revisi pengling
DESCRIPTION
PengetahuanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UU RI No. 23/1997 (UUPLH) Pasal 12 Ayat 1: pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun hingga tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Berdasarkan media terkontaminasi atau tempat terjadinya yakni pencemaran air,
pencemaran tanah, dan pencemaran udara. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat,
energi, unsur atau komponen lainnya ke dalam air, sehingga menyebabkan kualitas air
terganggu menyebabkan terjadinya perubahan bau, rasa, dan warna. Asal polutan dan sumber
pencemarannya adalah dari limbah pertanian (insektisida, pupuk), limbah rumah tangga
(bahan organik, anorganik, biologis), limbah industri (minyak, bahan kimia), dan
Penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Pencemaran air bisa terjadi dimana saja,
missal nya pencemaran air laut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnyaturun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya
(Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on
the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah
perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan
akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living
resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk
perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan
mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989).
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dimilikinya. Sumber daya alam yang
meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati dan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam
adalah lingkungan alam (environment) yang memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan
manusia (Rita, 2010).
Kekayaan alam di Indonesia terbentuk dari beberapa faktor. Dari segi astronomi,
Indonesia berada pada daerah tropis yang memiliki curah hujan sangat cukup sehingga
banyak ragam dan jenis tumbuhan yang tumbuh secara cepat. Dari segi geologi, Indonesia
tepat berada pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak terbentuk pegunungan
yang kayak akan mineral. Dari segi perairan di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam
hayati dan hewani, seperti ikan, minyak bumi, dan mineral yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No.19/1999 tentang
“Pencemaran Laut” diartikan sebagai masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat energi
dan atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai
lagi dengan baku mutu atau fungsinya.
Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumber daya hayati yang dimanfaatkan untuk manusia. Sebagaimana
diketahui bahwa 70% permukaan bumi didominasi oleh perairan atau lautan. Kehidupan
manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, sehingga manusia harus menjaga
kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Berbagai jenis
sumber daya yang terdapat di laut, seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, mangrove,
rumput laut, mineral, minyak bumi, dan berbagai jenis bahan tambang yang terdapat di
dalamnya.
Selain untuk keberlangsungan hidup manusia, laut juga merupakan tempat
pembuangan sampah dan pengendapan barang sisa yang diproduksi manusia. Lautan juga
menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air yang mengakibatkan pencemaran itu terjadi,
diantaranya dari limbah rumah tangga, sampah, buangan dari kapal, dan tumpahan
minyak/oli dari kapal tanker. Namun, pencemaran yang sering terjadi adalah tumpahan
minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai, maupun akibat kecelakaan kapal.
Industri minyak bumi memiliki potensi sebagai sumber dampak terhadap pencemaran
air, tanah dan udara baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan limbah pada
kegiatan industri minyak pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan lingkungan dan
kemungkinan penurunan kualitas lingkungan. Limbah padat dapat berupa lumpur minyak,
lumpur aktif, drum-drum bekas bahan kimia, sampah dan lain-lain.
Pada makalah ini, kita akan membahas pengaruh limbah oli terhadap kehidupan biota
laut. Limbah oli merupakan kotoran minyak atau minyak pelumas (oli) bekas yang terbentuk
dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak. Minyak pelumas/oli
biasanya digunakan pada mesin-mesin penggerak seperti mesin diesel, mesin-mesin untuk
mengolah minyak bumi atau mesin-mesin yang digunakan pada proses pertambangan.
Limbah oli mengandung minyak, zat padat, air, dan logam berat. Limbah oli ini merupakan
bahan pencemar yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan oleh sebab
itu harus segera ditanggulangi. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran
lingkungan dengan perbaikan pada sistim penambangan, pengolahan, penyaluran minyak dan
pengolahn limbah. Upaya pencegahan tumpahan minyak di lingkungan dapat dilakukan
dengan mengusahan sekecil mungkin tumpahan yang dapat terjadi (Dessy, Y., 2002).
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak oli dapat dilakukan secara
fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika biasanya dilakukan pada langkah awal
yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana.
Penanganan secara kimia lebih mudah dilaksanakan yaitu tinggal mencari bahan kimia dan
konsentrasi yang sesuai untuk mendegradasi kandungan minyak bumi. Misalnya surfaktan
sintetis seperti alkil-benzene sulfonat (ABS) dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan
baku diterjen dan mengatasi pencemaran minyak di daratan maupun dipermukaan laut.
