spasme larynx pada kasus tenggelam definisi drowning atau tenggelam sangat bervariasi
DESCRIPTION
hilllTRANSCRIPT
Spasme Larynx Pada Kasus tenggelam Definisi Drowning atau tenggelam sangat bervariasi.
Sebelumnya drawning didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh asfiksia akibat
aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan atau akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam cairan dimana tenggelam tidak terbatas di dalam air seperti sungai, danau, atau
kolam renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka
yang berada di bawah permukaan air. Pada kongres dunia untuk tenggelam tahun 2002 di
Amsterdam, sekelompok ahli mengusulkan konsensus baru untuk mendefiniskan tenggelam
untuk mengurangi kebingungan dari berbagai istilah dan definisi yang ada. Tenggelam, yang
dahulu dianggap sebagai kematian yang secara langsung disebabkan oleh asfiksia (“asphyxial
death”), kini diketahui terdiri dari serangkaian gangguan fisiologis dan biokimiawi yang
seluruhnya memiliki peranan penting terhadap akibat fatal dari tenggelam. Adanya mekanisme
kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan memberikan gambaran yang berbeda-beda
pada hasil pemeriksaan korban. Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik
kecelakaan saat naik kapal, berolahraga air, maupun yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi.
Pembunuhan dengan cara menenggelamkan korban lebih jarang terjadi, korban biasanya bayi
atau anak-anak. Pada korban dewasa biasanya korban sebelumnya dianiaya, kemudian untuk
menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri
juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau
besi, baru kemudian terjun ke air. Dengan demikian, pemeriksaan kasus tenggelam juga
ditujukan untuk mengetahui apakah kasus tersebut merupakan kecelakaan, pembunuhan atau
bunuh diri. Tenggelam merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Di
seluruh dunia setiap tahun dilaporkan sekitar 150.000 kematian terjadi akibat tenggelam. Namun
tingkat mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam yang sebenarnya sulit ditentukan karena
banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan banyaknya korban yang tidak mendapat pelayanan
mediskemungkinan angka ini mendekati 500.000 kematian. Secara umum 90% kasus tenggelam
terjadi di air tawar (danau, sungai, kolam) dan 10% terjadi di air laut. Tenggelam di dalam cairan
lain lebih jarang terjadi dan biasanya merupakan kecelakaan kerja. Laki-laki disebutkan 4-5 kali
lebih sering mengalami kejadian tenggelam ini dibandingkan wanita. Beberapa klasifikasi
tenggelam yang dibuat oleh para ahli : 1. Typical drowning (wet drowning) Ini merupakan
kejadian tenggelam yang paling umum. Sekitar 80-90% angka kejadian tenggelam adalah tipe
ini. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban tenggelam.
Paru tampak khas dengan gambaran “drowning lungs” dan terjadi baik di air tawar maupun air
asin meskipun ciri lebih lanjut dari tenggelam di air tawar maupun air asin akan tampak berbeda.
Pada wet drowning, meskipun korban berusaha untuk menahan nafas selama mungkin, pada
akhirnya akan mencapai titik dimana tubuh akan berusaha secara tidak sadar untuk mengambil
oksigen yakni bila kadar karbondioksida dalam darah sangat tinggi dan kadar oksigen telah
sangat rendah (PaO2 di bawah 100mmHg). Proses menarik nafas yang involunter ini akan
menarik sejumlah besar air ke dalam saluran nafas dan ke dalam lambung. Korban dapat muntah
dan terjadi aspirasi cairan lambung. Proses involunter ini akan berlanjut hingga beberapa menit
hingga akhirnya mereda sendiri. Korban akan tidak sadarkan diri seiring dengan hipoksia
serebral yang tetap berlanjut hingga irreversibel lagi dan pada akhirnya terjadilah kematian yang
didahului oleh gangguan irama dan gagal jantung . 2. Atypical drowning (Dry Drowning) Dry
drowning secara harfiah berarti tenggelam kering atau tenggelam tanpa air. Proses tenggelam
tipe ini meliputi sekitar 10-20% dari seluruh angka kejadian kasus tenggelam. Disebut dry
drowning karena pada keadaan ini paru korban berbeda kondisinya bila dibandingkan dengan
paru pada korban wet drowning oleh karena tidak adanya atau hanya sedikit cairan dari luar yang
berhasil masuk ke dalam paru. Beberapa penyebab kematian pada dry drowning adalah : a.
