sak & sop talasemi

Upload: fitri-anggraeni

Post on 05-Mar-2016

99 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sak

TRANSCRIPT

TALASSEMIA

Lampiran 3

TALASSEMIA

A. PENGERTIAN

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)

B. ETIOLOGI

Kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh:

1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya

2. Gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada talasemia.

Secara klinik, talasemia dibagi menjadi 2 golongan sebagai berikut:

1. Talasemia mayor, memberikan gejala klinik jelas.

2. Talasemia minor, biasanya tidak memberikan gejala klinik

C. TANDA DAN GEJALA

Talasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:

Lemah

Pucat

Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur

Berat badan kurang

Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:

Gizi buruk

Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba

Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati

Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium:

Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi

Hemoglobin klien mengandung HbF yang tinggi, biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.

E. PENATALAKSANAAN

Medis:

Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien talasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.

Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

Keperawatan:

1. Kebutuhan nutrisi

2. resiko terjadi komplikasi akibat transfusi darah

3. gangguan psikososial dan rasa aman/nyaman

4. kurang pengetahuan orangtua tentang penyakit

F. RENCANA KEPERAWATAN

NoDiagnosa KeperawatanRencana Keperawatan

Tujuan & KriteriaRencana Intervensi

1Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke selSetelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan baik

Kriteria hasil:

Tidak terjadi palpitasi

Kulit tidak pucat

Membran mukosa lembab

Keluaran urine adekuat

Tidak terjadi mual/muntah dan distensi abdomen

Tidak terjadi perubahan tekanan darah

Orientasi klien baik

1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi.

3. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

4. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi gangguan memori, bingung.

5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.

6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Hb, Hmt, AGD dll

7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhanSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam toleransi terhadap aktivitas meningkat

Kriteria hasil:

Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masihd alam rentang normal pasien.1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.

2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.

3. Catat respon terhadap tingkat aktivitas.

4. berikan lingkungan yang tenang

5. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan

6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.

8. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.

9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.

10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

11. Gunakan teknik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.

3Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam masukan nutrisi adekuat

Kriteria hasil:

Menunjukkan peningkatan berat badan atau BB stabil

Tidak ada tanda malnutrisi

1. kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

2. Observasi dan catat masukan makanan pasien

3. Timbang BB tiap hari

4. Beri makanan sedikit tapi sering

5. Onservasi dan catat kejadian mual, muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan

6. Pertahankan higiene mulut yang baik

7. Kolaborasi dengan ahli gizi.

8. Kolaborasi pemeriksaan lab: Hb, Hmt, BUN, Albumin, transferin, protein, dll.

9. Berikan obat sesuai indikasi yaitu \vitamin dan suplemen mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan

4Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Kriteria hasil:

Kulit utuh1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, eritema dan ekskoriasi.

2. Ubah posisi secara periodik

3. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulositSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 524 jam tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

Tidak ada demam

Tidak ada drainage purulen atau erotema

Ada peningkatan penyembuhan luka

1. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan

2. Dorong perubahan ambulasi yang sering.

3. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat

4. Pantau dan batasi pengunjung.

5. Pantau tanda-tanda vital

6. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik

6Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasiSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit pengetahuan meningkat

Kriteria hasil:

Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik dan rencana pengobatan.

Mengidentifikasi faktor penyebab

Melakukan tindakan yang perlu/perubahan pola hidup.1. berikan informasi tentang talasemia secara spesifik

2. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya talassemia.

3. Rujuk ke sumber komunitas untuk mendapat dukungan secara psikologis.

4. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling pernikahan ; menganjurkan untuk tidak menikah dg sesama penderita thalasemia, baik mayor ataupun minor

Daftar Pustaka

Ngastiyah ; 1997 ; Perawatan Anak Sakit; EGC ; Jakarta

Tucker, Susan Martin et al : 1998 ; Standar Perawatan Pasien-Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi ; Edisi V ; Volume 4 ; EGC ; Jakarta

Nelson ; 1995 ; Ilmu Kesehatan Anak ; Edisi 15 ; Volume 2 ; EGC ; Jakarta

Doenges, Marilynn E et al ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 3 ; Jakarta

