referat sinusitis dengan komplikasi orbita...fix

37
Clinical Science Session SINUSITIS DENGAN KOMPLIKASI ORBITA Oleh : Ira Camelia Fitri 07120143 Richard Santosa 0810313176 Lorensia Fitra Dwita 0810313205 Preseptor : dr. Effy Huriyati, Sp. THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA DAN LEHER

Upload: lorensia-fitra-dwita

Post on 24-Apr-2015

84 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Clinical Science Session

SINUSITIS DENGAN KOMPLIKASI ORBITA

Oleh :

Ira Camelia Fitri 07120143

Richard Santosa 0810313176

Lorensia Fitra Dwita 0810313205

Preseptor :

dr. Effy Huriyati, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

BEDAH KEPALA DAN LEHER

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2012

Page 2: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayahNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sinusitis Dengan Komplikasi

Orbita ”. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik

di bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUP DR M Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Effy Huriyati SpTHT-KL sebagai preseptor

yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat

ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat

memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang “Sinusitis Dengan

Komplikasi Orbita” terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, Maret 2012

Penulis

Page 3: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………. i

DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… iii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 1

1.2 Batasan Masalah………………………………………………………. 2

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………… 2

1.4 Metode Penulisan……………………………………………………... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 3

2.1 Definisi ……………………………………………………………….. 3

2.2 Anatomi Sinus Paranasal…………………………………………….... 3

2.3 Epidemiologi ………………………………………...……………….. 10

2.4 Etiologi………………………………………...……………………… 10

2.5 Patogenesis ……………………………………………………………. 11

2.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………… 13

2.7 Diagnosis………………………………………….…………………… 14

2.8 Penatalaksanaan……………………………………………………….. 17

2.9 Prognosis……………………………………………………………... 18

BAB III PENUTUP…………………………………………………………… 19

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 20

Page 4: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tulang-tulang Pembentuk dinding Lateral Hidung …………………… 4

Gambar 2 Meatus pada dinding Lateral Hidung……………………………… …. 5

Gambar 3 Struktur di balik Konka …………………………..…………………… 5

Gambar 4 Aliran Sekresi Sinus ……………….……………………………… …. 6

Gambar 5 Anatomi Sinus Paranasal …………………………..………………..… 6

Gambar 6 Anatomi Sinus Paranasal (tampak samping).……………………… …. 8

Gambar 7 Kompleks Osteomeatal …………………………..…………………… 9

Gambar 8 Klasifikasi Komplikasi Sinusitis pada Orbita……………………… …. 12

Gambar 9 Selulitis Preorbita …………………………..…………………… ……. 14

Gambar 10 Selulitis Orbita.. ……………….……………………………… …….... 14

Gambar 11 Abses Preorbita …………………………..…………………… ……. .. 14

Gambar 12 Contoh Pemeriksaan CT-Scan pada Sinusitis……………………… …. 16

Gambar 13 Nasal Endoskopi …………………………..…………………… ……. 16

Page 5: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Manifestasi klinis yang terjadi sesuai dengan komplikasi …………...……… 13

Page 6: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinusitis menjadi masalah kesehatan yang penting hampir di semua Negara dan angka

prevalensinya makin meningkat tiap tahunnya. Sinusitis paling sering dijumpai dan termasuk 10

penyakit termahal, karena membutuhkan biaya pengobatan cukup besar.  Prevalensi sinusitis di

Indonesia cukup tinggi. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung

dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817

penderita rawat jalan di rumah sakit. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-

Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,

69%nya adalah sinusitis1.

Gejala-gejala sinusitis ditandai dengan hidung tersumbat, nyeri tekanan pada wajah,

ingus purulent, gangguan penciuman, sakit kepala, demam dan gejala-gejala sistemik lainnya.

Komplikasi akibat sinusitis sangat bervariasi, baik lokal, intraorbital maupun intrakranial.

Komplikasi intrakranial berupa abses serebri, empiema subdural, meningitis dan osteomielitis.

