refrat oa rm
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk
yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika
Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga
mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80%
penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari
mereka yang memiliki gejala (Wiken, 2009).
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi
dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi
pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab
tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih
dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang
bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang
berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang
menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi
yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan,
kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi
kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia (Wiken, 2009).
Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan
osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi
sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian
besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering
menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang
telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya
terasa segera setelah penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam
setelah aktivitas. (Wiken, 2009).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutu, dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA..(Soeroso, 2009).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi
penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan
sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis
maupaun patologis yang terjadi pada perendian (Dharmawirya, 2000).
B. Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada
orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada
gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45
tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada
umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan
beban tubuh (Ariani, 2009).
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada
usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya
cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh
nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada
derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1
sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat karena OA (Soeroso. 2009)
C. Etiologi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang
2
terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder
(Tjokroprawiro, 2007).
Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor
predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan
sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara
umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis
pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering
terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi,
dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi
pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,
tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes
melitus dan hipertensi.
6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga
3
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh
raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih
tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi
kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
8. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada
orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara
osteoporosis dengan OA.
Proses utama OA sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya
sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang
akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang
diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya.
Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi
melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.( Soeroso. 2007)
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan
suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai
kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Tjokroprawiro,
2007).
Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi
rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses
degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi
yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada
terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang
terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk
tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari
menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit.
4
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral
tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit
itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan
prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta
spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.
Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum
dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan
subkondral (Tjokroprawiro, 2007). Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu
terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi
akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral
berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu
pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu
bengkak.
Gambar 2.1 Osteoartritis
5
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh
jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin
aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF
α dan β, dan interferon (IFN) α dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel
cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu
stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit
(Tjokroprawiro. 2007).
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan
sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih
rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci
membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan
kembali normal setelah 3-4 minggu (Soeroso, 2009).
D. Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis
Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau psikogenik.
reseptor di erent dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan terhadap agen
analgesik di ¡eh dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga dicirikan
tentang kualitas (menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu bersifat permanen
atau tidak tetap, atau apakah hal itu berkaitan dengan saat latihan, hari, saring dan stres fisik
atau mental.
Nyeri pada (OA) yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu sendi besar di bawah
beban mekanis. Perubahan degeneratif seiring dengan rasa sakit juga sangat umum di tulang
belakang, namun sering kali ada kontroversi mengenai apakah rasa sakit yang dihasilkan
dari OA pada sendi intervertebralis, degenerasi disk atau dalam struktur lain seperti otot dan
ligamen(Subagjo, 2000).
Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam OA sendi
intervertebralis serta herniasi dari disko merosot dengan iritasi mekanik dan kimia struktur
saraf dapat menyebabkan nyeri neurogenik asal perifer (Subagjo, 2000).
Nyeri pada OA dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti ketika OA
berkembang sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di kepala femoral dari lesi primer
tulang rawan (Sapu et al 2001) atau dari sendi bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi
dari kapsul(Subagjo, 2000).
6
E. Klasifikasi
Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara orier (idiopatik) maupun
sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat
Tangan:
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalang
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)
- difus (koksa senilis)
Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier,
diffuse idiopathic skeletal
hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- glenohumeral
- akromioklavikular
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Trauma
− akut
− kronik (okupasional, port)
Kongenital atau developmental:
Gangguan setempat:
− Penyakit Leg-Calve-Perthes
− Dislokasi koksa kongenital
− Slipped epiphysis
Faktor mekanik
− Panjang tungkai tidak sama
− Deformitas valgus / varus
− Sindroma hipermobilitas
Metabolik
− Okronosis (alkaptonuria)
− Hemokromatosis
− Penyakit Wilson
− Penyakit Gaucher
Endokrin
− Akromegali
− Hiperparatiroidisme
− Diabetes melitus
− Obesitas
− Hipotiroidisme
Penyakit Deposit Kalsium
− deposit kalsium pirofosfat dihidrat
− artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan Sendi lainnya
Setempat:
7
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut diatas
(Kellgren-Moore)
− Fraktur
−Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000)
F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya
persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten
atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada
posisi tertentu pada waktu yang lama (Subagjo, 2000).
Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur
atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih persendian,
terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan(Subagjo, 2000).
Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka
mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan dalam cairan sendi
superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba (Hoaglund, 2001).
Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal
ini mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya
oleh karena itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan
gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul
dikarenakan tiga alasan: berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris,
dan kelemahan otot (Hoaglund, 2001).
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada
satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas
berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan gejala-gejala
dan tanda-tanda sebagai berikut (Moskowitz, 2001) :
1. Nyeri sendi
Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari
sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar
(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten
merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami
stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I),
Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).
8
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di
kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering disebutkan
kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
3. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
5. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan
bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur
sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan
mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.
6. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua
pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan
gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.
G. Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris (JH Klippel, 2001) :
1. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
a. umur > 50 tahun
b. kaku sendi < 30 menit
c. krepitus
d. nyeri tekan tepi tulang
e. pembesaran tulang sendi lutut
f. tidak teraba hangat pada sendi
2. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
a. umur > 50 tahun
9
b. kaku sendi <30 menit
c. krepitus disertai osteofit
3. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
a. usia >50 tahun
b. kaku sendi <30 menit
c. Krepitus
d. nyeri tekan tepi tulang
e. pembesaran tulang
f. tidak teraba hangat pada sendi terkena
g. LED<40 mm/jam
h. RF <1:40
i. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang
menyokong diagnosis OA, ialah:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali
asimetris (lebih berat pada daerah yang
menanggung beban)
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subkondral
c. Kista tulang
10
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA lutut
menjadi :
a. Grade 0 : tidak ada OA
b. Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan
c. Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak
nampak deformitas tulang.
d. Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah
sendi.
e. Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya
celah sendi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok
pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas
normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan.
Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada
OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis
ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein. (Soeroso, 2009)
3. Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul
yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin.
Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis,
prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula
mengidentifikasi mekanisme penyakit pada tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain:
Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric
matrix protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan
sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker
sering pula digunakan untuk menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan
derajat penyakit.
11
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker
prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA
maka hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut
akan terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat
membuat prediksi terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka
marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal
dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons
pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan
dan yang masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi
penting dari perangai proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh
maka fragmen agrekan yang dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal
dalam matriks, sangatlah konsisten dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda
fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan
agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang dikembangkan.
I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:
1. Terapi non-farmakologis:
a. Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar
penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai. Untuk
proteksi atau pemeliharaan sendi (Joint Protection) dikenal 12 prinsip sebagai
berikut:
1) Memakai sendi yang terkuat atau terbesar untuk melakukan tugas.
2) Membagi beban pada beberapa sendi.
3) Gunakan setiap sendi pada posisi yang paling stabil dan fungsional.
4) Gunakan mekanisme tubuh yang baik.
12
5) Kurangi tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
6) Hindari terlalu lama mempertahankan posisi sendi yang sama.
7) Usahakan gerakan sendi penuh dan lengkap dalam aktivitas sehari-hari.
8) Hindari posisi dan aktivitas sendi.
9) Organisasikan pekerjaan.
10) Seimbangkan pekerjaan dan istirahat.
11) Gunakan penyimpanan yang efisien.
12) Hilangkan tugas yang tidak penting.
b. Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor
yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu
dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan
penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
c. Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi
1) Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
2) Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi.
2. Terapi Farmakologis:
a. Obat Sistemik
1) Analgesik oral
2) Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
3) Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis
Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini
adalah: Tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
4) Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)
Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan
tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi
dengan efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai
parah. Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja
13
menghambat nerve growth factor yang memblik interaksi antara nerve factor
dengan receptor. TrkA dan p75. (Nancy, 2011)
b. Obat topical
1) Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
2) Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah
gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
c. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan
hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
1) Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian
inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini
dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu
singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada
pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar
untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau
setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
14
2) Asam hialuronat
Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah
memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat
ini memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui
agregasi dengan proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan
benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis
jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan
dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3
sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
3) Stem sells
Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel
untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan
penelitian selama periode satu tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular
kepada pasien dengan OA lutut yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak
ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan
berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu
rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit
menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam
bulan pasca-suntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan,
perluasan jaringan perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup
besar dalam ukuran patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam
pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang
hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan
bahwa semua parameter dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam
bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi.
Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan
enam bulan setelah injeksi pertama. (Emadedin, 2012)
d. Pembedahan
15
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2) Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitative
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1) Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut
dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair (Chapman, 2001).
2) Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
1) Partial replacement/unicompartemental
2) High tibial osteotmy : orang muda
3) Patella &condyle resurfacing
4) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh
ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
5) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability
(Solomon, 2001).
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi,
loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan
dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan
gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas
hidup.(Solomon, 2001).
16
BAB III
REHABILITASI MEDIK PADA OSTEOARTHRITIS
Intervensi rehabilitasi mencakup: 1) pengurangan rasa nyeri; 2) pemeliharaan
serta pemulihan rentang sendi (ROM) dan kekuatan otot; 3) pengurangan beban
sendi; 4) pencegahan atau pengurangan kontraktur; 5) pemeliharaan
susunan/kesegarisan sendi.
A. LATIHAN
Latihan atau exercise diperlukan untuk:
1. meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = Range of
Motion)
2. mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkan otot
3. meningkatkan ketahanan statik dan dinamik
4. memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih baik
5. meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa nyaman penderita
Latihan terdiri dari :
1. Latihan Aktif dan Pasif ROM
Latihan fleksibilitas (ROM) yang dilakukan pada latihan fisik tahap
pertama dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan
sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan
untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan
mencegah kontraktur jaringan lunak.
2. Latihan Penguatan
Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun isokinetik
dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan
berjalan pada pasien osteoartritis. Latihan isotonik memberikan perbaikan
lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk
latihan kekuatan awal pada pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat
latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan
paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi,
sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi dan
ketahanan berjalan.
17
Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan
akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik memberikan tekanan
ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan
pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan
otot dan ketahanan statis dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan
yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.
Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada
otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Apabila instabilitas
sendi dan nyeri berkurang program latihan bertahap diubah ke latihan
yang dinamis (isotonik).
3. Latihan Peregangan (Stretching)
Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi.
Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-
sendi dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau
ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri.
4. Latihan Endurance (Ketahanan)
5. Latihan Aerobic
Latihan aerobik penting untuk penderita OA karena pada penderita
OA sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya
aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas
aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain
itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen,
serta memperbaiki gejala depresi dan kecemasan.
Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda,
berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam. Berenang dan
latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan
dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan
aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan
ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan.
Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang
dikeluhkan pasien bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau
bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan
18
lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat
meningkatkan kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60-
80% dari target heart rate untuk latihan selama 20-30 menit, 3-4 kali
seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan aerobik yang
baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan lutut
sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip.
Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi
saat pedal sepeda berada di bawah. Tingkat beban diatur bertahap mulai
dari minimal sampai sedang. Latihan dilakukan 5 menit dengan beban
ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5
menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu
latihan 20-30 menit.
6. Latihan Rekreasi
B. FISIOTERAPI
1. Cold Therapy
Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat
aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan juga mengurangi spasme
otot. Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik efektif untuk
mengurangi nyeri pada semua stadium (terutama stadium akut dan
subakut dini). Semua terapi dingin bersifat pendimginan superficial.
Transfer energinya secara konduksi, evaporasi dan konveksi.
Terapi dingin Kedalaman Transfer energi
Cold pack Superfisial Konduksi
Ice Massage Superfisial Konduksi
Cold water immersion Superfisial Konduksi
Cryotherapy-compresion unit Superfisial Konduksi
Vapocoolant spray Superfisial Evaporasi
Whirlpool bath Superfisial Konveksi
19
Efek fisiologis terapi dingin adalah vasokontriksi pembuluh
darah dan perlambatan sirkulasi darah sehingga dapat untuk
mengurangiatau menghentikan perdarahan, mengurangi edema dan
mengurangi inflamasi akut. Sebaliknya, pemberian terapi dingin yang
lebih lama terjadi vasodilatasi sekunder yang disebut Hunting response
yang dipercaya merupakan mekanisme proteksi jaringan perifer tubuh
(tangan, kaki) terhadap cedera dingin berupa kerusakan jaringan (infark,
gangren). Efek fisiologis terapi dingin terhadap neuromuskuler yaitu
meningkatkan ambang nyeri, menurunkan kecepatan hantaran saraf dan
mengurangi spasme otot. Terhadap sendi dan jaringan ikat efek terapi
dingin adalah menurunkan temperature intra artrikuler (kurang lebih 4º
C), aktivitas kolagenase synovial menurun dan memperlambat
kolagenolisis, namun efek negative terapi dingin adalah menurunnya
ekstensibilitas tendon dan menigkatkan kaku sendi.
