refrat campak

44
BAB I PENDAHULUAN Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Campak merupakan penyakit endemik pada sebagian besar penduduk dunia. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat. Sekarang di Amerika Serikat, campak terjadi paling sering pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi dan pada remaja dan orang dewasa muda yang telah di imunisasi Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi dan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tetapi campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan

Upload: alyssa-amalia

Post on 11-Aug-2015

80 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: REfrat Campak

BAB I

PENDAHULUAN

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar,

meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus

campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta

kematian. Campak merupakan penyakit endemik pada sebagian besar penduduk

dunia. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit

campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara

maju seperti Amerika Serikat. Sekarang di Amerika Serikat, campak terjadi paling

sering pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi dan pada remaja dan orang

dewasa muda yang telah di imunisasi

Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan

imunisasi dan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya

menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tetapi campak bisa

menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat

perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan

penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini.

Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga

stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Nama lain

penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola. Penularan terjadi secara droplet

dan kontak langsung dengan pasien. Virus morbili terdapat dalam sekret nasofaring

dan darah selama stadium kataral sampai 24 jam setelah timbul bercak di kulit.

Banyak kesamaan antara tanda-tanda biologis campak dan cacar memberi

kesan kemungkinan bahwa campak dapat diberantas. Tanda-tanda ini adalah ruam

khas, tidak ada reservoir binatang, tidak ada vektor, kejadian musiman dengan masa

bebas penyakit, virus laten tidak dapat ditularkan, satu serotip dan vaksin efektif.

Page 2: REfrat Campak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola

(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama

masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam

bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang

disebabkan oleh virus jenis paramixovirus, dengan gejala-gejala eksantem akut,

demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata,

kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan

deskuamasi dari kulit. Sering menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari

orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup

Campak adalah suatu penyakit infeksi virus aktif menular, ditandai oleh

tiga stadium : 1. stadium inkubasi atau kataral sekitar 10-12 hari dengan sedikit,

jika ada, tanda-tanda atau gejala-gejala, 2. stadium prodromal dengan enantem

(bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang,

konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk yang semakin berat, dan 3. stadium akhir

atau konvalesen dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan

muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

Campak, juga dikenal sebagai rubeola, merupakan salah satu penyakit

menular yang paling menular, dengan setidaknya 90% tingkat infeksi sekunder

dalam kontak domestik rentan. Hal ini dapat mempengaruhi orang dari segala

usia, meskipun dianggap terutama penyakit masa kanak-kanak. Campak ditandai

dengan demam prodromal, batuk, coryza, konjungtivitis, dan patognomonik

enanthem (yaitu, bintik Koplik), diikuti oleh ruam makulopapular eritematosa

pada ketiga untuk hari ketujuh. Infeksi menganugerahkan kekebalan seumur

hidup.

Page 3: REfrat Campak

Sebuah imunosupresi umum yang mengikuti campak akut sering predisposisi

pasien untuk otitis media bakteri dan bronkopneumonia. Di sekitar 0,1% dari

kasus, campak menyebabkan ensefalitis akut. Subakut sclerosing panencephalitis

(SSPE) adalah penyakit degeneratif yang langka kronis yang terjadi beberapa

tahun setelah infeksi campak.

Setelah vaksin campak efektif diperkenalkan pada tahun 1963, insidensi

campak menurun secara signifikan. Namun demikian, campak tetap penyakit

yang umum di daerah tertentu dan terus account untuk hampir 50% dari 1,6 juta

kematian disebabkan setiap tahun oleh dicegah dengan vaksin penyakit anak.

Kejadian campak di Amerika Serikat dan seluruh dunia meningkat, dengan wabah

dilaporkan terutama di populasi dengan tingkat vaksinasi yang rendah.

