antara lain disebabkan oleh permintaan terhadap hasil
pertanian yang lambat perkembangannya.
41
Garis Besar Kebijakan Pembangunan
Pembangunan merupakan aspek yang sangat penting dalam mewujudkan
kemajuan wilayah. Agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan
optimal dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka perlu adanya perumusan
kebijakan pembangunan yang jelas, terarah, logis, dan memperhatikan
kharakteristik yang dimiliki oleh daerah. Dengan diberlakukannnya UU nomor 22
tahun 1999 juncto. UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta
UU nomor 25 tahun 1999 juncto UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka daerah mempunyai
kewenangan yang lebih luas dalam merumuskan kebijakan pembangunan yang
sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya.
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak tahun 2001,
mengandung konsekuensi yang cukup menantang bagi daerah. Di satu sisi,
kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah.
Namun demikian, di sisi lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus
diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah pola pengelolaan daerah dari
sentralistik menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai
pembangunan, sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas
pembangunan (Suhandono 2002)
Secara umum pola kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Kebumen
telah dituangkan dalam berbagai peraturan daerah antara lain :
1. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen nomor 13 tahun 2001 tentang Pola
Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten (POLDAS) Kebumen tahun
2001–2005;
2. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen nomor 17 tahun 2002 tentang
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Kebumen tahun
2002-2005;
3. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 18 tahun 2002 tentang
Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA) Kabupaten Kebumen tahun
2002-2005.
42
Sesuai dengan UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, maka pola perencanaan pembangunan telah berubah
dengan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (RKPD). Perubahan pola kebijakan
perencanaan tersebut terkait erat dengan perubahan sistem penyelengaraan
pemerintahan, dimana pada saat ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat
melalui mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sesuai UU tersebut maka
dokumen RPJM-D merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kerja
kepala daerah yang terpilih. Pada saat penelitian dokumen-dokumen tersebut
masih dalam proses pembahasan mengingat Kabupaten Kebumen baru saja
menyelesaikan tahapan Pilkada yang dilaksanakan pada bulan Juni 2005
Visi pembangunan yang dilaksanakan oleh Kabupaten Kebumen adalah
”terwujudnya masyarakat yang agamis, adil, sejahtera, berdaulat, demokratis,
disiplin, menjunjung rasa persatuan dan kesatuan dengan dukungan sumber daya
manusia yang maju, mandiri, berkualitas, jujur serta bertanggung jawab”. Untuk
mewuujudkan visi tersebut, maka arah kebijakan pembangunan dilaksanakan
dalam beberapa bidang yakni hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan,
sosial dan budaya, pembangunan wilayah dan perdesaan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, serta keamanan dan ketertiban masyarakat.
Khusus pembangunan di bidang ekonomi, maka dalam PROPEDA tahun
2002-2005 dikatakan bahwa pembangunan ekonomi di Kabupaten Kebumen lebih
diprioritaskan pada pembangunan sektor pertanian, perdagangan dan industri,
dengan pertimbangan bahwa kontribusi dalam PDRB dan kemampuan menyerap
tenaga kerja sektor-sektor perekonomian tersebut cukup besar. Secara garis besar
arah kebijakan yang dicanangkan dalam bidang ekonomi adalah :
1. Memberdayakan masyarakat melalui 3 (tiga) sisi yakni enabling,
empowering, dan protecting;
2. Mengembangkan perekonomian melalui kebijakan yang sinergis /
terpadu antar sektor pertanian, pariwisata, perdagangan dan industri;
3. Mengembangankaan sistem ekonomi kerakyatan;
43
4. Mengembangkan kebijakan pembangunan pertanian dengan
menitikberatkan pada peningkatan nilai tambah komoditas pertanian;
5. Mengembangkan kebijakan industri dan pe rdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing;
6. Memberikan perhatian secara khusus terhadap produk-produk unggulan
daerah;
7. Memberdayakan usaha kecil menengah dan koperasi (UKM) agar lebih
efisien;
8. Mengembangkan hubungan kemitraan antar pelaku usaha;
9. Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan perekonomian
seperti transportasi, irigasi, telekomunikasi, dan energi.
Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, maka program-progam
pembanguan yang dirumuskan adalah program pengembangan ketahanan pangan,
pengembangan agribisnis, penciptaan iklim usaha yang kondusif, peningkatan
akses kepada sumber daya produktif, pengembangan kewirausahaan dan
Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi (PKMK), penataan dan penguatan basis
produksi dan distribusi, penguatan institusi pasar, pengembangan investasi,
peningkatan aksestabilitas masyarakat terhadap jasa pelayanan, sarana dan
prasarana, pengembangan kelautan, dan progam pengembangan sumber daya
kelautan.
Bila memperhatikan kebijakan dan program-program pembangunan yang
dirumuskan, nampaknya telah mencakup berbagai aspek. Sehingga, bila
diimplemenrasikan akan berdampak cukup besar bagi pengembangan masyarakat
dan kemajuan daerah. Namun, dari data -data perekonomian yang ada, hasil yang
telah dicapai belum mampu mengangkat citra daerah sebagai salah satu kabupaten
dengan tingkat PDRB perkapita yang tergolong rendah di Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, perlu kajian yang lebih mendalam untuk merumuskan kebijakan
dan program pembangunan yang lebih akurat dan berimplikasi luas terhadap
peningkatan dan perkembangan daerah, antara lain dengan memprioritaskan
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pada pengembangan sektor -sektor
unggulan daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perkembangan Wilayah
Pengembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar
wilayah. Oleh karena itu, pengembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan
kondisi, potensi dan permasalahan pada wilayah bersangkutan. Untuk mengetahui
perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menganalisa pencapaian
hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja dibidang ekonomi dan
sosial serta bidang-bidang lain, dengan menggunakan berbagai metode analisis.
Aktivitas perekonomian pada suatu wilayah membentuk sistem kegiatan
dimana masing-masing komponen sistem saling terkait. Perkembangan suatu
sistem dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen sistem serta
penyebaran (jangkauan spasial) komponen sistem tersebut. Kedua hal tersebut
pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas komponen serta perluasan
hubungan spasial dari komponen di dalam sistem maupun dengan di luar sistem.
Artinya suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah dari komponen/aktivitas
sistem tersebut bertambah atau aktivitas dari komponen sistem tersebar lebih luas
(Saefulhakim 2004).
Perluasan jumlah komponen aktivitas ini dapat dianalisis dengan
menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Prinsip indeks entropi ini
adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka
semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin
berkembang. Aktivitas suatu wilayah dapat dicerminkan dari perkembangan
sektor-sektor perekonomian dalam PDRB. Semakin besar indeks entropinya
maka dapat diperkirakan semakin berkembang dan proporsional komposisi antar
sektor-sektor perekonomian, dan sebaliknya semakin kecil indeksnya maka dapat
diperkirakan terdapat sektor perekonomian yang dominan di wilayah tersebut.
45
Hasil perhitungan indeks entropi untuk Kabupaten Kebumen dan 5 (lima)
kabupaten disekitarnya dalam kurun waktu 1995–2003 nampak pada Tabel. 8 di
bawah.
Tabel 8 Indeks entropi sektor -sektor perekonomian Kabupaten Kebumen dan 5 (lima) kabupaten di sekitarnya tahun 1995–2003
Tahun Kabupaten
1995 1996 1997 1998 1999 2001 2002 2003
Cilacap 0.57
0.57
0.55
0.55
0.55
0.56
0.55
0.54
Banyumas 0.81
0.81
0.83
0.82
0.83
0.84
0.84
0.84
Banjarnegara 0.73
0.73
0.73
0.71
0.74
0.76
0.76
0.76
Kebumen 0.72
0.73
0.75
0.77
0.77
0.76
0.76
0.76
Purworejo 0.78
0.79
0.79
0.77
0.78
0.79
0.79
0.80
Wonosobo 0.76
0.71
0.68
0.65
0.65
0.70
0.71
0.71
Maksimum 0.81
0.81
0.83
0.82
0.83
0.84
0.84
0.84
Minimum 0.57
0.57
0.55
0.55
0.55
0.56
0.55
0.54
Rata-Rata 0.73
0.72
0.72
0.71
0.72
0.73
0.74
0.74
Simpangan Baku 0.08
0.08
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
Sumber : Jawa tengah Dalam Angka tahun 1995 - 2003 ( data di olah)
Berdasarkan data-data pada Tabel 8 tersebut di atas, dapat diperoleh penjelasan
sebagai berikut :
a. Indeks entropi Kabupaten Kebumen yang berkisar antara 0.72– 0.77, yang
berarti secara umum cukup tinggi dan masih diatas rata-rata nilai indeks.
Hal ini menunjukkan, secara umum perkembangan proporsi keragaman
sektor perekonomiaan di Kabupaten Kebumen cukup baik.
b. Kabupaten Cilacap ya ng mempunyai PDRB terbesar diantara 6 (enam)
kabupaten tersebut, namun ternyata mempunyai indeks entropi yang paling
kecil. Hal ini berarti bahwa di Kabupaten Cilacap terdapat sektor
perekonomian yang dominan dan terbukti bahwa di Kabupaten Cilacap
46
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang sangat dominan
dengan kontribusi lebih dari 80% dari total PDRB kabupaten tersebut..
c. Secara umum perkembangan komposisi sektor -sektor perekonomian di 6
(enam) kabupaten tersebut tidak banyak mengalami perubahan, dan
masing-masing wilayah mempunyai komposisi yang khas, namun secara
umum masih didominasi sektor pertanian kecuali untuk Kabupaten
Cilacap.
Khusus untuk Kabupaten Kebumen, indeks entropi sektor -sektor
perekonomian untuk kurun waktu 1995 - 2003 nampak pada Tabel 9
Tabel 9 Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Kebumen tahun 1995–2003
Sektor Jumlah Tahun Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa
1995 0.16 0.06 0.08 0.01 0.05 0.13 0.05 0.06 0.13 0.72
1996 0.16 0.06 0.08 0.02 0.04 0.13 0.05 0.06 0.13 0.73
1997 0.16 0.07 0.09 0.02 0.04 0.13 0.05 0.06 0.13 0.75
1998 0.16 0.07 0.10 0.02 0.04 0.13 0.06 0.06 0.13 0.77
1999 0.16 0.07 0.10 0.02 0.04 0.13 0.06 0.07 0.13 0.77
2001 0.16 0.07 0.10 0.02 0.03 0.12 0.06 0.07 0.14 0.76
2002 0.16 0.07 0.10 0.02 0.04 0.12 0.06 0.07 0.13 0.76
2003 0.16 0.07 0.10 0.02 0.04 0.12 0.06 0.07 0.13 0.76
Maksimum 0.16 0.07 0.10 0.02 0.05 0.13 0.06 0.07 0.14 0.77
Minimum 0.16 0.06 0.08 0.01 0.03 0.12 0.05 0.06 0.13 0.72
Rata-Rata 0.16 0.07 0.09 0.02 0.04 0.13 0.06 0.06 0.13 0.75
Simpangan Baku 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02
Sumber : Jawa tengah Dalam Angka tahun 1995 - 2003 ( data di olah)
Keterangan Tani : Pertanian Dag : Perdagangan Tmb : Pertambangan dan Pengalian Akt : Angkutan dan Komunikasi Ind : Industri Pengolahan Keu : Lemb.Keu Persewaan dan Jasa perusahaan Ligas : Listrik, gas dan air minum Jasa : Jasa-jasa Kons : Bangunan dan konstruksi
Sektor pertanian memberikan kontribusi indeks terbesar yakni sebesar 0.16
yang disusul sektor perdagangan dan sektor jasa dengan indeks 0.13–0.14.