Komplikasi pada orbita berupa edema, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbital, dan

thrombosis sinus kavernosus.2

Komplikasi ke orbita merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan karena

keistimewaan anatominya. Komplikasi ke orbital terjadi disebabkan secara anatomi sinus

ethmoidalis, maksila, dan frontal berhubungan dengan rongga orbita mata. Gejalanya bervariasi

dari tanda-tanda inflamasi, proptosis, kehilangan motilitas okuler dan kebutaan. Sinusitis dengan

komplikasi intra orbita ini adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman

Hippocrates. Sebelum munculnya terapi antibiotik, prevalensi komplikasi orbita pasca

rinosinusitis cukup tinggi sekitar 17-19 % dan prevalensi kebutaan sekitar 20-33%. Saat ini

setelah terapi antibiotic diperkenalkan, sekuel tersebut mencapai sekitar 5 % dari kasus. 3

Sejak dipublikasikan pertama kali oleh Hubert pada tahun 1973 hingga saat ini, banyak

perbedaan konsepsi dan kebingungan ditemukan mengenai manifestasi klinis dan korelasinya

dengan komplikasi. Salah satu perbedaan yang dimaksud adalah mengenai apakah trombosis

Page 7: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

sinus kavernosus juga diklasifikasikan sebagai komplikasi orbital atau komplikasi intrakranial.

Dari sisi klinis juga sulit untuk membedakan abses dan phlegmon dari hasil Computerized

Tommography Scan.4

Dengan demikian banyak hal mengenai sinusitis dengan komplikasi orbita yang masih

menjadi masalah saat ini. Ditambah lagi komplikasi sinusitis ke orbita menimbulkan komplikasi

yang mengancam jiwa karena diikuti secara kolektif oleh semua komplikasi intracranial, maka

harus diperlakukan sebagai darurat medis dan diobati secara agresif. Oleh sebab itu, diagnosis

dini dan intervensi bedah agresif dalam hubungannya dengan antibiotik spektrum luas

merupakan kunci keberhasilan pengelolaan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis

merasa perlu untuk menulis referat mengenai sinusitis dengan komplikasi orbita.

1.2 Batasan Penulisan

Penulisan referat ini dibatasi mengenai sinusitis dengan komplikas orbita, mencakup

definisi, anatomi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan tata laksana.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah membahas sinusitis dengan komplikas orbita

mencakup definisi, anatomi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tata

laksana.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini adalah berdasarkan tinjauan kepustakaan dari berbagai

literatur.

Page 8: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik sehari-

hari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut American Academy of

Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan

rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan:

(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,

(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan

(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.5

Sinusitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis. Penyebab terjadinya

sinusitis akut dan kronis pun berbeda. Untuk sinusitis akut itu biasanya terjadi karena rhinitis

akut, faringitis, tonsilitis akut dan lain-lain. Gangguan drainase, perubahan mukosa, dan

pengobatan merupakan penyebab terjadinya sinusitis kronis 5

2.2 Anatomi Sinus Paranasal

Ada empat pasang sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung sinus frontal

kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri

(atrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang

merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui

ostium masing-masing. 6

Sinus-sinus ini pada dasarnya adalah rongga-rongga udara yang berlapis mukosa di dalam

tulang wajah dan tengkorak. Pembentukannya dimulai sejak dalam kandungan. Sinus paranasal

terbentuk pada fetus usia bulan ketiga atau menjelang bulan keempat dan tetap berkembang

selama masa kanak-kanak, akan tetapi hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus

maksila dan etmoid. Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar

8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga

usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter dan

Page 9: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi sekitar usia 8

hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau dua puluhan.7

Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum berdiferensiasi. Pertumbuhan

pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian akan menjadi konkha inferior.

Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi konka media, superior dan

supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua. Pertumbuhan ini diikuti

dengan pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum etmoid. Sinus-sinus

kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga, depresi, ostium dan prosesus yang dihasilkan

merupakan struktur yang kompleks yang perlu dipahami secara detail dalam penanganan

sinusitis, terutama sebelum tindakan bedah. 7 Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung

dijelaskan dalam gambar 1.

