respon fisiologis acalypha indica terhadap toksisitas krom ... text.pdfkadar krom heksavalen yang...

20
1 Abstract Environmental pollution with hexavalent chromium has become a world-wide problem, and in recent there has been increasing concern because of their toxicity to microorganisms, plants, and animals. Phytoremediation uses plants to remove pollutans (such as heavy metals) from environment. The effectiveness of a phytoremediation is dependent on the selection of the appropriate plants. Phytoremediation of chromium still have problems because less plant species hyperaccumulator. In this study, physiological responses investigations were carried out in Acalypha indica with different levels of hexavalent chromium (as K 2 Cr 2 O 7 ) in hydroponic culture. Different concentrations of K 2 Cr 2 O 7 (0, 2.5, 5, 10, 25 and 50 ppm) applied in Hoagland medium. The experimet was conducted in completely randomized block design with five replications. Plants growth (number of leaves and plants height) were measured every 3 days from start of experiment up to 33 days. Photosynthetic pigment, plants biomass, length of roots and heksavalent chromium accumulation analysis were conducted at the end of experiment (33 days). The growth of Acalypha indica plants inhibited significantly at all level of hexavalent chromium treatments, as indicated by reduced number of leaves, plants height, plants biomass (shoot and root), and length of roots. Photosynthetic pigment of A. indica declined significantly at higher level of hexavalent chromium treatments (>10 ppm). Accumulation of hexavalent chromium in A. indica was observed to be dependent on its concentration and was greater in root ( 54 – 608 μg Cr 6+ g -1 DW) than in leaves (66-157 μg Cr6+g -1 DW). The highest efficiency of hexavalent chromium absorption by roots were showed at 50 ppm Cr 6+ treatment (97. 07%). Keyword : Acalypha indica, Hexavalent chromium, growth, chlorophyll, biomass. Pendahuluan Industrialisasi yang berkembang cepat tentunya mendorong peningkatan perekonomian masyarakat, namun juga berdampak pada peningkatan jumlah limbah industri yang menjadi salah satu permasalahan utama bagi lingkungan. Kini, kontaminasi logam berat di lingkungan menjadi salah satu perhatian utama karena toksisitas dan ancamannya terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Bahan pencemar yang telah banyak dikaji diantaranya adalah logam krom. Sumber limbah krom diantaranya adalah industri elektroplating, penyamakan kulit, dan tekstil. Krom biasanya digunakan antara lain sebagai

Upload: others

Post on 27-Jan-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

1

Abstract

Environmental pollution with hexavalent chromium has become a world-wide

problem, and in recent there has been increasing concern because of their toxicity to

microorganisms, plants, and animals. Phytoremediation uses plants to remove pollutans

(such as heavy metals) from environment. The effectiveness of a phytoremediation is

dependent on the selection of the appropriate plants. Phytoremediation of chromium still

have problems because less plant species hyperaccumulator. In this study, physiological

responses investigations were carried out in Acalypha indica with different levels of

hexavalent chromium (as K2Cr2O7) in hydroponic culture. Different concentrations of K2Cr2O7

(0, 2.5, 5, 10, 25 and 50 ppm) applied in Hoagland medium. The experimet was conducted in

completely randomized block design with five replications. Plants growth (number of leaves

and plants height) were measured every 3 days from start of experiment up to 33 days.

Photosynthetic pigment, plants biomass, length of roots and heksavalent chromium

accumulation analysis were conducted at the end of experiment (33 days). The growth of

Acalypha indica plants inhibited significantly at all level of hexavalent chromium treatments,

as indicated by reduced number of leaves, plants height, plants biomass (shoot and root), and

length of roots. Photosynthetic pigment of A. indica declined significantly at higher level of

hexavalent chromium treatments (>10 ppm). Accumulation of hexavalent chromium in A.

indica was observed to be dependent on its concentration and was greater in root ( 54 – 608

µg Cr6+g-1DW) than in leaves (66-157 µg Cr6+g-1DW). The highest efficiency of hexavalent

chromium absorption by roots were showed at 50 ppm Cr6+ treatment (97. 07%).

Keyword : Acalypha indica, Hexavalent chromium, growth, chlorophyll, biomass.

Pendahuluan

Industrialisasi yang berkembang cepat tentunya mendorong peningkatan

perekonomian masyarakat, namun juga berdampak pada peningkatan jumlah limbah industri

yang menjadi salah satu permasalahan utama bagi lingkungan. Kini, kontaminasi logam berat

di lingkungan menjadi salah satu perhatian utama karena toksisitas dan ancamannya

terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Bahan pencemar yang telah banyak dikaji

diantaranya adalah logam krom. Sumber limbah krom diantaranya adalah industri

elektroplating, penyamakan kulit, dan tekstil. Krom biasanya digunakan antara lain sebagai

Page 2: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

2

pewarna, bahan baku pelapis untuk menghasilkan baja antikarat, dan campuran besi cor.

Krom dengan simbol kimianya yaitu Cr, merupakan salah satu unsur yang secara alamiah

ditemukan dalam konsentrasi yang rendah pada batuan, hewan, tanaman, tanah, debu

vulkanik dan gas. Krom dapat masuk ke lingkungan melalui 2 cara, yaitu secara alamiah

disebabkan erosi batuan mineral, dan non alamiah yaitu melalui pembuangan limbah industri

maupun limbah rumah tangga (Palar, 1995).

Menurut Susilaningsih (1992) di dalam limbah industri, krom dapat berada dalam

2 bentuk ion yaitu Cr (III) atau krom trivalen dan Cr (IV) atau krom heksavalen. Krom

heksavalen dilaporkan lebih toksik dibandingkan dengan krom trivalen, dikarenakan sifatnya

yang mudah larut dalam air dan membentuk oksianion divalen yaitu kromat (CrO42-

) dan

dikromat (Cr2O72). Hasil penelitian Vymazal (1995) juga menyatakan bahwa krom heksavalen

mempunyai kekuatan lebih besar untuk mengoksidasi, lebih larut dalam air dan lebih mudah

melewati membran biologi dibanding dengan krom trivalen.

Kadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya

hambatan pertumbuhan, menginduksi klorosis pada daun muda, mengurangi kandungan

pigmen, menghambat aktivitas enzim, merusak sel akar dan menyebabkan modifikasi

ultrastruktur pada kloroplas dan membran sel (Panda et al., 2005). Krom juga dapat

menyebabkan kerusakan saluran pernafasan dan paru-paru, gangguan perut, bisul, kejang,

ginjal, kerusakan hati, dan bahkan kematian pada hewan dan manusia (Sudarmaji et al.,

2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 507/MENKES/SK/VII/2002

tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, dan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup RI Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan

industri, menyatakan bahwa senyawa krom aman keberadaannya bagi lingkungan pada

konsentrasi 0,02-1,0 mg l-1, sedangkan ambang batas senyawa (turunan) krom dalam baku

mutu air minum adalah maksimal 0,05 mg l-1.

Hingga saat ini, sekalipun telah dikembangkan teknologi fitoremediasi, yaitu

pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan berfotosintesis, termasuk pohon, rumput-

rumputan dan tumbuhan air, namun proses fitoremediasi logam berat krom masih

menemukan kendala, diantaranya belum banyak ditemukannya jenis tanaman yang mampu

mengakumulasi krom. Selain itu penelitian serta publikasi tentang jenis-jenis tanaman

hiperakumulator krom masih sangat terbatas. Hal ini berdampak pada semakin meningkatnya

polusi krom di alam dan membahayakan makhluk hidup. Oleh karenanya penelitian yang

Page 3: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

3

mengarah kepada pencarian jenis tanaman tersebut masih sangat diperlukan. Acalypha indica

merupakan salah satu tanaman yang dijumpai tumbuh liar pada habitat yang bervariasi

seperti di pinggir jalan, lapangan berumput, lereng gunung maupun daerah pembuangan

limbah. Acalypha indica sendiri adalah herba semusim yang berasal dari suku Euphorbiaceae,

yang ditemukan tersebar secara luas di daerah tropis di Eropa, Afrika dan Asia termasuk Asia

Tenggara (Schmelzer, et al., 2007). Secara tradisional, tanaman ini digunakan oleh masyarakat

dalam pengobatan, seperti antiradang, antibiotik, diuretik, pencahar dan hemostatis

(Dalimartha, 2003). Bahkan dari hasil penelitian Retno (2011) diketahui bahwa Acalypha

indica merupakan salah satu jenis gulma dari 11 jenis gulma yang tumbuh di tempat

pembuangan limbah penyamakan kulit di daerah Kalasan Yogyakarta yang tercemar logam

krom (personal communication). Hal ini menunjukkan bahwa Acalypha indica mempunyai

kemampuan adaptasi yang tinggi dan mampu tumbuh di lahan atau tanah dengan kondisi

yang tercemar. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu: (1) untuk

mengetahui respon fisiologis dari tanaman Acalypha indica yang ditumbuhkan pada kultur

hidroponik dengan perlakuan berbagai konsentrasi Krom heksavalen; (2) untuk mengetahui

kemampuan Acalypha indica dalam mengakumulasi Krom heksavalen.

Metode Penelitian

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012 bertempat di

Laboratorium Bioteknologi Pengolahan Limbah, Laboratorium Biomolekuler dan Biokimia, dan

Laboratorium Manajemen Perairan, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga.

Rancangan Penelitian

Pengambilan Anakan Acalypha indica

Anakan tanaman Acalypha indica yang digunakan dalam penelitian ini diambil pada

bulan Maret 2012 dari sekitar tempat pembuangan sampah Laboratorium Bioteknologi

Pengolahan Limbah, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Anakan Acalypha

indica diseleksi dan dipilih dengan kriteria berukuran tingi 2-3,5 cm, memiliki 3-5 helai daun,

dan memberi kenampakan sehat. Sesegera mungkin anakan dibawa ke Laboratorium

Manajemen Perairan, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Page 4: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

4

Aklimatisasi

Sebanyak masing-masing 1 anakan Acalipha indica yang diambil dan telah diukur

tingginya serta dihitung jumlah daunnya segera diaklimatisasi selama 3 hari dalam Kultur

hidroponik yang telah disiapkan dan disiram dengan 10 ml medium hoagland setiap harinya.

Kultur hidroponik berupa gelas plastik yang telah berisi pasir malang steril sebanyak

±170 gr sebagai media tumbuh. Komposisi medium hoagland berdasarkan komposisi yang

digunakan oleh Zayed dkk. (1998) (mg/l): KNO3 606,6; Ca(NO3)2.5H2O 1270; NaCl 58,4; KH2PO4

272,2; MgSO4.7H2O 492,8; MnCl2 1,158; ZnSO4 0,123; H3BO3 2,86; CuSO4.5H2O 0,08, H2MoO4

0,017 dan Fe-EDTA 5,0. Sedangkan krom yang digunakan adalah Cr(VI) dalam bentuk K2Cr2O7.

Percobaan pertumbuhan

Percobaan terhadap anakan Acalipha indica yang telah diaklimatisasi dilakukan

dengan penyiraman medium hoagland yang diberi logam krom dengan beberapa konsentrasi

krom, yaitu 2,5 ppm (C1), 5 ppm (C2), 10 ppm (C3), 25 ppm (C4), dan 50 ppm (C5).

Penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak 10 ml medium dan berlangsung selama 33 hari.

Setiap percobaan pada masing-masing konsentrasi diulang sebanyak 3 kali. Sebagai kontrol

digunakan kultur hidroponik tanpa penambahan krom (C0).

Pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar.

Untuk mengetahui adanya respon morfologis tanaman terhadap logam berat krom,

setiap 3 hari sekali dilakukan pengukuran tinggi, dan pertambahan jumlah daun per tanaman.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan terhadap setiap tanaman sampel yang diukur dari leher

akar sampai titik tumbuh atau daun yang termuda dalam satuan senti meter (cm). Sedangkan

jumlah daun per tanaman dilakukan terhadap daun yang telah membuka sempurna pada

setiap tanaman sampel. Khusus pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir penelitian,

ditentukan dengan mengukur akar mulai dari pangkal batang hingga ujung akar keseluruhan

yang terpanjang dalam satuan senti meter (cm).

Pengukuran Kandungan Klorofil, Biomassa, Penentuan Akumulasi Krom heksavalen, dan Uji

Kemampuan Akumulasi Krom.

