skripsi fitri n

95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh : FITRI NINGSIH K6406032 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: vudat

Post on 12-Jan-2017

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL

SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh :

FITRI NINGSIH

K6406032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGAJUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL

SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh :

FITRI NINGSIH

K6406032

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 3: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 4: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Kamis

Tanggal : 19 Agustus 2010

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Dr. Sri Haryati, M.Pd .. ................ .

Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd ............................

Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si .................. .

Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd …………………..

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

Page 5: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWI YAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy = 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64

diperoleh rtabel = 0,245, karena tabelyx rr >1

yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan

ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu 2,056>2,00 maka antara variabel X dengan Y terdapat hubungan yang signifikan atau berarti. Adapun prsamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X, jadi dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel X maka diikuti kenaikan Y sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0,4509.

Page 6: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009.

The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010.

This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis.

Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > r table of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile t-statistic value = 2.056 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten ttable = 2.00, because thitung > ttable of 2.056>2.00, therefore between the X and Y variable there is a significant relation. The simple linear regression equation obtained is Y = 84.5928 + 0.4509X, so from the regression equation, it can be describe that each one unit increase in the X variable is followed by the increase of Y as many as regression gradient slope of 0.4509.

Page 7: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan

sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang

hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.

(JOHN MOLINE)

Page 8: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

� Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan

segalanya, semoga Allah SWT memberikan

kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat

� Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni

� Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan

semangat dan motivasi

� Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva,

Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury,

Noer, dan Nia

� Teman-teman PPKn angkatan 2006

� Almamater

Page 9: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi

sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan

yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini.

4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi

5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi

6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan serta pengarahan

9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin

penelitian

Page 10: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

10. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini

11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis.

Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, 2010

Penulis

Page 11: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

ABSTRACT..................................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 7

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 8

D. Perumusan Masalah ................................................................... 8

E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9

F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 10

1. Tinjauan tentang Moral ........................................................ 10

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral.................................... 22

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ....................................... 26

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan

Nilai Moral ........................................................................... 30

5. Hubungan Pengetahuan Moral dengan Kesadaran Moral ..... 38

Page 12: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

6. Teori Konstruktivisme ......................................................... 40

7. Penelitian yang Relevan ....................................................... 41

B. Kerangka Berpikir ...................................................................... 42

C. Perumusan Hipotesis .................................................................. 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 44

B. Metode Penelitian ....................................................................... 45

C. Populasi dan Sampel ................................................................. 45

D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 49

E. Teknik Analisis Data .................................................................. 61

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data ............................................................................ 66

1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... ................. 66

2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral...................................... . 68

3. Deskripsi Data Kesadaran Moral........................................... 70

B. Pengujian Prasyarat Analisis ...................................................... 71

1. Uji Normalitas ...................................................................... 71

2. Uji Linieritas ......................................................................... 72

C. Pengujian Hipotesis .................................................................... 73

1. Pengujian Hasil Analis Data………………………………. 73

2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ……………………………74

3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……………………….. . 75

4. Pembahasan Hasil Analisis data .......................................... 75

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................. 78

B. Implikasi ..................................................................................... 78

C. Saran ........................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80

LAMPIRAN ..................................................................................................... 84

Page 13: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian ................................................................. 44

Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ........................................................... 48

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ........................................... 69

Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ................................................ 70

Tabel 5. Rangkuman uji Linieritas Variabel X terhadap Y ............................. 73

Page 14: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema kerangka berpikir ................................................................ 43

Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ........................................ 69

Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral............................................ 71

Page 15: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar sampel ............................................................................... 84

Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral ..................................... 85

Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ........ 86

Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. . 93

Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. ................................................. 95

Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban .... 96

Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ........................................... 102

Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ........................................ 103

Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda .................................................... 106

Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran ........................................ 107

Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ........................... 108

Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral.. ............................... 110

Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. .............................. 111

Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ........................................ 116

Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral .............................. 119

Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ............................... 120

Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ................................ 125

Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket................................. 127

Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ....................................................... 128

Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ...................... 130

Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ...................... 132

Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ....................................................... 135

Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ........... 137

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ....... 140

Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi .......................... 141

Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X .............................................. 142

Lampiran 27. Permohonan ijin research / try out kepada rektor

UNS di Surakarta................ ....................................................... 143

Page 16: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q

pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ........................... 144

Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan

skripsi/ makalah ...................................................................... 145

Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA

kabupaten Kudus ...................................................................... 146

Lampiran 31. Surat Rekomendasi dari Dinas P dan K kabupaten

Kudus............................................................................ ......... .. 147

Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk

mengadakan research............................................................... 148

Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat

Kudus ....................................................................................... 149

Page 17: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang

berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge

(2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to

effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and

communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan

sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui

pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang

dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan

secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan

pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi,

sosial maupun budaya.

Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang

berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap

dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional

dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual

sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkunganya dalam rangka

Page 18: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan

suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada

akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang

diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang

berkembang dalam masyarakat.

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk

mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat

dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22)

”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah)

yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan

disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan

pendidikan”.

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh

masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi

social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada

pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk.

Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/) Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan

dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang

Page 19: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan

strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua

unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru,

orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk

menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal.

Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas

pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi

pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang

baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus

memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku

orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat

dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua

mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam

lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa

tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa

menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak

hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan

mau melakukannya.

Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan

untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin

pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya

yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal,

maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam

pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi.

Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan

tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di

dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan

kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran.

Page 20: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716).

Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa

“salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral

secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain

diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu

pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat

disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai

moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk

membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan

moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan

perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat

bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma

yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-

hari dan bertindak sadar akan moral.

MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan

pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan

nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran

pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak

serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan

pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan

seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku

disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.

Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang

melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni

Page 21: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan

membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral

siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan

kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan

perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang

dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya

ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang

nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan

moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang

moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar

akan perbuatan moralnya.

Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya

kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah.

Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan

diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja

terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati

padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya.

Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter

terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral

knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral

(moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.

2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati.

3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral. (Yeyen, 2009, http://tumoutou.net/702_05123/dwi_hastuti.html).

Page 22: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah

mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral

karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan

berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan

dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan

mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran

moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan

atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat

lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan

wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”

(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).

Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral

berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama

halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri

Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti

moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan

secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan.

Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa

mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil

pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani

sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik.

Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya

pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral,

dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang

diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang

diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah (2007) bahwa

“pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta

berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).

Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn

persekolahan sekarang ini masih mungkin di dalamnya mengemban fungsi

Page 23: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar

isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn

sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn

berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn

persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan

mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden

(1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti

diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh

dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan

landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas

manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik.

Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral

yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma.

Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang

SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan

tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa

menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan

kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku

siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran

moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :

Page 24: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk

menumbuhkan moral anak belum maksimal

2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada

pelanggaran nilai moral

3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa

4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah

5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan

kurangnya pengetahuan moral siswa

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka

pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah.

Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya

tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya

pengetahuan moral pada diri siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu

”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan

kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat

Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah

Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010.

Page 25: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan

kesadaran moral pada diri siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya

tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi.

b. Bagi Sekolah

Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan

dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap

berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral.

c. Bagi Guru

Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh

kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang

diberikan.

Page 26: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Moral

a. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa

Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa

Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya

menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah

“akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa

Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung

makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing

tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri

Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada

baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.

Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran

ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik

lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak

agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28)

mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-

tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”.

Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi

(2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya

perbuatan atau kelakuan”.

Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap

tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana

Page 27: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat

dalam masyarakat.

Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur

tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-

perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut

seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah

diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku

umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang.

Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah

laku seseorang.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral

adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah

laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan

manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan

berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat,

akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.

b. Tahap Perkembangan Moral Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84)

mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama

lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-turut yakni ”tingkat

prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang

baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-

mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik

buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar.

Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan

atas akibat atau konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak:

Page 28: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan

dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.

The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata

hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang

tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh.

Tahap 2: Orientasi relativis instrumental.

The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan

orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik,

jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-

kadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan

orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti

hubungan orang di pasar: tukar-menukar.

2). Tingkat Konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak

selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga

belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-

norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini

oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai

menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya

dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok

sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok

sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup

dua tahap:

Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi

”anak manis”.

Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada

keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain

(sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang

menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka.

Anak mengambil sikap: saya adalah ”anak manis” (good boy-nice girl),

Page 29: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan

sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut

norma-norma yang berlaku. Jika ia melanggar norma-norma

kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah.

Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak

harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya,

orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang

lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada

aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku

yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan

mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu

sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan tradisional atau

menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.

3). Tingkat Pascakonvensional

Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau

”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup

moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar

prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan

dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai

atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat

ketiga ini pun mempunyai dua tahap:

Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.

Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme nilai-

nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha

untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara

demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat

pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus

kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi

kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan suku tentang law and order

Page 30: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian

adalah unsur pengikat bagi kewajiban.

Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal.

Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah

laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang

mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku

secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan,

kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat

untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsi-

prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam

(remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan

moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan

bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga

tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan

berbagai motif.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut

secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan

bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:

a) Tahap I :patuh pada aturan untuk menghindarkan hukuman b) Tahap II :menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan

ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya

e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat

f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri sendiri

Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh

terhadap peraturan atau perbuatan moral yang terbagi dalam enam tahap,

Page 31: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai

dalam kehidupannya.

c. Nilai Moral

Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu

yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-

buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta

menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.

Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).

Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik

yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related

Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai

yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi,

2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat

pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai

artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan,

2004: 87).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal

yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa

yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak

usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai

tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam

rangka penggolongan tersebut.

Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi

nilai menjadi tiga macam:

Page 32: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu: a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta)

manusia. b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur

perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur

kehendak (wii, wollen, karsa) manusia d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan

mutlak.

Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai

pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran

tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu

perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi

antara individu-individu dalam pergaulan.

Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai

dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks

tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu

Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia

sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut

telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan

oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang

berhubungan dengan konsep baik dan buruk”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu

nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian

terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi

nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan

buruk. Sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.