Kontraindikasi terapi dingin yang paling sering adalah
intoleransi terhadap dingin, neuropraksia atau aksonotmeses yang
diinduksi oleh terapi dingin. Di daerah dengan gangguan sensasi dan
pasien dengan gangguan kognitif atau komunikasi. Cryopat dapat berupa
cryoglobulinemia yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh presipitasi
dari kompleks imun pada temperature rendah yang reversibel.
Hipersensitivitas terhadap dingin berupa urtikaria akibat suatu proses
dengan mediator sel mast. Raynaud disease merupakan kondisi idiopatik
yang ditandai dengan spasme arteriol yang dicetuskan oleh suhu dingin,
oleh sebab itu pada pemberian terapi dingin diperlukan pengetahuan
mengenai indikasi dan kontraindikasi yang tepat untuk keamanan
penderita.
2. Heating Therapy
a. Superfisial
Penggunaan terapi panas superficial untuk penderita arthritis
sudah lama diperkenalkan, penderita arthritis yang menggunakan
kolam air panas, mandi air hangat, hot pack dan sumber air mineral
melaporkan pengurangan nyeri dan pengurangan kaku sendi, terutama
20
pada fase sub akut dan kronik. Terapi panas menurut penetrasinya
dibagi menjadi superficial dan dalam, sedangkan menurut mekanisme
transfer panasnya dibagi menjadi konduksi, konveksi, radiasi,
evaporasi dan konversi.
Efek fisiologis terapi panas terhadap hemodinamik adalah
meningkatnya aliran darah, vasodilatasi meningkatkan penyerapan
nutrisi, lekosit dan antibody dan meningkatkan pembuangan sisa
metabolic dan sisa jaringan dan membantu resolusi kondisi inflamasi.
Namun vasodilatasi juga menyebabkan peningkatan perdarahan dan
edema dan dapat membuat kambuh kondisi inflamasi.
Pada neuromuskular, terapi panas meningkatkan ambang nyeri
dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan
ikat dapat meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan
kekakuan sendi.
Efek fisiologis lain terapi panas menghasilkan efek analgesik,
beberapa mekanisme efek anlgetik meliputi:
b. Efek cutaneus counter irritant
c. Vasodilatasi yang menghasilkan pengurangan nyeri iskemik
d. Vasodilatasi yang menghasilkan pembuangan mediator nyeri
e. Respon dengan mediator endorphin
f. Perubahan konduksi saraf
g. Perubahan permeabilitas membrane sel
Kontraindikasi penggunaan terapi panas meliputi trauma atau
inflamasi akut, pasien dengan gangguan sirkulasi, diatese hemoragik,
edema, jaringan parut yang luas, gangguan sensasi, keganasan,
gangguan komunikasi atau kognitif yang tidak dapat melaporkan
nyeri.
Panas akan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot,
mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon.
b. Deep ( MWD, SWD, Laser )
1. MWD (Micro Wave Diathermy)
21
MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor
fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus
listrik bolak-balik (AC) dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang
gelombang 12,25 cm. Penetrasi MWD terhadap jaringan sangat
dangkal atau superficial ± 3 cm dan efek termal yang dihasilkan
bersifat lokal tepat pada area yang diobati yaitu daerah lutut.
Energi elektromagnetik yang dipancarkan sangat kuat dan
perubahan temperatur lebih cepat terabsorbsi pada jaringan yang
mengandung banyak cairan atau darah Efek dari micro wave
diathermy antara lain :
a. Efek psikologis
Efek psikologis yang dihasilkan adalah meningkatkan
temperatur lokal. Dari peningkatan temperatur ini akan
menimbulkan beberapa reaksi antara lain:
1) Meningkatkan aktivitas metabolisme. Dengan
meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa
metabolisme juga akan meningkat. 2) Meningkatkan aliran
darah. Rasa hangat yang dihasilkan MWD dapat memberikan
pengaruh vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat. 3) Menstimulasi
reseptor saraf yang terdapat dalam kulit atau jaringan.
Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang
rangsang nyeri (threshold) dari serabut saraf disekitar lutut
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasi
darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan
pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek
sedatif pada jaringan
b. Efek terapeutik.
