riset ikhsan afdal okee ampe 3

Upload: megantara-wiguna

Post on 10-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang PenelitianMedia massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi criteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media eletronik yang memenuhi criteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media online (internet).[footnoteRef:1] [1: Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlimah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar edisi revisi, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2007, hal: 103]

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi setiap minggunya. Film adalah karya seni yang di produksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujauan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna.[footnoteRef:2] [2: Ibid, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlimah, hal 143]

Film merupakan salah satu media komunikasi massa sebagai gambar hidup, yang juga sering disebut movie atau sinema. Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, komedi dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Dalam sejarahnya film merupakan teknologi baruyang muncul pada akhir abad 19 yang berberan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, komedi dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.[footnoteRef:3] [3: Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa edisi kedua, Erlangga, Jakarta, 2003, hal: 13]

Perfilman Indonesia mulai bangun dari keterpurukannya sekitar tahun 2000 dengan munculnya film Petualangan Sherina, yang disambut antusias oleh masyarakat. Kemudian disusul dengan kemunculan film Ada Apa Dengan Cinta yang bergenre percintaan remaja mampu menyedot ribuan masyarakat. Sebagai tanda kebangkitan perfilman Indonesia yang sedang lesu ini AADC mampu memberikan nafas baru pada insan film untuk membuat film yang lebih baik, terbukti dengan kemunculan film-film yang bergenre lain sampe sekarang hingga muncullah film yang berjudul Mursala.Berikut ini adalah film-film yang bertemakan Masyarakat Batak yaitu Rokkap (Rongkap) 2010, Naga Bonar jadi 2 (2007), Demi Ucok (2013), dan Mursala (2013), dari sekian film tersebut peneliti memilih film Mursala karna di film ini sangat terlihat adat-adat suku batak yang ada di Tapanuli Tengah sehingga peneliti bisa dengan mudah mengetahui serta meniliti Representasi Budaya Suku Batak Tapanuli Tengah Di Dalam Film Mursala.Kisah Mursala diawali dengan tekad seorang pemuda Batak bernama Anggiat (Rio Dewanto) yang merantau ke Jakarta dari kampungnya di Sorkam, Tapanuli Tengah. Akhirnya dia sukses menjadi pengacara dan dibanggakan orangtuanya, namun itu belum sempurna karena ibunya, Inang Romauli dan ayahnya, Amung Hotman mengharapkan Anggiat menikah dengan pariban-nya (saudara sepupu). Hal itu tidak mudah, karena di Jakarta Anggiat telah memilih wanita berdarah batak yang dicintainya yakni Clarita (Anna Sinaga), seorang presenter televisi.Persoalan muncul karena perbedaan marga Anggiat dan Clarita, yaitu "Simbolon" dan "Saragih" yang ternyata masuk ke dalam larangan adat yang tidak memungkinkan keduanya untuk menikah kecuali keluar dari adat marganya masing-masing. Meskipun begitu, Anggiat bertekad untuk mempertahankan hubungan cinta mereka.Di tengah kebimbangan cintanya, Anggiat pulang ke kampung halamannya dan bertemu kembali dengan Tiur (Titi Sjuman), pariban-nya yang ternyata adalah teman masa kecilnya dahulu di Pulau Mursala. Tiur sendiri gadis yang diceritakan sebagai pecinta alam biota laut yang beberapa kali gagal menjalin cinta. Sebagai pariban Anggiat, Tiur merasa ragu bila Anggiat akan menerimanya sebagai calon istrinya, karena ia tidak ingin dijadikan pelarian atau sekedar alat untuk membahagiakan kedua orang tuanya.Film Mursala yang di sutradarai oleh Viva Westi serta produsernya yang bernama Anna Leiden Sinaga, dan pemeran-pemeran dalam film ini adalah Rio Dewanto, Anna Leiden Sinaga, Titi Rajo Bintang, Mongol, Tio Pakusadewo, Elza Syarief, Bonaran Situmenang, Rudy Salam, dan film Mursala ini berdurasi 100 Menit.Film ini mengangkat konflik antara aturan adat dengan modernitas. Namun sayangnya, film berdurasi 100 menit ini memiliki sejumlah kekurangan. Pertama, film ini kurang menggabungkan latar belakang Anggiat sebagai seorang pengacara.Hal ini jelas jauh dari apa yang diduga audience, ketika pertama kali melihat cuplikan film ini membayangkan Mursala akan menampilkan kisah kehidupan pengacara. Pada akhirnya, status pengacara yang disandang Anggiat terkesan hanya menjadi tempelan semata. Sutradara nampaknya tidak berhasil untuk membangun dialog yang lugas dan berbobot ketika menggambarkan Anggiat sebagai seorang pengacara, baik di ruang pengadilan maupun di kantornya. Keterlibatan pengacara Elza Syarief dan Bonaran Situmeang, yang berperan sebagai atasan Anggiat dan penjaga pantai, dalam film ini juga tidak terlalu membantu.Tak hanya itu, sang sutradara juga gagal untuk mengelaborasi peranan Anggiat sebagai pengacara yang menangani kasus di kampungnya, yang melibatkan Taruli dan nelayan lokal dibina oleh LSM bentukan Taruli. Padahal, kasus ini cukup menarik jika diangkat lebih detail, karena menyoroti kelestarian terumbu karang di sekitar Pulau Mursala.Kekurangan lainnya, film Mursala tidak menggali lebih dalam seputar permasalahan benturan antara adat istiadat dan modernitas yang dialami Anggiat. Sebagai contoh, perdebatan antara Anggiat dengan tetua adat mengenai Parna hanya ditampilkan sekali saja. Sutradara terlihat tidak cukup intens dalam memberikan deskripsi konflik adat istiadat versus modernitas.Selain itu, ada satu hal kecil yang cukup mengganggu dalam film ini. Ada satu adegan ketika Taruli menjelaskan sejarah air terjun Mursala kepada Clarissa, dialog yang tadinya cukup informatif dirusak oleh selipan sponsor. Clarissa secara eksplisit menyebutkan nama salah satu operator selular di Indonesia.[footnoteRef:4] [4: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt517e800c705ce/mursala-br-kisah-pengacara-batak-di-layar-lebar]