Pengukuran kandungan klorofil dilakukan pada akhir penelitian dengan

menggunakan metode Harborne (1987, dalam Setiari et al., 2009), yaitu sebanyak 0,1 mg

Page 5: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

5

sampel daun yang dipilih secara acak (daun urutan 2, 3, atau 4) diekstrak dengan 10 mL

larutan aseton 80% dengan perbandingan berat sampel dan aseton adalah 1 : 100, simpan

pada tempat gelap pada suhu 4°C selama 1 malam, sentrifuge pada 3000 rpm selama 10

menit dan dianalisis menggunakan spektrofotometer (Shimadzu mini uv-vis 1240) pada

panjang gelombang 480 nm, 644 nm, dan 663 nm. Sedangkan produksi biomassa tunas dan

akar diukur berdasarkan metode SNI 13-6793-2002 yang juga dilakukan diakhir penelitian.

Pengukuran dilakukan setelah sampel kering dengan satuan gram.

Untuk penetapan kandungan Krom heksavalen pada tunas dan akar dilakukan

dengan Metode pengabuan basah mengacu pada metode Shanker et al. (2004), sedangkan

penentuan kandungan Krom heksavalen mengacu pada Mukarromah (2008) yang dilakukan

dengan teknik kurva kalibrasi mengacu pada Standard Methods (1989, dalam Adams 1990)

dengan menggunakan spektrofotometris Shimadzu mini uv-vis 1240 Spectrophotometer

(Japan).

Uji kemampuan akumulasi krom dilakukan dengan menghitung persen efisiensi

penyerapan dan efisiensi remediasi/pemulihan oleh tanaman yang mengacu pada Hardiani

(2008).

Analisis Data

Perhitungan kandungan klorofil (mg/L) ditentukan dengan menggunakan rumus

menurut Harborne (1987):

Klorofil a = 1,07(OD 663) – 0,094(OD 644)

Klorofil b = 1,77(OD 644) – 0,28 (OD 663)

Klorofil total = 0,79(OD 663) + 1,076(OD644)

Untuk jumlah karotenoid menurut Kirk dan Allen (1965 dalam Jaleel et al., 2009: 122) adalah:

Karotenoid = OD 480 + (0,114 x OD 663) – (0,638 x OD 645)

Sedangkan untuk mengetahui Produksi biomassa dihitung menggunakan rumus yang

mengacu pada metode SNI 13-6793-2002, sebagai berikut:

Ket. BM= Biomassa (%)

A = Berat sampel semula (gram)

B = Berat sampel kering setelah pengeringan (gram)

Page 6: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

6

Setelah mengetahui konsentrasi krom heksavalen pada sampel dari pengukuran

absorbansi, maka kandungan Krom heksavalen yang sebenarnya dari dalam sampel kering

ditentukan dengan perhitungan menurut Siaka (2008) yang telah dimodifikasi (lampiran 2):

Ket. M = Konsentrasi logam krom heksavalen dalam sampel (µg/g)

C = Konsentrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (µg/L)

fv = Faktor pembagi volume larutan sampel dari stok sampel

fb = Faktor perkalian bobot sampel

sv = Faktor pembagi dari 1 L volume ekstrak sampel

Untuk mengetahui persen efisiensi penyerapan oleh tanaman ditentukan dengan

persamaan menurut Hardiani (2008), sebagai berikut:

Sedangkan untuk mengetahui persen efisiensi remediasi/pemulihan oleh tanaman digunakan

persamaan yang masih mengacuh pada Hardiani (2008) yaitu:

Hasil pengukuran tinggi batang dan jumlah daun diolah menggunakan program excel,

sedangkan hasil pengamatan panjang akar, biomassa tunas dan akar, total klorofil, klorofil a,

klorofil b, karotenoid, akumulasi krom heksavalen pada tunas dan akar, efisiensi penyerapan

krom heksavalen pada tunas dan akar, serta efisiensi remediasi dianalisis menggunakan uji

statistik, yaitu uji parametrik Anova multivariat pada program SPSS 16. Hasil yang

menunjukkan tidak homogen atau tidak normal, maka dilakukan uji non-parametrik

menggunakan uji Kruskal-Wallis taraf 5%.

Page 7: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

7

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa krom secara signifikan menghambat

pertambahan tinggi tanaman Acalypha indica. Dari hasil pengukuran tinggi tanaman,

ketinggian tanaman kontrol secara bertahap terus meningkat dari pengamatan hari pertama

hingga pengamatan hari terakhir. Sedangkan tinggi tanaman yang ditanam dalam media

dengan tambahan konsentrasi krom yang bervariasi jauh menurun seiring dengan

meningkatnya konsentrasi krom (Gambar 1).

0

3

6

9

12

15

18

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

rata

-rat

a ti

ngg

i A

. in

dic

a (

cm)

Pengamatan hari ke -

Kontrol

2,5 ppm

5 ppm

10 ppm

25 ppm

50 ppm

Gambar 1. Grafik rata-rata tinggi batang Acalypha indica pada berbagai konsentrasi krom.

Rata-rata tinggi tanaman Acalypha indica untuk semua perlakuan pada awalnya

sama yaitu 3,71 cm, namun hingga pada hari terakhir pengamatan pertumbuhan tinggi

tanaman untuk konsentrasi 2,5 ppm hanya mencapai 6,29 cm; konsentrasi 5 ppm mencapai

5,69 cm; konsentrasi 10 ppm mencapai 5,11 cm, konsentrasi 25 ppm mencapai 4,85 cm, dan

konsentrasi 50 ppm mencapai 4,57cm. Hal ini berbanding terbalik dengan kontrol yang

mencapai tinggi batang hingga 16,06 cm. Dengan demikian besarnya pertambahan tinggi yang

terjadi untuk konsentrasi 2,5 ppm hingga 50 ppm secara berurutan adalah 2,58 cm, 1,98 cm,

1,4 cm, 1,14 cm, dan 0,86 cm. Efek toksik krom heksavalen terhadap tinggi tanaman Acalypha

indica dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 8: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

8

Pengaruh pemberian logam krom dalam media tumbuh ternyata juga mempengaruhi

pertambahan jumlah daun. Acalypha indica masih menunjukkan pertambahan jumlah daun

pada konsentrasi Krom sebesar 2,5 ppm. Sedangkan untuk konsentrasi 5 ppm dan 10 ppm

pertambahan jumlah daun hanya terjadi pada 3 hari pertama (pengamatan ke 2), selanjutnya

terjadi penurunan jumlah daun. Untuk konsentrasi 25 ppm, dan 50 ppm, pertambahan jumlah

daun tidak terjadi (Gambar 2), bahkan beberapa tanaman sampel menunjukkan gejala

keracunan seperti nekrosis, klorosis dan menekuk (Gambar 3).

