sak typoid
TRANSCRIPT
Asuhan Keperawatan Pada Typoid
1. PENGERTIANTyphoid adalah penyakit infeksi mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. ( Ngastiyah, 1997).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 )
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000: 432).
2. ETIOLOGI
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1) antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)2) antigen H(flagella)3) antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi Ac. Salmonella parathypi Bd. Salmonella parathypi Ce. Faces dan Urin dari penderita thypus
3. PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.
52
Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281).
Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
53
4. WOC
Salmonella typhi
Mulut
Musnah Lambung
Usus halus
Jaringan limfoid peradangan/ nekrosis
Jaringan limfe mesentrial tukak mukosa sekresi enzim
Usus halus cerna meningkat
Sirkulasi porta aliran darah dari usus melalui duktus thoraxilus imobilisasi malabsorbsi perforasi
Peristaltikusus halus
limfa/ hati bakterimia perdarahan diare
difagosit endotoksin
hidup mati sintesa dan pelepasan zat pirogen
pembuluh darah Hypotalamus
septikemia hypertermi
syok septik evaporasi meningkat
penurunan kesadaran reabsorbsi air keringat banyak
dalam kolon meningkat
cairan ekstraseluler berkurang
54
Gangguan rasa nyaman
gangguan keseimbangan cairan
konstipasiresti cedera
55
5. GAMBARAN KLINISMenurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda
dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422).
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. DemamPada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan Pada Saluran PencernaanPada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan KesadaranUmumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
56
d. RelapsRelaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
6. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.
57
c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif.e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal).
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.
Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui:1. Pemeriksaan leukositPemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan darahBiakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid.4. Uji widalUji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433).
Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
58
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal Faktor yang berhubungan dengan klien:a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol”.
“Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu:1. PerawatanPasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
59
2. DietDi masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.
3. ObatObat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
b. TiamfenikolDosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam.
d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari.
e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.
f. FluorokinolonFluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain:a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.
60
b. KortikosteroidKlien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).
2. KONSEP DASAR ASKEP TEORITIS 2.1Pengkajian
1. Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri dan pusing
b. Riwayat Kesehatan SekarangBiasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.
c. Riwayat Kesehatan DahuluKaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat Kesehatan KeluargaKaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
3.Fokus Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat. Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.
b. SirkulasiTanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.
c. Integritas EgoGejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan.Tanda: Menolak, perhatian menyempit.
61
d. Eliminasi
Gejala: Diare/konstipasi.Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya peristaltik.
e. Makanan/cairanGejala: Anoreksia, mual dan muntah.Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.
f. Hygiene
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
g. Nyeri/ kenyamananGejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.
h. Keamanan penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.C-40Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38
i. Interaksi Sosial Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami.
j. Penyuluhan/ PembelajaranGejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output berlebih.2. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.3. Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus.4. gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
62
INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Intervensi RasionalGangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Rasa nyaman kembali terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil:- Suhu tubuh pasien
dalam batas nomal. (36-370C).
- Pasien mengatakan dirinya sudah merasa nyaman
Mandiri :1. Lakukan kompres hangat.
2. Lakukan monitor TTV sebelum dan setelah kompres.
3. Anjurkan keluarga pasien untuk tidak menggunakan selimut tebal.
4. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan pakaian yang tipis.
5. beri posisi senyaman mungkin
6.Anjurkan klien untuk banyak minum
Observasi :
O7. observasi cairan masuk dan
1. Membuka pori-pori memperlancar sekresi kreringat
2. Mengetahui perubahan suhu.
3. Agar sirkulasi lancar.
4. Memberikan respirasi pada kulit.
5.agar klien merasa rileks
6. agar mengganti asupan cairan yang
63
keluar, hitung balance cairan
8. Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak bila kontraindikasi
9.observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi9. Kolaborasi dengan tim medis pemberian antipiretik (paracetamol ).
keluar akibat panas
7. untuk mengetahui balance cairan
8.agar tidak terjadi kelebihan cairan
9. untuk mengetahui keadaan umum klien
10. Menurunkan panas.
64
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dalam tubuh setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil:- orang tua mengerti
jenis makanan bagi anak typoid.
- Nafsu makan meningkat.
- Pasien menghabiskan 1 porsi makan rumah sakit.
- Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal.
Mandiri : 1.Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
2. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
3.. Pertahankan oral hygien sebelum dan setelah makan.
4. Berikan porsi kecil tapi sering.
5. Sajikan makanan secara menarik.
6. Memantau interaksi orang tua/anak selama makan, jika diperlukan
1.Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2. Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3.. Membatu medorong nafsu makan.
4. Menambah asupan nutrisi.
5. Meningkatkan motivasi untuk makan.
6. untuk mengetahui komunikasi antara anak dan orang tua
65
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output berlebih sekunder terhadap diare.
Terpenuhinya kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam dengan kriteria hasil:- Input dan output cairan
elektrolit seimbang.- Menunjukkan membran
mukosa lembab dan
7. Mengontrol keadaan lingkungan ketika makan.
8. Mengontrol turgor kulit, jika diperlukan
9. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diiet lunak ( BBS) TKTP.
Penkes:10. Beri PenKes tentang pentingnya nutrisi bagi anak typhoid.
Mandiri :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
2. Catat output dan input cairan.
7.lingkungan mempengaruhi selera makan anak
8. untuk mengetahui keelastisitas kulit
9. Memenuhi kebutuhan nutrisi.
10. Agar orang tua dapat mengerti pentingnya nutrisi.
1. Membantu memenuhi cairan tubuh.
2. Untuk mengetahui derajat kekurangan cairan.
66
turgor jaringan normal. 3. Ajarkan orangtua membuat larutan elektrolit pengganti, larutan gula garam.
Observasi :4. observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
5. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
6. observasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
7. monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
Kolaborasi :
8. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan intravena
3. Mengganti elektrolit yang terbuang.
4. untuk mengetahui keadaan umum pasien
5. Untuk mengetahui kebutuhan cairan klien
6. untuk mengetahui berat badan ideal
7. untuk mengetahui berapa cairan yang masuk
8.untuk mengganti cairan dalam tubuh.
67
kristaloid
9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik
Penkes :
10. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
9.mengetahui pemberian dosis yang tepat
10.agar dapat mengetahui tentang pentingnya cairan
68
DAFTAR PUSTAKA
McFarland, Gertrude K et al. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.Persatuan Ahli Bedah Indonesia. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kedua.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
69