Namun, ini akan membawa efek sampingan terhadap kehidupan lingkungan disekitar yang
terkena tumpahan minyak yaitu mencemari tanah dan air serta tidak dapat didegradasi secara
biologis. Penanganan secara biologi merupakan salah satu alternatif dalam upaya
mendegradasi kandungan minyak bumi di lingkungan. Surfaktan ramah lingkungan yang
dapat dihasilkan oleh mikroorgansime disebut biosurfaktan. Aplikasi biosurfaktan dapat
digunakan untuk recovery minyak bumi dan pembersihan tangki. Untuk itu, perlu dicari jenis
mikroorganisme yang aktif mendegradasi minyak oli tersebut (Prince et.al. 2003).
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam
laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak
bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton
dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring
air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan,
semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun
yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan
oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Pencemaran air telah banyak ditemukan di Dunia dan Indonesia. Baik itu dari limbah
buangan dari Kapal Minyak maupun dari Perusahaan Industri. Limbah buangan dari
Perusahaan Industri sudah banyak ditemukan. Limbah buangan tersebut dapat berupa minyak
bekas, minyak pelumas(oli) dan lain sebagainya yang diakibatkan karena ketidaksengajaan
dari pihak pengelola atau memang mereka dengan mudahnya membuang limbah ke laut.
Pencemaran laut oleh oli kapal juga telah memenuhi permukaan laut dengan 80 juta
liter oli pertahun sehingga memperparah kerusakaan laut. Selain pencemaran limbah aktivitas
eksploitasi hasil laut yang lebih dan menyalahi aturan, penambangan tidak terkontrol dan
menghasilkan zat-zat beracun hingga hancur dan terbengkalainya perawatan terumbu karang
akibat tingkah laku pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ini hanya sebagian kecil
problem nyata yang terjadi pada kerusakan laut di Indonesia.
Sumber: http://ens-newswire.com/wp content/uploads/2013/07/20130730_thaioilspill.jpg
1.2 Kehidupan Biota Laut Akibat Tumpahan Minyak Oli
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas
makhluk hidup yang masuk ke daerah laut. Pencemaran lingkungan laut merupakan masalah
yang dihadapi oleh masyarakat bangsa-bangsa. Pengaruhnya dapat menjangkau seluruh
aktifitas manusia di laut dan karena sifat laut yang berbeda dengan darat, maka masalah
pencemaran laut dapat mempengaruhi semua negara pantai baik yang sedang berkembang
maupun negara-negara maju, sehingga perlu disadari bahwa semua negara pantai
mempunyai kepentingan terhadap masalah pencemaran laut. Sumber dari pencemaran laut
ini antara lain adalah tumpahan minyak, sisa damparan amunisi perang, buangan sampah
dari transportasi darat melalui sungai, emisi trasportasi laut dan buangan pestisida dari
pertanian. Namun, sumber utama pencemaran lebih sering terjadi pada tumpahnya minyak
oli dari kapal tanker. Pencemaran air laut akibat tumpahan minyak oli sering terjadi. Banyak
hal yang menjadi penyebab seperti meledaknya anjungan minyak lepas pantai, kecelakaan
kapal tanker, operasi kapal tanker, dan bangunan lepas pantai. Tumpahan minyak oli
merupakan salah satu jenis pencemaran yang pengaruhnya cukup besar dalam waktu jangka
panjang. Tumpahan di laut sering menyebabkan pencemaran yang berujung pada kerusakan
sumber daya hayati dan rusaknya ekosistem bawah laut, sehingga banyak nelayan atau
masyarakat sekitar tidak melaut untuk mencari ikan. Dan tentu saja berdampak pada
ekonomi nelayan yang setiap harinya beraktivitas di daerah tersebut. Beberapa kasus
pencemaran air laut akibat tumpahan minyak oli harus diperhatikan untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangannya demi terciptanya keberlangsungan kehidupan
organisme yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita harus menjaga ekosistem tersebut
dengan cara tidak membuang limbah, minyak, atau sampah ke laut agar ekosistem tetap
terjaga.