0

6

12

18

24

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

Rat

a-ra

ta J

um

lah

dau

n

Pengamatan hari ke-

Kontrol

2,5 ppm

5 ppm

10 ppm

25 ppm

50 ppm

Gambar 2. Grafik rata-rata jumlah daun Acalypha indica pada berbagai konsentrasi krom.

Gambar 3. Tanaman Acalypha indica dengan perlakuan: C0 (kontrol), C1 (2,5 ppm), C2 (5

ppm), C3 (10 ppm), C4 (25 ppm) dan C5 (50 ppm) pada akhir penelitian.

C0

C1

C2

C3

C4

C5

Page 9: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

9

Selain menunjukkan adanya penghambatan tinggi tunas dan pertambahan jumlah

daun, respon Acalypha indica terhadap kehadiran krom juga nampak pada pertumbuhan

akar. Sekalipun dari hasil analisis rata-rata panjang akar antara tanaman kontrol dan tanaman

perlakuan tidak berbeda signifikan, namun dari hasil pengukuran rata-rata panjang akar

tanaman kontrol dapat mencapai panjang 12,29 cm, sedangkan tanaman perlakuan terlihat

pertumbuhannya lambat seiring dengan meningkatnya konsentrasi krom heksavalen dalam

media pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa krom heksavalen pada konsentrasi

rendah pun dapat menghambat pertumbuhan akar. Rata-rata panjang akar dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata panjang akar, biomassa tunas, biomassa akar, total klorofil, klorofil a,

klorofil b, karotenoid, akumulais Cr6+ pada tunas dan akar, efisiensi penyerapan

Cr6+ pada tunas dan akar, serta efisiensi remediasi Acalypha indica pada variasi

konsetrasi krom heksavalen.

Kontrol 2,5 ppm 5 ppm 10 ppm 25 ppm 50 ppm

Panjang akar (cm) 12,29 ± 1,91a 8,03 ± 0,62a 7,59 ± 1,48a 7,39 ± 1,15a 7,12 ± 1,36a 6,74 ± 1,08a

Biomassa Tunas (%) 80,57 ± 1,53a 72,16 ± 4,75ab 52,97 ± 12,98ab 43,31 ± 8,43b 44,14 ± 21,05b 47,30 ± 15,83b

Biomassa Akar (%) 86,66 ± 1,53a 84,17 ± 4,38a 86,15 ± 1,17a 85,94 ± 2,43a 63,10 ± 33,91a 64,85 ± 35,05a

Total Klorofil (mg/L) 34,84 ± 2,62a 26,86 ± 0,97ab 23,98 ± 12,68ab 14,83 ± 5,06bc 4,70 ± 4,54c 1,45 ± 0,31c

Klorofil a (mg/L) 21,05 ± 0,95a 17,52 ± 0,35a 14,85 ± 7,09ab 8,82 ± 2,22bc 3,13 ± 2,28c 1,12 ± 0,45c

Klorofil b (mg/L) 13,80 ± 1,79a 9,35 ± 0,63ab 9,14 ± 5,79ab 6,02 ± 2,87bc 1,56 ± 2,37c 0,33 ± 0,68c

Karotenoid (mg/g) 0,94 ± 0,08a 0,74 ± 0,06a 0,72 ± 0,30a 0,38 ± 0,07b 0,17 ± 0,09b 0,09 ± 0,06b

Akumulasi Cr6+ pada

Tunas (µg/g)54,00 ± 26,45

a144,00 ± 72,11

a150,67 ± 66,58

a157,33 ± 72,34

a127,33 ± 64,29

a127,33 ± 66,58

a

Akumulasi Cr6+ pada Akar

(µg/g)66,67 ± 72,17a 504,33 ± 344,2a 608,67 ± 366,2a 504,67 ± 144,3a 567,00 ± 130,1a 483,67 ± 36,08a

Efisiensi Penyerapan Cr6+

Tunas (%)0a 82,54 ± 8,74b 90,87 ± 4,04 bc 95,23 ± 2,19c 98,46 ± 0,78c 99,23 ± 0,40c

Efisiensi penyerapan Cr6+

Akar (%)0

a38,89 ± 41,72

b63,13 ± 22,19

bc84,72 ± 4,37

c93,13 ± 1,58

c97,07 ± 0,22

c

Efisiensi Remediasi Cr6+

(%)0

b78,57 ± 48,85

a46,00 ± 24,76

ab20,05 ± 3,94

b8,41 ± 0,80

b3,70 ± 0,50

b

ParameterPerlakuan

Ket. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang

bermakna pada taraf kepercayaan 95%.

Page 10: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

10

Pada Tabel 1 juga menunjukkan efek krom heksavalen terhadap produksi biomassa

tunas dan akar. Dimana dari hasil analisis untuk biomassa tunas nampak adanya beda nyata

antara tanaman kontrol dengan tanaman pada media yang terkontaminasi krom konsentrasi

tinggi (10 ppm – 50 ppm), kecuali untuk konsentrasi 2,5 ppm dan 5 ppm. Sedangkan hasil

yang diperoleh dari analisis biomassa akar menunjukkan bahwa produksi biomassa akar

terpengaruh oleh krom pada konsentrasi di atas 10 ppm (25-50 ppm), namun pengaruh yang

ditimbulkan tidak menurunkan produksi biomassa secara bermakna.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan kandungan total klorofil menurun secara

bermakna (signifikan) pada semua perlakuan konsentrasi krom. Rata-rata kandungan total

klorofil tertinggi pada konsentrasi 2,5 ppm yaitu 26,86 mg/L atau menurun 23% dibandingkan

kontrol dan kandungan terendah pada konsentrasi 50 ppm yaitu 1,45 mg/L atau mengalami

penurunan 95,8% dibandingkan kontrol yang dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 4. Hal ini

mengindikasikan bahwa kandungan total klorofil berkorelasi negatif terhadap konsentrasi

krom heksavalen.

0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

36

0 2,5 5 10 25 50

Kan

du

nga

n p

igm

en (m

g l-1

)

Konsentrasi Cr6+ (ppm)

Klorofil a (mg/L)

Klorofil b (mg/l)

Total klorofil (mg/l)

Gambar 4. Efek krom heksavalen terhadap rata-rata kandungan pigmen klorofil a, klorofil b,

total klorofil.