Sedangkan sektor -sektor lain relatif kecil. Perubahan angka indeks yang relatif
stabil, yang mengindikasikan bahwa secara umum komposisi perkembangan
sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kebumen kurang mengalami banyak
47
perkembangan atau bisa dikatakan stagnan. Namun demikian, dengan angka
indeks tersebut menunjukkan bahwa proporsi sektor-sektor perekonomian untuk
kurun waktu tersebut cukup beragam dan tidak terdapat sektor perekonomian
yang begitu mendominasi perekonomian daerah. Hal tersebut minimal dapat
menggambarkan dua hal, pertama bahwa kebijakan pembangunan khususnya di
bidang ekonomi oleh pemda belum memberikan prioritas guna mengembangkan
sektor-sektor perekonomian tertentu, kedua beragamnya aktivitas sektor-sektor
perekoniomian memberikan peluang yang lebih luas bagi pemda untuk
menentukan prioritas pengembangan suatu sektor perekonomian.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota yang
terdapat di Provinsi Jawa Tengah, dimana aktivitas perekonomian Jawa Tengah
tentunya berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian di Kabupaten Kebumen.
Gambaran umum aktivitas perekoniomian Jawa Tengah untuk tahun 2003 dapat
diketahui dari hasil analisa dengan metode Principal Components Analysis (PCA).
Hasil analisa PCA dengan data dasar PDRB perkapita tahun 2003 dengan
variabel 9 (sembilan) sektor perekonomian, diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Berdasarkan scree plot pada Gambar 7 dan eigen value Tabel 10 diperoleh
hasil bahwa dari 9 (sembilan) variabel sektor perekonomian, dapat
disederhananakan menjadi 2 (dua) variabel baru yakni faktor 1 dan faktor 2,
dimana masing-masing bersifat ortogonal (tidak berkorelasi). Dengan 2 (dua)
faktor tersebut, nilai eigen-nya adalah 81.059 yang berarti bahwa hasil
tersebut telah mewakili lebih dari 81 % keragaman data. Hal ini berarti hasil
tersebut cukup signifikan untuk dianalisa. Untuk faktor 1 dapat
dikelompokkan sebagai variabel-variabel jasa dan faktor 2 merupakan
variabel-variabel industri perdagangan (Indag).
Tabel 10 Eigenvalues. Extraction : principal components
Value Eigenvalue % Total Cumulative Eigen value Cumulative %
1 5.384353 59.82615 5.384353 59.82615
2 1.910980 21.23311 7.295333 81.05926
48
Gambar 7 Plot of eigenvalue.
2. Berdasarkan hasil factor loading sebagaimana nampak pada Tabel 11 di
bawah, dapat dijelaskan bahwa untuk lingkup Provinsi Jawa Tengah, sektor
listrik dan gas, sektor bangunan, angkutan, keuangan dan sektor jasa
mempunyai korelasi yang kuat dan bersifat positif (saling mendukung). Hal ini
menunjukkan aktivitas yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian tersebut
secara umum saling menguatkan.
Tabel 11 Factor loadings (varimax normalized) Extraction: Principal Components
Var Jasa Indag
Tani -0.794105 -0.070573
Tmb -0.484708 0.387003
Ind 0.103349 0.948005
Ligas 0.892175 0.297335
Kons 0.908890 0.048060
Dag 0.223246 0.947163
Akt 0.964731 0.066094
Keu 0.932282 0.261474
Jasa 0.912556 0.023650
Expl.Var 5.180736 2.114597
Prp.Totl 0.575637 0.234955
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Number of Eigenvalues
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
Val
ue
49
3. Sedangkan untuk sektor pertanian mempunyai korelasi yang kuat dengan
sektor listrik dan gas, kontruksi, angkutan, keuangan dan jasa tetapi
korelasinya bersifat negatif/berlawanan arah, yang mengidikasikan bahwa
perkembangan sektor pertanian dapat mengurangi persentase perkembangan 4
(empat) sektor lain atau perkembangan 4 (empat) sektor tersebut dapat
mengurangi persentase perkembangan sektor pertanian. Hal ini juga
mengindikasikan adanya perubahan struktur perekonomian dari sektor primer
ke sektor sekunder dan tersier.
4. Sektor perdagangan dan industri mempunyai korelasi yang kuat, hal ini
menunjukkan bahwa hasil-hasil industri mampu menaikkan di sektor
perdagangan. Dengan demikian, aktivitas perdagangan mampu menyerap
hasil-hasil kegiatan industri pengolahan yang ada. Namun, bahan baku industri
pengolahan secara umum belum memanfaatkan hasil produksi pertanian yang
ditunjukkan dengan lemahnya korelasi kedua sektor tersebut.
5. Perkembangan sektor-sektor perekonomian dapat pula di lihat dari
komunalitas variabel data sebagaimana Tabel 12 di bawah.
Tabel 12 Communalities. Extraction: principal components
Variable Jasa Indag Multiple
Tani 0.630603 0.635584 0.639386
Tmb 0.234942 0.384713 0.450139
Ind 0.010681 0.909394 0.867064
Ligas 0.795977 0.884385 0.885855
Kons 0.826081 0.828391 0.864153
Dag 0.049839 0.946957 0.891815
Akt 0.930706 0.935074 0.964956
Keu 0.869149 0.937518 0.929418
Jasa 0.832759 0.833318 0.910932
Sektor pertanian di provinsi Jawa Tengah secara umum menyebar merata di
seluruh wilayah, sedangkan untuk sektor pertambangan dengan nilai yang relatif
50
kecil (0.2–0.3 ) pada faktor 1 (jasa) dan 2 (indag) berarti bahwa sektor tersebut
hanya spesifik dan terkonsentrasi di suatu wilayah serta tidak bersifat menyebar di
sebagian besar wilayah. Fenomena ini akan nampak jelas bila dilakukan analisis
LQ.
Untuk sektor Industri dan Perdagangan bersifat umum di faktor 2 (Indag),
namun spesifik di faktor 1 (jasa). Hal ini berarti proporsi kegiatan dari kedua
sektor tersebut tidak menyebar secara merata. Bila diperhatikan dari data PDRB
Provinsi Jawa Tengah, maka akan nampak jelas bahwa kegiatan sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan bernilai cukup besar di beberapa kabupaten/
kota saja seperti Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kudus dan Kota Semarang
dimana kontribusi sektor industri pengolahan untuk tahun 2003 mencapai 56.2%
dan sektor perdagangan untuk tahun 2003 pada ketiga Kabupaten/Kota tersebut
mencapai 50% dari total PDRB Jawa Tengah
Walaupun Kabupaten Cilacap berbatasan langsung dengan Kabupaten.
Kebumen, namun nampaknya aktivitas perekonomian Kabupaten Kebumen masih
jauh tertinggal dengan Kabupaten Cilacap. Hal ini menandakan bahwa aktivitas
perekonomian yang besar di Kabupaten Cilacap belum memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian di Kabupaten Kebumen.
Sejak tahun 2003, untuk lebih meningkatkan perkembangan perekonomian
wilayah, telah dibentuk lembaga kerjasama antar daerah yang dikenal dengan
BARLINGMASCAKEB yang terdiri dari Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kebumen.
Tujuan utama dari forum kerjasama tersebut adalah terbentuknya regional
marketing guna terciptannya iklim investasi di setiap kabupaten di wilayah
tersebut. Namun, saat ini bentuk kerjasamanya masih lebih banyak diarahkan pada
pertukaran informasi mengenai aktivitas-aktivitas perekonomian terutama
peluang-peluang yang mungkin dapat dikembangkan.
51
Analisis Sektor Unggulan
Kriteria Sektor Unggulan
Konsep pembangunan suatu daerah dikembangkan melalui berbagai disiplin
ilmu seperti ekonomi, geografi, sosial dan politik. Pembangunan daerah pada
umumnya mencakup berbagai dimensi pembangunan yang dilaksanakan secara
bertahap. Pembangunan daerah tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan suatu proses perbaikan tatanan sosial,
ekonomi, hukum, politik, lingkungan, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat
(social welfare). Tujuan tersebut dapat dicapai apabila daerah mempunyai
kondisi yang dinamis untuk menghadapi persaingan sehingga konsep
pembangunan pada suatu daerah harus tetap mengacu pada kondisi daerah itu
sendiri.
Sajalan dengan perkembangan kondisi masyarakat yang makin dinamis,
maka saat ini makin berkembang konsep pengembangan wilayah dalam upaya
mencapai kesejahteraan masyarakat. Menurut Riyadi (2004) konsep
pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena
pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issues (permasalahan) pokok
wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan sektoral sesuai dengan
tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu, tanpa terlalu
memperhatikan kaitannnya dengan sektor-sektor lainnya. Walaupun kedua konsep
berbeda, namun dalam orientasi keduanya saling melengkapi, dalam arti bahwa
pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pembangunan
sektoral. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada
pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya pembangunan
sektor itu sendiri. Bahkan, hal ini bisa menciptakan konflik kepentingan antar
sektor yang dapat bersifat kontra produktif dengan pengembangan wilayah.
Dengan demikian, pengemba ngan wilayah seyogyanya menjadi acuan (referensi)
bagi pembangunan sektoral dan sama sekali bukan agregat dari pembangunan
sektor-sektor pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah merupakan penjabaran
dari tujuan pembangunan daerah yang tertuang dalam Program Pembangunan
Daerah (PROPEDA).
52
Salah satu aspek yang penting dalam perumusan kebijakan pembangunan
adalah mengetahui sektor -sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading
sektor) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi
penghela/lokomotif perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan
mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat
efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Untuk
menentukan suatu sektor merupakan unggulan bagi suatu daerah dapat dilihat
dari berbagai sisi. Dalam pembahasan, ini untuk menentukan sektor unggulan
digunakan 4 (empat) kriteria yakni :
a. Kontribusi sektor perekonomian dalam PDRB;
b. Pertumbuhan sektor -sektor dalam PDRB;
c. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor PDRB;
d. Sektor basis yang dianalisa dengan metode LQ.
Hasil nilai yang diperoleh dari masing-masing kriteria, diambil 4 (empat)
sektor yang mempunyai nilai tinggi. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap
masing-masing sektor yang layak menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten
Kebumen.
Berdasarkan data pada tabel 6 dan 7 sebelumnya, telah dapat diketahui
kontribusi dan pertumbuhan masing-masing sektor -sektor perekonomian di
Kabupaten Kebumen. Sedangkan berdasarkan aspek penyerapan tenaga kerja
nampak pada Tabel 13 di bawah.
Tabel 13 Penyerapan tenaga kerja menurut sektor usaha tahun 2001–2003
Tahun Sektor Jumlah Jumlah
Tani Ind Dag Jasa Lain Pekerja Angk Kerja
% % % % % Jiwa % Jiwa
2001 40.76 22.35 20.61 8.82 7.46 608 308 100 643 166
2002 38.75 21.87 16.41 11.62 11.35 613 215 100 648 320
2003 50.40 15.93 14.00 8.18 11.49 613 846 100 649 632
Rata-rata 43.30 20.05 17.01 9.54 10.10 Sumber : Kebumen dalam angka tahun 2003, Profil pembangunan daerah Kab. Kebumen tahun 2003
53
Untuk mengetahui sektor basis digunakan analisis Location Quotient (LQ) .