Minyak-minyak khususnya minyak oli yang masuk ke lingkungan laut, maka minyak
tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantaran proses
tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap
(evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam
minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions),
fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton dan bentukan gumpalan
ter (Mukhstasor, 2007).
Hampir semua tumpahan minyak oli di lingkungan laut dapat dengan segera
membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Biasanya tumpuhan minyak oli akan terlihat
jelas berwarna hitam disekitaran pinggiran laut atau pantai. Hal ini dikarenakan digerakkan
oleh pergerakan angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan.
Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses
penyebaran minyak oli akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan
meningkat. Hilangnya sebagian material yang mudah menguap tersebut membuat minyak
lebih padat/ berat dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam
air laut, akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan
menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua terjadi, reaksi
fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi biodegradasi oleh mikroba
yang akan mengurangi jumlah minyak. Proses pembentukan lapisan yang begitu cepat,
ditambah dengan penguapan komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan
mengurangi volume tumpahan sebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali
minyak oli tersebut tumpah. Dampak yang terjadi akibat dari pencemaran tersebut adalah
tertutupnya lapisan permukaan laut yang dapat menyebabkan penetrasi matahari berkurang,
menyebabkan proses fotosintesis terganggu, pengikatan oksigen terganggu, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan adanya hal-hal seperti diatas, makan kehidupan biota laut terancam. Biota
laut terutama terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan
beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung
dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat
tidak langsung. Manfaat langsung dari terumbu karang yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia adalah sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang
pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dan batu karang. Kemudian
sebagai daerah pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya. Serta
sebagai penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi
pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman
hayati.
Ekosistem terumbu karang sering dijuluki sebagai ‘rainforest of the ocean’ oleh
karena tingginya produktivitasnya dalam menyediakan produk dan jasa lingkungan. Selain
berkontribusi menghasilkan bahan pangan dan sumber daya tidak terbarukan (karena tingkat
regenerasi yang sangat lamban, bahkan mencapai jutaan tahun dalam kasus minyak bumi),
ekosistem terumbu karang juga menyediakan jasa perlindungan kawasan pantai dan menjadi
objek wisata. Perlu dicatat bahwa kontribusi dalam bentuk sumber daya ikan secara umum
hanya sebagian kecil dari nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang. Menurut Cesar
(2003) produksi ikan secara umum hanya sebagian kecil dari nilai ekonomi total ekosistem
terumbu, sedangkan menurut Constanza et al. (1997), produksi pangan dan bahan lainnya
hanya sebesar 4% dari nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang. Saat ini, ternyata
kondisi kesehatan dan tutupan karang di Indonesia kondisinya cukup memprihatinkan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan secara berkala oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), diketahui bahwa hanya sekitar 5 persen terumbu karang dalam kondisi
sangat baik. Sisanya 25 persen dalam kondisi baik, 37 persen dalam kondisi cukup, dan 32
persen dalam kondisi kurang baik (damaged) (KLH, 2009).
BAB II
SEBAB DAN AKIBAT
2.1 Penyebab Terjadinya Perusakan Kehidupan Biota Laut
Pembuangan bahan kimia, limbah, maupun pencemar lain ke dalam air akan
mempengaruhi kehidupan dalam air itu. Seberapa jauh makhluk hidup ini dipengaruhinya
perlu dipelajari. Tetapi mengukur populasi dalam air tidak cukup hanya dengan
menggunakan bahan biologi saja. Pengujian secara kimia bersama-sama dengan data biologi
barulah dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kualitas air.
Suatu pencemar dalam suatu ekosistem mungkin cukup banyak sehingga akan
meracuni semua organisme yang ada di sana. Biasanya suatu pencemar cukup banyak untuk
membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lainnya. Sebaliknya ada
kemungkinan bahwa suatu pencemar justru dapat mendukung perkembangan spesies
tertentu. Jadi bila air tercemar, ada kemungkinan pergeseran-pergeseran dari jumlah spesies
yang banyak dengan ukuran yang sedang populasinya, kepada jumlah spesies yang sedikit
tetapi berpopulasi yang tinggi.
Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu tanda
pencemaran. Spesies yang ada dalam kepadatan yang tinggi dinamakan Spesies indeks atau
organism indikator populasi. Jika spesies itu sama sekali tidak ada, maka derajat populasi 8
lebih tinggi lagi. Ikan sulit digunakan sebagai indikator populasi. Lebih mudah
menggunakan spesies air lain yang tidak lincah geraknya seperti ikan. Misalnya ganggang.