Sensitifitas yang tinggi dari klorofil a sebagai salah satu pigmen penting dalam proses

fotosinesis terhadap kontaminasi krom heksavalen ditunjukkan pada Tabel 1 dan gambar 4.

Nampak kandungan klorofil a mengalami penurunan tertinggi pada konsentrasi krom

Page 11: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

11

heksavalen 50 ppm yaitu sebesar 94,3% dibandingkan kontrol. Sedangkan penurunan

kandungan klorofil a terendah pada konsentrasi 2,5 ppm yang tidak menunjukkan beda secara

bermakna terhadap kontrol. Sedangkan klorofil b pada konsentrasi 2,5 ppm dan 5 ppm

nampak tidak menunjukkan signifikansi penurunan kandungan pigmen bila dibandingkan

dengan kontrol. Tetapi bagaimanapun juga, nampak bahwa semakin tinggi konsentrasi krom,

maka terjadi penurunan pada kandungan klorofil b. Penurunan tertinggi klorofil b terjadi pada

konsentrasi krom 50 ppm yaitu 97,6% dengan kandungan rata-rata adalah 0,33 mg/L.

Selanjutnya data pada tabel 1 untuk parameter karotenoid menunjukkan bahwa

kandungan karotenoid secara bertahap menurun dalam menghadapi kontaminan krom,

kecuali pada konsentrasi rendah yaitu 2,5 ppm dan 5 ppm.

Demikian pula hasil analisis pada Tabel 1 dan yang ditunjukkan pada Gambar 5

nampak bahwa Acalypha indica lebih banyak mengakumulasi krom heksavalen pada organ

akar yaitu rata-rata sebesar 608,67 µg cr6+ g-1 pada konsentrasi 5 ppm, dan yang terendah

66,67 µg cr6+ g-1 pada tanaman kontrol. Sedangkan pada organ tunas rata-rata akumulasi krom

heksavalen tertinggi pada konsentrasi 10 ppm yaitu 157,3 µg cr6+ g-1 biomassa tunas. Namun

kemampuan akumulasi krom heksavalen baik pada akar maupun tunas tidak menunjukkan

beda nyata antar perlakuan.

Gambar 5. Grafik rata-rata akumulasi krom heksavalen pada tunas dan akar Acalypha indica

Adanya akumulasi krom dalam jaringan tanaman kontrol yang ditunjukkan pada

tabel 1 dan gambar 5 diduga karena anakan yang diambil telah menyerap krom dari tanah

Page 12: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

12

tempat tumbuh sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan tanah tersebut

telah tercemar logam krom.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa pola penyerapan krom heksavalen dalam

tunas dan akar adalah sama. Perlakuan yang diberikan terbukti berpengaruh nyata terhadap

efisiensi penyerapan. Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan efisiensi penyerapan tertinggi

krom heksavalen pada tunas dan akar terjadi pada konsentrasi 50 ppm yaitu sebesar 99% dan

97%, dan terendah pada konsentrasi 2,5 ppm sebesar 82,54% dan 38,89%. Hal ini

menunjukkan bahwa pada konsentrasi tinggi tanaman mengalami toksisitas. Sedangkan

potensi Acalypha indica sebagai tanaman remediasi nampak ditunjukkan pada tabel 1, bahwa

efisiensi remediasi logam krom tertinggi pada konsentrasi perlakuan 2,5 ppm yaitu sebesar

78,57 %. Pada konsentrasi >2,5 ppm terlihat adanya penurunan, hal ini diduga karena krom

yang diakumulasi sudah menunjukkan efek racunnya yang merusak jaringan tanaman.

Pembahasan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Krom heksavalen ke dalam

media pertumbuhan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun.

Terjadinya penurunan tinggi tanaman Acalypha indica seperti yang ditunjukkan pada Gambar

1, mungkin disebabkan karena terjadi penghambatan pertumbuhan akar (Tabel 1), akibatnya

nutrisi dan transportasi air ke bagian atas tanaman turut mengalami penurunan. Selain itu,

transportasi krom ke bagian atas tanaman juga menyebabkan pertumbuhan sel tunas

terganggu. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Shanker et al. (2004) bahwa krom yang

ditransportasikan ke bagian tunas dapat berdampak langsung terhadap metabolisme sel

tunas tersebut yang berkontribusi terhadap tinggi tanaman. Dampak buruk dari keberadaan

krom terhadap tinggi tanaman juga telah dilaporkan oleh Sharma et al. (1993) bahwa dalam

penelitiannya setelah 32 dan 96 hari tinggi tanaman gandum berkurang secara signifikan pada

konsentrasi 0,5 µM sodium dikromat.

Nampak juga dari hasil penelitian ini terjadi penghambatan jumlah daun, dimana

jumlah daun Acalypha indica di semua perlakuan pada awal dan akhir penelitian tidak jauh

berbeda (Gambar 2) atau sangat berkurang dibandingkan kontrol. Hal ini diduga sebagai

respon daun terhadap kekurangan air, meminimalkan kehilangan air melalui proses

transpirasi dan sebagai respon untuk meminimumkan pengaruh toksik krom yang

terakumulasi di daun dengan cara mengugurkan daun tua yang telah mengakumulasi krom.

Page 13: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

13

Kozlowski et al. (1991) menyatakan bahwa total daun dari suatu tanaman yang terkena

pencemaran akan mengalami penurunan, serta meningkatkan jumlah daun yang gugur baik

secara langsung maupun tidak langsung, dikarenakan terhambatnya laju pertumbuhan dan

ekskresi pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan pengguguran daun

(Fitter, 1982).

Selain penghambatan jumlah daun juga ditunjukkan adanya gejala keracunan pada

tanaman yang dikulturkan pada konsentrasi 25 dan 50 ppm yaitu berupa klorosis dan daun

epinasti yaitu pertumbuhan permukaan atas daun yang lebih cepat dari pada permukaan

bawah sehingga daun tersebut menekuk ke bawah. Gejala ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh NRC (1976) bahwa viasualisasi gejala toksik kromium pada tanaman

meliputi klorosis, pertumbuhan terhambat, perubahan warna daun dan melengkung.

Selanjutnya beberapa peneliti juga telah melaporkan gejala seperti reduksi pertumbuhan,

klorosis, nekrosis, daun epinasti, dan perubahan warna merah kecoklatan karena toksisitas

logam (Lepp, 1981; Woolhouse, 1983). Vazquez et al. (1987), juga mengemukakan bahwa

beberapa logam berat termasuk kromium dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan

terjadinya klorosis, yang merupakan gambaran jelas kekuarangan Fe pada tanaman.