Efek terapeutik yang dihasilkan adalah meningkatkan suplai
darah, mengurangi nyeri dan mengurangi spasme otot
Adapun kontra indikasi dalam pemberian MWD diantaranya
sebagai berikut 1) logam pada tubuh, 2) gangguan peredaran
22
darah/ pembuluh darah, 3) nilon dan bahan lain yang tidak
menyerap keringat, 4) jaringan dan organ yang mempunyai
banyak cairan seperti mata atau luka yang basah, 5) gangguan
sensibilitas, 6) kehamilan, 7) menstruasi.
2. SWD (Short Wave Diathermy)
SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan yang
pada jaringan dengan merubah energi elektromagnet menjadi
energi panas.
Kemampuan dari sebuah alat diatermi untuk menghasilkan panas
di jaringan tergantung dari besarnya energi yang dihasilkan dari
panas. Untuk alat SWD yang berkerja kontinyu energy panas yang
dihasilkan berkisar anatara 55-500 W. Energi yang dihasilkan dari
diatermi sangat adekuat, karena kebanyakan SWD digunakan
untuk meningkatkan suhu dijaringan dengan terapi range yang
ekfektif berkisar antara 40ºC-44ºC, energy yang deperlukan
berkisar antara 80-120 W. Meskipun range dari puncak arus energy
yang dihasilkan dari alat short wave diatermi berkisar antara 100-
1000W, potensi dari menghasilkan efek panas pada alat ini
tergantung dari energy utama yang disalurkan ke jaringan dengan
secara berturut-turut. Seperti telah disebutkan diawal, energy
utama tertinggi yang dapat disalurkan pada pulsasi SWD (80W)
lebih rendah dibandingkan dengan energy yang dihasilkan dari
pemakaian kontinyu SWD secara berkelanjutan untuk pengobatan.
Efek dari penggunaan SWD pada sirkulasi lutut meningkat sebesar
100 %, sesuai penelitian Harris mengenai clearance radio-sodium
dari sendi lutut. Sama seperti penggunaan SWD untuk pengobatan
kronik rheumatoid di lutut menunjukan peningkatan sirkulasi
sekitar 60%, yang mana pada kebanyakan pengobatan akut
rheumatoid lutut didapatkan penurunan dari sirkulasi. Penurunan
ini di bandingkan dengan penurunan sirkulasi pada pengobatan
dengan hidrokortison. Haris mengatakan SWD dapat digunakan
23
secara rasional pada pemanasan ringan terapi di rematoid arthritis
dengan inflamasi akut dari sendi.
Beberapa pasien mungkin mengalami luka bakar dangkal. Karena
terapi melibatkan panas, maka penggunaannya perlu hati-hati
untuk menghindari luka bakar, khususnya pada pasien yang cedera
dan telah terjadi penurunan sensitivitas terhadap panas. Selain itu,
diatermi dapat mempengaruhi fungsi alat pacu jantung dan pasien
wanita yang menerima perawatan di punggung bawah atau daerah
panggul dapat mengalami peningkatan aliran menstruasi.
3. Laser
LASER (Light amplification by stimulation emission of radiation)
yang bertujuan untuk meningkatkan sintesis kolagen, mengurangi
resiko kontaminasi oleh microorganisme, meningkatkan
vaskularisasi, mengurangi nyeri dan peradangan.
3. Elecrotherapy
Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi dengan
menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi karena adanya arus
elektron yang melewati konduktor. Arus listrik yang diapliaksikan pada
syaraf dapat berupa arus AC (alternating current), DC (direct curent)
maupun pulsed. Arus listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang
memadai dapat meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan
yang dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan menjadi:
sensoris, motoris dan persepsi nyeri. Listrik arus rendah dapat
mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik rendah
ini juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls elektrik ini
menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan otot.
Oleh karenanya terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki
kelemahan otot.
Beberapa teori tentang mekanisme terapi listrik dalam
mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme menghambat
transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan teori kedua adalah lewat
24
mekanisme pengeluaran endorphins (suatu hormon dalam otak yang
menurunkan kepekaan terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).
Alat electrotherapy menggunakan tiga jenis arus yang ketika
diaplikasikan pada tubuh mampu mempengaruhi tubuh secara spesifik
yakni jenis AC, DC dan gelombang (pulsed). Arus DC (Direct Current)
atau galvanik bergerak searah dari kutup positif ke kutup negatif. Arus
ini dapat digunakan untuk memodulasi nyeri dan gerakan otot.