Perubahan dari semula ganggang yang banyak jenisnya tetapi jumlah tiap jenis tidak banyak,
maka ganggang terakhir inilah yang dijadikan spesies indeks populasi.
Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli
bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya.
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Pencemaran limbah oli tidak hanya merusak biota laut, tetapi telah menghilangkan
penghasilan nelayan sehari-hari. Populasi ikan menjadi menurun. Begitu pula kondisi
terumbu karang. Terumbu karang semakin rusak akibat pencemaran limbah ini.
Sumber dari pencemaran laut ini antara lain adalah tumpahan minyak, sisa damparan
amunisi perang, buangan sampah dari transportasi darat melalui sungai, emisi trasportasi
laut dan buangan pestisida dari pertanian.
Menurut Furkhon 2010, tumpahan minyak oli yang tejadi di laut terbagi kedalam dua
tipe, minyak yang larut dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan minyak
yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung pada permukaan air yaitu oli tentu dapat
menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme yang berada pada
permukaan perairan, tentu akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang akan digunakan
oleh fitoplankton untuk berfotosintesis, dan dapat memutus rantai makanan pada daerah
tersebut, jika hal demikian terjadi, maka secara langsung akan mengurangi laju produktivitas
primer pada daerah tersebut karena terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme
interstitial maupun organisme intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang
hidupnya berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke
pada bibir pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon,
moluska dan lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami
kematian. Namun pada daerah intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat hebat seperti
kematian dan berkurangnya spesies, tumpahan minyak oli akan cepat mengalami
pembersihan secara alami karena pada daerah pasang surut umumnya dapat pulih dengan
cepat ketika gelombang membersihkan area yang terkontaminasi minyak dengan sangat
cepat. Sementara pada organisme interstitial yaitu, organisme yang mendiami ruang yang
sangat sempit di antara butir-butir pasir tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyak-
minyak tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan batu-
batuan, dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan
perkembangan hewan yang mendiami daerah tersebut.
Menurut Benny 2002, pencemaran minyak oli di laut berasal dari:
1. Operasi Kapal Tanker
2. Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal)
3. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut
4. Tanki Ballast dan Tanki Bahan Bakar
5. Scrapping Kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua)
6. Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan)
7. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon
(perkantoran & industri)
8. Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery)
Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak oli berupa benzene, touleuna,
ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama yang
mutagenic dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya
sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan
mengalami proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa
aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan akan
mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya terjadi
reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke
ginjal (Kompas, 2004).
2.2 Dampak Limbah Oli terhadap Kehidupan Biota Laut
Beberapa efek tumpahan limbah oli di laut dapat di lihat dengan jelas seperti pada
pantai menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan, dan kerang-
kerangan, atau meskipun beberapa dari organisme tersebut selamat akan tetapi menjadi
berbahaya untuk dimakan. Efek periode panjang (sublethal) misalnya perubahan
karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal ini tentu dapat
berpengaruh terhadap masyarakat pesisir yang lebih banyak menggantungkan hidupnya di
sector perikanan dan budi daya, sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap
upaya perbaikan kesejahteraan nelayan.
Dampak dari lepasnya oli di perairan lepas pantai mengakibatkan limbah tersebut
dapat tersebar tergantung kepada gelombang air laut. Penyebaran limbah tersebut dapat
berdampak pada beberapa negara. Dampak yang terjadi akibat dari pencemaran tersebut
adalah tertutupnya lapisan permukaan laut yang dapat menyebabkan penetrasi matahari
berkurang, menyebabkan proses fotosintesis terganggu, pengikatan oksigen terganggu, dan
dapat menyebabkan kematian.
Komponen minyak oli yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang
menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di
pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat
mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi
merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan
embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004).
Bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah akibat
jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut,
mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel.
Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga menurun
mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan
oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh
biota laut.
Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar
matahari sampai ke lapisan air dimana ikan berkembang biak. Menurut Fakhrudin (2004),
lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi
kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk
kehidupan laut yang aerob. Lapisan minyak oli yang tergenang tersebut juga akan
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut , lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel
pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan
tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis
karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke
dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan
terputus. Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain akan
mematikan organisme benthos juga akan terjadi perbusukan akar pada tumbuhan laut yang
ada.