Disamping itu efek ini juga dapat disebabkan oleh perubahan konsentrasi nutrisi mineral

esensial yang menyebabkan menurunnya proses fotosintesis akibat penutupan stomata,

berkurangnya ruang interseluler dan perubahan dalam kloroplas.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan pada semua konsentrasi perlakuan terjadi

penghambatan pertumbuhan akar berupa pemendekan akar, rapuh, penebalan pada ujung

akar dan perubahan warna akar menjadi kecoklatan. Hal ini sesuai dengan laporan Panda et

al. (2005) bahwa akumulasi krom pada tanaman dapat merusak sel akar dan menghambat

pembelahan sel akar atau perpanjangan siklus sel di akar (Barcelo et al., 1986). Lebih lanjut

ditambahkan oleh Zou et al. (2006), penghambatan pertumbuhan akar dan pembelahan sel

akar diakibatkan terjadinya penghambatan Mitosis. Penghambatan pembelahan sel akar juga

dipengaruhi oleh aberasi kromosom yang mungkin diinduksi oleh kandungan kimia krom yang

mencegah perbaikan kromosom yang rusak (Chidambaram et al., 2009).

Acalypha indica juga merespon kehadiran Krom heksavalen pada konsentrasi rendah

hingga tinggi dengan menunjukkan penurunan total kandungan klorofil. Hal ini sesuai dengan

laporan Panda et al. (2005) dan Scolcianty et al. (2006) bahwa penurunan kandungan klorofil

berkolerasi negatif dengan konsentrasi logam. Penurunan total klorofil, klorofil a, dan

Page 14: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

14

klorofil b mengindikasikan adanya efek krom terhadap penghambatan biosintesis klorofil.

Zou et al. (2006) dalam Liu et al. (2008) menyatakan bahwa kromium dalam bentuk

heksavalen dapat mengganti ion Mg dari banyak lokasi enzim aktif dan mengganggu

biosintesis klorofil. Sebelumnya Vajpayee et al. (2000) melaporkan bahwa kromium memiliki

kemampuan menurunkan asam δ-aminolevulinik dehidratase (ALA), yaitu enzim penting yang

terlibat dalam biosintesis klorofil, sehingga mempengaruhi pemanfaatan enzim ini, akibatnya

terjadi penumpukan ALA dan penurunan konsentrasi klorofil.

Tak jauh berbeda dengan total klorofil, klorofil a, dan klorofil b, kadar karotenoid

yang merupakan pigmen tambahan yang juga dibutuhkan dalam proses fotosintesis turut

mengalami penurunan konsentrasi pada perlakuan >5 ppm. Penelitian sebelumnya

membuktikan bahwa penurunan kadar karotenoid merupakan respon terhadap toksisitas

logam (Rout et al., 2001). Selanjutnya Boonyapookana et al. (2002) mengemukakan bahwa

krom dapat menginduksi kemungkinan 3 jenis modifikasi metabolisme pada tanaman, salah

satunya adalah perubahan dalam produksi pigmen yang terlibat dalam kelangsungan hidup

tanaman seperti klorofil, karotenoid, antosianin dan lain sebagainya. sedangkan peningkatan

kadar karotenoid pada konsentrasi krom yang rendah yaitu 2,5 ppm dan 5 ppm diduga juga

merupakan respon untuk melindungi sel terhadap krom. Hal tersebut ditunjang oleh

penelitian Tewari et al. (2002); Hou et al. (2007) dan Chandra et al. (2009) yang menemukan

bahwa karotenoid adalah pigmen antioxidan non-enzimatik yang melindungi klorofil,

membran dan komposisi genetik sel terhadap ROS di bawah tekanan logam berat.

Sebelumnya Kenneth et al. (2000) menyatakan bahwa peran pimen karotenoid sebagai

pelindung dalam sel tanaman apabila terjadi pemadaman triplet klorofil, penggantian

peroksidasi, dan penghancuran membran kloroplas.

Sementara itu produksi biomassa tunas dan akar tidak menampakkan adanya beda

nyata antar kelompok perlakuan dan kontrol. Hal ini berbeda dengan dugaan awal bahwa

terhambatnya pertambahan tinggi tanaman dan penurunan jumlah daun, juga penurunan

kandungan total klorofil, klorofil a, kloroifl b, dan karotenoid, yang merupakan pigmen

penting dalam proses fotosintesis tentu akan mengganggu proses fotosintesis yang pada

akhirnya akan berdampak langsung pada produksi biomassa, mengingat bahwa produksi

biomassa merupakan indikator pertumbuhan yang paling representatif untuk mendapatkan

penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman (Sitompul et al., 1995) dan dengan

menggunakan biomassa tanaman dapat diketahui hasil fotosintesis yang terdapat pada

Page 15: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

15

tanaman (Gardner et al., 1991). Diduga tanaman Acalypha indica memiliki suatu mekanisme

penanggulangan materi toksik yang bertindak mengurangi pengaruh materi tersebut.

Menurut Fitter (1989), salah satu mekanisme utama yang mungkin dilakukan tanaman untuk

menghadapi lingkungan toksik yaitu ameliorasi (penanggulangan), dengan cara mengabsobsi

ion toksik tersebut, tetapi tetap bertindak sedemikian rupa untuk meminimalkan

pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan khelat, pengenceran, dan lokalisasi bahan

ekskresi. Kemungkinan mekanisme yang dimiliki Acalypha indica adalah lokalisasi, yaitu

mengakumulasi materi toksik di bagian tertentu seperti akar, batang dan daun. Hasil yang

ditunjukkan pada tabel 2 dan gambar 5, akumulasi krom terbesar terjadi di akar dan

kemungkinan tingkat toksisitasnya di akar rendah (Shanker et al., 2004) sehingga

memungkinkan proses fotosintesis dan respirasi tetap terjaga dan memperkecil penurunan

produksi biomassa.