Sebagian besar alat electrotherapy menggunakan jenis arus
ini. Arus AC (Alternating Current) terjadi secara bolak balik. Arus
pulsed merupakan arus yang tidak kontinyu, misalkan terdapat
beberapa gelombang arus yang secara periodik diikuti dengan
waktu istirahat. Arus pulsed disebut juga arus inferential atau arus Rusia.
Arus listrik AC, DC maupun pulsed dapat digunakan untuk memodulasi
nyeri dan untuk memacu kontraksi otot. Khusus arus DC dapat
digunakan untuk ionthoporesis yang merupakan usaha memasukkan
bahan topikal dengan menggunakan arus listrik.
Modulasi nyeri yang dapat dilakukan arus listrik adalah dengan
mekanisme gate control (membiaskan nyeri dengan persepsi sensoris
yang lain) dan perangsangan morfin endogen. Sedangkan kontraksi otot
yang etrjadi pada electrotherapy terjadi dengan cara arus listrik
memacu rangsangan motorik melalui peningkatan eksitabilitas syaraf
yang pada akhirnya memacu motor end plate otot. Semakin tinggi
intensitas arus semakin banyak berkas otot yang dapat dipengaruhi.
Kontraksi otot tersebut bermanfaat untuk : pemompaan otot,
penguatan otot, pengurangan efek atrofi otot dan reedukasi otot.
Pada pasien dengan osteoarthritis, biasanya dilakukan TENS, ES,
Biofeedback, EMS.
Sebelum dilakukan electrotherapy, ahli fisioterapi harus melacak
riwayat penyakit serta mengadakan pemeriksaan fisik dengan fokus
utama pada area yang mengalami nyeri. Penilaian terhadap nyeri
dilakukan untuk menilai frekuensi, intensitas dan durasi nyeri.
Penderita juga harus ditanya apakah nyeri sampai menimbulkan
25
keterbatasan gerakan atau apakah gerakan tertentu dapat meningkatkan
atau mengurangi nyeri.
Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri
dengan skala 0 (tidak nyeri) sampai dengan 10 (nyeri yang tidak
tertahankan). Skala ini penting untuk mengevaluasi apakah suatu
tindakan dapat mengurangi nyeri. Ahli fisioterapi bertugas untuk
menentukan jenis terapi listrik yang paling tepat, frekuensi serta
durasi terapi sesuai dengan jenis dan keparahan gangguan. Terapi listrik
ini biasanya dikombinasikan dengan jenis terapi lain misalkan manual
therapy.
Pada umumnya, elektroda atau kumparan kawat diletakkan
diatas bagian yang mengalami gangguan atau bagian yang perlu
stimulasi. Pada beberapa teknik alat-lat ini diimplantasikan dibawah
kulit. Elektroda tersebut biasanya dihubungkan pada komputer yang
diprogram untuk menghasilkan besar arus yang sesuai dengan
kebutuhan. Arus listrik tersebut kemudian akan menstimulasi otot dan
saraf pada area tersebut. Komputer dapat pula mengukur respon
penderita terhadap terapi. Pada umumnya terapi listrik tidak
menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman. Penderita mungkin
merasakan sensasi getaran yang ringan. Penderita biasanya akan
merasakan berkurangnya rasa nyeri setelah perlakuan. Pada beberapa
jenis terapi penderita memrlukan beberapa kali terapi sebelum
merasakan adanya perbaikan.
Beberapa jenis terapi seperti TENS dapat dilakukan sendiri
di rumah oleh penderita setelah penderita diberi pelatihan sehingga
dapat mengurangi ketergantungan penderita terhadap therapist.
Antara electrotherapy yang boleh dilakukan pada pasien osteoarthritis
adalah :
Transcutaneous electro nerve stimulation (TENS) yang merupakan
alat portable bertenaga baterai yang dapat menghasilkan arus listrik
bertegangan rendah yang dialirkan ke kulit lewat elektroda yang
diletakkan diatas area yang mengalami gangguan. Arus listrik
26
mengeblok saraf sensorik area tersebut dengan jalan menghambat
transmisi nyeri menuju otak.
Shortwave diathermy merupakan arus listrik frekuensi tinggi
yang dapat meningkatkan suhu jaringan. Modalitas ini dapat
meningkatkan elastisitas jaringan ikat (khususnya kulit), otot,
ligamen dan kapsul sendi.