Pencemaran minyak oli di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak oli
tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran
CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar
berkurang. Jika minyak oli mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan
pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove
tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup
berasosiasi dengan hutan mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota
lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pemantauan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
selama 10 tahun sejak 1996 hingga 2006 menunjukkan kerusakan terumbu karang terparah
yang sebelumnya berada di wilayah perairan Indonesia Barat, kini telah berpindah ke
kawasan Indonesia Timur. Sementara kerusakan terumbu karang sedang di perairan bagian
tengah dan kerusakan paling ringan di perairan Indonesia Barat.
LIPI melakukan pemantauan terhadap kondisi terumbu karang di 77 daerah yang
terdiri dari 908 stasiun yang tersebar di seluruh perairan Indonesia dari Sabang hingga
Kepulauan Padaido dan Kepulauan Raja Ampat menunjukkan, kondisi terumbu karang di
Indonesia pada akhir 2008 adalah 5,51 persen dalam kondisi sangat baik, 25,11 persen
dalam kondisi baik, 37,33 persen dalam kondisi sedang dan 32,05 persen dalam kondisi
buruk.
Beberapa dampak yang terjadi limbah oli di laut diantaranya yaitu:
Menyebabkan keracunan pada tubuh makhluk hidup yang berhubungan dengan laut
misalnya ikan, burung laut, manusia
Mengancam kehidupan dan kelangsungan hewan dan tumbuhan yang hidup di laut
Pencemaran karena polusi kebisingan di laut karena suara tertentu dapat menghalangi
mangsa, navigasi.
Kerugian ekonomi khususnya para nelayan yang tinggal di pesisir laut
BAB III
PENCEGAHAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Pencegahan Terhadap Kerusakan Biota Laut Akibat Limbah Oli
Ada beberapa cara untuk mencegah kerusakan laut salah satunya dengan cara
konsevasi laut:
Konservasi laut
Sebagai dampak manusia pada peningkatan lingkungan laut, konservasi kelautan
adalah bidang yang berkembang. Konservasi laut adalah perlindungan spesies laut dan
ekosistem di laut dan di laut di seluruh dunia. Ini melibatkan perlindungan dan
pemulihan spesies, populasi dan habitat dan aktivitas manusia seperti penangkapan ikan
yang berlebihan mengurangi, perusakan habitat, polusi, penangkapan ikan paus dan isu-
isu lain yang efek kehidupan laut dan habitat.
a. Konservasi Laut Teknik
Pekerjaan konservasi laut dapat dilakukan dengan menegakkan dan
menciptakan hukum, seperti Endangered Species Act dan Kelautan Undang-
Undang Perlindungan Mamalia. Hal ini juga dapat dilakukan dengan membangun
area perlindungan laut, mempelajari populasi melalui melakukan penilaian saham
dan mengurangi aktivitas manusia dengan tujuan memulihkan populasi.
b. Isu Konservasi Laut
Isu-isu saat ini dan muncul dalam konservasi laut meliputi:
1. Pengasaman laut
2. Mengurangi bycatch dalam perikanan laut dan keterlibatan dalam peralatan
memancing
3. Membangun area perlindungan laut
4. Mengatur perburuan paus
5. Melindungi terumbu karang melalui mempelajari masalah pemutihan karang
6. Mengatasi masalah seluruh dunia spesies invasive
7. Berurusan dengan masalah finning hiu
Lebih menegakkan Undang-Unang ataupun Peraturan Pemerinah yang membahs tentang
Perairan dan Kelautan
Pemerintah sebenamya telah mengeluarkan undang-undang sebagai upaya
pelestarian lingkungan, yaitu:
1. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
3. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
4. Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
5. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
7. Peraturan Pemerintah RI No.15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan;
8. Keputusan Presiden RI No.43 Tahun 1978 tanggal 15 Desember 1978 tentang
Ratifikasi CITIES.