Antibodi ibu memainkan peran penting dalam perlindungan terhadap

infeksi pada bayi kurang dari 1 tahun dan dapat mengganggu hidup yang

dilemahkan vaksinasi campak. Sebuah dosis tunggal vaksin campak diberikan

pada anak yang lebih tua dari 12 bulan menginduksi kekebalan protektif pada

95% dari penerima. Karena virus campak sangat menular, populasi rentan 5%

sudah cukup untuk mempertahankan wabah periodik pada populasi lain yang

sangat divaksinasi.

Dosis kedua vaksin, sekarang direkomendasikan untuk semua anak usia

sekolah di Amerika Serikat menginduksi kekebalan pada sekitar 95% dari 5%

yang tidak merespon terhadap dosis pertama. Variasi genotipik sedikit baru-baru

ini strain beredar tidak mempengaruhi efektivitas perlindungan vaksin hidup yang

dilemahkan campak.

Kebenarannya yang menunjukkan hubungan antara vaksin campak dan

autisme telah mengakibatkan menggunakan vaksin berkurang dan berkontribusi

terhadap kebangkitan baru-baru ini campak di negara-negara dimana tingkat

imunisasi telah jatuh di bawah tingkat yang diperlukan untuk mempertahankan

kekebalan kawanan.

Page 4: REfrat Campak

Menimbang bahwa untuk negara-negara industri seperti Amerika Serikat,

transmisi endemik campak dapat dibangun kembali jika kekebalan campak jatuh

kurang dari 93-95%, upaya untuk memastikan tingkat imunisasi yang tinggi

antara orang-orang di kedua negara maju dan berkembang harus dipertahankan.

Perawatan suportif biasanya semua yang diperlukan untuk pasien dengan

campak. Suplementasi vitamin A pada campak akut secara signifikan mengurangi

risiko morbiditas dan mortalitas.

B. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus yaitu measles virus

yang merupakan virus RNA dari famili paramyxoviridae, genus morbillivirus.

Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama

waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring,

darah dan urin. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus

ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke

dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka

infektivitasnya akan hilang. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34

jam dalam suhu kamar.

Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan

ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel

raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat

dideteksi bila ruam muncul. Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan

ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan

terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang

yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada

beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan

melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan

dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.

Page 5: REfrat Campak

Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus virus morbili, famili

paramyxoviridae. Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena panas, sinar, pH asam,

ether, dan trypsin dan hanya bertahan kurang dari 2 jam di udara terbuka. Virus

campak ditularkan lewat droplet, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring.

Virus ini masuk melalui saluran pernafasan terutama bagian atas, juga

kemungkinan melalui kelenjar air mata. Dua sampai tiga hari setelah invasi,

replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia

yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan

menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan

proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial

paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak.

Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata

merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin

tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10

sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai

timbul ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada

susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa

konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam

menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses

ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan

infiltrasi limfosit. (2)

Faktor risiko untuk infeksi virus campak meliputi:

1. Anak-anak dengan imunodefisiensi terkait HIV atau AIDS, leukemia,

alkylating agen, atau kortikosteroid immunodeficiency, tanpa melihat status

imunisasi

2. Perjalanan ke daerah di mana campak adalah endemik atau kontak dengan

wisatawan di daerah endemik

3. Bayi yang kehilangan antibodi pasif sebelum usia imunisasi rutin

Page 6: REfrat Campak

Faktor risiko untuk campak berat dan komplikasinya meliputi:

1. Malnutrisi

2. Underlying imunodefisiensiensi

3. Kehamilan

4. Defisiensi vitamin A

C. EPIDEMIOLOGI CAMPAK

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan

kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita

morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur

4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan menurun sehingga si bayi

dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita dan kemudian

menderita morbili ketika hamil usia kandungan 1 atau 2 bulan, maka 50%

kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester

kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan

bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau

anaknya kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

Distribusi dan frekuensi Penyakit Campak

1. Menurut Orang

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi

anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan

kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan

mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-

40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan

masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih

berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur

hidup.