Hasil perhitungan milai LQ dengan data dasar PDRB berdasarkan lapangan usaha
(sektor) tahun 1994 -2003 tampak pada Tabel 14.
Tabel 14 LQ Kabupaten Kebumen atas dasar lapangan usaha PDRB tahun 1999-2003
Tahun Sektor Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa
1994 2.15 3.27 0.18 0.71 0.64 0.75 0.88 0.79 1.62 1995 2.11 3.47 0.21 0.82 0.63 0.75 0.90 0.79 1.68 1996 2.12 3.68 0.22 0.86 0.60 0.76 0.87 0.80 1.70 1997 2.09 3.96 0.26 0.93 0.57 0.78 0.89 0.78 1.72 1998 1.84 3.70 0.32 0.97 0.58 0.78 0.92 1.14 1.57 1999 1.81 3.64 0.31 0.95 0.55 0.77 0.84 1.27 1.72 2000 1.98 3.37 0.31 0.66 0.48 0.64 0.87 1.38 1.77 2001 1.84 4.66 0.33 0.78 0.53 0.64 0.93 1.19 1.65 2002 1.98 4.88 0.32 0.76 0.58 0.63 0.94 1.18 1.59 2003 1.99 4.99 0.31 0.78 0.59 0.63 0.94 1.17 1.61
Maksimun 2.15 4.99 0.33 0.97 0.64 0.78 0.94 1.38 1.77
Minimum 1.81 3.27 0.18 0.66 0.48 0.63 0.84 0.78 1.57 Rata-rata 1.99 3.96 0.28 0.82 0.58 0.71 0.90 1.05 1.66 Simpangan baku 0.13 0.64 0.05 0.11 0.05 0.07 0.03 0.23 0.06 Sumber : PDRB Kabupaten Kebumen tahun 2002 dan Jateng dalam angka 2003
Nilai-nilai yang terdapat pada tabel-tabel tersebut, telah memberikan sinyal
bahwa Kabupaten Kebumen sebenarnya mempunyai beberapa sektor
perekonomian yang potensial menjadi sektor unggulan daerah. Beberapa sektor
perekonomian yang masuk sesuai kriteria sektor-sektor unggulan na mpak pada
Tabel 15.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kriteria-kriteria di atas, terdapat
beberapa sektor perekonomian yang masuk dalam dua atau lebih kriteria.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa sektor pertanian, industri
pengolahan dan sektor jasa mempunyai tiga dari empat kriteria yang ditentukan,
sedangkan sektor perdagangan dan pertambangan mempunyai dua kriteria.
Dengan memperhatikan kriteria-kriteria di atas dan aspek pengembangan wilayah,
maka sektor -sektor perekonomian yang merupakan sektor unggulan Kabupaten
Kebumen adalah pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa.
Beberapa pertimbangan lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah :
54
Tabel 15 Sektor perekonomian yang masuk kriteria sektor unggulan
No. Kriteria Nilai
1 Kontribusi PDRB tahun 1994-2003 - Pertanian 40.97% dari PDRB - Jasa 17.50% dari PDRB - Perdagangan 16.20% dari PDRB - Industri pengolahan 8.40% dari PDRB
2 Pertumbuhan sektor-sektor PDRB tahun 1994-2003
- Listrik dan gas 9.13% - Industri 7.64% - Pertambangan 5.20% - Angkutan dan Komunikasi 5.10% 3 Penyerapan TK tahun 2001 -2003 - Pertanian 43.30% Pekerja - Industri 20.05% Pekerja - Perdagangan 17.01% Pekerja - Jasa 9.54% Pekerja 4 Location Quotient tahun 1994-2003
- Pertambangan 3.96 - Pertanian 1.99 - Jasa 1.66 - Keuangan 1.05 Sumber : PDRB Kabupaten Kebumen (data diolah)
a. Kabupaten Kebumen mempunyai sumber daya yang besar untuk
mengembangkan sektor pertanian menjadi sektor unggulan, karena
mempunyai 2 (dua) waduk yang cukup besar guna mengatasi masalah air.
Kemampuan kedua waduk itu mampu mengairi areal persawahan seluas
38 000 Ha. Dengan suplai air tersebut akan banyak komoditi pertanian yang
bisa dikembangkan. Kontribusi terbesar dari sektor pertanian diperoleh dari
sub sektor tanaman bahan makanan khususnya padi, dengan persentase lebih
dari 25%. Besarnya kontribusi tersebut bisa dimaklumi, mengingat lebih
dari 31% lahan di Kabupaten Kebumen merupakan lahan sawah, baik yang
beririgasi teknis maupun sawah tadah hujan. Jumlah produksi padi yang
dihasilkan di Kabupaten Kebumen untuk kurun waktu 1999-2003 rata-rata
sebanyak 377 715 Ton atau sekitar 4.5% dari total produksi Padi di Jawa
Tengah. Potensi perikanan dan kelautan yang merupakan sub sektor
pertanian juga cukup besar besar, walaupun sampai saat ini belum
55
dimanfaatkan secara optimal. Bidang usaha yang memiliki prospek yang
cerah meliputi bidang usaha penangkapan ikan di laut, budidaya ikan di
waduk dan di kolam rakyat, usaha pembenihan ikan/udang, jasa kelautan
dan bioteknologi kelautan. Tantangan yang perlu dicermati adalah sektor
pertanian mengalami perkembangan yang semakin menurun (pertumbuhan
negatif) walaupun sektor ini merupakan sektor basis bagi Kabupaten
Kebumen. Hal ini paling tidak menunjukkan 3 (tiga) hal pertama adanya
perubahan dalam struktur perekonomian Kabupaten Kebumen dari sektor
primer ke sektor sekunder dan tersier, kedua kebijakan pembangunan di
Kabupten Kebumen belum sepenuhnya memperhatikan sektor pertanian,
ketiga bahwa nilai tambah yang dihasilkan dan sektor ini masih rendah
sehingga walaupun produk-produk pertaniannya mampu menjangkau pasar
non lokal atau keluar daerah, sehingga pengaruh terhadap PDRB tidak
terlampau besar.
b. Sektor industri mempunyai daya tahan yang cukup tinggi terhadap gejolak
perekonomian. Hal ini terbukti ada saat terjadi krisis ekonomi pada tahun
1998 dimana sebagian besar sektor -sektor perekonomian lainnnya
mengalami deflasi, sektor industri pengolahan masih mampu tumbuh 1.8%.
Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini cukup tangguh terhadap gejolak
perekonomian. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah sektor ini bukan
merupakan sektor basis bagi Kabupaten Kebumen, yang ditunjukkan oleh
rendahnya nilai LQ yakni sebesar 0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar hasil industri masih dikategorikan non basic industry atau
industri lokal, yang berarti bahwa kegiatan industri masih terbatas untuk
melayani pasar daerah setempat dan belum mampu menjangkau pasar
yang lebih luas (regional). Upaya yang perlu dilakukan adalah memperluas
jangkauan penyerapan hasil-hasil industri di Kabupaten Kebumen ke
lingkup yang lebih luas dengan mendorong kegiatan industri menjadi basic
industry.
Faktor lain yang juga penting diperhatikan dalam pengembangan sektor
industri adalah bahwa kelompok industri yang terdapat di Kabupaten
Kebumen terdiri dari 3 (tiga) kelompok yakni industri menengah (aset 201
56
juta–1 milyar), industri kecil (aset 5 juta–200 juta) dan industri rumah
tangga (aset < 5 juta). Sedangkan berdasarkan data-data statistik sampai
dengan tahun 2003 tidak ada yang masuk dalam kelompok industri besar
(aset > 1 milyar). Sampai dengan tahun 2003, terdapat 36 355 buah industri
dimana sebanyak 35 157 buah atau 96.7% merupakan industri rumah tangga
(household industry) dengan kontribusi terhadap PDRB sekitar 36%.
Industri ini terdapat hampir di tiap kecamatan. Industri menengah hanya ada
sebanyak 13 buah dimana yang 10 buah terdapat di Kecamatan Gombong.
Banyaknya jumlah industri pada masing-masing kelompok industri tahun
2003 tampak pada Tabel 16
Tabel 16 Banyaknya industri di Kabupaten Kebumen tahun 2003
Klasifikasi Industri
Kelompok Industri Besar Menengah Kecil
Rumah Tangga
Jumlah (buah)
Makanan, minuman dan tembakau 2 128 17 965 18 095
Tekstil, Pakaian jadi dan Kulit 101 3 271 3 372
Kayu dan Barang dari kayu 3 38 13 070 13 111
Kertas dan Barang dari kertas 1 10 55 66
Kimia dan Barang dari kimia, batubara, karet dan plastik
1 20 23 44
Barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan batubara
5 821 700 1 526
Logam dasar 11 21 32 Barang dari logam, mesin dan peralatannnya
1 24 42 67
Industri pengolahan lainnya 32 10 42
Jumlah 0 13 1 185 35 157 36 355
Sumber : Kebumen dalam angka tahun 2003
c. Kontribusi sektor jasa-jasa sampai saat ini masih didominasi dari kegiatan
pemerintahan dan hankam, yang berarti aktivitas di level pemerintahan
masih sangat berperan pada sektor ini. Namun demikian, kontribusi sub
57
sektor lain seperti jasa hiburan dan rekreasi masih berpeluang cukup besar
untuk ditingkatkan, mengingat Kabupaten Kebumen mempunyai beragam
obyek pariwisata, baik alami maupun buatan dan telah masuk dalam peta
tujuan wisata di Provinsi Jawa Tengah.
d. Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor perekonomian yang masuk
kategori sektor tersier. Kegiatan perdagangan di Kabupaten Kebumen
sebagian besar masih berupa perdagangan komoditi khususnya komoditi
pertanian. Namun demikian, sektor perdagangan berpotensi untuk menjadi
sektor unggulan di Kabupaten Kebumen, mengingat Kabupaten Kebumen
mempunyai beragam komoditi pertanian yang dapat diperdagangkan. Sama
halnya dengan sektor industri, maka sektor perdagangan bukan merupakan
sektor basis bagi Kabupaten Kebumen, sehingga upaya yang perlu dilakukan
adalah meningkatkan jangkauan aktivitas perdagangan ke lingkup yang lebih
luas.
Salah satu sektor perekonomian yang juga berpotensi sebagai sektor
unggulan adalah sektor pertambangan dan penggalian. Hasil analisa LQ yang
cukup tinggi (3.96) menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan merupakan
sektor basis bagi Kabupaten Kebumen.
Bila dicermati lebih jauh, aktivitas sektor pertambangan tidak menyebar
merata di Kabupaten Kebumen, tapi terdapat di beberapa kecamatan tertentu.
Namun demikian, pada beberapa kecamatan-kecamatan tertentu, sektor
pertambangan menjadi sektor basis dengan nilai LQ melebihi sektor pertanian,
sebagaimana nampak pada tabel LQ pada Tabel 17. Sebagai contoh di
Kecamatan Pejagoan yang mempunyai nilai LQ di atas 2 (dua). Kecamatan
Pejagoan merupakan daerah pertambangan tanah liat guna produksi genteng
yang terkenal dengan genteng Sokka.
Kabupaten Kebumen memang telah lama dikenal sebagai daerah
pertambangan non minyak bumi. Berbagai aktivitas di bidang ini telah dimulai
sejak la ma. Berbagai potensi pertambangan yang terdapat di Kabupaten Kebumen
antara lain andesit, batu gamping, lempung/tanah liat, pasir batu (sirtu), Kaolin,
Bentonit, Tras. Cadangan potensi tambang tersebut memang tidak semua layak
untuk ditambang dengan berba gai pertimbangan. Bahan galian yang telah
58
diusahakan di Kebumen adalah Sirtu, Batu Gamping, andesit, tanah liat, tras dan
kalsit. Bahan galian Kaolin pernah ditambang dan sekarang sudah berhenti karena
cadangannya semakin menipis serta tidak ada permintaan. Sedangkan bentonit,
tidak layak untuk ditambang mengingat cadangan tidak cukup potensial.