Namun, sepertinya undang-undang tersebut belum dapat mencegah kerusakan
ekosistem laut secara tuntas. Tanpa adanya kesadaran seluruh lapisan masyarakat beserta
pemerintah, permasalahan tersebut mustahil teatasi. Memperbaiki ekosistem terumbu karang
bisa dengan menempatkan suatu struktur buatan atau dikenal dengan transplantasi karang
buatan. Di banyak tempat, karang buatan telah diketahui sebagai suatu metode yang paling
mudah diterapkan untuk perbaikan ekosistem karang yang rusak dan meningkatkan produksi
perikanan serta mengembangkan potensi ekowisata. Buktinya adalah Kelompok Nelayan
Segara Gunung dari Buleleng, Bali mengakui bahwa pendapatan penduduk bertambah
seiring adanya program konservasi terumbu karang yang mulai dilakukan sejak 2004 silam.
Cara rehabilitasi karang dapat menggunakan struktur karang buatan atau dikenal
dengan sebutan rak. Rak ini biasanya terbuat dari beton dengan penambahan bambu pada
struktur rak. Bahan untuk pembuatan rak ini dapat diganti dengan bahan lain, misalnya
sampah. Sampah anorganik dapat dipakai untuk menggantikan beton dan sampah organik
digunakan pada struktur rak. Berat satu buah rak dapat mencapai 100 kg untuk proses fiksasi
di lokasi penumbuhan karang buatan tersebut.
Agar dapat dilakukan pencegahan pencemaran laut sedini mungkin, perlu dilakukan
pemantauan. Pemantauan adalah pengukuran berdasarkan waktu, atau pengulangan
pengukuran, atau pengukuran berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan
Pemantauan lingkungan laut dapat diartikan sebagai pengulangan pengukuran pada
komponen atau parameter lingkungan laut untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan
akibat pengaruh dari luar. Pelaksanaan pemantauan lingkungan dapat meliputi segi-segi
hukum, kelembagaan dan pembuatan keputusan dari masalah-masalah pencemaran
lingkungan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan laut haruslah
dimiliki suatu sistem yang dikenal dengan istilah sistem pemantauan lingkungan laut.
Pemantauan laut sering dilakukan untuk berbagai tujuan. Meskipun demikian, umumnya
pemantauan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang empat
kategori.
Pertama, kepatuhan (compliance). Untuk memastikan bahwa kegiatan (industri dan
sebagainya) benar-benar telah dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dan persyaratan-persyaratan izin yang ditentukan. Kedua, verifikasi model. Yaitu untuk
memeriksa berlakunya anggapan-anggapan dan ramalan-ramalan yang digunakan sebagai
dasar untuk mengevaluasi alternatif-alternatif pengelolaan. Ketiga, pemantauan perubahan,
yaitu untuk mengidentifikasi dan kuantifikasi perubahan lingkungan laut jangka panjang
yang diharapkan atau dihipotesiskan sebagai akibat yang mungkin timbul oleh kegiatan
manusia. Keempat, penerapan baku mutu pengendalian pencemaran laut, yang khususnya
dilakukan dalam pelaksanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan
ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) sebagai upaya pengelolaan lingkungan.
Selain kegiatan pemantaun lingkungan laut tersebut, ada beberapa tindakan nyata
yang dapat dilakukan agar pencemaran dan kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan
dihindari sedini mungkin:
a. Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan mencegah semua
kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.
b. Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik penangkapan biota,
eksploitasi sumberdaya pasir dan batu, pengurukan dan pengerukan perairan,
penanggulan pantai, pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan
pembuangan limbah.
c. Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung, kepekaan dan
kelentingan pesisir, teknik penangkapan, budidaya dan sebagainya yang berwawasan
lingkungan laut kepada pemuka masyarakat.
d. Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada kawasan ekosistem laut
(karang, mangrove, lagun, dan rumput laut), biota, kualitas perairan dan sebagainya.
e. Melakukan kegiatan pengembangan yang meliputi budidaya, penelitian, pendidikan dan
pembuatan buku-buku pedoman dan Perda yang dijabarkan dari UU lingkungan hidup
terkait lingkungan laut.
f. Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat berupa penerapan
peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait dengan pencemaran lingkungan laut.
Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat berhubungan erat dengan
kualitas manusia. Bukankah manusia itu dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya,
kekuasaan ini seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas lingkungan
laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya laut
yang tidak mempertimbangkan kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera
dihindari sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut yang rusak
3.2 Penanggulangan Terhadap Kerusakan Biota Laut Akibat Limbah Oli
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penanganan tumpahan minyak di laut
seperti minyak oli adalah dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan
pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat
pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima “reservoar” baik dalam bentuk tangki
ataupun balon. Langkah penanggulangan ini akan sangat efektif apabila dilakukan di
perairan yang memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan
cuaca yang tidak ekstrem.Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya
in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan
penggunaan bahan kimia dispersan.