Page 33: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri

nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,

mewajibkan, dan bersifat formal”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung

jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang

dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.

(2) Berkaitan dengan Hati Nurani

Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa

nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila

meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila

mewujudkan nilai-nilai moral.

(3) Mewajibkan

Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa

ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus

direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh

terhadap nilai-nilai ini.

(4) Bersifat Formal

Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai

moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu

tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas

dari nilai-nilai lain.

Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang

menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang

dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara

langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat

manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia

mempunyai moral yang baik.

Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul

Suparno, dkk. yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008:6) “menekankan

Page 34: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu

pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral

feeling), tindakan moral (moral action)”.

Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah:

(a) Pengertian atau pemahaman moral

Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih

(2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa

seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan

berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau

pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti

(akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.

Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing)

artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan

moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran

kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan

keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri

Budiningsih, 2008: 27).

(b) Perasaan moral

Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik.

Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan

dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap

empati.

(c) Tindakan moral

Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral

yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam

perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini

perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-

hari. Maka lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan

Page 35: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran

moral.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai

moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu

individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good),

menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan

melakukan kebaikan (acting the good).

Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti

menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan

moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran

moral, di sini antara perasaan moral dan kesadaran moral mempunyai

makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati

nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam

mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan.

Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu

pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti

atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang

itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak,

dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut.

Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita.

Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan

dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan

sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu

pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1). Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan

Page 36: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam

hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik

kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri

sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan

pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata.

2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri

Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai

berikut:

a) Sikap jujur dan terbuka

b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin,

bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri

3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga

Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan,

dan tepat janji.

b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga

4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.

Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau

dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap demokratis

b) Nilai adat dan aturan sopan santun

5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.

Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan

hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis

terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti

kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan,

melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak

menambah polusi udara.

Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan

ke dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia.

Page 37: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma

atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.

d. Norma Moral

Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia

sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia

berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan

”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu

norma”.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa

“kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan

dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini

kebenarannya”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan

perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan

untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.

Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa

berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi

berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma

yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.

2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar sesama manusia.

4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.

(Winarno, 2006: 7)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat

berupa norma agama, moral/kesusilaan, kesopanan dan hukum. Sehingga

Page 38: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah

ada.

Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas

pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24) ”norma-

norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur

kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85)

bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia

yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral

yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu

harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral

a. Pengertian Pengetahuan Moral

Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di

dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang

berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan

penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)” .

Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan

pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia

tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”.

Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau

maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang”

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh

manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika

seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda

atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah

disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan moral

Page 39: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau

norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.

Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim

Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing

moral values). Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,

sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi

norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya

Pendidikan Kewarganegaraan.

Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan

moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu

disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu

dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan

nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi

tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan

pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang

diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam

pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi :

” Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”

Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah

”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam

masyarakat”.

Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan

sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu

jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan

tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting

dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan

bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn

persekolahan sekarang ini dapat disimak dari uraian tentang pelajaran

pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari

pendidikan kewarganegaraan (Permendiknas No. 22 tahun 2006) dinyatakan

Page 40: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan

warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek

kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.

b. Tingkatan Pengetahuan

Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau

ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan

pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam

aspek kognitif.

Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam

jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu

“pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”.

Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom,

seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep,

fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau

dapat menggunakannya.

2) Pemahaman (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Penerapan (application)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

Page 41: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja

misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Penilaian (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan

tersebut di atas.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa

dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.

Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam

pemahaman materi selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan

kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya

dibanding siswa yang mempunyai kemampuan kognitif yang rendah.

Page 42: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Untuk mengetahui lebih jelas definisi pengetahuan moral

selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.

c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral

Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas,

maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana

manusia harus bertingkah laku yang baik.

Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya

dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.

d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral

Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma

tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma

yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam

masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan

peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu:

1) Menjelaskan hakikat norma

2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat

3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya

4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan

sekolah dan masyarakat

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral

a. Pengertian Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar

berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus Inggris-

Indonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware

yang berarti tahu, insaf”.

Page 43: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau

perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan

ketentuan perundangan yang ada”.

Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa-

bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu

berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama

dengan, turut).

Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut

mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam

bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan

untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam

“sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di

ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia.

Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati,

dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan

perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan

yang buruk”.

Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik

atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini

memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di

sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang

sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan

intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani

berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah

sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan.

Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh

maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di

atas selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian kesadaran moral.

Page 44: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

b. Pengertian Kasadaran Moral

Berdasarkan pengertian kesadaran dan moral yang telah

disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral.

Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam

diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela,

tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.

Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)

“Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu

membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan

sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat”

Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam

kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut:

1) Indeks atau Petunjuk

Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau

buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.

2) Viundeks atau Penilai

Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah

dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.

3) Vindeks atau Pemberi Sanksi

Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya setelah perbuatan itu

dilakukan. Konsiensi memberi sanksi yang negative terhadap perbuatan

buruk dan memberi sanksi positif terhadap perbuatan baik.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara

moral adalah pribadi yang memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap

dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut

Winarno (2006: 9) “Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana

perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral”. Perasaan wajib atau

keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi

dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun, kapanpun dan dimanapun juga.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa

kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan

Page 45: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari

luar.

Dalam kesadaran moral tumbuh fenomena-fenomena sehingga

kesadaran tersebut akan tampak dalam perbuatannya.

c. Fenomena Kesadaran Moral

Menurut Winarno (2006: 10) “fenomena kesadaran moral adalah

apa saja yang tampak dan kelihatan dalam kesadaran moral. Dalam

fenomena kesadaran moral terdapat unsur-unsur, struktur dan aspek dari

kesadaran moral”.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Unsur-unsur Pokok dalam Kesadaran Moral

Adapun unsur-unsur kesadaran moral, antara lain:

a) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar

b) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri

sendiri

c) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional)

d) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya

e) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain

f) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri

g) Putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya

h) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban

2) Struktur Kesadaran Moral

a) Kewajiban bersifat mutlak

b) Kewajiban itu bersifat umum dan objektif

c) Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui

d) Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri

e) Putusan itu menentukan nilai pribadi

3) Aspek Kesadaran Moral

a) Kewajiban moral bersifat mutlak

b) Kewajiban moral bersifat rasional

Page 46: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

c) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

fenomena kesadaran moral menggambarkan apa yang terlihat dari kesadaran

moral seseorang yang dapat dilihat dari unsur-unsur, struktur dan aspek dari

kesadaran moral.

Untuk mengetahui lebih jelas definisi kesadaran moral selanjutnya

dijelaskan definisi konseptual kesadaran moral.

d. Definisi Konseptual Kesadaran Moral

Berdasar berbagai pendapat tentang kesadaran moral di atas maka

dapat dirumuskan konsep kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan

dengan perasaan dan kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan

moral tanpa paksaan dari luar.

Setelah diketahui definisi konseptual kesadaran moral selanjutnya

dijelaskan definisi operasional kesadaran moral.

e. Definisi Operasional Kesadaran Moral

Atas dasar konsep tersebut maka dapat dirumuskan definisi

operasional kesadaran moral yaitu sikap yang meliputi:

1. Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan

2. Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri

3. Sikap dalam hubungannya dengan keluarga

4. Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia

5. Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan

dengan Pendidikan Nilai Moral

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan

sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu

jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan

Page 47: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting

dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan

bernegara.

Menurut Syahrial Syarbaini dkk (2006:4), mendefinisikan

pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sumarsono S. (2002: 3) bahwa

”Pendidikan Kewarganegaraan adalah dimaksudkan agar warga negara

memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki

pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air

berdasarkan Pancasila”. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya

NKRI.

H.A Kosasih Djahiri (2008) mengemukakan bahwa PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik–prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan. (http://gurupkn.wordpress.com/2008/05/13/esensi-pendidikan-nilai-moral-dan-pkn-di-era-globalisme/). Sedangkan Suriakusumah dalam Dasim Dudimansyah (2007) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (http://pustaka.ut.ac.id). Maka dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan

pendidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk

mendidik generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki rasa

Page 48: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

kebangsaan dan cinta tanah air, serta bertujuan untuk membentuk karakter

peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia menurut Winataputra (2007)

terbagi dalam lima status yaitu:

1) Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah 2) Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi 3) Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu

pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru 4) Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas

dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Penataran P4)

5) Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Dalam statusnya yang pertama bisa disebut sebagai PKn persekolahan. Dalam persekolahan di negara kita, Pendidikan kewarganegaraan mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan tuntutan zaman dan pergantian rezim.

Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dimulai dengan mata pelajaran kewarganegaraan (1957), Civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Moral Pancasila / PMP (1975 dan 1984), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan/PPKn (1994), Pelajaran Kewarganegaraan (2004) dan terakhir adalah keluarnya standar isi dan kompetensi mata pelajaran pada tahun 2006, Pelajaran Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (Winarno, 2006: 21)

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah

mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang lingkup Sesuai

dengan rumusan tentang tujuan fungsi, visi misi, dan ruang lingkup

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diajar

di setiap jalur pendidikan, maka aspek-aspek kompetensi yang hendak

dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan setidaknya

menyangkut tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau watak.

Menurut Branson dalam Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi

(2008: 55-61) ”Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat

Page 49: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu Pengetahuan

Kewarganegaraan (civic knowledge), Kecakapan Kewarganegaraan (civic

skill), Watak Kewarganegaraan (civic dispsition)” .

Pendapat lain diungkapkan oleh Dasim Budimansyah (2007) bahwa

Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu

“memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami

Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Etika

Kewarganegaraan (Civic Ethic). Pada aspek kompetensi tentang pemahaman

Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) khusus pada

subkompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral”.

Kompetensi yang pertama yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan

(Civic Knowledge). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 55)

mengatakan ”Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaran) berkaitan

dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara”.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sri Wuryan dan Syaifullah (2008:78)

”Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan substansi atau informasi

yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang system

politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai

warga negara, dan sebagainya”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

kewaraganegaraan (Civic Knowledge) berkaitan dengan pengetahuan yang

harus dikuasai warga negara seperti tentang system politik, pemerintahan,

konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan

sebagainya”.