Tabel 17 Nilai LQ PDRB sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kebumen tahun 2002
TAHUN 2002
SEKTOR No NAMA KEC.
Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa Jmlh 1 Ayah 1.19 0.40 1.07 0.00 1.10 1.11 0.33 0.85 0.87 6.92 2 Buayan 1.15 2.60 0.70 0.00 0.67 0.80 0.55 0.83 0.77 8.08 3 Puring 1.41 0.00 0.26 0.00 1.42 1.04 0.98 0.93 0.74 6.77 4 Petanahan 1.25 0.00 1.30 0.00 0.35 1.01 0.56 0.66 0.89 6.01 5 Klirong 0.90 1.49 1.82 0.00 0.16 0.73 0.16 0.68 1.35 7.29 6 Buluspesantren 1.29 0.87 0.74 0.00 1.00 0.72 0.27 0.69 1.09 6.67 7 Ambal 1.39 0.00 1.13 0.00 1.40 0.87 0.18 0.95 0.67 6.59 8 Mirit 1.48 0.00 0.65 0.00 0.55 0.82 0.52 0.88 0.79 5.69 9 Prembun 1.03 0.33 0.28 0.00 0.92 1.02 1.45 1.67 1.24 7.93 10 Kutowinangun 0.71 0.93 0.32 0.00 0.89 1.40 1.19 1.43 1.58 8.46 11 Alian 1.10 3.12 0.17 0.00 1.01 0.99 0.59 0.69 0.85 8.53 12 Kebumen 0.53 0.32 0.79 4.60 0.43 1.55 2.18 1.67 1.28 13.36 13 Pejagoan 0.42 2.46 4.71 0.00 0.56 0.70 0.60 1.01 0.39 10.84 14 Sruweng 0.70 2.16 2.22 0.00 1.88 0.85 0.63 0.63 0.99 10.05 15 Adimulyo 1.41 1.04 0.24 0.00 0.50 0.48 0.89 1.03 1.04 6.63 16 Kuwarasan 1.21 0.09 0.31 0.00 1.55 1.15 0.73 1.07 1.06 7.17 17 Rowokele 0.92 3.08 1.14 0.00 0.22 0.93 0.64 0.66 0.90 8.49 18 Sempor 0.89 0.35 0.10 9.89 2.47 1.85 1.02 0.72 0.65 17.93 19 Gombong 0.55 0.03 1.06 0.11 2.53 0.99 2.97 1.36 1.53 11.11 20 Karangngayar 0.77 0.00 0.57 0.00 1.26 1.28 1.50 1.05 1.68 8.12 21 Karanggayam 1.69 0.65 0.27 0.00 1.08 0.39 0.30 0.98 0.67 6.02 22 Sadang 1.59 2.97 0.10 0.00 0.14 0.40 0.59 0.52 0.48 6.79 Rata-rata 1.07 1.04 0.91 0.66 1.00 0.96 0.86 0.95 0.98 8.43
Maksimum 1.69 3.12 4.71 9.89 2.53 1.85 2.97 1.67 1.68 17.93 Minimum 0.42 0.00 0.10 0.00 0.14 0.39 0.16 0.52 0.39 5.69
Simpangan Baku 0.36 1.15 1.02 2.28 0.67 0.35 0.68 0.32 0.35 2.85
Sumber : PDRB Kab. Kebumen tahun 2002 (diolah)
Ket : Kec. Bonorowo, Padureso, Poncowarno, dan Karangsambung belum tersedia datanya
Kegiatan pertambangan di Kebumen pada umumnya dilakukan secara
sederhana dan belum terdapat industri besar di bidang pertambangan barang
galian. Menurut data statistik pada tahun 2003 terdapat 1 526 industri yang
bergerak di bidang barang galian bukan logam da n migas, dimana sekitar 53.8%
59
diantaranya, masuk klasifikasi industri kecil, 45.9 % berupa industri kerajinan
rumah tangga dan 0.3 % masuk klasifikasi industri skala menengah (aset
perusahaan 201 juta –1 milyar rupiah).
Salah satu industri bahan galian yang banyak terdapat di Kabupaten
Kebumen adalah industri genteng yang terkenal dengan genteng Sokka. Nama
Sokka diambil dari sebuah nama tempat di Kecamatan Pejagoan, dimana di
kecamatan tersebut banyak terdapat industri genteng yang pada umumnya
merupakan industri rumah tangga dan kecil. Namun demikian, ada pula yang
masuk kelas industri genteng yang masuk kategori menengah. Nama merk
genteng umumnya merupakan nama pemilik pabrik, misalnya HM Sokka yang
merupakan singkatan dari Haji Muflih . Menurut keterangan para pengrajin
genteng, bahan baku tanah liat saat ini banyak diambil dari berbagai kecamatan di
luar Kecamatan Pejagoan, seperti Petanahan, Sruweng, Mirit. Harga jual genteng
berkisar antara 300–450 rupiah per buah, tergantung pada kualitas gentengnya.
Sedangkan pemasarannya pada umumnya di sekitar Jawa Tengah.
Walaupun Kabupaten Kebumen mempunyai beragam potensi pertambangan
dan dari hasil analisis LQ menunjukkan nilai yang tinggi, namun kontribusi
terhadap PDRB rata-rata sekitar Rp. 45.1 milyar atau sekitar 5% dari PDRB.
Pertumbuhan sektor tersebut selama kurun waktu 10 tahun (1994-2003) hanya
sekitar 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertambangan dan penggalian
belum digarap secara serius oleh pemda, walaupun dalam POLDAS telah diakui
bahwa salah satu sektor yang mempunyai keunggulan komparatif di tingkat
regional Jawa Tengah adalah sektor pertambangan.
Program-program pembangunan di sektor pertambangan, masih
diprioritaskan pada aspek produksi dan pelestarian lingkungan, dan belum jelas
kebijakan guna meningkatkan nilai tambah industri pertambangan dan aspek
pemasarannya. Padahal kedua hal tersebut sangat penting guna lebih
meningkatkan sektor pertambangan agar lebih baik. Beberapa kendala yang
muncul dalam pengembangan sektor pertambangan adalah :
a. Adanya kekhawatiran apabila kegiatan pertambangan dilakukan dalam skala
yang besar maka akan berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti yang
60
terjadi di daerah Karang Sambung, dimana disana dilakukan pertambangan
pasir pada kali Luk Ulo.
b. Sebagaimana telah disampaikan di depan bahwa Kabupaten Kebumen
mempunyai struktur geologi yang unik sehingga telah dijadikan laboratorium
alam bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, apabila terjadi
kegiatan pertambangan akan dapat mengakibatkan kerusakan pada tempat-
tempat tersebut.
Berdasarkan hal-hal di atas, nampaknya sektor pertambangan sulit untuk
menjadi sektor unggulan di Kabupaten Kebumen.
Namun demikian pengembangan sektor-sektor unggulan bagi Kabupaten
Kebumen tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana penunjang lain
misalnya transportasi. Kabupaten Kebumen merupakan simpul dari jalur
transportasi lintas selatan yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Barat,
sehingga sebagian besar sistem transportasi dan pengangkutan adalah transportasi
darat. Untuk jaringan transportasi antar kecamatan dan telah tersedia jalur
transportasi darat yang dapat menghubungkan antar kecamatan. Total panjang
jalan yang tersedia adalah 610.2 Km dimana 78.7% dalam kondisi baik. Hal ini
tentunya sangat menguntungkan bagi pengembangan wilayah karena Kabupaten
Kebumen tidak hanya memiliki penghubung tidak hanya dalam skala kabupaten,
tetapi juga penghubung dalam skala regional.
Prediksi PDRB dengan Pendekatan Fungsi Produksi Cobb and Douglass
Untuk menentukan koefisien elastisitas sektor-sektor unggulan dalam
pembentukan PDRB di Kabupaten Kebumen, dilakukan dengan pendekatan
fungsi produksi Cobb and Douglass. Sebagai dependent variable adalah jumlah
PDRB dan independent variable sektor– sektor perekonomian dalam PDRB yang
masuk kriteria sektor unggulan. Formula fungsi yang digunakan adalah
λγβα JasaDagIndATaniY = dimana,
Y adalah PDRB Kabupaten Kebumen,
A adalah konstanta (intercept),
Tani adalah PDRB sektor pertanian
Ind adalah PDRB sektor industri pengolahan
61
Dag adalah PDRB sektor perdagangan
Jasa adalah PDRB sektor jasa-jasa
α,β,γ dan λ koefisien elastisitas masing-masing sektor perekonomian
Untuk mencari nilai koefisien α ,β,γ dan λ digunakan regresi berganda setelah
fungsi tersebut di log kan, sehingga fungsi produksnya menjadi
Log Y = Log A + αLog Tani + βLog Ind + γLog Dag + λlog jasa
Hasil Log PDRB nampak pada Tabel 18 di bawah
Tabel 18 Log PDRB Kabupaten Kebumen
Sektor No Tahun
Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa PDRB
1 1994
11.60
10.53
10.68
9.65
10.41
11.13
10.46
10.54
11.19 11.93
2 1995
11.61
10.58
10.78
9.76
10.43
11.17
10.50
10.56
11.21 11.96
3 1996
11.62
10.65
10.84
9.84
10.45
11.20
10.54
10.59
11.23 11.99
4 1997
11.60
10.73
10.92
9.93
10.45
11.24
10.56
10.61
11.24 12.00
5 1998
11.52
10.66
10.93
9.95
10.28
11.19
10.57
10.59
11.15 11.94
6 1999
11.53
10.68
10.93
9.98
10.31
11.20
10.57
10.65
11.19 11.95
7 2000
11.57
10.64
10.92
9.85
10.24
11.13
10.59
10.69
11.20 11.95
8 2001
11.56
10.66
10.93
9.87
10.25
11.14
10.62
10.70
11.22 11.96
9 2002
11.58
10.68
10.94
9.92
10.30
11.15
10.63
10.71
11.21 11.97
10 2003
11.58
10.70
10.96
9.94
10.32
11.17
10.65
10.72
11.23 11.99
Sumber : PDRB Kab. Kebumen (data di olah)
Hasil perhitungann regresi berganda selanjutnya dilakukan dengan program
aplikasi statistica ver. 6.0 dengan hasil sebagai berikut :
62
Tabel 19 Hasil perhitungan regresi berganda
Regression Summary for Dependent Variable: R= .99739861 R²= .99480399 Adjusted R²= .99064718 F(4,5)=239.32 p<.00001 Std.Error of estimate: .00208
N=10 Beta Std.Err. Beta B Std.Err. B t(5) p-level
Intercept 1.013672 0.385040 2.632638 0.046386
TANI 0.596658 0.090370 0.389253 0.058957 6.602374 0.001198
IND 0.578676 0.064440 0.138647 0.015439 8.980094 0.000286
DAG 0.253707 0.034797 0.153002 0.020985 7.290949 0.000760
JASA 0.353612 0.078907 0.287882 0.064239 4.481389 0.006510
Sedangkan matrik korelasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 20 Matrik korelasi antar variabel
Correlations
TANI IND DAG JASA PDRB
TANI 1.000000 -0.523406 0.007992 0.701371 0.543816
IND -0.523406 1.000000 0.264039 0.124517 0.377401
DAG 0.007992 0.264039 1.000000 0.273630 0.508027
JASA 0.701371 0.124517 0.273630 1.000000 0.913568
PDRB 0.543816 0.377401 0.508027 0.913568 1.000000
Berdasarkan hasil di atas, nampak bahwa de ngan R² sebesar 99% berarti
hasil yang diperoleh telah cukup mewakili keragaman data yang digunakan.