Laryngeal spasm Pada keadaan ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada cairan yang masuk ke
dalam saluran pernapasan, kematian disebabkan oleh refleks laringospasme yang cepat dan
menetap disertai proses asfiksia yang cepat. Pada sebagian besar kasus tenggelam, spasme laring
yang terjadi biasanya sementara saja dan akan segera relaksasi kembali namun pada kasus ini
(meskipun sangat jarang ditemukan) spasme laring menetap. Korban hanya menunjukkan tanda
asfiksia berupa sianosis dan petechial hemorraghes tanpa tanda khas drowning sama sekali. b.
Immersion syndrome (vagal inhibition/reflex cardiac arrest ) Terjadi terutama pada anak-anak
dan peminum alkohol yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), yang
menyebabkan terpicunya refleks vagal oleh reseptor kulit yang terpapar suhu dingin tersebut
yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan
menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral. Pada orang dengan kondisi
emosi yang sedang tinggi atau kekenyangan sebelum berenang juga dapat menjadi faktor
predisposisi. Kehilangan kesadaran dapat terjadi seketika dan diikuti kematian beberapa menit
kemudian. c. Submersion of the unconscious Bisa terjadi pada korban yang memang menderita
epilepsi atau menderita penyakit jantung khususnya coronary atheroma atau hipertensi, atau
peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air, atau dapat pula pecahnya aneurisma
serebral dan muncul perdarahan serebral yang terjadi tiba-tiba. Seringkali terjadi meski korban
hanya tenggelam di air yang dangkal. d. Post immersion syndrome ( near drowning dan
secondary drowning) Near drowning adalah suatu keadaan gangguan sistem saraf pada korban
yangmasih hidup setelah lebih dari 24 jam (walaupun hanya untuk sementara) diselamatkan dari
suatu episode tenggelam. Cedera pada sistem saraf pusat dilaporkan menjadi sebab utama dari
morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan vital
tubuh, terutama otak, menjadi faktor lain dari morbiditas dan mortalitas akibat dari near
drowning.3 Secondary drowningadalah suatu keadaan penurunan fungsi paru yang menyebabkan
menurunnya pertukaran gas dalam paru akibat hilang atau berkurangnya surfaktan. Terjadi dalam
beberapa jam hingga 48 jam dan lebih cepat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. 5
Kematian muncul beberapa waktu setelah korban tenggelam diselamatkan (dan diangkat dari air)
akibat komplikasi seperti pneumonia, aspirasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
PATOFISIOLOGI SPASME LARYNX PADA KASUS TENGGELAM a. Anatomi dan sistem
persarafan laring. Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu
masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara, pengaturan nafas dan sebagainya. Di
bagian superiornya membuka ke dalam laringofaring, dan diinferiornya bersambung dengan
trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan (yaitu: hioid, epiglottis, tiroid,
aritenoid dan krikoid) yang dihubungkan oleh ligamentum dan digerakkan oleh otot. struktur-
anatomi-laring Gambar 1: struktur anatomi laring Nervus vagus merupakan saraf sensori utama
dari laring. Cabang laring internal dari nervus laring superior (dari n.vagus) merupakan saraf
sensoris untuk bagian di atas kord vokalis (supra glottic), termasuk indera perasa (taste buds).
Sementara nervus laring rekurren merupakan saraf sensoris untuk bagian glottis dan di bawah
kord vokalis (sub glottic) dan mempersarafi seluruh otot-otot laring intrinsik. Sementara otot-otot
ekstrinsik (krikotiroideus) dipersarafi oleh cabang dari nervus laring superior.14 Beberapa studi
menunjukkan ada dua jenis reseptor pada laring, pertama adalah reseptor bereaksi lambat dan
kedua adalah reseptor bereaksi cepat yang sangat sensitif terhada stimulasi bahan kimia. Serabut
saraf sensoris di daerah epiglottis dapat diaktivasi oleh berbagai jenis rangsang termasuk air,
namun rangsang mekanik rupanya memberi respon yang paling efektif. b. Laryngospasme
Laryngospasme atau spame laring adalah tertutupnya glottis oleh otot-otot intrinsik laring yang
tidak diinginkan/disadari dan merupakan refleks pertahanan tubuh untuk mencegah benda asing
masuk ke saluran nafas yang lebih rendah (paru-paru).7 Pada sebagian besar kasus tenggelam
(wet drowning), spasme laring ini hanya bersifat sementara namun sekitar 10-20% dari korban
tenggelam yang digolongkan dry drowning, ditemukan spasme laring yang menetap hingga
menutup jalan nafas korban sampai menjelang kematian terjadi. Ketika korban masuk ke dalam