Lampiran 5

SUPPOSITORIA

Pengertian

Memasukan obat berupa kapsul (suppositoria) melalui anus

Tujuan

Untuk Penenang

Untuk pencahar/membantu memudahkan bab

Indikasi

Anak yang kejang

Anak yang obstipasi

Obat suppositoria memiliki bentuk seperti peluru dan mudah cair. Yang penting adalah dalam memberikan obat suppositoria mencegah trauma anus saat memasukkan obat. Obat suppositoria memiliki pengaruh lokal yaitu meningkatkan defekasi atau efek sistemik yaitu mengurangi mual. Obat suppositoria disimpan dalam lemari es sampai obat tersebut akan diberikan

Standard Operating Prosedure

A. Pra interaksi

1. Cek dokumentasi klien

2. Cuci tangan

3. Siapkan alat: catatan, sarung tangan, obat suppositoria, pengalas, dsb.

B. Orientasi

1. Berikan salam dan panggil nama klien

2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya kegiatan

C. Fase Kerja

1. Beri kesempatan untuk bertanya

2. Tanyakan keluhan utama klien

3. Jaga privacy klien

4. Pakai sarung tangan

5. Bantu klien ke posisi sim (miring) dengan kaki yang atas di tekuk, kaki yang bawah diluruskan

6. Tempatkan pengalas di bawah bokong

7. Buka obat supposutoria dari pembungkusnya, inspeksi ujungnya

8. Jika ujung obat suppositoria tajam, gosok ujung yang tajam sampai terasa ujung obat tidak begitu tajam dan tidak melukai membran rektum

9. Lubrikasi daerah sekitar ujung obat dengan gel

10. Regangkan bokong dengan tangan yang non dominan

11. Instruksikan klien untuk rileks dan tarik napas dalam

12. Masukkan supposituria ke dalam rektum sampai cincin anal menutup lagi

13. Keluarkan jari, bersihkan kulit dari lubrikasi yang berlebihan dan lepaskan bokong klien

14. Instruksikan klien untuk menekan bokong 3-4 menit dan tetap mempertahankan posisi prone 15-20 menit (untuk menurunkan kemungkinan lepasnya obat supposituria)

15. Lepaskan sarung tangan

16. Bereskan alat-alat

D. Terminasi

1. Evaluasi hasil yang dicapai

2. Berikan reinforcement positif

3. Kontrak pertemuan berikutnya

4. Cuci tangan

E. Dokumentasi

1. Nama, dosis dan rute dari obat yang diberikan

2. Kondisi anus dan area disekitarnya, jika abnormal

3. Efek medikasi pada klien

Sumber :

PSIK UGM ; 2001/2002 ; Pendidikan Ketrampilan keperawatan, Program A semester III, Lab Ketrampilan Keperawatan,

Depkes RI ; 1991 ; Prosedur Perawatan Anak di Rumah Sakit ; Cetakan 2 ; Dirjen Pelayanan Medik ; Jakarta ;

Lampiran 4

SINDROME NEFROTIK

A. DEFINISI

Merupakan kumpulan manifestasi klinik (ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan badan/hari dan hipoalbuminemia < 3 gr/ml) dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu/tidak diketahui (idiopatik)

B. ETIOLOGI

Sebab pasti belum diketahui

Umumnya dibagi menjadi:

1. Sindome nefrotik bawaan, diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal

2. Sindrome nefrotik sekunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dll.

3. Sindrome nefrotik idiopatik (75-80 %)

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrome seperti influensa, bengkak periorbital dan oliguria.

2. sembab merupakan keluhan utama, lokasi: kelopak mata (puffy face), dada, perut, tungkai dan genetalia.

3. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka.

Hipoalbuminemia berat 9kurang dari 1,5 gr/100 ml)

Sesak napas (hidrothoraks, asites)

Kaki merasa sangat berat dan dingin

Tidak jarang dengan keluhan diare

Otot skelet terutama mengalami atrofi (muscle wasting) karena keseimbangan negatif nitrogen/ es kostikosteroid

Keluhan menyerupai acute abdomen seperti mual dan muntah, dinding perut tegang (sangat tegang) ( krisis nefrotik

Berhubungan infeksi sekunder (pneumonia dan ISK)

4. dengan perpindahan volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok

5. bila edema berat dapat timbul dispnea akibat efusi pleura

D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pasien sesak napas, muka sembab (puffy face)

2. Anemia ringan

3. Pembesaran kelenjar parotis

4. Struma non toksis

5. Efusi pleura unilateral/bilateral

6. Sembab

7. hipertensi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Selain proteinuria masif, sedimen urine biasanya normal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (> 20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misal sklerosis glomerulus fokal).