Gambar .1. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung 8

(1. Nasal; 2. Frontal; 3. Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus palatina horizontal;

7.Konka superior (etmoid); 8. Konka media (etmoid); 9. Konka inferior;10. Foramene sfenopalatina; 11. Lempeng

pterigoid media; 13.Hamulus pterigoid media)

Dari struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh tulang-tulang nasal,

frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi dibentuk oleh maksila dan prosesus palatina,

palatina dan prosesus horizontal. Gambar 1 menunjukkan anatomi tulang-tulang pembentuk

dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat konka menonjol dari tulang etmoid, konka

supreme, superior, dan media. Konka inferior dipertimbangkan sebagai struktur independen.7

Masing-masing struktur ini melingkupi ruang di baliknya di bagian lateral yang disebut meatus,

seperti terlihat pada gambar 2.

Page 10: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Gambar 2. Meatus pada dinding lateral hidung8

Sebuah lapisan tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi muara sinus

maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang konka media. Bagian tulang

kecil ini dikenal sebagai prosesus unsinatus. Jika konka media diangkat, maka akan tampak

hiatus semilunaris dan bulla etmoid seperti tampak pada gambar 3. Dinding lateral nasal bagian

superior terdiri dari sel-sel sinus etmoid yang ke arah lateral berbatasan dengan epitel olfaktori

dan lamina kribrosa yang halus. Superoanterior dari sel-sel etmoid terdapat sinus frontal. Aspek

postero-superior dari dinding lateral nasal merupakan dinding anterior dari sinus sfenoid yang

terletak di bawah sela tursika dan sinus kavernosa.7

Gambar 3. Struktur di balik konka 8

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah yang

berbeda dalam kavum nasi seperti terlihat dalam gambar 4. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju

resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior

menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju

meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus

nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior. 7

Page 11: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Gambar 4. Aliran sekresi sinus 8

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior

rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus

maksila, sinus frontalis dan etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang

diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus

sfenoid. 6.

Gambar 5. Anatomi Sinus Paranasal 9

a. Sinus Maksila 10

Terbentuk pada usia fetus 3-4 bulan yang terbentuk dari prosesus maksilaris arkus I.

Sinus maksila berbentuk piramid, dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina. Dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal

Page 12: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya

ialah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum.

Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa, saat

lahir sinus maksila bervolume 6-8 cc.

Sinus maksilaris berhubungan dengan :

Kavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika

dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

Gigi, dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar

(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring dan gigi molar (M3),

bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus.

Duktus nasolakrimalis, terdapat di dinding kavum nasi.

b. Sinus Etmoid 10

Terbentuk pada fetus usia 4 bulan .

Saat lahir berupa 2-3 sellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 sellulae,

dindingnya tipis.

Bentuk sinus etmoid seperti piramid berongga-rongga seperti sarang tawon, terletak di

dalam massa bagian lateral os etmoid yang terletak di antara konka media dan dinding

medial orbita.

Sinus etmoidalis berhubungan dengan :

Fosa kranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina kribrosa. Jika terjadi

infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah kranial (meningitis, ensefalitis dsb).

Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea. Jika melakukan operasi pada sinus

ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill

Hematom.

Nervus Optikus.

Nervus, arteri dan vena etmoidalis anterior dan posterior.

c. Sinus Frontalis 10

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak, tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewasa ± 7cc.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Page 13: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Berhubungan dengan :

Fosa kranii anterior, dibatasi oleh tulang kompakta.

Orbita, dibatasi oleh tulang kompakta.

Dibatasi oleh periosteum, kulit, tulang diploik.

d. Sinus Sfenoidalis 10

Terbentuk pada fetus usia bulan ke-3.

Terletak pada korpus, alas dan prosesus os sfenoidalis.

Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

Berhubungan dengan :

Sinus kavernosus pada dasar kavum kranii.

Glandula pituitari, kiasma n.optikum.