Tentu kita semua paham bahwa menggambarkan tokoh adat atau agama sebagai pihak antagonis berarti mengambil resiko besar. Film cerita seperti ini tidak boleh dipisahkan dari kenyataan, apalagi sejarah-sejarah yang ada di tempat tersebut seharusnya bukan hanya di tampilkan saja tetapi harus di jelaskan dengan detail agar masyarkat mengerti tempat yang bersejarah itu.Menurut Lisabona Rahman ada beberapa indikasi soal lemahnya pengelolaan produksi dalam film ini. Pertama, tingkat kemampuan pemeranan pada aktor-aktor di film ini belum sempurna. Meskipun karakternya kurang kuat, kemampuan Titi H. Rajobintang membawakan bahasa Minang dengan dialek Batak sangat mengesankan, apalagi kalau dibandingkan dengan pengucapan dialog Clarissa dan Inang yang terdengar seperti baris-baris hafalan tak berjiwa meskipun dengan dialek yang terdengar orisinil. Tampaknya kerjasama antara sutradara dan produser dalam melakukan pemilihan aktor kurang berhasil.Kedua, penempatan promosi produk sponsor sangat vulgar. Tentu saja ada film-film tertentu yang harus hidup dengan ditopang pesan sponsor. Tapi sekali lagi kerjasama produserAnna Sinagadan tim kreatif di sini kelihatan kurang padu sehingga tidak dapat menghasilkan bentuk pesan sponsor yang terjalin rapi ke dalam keutuhan film.[footnoteRef:5] [5: http://filmindonesia.or.id/movie/review/rev5173af1275b06_main-aman-ala-mursala#.VAsV4MKSym9]

Pada kesempatan kali ini peneliti ingin menggambarkan dan meneliti tentang adat-adat suku batak masyarakat Tapanuli Tengah yang ada di didalam Film Mursala.1.2Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah:Bagaimana Representasi Suku Batak Tapanuli Tengah Di Dalam Film Mursala?1.3Tujuan PenulisanPenulisan ini dilakukan untuk dapat mengetahui Representasi Suku Batak Tapanuli Tengah DI Dalam Film Mursala.1.4Manfaat PenulisanPraktisSebagai penulis saya jadi bisa lebih tau banyak tentang Film Mursala dan mengetahui tentang adat-adat suku batak masyarakat di Tapanuli Tengah.AkademisAgar masyarakat dapat memperluas pengetahuan tentang Film Mursala ini dan mengetahui tentang adat-adat suku batak masyarakat di Tapanuli Tengah.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Media Massa2.1.1 Definisi media massaDefinisi media massa adalah pemhaman salah satu unsure dari komunikasi massa dalam arti pesan-pesan yang dikomuniksikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Bittner,1987). Definisi ini memberikan batasan terhadap unsur-unsur dari komunikasi massa. Unsure itu mencakup pesan-pesan, media massa (Koran, majalah, TV, radio, film) dan khalayak.Media massa modern dewasa ini banyak di kritik karenalmasyarakat cenderung takut akan kekuasaannya yang potensial dan sangat menarik perhatian apalagi membawa dampak negative bagi beberapa kelompok etnis. Definisi media massa berasal dari istilah medium yang artinya sarana apa saja yang membawa atau memuat pesan-pesan diantara manusia. Medium massa adalah media yang membawa pesan-pesan yang bukan saja dari satu orang kepada orang lain tetapi dari satu orang ke ribuan atau jutaan lainnya.Definisi media massa (Koran, majalah, tv,radio,film) acuan definisi ini sebagaimana uraian sebelumnnya dirangkum dari pengertian dassar komunikasi massa yakni komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Pengertian media massa disini secara garis besar dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu media massa cetak dan media massa elektronik.[footnoteRef:6] [6: Henny S.W, Alexander Rumondor, Manajemen Media Massa, Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta 2004 Hal 3.2-3.3]