Page 7: REfrat Campak

2. Menurut Tempat

Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang

sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya

eradikasi belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada

peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus

terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-

anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat

menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan

900.000 kematian.

Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141

kasus campak di Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak

735 kasus campak pada tahun 2006.

3. Menurut Waktu

Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada

kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif

pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat

penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya

dengan udara pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang memiliki

insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut.

Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan

manusia untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut

sehingga efek dari iklim menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan

manusia.

Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal

musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada

bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana

kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi

populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100%

akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.

Page 8: REfrat Campak

D. PATOFISIOLOGI

Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui

sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan

berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal

biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah

timbulnya ruam.

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan

saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel

mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada

hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama

menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada mukosa

bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi

sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat

disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Pada kasus ensefalomielitis yang

mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada

SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan

substansia alba. (3)

Di kulit, reaksi terutama disekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.

Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan

bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring

meluas kedalam jaringan limfoid dan membran mukosa trakeobronkial.

Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak berupa pneumonia sel raksasa

Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.

Page 9: REfrat Campak

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring

atau kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi

pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran

nafas

11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

E. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama

dipilih sebagai waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang

dipilih, jarang masa inkubasi dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada

suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama

sekitar 24 jam.

Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium:

1. Stadium Kataral (Prodormal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas

(38,5ºC), malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul

Page 10: REfrat Campak

bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai.

Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh

eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.

Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang

terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi.

Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis,

gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai

influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik

dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu

terakhir.

Page 11: REfrat Campak

Koplik spot

Measles Conjungtivitis

2. Stadium Erupsi

Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah

di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak

koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya

suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema

timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut

dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada

kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari

ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat

pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher

Page 12: REfrat Campak

belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan

muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu

morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus

digestivus.

Morbiliform rash

Page 13: REfrat Campak

3. Stadium Konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua

(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain

hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang

bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili.

Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit

menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal

kecuali bila ada komplikasi.

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut:

Anamnesis :

1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus

dicurigai atau di diagnosis banding morbili.

2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.

3. Dapat disertai diare dan muntah.

4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,

petekie, ekimosis.

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2

minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.

Pemeriksaan fisik :

1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam

(biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis

2. Pada umunya anak tampak lemah.

3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).

4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang

munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di

dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.

Page 14: REfrat Campak

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan darah didapatkan jumlah leukosit normal atau

meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan antibodi IgM

merupakan cara tercepat untuk memastikan adanya infeksi campak akut. Karena

IgM mungkin belum dapat dideteksi pada 2 hari pertama munculnya rash, maka

untuk mengambil darah pemeriksaan IgM dilakukan pada hari ketiga untuk

menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai sulit diukur pada 4 minggu

setelah muncul rash. Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi 4 hari setelah rash

muncul, terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah onset sampai 3 minggu

setelah onset. IgG masih dapat ditemukan sampai beberapa tahun kemudian.

Virus measles dapat diisolasi dari urine, nasofaringeal aspirat, darah yang diberi

heparin, dan swab tenggorok selama masa prodromal sampai 24 jam setelah

timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam

dalam suhu kamar.

G. DIAGNOSIS BANDING

1. German Measles.

Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus

penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola) mempunyai

beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang

menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya.

Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular

dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari

penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin

dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat

terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul bintik-bintik merah pada kulit si

penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik tersebut menghilang.

Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak. Gejala

Page 15: REfrat Campak

baru timbul kira-kira 14 – 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama

proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula

rubella sering disebut campak 3 hari.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di

daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema Subitum

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum

(eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola

infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi

enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak,

sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada

pada banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang

pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum

atau pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit serum atau

ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak

serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak

ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler

halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar

eritematosa relatif mudah dibedakan.

H. KOMPLIKASI

Bila ada, berupa komplikasi segera :

1. Trakeobronkitis dan laringotrakeitis biasanya telah ada, merupakan sebagian

dari manifestasi morbili.