Keempat sektor tersebut cukup signifikan untuk dianalisa dan dapat digunakan
sebagai penduga mengingat nilai p-level yang cukup kecil. Untuk mengetahui
besarnya nilai intercept maka nilai yang diperoleh perlu dicari invers log dari nilai
intesept di atas. Sehingga persamaan fungsi produksi yang diperoleh adalah :
Y = 10.32 Tani 0.39Ind 0.14 Dag 0.15 Jasa 0.29
Berdasarkan persamaam tersebut dapat diketahui bahwa setiap kenaikan sektor
pertanian 1% cateris paribus, maka PDRB akan naik 0.39%. Semakin tinggi nilai
koefisien elastisitasnya, maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk
meningkatkan PDRB. Sebagai contoh pada tahun 2020, jika sektor pertanian
mengalami peningkatan sebesar 20% dari tahun 2004 cateris paribus , maka
63
PDRB akan mengalami peningkatan sebesar 10.8%. Contoh prediksi PDRB
nampak pada Tabel 21 di bawah
Tabel 21 Prediksi PDRB dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglass
Tahun Tani Ind Dag Jasa PDRB Ket
0.39 0.14 0.15 0.29 (%)
2004 384 160 200 000 90 724 600 000 147 366 700 000 170 642 600 000
32958 34 47 1808 996 061 827 757
2005 388 001 802 000 90 724 600 000 147 366 700 000 170 642 600 000
33086 34 47 1808 999 934 683 903 0.39
2020 499 408 260 000 90 724 600 000 147 366 700 000 170 642 600 000
36509 34 47 1808 1 103 377 704 950 10.8
Sektor pertanian mempunyai koefisien elastisitas yang paling tinggi. Oleh
karena itu, pertumbuhan yang tinggi di sektor pertanian akan lebih meningkatkan
PDRB Kabupaten Kebumen dengan lebih besar. Terkait dengan aspek kebijakan,
maka dengan memanfaatkan fungsi produksi tersebut, Pemda dapat lebih terbantu
dalam merumuskan prioritas kebijakan dan program pembangunan berbasis
sektor-sektor unggulan, namun tentunya dengan tidak mengabaikan peranan
sektor-sektor perekonomian yang lain.
Analisis Kebijakan Pembangunan
Isu Sentral Kebijakan Pembangunan
Kemajuan dan perkembangan suatu daerah, mempunyai kaitan yang erat
dengan perumusan kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh daerah
tersebut. Dalam perumusan kebijakan pembangunan, perlu adanya pernyataan
tujuan-tujuan dan cita yang harus menggambarkan keseluruhan arah dari aktivitas-
aktivitas pembangunan yang diyakini tepat dan akan membawa kemajuan serta
perkembangan wilayah. Oleh karena itu, Riyadi (2004) antara lain menyatakan :
a. Pernyataan kebijakan harus melahirkan prinsip-prinsip pembangunan yang
fundamental untuk diterapkan dalam langkah-langkah perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan daerah;
64
b. Menyimpulkan masalah-masalah pembangunan yang utama dan
memindahkannya kedalam masalah-masalah pembangunan;
c. Menghubungkan masalah dengan potensi yang tersedia secara lokal untuk
pembangunan daerah.
Merumuskan suatu bentuk kebijakan pembangunan yang tepat dan sesuai
dengan aspirasi masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan wilayah bukanlah hal yang mudah, karena seringkali dihadapkan
pada dilema dari berbagai kebijakan yang perlu diprioritaskan. Pada pembahasan
sebelumnya telah dikemukakan bahwa salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Kebumen guna lebih mengembangkan wilayah adalah
dengan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki, yakni sektor pertanian,
industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa. Pengembangan
sektor-sekor unggulan dalam pelaksanaan pembangunan memang penting, namun
kebijakan pembangunan yang bertujuan guna pengembangan masyarakat juga
merupakan hal yang penting.
Menurut data-data statistik, pada tahun 2003 sebanyak 349 102 atau sekitar
30.08% penduduk Kabupaten Kebumen masih tergolong miskin. Sedangkan dari
aspek distribusi pendapatan masyarakat yang tercermin dalam Gini ratio, nampak
pada Tabel 22.
Tabel 22 Gini Rasio dan prosentase Pendapatan per kapita menurut Golongan pendapatan di Kabupaten Kebumen tahun 1993 -2003
Golongan Pendapatan Tahun
40% rendah 40 % Sedang 20 % Tinggi Gini Rasio
1993 27.22 39.70 33.01 0.20
1994 27.84 38.21 33.96 0.21
1997 28.49 39.91 31.59 0.19
2002 26.52 37.68 35.80 0.23
2003 20.75 41.09 38.16 0.28 Sumber : Profil pembangunan daerah Kab. Kebumen tahun 2003
Dari tabel tersebut nampak kondisi tahun 2003 mencerminkan kondisi yang
paling tidak merata yakni dengan nilai indeks 0.28 yang merupakan tertinggi
diantara tahun sebelumnya. Kondisi paling baik terjadi pada tahun 1997 dengan
nilai gini ratio sebesar 0.19.
65
Sedangkan dari aspek pembangunan manusia yang tercermin dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tercermin pada Gambar 8 berikut :
65.1
63.1
64
68.1
65
64.9
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Nilai IPM
Sumber : Profil PembangunanKabupaten Kebumen tahun 2003
Gambar 8 IPM Kabupaten Kebumen tahun 1996 -2003
Dari gambar tersebut, nampak bahwa IPM Kabupaten Kebumen mengalami
fluktuasi, namun pada tahun 2003 telah mencapai angka 68.1 yang berarti masuk
kategori menengah atas. Angka tersebut merupakan nilai rata-rata kabupaten.
Sedangkan bila dicermati pada tiap kecamatan, ternyata masih terdapat 6 (enam)
kecamatan yang nilai IPM nya antara 50-66 yang berarti masih masuk kategori
menengah bawah yakni Kecamatan Karanggayam, Mirit, Ambal, Ayah,
Karangsambung dan Sadang. Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan
kecamatan yang mempunyai wilayah gunung/bukit, pantai atau kombinasi
keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi geografis Kabupaten Kebumen
baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembangunan
manusianya. Sedangkan kecamatan-kecamatan yang merupakan pusat-pusat
pengembangan seperti Kecamatan Kebumen, Gombong, Karanganyar dan
Kutowinangun mempunyai nilai IPM yang relatif baik. Oleh karena itu, aspek
pengembangan manusia dalam kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen
juga merupakan hal yang penting.
Berdasarkan kuesioner untuk memperoleh isu sentral kebijakan
pembangunan di Kabupaten Kebumen dan dilakukan analisis dengan metode
AHP, maka diperoleh skor sebagaimana nampak pada Gambar 9. Berdasarkan
hasil skore tersebut diperoleh informasi sebagai berikut :
66
Level 1 Tujuan
Level 2 Kriteria Level 3 Sasaran Level 4 Alternatif
Gambar 9 Struktur dan hasil analisis AHP
Kebijakan pembangunan yang tepat bagi Kab.
Kebumen
Penyerapan Tenaga Kerja 0,203
Sektor Basis 0,231
Peningkatan kualitas SDM 0,267
Pengurangan jumlah penduduk miskin
0,299
industri 0,395
Pertanian 0,605
Pertambangan 0,296
Kesehatan 0,440
Layanan kesehatan
0,516
Pertanian 0,704
Pendidikan 0,560
Pengembangan masyarakat 0,568
Pengembangan sektor unggulan
0,432
Layanan Pendidikan
0,484
67
a. Alternatif kebijakan yang dipilih oleh para responden, secara umum dapat
diketahui bahwa kebijakan pembangunan yang lebih prioritas atau lebih
penting dilaksanakan pemerintah Kabupaten Kebumen adalah Pengembangan
Masyarakat dari pada mengembangkan sektor unggulan, dengan perbandingan
skor 0.568 untuk pengembangan masyarakat dan 0.432 untuk pengembangan
sektor unggulan.
b. Bila dilihat dari aspek kriteria kebijakan pembangunan yang terkait dengan
pengembangan masyarakat, maka menurut para responden yang paling
penting adalah pengurangan jumlah penduduk miskin dengan skor 0.299
disusul dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan
skor 0.267. Sedangkan yang terkait dengan pengembangan sektor unggulan,
yang paling penting adalah pengembangan sektor basis dengan skore 0.231,
kemudian aspek penyerapan tenaga kerja dengan skor 0.203.
Pada umumnya responden menganggap bahwa sektor pertanian merupakan
sektor perekonomian yang paling penting dalam perumusan kebijakan
pembangunan dibandingkan pada sektor lain. Sedangkan terkait dengan
pengembangan masyarakat maka layanan pendidikan dan kesehatan menjadi
aspek yang penting dilaksanakan
Hasil AHP tersebut walapun dengan jumlah responden yang tidak terlampau
banyak, nampaknya telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya di Kabupaten
Kebumen. Sebagai contoh sederhana namun cukup menarik, yang dikutip dari
sebuah berita di koran kompas tanggal 5 Agustus 2005, bahwa Bupati dan Wakil
Bupati Kebumen menyerahkan Surat Keputusan (SK) Bupati dan Wakil Bupati
tahun 2005-2010 kepada sebuah Bank guna dijadikan agunan memperoleh
pinjaman sebesar 100 juta rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk perbaikan
5 gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang memerlukan perbaikan mendesak.
Hal itu dilakukan karena dalam APBD tidak tersedia dana lagi guna keperluan
perbaikan gedung sekolah. Dari contoh kasus tersebut, nampaknya telah
memberikan gambaran yang lebih nyata bahwa perhatian terhadap pengembangan
masyarakat mendapat tempat yang lebih penting. Namun, yang lebih penting
ada lah bagaimana agar suatu kebijakan pembangunan dapat berdampak positif
68
bagi kemajuan dan pengembangan wilayah serta dapat diterima oleh masyarakat
secara luas.
Berdasarkan hasil AHP tersebut, telah dapat diketahui isu sentral kebijakan
pembangunan di Kabupaten Kebumen yang lebih memberikan prioritas utama
pada upaya pengembangan masyarakat dari pada pengembangan sektor -sektor
unggulan daerah, namun bukan berarti pengembangan sektor unggulan menjadi
tidak penting..
Stategi Dasar Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan
Pada analisis sebelumnya telah diketahui bahwa Kabupaten Kebumen
setidaknya mempunyai empat sektor unggulan yakni sektor pertanian, industri
pengolahan, perdagangan dan jasa. Sektor -sektor tersebut diharapkan akan lebih
mampu berperan dalam meningkatkan kemajuan dan perkembangan daerah.
Namun demikian, tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor -sektor
unggulan tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, program-program
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen perlu
memperhatikan secara serius keempat sektor unggulan tersebut dan dilaksanakan
secara sinergis dengan sektor-sektor perekonomian yang lain.
Suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik apabila unsur-unsur
yang terkandung dalam kebijakan sesuai dengan kondisi permasalahan yang
dihadapi. Menurut Dunn (2003), perumusan masalah dapat membantu
menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-
penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, mamadukan
pandangan-pandangan ya ng bertentangan, dan merancang peluang-peluang
kebijakan yang baru.
Untuk mengetahui hasil dari suatu kebijakan dan mengidentifikasi masalah-
masalah yang timbul dari pelaksanaan kebijakan tersebut, dapat didentifikasi dari
berbagai data statistik. Hasil analisis PCA dengan data dasar PDRB per sektor per
kecamatan untuk tahun 2002 nampak pada Tabel 23 berikut
69
Tabel 23 Factor Loadings Extraction: Principal components tahun 2002
Variabel Factor 1 Factor 2 Factor 3
TANI -0.075533 0.531486 -0.629478 TMB -0.360523 -0.812276 -0.079470 IND 0.216808 -0.850164 -0.053001 LIGAS 0.066102 0.199989 0.905167 KONS 0.748633 0.058382 0.154148 DAG 0.737063 0.064362 0.567707 AKT 0.937037 -0.003107 0.127388 KEU 0.899360 -0.101789 0.047983 JASA 0.897979 0.062683 -0.088307
Expl.Var 3.784024 1.726894 1.597076 Prp.Totl 0.420447 0.191877 0.177453
Hasil analisa PCA tersebut di atas dapat memberikan beberapa informasi antara
lain :
a. Dengan nilai masing-masing faktor di bawah 0.7, menunjukkan bahwa
sektor pertania n tidak berkorelasi kuat/nyata dengan sektor-sektor lain
misalnya sektor industri dan perdagangan. Bila dilihat dari aspek
kebijakan, hal ini menunjukan bahwa aplikasi kebijakan antara sektor
pertanian dan sektor lain kurang sejalan. Kondisi ini tentunya tidak baik
bagi Kabupaten Kebumen dimana sektor pertanian mempunyai peran yang
dominan dalam perekonomian daerah. Hal ini bisa menjadi penyebab
lambatnya pertumbuhan di sektor pertanian, karena komoditi hasil
pertanian kurang dapat diserap untuk kegiatan industri pengolahan.
Berdasarkan analisis LQ sebelumnya, sektor pertanian mempunyai nilai
1.99 yang berarti merupakan salah satu sektor basis. Sehingga, hasil
komoditi pertanian tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal, tapi
juga berpotensi menjangkau pasaran diluar wilayah Kabupaten Kebumen.
Namun, dari hasil PCA di atas dimana sektor pertanian mempunyai
korelasi yang lemah dengan sektor perdangangan, maka hal tersebut
mengisyaratkan bahwa pemda masih perlu meningkakan perhatian guna
membuka peluang perdagangan komoditi pertanian dengan memanfaatkan
pasar–pasar lokal yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten
70
Kebumen. Hal tersebut tentunya dapat berakibat positif bagi
perkembangan perekonomian.
b. Sektor industri pengolahan mempunyai korelasi yang kuat dengan sektor
pertambangan dan penggalian. Hal ini mengisyaratkan bahwa bahan dasar
untuk industri bahan galian di Kabupaten Kebumen pada umumnya
memanfaatkan hasil tambang/bahan galian lokal.
c. Aktivitas sektor industri tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan
sektor perdagangan, keuangan dan jasa. Hal ini antara lain mengisyaratkan
bahwa penjualan hasil industri belum sepenuhnnya didukung kebijakan di
sektor perdagangan, misalnya aspek pemasaran hasil industri. Sedangkan
lemahnya korelasi dengan sektor keuangan menunjukkan bahwa pada
umumnya permodalan industri pengolahan masih lebih banyak
mengandalkan pada modal mandiri dan belum memanfaatkan permodalan
dari perbankan.
d. Adanya sumber daya listrik yang besar yang dihasilkan oleh dua waduk
yang ada, belum dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan
perkembangan daerah. Hal ini terlihat bahwa sektor listrik, gas dan air
minum mempunyai korelasi yang lemah dengan sektor -sektor lainnya.
Padahal energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat diperlukan
dalam melakukan aktivitas kehidupan.
e. Hasil-hasil analisis tersebut, secara implisit menunjukkan bahwa program-
program pembangunan belum berjalan dengan optimal. Sebagai contoh
misalnya program pengembangan agribisnis tanaman pangan, holtikultura,
peternakan, perikanan, perkebunan dan perhutanan. Apabila program
tersebut telah dilaksanakan dengan optimal, maka terdapat korelasi yang
kuat antara sektor pertanian dengan sektor industri pengolahan dan
perdagangan, namun yang terjadi justru antara ketiga sektor tersebut tidak
terdapat korelasi yang kuat.
Untuk lebih mengembangkan wilayah dengan berbasis pada sektor -sektor
unggulan di Kabupaten Kebumen, maka Pemda sebaiknya mengaplikasikan
kebijakan pembangunan yang berimplikasi guna meningkatkan keterkaitan antara
sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa.
71
Namun demikian dukungan dari sektor-sektor lain pun sangat penting seperti
tersedianya pasokan air dan listrik yang mencukupi.
Beberapa hasil studi yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi ataupun
lembaga penelitian yang bekerjasama dengan pemda perlu difikirkan secara serius
implementasinya. Sebagai contoh salah satu hasil studi yang dilakukan oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Bappeda Kabupaten Kebumen pada
tahun 2003, dikatakan bahwa salah satu kegiatan industri yang layak
dikembangkan di Kabupaten Kebumen adalah industri kacang garing/asin.
Namun, dengan syarat terdapat kontinuitas ketersediaan bahan baku kacang tanah.
Berdasarkan tabel potensi komoditi pertanian pada lampiran 1 nampak bahwa
Kabupaten Kebumen mampu menghasilkan 9-10 ribu ton kacang tanah dalam
setahun. Bila rekomendasi tersebut diatas diwujudkan, maka hal itu merupakan
salah satu contoh membangun keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor
indsutri pengolahan.
Kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai salah
satu bentuk kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen tampak pada tabel
24 dibawah.
Pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian yang merupakan salah
satu sektor unggulan hanya sekitar 2-8% dari total pengeluaran pembangunan.
Padahal, kegiatan di sektor pertanian mempunyai peran yang penting karena
merupakan aktivitas sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kebumen. Menurut
Jhingan (2000) pertanian mempunyai beberapa peran yang penting dalam kegiatan
perekonomian antara lain :
- menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian
meningkat,
- meningkatkan permintaaan produk industri dan dengan demikian mendorong
keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier,
- menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal
bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus,
- meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasikan pemerintah,
- memperbaiki kesejahteraan rakyat perdesaan.
72
Tabel 24 Realisasi APBD Kabupaten Kebumen Tahun 1997/1998–2002 (juta rupiah)
Tahun Tahun Tahun Uraian
1997/1998 % 1998/1999
% 1999/2000 %
Rutin 21 860.5 59.7
72.915.2 78.7
98,258.9 79.1
Pembangunan 14 772.6 40.33 19 754.5 21.3 25,956.7 20.9
1 Industri 25.0 0.17
160.0 0.8
499.4 1.9
2 Pertanian dan Kehutanan 334.0 2.26
741.2 3.8
50.0 0.2
3 Sumber Daya air dan Irigasi 21.0 0.14
- 0.0
2,077.5 8.0
4 Tenaga Kerja 10.0 0.07
198.6 1.0
44.9 0.2
5 Perdag, Pengemb Ush Daerah, Keu dan Kop. 1 035.5 7.01
1,365.9 6.9
1,776.6 6.8
6 Transportasi, Meteorologi dan Geofisika 4 189.2 28.36
4,288.8 21.7
7,586.1 29.2
7 Pertambangan dan Energi 202.3 1.37
354.1 1.8
285.3 1.1
8 Pariwisata Pos dan Telekomunikasi 774.4 5.24
324.4 1.6
634.5 2.4
9 Pembangunan Daerah dan Transmigrasi 650.4 4.40
1,632.2 8.3
1,029.7 4.0
10 Lingkungan hidup dan tata ruang 480.3 3.25
675.6 3.4
2,431.0 9.4
11 Pend,Kebudy Nas, Pemuda dan Olah Raga 3 695.9 25.02
6,042.2 30.6
3,479.4 13.4
12 Kependudukan dan Keluarga berencana 6.3 0.04
5.0 0.03
7.5 0.03
13 Kes, Kesejaht sos., Per Wanita, Ank & rmja 594.2 4.02
496.3 2.5
448.2 1.7
14 Perumahan dan Permukiman 80.0 0.54
1,507.7 7.6
1,487.6 5.7
15 Agama 63.8 0.43
119.2 0.6
507.7 2.0
16 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 105.1 0.71
137.0 0.7
164.1 0.6
17 Hukum 47.5 0.32
25.5 0.1
58.0 0.2
18 Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 2 116.9 14.33
1,576.9 8.0
2,845.3 11.0
19 Pol, Pener, Kom & media Massa 89.5 0.61
75.4 0.4
299.0 1.2
20 Keamanan dan Ketertiban Umum 13.5 0.09
11.5 0.1
245.0 0.9
Subsidi bantuan kepada daerah bawahan 238.0
17.0 0.1 0.0
Urusan Kas dan perhitungan 0.00 0.0
Jumlah 36 633.2 92,669.8 124,215.7
73
Lanjutan Tabel 24
Tahun Tahun Tahun Uraian
2000 % 2001 % 2002 %
Rutin 87 059.2 77.8 230 814.5 79.2 243 209 64.6
Pembangunan 18 496.1 16.5 33 632.7 11.5 109 304.2 29.0
1 Industri 30.0 0.2 87.5 0.3 265.0 0.2
2 Pertanian dan Kehutanan 1 516.0 8.2 994.6 3.0 5 425.4 5.0
3 Sumber Daya air dan Irigasi 46.8 0.3 1 758.9 5.2 18 317.2 16.8
4 Tenaga Kerja 129.1 0.7 139.6 0.4 401.4 0.4
5 Perdag, Pengemb Ush Daerah, Keu dan Kop. 670.5 3.6 675.9 2.0 3 404.3 3.1
6 Transportasi, Meteorologi dan Geofisika 4 686.4 25.3 10 222.1 30.4 26 475.3 24.2
7 Pertambangan dan Energi 270.4 1.5 298.2 0.9 651.1 0.6
8 Pariwisata Pos dan Telekomunikasi 308.7 1.7 1 181.3 3.5 2 128.7 1.9
9 Pembangunan Daerah dan Transmigrasi 1 582.2 8.6 5 891.8 17.5 11 633.2 10.6
10 Lingkungan hidup dan tata ruang 1 376.7 7.4 190.6 0.6 846.7 0.8
11 Pend,Kebudy Nas, Pemuda dan Olah Raga 2 851.9 15.4 3 645.5 10.8 11 157.9 10.2
12 Kependudukan dan Keluarga berencana 40.0 0.2 14.4 0.04 10.0 0.01
13 Kes, Kesejaht sos., Per Wanita, Ank & rmja 513.6 2.8 1 290.9 3.8 4 721.9 4.3
14 Perumahan dan Permukiman 1 234.3 6.7 3 162.5 9.4 11 687.3 10.7
15 Agama 332.3 1.8 346.3 1.0 798.4 0.7
16 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 62.5 0.3 170.5 0.5 696.5 0.6
17 Hukum 58.0 0.3 90.0 0.3 135.5 0.1
18 Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 2 671.3 14.4 3 361.6 10.0 9 496.6 8.7
19 Pol, Pener, Kom & media Massa 70.0 0.4 74.6 0.2 997.0 0.9
20 Keamanan dan Ketertiban Umum 45.5 0.2 36.0 0.1 55.0 0.1
Subsidi bantuan kepada daerah bawahan
Urusan Kas dan perhitungan 6 295.1 5.7 26 905.6 9..3 23 822.5 6..4
Jumlah 111 850.4 291 352.8 376 336.2 Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat II tahun 1997 - 2002
Namun, bila melihat porsi anggaran tersebut, nampaknya pemda akan
mengalami kendala dalam mengaplikasikan program-program pembangunan guna
pengembangan sektor unggulan secara terpadu, mengingat alokasi dana untuk
sektor-sektor unggulan masih relatif kecil. Hal tersebut secara implisit
menyiratkan bahwa perumus kebijakan pembangunan di level eksekutif dan
legislatif memang belum sepenuhnya memberikan perhatian untuk lebih
mengembangkan sektor-sektor unggulan. Hal ini relevan dengan hasil analisis
AHP sebelumnya yang menghasilkan informasi bahwa pengembangan sektor
74
unggulan bukan hal yang paling penting dalam kebijakan pembangunan di
Kabupaten Kebumen.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan yang perlu dirumuskan adalah
suatu bentuk kebijakan dengan tetap memberikan perhatian terhadap
pengembangan sektor -sektor unggulan daerah, tapi juga berimplikasi luas
terhadap pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan karakteristik
lokal.