Pada penelitian ini juga diperoleh hasil akumulasi krom heksavalen tertinggi terjadi

di akar yaitu sekitar 66,67 µg cr6+ g-1 – 608 µg cr6+ g-1. hal ini sesuai dengan teori yang

disampaikan Huffman et al. (1973) dan Golovatyj et al. (1999) bahwa distribusi krom pada

tanaman memiliki kestabilan karakter yaitu tidak tergantung pada sifat-sifat tanah, dan

konsentrasi unsur ini. Jumlah maksimum kontaminan unsur selalu terkandung dalam akar dan

minimum pada organ vegetatif dan reproduksi. Tingginya akumulasi krom pada daerah akar

disebabkan penyerapan krom terjadi dalam vakuola sel-sel akar untuk membuatnya non-

toksik, juga sebagai respon alami tumbuhan terhadap toksisitas. Selain itu karena krom

bukanlah elemen penting bagi tanaman sehingga mungkin saja tanaman tidak memiliki

mekanisme tertentu untuk mentranslokasi krom (Shanker et al., 2004).

Menurut Huang (1997) bahwa ketersediaan logam bagi tanaman berbanding lurus

dengan yang diserap maupun diekstraksi. Hal ini sesuai dengan hasil analisis efisiensi

penyerapan yang ditunjukkan pada tabel 2, dimana semakin besar besar konsentrasi logam,

laju penyerapan tanaman terhadap logam krom heksavalen juga turut meningkat. Sedangkan

penurunan rata-rata efisiensi remediasi yang terjadi pada konsentrasi krom heksavalen yang

lebih besar dari 2,5 ppm menunjukkan bahwa konsentrasi krom dalam media sudah cukup

tinggi sehingga unsur-unsur organik yang terdapat dalam media turut terkontaminasi dan

membuatnya semakin pekat serta sulit diserap tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan

Hardiani (2008) bahwa logam berat mengkontaminasi senyawa organik dan mengikatnya

membentuk senyawa khelat yang tidak bisa diabsopsi oleh tanaman.

Page 16: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

16

Dalam hubungannya dengan tanaman hiperakumulator, menurut Oliveira (2011)

tanaman hiperakumulator krom harus memiliki kemampuan mengakumulasi krom >1 mg Cr

Kg-1 pada daun. Sebelumnya Baker (1999) menyatakan bahwa tanaman dapat disebut

hiperakumulator bilamana mampu mengabsopsi logam tersebut dengan konsentrasi > 100

mg Kg-1. Secara keseluruhan hasil penelitian membuktikan Acalypha indica dapat

mengakumulasi > 1 mg Cr Kg-1 pada bagian tunas dan juga > 100 mg Cr Kg-1 di akar, sekalipun

tanaman mengalami kerdil dan fitotoksisitas. Tetapi hal tersebut cukup membuktikan bahwa

Acalypha indica dapat dikategorikan ke dalam tanaman hiperakumulator.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa respon fisiologi yang ditunjukkan

oleh tanaman Acalypha indica berupa penghambatan pertambahan tinggi tanaman,

penurunan jumlah daun, klorosis dan nekrosis daun pada konsentrasi > 10 ppm, serta

penurunan kadar klorofil. Namun hal tersebut tidak berdampak signifikan pada produksi

biomassa tunas dan akar. Selain itu Acalypha indica juga mampu mengakumulasi krom

heksavalen antara 54 µg cr6+ g-1 – 157 µg cr6+ g-1 pada organ tunas dan tertinggi antara 66 µg

cr6+ g-1 – 608 µg cr6+ g-1 pada organ akar, serta memiliki rata-rata efisiensi penyerapan logam

krom heksavalen hingga 99% dan rata-rata efisisensi remediasi tertinggi sebesar 78,57% pada

konsentrasi 2,5 ppm.

Ucapan terima kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, yang terutama kepada Yesus Kristus

yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis haturkan juga kepada Ibu Sri Kasmiyati, S.Si., M.Si., selaku dosen

pembimbing dan Pak Joko S. Wartanto yang begitu teliti dan penuh kesabaran membimbing

dalam penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada papaku

Terhebat, mamaku yang Terbaik, bapak Sam Bire, suami tercinta Markus Bire, anakku Joy,

teman-teman, sanak saudara, Kakak Serly sek, Om Adi, Om Willy Sek, Angel, Erick dan Alvon,

dari dan oleh kalian keindahan hidup ditemukan dan bagi kalian pula segala keindahan

dipersembahkan, sungguh mengasihi kalian.

“With God all things are possible.”

(Matthew 19 : 26b)

Page 17: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

17

Daftar Pustaka

Adams VD. 1990. Water and Wastewater Examination Manual. Lewis Publisher, Inc. America.

Anonim. 2002. SNI 13-6793-2002. Metode Pengujian Kadar air, Kadar Abu dan bahan Organik

dari Tanah Gambut dan Tanah Organik lainnya.

Anonim. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 507/MENKES/SK/VII/2002 tentang

Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Anonim. 1995. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang

Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Baker AJM, Walker PL. 1990. Heavy Metal Tolerance in Plants: Evolutionary Aspects. (ed Shaw

AJ). Boca Raton: CRC Press.; pp 155–177.

Barcelo J, Poschenrieder C, Gunse B. 1986. Water relation of chromium VI Treated bush bean

plants (Phaseolus vulgaris L. cv Contender) under both normal and water stress

condition. J Exp Bot, 37: 78 – 87.

Bisht SS, Sharma CP, Kumar A. 1976. Plant response to excess concentration of heavy metals.

Geophytol 6 (2): 296-307.

Boonyapookana B, Upatham ES, Kruatrachue M, Pokethitiyook P, Singhakaew S. 2002.

Phytoaccumulation and phytotoxicity of cadmium and chromium in duckweed Wolffia

globosa. Int J Phytoremed 4: 87 – 100.

Chandra R, Bharagava RN, Yadav S, Mohan D. 2009. Accumulation and distribution of toxic

metals in wheat (Triticum aestivum L.) and Indian mustard (Brassica campestris L.)

irrigated with distillery and tannery effluents. Hazard Mater 162: 1514–1521.

Chidambaram Al A. Sundaramoorthy P, Murugan A, Sankar Ganesh K, Baskaram L. 2009.

Chromium induced cytotoxicity in black gram (Vigna radiata L). J Healt Sci. Eng. 6 (1):

7-22.

Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Cetakan I. Puspa Swara. Jakarta.

Fitter AA, Hay RK. l989. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Penerjemah: H.

Susilo). Universitas Indonesia. Jakarta.

Golovatij SE, Bogatyreva EN. 1999. Effect of Levels of Chromium Content in a Soil on its

Distribution in Organs of Corn Plants. Soil Res Fert. 197-204.