2. Otitis media merupakan komplikasi paling sering terjadi, harus dicurigai bila

demam tetap tinggi pada hari ketiga atau keempat sakit.

3. Bronkopneumonia / bronkiolitis oleh virus morbili sendiri atau infeksi

sekunder (oleh pneumokokus, hemofilus influenzae) dengan gejala batuk

menghebat, timbul sesak nafas.

Page 16: REfrat Campak

Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus,

Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan

kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein,

penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

4. Aktivasi tuberkulosis laten.

5. Kebutaan

Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin

A yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

6. Ensefalitis

Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita

campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin

virus campak hidup, pada penderita yang sedang mendapat pengobatan

imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).

Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000 kasus,

sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah

1,16 tiap 1.000.000 dosis.

SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa

tahun setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah

menderita campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak

jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak memegang peranan dalam

patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-

kira 3 tahun kemudian.

7. Lain-lain (jarang) : miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan

lain-lain.

Page 17: REfrat Campak

I. PENATALAKSANAAN

Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:

1. Pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh, dll untuk

mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat karena

demam.

2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat

kesadaran dan adanya komplikasi

3. Suplemen nutrisi

4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder

5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang

6. Anti piretik bila demam, yaitu non-aspirin misal acetaminophen.

7. Pemberian vitamin A

Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara

berkembang terbukti berhubungan dengan penurunan angka kejadian

morbiditas dan mortalitas.

Dosis 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal

1 tahun : 200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal

Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan keluhan

oftalmologi sehubungan dengan defisiensi vitamin A

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian vitamin A

untuk semua anak dengan campak akut, terlepas dari negara mereka tinggal.

Dari catatan, konsentrasi serum rendah vitamin A yang ditemukan pada anak

dengan campak yang parah di Amerika Serikat. Jadi, dirokemdasikan dua

dosis vitamin A yang diberikan 24 jam terpisah. Dosis spesifik harus

diberikan 2 sampai 4 minggu kemudian untuk anak-anak dengan tanda-tanda

klinis dan gejala kekurangan vitamin A..

8. Antivirus

Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan

secara in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak

Page 18: REfrat Campak

berat dan penderita dewasa yang immunocompromissed. Namun penggunaan

ribavirin ini masih dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk

penderita anak.

9. Pengobatan komplikasi

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan

memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera

terhadap komplikasi yang timbul:

1. Istirahat.

2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..

3. Medikamentosa :

a. Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.

b. Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6

jam, dosis maksimum 600 mg/hari.

c. Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic

antitussive (codein) tidak boleh digunakan.

d. Mukolitik bila perlu.

e. Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral

sangat bermanfaat.

J. PROGNOSIS

Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk

bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila

ada komplikasi.

Prognosis untuk campak umumnya baik, dengan infeksi hanya kadang-

kadang menjadi fatal. CDC melaporkan tingkat kematian anak dari infeksi

campak di Amerika Serikat untuk menjadi 0,1-0,2%. Namun, banyak komplikasi

dan gejala sisa dapat muncul, dan campak merupakan penyebab utama kebutaan

pada anak di negara berkembang.

Page 19: REfrat Campak

Secara global, campak tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian

pada anak-anak. Menurut CDC, campak menyebabkan 197.000 kematian

diperkirakan seluruh dunia pada 2007. Sebuah penelitian memperkirakan 85%

dari kematian ini terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Dari 2000-2007, kematian

di seluruh dunia turun 74% (197.000 dari perkiraan 750.000), berkat kemitraan

beberapa organisasi global.

Kasus fatalitas tingkatanya lebih tinggi pada anak di bawah 5 tahun.

Tingkat kematian tertinggi di antara bayi usia 4-12 bulan dan pada anak-anak

yang immunocompromised karena human immunodeficiency virus (HIV) infeksi

atau penyebab lain.