Strategi dasar kebijakan pembangunan yang perlu dilakukan adalah :
• Berdasarkan hasil analisis PCA, diketahui bahwa antara beberapa sektor
unggulan tidak terdapat korelasi yang kuat, dan bahkan sektor pertanian
yang merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusi yang besar
dalam PDRB, mampu menyerap tenaga kerja cukup besar serta merupakan
salah satu sektor basis Kabupaten Kebumen mempunyai korelasi yang
lemah dengan sektor-sektor unggulan yang lain. Oleh karena itu, kebijakan
dan pelaksanaan program-program pembangunan adalah dengan
membangun keterkaitan antar sektor perekonomian. Langkah yang perlu
ditempuh misalnya a) mengembangkan industri-industri yang berbasis
pertanian seperti industri kacang garing, lanting, disertai akses yang
memudahkan perdagangan hasil pertanian dan industri pengolahan baik
untuk tingkat lokal maupun regional, apalagi Kabupaten Kebumen mampu
menghasilkan beragam komoditi pertanian sebagaimana nampak pada
tabel lampiran 1, b) membangun keunggulan lokal melalui perkuatan
usaha kecil dan mikro. Keunggulan lokal adalah kemampuan daerah
memberikan nilai tambah bagi pengembangan ekonomi sehingga tercipta
pusat pusat keunggulan kompetitif.
• Peran sektor jasa -jasa, terutama yang dilakukan oleh pemda diarahkan
pada perlindungan dan peningkatan kegiatan sektor-sektor unggulan.
Namun demikian, tidak mengabaikan sektor-sektor perekonomian yang
lain. Pemda lebih baik berperan sebagai fasilitator dan stimulator dalam
kegiatan pembangunan dengan mengoptimalkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
75
Ilustrasi kebijakan pembangunan dengan membangun keterkaitan antar
sektor nampak pada Gambar 10 di bawah.
Gambar 10 Skema kebijakan sektor unggulan.
Upaya membangun keterkaitan antar sektor perekonomian memang bukan
hal yang mudah karena seringkali dalam perumusan kebijakan pembangunan
nuansa ego sektoral lebih menonjol dari pada nuansa untuk lebih
mengembangkan wilayah. Hal ini karena pelaksanaan kebijakan sektor -sektor
pembangunan dilaksanakan oleh dinas-dinas yang membawahi satu atau lebih
sektor perekonomian. Hal lain yang dapat menjadi kendala adalah kebijakan
pembanguna n terkait erat dengan kepentingan politik yang berkuasa baik di level
legislatif maupun eksekutif. Sehingga perumusan kebijakan yang dikeluarkan
dapat berupa hasil kompromi antar berbagai kepentingan politik.
Perumusan kebijakan pembangunan sebagai bagian dari perencanaan
pembangunan perlu memperhatikan UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, dimana dalam sistem perencanaan
pembangunan terdapat 5 (lima) pendekatan yakni politik, teknokratik, partsipatif,
bottom up dan top down. Kelima pendekatan tersebut perlu dicermati agar
kebijakan yang dikeluarkan dapat tepat sasaran.
Pertanian
Industri Perdagangan
Jasa
76
Kelembagaan dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pada pembahasan sebelumnya dapat diketahui terjadinya keterkaitan yang
lemah antar sektor-sektor unggulan di Kabupaten Kebumen dan kecilnya
dukungan pendanaan guna pengembangan sektor-sektor unggulan yang tercermin
dalam alokasi anggaran pada APBD. Namun demikian, hal tersebut bukan
merupakan tanggung jawab mutlak pemerintah daerah, karena perumusan dan
perencanaan kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan hasil dari
kompromi/kesepakatan antara pihak legislatif (DPRD) dan eksekutif (Pemda).
Lemahnya keterkaitan antara pengeluaran pemerintah terhadap
pembangunan perekonomian mengindikasikan lemahnya peran kelembagaan di
dalam perencanaan pembangunan di daerah. Akibatnya, keputusan yang diambil
di dalam melaksanakan kegiatan yang tercermin di dalam alokasi anggaran
pembangunan kurang memperhatikan pengembangan sektor -sektor unggulan.
Mekanisme dalam perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan
daerah dapat nampak pada Gambar 11 di bawah.
Gambar 11 Mekanisme perumusan kebijakan pembangunan daerah
Kegiatan yang dilakukan dalam menjaring aspirasi masyarakat dapat
dilakukan dengan berbagai cara baik yang bersifat formal maupun informal.
Pemerintah Daerah DPRD
Perencanaan dari sisi teknokratis
Perencanaan dari sisi Politis Pembahasan
Kesepakatan
Kebijakan pembangunan
Aspirasi masyarakat
77
Secara for mal telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun
1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan
di Daerah, dimana didalamnya menganut perencanaan yang bersifat bottom up
mulai dari tingkat desa sampa i nasional mengikuti struktur pemerintahan negara.
Untuk tingkat desa/kelurahan dilakukan Musyawarah Pembangunan Desa
(Musbangdes), dilanjutkan Temu Karya Pembangunan di tingkat kecamatan, dan
seterusnya hingga tingkat nasional. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya
bertujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat (jaring asmara). Namun
demikian, dalam pelaksanannya hak masyarakat dan partisipasi masyarakat ini
hanya diwakili oleh lembaga perwakilan desa, dan bahkan dalam pembahasan
yang lebih tinggi peran serta masyarakat dalam perencanaan pembangunan
semakin berkurang, dimana nuansa politis mendominasi perumusan kebijakan
pembangunan dengan berbagai pertimbangan seperti skala prioritas, memenuhi
janji terhadap konstituen partai, dan keterbatasan dana.
Sedangkan penjaringan aspirasi masyarakat secara informal diakukan
dengan berbagai cara seperti melalui media massa dan elektronik, surat-surat
aduan ke pemda, pengaduan langsung ke pemda dan anggota dewan, kunjungan
aparat pemda atau anggota dewan ke masyarakat. Mekanisme informal ini
kadangkala lebih efektif dalam menjaring aspirasi masyarakat serta lebih sesuai
dengan keinginan masyarakat. Untuk Kabupaten Kebumen, para pejabat pemda
terutama Bupati Kebumen telah memberikan perhatian yang besar dalam
menjaring aspirasi masyarakat. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dalam
berbagai kesempatan Bupati Kebumen tidak segan-segan mengunjungi desa-desa
guna bertemu langsung dengan masyarakat guna menerima informasi yang aktual
tentang kondisi masyarakatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
beliau dengan sukarela meminjam dana dari bank dengan jaminan SK Bupatinya
untuk membiayai perbaikan gedung sekolah yang rusak, sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka wujud dari peningkatan peran
kelembagaan yang seharusnya dilakukan adalah :
78
1. memberikan peran yang memadai bagi masyarakat dalam memberikan
masukan dalam perencanaan pembangunan daerah, baik di bidang ekonomi,
sosial, dan sebagainya,
2. meningkatan sistem dan mekanisme perencanaan proses perencanaan
pembangunan menjadi lebih baik,
3. meningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan
APBD sebagai salah satu kebijakan pembangunan tahunan yang
mencerminakan dukungan pemda terhadap pembangunan daerah, mekanisme
penyusunan, penetapan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawabannnya
telah diatur dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Mekanisme penyusunan APBD sesuai UU tersebut dilakukan dalam 3 tahapan
yaitu a) penyampaian kebijakan umum pemerintah daerah, b) penyusunan rencana
kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah, dan c) pengajuan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan persetujuan DPRD. Dalam penjelasan UU
tersebut antara lain dikatakan bahwa ketentuan penyusunan dan penetapan APBD
meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasaan
peran DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan
kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran. Mekanisme
penyusunan dan penetapan APBD nampak pada Gambar 12 di bawah.
79
Keterangan : SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah
Gambar 12 Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD
Sejalan dengan perkembangan yang semakin dinamis, maka sistem
penyusunan anggaran tahunan dilaksanakan dengan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework – MTEF) yang telah banyak
digunakan di berbagai negara. Dengan kerangaka MTEF ini, maka penyusunan
anggaran dilakukan tidak hanya untuk satu tahun anggaran tapi juga proyeksi
untuk beberapa tahun ke depan. Tujuannya agar terdapat kesimbungan
pelaksanaan program-program pembangunan dan lebih memudahkan dalam
memberikan prioritas pendanaan pembangunan.
Pembahasan kebijakan
umum APBD
Rancangan Perda RAPBD
Prioritas, Plafon anggaran
sementara
SKPD menyusun rencana kerja
Pemda DPRD
APBD
Pembahasan Rencana Kerja SKPD
1
2
3
4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perumusan kebijakan pembangunan merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah (Pemda) guna meningkatkan dan mengembangkan
wilayah. Pemda perlu mengetahui dan memahami karakteristik wilayah yang
dimilikinya, sehingga kebijakan yang dikeluarkan dapat sesuai dengan kebutuhan
serta kemampuan daerah. Salah satu bentuk kebijakan guna mewujudkan
kemajuan daerah adalah mengembangkan sektor-sektor unggulan yang diharapkan
mampu menjadi lokomotif perekonomian daerah.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang
mempunyai potensi wilayah yang beragam, namun sampai saat ini masih
tergolong salah satu Kabupaten dengan PDRB perkapita yang rendah untuk
ukuran Provinsi Jawa Tengah dibandingkan dengan Kabupaten lainnya.
Berdasarkan kriteria kont ribusi sektor-sektor perekonomian dalam PDRB, tingkat
penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan PDRB serta nilai LQ, serta berdasarkan
analisis data-data statistik maka Kabupaten Kebumen setidaknya mempunyai 4
(empat) sektor unggulan yaitu pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan
jasa-jasa. Sektor-sektor ini diharapkan mampu menjadi lokomotif dan tulang
punggung perekonomian bagi Kabupaten Kebumen.
Secara umum kebijakan dan program-program pembangunan di bidang
ekonomi sudah pada arah yang benar, namun dari analisis data-data statistik
belum sepenuhnya mampu meningkatkan perekonomian daerah. Alokasi APBD
sebagai salah satu bentuk perhatian dan implementasi kebijakan pembangunan
belum sepenuhnya ditujukan guna lebih meningkatkan sektor-sektor unggulan
daerah.