2. Albumin plasma rendah dan lipid meningkat

3. IgM dapat meningkat sedangkan IgG turun

4. Komponen serum normal dan tidak ada krioglobulin

F. KOMPLIKASI

1. Peritonitis

2. Hiperkoagulabilitas yang menyebabkan tromboemboli, syok dan gagal ginjal akut

G. PENATALAKSANAAN

1. Istirahat sampai udema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai 1 gr/hr, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gr/kgBB/hr

2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hr, bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter dapat digunakan hindrokortiazid (25-50 mg/hr). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik atau kehilangan cairan intravaskuler berat.

3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children): prednison dosis pebuh mg/m2 luas permukaan badan/hr atau 2 mg/kgBB/hr (maksimal 80 mg/kgBB/hr) selama 4 minggu, dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hr atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.

4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi

5. Punksi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

H. PROGNOSIS

Prognosis baik bila penyakit memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.

I. RENCANA KEPERAWATAN

NoDiagnosa KeperawatanRencana Keperawatan

Tujuan & KriteriaRencana Intervensi

1.Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi tidak adekuat.Setelah asuahan keperawatan selama 5 x 24 jam akan terjadi keseimbangan cairan

Kriteria hasil :

Pasien menunjukkan penurunan edema dan peningkatan keluaran urine dengan penurunan berat jenis urine

Berat badan turun

Tak adanya tanda dehidrasi

1. Timbang berat badan setiap hari.

2. Ukur masukan dan keluaran

3. Kaji derajat udema

4. Ukur lingkar perut untuk memantau derajat asites.

5. Beri kortikosteroid sesuai pesanan

6. Beri diuretik sesuai indikasi

7. Beri albumin sesuai indikasi

8. Beri cairan peroral sesuai yang diinginkan, jangan memberi batasan

9. Antisipasi diuresis dalam 3-4 hari dengan adanya penurunan berat badan, peningkatan keluaran urine dan penurunan berat jenis.Pantau tanda hipovolemi, khususnya jumlah dan kualitas nadi serta tekanan darah. Sadari bahwa dehidrasi dari hipovolemik dapat terjadi meskipun kelebihan cairan tetap ada.

2Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan anoreksia, kelelahan dan atau pembatasan makanan.Setelah diakukan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam konsumsi makanan pasiek adekuat.

Kriteria hasil :

Kalori terpenuhi sesuai dengan usia dan berat badan untuk menjaga kebutuhan metabolisme.1. Rencanakan pemberian makan dengan tim yang terlibat yaitu ahli gizi, orangtua dan anak.

2. Antisipasi bahwa diet tinggi protein mungkin tidak boleh diberikan kepada anak.

3. Sajikan makanan secara menarik

4. Beri makanan dengan porsi kecil tapi sering.

5. Kenali makanan yang disukai dan tidak disukai pasien.

6. Gunakan teknik permainan yang kreatif untuk mendorong pasien makan.

7. Ijinkan orangtua menyuapi pasien.

8. Sediakan waktu makan sebagai waktu untuk bersosialisasi, ijinkan anak untuk makan dengan anak-anak lainnya.

9. Catat masukan makanan untuk mengevaluasi jumlah kalori yang masuk.

10. Kolaborasi dalam pemberian diet sesuai program, rendah protein dan rendah garam.

3Perubahan integritas kulit berhubungan dengan edema menyeluruh.Setelah diakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam .tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :

Kulit pasien tetap utuh1. Kaji warna dan tekstur kulit serta pitting edema (khususnya di sekitar mata dan area dependen)

2. Tinggikan kepala dengan bantal untuk menurunkan edema periorbital

3. Jaga kulit tetap hangat dan kering, beri perhatian khusus pada daerah lipatan, jari tangan dan kaki, gunakan kain yang kering dan kapas untuk menjaga jarak antara jari-jari tangan dan jari-jari kaki.