Komplikasi campak lebih mungkin terjadi pada orang muda dari 5 tahun

atau lebih tua dari 20 tahun, dan morbiditas dan mortalitas meningkat pada orang

dengan gangguan defisiensi imun, malnutrisi, defisiensi vitamin A, dan vaksinasi

tidak memadai.

Croup, ensefalitis, dan pneumonia adalah penyebab kematian yang paling

umum yang berhubungan dengan campak. Campak ensefalitis, suatu komplikasi

yang jarang namun serius, memiliki tingkat kematian 10%

K. PENCEGAHAN

1. Pencegahan Tingkat Awal (Premordial Prevention)

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang

masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat

dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan

makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh

2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang

terkena penyakit campak, yaitu:

a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya

pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.

Page 20: REfrat Campak

b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan

pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat

melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.

3. Pencegahan Tinkat Kedua (Secondary Prevention)

Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini

mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian

pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat

progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan

kecatatan, yaitu :

4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Imunisasi aktif : ini dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan

Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan

imunitas yang berlangsung lama. Pencegahan juga dengan imunisasi pasif.

L. IMUNISASI CAMPAK

1. Imunisasi Aktif

Termasuk dalam Program Imunisasi Nasional. Dianjurkan pemberian vaksin

campak dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada

usia 9 bulan. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui

program BIAS.

2. Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)

Indikasi

a. Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat

imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan

kontraindikasi.

b. Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak

mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit

ini, maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7

Page 21: REfrat Campak

hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai

usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.

Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat

0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV maksimal 15 ml/dose

IM.

Sebuah penelitian di China pada tahun 2010 menunjukkan bahwa bayi

yang lahir dari ibu yang mendapat kekebalan terhadap campak dengan

vaksinasi memiliki jumlah antibodi terhadap campak yang relatif lebih kecil

dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang sebelumnya pernah

menderita sakit campak. Hal ini mengakibatkan hilangnya kekebalan terhadap

campak sebelum usia vaksinasi. Hal yang mungkin dapat dilakukan adalah

dengan memberi vaksin campak pada wanita sebelum hamil sehingga bayinya

kelak akan mendapatkan lebih banyak IgG campak secara maternal dan

memiliki durasi perlindungan terhadap campak lebih lama. (1)

Vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR)

Vaksin MMR adalah campuran dari tiga jenis virus yang dilemahkan

yang disuntik untuk imunisasi melawan demam campak, beguk dan rubela.

MMR umumnya diberikan kepada anak-anak yang berumur 1 tahun dengan

dosis penguat diberikan sebelum memasuki umur sekolah (sekitar umur 4 atau

5). Di Amerika Serikat, vaksin MMR diijinkan pada tahun 1963 dan

penguatnya dimulai pada pertengahan tahun 1990-an. Vaksin MMR

digunakan secara luas di seluruh dunia sejak diperkenalkan pada awal 1970-

an.

Kebanyakan anak mendapatkan imunisasi measles (campak), mumpus

(gelondongan), dan Rubella (campak jerman) sekaligus dalam satu suntikan

yaitu MMR. Ketiga vaksin ini bekerja dengan baik, dan akan melindungi

sebagian besar anak seumur hidupnya. Anak sebaiknya mendapatkan 2 kali

Page 22: REfrat Campak

vaksin MMR. Dosis pertama diberikan diantara usia 12 – 15 bulan, sedang

dosis kedua dapat diberikan pada usia 4 -6 tahun sebelum anak masuk SD.

Apabila ketika terjadi wabah, vaksin MMR dapat diberikan sebelimberusia 1

tahun. Ini diberikan sebagai pencegahan jangka pendek saja, nantinya tetap

harus diberikan 2 dosis vaksin ini pada jadwal seperti disebutkan diatas.