Traktus olfaktorius.

Arteri basillaris batang otak

Gambar 6. Anatomi Sinus Paranasal (tampak samping) 9

Fungsi sinus paranasal adalah : 6

Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga

bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.

Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning).

Page 14: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban

udara.

Penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa

serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

Membantu keseimbangan kepala.

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada

waktu bersin atau membuang ingus.

Membantu produksi mukus

Resonansi suara.

Kompleks Osteo-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius ada muara-muara

saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus ethmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit,

terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di belakang processus uncinatus, resesus

frontalis, bula ethmoid, dan sel-sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

maksila.6

Gambar 7. Kompleks Osteo-Meatal 9

2.3 Epidemiologi

Frekuensi komplikasi orbita dari infeksi sinus berkisar dari 0,5% sampai 3,9%, namun

kejadian abses orbital atau periorbital sangat bervariasi dari 0% sampai 25%. Sebuah studi yang

jauh lebih besar dari Hospital for Sick Children di Toronto (6770 pasien) melaporkan bahwa 159

Page 15: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

diantaranya telah mengalami komplikasi pada orbita (2,3%); dan 17 (10,7%) diantaranya

mengalami pembentukan abses. Di antara 158 pasien yang dirawat di Children's Hospital

National Medical Center dengan preseptal atau orbital selulitis, 20,8% diantaranya telah

mengalami pembentukan abses orbital atau periorbital. Di antara kasus-kasus dengan komplikasi

orbital pada penyakit sinus lainnya, insiden pembentukan abses bervariasi dari 6,25% sampai

20% hingga 78,6%. 11

Saat antibiotik sudah tersedia, 1,9% pasien dengan selulitis orbital dapat berkembang

menjadi meningitis, meskipun pengobatan yang tepat adalah dengan antibiotik sistemik.

Meskipun pengobatan agresif dilakukan dengan antibiotik dan pembedahan drainase, abses

orbital bisa dihancurkan. Dalam suatu kasus di mana hasil visualisasi akhir dilaporkan 7,1%

sampai 23,6% pasien menjadi buta.11

Selulitis orbita adalah penyakit yang terutama menyerang anak-anak dan remaja dengan

distribusi usia berkisar antara 0-15 tahun. Dalam suatu kasus dilaporkan, penyakit sinus menjadi

faktor predisposisi yang paling umum. Pada kelompok anak, 91% pasien dengan pemeriksaan

radiologis dikonfirmasi dengan penyakit sinus, umumnya pada sinus ethmoid dan sinus

maksilaris. Sinusitis ethmoidal telah dibuktikan sebagai sumber infeksi mulai dari 43% menjadi

75% pasien dalam berbagai kasus, tetapi biasanya datang dengan infeksi rahang atas pada sisi

yang sama.Infeksi sinus frontal juga telah sering diidentifikasi terutama di kasus dengan subjek

penelitian terdiri dari sejumlah besar remaja dan orang dewasa. 11

2.4 Etiologi

Mikroorganisme pathogen yang paling sering menyebabkan selulitis dan abses sama

dengan yang terdapat pada sinusitis akut dan kronis, tergantung pada lamanya dan etiologi dari

sinusitis primernya. Mikroorganisme tersebut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenzae, S. aureus dan bakteri anaerob (Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium dan

Peptostreptococcus spp.) 12

2.5 Patogenesis

Orbita rentan terhadap perpindahan infeksi dari sinus yang bersebelahan, karena

dikelilingi oleh sinus-sinus pada ke tiga sisinya. Hal ini lebih ditekankan pada anak-anak, karena

anak-anak mempunyai tulang septa dan dinding sinus yang lebih tipis, porositas tulang yang

Page 16: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

lebih besar, garis sutura yang terbuka dan pembuluh darah foramen yang lebar. Orbita

dipisahkan dari sinus ethmoid dan sinus maksila oleh lempeng tulang tipis ( lamina papiracea )

saja, sehingga infeksi dapat menyebar langsung oleh penetrasi dari tuang tipis tersebut. 13