4. Jangan menggunakan bedak.

5. Ubah posisi pasien tiap 2 jam.

6. Beri perawatan kulit pada daerah yang tertekan 1-2 jam.

7. Tempatkan bantal di bawah dan di antara kaki untuk menghiondari penekanan.

4Resiko infeksi b.d peningkatan kerentanan akibat edema dan terapi kortikosteroidSetelah diakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi1. Lakukan tindakan keperawatan dengan selalu memperhatikan teknik septik dan aseptik

2. Kaji tanda-tanda infeksi paru dan kulit

3. Hindarkan dari orang yang terinfeksi khususnya infeksi saluran napas bagian atas

4. Beri antibiotik profilaktik sesuai indikasi

5. Beritahu orangtua bahwa anak tidak boleh mendapat imunisasi sampai ia tidak lagi menerima steroid dan bebas dari proteinuri

5Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahanSetelah diakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam klien toleransi terhadap aktivitas

Kriteria hasil :

Sebelum pulan paien dapat memulai aktivitasnya lagi seperti sebelum sakit.1. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi.

2. Anjurkan melakukan aktivitas hiburan sesuai kondisi klien

3. Anjurkan melakukan aktivitas sesuai usia

4. Anjurkan ambulasi setelah terjadi diuresis dan tekanan darah serta berat badan telah stabil.

5. Ijinkan anak menentukan tingkat aktivitas yang sesuai dengan bimbingan

6. Jadwalkan periode istirahat

6Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses perjalanan penyakit.Setelah diakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit .pengetahuan meningkat

Kriteria hasil :

Orangtua menunjukkan pemahaman mengenai perawatan di rumah

Orang tua dapat menyebutkan kembali ttg hal-hal yang telah didiskusikan1. Jelaskan sifat penyakit

2. Jelaskan kebutuhan untuk aktivitas yang normal dengan merencamakan waktu istirahat

3. Diskusikan masalah diet: keseimbangan yang baik, protein yang adekuat, cairan sesuai keinginan, jangan dibatasi.

4. Jelaskan pentingnya menghindari orang dengan ISPA

5. Tekankan pentingnya dukungan untuk berinteraksi sosial

6. Diskusikan gejala yang muncul kembali yang harus dilaporkan pada dokter yaitu berat badan bertambah, edema meningkat, penurunan atau tidak adanya keluaran urine

7. Ajarkan nama obat, tujuan, dosis obat, waktu pemberian dan efek samping.

Daftar Pustaka

Ngastiyah ; 1997 ; Perawatan Anak Sakit; EGC ; Jakarta

Tucker, Susan Martin et al : 1998 ; Standar Perawatan Pasien-Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi ; Edisi V ; Volume 4 ; EGC ; Jakarta

Nelson ; 1995 ; Ilmu Kesehatan Anak ; Edisi 15 ; Volume 2 ; EGC ; Jakarta

Doenges, Marilynn E et al ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 3 ; Jakarta

PEMASANGAN INFUS

Pengertian

Memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam vena, dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set (DepKes, 1991)

Terapi Infus (terapi intra vena) adalah pemberian terapi cairan (cairan infus) melalui pembuluh darah vena (Nettina, 1996)

Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Mencegah dan memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

Sebagai tindakan pengobatan

Dilaksanakan kepada :

1. Pasien dengan dehidrasi

2. Pasien pra tranfusi

3. Pasien pra dan pasca bedah, sesuai program pengobatan

4. Pasien yang tidak bisa makan dan minum per oral

5. Pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya harus dengan cara infus

Persiapan

1. Perawat mencuci tangan

2. Cek jenis dan dosis terapi cairan sesuai resep dokter

3. Cek cairan infus dan set infus mengenai keutuhan, warna cairan, masa berlaku dan jumlah tetesan/ drip4. Pilih jarum infus sesuai kebijakan rumah sakit

5. Siapkan label yang berisi nama pasien, jenis cairan, dosis, waktu

Pelaksanaan

1. Perawat cuci tangan

2. Dekatkan alat dan perlengkapan ke dekat klien

3. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan

4. Buka plastik pada flabote infus dan set infus

5. Klem atau kunci set infus, tusukkan ke flabote/botol infus

6. Isi tabung/bagian drip dari set infus sampai setengah bagian

7. Alirkan cairan engan ujung set infus tetap tertutup jarum sampai set infus penuh dan tidak ada udara dalam set infus

8. Keluarkan udara pada set infus, cek beberapa kali

9. Seleksi vena yang akan ditusuk, dengan kriteria :

a. vena superfisial, besar, lurus, panjang yang mencukupi sesuai dengan panjang jarum infus, mudah dipalpasi