2.1.2 Bentuk-Bentuk Media MassaBerikut adalah bentuk-bentuk media massa:1. Surat KabarDari empat fungsi media masa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasive), fungsi yang paling menonjol surat kabar adalah informasi. Sebagian besar rubric surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita. Fungsi hiburan surat kabar pun tidak terabaikan karena tersedianya rubric arikel ringan, feature (laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang unik), rubric cerita bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pula dengan fungsinya mendidik dan memengaruhi akan ditemukan pada artikel ilmiah, tajuk rencana atau editorial dan rubric opini.2. Majalah Mengacu pada sasarannya yang spesifik, maka fungsi utama media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita seperti Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa dalam dan luar negri, dan fungsi hiburan majalah wanita dewasa Femina, meskipun isinya relative menyangkut berbagai informasi dan tips masalah kewanitaan, lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik mungkin menjadi prioritas berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanaya adalah member pendidikan mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya mungkin informasi.3. Radio SiaranRadio siaran mendapat julukan kekuatan kelima atau the fifth estate. Ini karena radio siaran juga dapat melakukan fungsi control social seoperti surat kabar, diamping empat fungsi lainnya yaitu member informasi, menghibur, mendidik dan melakukan persuasi. Kekuatan radio siaran dalam memengaruhi khalayak sudah dibuktikan dari masa ke masa diberbagai Negara.Factor yang memengaruhi kekuatan radio siaran tersebut adalah daya langsung, daya tembus dan daya tarik.4. TelevisiDari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan radio siaran), yakni member informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur ebih dominan pada media televise sebagai mana hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak meneonton televise adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi.

5. FilmSepeti halnya televise siaran, tujuan khalyak menonton film terutama adlah ingin memperoleh hiburna. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informative dan edukatif bahkan persuasive. Inipun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinnaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212). Fungi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif, atau film documenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.6. Komputer dan InternetIndustry media computer memiliki bidang utama, antara lain: Pabrik perangkat keras computer, pembuat perangkat lunak computer (pembuatan program-program yang menjalankan mesin computer). Content provider adalah yang mengambangkan isi dan data base yang didistribusikan melalui jaringan computer. Dari perangkat lunak computer terdapat Internet Service Providers (ISPs), yakni perusahaan yang menjual akses ke internet.Menurut laquey (1997), internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang diseluruh dunia.Sekarang internet telah berkembang menjadi ajang komunikasi yang sangat cepat dan efektif, sehingga telah menyimpang jauh dari misi awalnya sebagai penyedia sarana bagi para peneliti untuk mengakses data dari sejumlah sumber daya perangkat keras computer yang mahal.Dewasa ini, internet telah tumbuh menjadi sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan komunikasi yang tak dapat diabaikan.[footnoteRef:7] [7: Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar edisi revisi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal 111-145]

2.2 Film2.2.1 Pengertian FilmFilm merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pendidikan budaya. Meski pada awalnya film diperlakukan sebagai komoditi yang diperjual-belikan sebagai media hiburan, namun pada perkembangannya film juga kerap digunakan sebagai media propaganda, alat penerangan bahkan pendidikan. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya.Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukkan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan.Meski berupa tontonan, namun film memiliki pengaruh yang besar. Itulah sebabnya film mempunyai fungsi pendidikan, hiburan, informasi, dan pendorong tumbuhnya industry kreatif lainnya. Dengan demikian film menyentuh berbagai segi kehidupan manusia dalam bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara. Film menjadi sangat efektif sebagai media pembelajaran dalam rangka menanamkan nilai-nilai luhur, pesan moral, unsure didaktif, dan lain-lain.Namun seperti halnya karya sastra, film adalah karya seni budaya yang terbentuk dari berbagai unsur. Secara umum struktur film sama dengan struktur karya sastraya itu berbentuk oleh unsur-unsur intrinsic dan unsure ekstrensik.Film memiliki pengertian yang beragam, tergantung sudut pandang orang yang membuat definisi. Berikut adalah beberapa definisi film. Menurut kamus bahasa Indonesia yang di terbitkan oleh pusat bahasa pada tahun 2008, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloit untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret).[footnoteRef:8] [8: TeguhTrianton, Film Sebagai Media Belajar, Graha Ilmu, Jakarta, 2011, Hal 1-2]

Industry film adalah industry bisnis, predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika(keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataan nya adalah bentuk karya seni, indsutri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistic film itu sendiri (Dominick. 2000:306).[footnoteRef:9] [9: Opcit, Elvinaro Ardianto. Lukiati Komala. Siti karlinah. hal 143]

Film kita akui bahwa hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Oey Hong Lee (1965:40) misalnya menyebutkan. Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunya massa pertumbuhannya pada akhir abad ke 19.[footnoteRef:10] [10: Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Cetakan Keempat 2009 hal 126]

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen social, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah sebagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya keatas layar (irawanto, 199:13)Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh fan zoest (fan zoest, 1993:109), film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang berkerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berebeda dengan fotografi statis, rangkayan gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karna itu, memurut fan zoest, bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur, terutama indeksikal, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (fan zoest, 1993:109). Memang cirri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas dan dinotasikannya.[footnoteRef:11] [11: Ibid Alex Sobur, hal 127 - 128]