Infeksi juga dapat meluas secara langsung dengan melintasi foramen etmoidalis anterior

dan posterior, karena sistem pembuluh vena pada mata tidak mempunyai katup maka vena yang

melebar serta komunikasi limfatik antara sinus dan struktur sekitarnya memungkinkan aliran dua

arah yang dapat menyebabkan tromboflebitis dan penyebaran infeksi. 13

Komplikasi orbita telah dikategorikan oleh Chandler menjadi lima tahap yang terpisah

menurut tingkat keparahannya, yaitu 14

1. Udem inflamasi dan selulitis preseptal

Udem terjadi karena adanya tekanan inflamasi pada pembuluh darah etmoid yang menyebabkan

infeksi sehingga terjadi obstruksi vena. Pasien umumnya datang dengan tanda dan gejala

sinusitis yang berhubungan dengan udem dan eritema pada kelopak mata.

2. Selulitis orbita

Terjadi peradangan dan selulitis dari isi orbita dengan berbagai tingkat proptosis, kemosis dan

atau gangguan visual yang tergantung dari beratnya komplikasi. Keterlibatan orbita

menyebabkan udem difus dan infiltrasi bakteri pada jaringan adipose tetapi belum terjadi abses

3. Abses subperiosteal

Terjadi abses yang dapat menyebabkan keterbatasan gerakan dari bola mata. Selama infeksi

hanya terbatas di subperiosteal, maka tidak ada gangguan penglihatan yang terjadi. Pernglihatan

umumnya normal pada stadium awal namun dapat menjadi terganggu.

4. Abses orbita

Terjadi akumulasi pus dalam jaringan lunak orbita di belakang bola mata. Abses berkembang

karena terjadi perluasan infeksi ke lemak orbita yang berhubungan dengan proses inflamasi,

purulensi dan nekrosis lemak. Gangguan visual dapat terjadi karena tingginya tekanan dalam

orbita yang menyebabkan okusi arteri retina atau neuritis optic.

5. Thrombosis sinus kavernosus

Terjadi akibat perluasan dari infeksi orbita yang kemungkinan terjadi karena tidak adanya katup

pada pembuluh darah orbita yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Tahap ini adalah tahap

komplikasi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan adanya ptosis, nyeri orbital, gangguan

Page 17: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

berat ketajaman visual dan hilangnya penglihatan pada mata yang kontralateral. Persentase

terjadinya kebutaan dan kematian mencapai 20 persen.

Gambar 8 Klasifikasi Komplikasi Sinusitis pada Orbita 1

Pada tahun 1937, Hubert merupakan orang pertama yang mengklasifikasikan sejumlah

komplikasi orbital sinusitis menjadi lima kelompok (Kathmandu Universitas), klasifikasi ini

disempurnakan oleh Smith dan Spencer. Klasifikasi terbaru diperkenalkan oleh Chandler pada

tahun 1970 dan diterima dengan baik sampai hari ini. 12

Namun klasifikasi Chandler tidak mempertimbangkan karakteristik anatomi orbita dan

tidak sesuai lagi setelah adanya pengembangan CT-Scan. Penelitian yang dilakukan oleh

Antonio Augusto Velasco e Cruz dkk mengusulkan sebuah klasifikasi baru yang lebih objektif

untuk memandu dokter dalam menetapkan garis batas untuk setiap kasus3.

I. Selulitis Orbita

II. Abses Subperiosteal

III. Abses Orbita

Pada klasifikasi Chandler, thrombosis sinus cavernosus jelas bukan bentuk dari

komplikasi orbita, karena thrombosis sinus cavernosus merupakan komplikasi intrakranial. Pada

edema inflamasi dan preseptal selulitis secara tekstual ditegaskan hanya terjadi inflamasi dalam

sinus, hal ini membingungkan dengan inflamasi lainnya yang bukan disebabkan oleh sinusitis.3