b. Vena bebas dari sclerosis, hematoma dan nyeri

c. Pilih vena mulai dari bagian distal/ bawah

d. Vena tidak pada tekukan ekstremitase. Ekstremitas non dominan

10. Pasang pengalas di bawah bagian yang akan ditusuk

11. Pilih jarum infus yang sesuai dengan tujuan terapi dan vena klien

12. Pasang torniquet di atas area penusukan

13. Bila vena belum kelihatan, lakukan prosedur sebagai berikut untuk memudahkan vena terlihat

a. Anjurkan klien mengepal dan membuka telapak tangan secara bergantian

b. Posisikan klien setengan duduk lalu tangan klien diangkat ke atas

c. Lakukan penepukan pada sekitar vena atau berikan kompres hangat sekitar 10-20 menit

14. Desinfeksi area penusukan dengan menggunakan kapas iodine atau ethyl alcohol 70%

15. Tusukkan jarum infus dengan prosedur sebagai berikut :

a. Bila menggunakan jarum infus jenis winged

Sambungkan selang pada jarum dengan set infus, lalu keluarkan udara yang ada pada slang

Buka penutup jarum dengan hati-hati, jangan sampai tersentuh oleh tangan

Tusukkan jarum dengan hati-hati sampai darah terlihat masuk ke selang

Buka torniquet

Buka klem infus/alirkan dengan tetesan lambat

Fiksasi dengan plester

b. Bila menggunakan jarum infus dengan plastik (needle catheter)

Buka needle catheter Tusukkan jarum sampai darah terlihat masuk ke pangkal needle catheter Kemudian jarum ditarik sedikit, lalu plastik dimasukkan ke vena secara perlahan-lahan

Jarum ditarik keluar, tekan ujung penusukkan lalu sambungkan dengan set infus

Buka torniquet, alirkan infus pelan-pelan

Fiksasi dengan plester

16. Atur tetesan infus sesuai program

17. Posisikan klien dengan nyaman

18. Ambil pengalas dan rapikan alat-alat

19. Mencuci tangan kembali

20. Dokumentasikan dalam catatan perawatan mengenai tanggal, jam pemasangan, jenis dan dosis cairan, respon klien dan tanda tangan perawat pelaksana.

Komplikasi

1. Infeksi

2. Emboli paru-paru

3. Oedema paru-paru

4. Over load cairan

5. Flebitis

STANDARD ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 90 % pneumonia bacterial disebabkan oleh Diplokokus Pneumoniae seringkali menimbulkan peneumonia lobaris. Stapylococus aureus merupakan penyebab sebanyak 1 5 % , terutama mengenai bayi dan orang tua. Pneumonia stafilococus ini lebih sering terjadi pada penderita diabetes militus, penyakit berat dan sebagai sperinfeksi waktu epidemi infliensa. Klebsiela species merupakan penyebab sebanyak 1 5 % , seringkali pada alkoholisme . Hemopilius influenza dapat menjadi penyebab pada anak dengan usia 6 bulan dan 3 bulan dan orang dewasa yang menderita penyakit paru lain yang berat. Streptocucus hemolitikus biasanya menyebabkan terjadinya infeksi traktus hemolitikus bagian atas, jarang jarang dapat menimbulkan pneumoniae, terutama sebagai komlikasi morbili atau influenza. Bakteri anaerob mungkin juga sebagai penyebabnya.

1. Definisi Pneumonia.

Pneumonia adalah radang paru paru yang dapat disebabkan oleh bermacam macam sebab seperti bakteri , jamur virus , jamur dan benda asing.

Secara anatomic mungkin timbul pneumonia lobaris atau pneumonia lobularis (bronco pneumonia), Prediasposisi penyakit ini antara lain antara lain kekurangan gizi . Common cold penyakit berat , koma, aspirasi, pengebatan imunosupresif dan hipostasis.

2. Tanda dan Gejala

Sering didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini numumnya timbul mendadak, suhu naik sampai 39 40 derajad celcius disertai menggil. Napas menjadi sesak dan cepat. Batuk batuk yang mula mula non produktif tapi kmudian menjadi produktif. Napas berbunyi pada anak anak jelas nampak pernapasan cuping hidung . Bila proses mengenai daerah pleura timbul nyeri pada daerah dada yang tajam di hemithoraks.dan timbul sianosis. Pada pemeriksaan paru , pada perkusi mungkin terdapat daerah redup . Pada auskultasi didapati suara napas sub bronchial dan adanya ronchi basah yang halus dan nyaring.