2.2.2 Fungsi FilmSeperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif bahkan persuasif. Hal inipun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979,bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakansebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building yang artinya nasional dan pembentukan karakter (Effendi, 1981:212).Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.[footnoteRef:12] [12: Op.cit. Elvinaro Ardianto. Lukiati Komala. Siti karlinah. hal 145]

2.2.3 Unsur-Unsur FilmAdapun unsur-unsur dalam film :A. Penulisan dan penyutradaraan Menjabarkan dasar-dasar penulisan cerita untuk pembuatan film , menyusun riset untuk film dokumenter, dan penerapan pembuatan synopsis, director treatment, shotlist, script, breakdown, dan shooting schedule. Materi mencakup: penulisan, penyutradaraan, pada tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi.B. SinematograpiMenjelaskan tentang pengoperasian kamera dengan baik serta memeliharanya, proses perekaman yang dapat menghasilkan gambar dan suara, dengan baik, dan mengasah inisiatif untuk menyamankan diri dengan keterbatasan alat. Materi mencakup: dasar-dasar sinematografi, pengenalan teknologi kamera, teknik pengambilan gambar, tata cahaya, dan penataan kamera saat produksi.C. Tata suaraMenguraikan dasar-dasar audio pada proses produksi film, baik yang dilakukan ketika perekaman suara saat pengambilan gambar, maupun kebutuhan pengisian suara saat pasca produksi. Materi mencakup: dialog, musik, dan efek suara.D.Tata artistikMenjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh departemen artistik dan mengaplikasikan synopsis dan director treatment menjadi breakdown artistik. Materi mencakup: tata busana, tat arias, bagian set, properti, dan efek spesial.[footnoteRef:13] [13: Pancajavandalasta, 5 Hari Mahir Bikin Film, PT. Java Pustaka Group, Surabaya, 2011 hal 2-3]

2.2.4 Film Sebagai Media MassaSebagai media massa film merupakan bagian dari respons terhadap penemuan waktu luang, waktu libur dari kerja, dan sebuah jawaban atas tuntutan untuk cara menghabiskan waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau dan (biasanya) terhormat.Film memberikan keuntungan budaya bagi kelas pekerja yang telah dinikmati oleh kehidupan social mereka yang ukup baik.Pencirian film sebagai bisnis pertunjukan dalam bentuk baru bagi pasar yang meluas bukanlah keseluruhan ceritanya.Terdapat tiga elemen penting dalam sejarah film.Pertama, penggunaan film untuk propaganda sangatlah signifikan. Dua elemen lain dalam sejarah film adalah munculnya beberapa sekolah seni film (Huaco,1963) dan munculnya gerakan film documenter.Film semacam ini berbeda dari yang umum karena memiliki daya tarik bagi minoritas atau memiliki elemen realism yang kuat (atau keduanya).Keduanya meiliki hubungan, sebagian tidak disengaja dengan film sebagai propaganda karena keduanya cenderung muncul pada saat adanya krisis social (social crisis).Masih ditemukan adanya elemen propaganda ideologis yang terlihat samar di banyak film hiburan popular, bahkan dalam masyarakat yang cenderung bebas dari politik. Hal ini mencerminkan percampuran dari berbagai kekuatan : percobaan yang hati-hati atas control sosial; penerapan nilai konservatif atau populis yang sembrono; beragam cara pemasaran dan iklan menerobos masuk ke ranah hiburan; dan pengejaran bagi daya tarik massa. Walaupun adanya dominasi fungsi hiburan dalam sejarah film, film sering kali menampilkan kecenderungan pembelajaran atau propagandis. Film yang cenderung lebihrentan daripada media lain terhadap gangguan dari luar dan sering kali tunduk pada tekanan untuk seragam karena terlalu banyak modal yang terlibat.Walaupun film seni diuntungkan dengan adanya demasifikasi dan pengkhususan dari media film.Pada dua generasi pertama para penonton film, pengalaman menonton film tidak dapat dipisahkan dengan jalan-jalan yang biasanya dilakukan dengan teman dan biasanya di tempat yang lebih besar dari rumah. Sebagai tambahan, bioskop yang gelap menawarkan gabungan antara menonton privasi dengan kenyamanan yang memberikan dimensi lain terhadap pengalaman menonton ini. Sebagaimana dengan televisi di kemudia hari, pergi ke bioskop sama pentingnya dengan kegiatan menonton film.Pemisahan antara film dengan bioskop merujuk kepada bagaimana film dapat ditonton, setelah pertunjukan di awal bioskop. Hal ini termasuk penyiaran televise, pemyiaran kabel, rekaman video, dan penjualan atau penyewaaan DVD, televise satelit dan saat ini internet digital jaringan pita lebar, serta penerimaan telepon genggam. Perkembangan-perkembangan ini memiliki potensi dampak tertentu, yaitu membuat film tidak lagi sebagai pengalaman public bersama dan lebih kepada pengalaman pribadi. Mereka mengurangi dampak awal dari ekspos terhadap massaatas film tertentu. Mereka mengubah pemilihan kepada khalayak dan memungkinkan adanya pola baru untuk mengulang tontonan dan menyimpannya.Teknologi baru ini juga memungkinkan untuk melayani banyak pasar khusus dan memudahkan untuk menyediakan permintaan atas konten kekerasa, horror, atau pornografi.Teknologi ini juga memperpanjang waktu hidupnya film. Meskipun kebebasan memiliki dampak yang membuat film sebagai media massa, dilm tidak dapat secara penuh mengklaim hak atas politik dan ekspresi diri secara artistic, dan sebagian besar Negara membatasi system untuk melisensi, menyensor dan menguasai.Oleh karna itu, film adalah sebuah pencipta budaya massa. Bahkan, menurun nya penonton film kemudian dikompensasikan oleh para penonton film domestik yang dijangkau oleh televisi, rekaman digital, kabel dan saluran satelit.[footnoteRef:14] [14: Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Edisi 6, Salemba Humanika, Jakarta,2011, hal 35-37]