Transcutaneous electro joint stimulation (TEJS) yang merupakan
pemberian arus listrik melalui elektroda yang dilakukan pada
permukaan sendi.
Iontophoresis yang merupakan teknik meningkatkan absorbsi obat
topical dengan bantuan arus listrik. Teknik ini dapat digunakan
untuk terapi nyeri leher, nyeri punggung, arthritis, cedera rotator
cuff dan bursitis. Pada teknik ini diperlukan arus DC intensitas
rendah dengan mode gelombang kontinyu agar gelombang dapat
mendorong obat masuk ke dalam kulit.
TENS merupakan salah satu dari sekian banyak modalitas yang
digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia. Fisioterapi adalah salah
satu dari tenaga medis yang bergerak dalam hal mempebaiki gerak dan
fungsi. TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik yang
berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan
terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe nyeri.
TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar
maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat
teori kontrol gerbang (gate control )nya Melzack dan Wall yang
diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi antidromik
TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari nociceptor ke medulla
spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P
dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole
yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses.
Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah
mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap
27
rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi jaringan. Postulat
lain menyatakan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri melalui
pelepasan opioid endogen di SSP. TENS dapat juga menimbulkan efek
analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi
batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan
yang cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap
efektif untuk memodulasi nyeri.
Pada penggunaan TENS perlu diperhatikan beberapa hal yaitu
tentang indikasi dan kontra indikasi pada penggunaan TENS.
Indikasinya dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,
indikasinya meliputi : Nyeri akibat trauma, musculoskeletal, sindroma
kompresi neurovaskuler, neuralgia, causalgia. Sedangkan kontra indikasi
dari TENS yaitu pada penderita dengan alat pacu jantung, alat-alat listrik
yang ditemukan pada tubuh pasien.
Efek samping dari TENS yang sering timbul adalah alergi pada
kulit dimana elektroda ditempelkan. Reaksi tersebut biasanya disebabkan
oleh gel pada waktu menempelkan elektroda.
4. Hidroterapi
Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan latihan. Daya
apung air akan membuat ringan bagian atau ekstremitas yang direndam
sehingga sendi lebih muda digerakkan. Selain itu, suhu air yang hangat
membantu mengurangi rasa nyeri. Tujuan dari hidroterapi adalah untuk
mempertahankan lingkup gerak sendi, kekuatan atau ketahanan. Manfaat
latihan dalam kolam yaitu mengeliminasi gaya tarik (gravitasi) serta efek
positif daya apung air yang dapat mengurangi penekanan (kompresi) dan
nyeri pada sendi dan menambah relaksasi otot.
C. OKUPASI TERAPI
Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehari-
harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar.
Mekanisme badan yang baik (good body mechanism) yang diajarkan adalah:
28
1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.
2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.
3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mata/
kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.
4. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.
5. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar dan
hindari menyetir mobil terlalu lama.
6. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV, sehingga
kepala bisa bersandar.
7. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan
kepala.
8. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.
D. ORTESA
Ortosis atau alat bantu atau bidai diberikan untuk
1. Mengurangi beban sendi
2. Menstabilkan sendi
3. Mengurangi gerakan sendi
4. Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal
5. Mencegah deformitas
Contoh: Knee brace/ insole
E. PSIKOLOGIS
Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang menunjukkan gejala
reaksi menyangkal, represi dan depresi serta marah. Hal ini terjadi apabila
penyakitnya terutama rasa nyeri sangat mengganggu sehingga selain
mengatasi rasa nyeri ia harus menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi
ataupun deformitas baik karena penyakit maupun akibat sampingan obat;juga
reaksi teman, anggota keluarga dan masyarakat. Bantuan psikologis bagi
penderita dan keluarga sering diperlukan dan dapat diberikan dalam bentuk
terapi kelompok.
29
F. EDUKASI DAN HOME EXERCISE PROGRAM
Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi
penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip
perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program latihan di
rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di rumah
berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan
enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk
mengurangi berat badannya.
Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari
gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu
posisi dalam waktu yang lama, menghindari overuse, mengontrol berat badan,
mengurangi beban pada sendi yang nyeri, menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling
kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik..
Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi
pasien OA. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah
merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan
fungsi fisik penderita OA.
30
31
BAB IV
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis
juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah
sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang
rawan artikular dan tulang subchondral.