Efek samping imunisasi MMR dapet berupa demam dan bercak

kemerahan yang timbul sekitar 1-2 minggu setelah imunisasi. Reaksi ini akan

menghilang dalam beberapa hari. Kejang demam kadang dapat terjadi pada

anak yang diberikan imunisasi MMR. Anak yang diketahui alergi berat

terhadap gelatin atau neomycin antibiotik tidak boleh diberikan imunisasi

MMR. Demikian juga anak yang mempunyai reaksi alergi berat setelah vaksin

MMR tidak boleh diberikan vaksin MMR ulangan. Anak yang kekebalan

tubuhnya ditekan (karena mempunyai penyakit seperti kanker atau infeksi

HIV, atau pengobatan semacam steroid) sebaiknya dievaluasi oleh dokter

sebelum diberikan vaksin MMR. Anak yang baru mandapatkan transfusi atau

produk darahlainnya sebaiknya menunggu beberapa bulan sebelum

mendapatkan MMR.

Hubungan MMR dengan Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasive pada anak yang

ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,

bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi social. Perdebatan yang terjadi

akhir-akhr ini berkisar pada gan autism dengan imunisasi MMR. Banyak

orang tua menolak imunisasi karena mendapatkan informasi bahwa imunisasi

MMR dapat menyebabkan autisme. Akibatnya anak tidak mendtrapatkan

perlindungan imunisasi untuk menghindari penyakit-penyakit yang lebih

berbahaya, Difteri, Tetanus, pertusis, TBC dan sebagainya. Banyak penelitian

yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan bahwa autisme tidak

Page 23: REfrat Campak

berkaitan dengan imunisasi MMR. Tetapi memang terdapat penelitian yang

menunjukkan bahwa autisme dan imunisasi MMR berhubungan.

Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah

penyakit Campak, Mumps, dan rubella. Pemberian vaksin MMR biasanya

diberikan pada usia anak 16 bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup

yang dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan secara terpisah, tetapi dalam

beberapa tahun kemudian digabng menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi

tersebut terdiri dari virus hidup campak galur Edmonton atau Schwarz yang

telah dilemahkan, komponen antigen rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3

yang dilemahkan dan antigen gondongan dari virus hidup galur Jerry Lynn

atau Urabe AM-9.

Pendapat yang mendukung autisme berkaitan dengan imunisasi:

Terdapat beberapa penelitian dan beberapa kesaksian yang mengungkapkan

autisme mungkin berhubungan dengan imunisasi MMR. Reaksi imunisasi

MMR secara umum ringan, pernah dilaporkan kasus meningoensefalitis pada

minggu 3-4 setelah imunisasi di Inggris dan beberapa tempat lainnya. Reaksi

klinis yang pernah dilaporkan meliputi kekakuan leher, iritabilitas hebat,

kejang, gangguan kesadaran, serangan ketakutan yang tidak beralasan dan

tidak dapat dijelaskan, deficit motorik/sensorik, gangguan penglihatan, deficit

visual atau bicara yang serupa dengan gejala pada anak autisme.

Andrew Wakefield dari Ingris melakukan penelitian terhadap 12 anak,

ternyata terdapat gangguan Inflamatorry Bowel Disease pada anak autisme.

Hal ini berkaitan dengan setelah diberikan imunisasi MMR. Bernarld Rimland

dari Amerika juga mengadakan penelitian mngenai hubungan antara vaksinasi

terutama MMR dan autisme. Wakefield dan Montgomery melaporkan adanya

virus morbili dengan 70 anak dari 90 anak autisme dibandingkan dengan 5

anak dari 70 anak yang tidak autisme. Hal ini hanya menunjukkan hubungan,

belum membuktikan adanya sebab akibat.

Page 24: REfrat Campak

Pendapat yang menentang bahwa imunisasi MMR menyebabkan autisme

Sedangkan penelitian yang mengungkapkan bahwa MMR tidak

mengakibatakan autisme lebih banyak lagi dan lebih sistematis. Brent Taylor,

melakukan penelitian epidemiologic dengan menilai 498 anak dengan

autisme. Didapatkan kesimpulan terjadi kenaikan tajam penderita autismnge

pada tahun 1979, namun tidak ada peningkatan kasus autisme pada tahun

1988 saat MMR mulai digunakan. Didapatkan kesimpulan bahwa kelompok

anak yang tidak mendapatkan MMR juga terdapat kenaikan kasus autisme

yang sama dengan kelompok yang diimunisasi MMR.