3. Patofisiologi

Penumonia barterial dapat menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada daerah alveoli dan menghasilkan eksudat , yang mengaggu gerakan dan difusi oksigen serta kanbon dioksida. Sel sel dara putih, kebanyak neutropil, juga bermigrasi ke dalam alveoli yang cukup karena dan memenuhi ruang yang biasannya mengandung udara. Area paru tidak mendapatkan udara karena sekresi , edema mukosa , dan bronkospasme , menyebabkan okulasi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuku paru paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar kesisi kiri jantung. Percampuran dara yang teroksigenisasi dan tidak terorganisasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.

Pneumonia kemungkinan penularannya ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak individu individu . pasien dapat diperiksa terhadap antibody mikoplasma.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologik yaitu : pada foto thoraks , terlihat konsolidasi satu atau beberapa lobus, ( Pneumonia lobaris ) atau bercak bercak infltrat pada satu atau beberapa lobus ( Bronchopneumonia. ).

Pemeriksaan Laboratorik : Didapatkan leukositosis , biasanya antara 15.000 - 40 . 000 / mm 3 , disertai pergeseran kekiri. Pemeriksaan mikrobiologik dari sputum perlu untuk mengetahui penyebab dan menentukan pengebatan . Sputum paling baik diambil melalui aspirasi intrachea.

Pewarnaan Gram penting untuk menentukan terapi antibiotik oral.

5. Penatalaksanaan medis

Konsolidasi area yang menebal dalam paru - paru yang akan nampak pada rontgen dada mencakup area bercak atau keseluruhan lobus . Pada pemeriksaan fisik, temuan akan beragam tergantung pada keparahan pneumonia . Temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas bronchovaskular atau bronchial , krekleas, penigkatan fremitus, egofoni positif, dan pekak pada daerah perkusi.

Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penecilin G merupakan antibiotok pilihan untuk infeksi oleh S. Pneumoniae. Medikasi efektif lainnya , termasuk eritomesin , klindasamin, sefalosporin, generasi kedua dan ketiga , penecilin lainnya, dan trimetroprim sulfametoksazol. Pengobatan untuk pneumonia jenis lainnya.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

A. Pengkajian

Sebagian besar pasien dengan pneumonia tidak dirawat dirumah sakit . Namun demikian , karena banyak pasien yang dirawat dirumah sakit menglami peneumonia, Pengkajian yang cermat oleh perawat merupakan hal pentiang untuk mendeteksi masalah ini . Adannya demam pada setiap pasien dirawat di rumah sakit harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan pneumonia.

Pengkajian pernapasan lebih jauh mengidentifikasi manifestasi klinis pneumonia : Nyeri, takipnea, pengguanaan otot otot aksesori pernapasan untuk bernapas: nadi cepat, bounding atau baradhikardia relatif : batuk ; dan sputum purulen. Keparahan , letak dan penyebab nyeri dada harus di identifikasi juga hal hal yang dapat menghilangkannya. Segala perubahan dalam suhu dan nadi, jumlah, bau, dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk , dan tingkat takipnea atau sesak napas juga dipantau . Konsolidasi pada paru - paru di kaji dengan mengevaluasi bunyi napas ( pernapasan bronchial , ronchi broncho vesicular, atau kreklesi ) , fremitus , egofoni pektoriloquy berbisik, dan hasil perkusi ( pekak pada bagian dada yang sakit ).

Pasien Lansia dikaji terhadap perilaku yang tidak bisa , perubahan status mental , prostrasi , dan gagal jantung kognitif . Mungkin nampak gelisah, delirium terutama pada pasien dengan pecandu alkohol.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan banyaknya sekresi trakheo brochial .

2. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perubahan fungsi pernapasan.

3. Risiko terhadap kekurangan folume cairan yang berhubungan dengan demam dispnea

4. kurang pengetahuan tentang tindakan kesehatan preventif.

C. Masalah masalah kolaboratif / potensial koplikasi

Berdasarkan pada data pengkajian, potensial komplikasi yang mungkin terjadi termasuk :

1. Hipotensi dan syok

2. Gagal pernapasan

3. Atelektasis

4. Efulsi pleura

5. Delirium

6. Superinfeksi