2.2.5 Karakteristik FilmFaktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. Berikut adalah penjelasan mengenai karakteritik film:1. Layar yang Luas/LebarLayar film yang luas telah memberikan keleluasaan terhadap penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.Apa lagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film diboskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.2. Pengambilan GambarPengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panaromic shot, yaitu pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistic dansuasanasesungguhnya, sehingga film menjadilebihmenarik.3. Konsentrasi PenuhDisaat menonton film dibioskop kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara.Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala kita melihat adegan lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila adegan yang menggelitik. Namun dapat juga kita menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan.4. Identifikasi PsikologisKita semua dapat merasakan bahwa Susana digedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karnanghayatan kita yang amat mendalam,, sering kali secara tidak sadar kita menyamakan (mengidentifikasi) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa social disebut sebagai identifikasi psikologis (Effendy, 1981: 192).[footnoteRef:15] [15: Op.cit, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 145-146]

2.2.6 Jenis-Jenis FilmFilm dapat dikelompokan pada jenis sepeti film cerita, film berita, film documenter dan film kartun. Bagi kita amatlah penting mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya, berikut adalah penjelasan sedikit mengenai jenis-jenis film.1. Film CeritaFilm cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagang.Cerita yang diangkat menjadi topic film bisa berupa cerita fiktif atau berdasar kepada kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dalam jalan cerita maupun dari segi gambarnya.2. Film BeritaFilm berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi.Karena bersifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value).

3. Film DokumenterFilm documenter merupakan film hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.[footnoteRef:16] [16: Ibid, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 148]

Film dokumenter menurut Sumarno adalah film yang kerap menyajikan realita melalui berbagai cara yang dibuat untuk berbagai macam tujuan. Intinya jenis film ini berpijak pada realitas yang hal-hal senyata mungkin. Karena bentuknyadokumenter, maka film ini diproduksi dengan tujuan utama untuk penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.[footnoteRef:17] [17: Heru Effendy, Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser edisi kedua, Erlangga, Jakarta, Hal 4]

4. Film KartunFilm kartun dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan para tokohnya. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun juga bisa mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam apabila ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akkhirnya tokoh baiklah yang akan selalu menang.[footnoteRef:18] [18: Op.cit, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 149]

Dari sekian jenis-jenis film tersebut film Mursala ini termasuk film yang berjenis cerita.2.2.7 Genre-genre FilmPada dasarnya genre film terbagi menjadi beberapa jenis, tergantung karakter dan isi yang ditampilkan dalam film. Beberapa jenis film yang lain di antaranya :1. Actionistilah ini selalu dikaitkan dengan adegan berkelahi, kebut-kebutan, dan tembak-menembak, film ini secara sederhana disebut sebagai film action yang berisi pertarungan fisik antara tokoh protagonist dan antagonis.2. Drama Film ini menyuguhkan adegan-adegan yang menonjolkan sisi human interest atau rasa kemanusiaan.Tujuannya adalah menyentuh perasaan simpati dan empati penonton sehingga meresapi kejadian yang menimpa tokohnya.3. Komeditema ini selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan tertawa. Biasanya adegan dalam film merupakan sindiran dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi.Film komedi berbeda dengan tayangan program komedi atau lawakan.Film komedi tidak harus dilakonkan oleh pelawak, tetapi pemain film biasa.

4. TragediTema yang diangkat dalam film ini menitik beratkan pada nasib manusia.Biasanya konflik yang muncul kerap sekali berakhir menyedihkan. Salah satu tokoh akan mengalami sebuah penderitaan yang tragis. Ada kalanya akhir cerita pada film ini, sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan, bencana alam atau tragedy kemanusiaan lainnya. Film-film tragedy biasanya disisipi dengan adegan laga atau aksi yang menegangkan, adegan romantic dan lucu hanya sebagai selingan saja.5. HorrorFilm yang menyuguhkan suasana yang menakutkan atau menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding.Artinya tidak harus hantu yang muncul.6. Science fiction/fiksi ilmiahCerita yang dimunculkan adalah fiksi belaka, disebut ilmiah karena cerita fiksi tersebut dibuat dengan sedekat mungkin dapat diterima dengan logika ilmiah.Penulis cerita fiksi ilmiah biasanya berusaha menggabungkan realitas yang fiksional dengan logika ilmu pengetahuan.Dengan demikian adegan-adegan dan cerita dalam film ini seolah-olah benar-benar dapat terjadi secara nyata.[footnoteRef:19] [19: TeguhTrianton, Film Sebagai Media Belajar, Graha Ilmu, Jakarta, 2011, Hal 30-35]