Page 18: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

18

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan

(Penerjemah Kosasih P, Soediro I.). Penerbit ITB. Bandung.

Hardiani H. 2008. Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 dari Proses Deinking Industri

Kertas secara Fitoremediasi. Jurnal Riset Industri 2: 64-75.

Hou W, Chen X, Song G, Wang Q, Chang CC. 2007. Effects of copper and cadmium on heavy

metal polluted waterbody restoration by duckweed (Lemna minor). Plant Physiol

Biochem 45: 62-69.

Huang JW, Chen J, Berti WB, Cunningham SD. 1997. Phytoremediation of lead-contaminated

soils: role of synthetic chelates in lead phytoextraction. Environ Sci Technol 31:800-

805.

Huffman Jr EW, Allaway WH. 1973. Chromium in plants: distribution in tissues, organelles

and extracts, and availability of bean leaf Cr to animals. J. Agric. Food Chem. 21, 982–

986.

Jaleel C, Jayakumar K, Chang-Xing Z, Azooz MM. 2009. Antioxidant potential protect Vigna

radiata (L). Wilczek plants from soil cobalt stress and improve growth and pigment

composition. Plant Omics Journal. 2 (3): 120-126.

Kenneth E, Pallett KE, Young AJ. 2000. Carotenoids. In Ruth GA, Hess JL (ed) Antioxidants in

higher plants. CRC Press, USA.

Kozlowski TT, Kramer PJ, Palardy SG. 1991. The Physicolodical Ecology of Wody Plants.

Academic Press Inc. London.

Lepp NW. 1981. Effect of heavy metal pollution on plants. Applied Science Publishers London.

Liu DH, Zou JH, Wang M, Jiang WS. 2008. Hexavalent chromium uptake and its effects on

mineral uptake, antioxidant defence system and photosynthesis in Amaranthus viridis

L. Bioresource Technology 99: 2628–2636.

Mukarromah L. 2008. Efektifitas Bioflokulan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lamk) dengan

Mengurangi Kadar Cr(VI). Skripsi Jurusan Kimia Fakultas SAINTEK. Universitas Islam

Negeri Malang. Malang.

NRC (National Research Council). 1980. Committee on Biological effect of Atmospheric

Pollutans Chromium. Natl. Acad. Sci. Washington DC 155.

Oliveira H. 2011. Chromium as an Environmental Pollutant: Insights on Induced Plant toxicity.

Journal of Botany 2012: 1-8.

Palar H. 1995. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta. Rineka Cipta.

Page 19: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

19

Panda SK, Choudhury S. 2005. Chromium stress in plants. Brazilian Journal of Plant Physiology

17: 95–102.

Rout GR, Samantaray S, Das P. 2001. Aluminum toxicity in plants: a review. Agronomie 21: 3–

21.

Schmelzer GH, Gurib AF. 2007. Plant Resources of Tropical Africa. Wageningen, Netherlands.

Prota Foundation.

Scoccianti V, Crinelli R, Tirillini B, Mancinelli V, and A. Speranza. 2006. Uptake and toxicity of

Cr(III) in celery seedlings. Chemosphere 64: 1695–1703.

Setiari N, Hendriyani IS. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna

sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J sains Mat. 17: 145-150.

Shanker AK, Carlos C, Herminia LT, Avudainayagam S. 2004. Chromium toxicity in plants.

Review article. Environment International 31: 739–753.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160412005000231. dipubikasikan

24 Maret 2005. [28 Agustus 2012]

Sharma DC, Mehrotra SC. 1993. Chromium toxicity effects on wheat (Triticum aestivum L. cv.

HD 2204). Indian Journal of Environmental Health 35: 330-342.

Siaka M. 2008. Korelasi Antara Kedalaman Sedimen di Pelabuhan Benoa dan Konsentrasi

Logam Berat Pb dan Cu. Jurnal Kimia. 2:2.

Singh AK, Poonam M, Tandon PK. 2004. Phytotoxicity of chromium in paddy ( Oryza sativa L.)

plants. Journal of Environmental Biology, 27(2) 283-285. [on line]

http://www.jeb.co.in/journal_issues/200604_apr06/paper_21.pdf. Dipublikasikan 17

januari 2005. [30 agst 2012].

Sitompul SM, Bambang G. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University

Press, Yogjakarta.

Sinha S, Pandey K, Gupta AK, Bhatt K. 2005. Accumulation of metals in vegetables and crops

grown in the area irrigated with river water. Bull Environ Contam Toxicol. 74: 210-218.

Sudarmaji J, Mukono dan Corrie IP. 2006. Toksikologi Logam Berat Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3) dan Dampaknya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 129-142.

Susilaningsih D. 1992. Pemanfaatan Tumbuhan Hydrilla verticillata dan Eichornia crassipes

sebagai Salah satu Usaha Pengendalian Pencemaran Logam Kromium (Cr) dari Limbah

Pelapisan Logam. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman,

Purwokerto.

Page 20: Respon Fisiologis Acalypha Indica terhadap Toksisitas Krom ... text.pdfKadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi

20

Tewari RK, Kumar P, Sharma PN, Bisht SS. 2002. Modulation of oxidative stress responsive

enzymes byexcess cobalt. Plant Sci 162: 381–388.

Vajpayee P, Tripati RD, Rai Un, Ali MB, Singh SN. 2000. Chromium (VI) accumulation reduces

chlorophyll biosynthesis, nitrate reductase activity and protein content in Nymphaea

alba L. Chemosphere 41:1075–1082.

Vazquez MD, Poschenrieder C, Barcelo J. 1987. Chromium VI induced structural and

ultrastructural changes in Bush bean plants. Annals of Bot 59: 427-438.

Vymazal J. 1995. Algae and Element Cycling in Wetlands. Lewis Pub. Boca Raton p 689.

Woolhouse, H.W. 1983. Toxicity and tolerance in the responses of plant metals. In:

Encyclopedia of plant physiology. Vol.12 C. (Eds: Lange et al.). p 245-300.

Zayed A, Lytle CM, Qian JH, Terry N. 1998. Chromium accumulation, translocation and

chemical speciation in vegetable crops. planta 206: 293–299.

Zou J, Wang M, Jiang W, Liu D. 2006. Chromium Accumulation and Its Effect on Other Mineral

Elements in Amaranthus viridis. Acta Biologica Cracoviensia Series Botanica. 7-12.