air, sejumlah kecil air akan terinhalasi dan teraspirasi ke dalam laring atau trakea dan
menyebabkan terpicunya refleks laring yang segera menutup jalan nafas. Sejumlah kecil air yang
lolos teraspirasi akan mengiritasi dinding bronkus lebih lanjut yang akan menyebabkan mukosa
bronkus mensekresi mukus tebal sebagai langkah proteksi. Ketika kadar karbondioksida sudah
sangat tinggi dan korban sangat hipoksia, akan memicu korban untuk menarik nafas. Diafragma
akan turun dan otot-otot pernafasan mengembang, menyebabkan meningkatnya volume paru dan
menurunnya tekanan dalam paru. Masalahnya adalah trakea dalam keadaan tersumbat sehingga
udara tidak dapat masuk untuk menyeimbangkan tekanan negatif yang timbul. Akibatnya darah
dari kapiler pulmonar tertarik masuk ke dalam alveoli akibat tekanan negatif tersebut. Hal ini
akan menyebabkan rusaknya surfactan dan alveoli. Air yang teraspirasi tadi akan bercampur
dengan mukus membentuk busa berwarna putih, bila cukup banyak darah yang masuk ke alveoli
maka busa akan berwarna pink. Terbentuknya busa ini akan semakin memperberat sumbatan
jalan nafas. Spasme laring akan berelaksasi segera sebelum kematian terjadi. Namun sumbatan
fisik pada jalan nafas masih tetap ada berupa gumpalan mukus kental dan busa yang terbentuk
tadi disertai kemungkinan munculnya spasme bronkiolar susulan sebagai refleks untuk mencegah
air lebih jauh masuk ke dalam paru. Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada
wet drowning tidak ditemukan. TEMUAN OTOPSI PADA KORBAN MATI AKIBAT
TENGGELAM Berikut adalah beberapa temuan yang didapatkan pada korban tenggelam. Pada
pemeriksaan luar, baik korban tenggelam wet drowning atau pun dry drowning dapat
memberikan tanda yang sama namun pada pemeriksaan dalam seringkali korban dry drowning
tidak memberikan tanda yang khas sebagaimana yang didapatkan pada korban wet drowning.
Pemeriksaan Luar Diagnosis pasti penyebab kematian pada kasus tenggelam tidak dapat
ditentukan dari pemeriksaan luar, namun beberapa tanda yang ditemukan dapat memperkuat
diagnosa. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar antara lain : Ditemukan adanya
cairan berbuih dari hidung dan mulut, yang dihasilkan dari campuran udara, mukus dan cairan
aspirasi yang terkocok-kocok saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Busa dapat berwarna
putih, atau lebih merah muda jika berasal dari edema pulmonum. Terkadang busa tidak lagi
keluar dari mulut dan hidung, terutama setelah dilakukan kompresi pada dinding dada. Namun
jika dilakukan pemeriksaan dalam dapat masih ditemukan adanya busa pada saluran pernapasan
atas dan bawah. cairan-berbusa-dari-mulut-pada-kasus-tenggelam Gambar 2. Keluarnya cairan
berbusa dari mulut yang berasal dari campuran udara, mukus, cairan aspirasi Terdapat tanda-
tanda asfiksia seperti sianose pada kuku dan bibir. Mata tampakmerah karena perdarahan
subconjuctiva, dari mulut dan hidung terdapat buih halus yang sukar pecah, kadang menjulur
seperti lidah. Asfiksia dikatakan mulai terjadi sejak 2 menit setelah tenggelam. Kematian terjadi
dalam 5 menit meskipun jantung masih berdetak hingga 10 menit. Dalam air yang lebih dingin,
kematian kebih cepat terjadi.. Lebam mayat lebih banyak di bagian kepala, muka dan leher
(karena posisi kepala di air lebih rendah). Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil
dari pembekuan OxyHb. washer-woman's-hand Gambar 3. Washer woman's hand Bila korban
lama di dalam air bisa didapati telapak tangan dan kaki putih mengkerut seperti tangan tukang
cuci(washer woman’s hand). Penenggelaman yang lama dapat menyebabkan maserasi yang
progresif pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki dan area yang terpapar
dengan gesekan. Semakin lama berada dalam air, proses maserasi yang terjadi dapat makin luas
hingga mencapai bagian ekstensor dari lutut dan siku. Kulit pada area ini akan tampak menjadi
berwarna putih, gembung, basah, keriput dan berombak. Semakin lama, epidermis dapat terkupas
diikuti oleh kuku. Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena
mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan memberikan gambaran washer woman’s hand
juga. Dapat dijumpai adanya luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bawah bagian
depan, yang dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau kolam, atau
dengan benda-benda disekitarnya. Bisa juga akibat diserang oleh predator – predator air.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital.
Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput laut, dahan atau batu. Ini menunjukkan
bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat. kadaverik
spasme Gambar 4 Kadaverik spasme pada korban tenggelam menunjukkan korban masih hidup
saat masuk dalam air Pemeriksaan Dalam Tenggelam merupakan suatu proses yang
menghasilkan kegagalan respirasi akibatdari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh
dalam media cairan. Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal)
drowning, dan dry (atypical) drowning. Berikut hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dalam
pada korban tenggelam. Wet drowning Paru-paru pada korban tenggelam wet drowning biasanya
tampak sangat mengembangseperti balon (bulky and ballooned). Paru dalam keadaan ini tampak
menutupi jantung dan menonjol keluar bila dinding dada dibuka hingga gambaran indentasi
tulang dada tampak jelas di permukaan luar paru. Edema dan kongesti paru dapat sangat hebat
sehingga beratnya mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru normal adalah sekitar 250-300
gram. Tardieu’s spot (bercak oleh karena penekanan pembuluh darah di septum interalveolaris
oleh udara dan air yang terperangkap) seringkali absen namun bercak perdarahan paltauff
dikatakan ditemukan dalam 50% kasus. Bercak Paltauf merupakan bercak perdarahan yang besar
terjadi akibat peningkatan tekanan yang menyebabkan rupturnya dinding alveolar. Ditemukan
paling sering di permukaan anterior dan margin dari paru namun dapat juga ditemukan di
subpleura bila telah terjadi perembesan atau ruptur lebih lanjut. Paru-paru pucat dan diselingi
bercak-bercak merah di antara jaringan yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak
keluar cairan merah kehitaman bercampur buih dari irisan tersebut. Sementara di bawah
mikroskop rongga alveolar sangat luas dan septanya ruptur atau sangat tipis. Keseluruhan
keadaan ini dikenal dengan nama ”emphysema aquosum”. Emfisema aquosum merupakan tanda
dari usaha paksa korban untuk bernafas dan ditemukan pada korban yang tenggelam dalam
keadaan sadar. Sementara pada korban yang tidak sadarkan diri saat tenggelam, akan ditemukan
edema aquosum. Yakni merupakan suatu keadaan dimana air masuk dengan pasif ke dalam paru
sehingga paru tampak dipenuhi oleh air tersebut. emfisema-aquosum emfisema-aquosum-
tampak-mikroskopik Gambar 5 : Emfisema Aquosum.Tampak paru sangat mengembang
menutupi jantung dan di bawah mikroskop rongga alveolar tampak sangat luas dengan septum
yang ruptur. Membran mukosa laring, trakea dan bronkus tampak kemerahan dan kongestif.
Dapat ditemukan busa putih atau kemerahan di sepanjang lumen. Bila ditemukan lumpur, pasir,
alga dan diatom terutama di bawah bifurcatio trachealis, kemungkinan tenggelam ante mortem
sangat tinggi. Pada rongga pleura dapat ditemukan bercak darah sebagai akibat perembesan dari
pleura ataukah sebagai akibat disintegrasi postmortem antara paru dan pleura. Terjadi perubahan
pada jantung dan pembuluh darah. Jantung kelihatan lebih bulat dan bagian kirinya tampak
kosong sementara bagian kanannya tampak dipenuhi darah vena berwarna gelap. Bila dilakukan
tes konsentrasi klorida (Gettler test) terhadap jantung kiri dan kanan maka akan menunjukkan
hasil sebagai berikut : Bila tenggelam di air tawar, konsentrasi klorida jantung kiri lebih rendah
dari jantung kanan (dikatakan turun hingga 50 %dari nilai normal). Sementara bila tenggelam di
air asin, konsentrasi klorida jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri (hingga 30-40% dari
nilai normal). Perbedaan kadar klorida antara jantung kiri dan kanan minimal 25% sudah
mengisyaratkan kemungkinan kuat suatu kematian antemortem akibat tenggelam meskiun
hasilnya negatif pada korban yangtenggelam akibat spasme laring atau inhibisi vagal.
Ditemukannya air dalam telinga tengah menunjukkan adanya kematian antemortem akibat
tenggelam, sebab tidak mungkin air masuk ke rongga telinga tengah pada keadaan postmortem.
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering
dijumpai adalah semi-ereksi. Pada pemeriksaan secara mikroskopik bertujuan mencari ada
tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan
dinding dari silikatyang tahan asam. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang
diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di
perairan tersebut. Biasanya ditemukan diatome pada saluran napas, jaringan paru, darah jantung,
atau sumsum tulang. Diatome merupakan kelompok alga yang uniseluler, mikroskopik dengan
dinding sel yang mengandung silika dan mengandung klorofil dan diatomin. Diatome secara
universal ditemukan pada air tawar dan air asin dan terdapat lebih dari 10.000 spesies diatome.