Kompetensi yang kedua yaitu Kecakapan Kewarganegaraan (civic

skill). Menurut Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 58) ”Civic

skill (kecakapan kewarganegaraan) mencakup kecakapan intelektual atau

kecakapan berpartisipasi”. Pendapat lain diungkapkan pleh Sri Wuryan dan

Syaifullah (2008: 78) ” keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan

kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial, dan psikomotorik”. Dari

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan-kecakapan intelektual

Page 50: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

penting untuk terbentuknya warga negara yang berperpengetahuan, efektif,

dan bertanggung jawab.

Selanjutnya kompetensi yang ketiga yaitu Watak Kewarganegaraan

(civic dispsition). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 61)

mengatakan ”Civic disposition (watak kewarganegaraan) mengisyaratkan

pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan

pengembangan demokrasi konstitusional” (Dasim Budimansyah dan Karim

Suryadi, 2008: 61). Selanjutnya menurut Sapriya dalam Sri Wuryan dan

Syaifullah (2008: 78) dijelaskan karakter privat seperti tanggung jawab

moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia

dari setiap individu adalah wajib. Sedangkan karakter publik seperti

kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main

(rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi

dan berkompromi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa watak

kewarganegaraan mengisyaratkan pembentukan pada karakter bagi warga

nergara.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang

warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan

yang baik, setelah itu memiliki keterampilan yaitu ketrampilan intelektual dan

pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu

karakter atau watak yang mapan yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

Dari aspek-aspek kompetensi dalam pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata

pelajaran di sekolah mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang

lingkup. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a) Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah

untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal :

(1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

Page 51: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

(2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

(4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(Departemen Pendidikan Nasional, 2006) Tujuan PKn menurut Eric (1996) yang dikutip dalam Journal

International of Definition Civic Education as Subject dari

http//www.Geogle.com. bahwa, ” The first objective of civic education

is to teach thoroughly the meaning of the most basic idea, so that

students will know what a constitutional democracy is and what it is not

.”

Artinya bahwa tujuan pertama pendidikan kewarganegaraan

adalah teliti di dalam mengajar sehingga siswa akan mengetahui apa

yang termasuk konstitutional dan demokrasi ataupun dengan yang tidak

konstitutional dan tidak demokrasi sehingga siswa diharapkan dapat

membedakan diantara keduanya.

Sementara itu, menurut Dasim Budimansyah (2007) mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945” (http://pustaka.ut.ac.id/). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

sekolahan yang bertujuan dan berfungsi membentuk diri peserata didik

cerdas, terampil dan berkarakter, berpikir secara kritis, rasional, dan

kreatif serta bertindak sesuai denagn amanat pnacsila dan UUD 1945.

b) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan

Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak

Page 52: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara". Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan UUD 1945. (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007). Menurut Dasim Budimansyah (2007), menyebutkan misi mata

pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga

negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi oleh kesadaran politik,

kesadaran hukum, dan kesadaran moral" (http://pustaka.ut.ac.id/).

Dari pendapat di atas jelas bahwa visi misi Pendidikan

Kewarganegaraan yaitu sebagai sarana pembinaan watak bangsa serta

untuk meweujudkan warga negara yang baik yakni warga neagara

sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

c) Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD-

SMP-SMA-SMK meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) persatuan

dan kesatuan bangsa; (2) norma, hukum dan peraturan; (3) HAM; (4)

kebutuhan warga negara; (5) konstitusi negara; (6) kekuasaan dan

politik; (7) pancasila; (8) globalisasi. (Departemen Pendidikan Nasional,

2006 )

Pendapat senada diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) bahwa: Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada bidang kajian dan aspek-aspeknya sebagai berikut persatuan bangsa; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); hak asasi manusia; kebutuhan hidup; kekuasaan dan politik; masyarakat demokratis; Pancasila dan konstitusi negara dan globalisasi. (http://pustaka.ut.ac.id/).

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat perlu untuk

diajarkan disetiap sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai pada sekolah

Page 53: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

menengah karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik

dapat belajar untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas dan

berkarakter.

b. Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral

Menurut Winarno (2008: 78) ”dalam klasifikasi filsafat, nilai moral

(nilai kebaikan) adalah yang menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”.

Pendapat lain diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) mengatakan

”pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka

membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan

UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar

baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya”. Selanjutnya,

Winarno (2008: 79) mengatakan ”...bahwa PKn adalah pendidikan nilai

moral yang masih berkaitan dengan rujukan Pancasila dasar negara dan

bahwa PKn merupakan pendidikan dasar berskala nasional yang berbasis

nilai lokal”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral

atau budi pekerti perlu diajarkan di sekolah. Hal ini karena sekolah

merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang bertanggung jawab

terhadap kedewasaan peserta didik.

Menurut pendapat Winarno (2006: 19) dalam modus pemberian pendidikan budi pekerti, para pakar berbeda pendapat. Pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pemndapat ketiga, pendidikan budi pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Pendapat lain diungkapkan Sjarkawi (2009:114) bahwa “Pendidikan

moral terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran di sekolah, terutama dalam

mata pelajaran Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, dan Bahasa

Indonesia”. Artinya pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu

mata pelajaran saja, melainkan terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran

Page 54: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

yang ada. Salah satu mata pelajaran yang menanamkan pendidikan moral

yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegraan yang

diajarkan di sekolah merupakan bagian dari suatu usaha pembentukan

kepribadian yang baik dan peningkatan pertimbangan moral peserta didik.

Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang paling menonjol

adalah sebagai pendidikan nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu

secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi

pendidikan nilai dan moral. Alasannya antara lain sebagai berikut;

a) Materi PPKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 45 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. b). Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata kehidupan sehari-hari. c). Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati (bersifat afektif) dan dilaksanakan (bersifat perilaku) (Anonim:2007).

5. Hubungan Pengetahuan Moral dengan Kesadaran Moral

Pendidikan bertujuan untuk mendidik dan mencetak generasi muda

menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani,

berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta menjadi

warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga mampu menghadapi

segala tantangan yang ada.

Kegiatan pendidikan ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling

efektif untuk mendidik generasi muda. Gagalnya output pendidikan saat ini

ditandai oleh banyaknya masalah-masalah sosial seperti kejahatan-kejahatan

moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar,

kejahatan narkoba dan sebagainya. Fenomena ini telah memunculkan krisis

moral. Kualitas moral dan akhlak peserta didik dan generasi muda amat

memprihatinkan. Maka dalam hal ini PKn menjadi perwujudan pendidikan nilai

moral sebagai antisipasi terjadinya krisis moral dan berperan dalam rangka

Page 55: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

pembinaan generasi baru, karena dapat dilihat bahwa PKn berperan sebagai

salah satu wahana pendidikan moral.

Untuk merespon fenomena tersebut pada diri peserta didik

membutuhkan pengetahuan tentang moral yang cukup. Pengetahuan tersebut

didapatkan dari berbagai hal diantaranya yang utama dalam pembelajaran PKn

di persekolahan. Sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya tumbuh

kesadaran dalam diri siwa yaitu kesadaran untuk berbuat baik atau dengan kata

lain kesadaran moral setelah mengetahui berbagai pengetahuan tentang moral

sehingga dalam bertindak sesuai dengna norma-norma yang berlaku dan tidak

menimbulkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas.

Memang diakui, bahwa situasi-situasi moral banyak ditentukan secara

kognitif oleh pertimbangan pribadi. Namun perlu diketahui bahwa tingkat

empati seseorang akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan moralnya.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati dari

segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif

(perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong

terjadinya tindakan moral”.

Menurut konsep Driyarkara dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)

“perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses

pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya

dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak melalui dengan

segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan

pengembangan perilaku dan sikap.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwasanya moral selain dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai

pengetahuan tentang moral juga menyangkut sikap seseorang dalam hal ini

bahwa nilai, moral, etika berhubungan langsung dengan sikap seseorang.

Dengan demikian, semakin peserta didik memiliki pengetahuan khususnya

pengetahuan tentang moral maka semakin tinggi tingkat kesadaran moral siswa

yang nantinya dalam bertindak sesuai dengan kaidah atau norma-norma dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 56: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

6. Teori Konstruktivisme

Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan

kognitif, piaget mengemukakan bahwa “pengetahuan merupakan interaksi

kontinu antara individu satu dengan lingkungan. Artinya, pengetahuan

merupakan suatu proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru

dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk

pengertian baru” (Suparno dalam Wiji Suwarno, 2006: 58).

Teori konstruktivisme oleh Pieget, dalam teori konstruktivisme itu

sendiri juga menjelaskan bahwa ”pengetahuan seseorang adalah bentukan

(konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan akan sesuatu benda, bukanlah tiruan

benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut”

(Paul Suparno, 2001: 122). Proses pembentukan pengetahuan terjadi apabila

seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam

berhadapan dengan tantangan, rangsangan, dan persoalan. Pembentukan

pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan orang itu

sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru.

Orang itu sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun, ini tidak berarti

bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain tidak mempunyai peranan. Orang-

orang atau lingkungan sosial mempunyai pengaruh dalam pembentukan

pengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik, dan menantang

sehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar.

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif

merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak.

Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang

secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan

mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak. Dalam penelitian ini, anak

memperoleh pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral dimana orang

lain atau lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan untuk menjadikan sikap

dan tingkah laku anak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, sehingga

Page 57: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dapat dikatakan tingkat kesadaran moral siswa tinggi. Dengan demikian bahwa

pengetahuan tentang moral yang dimiliki peserta didik mempunyai hubungan

dengan kesadaran moral siswa.

7. Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian ini tidak beranjak dari nol murni, aka

tetapi umumnya telah ada penelitian yang sejenis. Oleh karena itu dirasa perlu

mengetahui penelitian yang terdahulu. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

yang relevan untuk penelitian ini adalah:

1. Penelitian Nina Herlina (2007) dengan judul ”Pengaruh Perhatian Orang

Tua dan Kesadaran Moral Siswa terhadap Kompetensi Dasar Kemampuan

Menganalisis dan Menerapkan Nilai dan Norma (Agama, Kesusilaan,

Kesopanan, dan Hukum) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Siswa Kelas X SMA N 3 Surakarta Tahun Ajaran 2006/ 2007” dengan hasil

bahwa (1) ada pengaruh signifikan perhatian orang tua terhadap kompetensi

dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama,

kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft =5,0207>3,89 pada

taraf signifikan 5%, (2) ada pengaruh signifikan kesadaran moral siswa

terhadap kompetensi dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai

dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft

=10,9958>3,89 pada taraf signifikan 5%, (3) tidak ada interaksi antara

perhatian orang tuan dan kesadaran moral siswa terhadap kompetensi dasar

kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama,

kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO<Ft =0,8763<3,89 pada

taraf signifikan 5%.

2. Penelitian Anom Setyono (2006) dengan judul ”Hubungan Kegiatan

Pendidikan Agama Islam Dengan Sikap Moral Para Remaja Di Pondok

Pesantren Imam Syuhodo Desa Wonorejo Kecamatan Polokarto Kabupaten

Sukoharjo” dengan hasil ada hubungan yang signifikan antara kegiatan

pendidikan agama islam dengan sikap moral remaja di pondok pesantren

dengan bukti rhitung > rtabel = 0,8055>0,312 pada pada taraf signifikansi 5%

Page 58: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dan uji keberartian menujukkan thitung > ttabel = 8,379>1,68 pada taraf

signifikansi 5%.

Berdasarkan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa melalui

pendidikan anak memperoleh pengetahuan sehingga terbentuk sikap dan

perilaku, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan pengetahuan

moral yang dimiliki siswa mempunyai hubungan dengan kesadaran moral

siswa.

B. Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir merupakan acuan dalam melakukan suatu penelitian atau alur

yang didasarkan pada masalah yang digambarkan secara menyeluruh dan

digunakan dalam penelitian, kerangka pemikiran dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi

kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui

pendidikan moral. Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan

manusia bermoral baik dan manusiawi. Pendidikan moral ini sangat diperlukan

karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian

peserta didik secara utuh yang tercermin pada sikap dan perilaku baik. Dalam

upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait

penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini

harus dilaksakan secara terintegarasi, dimana moral merupakan suatu perbuatan

yang baik yang patuh pada aturan-aturan (norma), dan norma tersebut menjadi

dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik.

Pendidikan moral ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk

mendidik dan mengarahkan generasi muda agar memiliki moral yang baik.

Dengan pengetahuan moral yang dimiliki siswa maka siswa akan memiliki pula

moral yang baik dan ia akan berperilaku sesuai dengan kesadarannya untuk

menaati nilai dan norma yang ada dengan kata lain kesadaran moral yang

dimiliki siswa tinggi. Dengan demikian, seseorang yang memiliki pengetahuan

khususnya pengetahuan moral akan menumbuhkan motivasi untuk melakukan

Page 59: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

perbuatan sesuai dengan kesadaran yang dimilikinya yaitu bersikap bermoral

atau berkesadaran moral. Hal ini dapat dikatakan antara pengetahuan moral dan

kesadaran moral siswa saling berhubungan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat menyusun kerangka

pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir

C. Perumusan Hipotesis

Menurut Sudjana (2005: 219), “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan

mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering

dituntut untuk melakukan pengecekannya.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah

jawaban sementara atas masalah yang sedang diteliti kebenarannya.

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka peneliti mengajukan

hipotesis yaitu: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah

Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/2010”.

Pengetahuan Moral (X)

Kesadaran Moral (Y)

Page 60: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan

dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di

Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus. Pemilihan lokasi tersebut

dikarenakan peneliti menemukan masalah yang telah dijelaskan pada latar

belakang permasalahan yaitu masih adanya pelanggaran nilai-nilai moral seperti

perilaku-perilaku penyimpangan yang menunjukkan keasadaran moral masih

rendah, kemudian lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga dapat

menghemat biaya dan dimungkinkan sekali memberikan data yang diperlukan

dalam penelitian sehingga mempercepat proses pengumpulan data.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul

sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan

Januari sampai Juli 2010. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai

penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 1 : Waktu kegiatan penelitian

No Kegiatan Tahun 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli 1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan Proposal

3. Ijin Penelitian 4. Uji Coba Instrumen 5. Pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Penyusunan Laporan

Page 61: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

B. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian

dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat

apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang

sesuai dengan masalah yang diteliti.

Menurut Abu Achmadi dan Cholid Narbuko (2007: 1), “Metode adalah

cara yang tepat untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan yang dimaksud dengan

penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang

hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan

yang tepat”. (Winarno Surakhmad, 1998: 131)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian

merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu studi melalui

penyelidikan terhadap suatu masalah sehingga mendapat pemecahan masalah

yang tepat.

Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif

korelasional. Adapun alasan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif

korelasional karena peneliti memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada

pada masa sekarang yang bersifat aktual dan data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini disusun, dijalankan, kemudian dianalisis untuk disimpulkan.

Penelitian ini bermaksud untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi

pada suatu faktor, berhubungan dengan satu variasi atau lebih faktor lain

berdasarkan koefisien korelasinya. Dengan kata lain penelitian ini bermaksud

mengungkapkan bentuk hubungan timbal balik antara variabel yang diselidiki

yaitu hubungan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa.

C. Populasi dan Sampel

Dalam suatu penelitian ilmiah tidak akan terlepas dari penetapan populasi

dan sampel, karena populasi dan sampel merupakan subyek penelitian dan

keduanya merupakan sumber data penelitian.

Page 62: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

1. Populasi

Pengertian populasi menurut Yatim Riyanto (2001: 63) mengemukakan

bahwa, ”Populasi kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok tersebut

oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk menggeneralisasikan hasil

penelitian”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan

bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dari kedua pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek

penelitian yang datanya akan dianalisa.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi Kelas VII di Madrasah

Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/2010 dengan jumlah

319 orang yang terbagi dalam 7 kelas, yang terdiri kelas A: 47, B: 44, C: 48, D:

46, E: 46, F:43, dan G: 45.

2. Sampel

Menurut Yatim Riyanto (2001: 64) “Sampel adalah bagian populasi”.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) “Sampel adalah sebagian

atau wakil populasi yang diteliti”. Dari kedua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang

menjadi subjek penelitian.

Penentuan besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, akan

menggunakan acuan pendapatnya Suharsimi Arikunto (2002: 112) sebagai

berikut:

Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitinya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek besarnya telah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan data. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini

menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Untuk penelitian yang

resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih baik.

Page 63: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Sesuai dengan ketentuan tersebut maka penelitian ini mengambil sampel

20% dari populasi sebesar 319 siswa sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam

penelitian ini berjumlah 64 (Lampiran 1 halaman 84).

3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh

sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat

menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus

representatif. Riduwan (2003:11) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel

atau teknik sampling adalah “Suatu cara mengambil sampel yang representatif

dari populasi”. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 110) ada dua

macam teknik sampling yaitu ”random sampling dan non random sampling”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaui berikut:

a. Teknik Random Sampling

1) Cara undian

2) Cara ordinal

3) Cara randomisasi dari table bilangan random

b. Teknik Non Random Sampling

1) Proposional sampling

2) Stratified sampling

3) Purposive sampling

4) Quota sampling

5) Double sampling

6) Area sampling

7) Cluster sampling

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah proporsional random

sampling. Untuk mengambil sampel adalah teknik Random Sampling karena

dalam pengambilan sampel disini, setiap siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel penelitian.

Adapun pelaksanaanya ditempuh dengan cara teknik Proposional Sampling

Page 64: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

karena pengambilan sampel disini berdasarkan pada jumlah yang sudah

ditentukan atau yang dipentingkan yaitu setiap siswa kelas VII MTS NU Banat

Kudus, sudah ditentukan sesuai dengan perhitungan pada sampel penelitian.

Jumlah ini sudah representatif dari jumlah populasi yang ada.

Sampel penelitian menggunakan random sampling dengan cara undian yang digunakan penulis yaitu mengacu pendapat Suharsimi Arikunto (2006:136) yaitu:

”Pada kertas kecil kita tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk setiap kelas. Kemudian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka kita mengambil gulungan kertas sebanyak sampel penelitian, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek sampel penelitian”.

Dalam pengambilan sampel secara random sebesar 20% dari jumlah

siswa tersebut menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah siswa setiap kelas x jumlah sampel

Jumlah populasi

Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas

NO KELAS SAMPEL

1. VII A 47 × 64 = 9,42 dibulatkan menjadi 9 319

2. VII B 44 × 64 = 8,82 dibulatkan menjadi 9 319

3. VII C 48 × 64 = 9,63 dibulatkan menjadi 10

319

4. VII D 46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9

319

5. VII E 46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9

319

6. VII F 43 × 64 = 8,62 dibulatkan menjadi 9 319

7. VII G 45 × 65 = 9,02 dibulatkan menjadi 9

319

TOTAL 63,95 dibulatkan menjadi 64

Page 65: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Dari penghitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 63,95

dibulatkan menjadi 64.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang

relevan dengan permasalahanya, sedangkan data tesebut perlu digunakan teknik

pengumpulan data sehingga diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat

dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes untuk memperoleh data pengetahuan moral dan teknik angket untuk

memeperoleh data kesadaran moral.

1. Teknik Tes

a. Pengertian Tes

Menurut Suharmini Arikunto (2002: 53) “tes adalah alat ukur atau

prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam

suasana, dengan cara-cara yang sudah ditentukan”.

b. Bentuk Tes

Menurut Suharmini Arikunto (2002: 162) bentuk-bentuk tes ada dua

yaitu tes subjektif dan tes objektif.

Adapun penjelasan dari bentuk tes subjektif dan tes objektif adalah sebagai

berikut:

1) Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay atau uraian tes subjektif untuk mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.

2) Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan objektif. Tes objektif terdiri dari tes benar salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test) dan tes lisan (completion test).