Etiopatogenesis OA sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu
teori yang pasti. OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Dengan diagnosis dan terapi yang tepat, termasuk edukasi pasien, dapat
meminimalkan gejala dan membantu pasien mempertahankan kualitas hidup.
Untuk mengerti tujuan ini, dokter harus mengerti patofisiologi degenerasi sendi
dan hubungan antara degenerasi sendi dan sindroma klinis OA kerusakan tulang
rawan sendi disebabkan oleh gangguan intergritas struktur kartilago sendi disertai
ketidakseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik jaringan.
Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri
sendi. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan,
krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Kebanyakan pasien dengan OA
mencari perhatian medis karena nyeri. Pendekatan awal yang paling aman adalah
dengan menggunakan analgesik sederhana seperti acetaminofen (mungkin dalam
hubungannya dengan terapi topikal). Jika pereda nyeri tidak memadai, oral obat
anti-inflamasi nonsteroid atau injeksi intra-artikular produk acidlike hialuronat
harus dipertimbangkan. Injeksi intraartikular kortikosteroid dapat menyediakan
bantuan jangka pendek nyeri pada penyakit. Selain itu metode baru injeksi intra-
artikular dengan stemsel sedang dikembangkan dan menghasilkan kepuasan
terhadap penggunaannya. Namun metode tersebut masih dalam penelitian.
Penanggulangan nyeri tidak mengubah penyakit yang mendasarinya. Perhatian
juga harus diberikan kepada tindakan nonpharmacologic seperti pendidikan
pasien, penurunan berat badan dan melaksanakan fungsi. Pengurangan rasa sakit
dan pemulihan dapat dicapai pada beberapa pasien dengan osteoarthritis awal,
terutama jika pendekatan terpadu digunakan.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share.
Diakses tanggal 25 Juli 2012.
2. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 25 Juli 2012.
3. Dharmawirya, Mitzy. 2000. Efek Akupunktur pada Osteoartritis Lutut.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisL
utut129.pdf/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html, diakses
tanggal 26 Juli 2012.
4. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam
Seminar Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012.
5. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009. p.2538-2549.
6. Susilo D. Kesesuaian hasil foto rontgen dan diagnosis klinik pada penderita
osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002. Semarang: Medical Faculty
Diponegoro University; 2002.
7. Salimah K. Hubungan faktor resiko body mass index dengan kejadian
osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi
(Studi kasus tanpa kontrol di bagian penyakit dalam RS. Dr. Kariadi
Semarang periode Maret-Juni 2005). Semarang: Medical Faculty
Diponegoro University; 2005.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
www. technorati favorites.com. Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam,
W. 2006.Osteoarthritis and How Is It.
http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 25 Juli
2012.
33
10. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.
11. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and
Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon
9:320-327.
12. Moskowitz RW., Howell DS., Altman RD., et al (Eds). Osteoarthritis. 3rd
ed. 2001. W.B. Saunders company. Philadelphia. Pennsylvania
13. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis
foundation. 2001. pp: 637
14. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index
dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoartritis genu.
Semarang: Medical Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12.
15. Woolf CJ. 2004. “Pain: moving from symptom control toward mechanism-
specific pharmacologic management”. Ann Intern Medicine ;140:441-451.
Abstract. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
16. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
17. Birrell, Fraser. 2008. “Osteoarthritis: The care and management of
osteoarthritis in adults”. National Institute for Health and Clinical
Excellence. London. www.nice.org.uk/CG059. Diakses tanggal 27 Juli
2012.
18. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU: “Orthopaedic Knoelrdge Update 3.
Hip and Knee Reconstruction Chapter 16: Osteoarthritis and Arthritis
inflamatoric.
19. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
20. Fife RS & Brandt KD. 1992. Other approaches to therapy. In : Moskowitz
RW, Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis Diagnosis
34
and Medical/Surgical Management. 2nd ed. W. B. Saunders Coy,
Philadelphia, Pennsyvania, USA. pp 511-526
21. Chapman, Michael W et al. 2001. Chapman’s Orthopaedic surgery 3rd
edition. Chapter 107; Osteotomies of The Knee for Osteoarthritis.
Lippincott William & Wilkins. USA.
22. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous
Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives
of Iranian Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
23. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from
osteoarthritis of the knee. The new england journal of medicine.
24. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2nd
ed. Professional Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135
35