Dari sekian genre-genre film tersebut film Mursala ini termasuk film yang bergenre drama.2.3BudayaBudaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakan diri, dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku gaya berkomunikasi; objek materi, seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis transportasi dan alat-alat perang. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan social yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita, secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati dan bahkan setelah mati, kita di kuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Budaya dipelajari tidak diwarsikan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.Artinya budaya dan komunkiasi tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya, seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya kita di besarka. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikas. Bila budaya beraneka ragam, maka bergam pula praktik-praktik komunikasi.[footnoteRef:20] [20: Ibid Ahmad Sihabudin, hal 19-20]

Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lain dan penerima pesannya anggota budaya lain. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi baik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Akibat perbendaharaan yang dimiliki dua orang berbeda budaya dapat menimbulkan segala macam kesulitan.[footnoteRef:21] [21: Ibid Ahmad Sihabudin, hal 21]

Kata kebudayaan berasal dari kata Budh dalam bahasa sansekerta yang berati akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya ( majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berate adalah perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.[footnoteRef:22] [22: Supartono Widyosiswoyo. Ilmu Budaya Dasar, Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004 hal 30]

Pendapat lain mengatakan, bahwa budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti dari budi, karna itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.[footnoteRef:23] [23: Djoko Widaghdo. Ilmu Budaya Dasar. Bina Aksara, Jakarta 2003 hal 18]

2.3.1 Budaya Suku Batak Suku murba yang paling di Sumatra adalah suku Batak. Suku ini terdiri dari beberapa kekelompok, yaitu ditapanuli selatan terdapat kelompok suku batak angkola dan batak mandailing, ditapanuli utara terdapat suku batak toba, batak pak-pak, batak dairi dan batak karo, dan disebelah timur danau toba terdapat suku batak simalungun. Sistem religi suku btaka lebih dikenal daripada religi suku ngaju karena suku batak adalah satu-satunya suku murba yang memiliki tradisi religious yang tertulis, seperti yang terdapat didalam buku-buku sihirnya (pustaha).Mengenai mite penjadian, mite ini diceritakan secara lisan dari satu keturunan kepada keturunan yang lain. Sudah barang tentu disepanjang sejarah yang berabad-abad itu terdapat perbedaan cerita disana-sini. Tanpa menghiraukan perbedaan cerita tradisi itu, kita akan memperhatikan garis besarnya saja.Kebudayaan batak bukanlah suatu kebudayaan yang tertutup. Ada banyak pengaruh dari kebudayaan hindu atau Jawa. Tetapi kebudayaan asing yang diambil alih diserap kedalam kebudayaan sendiri secara organis.[footnoteRef:24] [24: Harun Hadiwijono, Religi Suku Murba di Indonesia, Gunung Mulia, Jakarta, 2006 hal 71]

Penduduk Tanah batak adalah suku bangsa batak. Suku bangsa ini masih berbagi-bagi kedalam berbagai subsuku. Joustra membagi suku bangsa batak atas enam subsuku. Dia mendasarkan pembagiannya atas pemakaian bahasa batak yangmempunyai perbedaan dialek diantara masing-masing subsuku, sebagai berikut:1. Batak Karo, di bagian utara Danau Toba.2. Batak pakpak atau dairi dibagian barat Tapanuli.3. Batak Timur atau Simalungun di timur Danau Toba.4. BatakToba di tanah Batak pusat dan di utara Padang Lawas.5. Batak Angkola di Angkola, Sipirok, Padang Lawas tengah dan Sibolga bagian selatan.[footnoteRef:25] [25: Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945 Yayasan Obor, 2006, Jakarta hal 18]

2.4 RepresentasiRepresentasi merupakan kegiatan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikan sebagai berikut yaitu proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru suatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik.Dari kutipan buku Indiwan Seto Wahyu Wibowo menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, reprentasi mental yaitu tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan suatu yang abstrak. Kedua, bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.[footnoteRef:26] [26: Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2013 hal 148]

Representasi itu sendiri merujuk bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan, penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu[footnoteRef:27]. [27: Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2001 hal 114]

Media dalam suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam proses representasi yaitu:Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-laiin. Disini realitas selalu ditandai dengan hal lain.Kedua, representasi, proses realitas digambarkan dalam perangkat perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koheresi sosisal atau kepercyaan dominan yang ada dalam masyarakat.Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyelesaian yang menggaris bawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. Mana yang sesuai dengan kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komnikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan.Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu bentuk usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia.[footnoteRef:28] [28: Op.cit, Indiwan Seto Wahyu Wibowo, hal 148-150]