Berdasarkan bentuk-bentuk tes maka yang dapat digunakan penulis

untuk mengukur pengetahuan moral dalam penelitian adalah tes objektif

dalam bentuk multiple choice atau pilihan ganda yang memuat beberapa

pertanyaan dengan empat alternatif jawaban. Alasan dugunakannya tes

obyektif dengan tipe aitem pilihan ganda ini dikarenakan menurut Saifuddin

Azwar (1996:74-75) mengatakan bahwa ”item pilihan ganda yang dirancang

Page 66: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dengan seksama dengan memperhatikan batasan isi tes serta ditulis sesuai

dengan tujuan ukur menurut tingkat kompetensi yang tinggi tidaklah dapat

dijawab oleh siswa yang mempunyai kompetensi taraf rendah dan

pemahaman terbatas yang tidak disertai kemampuan berpikir kompleks”.

Dengan demikian tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda atau multiple

choice ini dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan yang merupakan

salah satu tingkatan dari tujuan kognitif dalam taksonomi bloom yang berupa

kemampuan mengetahui atau mengerti tentang isi pelajaran yang

dipelajarinya.

2. Teknik Angket

a. Pengertian angket

Riduwan (2003: 52-53) “angket (questionnaire) adalah daftar

pertanyaan yang diberikan kepada orang lain, bersedia memberikan respons

(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Menurut Suharsimi

Arikunto (2006:151) “kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”.

Sedangkan menurut Nasution (2003: 128) “Angket merupakan daftar

pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk didisi dan dikembalikan

atau dapat dijawab di bawah pengawasan peneliti”.

b. Macam-macam Angket

Suharsimi Arikunto (2006:152) tentang macam kuisioner (angket), dapat

ditinjau dari berbagai segi:

1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada: a) Kuisioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden

untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuisioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga

responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:

a) Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuisioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang

orang lain.

Page 67: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

3) Dipandang dari bentuknya maka ada: a) Kuisioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan

kuisioner tertutup. b) Kuisioner isian, yang dimaksud adalah kuisoner terbuka. c) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal

membubuhkan tanda check (�) pada kolom yang sesuai. d) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti

oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup

dengan bentuk rating scale. Siswa diberi pernyataan dengan jawaban yang

sudah peneliti sediakan dalam kolom mulai dari pernyataan sangat setuju

sampai sangat tidak setuju. Siswa memilih jawaban yang sesuai dengan

pilihannya dengan memberikan tanda pada jawaban yang dipilih. Tanda yang

dimaksud adalah tanda mencontreng (�).

Adapun langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut:

(1) Menentukan konsep variabel penelitian.

(2) Menentukan aspek dan indikator yang akan disusun dari variabel

penelitian.

(3) Menyusun kisi-kisi angket.

(4) Menyusun butir-butir pernyataan.

(5) Menentukan skor tiap item.

(6) Melakukan uji coba angket.

Adapun pengukurannya dilakukan melalui tes sikap atau yang sering

juga disebut dengan istilah skala sikap (attitude scale). Hal ini dilakukan

untuk mengadakan pengukuran terhadap sikap seseorang sehingga dapat

diketahui seberapa tinggi atau rendahnya kesadaran moral seseorang.

Cara pemberian skor tiap item pernyataan sesuai dengan skala likert.

Dengan skala likert, maka variabel akan dijabarkan menjadi indikator yang

kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur dalam menyusun item-item

instrumen. Jawaban setiap item instrumen angket yang menggunakan skala

likert berupa:

(a) Sangat Setuju

Page 68: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

(b) Setuju

(c) Tidak Setuju

(d) Sangat Tidak Setuju

Adapun penilaian angket kesadaran moral siswa adalah sebagai berikut:

a) Pernyataan Positif

(1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju) skor 4

(2) Untuk jawaban B (Setuju) skor 3

(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju) skor 2

(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju) skor 1

b) Pernyataan Negatif

(1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju) skor 1

(2) Untuk jawaban B (Setuju) skor 2

(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju) skor 3

(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju) skor 4

3. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2010:133) menyatakan bahwa ”instrumen penelitian digunakan

untuk mengukur nilai variabel yang diteliti”. Instrumen dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan tes dan angket.

a. Variabel Penelitian

1) Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel

penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan moral

(X).

2) Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebut variabel

tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesadaran moral

(Y).

b. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian berupa tes dan angket yang digunakan untuk

mendapatkan data. Data merupakan hal yang sangat penting guna

Page 69: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. Maka data yang

dikehendaki dalam setiap penelitian adalah data yang benar-benar dapat

dipercaya dan objektif. Untuk itu instrumen yang digunakan haruslah

merupakan instrumen yang baik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua

persayaratan yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2002: 144).

1) Validitasi tes

Validitasi tes digunakan validitas isi (content validity) yaitu dengan cara

menyusun tes berdasarkan kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral

(Lampiran 2 halaman 85). Kisi-kisi tes disusun berdasarkan standar isi

yang dijabarkan dalam indikator. Sedangkan lembar soal uji coba tes

pengetahuan moral dan kunci jawaban dapat dilihat pada lampiran 3

halaman 86.

2) Uji coba tes

Sebelum data dianalisis, instrumen dievaluasi terlebih dahulu untuk

mengetahui bahwa tes yang akan digunakan dalam penelitian ini valid dan

reliabel atau tidak. Adapun persyaratan pengujian tes adalah sebagai

berikut:

a) Uji validitas tes

Pengujian validitas menggunakan uji validitas item dengan

teknik analisis butir-butir soal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

(1) Menghitung besarnya korelasi

Dalam pengujian validitas yang digunakan adalah formula

korelasi point biserial. Penggunaan rumus ini karena variabelnya

dikotomi, yaitu hanya memiliki dua macam angka saja, seperti tes

ini yang menjawab benar diberi angaka 1 dan yang menjawab

salah diberi angka 0.

Rumus Korelasi Point Biserial adalah:

rpbis = q

p

S

MM

t

tp −

dimana :

rpbis :koefisien korelasi point biserial

Page 70: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Mp :mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item

yang dicari korelasinya dengan tes

M t :mean skor total

St :standar deviasi skor total

p :proporsi siswa yang menjawab benar ( p = banyaknya

siswa yang menjawab benar/jumlah seluruh siswa )

q :proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1-p )

( Suharsimi Arikunto, 2006 : 283-284 )

Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut :

Item tersebut valid jika harga tabelpbi r ≥r

Item tersebut tidak valid jika harga tabelpbi r ≤r

Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga r. Jika r Point Biserial lebih besar

dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item

soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biserial lebih

kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka

item soal tersebut dikatakan tidak valid.

(2) Pernyataan valid

Suatu bentuk tes dinyatakan valid apabila mempunyai

harga positif dan koefisisen mendekati angka 1 (rxy= 1,00).

Berdasarkan hasil uji validitas dapat menggunakan rumus point

biserial yang dibantu dengan menggunakan program statistik

SPSS.

Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian

dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi

5% dan N=38 maka jika r hitung > 0,320 berarti butir pertanyaan

tersebut valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan

tersebut tidak valid.

Hasil uji coba dari item tes pengetahuan moral dapat dilihat

pada lampiran 4 halaman 93, diketahui bahwa dari 35 item tes

Page 71: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

tersebut ada 30 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya

dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah item nomor

5,10,17,21,dan 30. Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang

tidak valid dibuang. Untuk kisi-kisi tes dapat di lihat pada

lampiran 5 halaman 95, sedangkan Item petanyaan valid dapat

dilihat pada lampira 6 halaman 96.

Contoh perhitungan uji validitas tes salah satu item

disajikan dalam lampiran 7 halaman 102.

b) Uji reliabilitas tes

Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus:

(1) Rumus Belahan Dua

r xy = ∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑−−

})(}{)({

))((2222 YYNXXN

YXXYN

(Saifuddin Azwar, 2002: 48)

(2) Dilanjutkan dengan Formula Sperman-Brown

r11 =

+

×

212

1

212

1

1

2

r

r

(Suharsimi Arikunto, 2006:108)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

r1/21/2 = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua

belahan instrumen

Kesimpulan:

Dan hasil perbandingan antara r11 dan rtab kemudian diambil

kesimpulan sebagai berikut:

Soal tes dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel, sebaliknya jika

r hitung < r tabel maka soal tes tidak reliabel.

Untuk menentukan kriteria reliabel tes perlu dilakukan

konsultasi dengan kriteria koefisien reliabilitas angket seperti

Page 72: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 75). Sebagai

berikut:

(1) 0,800 – 1,000 = reliabilitas sangat tinggi

(2) 0,600 – 1,799 = reliabilitas tinggi

(3) 0,400 – 0,599 = reliabilitas cukup

(4) 0,200 – 0,199 = reliabilitas sangat rendah

Dari item yang valid dan telah dilakukan uji reliabilitas

maka diperoleh 11r =0,849 yang berarti memiliki koefisien

reabilitas yang tinggi (Lampiran 8 halaman 103).

c). Uji analisis item soal

(1) Daya Beda (D)

Untuk mengetahui daya beda dari suatu item tes, terlebih

dahulu duhitung besarnya proporsi penjawab dengan benar

antara kelompok tinggi dan kelomok rendah. Formulasi daya

diskriminasi item adalah sebagai berikut:

R

iR

T

iT

N

n

N

nd −=

(Saifudin Azwar, 2002: 138)

Keterangan:

iTn : banyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok

tinggi

TN : banyaknya penjawab item dari kelompok tinggi

iRn : bnyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok

rendah

RN : banyaknya penjawab item dari kelompok rendah

Kriteria:

D=0,00 – 0,2: Jelek

D=0,2 – 0,4 : Sedang

D=0,4 – 0,7 : Baik

D=0,7– 1,0 : Baik Sekali

Page 73: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

D=negatif : Semuanya tidak baik

Dari hasil perhitungan diperoleh harga d = 0,211. Maka soal

tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks daya diskriminasi

Cukup (Lampiran 9 halaman 106).

(2) Derajat Kesukaran (P)

Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus:

N

nP i=

(Saifudin Azwar, 2002: 134)

Keterangan:

in :Banyaknya siswa yang menjawab item dengan benar

N : Banyaknya siswa yang menjawab item

Kriteri harga P adalah:

0,0 ≤ P < 0,3 = sukar

0,3 ≤ P < 0,7 = sedang

0,7 ≤ P < 1,0 = mudah

Dari hasil perhitungan diperoleh harga P = 0.842. Maka soal

tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks kesukaran mudah

(Lampiran 10 halaman 107)

3) Uji coba (Try out) angket ini meliputi analisis validitas dan realibilitas.