Uji diatome didasarkan pada asumsi bahwa pada korban tenggelam diatome dalam media air
tawar atau air laut akan terbawa masuk ke dalam parenkim paru bersama dengan air yang
teraspirasi. Diatome kemudian akan masuk ke kapiler alveolar dan terbawa dalam aliran darah
sirkulasi ke seluruh tubuh. Ukurannya yang sangat kecil memungkinan diatome masuk ke dalam
hepar, ginjal, otan dan sumsum tulang femoral. Sampel untuk uji diatome diperoleh dengan
mengambil beberapa ratus gram organ yang dicurigai mengandung diatome (paru, ginjal, hepar,
atau otak) kemudian diberi asam sulfat dan asam nitrat untuk mendestruksi jaringan organ, baru
kemudian di-sentrifuge dan dilihat dibawah mikroskop. tes-diatom gambar 6 : prinsip dari tes
diatom: pada tubuh yang sudah mati ketika tenggelam, diatom masih mungkin didapatkan dalam
paru, tapi tidak pada organ-organ jauh oleh karena sudah tidak adanya lagi sirkulasi darah Dry
Drowning Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak
titemukan pada dry drowning melainkan hanya tanda asfiksia mekanik klasik seperti sianosis,
kongesti dan petechial hemorraghes yang luas. Bila terjadi sumbatan mekanik akibat
laringospasme, maka pada paru tidak akan ditemukan air atau bila ditemukan hanya sedikit saja
(meskipun mungkin agak banyak di dalam lambung). Tidak ditemukan adanya buih ataupun bila
ada hanya sedikit. Demikian pula tidak ditemukan adanya emfisema aquosum pada paru. Tanda-
tanda asfiksia mekanik ini dapat juga disebabkan oleh penyebab kematian asfiksia mekanik
lainnya sebelum korban masuk ke dalam air, oleh karena itu kemungkinan adanya penyebab lain
ini harus benar-benar disingkirkan sebelum penegakan diagnosa kematian oleh laryngospasme
diambil.8 KESIMPULAN Drowning atau tenggelam adalah kematian yang disebabkan oleh
aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh
ke dalam cairan.Namun berdasarkan temuan pada pemeriksaan luar maupun dalam pada korban
mati akibat tenggelam, tidak semua korban tersebut memiliki gambaran yang khas untuk korban
mati akibat tenggelam. Pada kasus–kasus tenggelam yang meragukan seperti ini, tidak
ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban tenggelam adalah mungkin disebabkan
oleh : 1. Telah terjadi pembusukan. Saluran napas dan paru-paru adalah salah satu organ yang
cepat membusuk sehingga menyulitkan pemeriksaan . 2. Meninggal karena vagal
inhibition/cardiac reflex. Perlu pemeriksaan apakah ada trauma, penyakit wajar atau keracunan.
Vagal inhibitiondapat terjadi akibat masuknya air secara mendadak kedalam larynx dan
nasopharynx atau dari pukulan pada abdomen akibat jatuh secara horizontal kedalam air yang
memicu reseptor dari nervus vagus yang berakibat ke sistem kardiovaskular yang dimulai dengan
asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian oleh karena gagal jantung. 3.
Meninggal karena laryngeal spasme Secara umum , spasme laring dalam kasus tenggelam dapat
dipicu oleh reflek vagal lokal di laring. Sementara pada immersion syndrome , vagal reflek
berperan lebih luas dalam menyebabkan refleks kardiak oleh adanya vagal inhibisi. Pada
beberapa kasus derajat dan lamanya spasme adalah sedemikian sehingga kematian disebabkan
oleh karena asphyxia ,tetapitanpa ada tanda tenggelam pada paru korban. Untuk menegakkan
diagnose laryngeal spasme, sebab kematian lain harus disingkirkanterlebih dahulu. Harus diingat
bahwa pada pemeriksaan post mortem tidak ditemukan lagi adanya gambaran spasme larynx.
Tanda adanya asfiksia seperti sianosis pada bibir dan atau bawah kuku dan perdarahan pada
konjungtiva bulbi dan kelopak mata dapat sedikit membantu menegakkan diagnosis. Tidak ada
tanda khas yang pasti dapat menentukan diagnosis dan membedakan dengan jenis atypical
drowning yang lain.
Read more at: http://medicinestuffs.blogspot.com/2012/06/spasme-larynx-pada-kasus-
tenggelam.html
Copyright © MedStuffs