2.5 SemiotikaSemiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia, artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna.[footnoteRef:29] Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri di definisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.[footnoteRef:30] [29: Benny H.Hoed. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi kedua. Komunitas bambu. Cetakan Pertama hal 3] [30: Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi, Edisi Kedua, Jakarta, 2013, Hal 7]

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan ( humanity ) memaknai hal-hal ( things ). Memaknai ( to sinify ) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomsumsikan ( to sinify ) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate) memaknai berarti bahwa objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (barthes,1988:179:Kurniawan,2001:53)Dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah yaitu :[footnoteRef:31] [31: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.2006 hal 15]

S ( s,i,e,r,c )

S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotika); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau condisitions (kondisi).Sementara, Istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujuk kepada "doktrin formal tentang tanda tanda". Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat di pandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang di komunikasikan berdasarkan relasi-relasi.[footnoteRef:32] [32: Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 13]

Bagi Peirce (Pateda, 2001:44), tanda "is something which stands to somebody for something in some respect or capacity." Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh peirce disebut ground.Konsekuensinya, tanda (sign atau Representamen) selalu terdapat dalah hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign,sinsign, legisgn. - Qualisgn adalah kualitas yang ada pad tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah lembut, merdu.- Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh.- Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalulintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.Berdasarkan interpretasi, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.[footnoteRef:33] [33: Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 41-42]

Gambar 2.1 Triangle of Meaning Sign

Object InterpretantMenurut Charles Sanders Peirce, tanda "is something whic sands to somebody for something respect or capacity". Artinya tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas.[footnoteRef:34] [34: Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 4]

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1 ParadigmaDenzin & Lincoln (1998:105) mendefinisikan paradigma sebagai sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti, tidak hanya dalam pemilihan metode, tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis, epistemologis dan metodologi.[footnoteRef:35] [35: Imam Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:Bumi Aksara,2013,Hal 26]

Mereka pun menjelaskan ontologi, epistemologi, dan metodologi sebagai berikut :1. Pertanyaan Ontologi: Apakah bentuk dan hakikat realitas dan apa yang dapat diketahui tentangnya?2. Pertanyaan epistemologi: Apakah hakikat hubungan antara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui?3. Pertanyaan Metodologi: Bagaimana cara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dapat menemukan sesuatu yang diyakini dapat diketahui?Berdasarkan pendapat mereka tentang 3 hal tersebut maka dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat, hakikat antara peneliti dan realitas, cara peneliti mengetahui realitas?[footnoteRef:36] [36: Ibid. Hal 27]

Sifat penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif tentang suatu/sejumlah fenomena secara terpisah. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan (obyek) yang didalamnya terdapat upaya deskripsi pencatatan dan analisis.[footnoteRef:37] [37: Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 2007, Hal 11]

Sedangkan menurut Jalaludin Rachmad yaitu, penelitian yang hanya memaparkan situasi peristiwa sehingga, penelitian ini tidak mencoba hubungan variabel, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.penelitian deskriptif beraksud memberikan gambaran gejala sosial tertentu, sudah ada informasi gejala sosial seperti yang sudah di maksudkan dalam suatu permasalahan penelitian namun belum memadai.penelitian deskriptif menjawab pertanyaan apa dengan penjelasan yang lebih terperinci mengenai gejala sosial seperti yang dimaksdukan dalam suatu permasalahan penelitian yang bersangkutan.[footnoteRef:38] [38: Deddy Mulyana & Solatum, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. 2007.Hal:206-207]

Dan menurut buku dari Bagong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata/bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[footnoteRef:39] [39: Bagong Suryanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial, Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta Kencana, Prenada Media Group, 2006, Hal 171]

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut dapat dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Sarana itu meliputi pengamatan dan wawancara, namun bisa juga mencakup dokumen, buku, kaset video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain misalnya data sensus.[footnoteRef:40] [40: Anselm Strauss, Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif,(Yogyakarta,Pustaka Belajar, 2003), hal 5]

Paradigma dalam penelitian kualitatif adalah konstruktivisme, post-positivisme dan teori kritis (critical theory). Di dalam penelitian ini saya menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Guba realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan berpikir seseorang.[footnoteRef:41] Lebih lanjut lagi Guba mengemukakan bahwa pengetahuan dapat digambarkan sebagai hasil atau konsekuensi dari aktivitas manusia, pengetahuan merupakan konstruksi manusia, tidak pernah dipertanggung jawabkan sebagai kebenaran yang tetap tetapi merupakan permasalahan dan selalu berubah. Artinya, bahwa aktivitas manusia itu merupakan aktivitas mengkonstruksi realitas, dan hasilnya tidak merupakan kebenaran yang tetap, tetapi selalu berkembang terus.[footnoteRef:42] [41: Imam Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:Bumi Aksara,2013,Hal 48] [42: Ibid. Hal 49]

3.2 Metode Penelitian Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan metode penelitian analisis semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Charles Sanders Peirce (1839-1914). Peirce (dalam berger,2000b:14) menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvesional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat, dan simbol untuk asosiasi konvensional. Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia, artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna[footnoteRef:43]. Metode semiotika pada dasarnya bersifat kualitatif, menurut peirce sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan pada objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. kedua, menjadi kenyataan dan keberadaanya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu di interpretasikan sebagai objek denotatif sevagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda-tanda sebuah simbol[footnoteRef:44]. [43: Benny H.Hoed. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi kedua. Komunitas bambu. Cetakan Pertama hal 3] [44: Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Cetakan Keempat 2009 hal 34-35]