Angket yang telah disusun perlu dilakukan uji coba terlebih

dahulu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya

istilah-istilah yang tidak dimengerti oleh siswa dan juga untuk mengetahui

validitas dan reliabilitas butir angket tersebut.

Try out dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2010 di MTs NU Banat

Kudus kelas VII. Uji coba instrumen ini diberikan kepada siswa di luar

sampel yang telah ditentukan sebanyak 38 siswa (Lampiran 11 halaman

108) dengan maksud untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi

syarat validitas dan reliabilitas sebagai instrumen pengumpul data.

Menurut Suharsimi Arikunto macam-macam validitas sebagai berikut:

Page 74: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

a) Validitas isi (content validity) sebuah tes dikatakan memenuhi validitas isi apabila menyangkut tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi pelajaran yang diartikan. Oleh karena itu yang dianjurkan tertera dalam kurikulum maka, validitas isi ini juga sering disebut validitas kurikuler.

b) Validitas kontruksi (contruct validity) sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang tersebut dalam TIK atau konsep.

c) Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity) validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris, sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.

d) Validitas prediksi (predictive validity) memprediksi artinya meramal selalu mengenai hal yang artinya akan datang, jadi sekarang belum terjadi, sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. (Suharsimi Arikunto, 2002: 67-69).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis validitas konstruksi

karena menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator untuk

mengukur suatu kesadaran moral siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus.

Dari indikator tersebut kemudian disusun butir angket berdasarkan

kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral (Lampiran 12 halaman110),

sedangkan uji coba angket sendiri terdiri dari 40 item pernyataan

(Lampiran 13 halaman 111).

(1) Uji Validitas Angket

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:168) “validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen”.Setelah instrumen diuji cobakan kemudian

dihitung tingkat validitasnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah

butir-butir yang diuji cobakan dapat mengukur keadaan responden

yang sebenarnya atau tidak.

Jadi suatu instrumen yang valid atau sahih adalah instrumen

yang mempunyai nilai hitung yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan nilai tabel yang telah ditentukan, sedangkan instrumen yang

Page 75: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

tidak valid adalah instrumen yang nilai hitungnya lebih rendah

daripada nilai pada tabel yang telah ditentukan.

Untuk mengetahui valid tidaknya butir angket maka diuji

dengan rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam

Suharsimi Arikunto (2006: 170):

})(.}{)(.{

))((.2222 YYNXXN

YXYXNrxy

∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

∑X : Skor masing-masing item

∑Y : Skor total

∑XY : Jumlah penelitian X dan Y

∑X2 : Jumlah kuadrat dari X

∑Y2 : Jumlah kuadrat dari Y

N : Jumlah subjek

Selanjutnya untuk mengukur taraf validitas tiap butir (item)

dalam angket tersebut maka hasil perhitungannya dikonsultasikan

dengan tabel r product moment dalam taraf signifikansi 5%.

Bila rhitung > rtabel berarti valid

Bila rhitung < rtabel berarti tidak valid

Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian

dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi 5%

dan N=38 maka jika r hitung > 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut

valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut tidak

valid.

Hasil uji coba dari item angket kesadaran moral siswa dapat

dilihat pada lampiran 14, diketahui bahwa dari 40 item angket tersebut

ada 35 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya dinyatakan tidak

valid. Item yang tidak valid adalah item nomor 3, 8, 19, 26, dan 32.

Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang tidak valid dibuang.

Page 76: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Untuk Kisi-kisi penelitian angket dapat di lihat pada lampiran 15,

sedangkan Item petanyaan valid dapat dilihat pada lampiran 16 .

Contoh perhitungan uji validitas angket salah satu item

disajikan dalam lampiran 17.

(2) Uji Reliabilitas Angket

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) Reliabilitas adalah

”ketepatan suatu tes apabila diteskan subyek yang sama”. Dengan kata

lain reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh

mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran

diulang dua kali atau lebih. Adapun mencari reliabilitas menurut

Suharsimi Arikunto (2002: 156) adalah (a) rumus Spearman Brown,

(b) rumus Flanagan, (c) rumus Rulon, (d) rumus K-R.20, (e) rumus K-

R21, (f) rumus Hoyt, (g) dan rumus Alpha.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur reliabilitas angket.

Teknik korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment,

dilanjutkan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 196) dengan rumus :

r11 =

−∑σσ

2

2

11

t

b

k

k

Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir soal

∑σ 2

b = jumlah varians butir

σ 2

t = varians total

Untuk mengetahui reliabel tidaknya alat ukur tersebut, maka

hasil r11 dikonsultasikan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel, hasil uji coba

adalah reliabel. Sebaliknya jika r11 < rtabel berarti hasil uji coba tidak

reliabel.

Page 77: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Betdasarkan perhitungan diperoleh Reliabilitas sebesar

0,871. Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan rtabel pada

tingkat signifikasi 5% dengan N=38 dan diperoleh nilai kritis sebesar

0,320. Karena r11 > rtabel atau 0,871> 0,320 maka item pernyataan

angket tersebut reliabel (Lampiran 18).

Hasil analisis reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan

koefisien reliabilitas. Adapun mengenai besarnya koefisien korelasi

dapat digunakan ketentuan sebagai berikut:

Adapun mengenai interprestasi besarnya koefisien korelasi

dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut :

0.800 – 1.000 = reliabilitas sangat tinggi

0.600 – 0.800 = reliabilitas tinggi

0.400 – 0.600 = reliabilitas cukup

0.200 – 0.400 = reliabilitas rendah

0.000 – 0.200 = reliabilitas sangat rendah

(Suharsimi Arikunto,2006:276)

Apabila dilihat dengan ketentuan koefisien korelasi maka angket

tersebut dikatakan reliabilitasnya sangat tinggi dikarenakan berada

pada interprestasi 0,800 – 1,000.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk

mengolah data hasil penelitian. Ada dua teknik analisis data dalam suatu

penelitian, yaitu teknik statistik dan non statistik. Dalam penelitian ini

menggunakan teknik statistik karena data diambil merupakan data kuantitatif.

Adapun prosedur analisis data dalam penelitian ini:

1. Uji prasyarat analisis

2. Pengujian hipotesis

1. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

Page 78: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil

dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji

Lilliefors dengan cara menggunakan penafsir rata-rata (X) dan simpangan

baku. Adapun langkah-langkah dalam uji Lilliefors adalah sebagai berikut:

1) ( )

S

XXizi

−=

zi = Angka baku

X = Rata-rata

N

X i∑

S = Simpangan baku

( )( )( )1

22

−−

= ∑ ∑NN

XiXN i

2) Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku,

hitung peluang: )()( zizPziF ≤=

3) N

ziyangzzBanyaknyazziS ni ≤= ,....,

)( 2

4) Hitung selisih ( ) ( )ziSziF − tentukan harga mutlaknya

5) Cari nilai yang terbesar dari selisih ( ) ( )ziSziF − jadikan Lhitung

atau Lhit

6) Kesimpulannya:

a) Jika Lhit ≥ Ltabel atau Lkritis tolak hipotesis statistik, jadi tidak

normal

b) Jika Lhit < Ltabel, terima hipotesis statistik, jadi normal.

(Hassan Suryono, 2005:79-80)

b. Uji Linieritas

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas

dengan varibel terikat terdapat hubungan yang linier atau tidak. Jika

Fhitung<Ftabel maka terima H0 berarti korelasinya linier, tetapi apabila

Page 79: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Fhitung>Ftabel maka tolak H0 berarti korelasinya tidak linier. Pengujian linieritas

menggunakan rumus menurut Sudjana (2001:15) dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

∑= 2)( YTJK

( )n

YaJK

2

)( ∑=

( )( )

−= ∑ ∑∑n

YXXYbabJK )/(

( )( )

( )∑ ∑∑ ∑∑

−= 22 XXn

YXXYn

)/()()()( abJKaJKTJKSJK −−=

( )∑ ∑ ∑

−=iX in

YYGJK

2

2)(

)()()( GJKSJKTCJK −=

Keterangan:

JK : Jumlah kuadrat-kuadrat

JK(T) : Jumlah kuadrat total

JK(a) : Jumlah kuadrat koefisien

JK(b/a) : Jumlah kuadrat regresi

JK(S) : Jumlah kuadrat siswa

JK(TC) : Jumlah kuadrat tuna cocok

JK(G) : Jumlah kuadrat galat

2. Uji Hipotesis

Setelah uji prasyarat dipenuhi maka dapat dilakukan pengujian hipotesis

yang telah diajukan. Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan maka

diperlukan adanya pengolahan data selama penelitian, dalam penelitian ini

digunakan teknik analisis korelasi sederhana.

Page 80: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi sederhana dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mencari koefisien korelasi sederhana antara X dan Y, menggunakan

rumus Product Moment dari Pearson sebagai berikut :

r xy = ∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑−−

−2222 )(}{)({

))((

YYNXXN

YXXYN

( Suharsimi Arikunto, 2006: 274)

Keterangan:

r xy : Koefisien korelasi antara X dan Y

∑XY : Jumlah perkalian X dan Y

∑XY : Jumlah perkalian X dan Y

X : Skor masing-masing item

Y : Skor total

2X : Jumlah kuadrat dari X

2Y : Jumlah kuadrat dari Y

N : Jumlah responden

Hipotesis yang diajukan :

Apabila rhitung > rtabel maka terdapat hubugan antara X dan Y (H0

ditolak dan Ha diterima), sebaliknya jika rhitung ≤ rtabel maka tidak terdapat

hubungan antara X dan Y (H0 diterima dan Ha ditolak).

Page 81: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

b. Uji Keberartian Koefisiensi Korelasi

( )2

2

1

1

r

rt

−−Ν=

(Suharsimi Arikunto, 2006: 294)

Keterangan:

t : uji keberartian

r : koefisien korelasi

N : jumlah sampel

Jika tabelhitung tt > maka koefisien korelasinya berarti, sebaliknya jika

tabelhitung tt ≤ maka koefisien korelasinya tidak berarti.

c. Persamaan garis regresi (y= a + bx) dengan harga a dan b diperoleh

melalui:

a ( )( ) ( )( )

( ) ( )22

2

∑∑∑∑∑∑

−=

XXN

XYXXY

b∑ ∑

∑ ∑ ∑−

−=

22 )(

))(()(

XXN

YXXYN

Apabila harga b positif maka variable Y akan mengalami

kenaikan atau pertambahan sehingga hubungan fungsionalnya menjadi

positif, sebaliknya apabila harga b negatif maka variable Y akan

mengalami penurunan sehingga hubungan fungsionalnya negatif.

(Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar, 2003: 216)

Page 82: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

66

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus

a. Sejarah Berdirinya MTS NU Banat Kudus

Madarasah Tsanawiyah NU Banat Kudus (MTS NU Banat Kudus)

yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Banat ( YPB) sebagai badan

hukum penyelenggara MTS NU Banat Kudus yang didirikan oleh sekelompok

Ulama’ dan tokoh masyarakat muslim di Kudus Jawa Tengah yang sadar dan

menaruh perhatian terhadap terhadap keadaan dan perkembangan bidang

pendidikan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya, tepatnya pada

tanggal 1 Januari 1957 oleh Yayasan Pendidikan Banat Kudus dengan akte

notaris: 45/81 dengan tokoh KH. Masdain Amin (Adik Hadlrotusy Syeh

KHM. Arwani Amin).

Yayasan ini berdasarkan pancasila berazazkan Islam ala Ahlusunnah

waljamaah dan bertujuan membangun dan memajukan masyarakat Indonesia

terutama pelajar putri dalam bidang pendidikan agar menjadi warga negara

yang cakap dan terampil serta bertanggung jawab terhadap agama, bangsa,

negara dan cita-cita awal berdirinya membekali wanita-wanita Islam

berpengetahuan Islam yang alami dan mampu memimpin wanita-wanita Islam

untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah uintuk

memenuhi tuntutan-tuntutan yang zamani dan mampu berkompetisi positif

dengan lembaga-lembanga lain yang siap melaksanakan program

pengembangan baik fisik maupun non fisik.

Sehubungan dengan adanya Keputusan Presiden dan Undang-Undang

RI No. 16/2001 tentang perubahan fungsi yayasan di Indonesia, maka dalam

rangka mengukuti perkembangan nasional tersebut Yayasan Pendidikan Banat

beralih struktur kepengurusan dengan Badan Pelaksana pendidikan Ma’arif

NU Banat yang ber SK Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Nomor: PC.11.07/

362/ SK/ XII/ 2002.

Page 83: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

b. Lingkungan Sekolah Pada Umumnya

Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus berlokasi di Jl. KHR Asnawi

No. 30 Kudus dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM) 20233902008 dan

nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 20317747. Madrasah Tsanawiyah

NU Banat Kudus mendapatkan status disamakan dari pemerintah mulai tahun

1999. Seiring sengan meningkatnya mutu pendidikan Madrasah Tsanawiyah

NU Banat Kudus, pada tahun 2005 sampai sekarang terakreditasi dengan

peringkat A (Sangat Baik).

Lingkungan belajar siswa MTS NU Banat Kudus sangat kondusif untuk

keberlangsungan proses belajar dan mengajar. Sarana dan prasarana MTS

NU Banat Kudus sudah cukup memadai, misalnya koperasi, UKS,

perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium bahasa dan IPA, dan

sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut digunakan siswa dan guru untuk

menunjang proses KBM agar prestasi siswa dapat menjadi lebih baik. MTS

NU Banat Kudus merupakan salah satu sekolah yang termasuk dalam sekolah

unggulan di kota Kudus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya prestasi yang

diraih oleh siswi MTS NU Banat Kudus. Prestasi yang diraih adalah prestasi

yang berada dibidang akademik maupun non akademik. Dibidang akademik

dalam lima tahun terakhir tahun 2003/2004 s.d 2009/2010 peserta didik MTS

NU Banat Kudus memperoleh prestasi pada tingkat Nasional (3 kejuaraan),

tingkat Provinsi (13 kejuaraan), tingkat karisidenan (4 kejuaraan), dan tingkat

Kabupaten (81 kejuaraan).

c. Visi Misi dan Tujuan Serta Kepengurusan MTS NU Banat Kudus

Visi : Unggul dalam prestasi, Terjaga dalam mutu dan kwalitas,

Terpadu dalam ilmu umum dan agama, Terbimbing dalam

akhlaq terpuji, Terbina dalam nuansa islami.

Misi : Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi kwalitas, baik

akademik, moral maupun sosial sehingga mampu menyiapkan

dan mengembangkan SDM berkwalitas di bidang IMTAQ dan

IPTEK yang Islami dan Sunny.

Page 84: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Tujuan : Membekali siswa agar:

1. Mampu memahami ilmu agama dan umum

2. Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam

kehidupan sehari-hari sehingga sehingga terwujud generasi

muslim yang mar’atus sholichah berakhlak mulia.

3. Memiliki ilmu keterampilan sebagai bekal hidup di

masyarakat.

4. Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa Asing

praktis ( Bahasa Arab dan Bahasa Inggris)

5. Mampu memahami ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk

melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Adapun susunan pengurus MTS NU Banat Kudus Tahun 2008 s.d 2013 adalah

sebagai berikut:

Penasehat : 1. K. H. Sya’roni Ahmadi

2. K. H. Much Ulin Nuha Arwani

1. K. H. Moch Ma’ruf Irsyad

2. H. Moch Noor Cholis

3. H. Abdullah Tamami

Ketua : K. H. Ma’shum AK

Wakil Ketua I : H. Chusnan, BA

Wakil Ketua II : K. H. Sa’dullah Rouyani

Sekretaris : H. Muchlis, BA

Wakil Sekretaris : H. Nur Afif Fanany, S. Ag

Bendahara : H. Achmad Noor Chien

Wakil Bendahara : Ir. H. Moch Shofin

2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral

Data pengetahuan moral diperoleh dari siswa melalui tes. Berdasarkan

rekapitulasi data diketahui jumlah responden (N) = 64, diperoleh skor tertinggi

=90 dan skor terendah = 70 (Lampiran 19 halaman 128). Mean (X ) = 83,52 dan

didapat standar deviasi (SD) = 5,22. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih

Page 85: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max – data min yaitu

90-70=20. Menghitung banyaknya kelas diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N

(64) hasilnya 6,97 dibulatkan menjadi 7 dan keputusan interval kelas diperoleh

dengan rumus I=R/K yaitu 20/7 hasilnya adalah 2,8. Tabel distribusi frekuensinya

sebagai berikut:

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral

Interval Nilai Tengah Fmutlak Fkomulatif

70.00-72.80 71.40 4 4 72.90-75.70 74.30 0 4 75.80-78.60 77.20 6 10 78.70-81.50 80.10 7 17 81.60-84.40 83.00 19 36 84.50-87.30 85.90 18 54 87.40-90.20 88.80 10 64

Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 19 pada kelas

interval 81,60-84,40 dan diketahui frekuensi terendah 0 pada kelas interval 72,90-

75,70. Tabel distribusi frekuensi pengetahuan moral dapat digambarkan dengan

grafik histogram sebagai berikut:

4

0

6

7

19

18

10

71.40 74.30 77.20 80.10 83.00 85.90 88.80

Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral

Page 86: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

3. Deskripsi Data Kesadaran Moral

Data tentang kesadaran moral diperoleh dari siswa melalui angket.

Berdasarkan rekapitulasi data hasil penelitian diketahui jumlah responden (N) =

64 siswa, Skor tertinggi = 137 Skor terendah = 103 (Lampiran 19 halaman 128),

Mean (X ) =122,25. Standar deviasi (SD) = 9,32. Untuk mendapatkan kelas

interval, terlebih dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max

– data min yaitu 137 – 103 = 34. Untuk mengitung banyaknya kelas dapat

diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N (64) hasilnya 6,97 dapat dibulatkan

menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K yaitu 34/7

hasilnya 4,8. Tabel distribusinya adalah sebagai berikut :

Tabel. 4 Distribusi Frekuensi Kesadaran Moral

Interval Nilai

Tengah Fmutlak Fkomulatif

103.0-107.8 105.4 5 5

107.9-112.7 110.3 6 11

112.8-117.6 115.2 9 20

117.7-122.5 120.1 11 31

122.6-127.4 125.0 11 42

127.5-132.3 129.9 10 52

132.4-137.2 134.8 12 64

Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 12 pada kelas

interval 132,4-137,2 serta diketahui frekuensi terendah 5 pada kelas interval

103,0-107,8. Tabel distribusi frekuensi kesadaran moral dapat digambarkan

dengan grafik histogram sebagai berikut:

Page 87: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

5

6

9

11 11

10

12

105.4 110.3 115.2 120.1 125.0 129.9 134.8

Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral

B. Uji Persyaratan Analisis

Data yang telah terkumpul disusun secara sistematis, selanjutnya dianalisis untuk

membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Uji persyaratan yang harus

dipenuhi adalah sampel diambil secara random, hubungan variabel X dan Y

merupakan hubungan garis lurus/linier, dan bentuk distribusi variabel X dan Y

normal.

Hipotesis sebelum diuji, harus menguji persyaratan analisis data dengan uji

normalitas dan uji linearitas. Hasil uji persyaratan data dapat diperinci antara lain

sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi

normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan uji Lilliefors. Apabila Lhit < Ltabel maka sampel diambil dari

distribusi normal, sedangkan apabila Lhit > Ltabel maka sampel diambil dari

distribusi tidak normal.

Page 88: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

a. Uji Normalitas Variabel Pengetahuan Moral (X)

Pada uji normalitas variabel X (pengetahuan moral), langkah pertama yang

dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X. Tabel dan

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 130.

Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung

< Ltabel yaitu 0.1075< 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa sampel

variabel X berasal dari sampel berdistribusi normal.

b. Uji Normalitas Variabel Kesadaran Moral (Y)

Pada uji normalitas variabel Y (kesadaran moral), langkah pertama yang

dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel Y. Tabel dan

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 21 halaman 132.

Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung

< Ltabel yaitu 0.1045 < 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa

sampel variabel Y berasal dari sampel berdistribusi normal.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas diperlukan untuk mengetahui adanya hubungan linier antara

variabel X terhadap Y. Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan uji regresi linier. Jika Fhitung < Ftabel maka terima Ho berarti linier,

namun apabila Fhitung > Ftabel maka tolak Ho berarti tidak linier.

Langkah pertama yang dilakukan untuk menguji linieritas X terhadap Y

adalah membuat tabel kerja linieritas seperti yang terlampir pada lampiran 22

halaman 135. Setelah itu dilakukan perhitungan sesuai dengan rumusnya. Dari

hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :

a. JK(T) = 961954

b. JKreg(a) = 956484

c. JKreg(b/a) = 348.88

d. JKres = 5121.12

e. JK(G) = 4615.14

f. JK(TC) = 505.98

g. dkTc = 4

Page 89: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

h. dkG = 58

i. RJKTC =126.49

j. Fhit = 1.59

Selanjutnya membuat tabel rangkuman analisis linieritas sebagai berikut:

Tabel 5. Rangkuman Uji Linieritas Variabel X terhadap Y

Sumber Variasi db Jk Rk F hitung F tabel

Koefisien (a) 1 956484.00 956484.00

4.22

4.00

Regresi (b/a) 1 348.88 348.88

Residu 62 5121..12 82.60

Tuna Cocok 4 505.98 126.50

1.59

2.53 Galat 58 4615.14 79.57

Berdasarkan tabel rangkuman uji linieritas variabel X terhadap variabel

Y dapat diketahui bahwa dari dk penyebut 62 diperoleh Ftabel= 4.00, karena Fhitung

> Ftabel yaitu 4.22 > 4.00 maka persamaan yang diperoleh adalah berarti, dan pada

taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang 4 dan dk penyebut 58 diperoleh Ftabel

2.53, karena Fhitung < Ftabel yaitu 1.59 < 2.53 maka dapat disimpulkan bahwa antara

variabel X dengan variabel Y terdapat hubungan yang linier. Perhitungan

selengkapnya lihat pada lampiran 23 halaman 137.

C. Pengujian Hipotesis

Langkah selanjutnya setelah melakukan uji persyaratan analisis adalah

menganalisis data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya diterima atau ditolak. Adapun teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi sederhana.

1. Pengujian Hasil Analis Data

Setelah dilakukan uji nomalitas dan linieritas hasilnya menunjukkan

normal dan linier, kemudian langkah selanjutnya mengadakan uji hipotesis yaitu

dengan analisis korelasi sederhana dari pearson. Berdasarkan penghitungan uji

hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 90: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Setelah membuat tabel kerja langkah selanjutnya adalah melakukan

penghitungan sesuai dengan rumus yang telah ditentukan sebelumnya.

Perhitungan selengkapnya lihat pada lampiran 24 halaman 140.

Dari hasil perhitungan diperoleh besaranya koefisiensi korelasi antara X dan Y

dengan nilai rxy = 0,253. Hasil tersebut dikonsultasikan dengan nilai rtabel dengan

N=64 dan db=N-2= 62 dengan taraf signifikansi 5% sebesar 0.245. Karena rhitung

> rtabel atau 0,253 > 0,245 maka Ho ditolak dengan kata lain Ha diterima berarti

antara Pengetahuan Moral (X) dengan Kesadaran Moral Siswa (Y) ada hubungan

yang positif.

Setelah diuji keberartian atau signifikansi terhadap koefisiensi korelasi

yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus t, maka diperoleh thitung = 2,056.

Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan nilai ttabel pada taraf

signifikasi 5% dengan N=64 dan db=N-2= 62 sebesar 2,00. Jadi, dari perhitungan

yang dilakukan maka thitung > ttabel atau thitung = 2.056>ttabel = 2,00 maka koefisien

korelasinya antara X dan Y berarti atau signifikan (Penghitungan secara rinci

dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 141).

Persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=a+bX

atau Y=84.5928+0.4509X (Penghitungan dapat dilihat pada lampiran 26 halaman

142).

2. Penafsiran Pengujian Hipotesis

Langkah selanjutnya setelah melakukan analisis data adalah melakukan

penafsiran pengujian hipotesis untuk semua variabel yang telah dianalisis yaitu

sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rxy = 0,253 dengan sampel 64

siswa dan db=62 pada taraf signifikasi 5 % diperoleh r tabel = 0,245. Selanjutnya

dengan demikian rhitung > r tabel atau rhitung = 0,253 > rtabel= 0,245 sehingga dapat

ditafsirkan ada hubungan yang positif antara pengetahuan moral (X) dengan

kesadaran moral siswa (Y) kelas VII MTS NU Banat Kudus tahun ajaran

2009/2010. Untuk uji keberartian koefisiensi korelasi sederhana dengan uji t

diperoleh thitung > ttabel atau thitung = 2.056>ttabel = 2.00 yang berarti hubungan antara

Page 91: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

pengetahuan moral (X) dan kesadaran moral siswa (Y) adalah berarti. Persamaan

garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X. Jadi

dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu

unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan moral (X) maka

diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan gradien garis

regresi sebesar 0.4509.

3. Kesimpulan Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan untuk menguji hipotesis

dan penafsiran hipotesis maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu :

Hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan

antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU

Banat Kudus tahun ajran 2009/2010 dapat diterima.

4. Pembahasan Hasil Analisis Data

Berdasarkan analisa dan interprestasi hasil analisa, dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Hipotesis yang berbunyi “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU

Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010”, dinyatakan diterima. Hal ini disebabkan

karena tabelyx rr >1

, yaitu 0,253 > 0,245, selanjutnya dengan uji t diperoleh thitung >

ttabel yaitu 2.056 > 2.00.. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif dan signifikan antara variabel pengetahuan moral dengan variabel

kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran

2009/2010. Persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap

kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan

moral (X) maka diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan

gradien garis regresi sebesar 0.4509.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa merupakan salah satu hal yang

Page 92: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

mempunyai hubungan yang erat. Dimana pengetahuan moral merupakan salah

satu dasar bagi siswa untuk meningkatkan kesadaran moral.

Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya

kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah

sehingga siswa memerlukan pengetahuan tentang moral dan diharapkan

pengetahuan yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran

moral siswa. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan

dimana sebuah pengetahuan moral dapat mempengaruhi kesadaran moral siswa.

Jadi semakin tinggi pengaruh pengetahuan moral maka semakin tinggi pula

kesadaran moral siswa demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pengaruh

pengetahuan moral maka semakin rendah pula kesadaran moral siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran

moral siswa berkaitan dengan pengetahuan moral yang dimiliki oleh siswa.

Artinya pengetahuan moral diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran

moral siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Driyarkara dalam Zaim

Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan

afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya

tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak

melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi

dengan pengembangan perilaku dan sikap.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati

dari segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif

(perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong

terjadinya tindakan moral”.

Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa moral selain

dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai pengetahuan tentang moral juga

menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa nilai, moral, etika berhubungan

langsung dengan sikap seseorang. Dengan demikian, semakin peserta didik

memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral maka semakin

tinggi tingkat kesadaran moral siswa.

Page 93: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Berdasarkan hal tersebut berarti tinggi rendahnya pengetahuan moral yang

dimiliki siswa berhubungan dengan tinggi rendahnya kesadaran moral siswa.

Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki siswa tentang moral maka akan

meningkatkan kesadaran moral yang dimiliki siswa.

Page 94: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

78

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai hubungan

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah

Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 diperoleh kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral

dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat

Kudus tahun ajaran 2009/2010.

Adanya kesimpulan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang

selanjutnya diperoleh rxy sebesar 0,253, dimana hasil ini menunjukkan rxy lebih

besar dari rtabel atau tabelyx rr >1

yaitu 0,253 > 0,245 pada taraf signifikasi sebesar

5%. Besarnya hubungan menunjukkan keterangan bahwa variabel pengetahuan

moral mempunyai hubungan yang positif atau kuat terhadap variabel kesadaran

moral siswa. Sedangkan signifikansi atau keberartian hubungan kedua variabel

dibuktikan dengan harga thitung lebih besar dari ttabel atau thitung > ttabel yaitu

2,056>2,00. Selanjutnya naik turunnya atau besar kecilnya kesadaran moral siswa

dapat diprediksi melalui persamaan regresi Y=84.5928+0,4509X.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh

implikasi sebagai berikut :

1. Implikasi Teoritis

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang positif

dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa. Dengan

adanya pengaruh tersebut, maka implikasi teoritisnya adalah semakin banyak

pengetahuan moral yang dimiliki seorang siswa berarti semakin meningkat

kesadaran moral siswa jika dibanding dengan siswa yang kurang memiliki

pengetahuan.

Page 95: SKRIPSI FITRI N

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

2. Implikasi Praktis

Melihat dari penelitian yang telah dilakukan, karena kesadaran moral

terbentuk berdasarkan pengetahuan moral maka seharusnya guru, orang tua, dan

lingkungan (sekolah) dapat menanamkan pengetahuan moral sehingga dapat

menumbuhkan kesadaran moral pada anak.

C. Saran

Sesuai dengan hasil kesimpulan dan implikasi yang telah diuraikan

diatas, maka dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran penulis

menyampaikan saran sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

Siswa hendaknya memilki pengetahuan moral yang baik karena dengan

adanya pengetahuan tersebut diharapkan siswa dapat mempunyai kesadaran moral

yang tinggi.

2. Bagi Orang Tua

Orang tua hendaknya menanamkan moral kepada anak dengan

memberikan pengetahuan dan arahan pada anak-anaknya dalam bersikap, karena

dengan melihat sikap orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak

langsung akan melihat dan menirunya.

3. Bagi Guru

Setiap pendidik atau guru hendaknya menjadi suri tauladan dan berperan

sebagai panutan dan dapat memberi motivator siswa dalam belajar untuk dapat

meningkatkan minat belajar siswa supaya pengetahuan khususnya pengetahuan

moral siswa lebih meningkat sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia

yang memiliki kesadaran moral yang lebih baik.

4. Bagi Sekolah

Lingkungan sekolah memberikan nilai yang besar bagi siswa dalam

memperoleh pengetahuan. Oleh sebab itu disarankan kepada pihak sekolah untuk

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan hendaknya meningkatkan

kedisiplinan sekolah.