Dales dkk sperti yang dikutip dari JAMA 2001, mengamati anak yang lahir

sejak tahun 1980 hingga 1994 di California, sejak tahun 1979 diberikan

imunisasi MMR. Menyimpulakn bahwa kenaikan angka kasus autisme di

California, tidak berkaitan dengan mulainya pemberian MMR.

Institute of Medicine, suatu badan yang mengkaji keamanan vakasin telah

melakukan kajian yang mendalam antara hubungan autisme dengan MMR.

Badan itu melaporkan bahwa secara epidemiologis tidak terdapat hubungan

antara MMR dengan ASD. The British Journal of General Practice

mempublikasikan penelitian De Wilde, pada bulan Maret 2001. Meneliti anak

dalam 6 buln setelah imunisasi MMR dibndingkan dengn anak tanpa autisme.

Menyimpulkan tidak terdapat perubahan perilaku anak secara bermakna

antara kelompok kontrol dan kasus.

Rekomendasi Institusi atau Badan Kesehatan Dunia

Beberapa institusi atau badan kesehatan yang independen dan sudah diakui

kredibilitasnya juga melakukan kajian ilmiah dan penelitian tentang tidak

adanya hubungan imunisasi dengan autisme. Dari hasil kajian tersebut,

dikeluarkan rekomdasi untuk tenaga professional untuk tetap menggunakan

imunisasi MMR dan thimerosal karena tidak terbukti mengakibatkan autisme.

The All party Parlimentary Group on Primary care and Public Health pada

bulan agustus 2000, menegaskan bahwa MMR aman. Dengan

Page 25: REfrat Campak

mmemperhatikan hubungan yang tidak terbukti antara beberapa kondisi

seperti IBS dan autisme adalah tidak berdasar.

WHO pada bulan januari 2001 menyatakan mendukung sepenuhnya

penggunaan imunisasi MMR dengan didasarkan kajian tentang keamanan dan

efikasinya.

Page 26: REfrat Campak

DAFTAR PUSTAKA

imuunisasi

1. Zhao et al., 2010. Low Titers of Measles Antibody in Mothers Whose Infants

Suffered from Measles Before Eligible Age for Measles Vaccination. Virology

Journal 2010, 7:87.

2. Nicola P. Klein et al, Measles-Mumps-Rubella-Varicella Combination Vaccine

and the Risk of Febrile Seizures. PEDIATRICS Volume 126, Number 1, July

2010.

3. Irja Davidkin et al, Persistence of Measles, Mumps, and Rubella Antibodies in an MMR-Vaccinated Cohort: A 20-Year Follow-up. JID 2008:197 (1 April.)

4. James A. Wright et al , Understanding variation in measles–mumps–rubella immunization coverage—a population-based study. European Journal of Public Health, Vol. 16, No. 2, 137–142

5. Michiel van Boven et al, Estimation of measles vaccine efficacy and critical vaccination coverage in a highly vaccinated population. J. R. Soc. Interface (2010) 7, 1537–1544.

6. H Campbell et al, Review of the effect of measles vaccination on the epidemiology of SSPE. International Journal of Epidemiology 2007;36:1334–1348

7. Helen Rosenlund et al, Allergic Disease and Atopic Sensitization in Children in

Relation to Measles Vaccination and Measles Infection. PEDIATRICS Volume

123, Number 3, March 2009.

8. Eric K. France et al, Risk of Immune Thrombocytopenic Purpura After Measles-

Mumps-Rubella Immunization in Children. PEDIATRICS Volume 121, Number

3, March 2008.

9. Carl T. D'Angio et al, Measles-Mumps-Rubella and Varicella Vaccine

Responses in Extremely Preterm. PEDIATRICS Volume 119, Number 3, March

2007.