1. In-situ burning adalah pembakaran minyak oli pada permukaan air sehingga mampu
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan
pewadahan minyak oli serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik
penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk
mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Beberapa kendala dari cara
ini adalah pada peristiwa tumpahan besar yang memunculkan kesulitan untuk
mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar
serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu
pembakaran yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi ekologi.
Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol.
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-hzKg4lFEoq4/TwuzrV_Bv2I/AAAAAAAAAMw/eAJiTbnJZ6g/s1600/BP
Mexico.jpg
2. Cara kedua yaitu penyisihan minyak oli secara mekanis melalui dua tahap yaitu
melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak
ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer. Upaya
ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai pemecahan ideal terutama untuk
mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan
dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang
mengakibatkan cara ini menemui banyak kendala.
3. Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami,
misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen
menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki
dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan.
Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai
berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan.
4. Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi
(penyerapan minyak oli ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak
dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus
memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan
minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami
(kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite,
pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
5. Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan
minyak oli menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia
dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active
agents atau zat aktif permukaan).
Cara lainnya yaitu dengan pengolahan limbah minyak oli. Oli bekas memiliki pasar
yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan kembali sifat
pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah sepertiga dari
yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik. Oli daur
ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk membangun jalan
raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar. Saringan oli bekas juga tidak
sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku
produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk lainnya. Sedangkan wadah
plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga, pipa dan bernagai keperluan
lainnya.
a. Tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli bekas, proses ini menghasilkan limbah
air yang berasal dari campuran oli bekas.
b. Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditif nya (penambahan bahan kimia). Tahap
ketiga dilakukan untuk perbaikan warna, mengasilkan bahan dasar pelumas (bdp) dan
limbah lempung.
c. Yang terakhir mengolah bahan dasar menjadi pelumas atau disebut juga dengan blending.
Untuk menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal ini
disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun demikian
ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran laut, antara lain:
dengan cara membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di
tempat yang aman, dan daur ulang limbah.
BAB IV
KESIMPULAN
Kasus pencemaran laut akibat dari tumpahan minyak dapat berpengaruh pada
beberapa sektor dan beberapa faktor, diantaranya lingkungan pantai dan laut, ekosistem
biota pantai dan laut, serta mengganggu aktivitas nelayan sehingga mempengaruhi
kesejahteraan mereka. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain dapat mengubah karakteristik
populasi spesies dan struktur ekologi komunitas laut, dapat mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan serta reproduksi organisme laut, bahkan dapat
menimbulkan kematian pada organism laut.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Rachmat Benny, 1999, Kebijaksanaan, Strategi, dan Program Pengendalian
Pencemaran dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan
Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi
Lingkungan ITB.
Charade, Titi Heri Subandri, 1983, Sekali Lagi Tentang Penanggulangannya : Pencemaran
Air Akibat Industri Minyak, dalam Harian Pikiran Rakyat, edisi 15 Mei 1983.
Eckenfelder Jr., W.Wesley, 1989, Industrial Water Pollution Control, 2nd edition, Singapore:
McGraw Hill International Editions.
Pramudianto, Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan
Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi
Lingkungan ITB.
https://www.academia.edu/4901788/LAPORAN_B3_OLI
https://www.academia.edu/2397750/
PENCEMARAN_AIR_STUDI_KASUS_KONDISI_BIOTA_LAUT_TERUMBU_DI_PULAU_
BATAM_AKIBAT_PEMBUANGAN_LIMBAH_KAPAL_OLI
http://amaliariniirianti.blogspot.co.id/2012/10/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://jokowarino.id/penyebab-dampak-dan-upaya-pencegahan-pencemaran-lingkungan-
laut/
https://www.facebook.com/notes/kf-bumi-alam-semesta/dampak-pencemaran-minyak-
terhadap-ekosistem-laut/151789854886327/
http://bahagialahbersamamimpi.blogspot.co.id/2012/10/kerusakan-laut.html
http://smileosman.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pencemaran-air-laut-oleh.html