3.3 Unit Analisis Unit analisis adalah setiap unit yang akan dianalisa, digambarkan atau dijelaskan dengan pernyataan-pernyataan deskriptif. Yang meliputi unit analisis dalam penelitian ini adalah teks berupa audio dan visual dalam film Mursala.3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.3.4.1 Data Primer Data yang diperoleh langsung dari observasi objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisa data yang ada, yaitu 1 keping DVD atau VCD film Mursala. DVD atau VCD tersebut diputar dengan DVD atau VCD Player, kemudian frame dari scene yang dianggap mewakili makna dipotong. Selanjutnya peneliti melakukan pencermatan pada obyek yaitu dengan mengamati, menganalisa dan mencatat tanda-tanda yang teraudiovisualkan pada film Mursala.

3.4.2 Data Sekunder Data yang didapatkan dengan keputusan yang ada baik dari buku-buku, majalah, internet dan literartur-literatur yang dapat mendukung data primer.3.5 Definisi KonsepUntuk memberikan kemudahan dalam meneliti film tersebut, peneliti membuat konsep sebagai berikut:1. Film Film adalah suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan atas sinematografi dengan perekam kita seluloid, pita video, dan bahan hasil penemua teknologi lainnya dalam segala bentuk, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya.2. Representasi Representasi yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim (komunikan) kepada pemirsa pesan (komunikator) melalui tatap muka (secara langsung)atau melalui media komunikasi. 3. Semiotika Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) memaknai (sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (communicate). Memaknai berarti objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem tekstur dari tanda-tanda.3.6 Teknik Analisis DataUntuk menganalisis data yang diperoleh yaitu dengan menonton film Mursala, kemudian diteliti berdasarkan permasalan yang ada didalam film Mursala. Secara teknik, peneliti menggunakan teknik semiotika untuk melihat tanda tanda permasalahan didalam film Mursala dalam bentuk visual. Konsep semiotika yang digunakan dalam penilitian ini adalah konsep Charles Sanders Pierce. Daftar Pustaka

Ardianto, E., Komala, L., & karlimah, S. (2007). Komunikasi Massa Suatu Pengantar edisi revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.Effendy, H. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser edisi kedua. Jakarta: Erlangga.Eriyanto. (2001). Analisis Wacana Pengantar Teks Media . Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara.Gunawan, I. (2013). Metode Peneitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.H.Hoed, B. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi kedua Cetakan Pertama. Komunitas Bambu.Hadiwijono, H. (2006). Religi Suku Murba di Indonesia. Jakarta: Gunung Mulia.McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika.McQuail, D. (2003). Teori Komunikasi Massa edisi kedua . Jakarta: Erlangga.Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Rosdakarya.Pancajavandalasta. (2011). 5 Hari Mahir Bikin Film. Surabaya: PT. Java Pustaka Group.S.W, H., & rumondor, A. (2004). Manajemen Media Massa . Jakarta: Pusat penerbitan universitas Terbuka .Sihabudin, A. (2011). Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara.Simanjuntak, B. A. (2006). Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945. Jakarta: Yayasan Obor.Sobur, A. (2006). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi cetakan keempat. Remaja Rosdakarya.Solatum, D. M. (2007). Metode Penelitian Komunikasi . Bandung: Remaja Rosdakarya.Sutinah, B. S. (2006). Metode Penelitian Sosial . Jakarta kencana : Prenada Media Group .Trianton, T. (2011). Film Sebagai Media Belajar. Jakarta: Graha Ilmu.Wibowo, & Wahyu, I. S. (2013). Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi edisi kedua. Jakarta.Wibowo, I. S. (2013). Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.Widaghdo, D. (2003). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bina Aksara.Widyosiswoyo, S. (2004). Ilmu Budaya Dasar Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia .

DAFTAR ISI

BAB I1PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang Penelitian11.2Rumusan Masalah61.3Tujuan Penulisan61.4Manfaat Penulisan6Praktis6Akademis7BAB II8TINJAUAN PUSTAKA82.1 Media Massa82.1.1 Definisi media massa82.1.2 Bentuk-Bentuk Media Massa92.2 Film122.2.1 Pengertian Film122.2.2 Fungsi Film152.2.3 Unsur-Unsur Film152.2.4 Film Sebagai Media Massa172.2.5 Karakteristik Film192.2.6 Jenis-Jenis Film212.2.7 Genre-genre Film232.3 Budaya252.3.1 Budaya Suku Batak272.4 Representasi282.5 Semiotika30BAB III34METODOLOGI PENELITIAN343.1 Paradigma343.2 Metode Penelitian373.3 Unit Analisis383.4 Teknik Pengumpulan Data383.4.1 Data Primer393.4.2 Data Sekunder393.5 Definisi Konsep393.6 Teknik Analisis Data40Daftar Pustaka41