Berdasarkan analisis AHP, nampak bahwa kebijakan pembangunannya
bagi Kabupaten Kebumen lebih memprioritaskan kebijakan bagi pengembangan
masyarakat terutama di bidang pendidikan dari pada mengembangkan sektor-
sektor unggulan.
81
Saran
1. Pemda Kabupaten kebumen perlu lebih mengoptimalkan potensi di sektor
pertanian dengan meningkatkan kegiatan agrobisnis yang antara lain
dilakukan dengan membentuk klaster-klaster industri berbasis komoditas
pertanian.
2. Kegiatan industri pengolahan pada umumnya dilakukan dalam skala kecil
dan merupakan industri rumah tangga. Oleh karena itu, perlu dukungan yang
kuat dari pemda misalnya dari aspek permodalan, pemasaran dan promosi.
3. Perlu dikaji secara serius implementasi hasil-hasil studi yang dilakukan
lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian guna lebih meningkatkan
keterkaitan sektor -sektor perekonomian
4. Berdasarkan perkembangan yang ada, maka di jalur selatan akan dibangun
jalan yang yang dikenal dengan ’jalur selatan – selatan’ yang
menghubungkan Yogya – Cilacap. Oleh karena itu, pemda perlu menyusun
langkah-langkah antisipasi agar apabila jalan tersebut telah terealisasi dapat
lebih dimanfaatkan guna pengembangan wilayah Kabupaten Kebumen.
DAFTAR PUSTAKA
Alkadri dan Hasan Mustofa Djajadiningrat. 2002. Bagaimana menganalisis potensi wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT. hlm 95- 136
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : PT. BPFE .
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Kebumen Dalam Angka. Kebumen : BPS.
-------------------------. 2004. Jawa Tengah Dalam Angka. Semarang : BPS.
Badan Pusat Statistik dan Bappeda. Profil Pembangunan Daerah Kab. Kebumen tahun 2003.
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Laporan Monitoringdan Evaluasi Kegiatan Tahun 2004. Kebumen : Bappeda
[BPTP] Balai pengkajian Teknologi Pertanian dan [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional .2003. Studi Kelayakan Usaha Komoditas Unggulan Kabupaten Kebumen. Yogyakarta : BPTP
Blakely EJ. 1994. Planning Local Economic Development. 2th Edition. London : Sage Publications.
Bratakusumah, D.S. 2003. Implikasi Perubahan UUD 45 terhadap Sistem Perencanaan Pembangunan nasional. Seminar Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Ekonomi Politik Baru Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta. 2003.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik . Samodra Wibawa dkk, Penerjemah; Muhajir Darwin, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction..
Hidayat, Syarif. 2004. Kegamangan Otonomi Daerah. Jakarta : Pustaka Quantum
Depertemen Pertambangan dan Energi. 2003. Inventarisasi Geologi Teknik Kabupaten Kebumen.
Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan ke-8. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Johnson RA, Witchern DW. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis. 4th Edition. New Jersey : Prentice Hall.
83
Keban, Yeremias T, 2004. Enam Dimensi Strategis Adminsitrasi Publik , Konsep, Teori dan Isu. Jakarta : Gava Media
Korten, D.C dan Syahrir. Editor.1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. A. Setiawan Abadi, penerjemah. Jakarta : Yayasan Obor.
Mangiri, Komet.2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Miner, Thad W. 1988. Economic Statistic and Econometrics. 2th Edition. New London : Mc Millan Publishing Company.
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 13 tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten (POLDAS) Kebumen tahun 2001–2005. Kebumen : Pemda
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 17 tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Kebumen tahun 2002-2005. Kebumen : Pemda
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 18 tahun 2002 tentang Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA) Kabupaten Kebumen tahun 2002-2005. Kebumen : Pemda
PT. Dekatama Sekata (2003), Laporan akhir Kajian Ijin Rumah Bertingkat di Perkotaan Untuk Usaha Sarang Burung Walet. Jakarta
Riyadi, Dodi Slamet, 2002. Dampak Globalisasi Ekonomi dan Kebijakan Regionalisasi Terhadap Pengembangan Wilayah Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 2-24.
Riyadi dan Deddy S.B. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Saaty, Thomas L. 1980. The Analytic Hierarchy Process. McGraw-Hill, Inc
Saefulhakim, Sunsun. 2004. Modul Premodelan. Bahan kuliah praktikum analisis kuantitatif IPB
Siagian. S.P. 1983. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.
Smith, BC. 1985. Decentralization : The Territorial Dimension of The State. London : Asia Publishing House.
Suhandojo, 2002. Pegembangan Sumber Daya Manusia dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta
84
: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 157 – 179.
Sukirno, Sadono. 1982. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta: LP FE UI.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
The Oxford English Dictionary Departement. 1985. The Little Oxford Dictionary. Oxford University Press.
Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT. hlm. 125 - 179
Undang-undang RI Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang RI Nomor 17 tahun 1999 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang RI Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang RI Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Alkadri dan Hasan Mustofa Djajadiningrat. 2002. Bagaimana menganalisis potensi wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT. hlm 95- 136
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : PT. BPFE .
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Kebumen Dalam Angka. Kebumen : BPS.
-------------------------. 2004. Jawa Tengah Dalam Angka. Semarang : BPS.
Badan Pusat Statistik dan Bappeda. Profil Pembangunan Daerah Kab. Kebumen tahun 2003.
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Laporan Monitoringdan Evaluasi Kegiatan Tahun 2004. Kebumen : Bappeda
[BPTP] Balai pengkajian Teknologi Pertanian dan [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional .2003. Studi Kelayakan Usaha Komoditas Unggulan Kabupaten Kebumen. Yogyakarta : BPTP
Blakely EJ. 1994. Planning Local Economic Development. 2th Edition. London : Sage Publications.
Bratakusumah, D.S. 2003. Implikasi Perubahan UUD 45 terhadap Sistem Perencanaan Pembangunan nasional. Seminar Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Ekonomi Politik Baru Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta. 2003.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik . Samodra Wibawa dkk, Penerjemah; Muhajir Darwin, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction..
Hidayat, Syarif. 2004. Kegamangan Otonomi Daerah. Jakarta : Pustaka Quantum
Depertemen Pertambangan dan Energi. 2003. Inventarisasi Geologi Teknik Kabupaten Kebumen.
Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan ke-8. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Johnson RA, Witchern DW. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis. 4th Edition. New Jersey : Prentice Hall.
83
Keban, Yeremias T, 2004. Enam Dimensi Strategis Adminsitrasi Publik , Konsep, Teori dan Isu. Jakarta : Gava Media
Korten, D.C dan Syahrir. Editor.1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. A. Setiawan Abadi, penerjemah. Jakarta : Yayasan Obor.
Mangiri, Komet.2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Miner, Thad W. 1988. Economic Statistic and Econometrics. 2th Edition. New London : Mc Millan Publishing Company.
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 13 tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten (POLDAS) Kebumen tahun 2001–2005. Kebumen : Pemda
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 17 tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Kebumen tahun 2002-2005. Kebumen : Pemda
[Pemda] Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 18 tahun 2002 tentang Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA) Kabupaten Kebumen tahun 2002-2005. Kebumen : Pemda
PT. Dekatama Sekata (2003), Laporan akhir Kajian Ijin Rumah Bertingkat di Perkotaan Untuk Usaha Sarang Burung Walet. Jakarta
Riyadi, Dodi Slamet, 2002. Dampak Globalisasi Ekonomi dan Kebijakan Regionalisasi Terhadap Pengembangan Wilayah Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 2-24.
Riyadi dan Deddy S.B. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Saaty, Thomas L. 1980. The Analytic Hierarchy Process. McGraw-Hill, Inc
Saefulhakim, Sunsun. 2004. Modul Premodelan. Bahan kuliah praktikum analisis kuantitatif IPB
Siagian. S.P. 1983. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.
Smith, BC. 1985. Decentralization : The Territorial Dimension of The State. London : Asia Publishing House.
Suhandojo, 2002. Pegembangan Sumber Daya Manusia dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta
84
: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 157 – 179.
Sukirno, Sadono. 1982. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta: LP FE UI.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
The Oxford English Dictionary Departement. 1985. The Little Oxford Dictionary. Oxford University Press.
Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT. hlm. 125 - 179
Undang-undang RI Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang RI Nomor 17 tahun 1999 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang RI Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang RI Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Lampiran 1 Beberapa potensi komoditi sektor pertanian Kebumen tahun 1998 - 2002
Tahun Padi Palawija Sayuran
Luas panen Produksi Ketela Pohon Kacang tanah Kedele Kacang hijau Lombok Melinjo
(Ha) (Ton) Luas panen Produksi Luas panen Produksi Luas panen Produksi Luas panen Produksi Produksi Produksi
(Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ton) (Ton)
1998 7 7326 395 380 9 263 163 254 11 111 10 316 3 019 3 876 612 317 632.2 1 620.1
1999 71 417 342 354 11 639 208 111 7 097 6 048 14 024 12 024 2 592 1 949 482.1 1 721.7
2000 74 974 404 240 10 338 163 254 10 829 10 261 6 620 7 366 4 112 3 864 585.4 740.4
2001 73 902 398 193 12 337 203 506 10 349 9 130 4 321 4 509 1 708 1 183 503.8 566.4
2002 69 932 382 514 10 840 172 369 9 997 9 302 3 923 3 533 4 058 4 329 580.0 715.4
Lanjutan
Tahun Buah-buahan Perkebunan Peternakan Perikanan
Jeruk Mangga Kelapa Cengkeh Produksi Kambing Produksi Ayam Ayam Produksi Darat Laut
Produksi Produksi Produksi Produksi Dg sapi Dg Kamb petelur Potong Ayam potong
(Ton) (Ton) (ribu butir) (Ton) (Ton) (ekor) (Ton) (ekor) (ekor) (Ton) (Ton) (Ton)
1998 90.4 112 114 367 124.8 953.40 128 488 690.58 4 520 39 617 3 099.49 2 154.22 766.91
1999 224.0 1 516 115 901 124.1 976.38 131 362 596.79 6 703 14 488 3 075.82 2 817.03 1 571.93
2000 871.2 1 569 129 791 97.0 995.20 133 644 174.10 4 905 86 750 3 564.84 2 208.64 1 070.25
2001 877.2 1 321 133 508 93.3 1 149.80 137 090 265.12 6 000 86 800 3 094.76 2 510.20 931.14
2002 1 450.4 1 829 141 697 153.8 1 217.81 147 636 220.30 6 499 87 400 3 881.20 1 729.67 930.07
sumber : Kebumen daam angka tahun 2000 - 2002
86
Lampiran 2 Hasil analisis aplikasi expert choice 2000 Dynamic Sensitivity for nodes below: Kebijakan Pembangunan yang tepat bagi Kab. Kebumen (Hasil analisis aplikasi expert choice 2000
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9
20,3% Penyerapan tenaga kerja
23,1% Pengembangan sektor basis
26,7% Peningkatan kualitas SDM
29,9% Pengurangan Penduduk miskin
43,2% Pengembangan Sektor Unggulan
56,8% Pengembangan masyarakat
Objectives Names
Penyerapan t Penyerapan tenaga kerja
Pengembangan Pengembangan sektor basis
Peningkatan Peningkatan kualitas SDM
Pengurangan Pengurangan Penduduk miskin
Alternatives Names
Pengembangan Pengembangan Sektor Unggulan
Pengembangan Pengembangan masyarakat