10. Anders Hviid et al, Measles-Mumps-Rubella Vaccination and Asthma-like

Disease in Early Childhood. Am J Epidemiol 2008;168:1277–1283.

Page 27: REfrat Campak

etiologi

11. Nakatsu Y et al., 2008. Measles Virus Circumvents the Host Interferon Response

by Different Actions of the C and V Proteins. Journal of Virology 2008, Vol.82,

No.17.

12. Melinda A. Briendley et al, Blue Native PAGE and Biomolecular Complementation Reveal a Tetrameric or Higher-Order Oligomer Organization of the Physiological Measles Virus Attachment Protein H. Journal of Virology, Dec. 2010, p. 12174–12184

13. Elits Avota et al, Cytoskeletal Dynamics: Concepts in Measles Virus Replication and Immunomodulation. Viruses 2011, 3, 102-117.

14. Ambroise Desfosses et al, Nucleoprotein-RNA Orientation in the Measles Virus Nucleocapsid by Three-Dimensional Electron Microscopy. Journal of Virology, Feb. 2011, p. 1391–1395.

15. Radolphe Suspene et al, Double-Stranded RNA Adenosine Deaminase ADAR-1-Induced Hypermutated Genomes among Inactivated Seasonal Influenza and Live Attenuated Measles Virus Vaccines. Journal of Virology, Mar. 2011, p. 2458–2462

16. Simone V. Ward et al, RNA editing enzyme adenosine deaminase is a restriction factor for controlling measles virus replication that also is required for embryogenesis. PNAS | January 4, 2011 | vol. 108 | no. 1 | 331–336

17. Richard K. Plemper et al, Structural and Mechanistic Studies of Measles Virus

Illuminate Paramyxovirus Entry. PLoS Pathogens June 2011 | Volume 7 | Issue 6

|

patofisiologi

18. Kouadio et al., Measles Outbreaks in Displaced Populations: a Review of

Transmission, Morbidity and Mortality Associated factors. BioMedicalCentral

International Health and Human Rights 2010 10:5.

19. Takeda Makoto, Measles virus breaks through epithelial cell barriers to achieve transmission. The Journal of Clinical Investigation Volume 118 Number 7 July 2008

20. Samantha R et al. T Cell-, Interleukin-12-, and Gamma Interferon-Driven Viral

Clearance in Measles Virus-Infected Brain Tissue. Journal of Virology, Apr.

2011, p. 3664–3676.

epidemiologi

Page 28: REfrat Campak

21. Susana Scott et al, Predicted impact of the HIV-1 epidemic on measles in developing countries: results from a dynamic age-structured model. International Journal of Epidemiology 2008;37:356–367

22. Andrew J. K. Conlan et al, Seasonality and the persistence and invasion of measles. Proc. R. Soc. B (2007) 274, 1133–1141

23. E. O. Ohuma et al, Evaluation of a measles vaccine campaign by oral-fluid surveys in a rural Kenyan district: interpretation of antibody prevalence data using mixture models. Epidemiol. Infect. (2009), 137, 227–233.

Terapi24. Christopher R Sudfeld et al, Effectiveness of measles vaccination and vitamin A

treatment. International Journal of Epidemiology 2010;39:i48–i5525. Chunsheng Liu et al, Systemic Therapy of Disseminated Myeloma in Passively

Immunized Mice Using Measles Virus-infected Cell Carriers. Molecular Therapy vol. 18 no. 6, 1155–1164 june 2010.

26. Richard K Plemper et al, Measles control – Can measles virus inhibitors make a

difference?. Curr Opin Investig Drugs. 2009 August ; 10(8): 811–820.

27. Jeong-Joong Yoon et al, Target Analysis of the Experimental Measles

Therapeutic AS-136A. ANTIMICROBIAL AGENTS AND CHEMOTHERAPY,

Sept. 2009, p. 3860–3870 Vol. 53, No. 9.