Page 18: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

2.6 Manifestasi Klinis

Komplikasi Orbital yang disebabkan oleh sinusitis ditemui lebih sering di sisi

kanan dibandingkan sisi kiri. Gejala yang paling umum ditemukan pertama kali adalah edema

dan eritema diikuti dengan proptosis , rinorea purulent, kehilangan motilitas okuler dan diplopia

serta gejala konstitusional seperti demam dan sakit kepala.12

Tabel 1. Manifestasi klinis yang terjadi sesuai dengan komplikasi 12

Grup 1

Udem inflamasi dan selulitis

preseptal (periorbita)

Karena drainase vena terbatas

akibat edema inflamasi

Pembengkakan kelopak mata

tidak nyeri tekan

Grup 2

Selulitis Orbita

Edema dan peradangan tanpa

pembentukan abses

Pembengkakan kelopak mata

dengan tanda-tanda proptosis

dan mobilitas meta berkurang

serta chemosis

Grup 3

Abses Subperiosteal

Pus terkumpul di ruang

antara tulang dan periosteum

Ditandai edema dan proptosis

yang lebih lanjut

Grup 4

Abses Orbita

Pus terkumpul di dalam

ruang orbita

Proptosis semakin

memburuk, opthalmoplegia

dengan kehilangan

penglihatan

Grup 5

Trombosis

Sinus Cavernosus

Demam, sakit kepala,

opthalmoplegia, kehilangan

penglihatan, kelumpuhan

saraf kranial

Page 19: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Gambar 9. Selulitis Periorbita 16 Gambar 10. Selulitis Orbita11

Gambar 11. Abses

Periosteal12

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan utama, gejala-gejala, dan pemeriksaan fisik.

Tanda-tanda dan gejala terdiri dari kriteria mayor dan minor. Kriteria mayor meliputi nyeri

wajah dan nyeri tekan wajah, hidung tersumbat dan terasa penuh, keluar cairan dari hidung,

drainase purulen dan berwarna dari hidung, hiposmia atau anosmia, dan demam (pada sinusitis

akut). Kriteria minor termasuk sakit kepala, demam, halitosis, kelelahan, sakit gigi, batuk, dan

nyeri, rasa tekan, dan rasa penuh pada telinga. Beberapa gejala ditemukan spesifik pada anak

anak seperti batuk dan iritasi. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan dua kriteria mayor atau satu

mayor dan dua minor. 9.

Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan mempelajari riwayat penyakit pasien,

menanyakan tentang durasi dan faktor lain yang berhubungan dengan alergi lingkungan,

pengobatan (termasuk penggunaan alat semprot dekongestan hidung yang tidak sesuai), trauma

hidung, dan operasi hidung sebelumnya. Tindakan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik dengan

seksama, termasuk endoskopi hidung. Melalui pemeriksaan fisik yang menyeluruh, meliputi

hidung eksternal dan internal. 9

Page 20: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Untuk mendiagnosis sinusitis dengan komplikas orbita juga dimulai dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan gejala-gejala pada

tiap tahapan komplikasi sinusitis ke orbita.

Pemeriksaan Penunjang

a. Transiluminasi

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan

angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan). 9

b. Rontgen sinus paranasalis

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa 9

Penebalan mukosa

Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto

waters.

Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini memiliki kekurangan dimana

kadang kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus9

c. CT Scan

CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya

kelainan pada mukosa dan variasi anatominya yang relevan untuk mendiagnosis komplikasi

sinusitis ke orbita. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi

yang sangat besar yang berbahaya bagi mata. 9

Page 21: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Gambar 12. Contoh Pemeriksaan CT Scan pada Sinusitis17

d. Sinoscopy

Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang perubahan

mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus.

Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak

menyenangkan buat pasien. 9

Gambar 13. Nasal Endoskopi9

e. Pemeriksaan mikrobiologi

Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat

bila dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun demikian,

pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis

dilakukan dengan mengaspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik

yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini. 9

Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri. Dengan demikian untuk

menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya.

Legent F dkk (Prancis, 1994) menemukan kuman penyebab sinusitis maksila kronis yang

terbanyak adalah Stafilokokus aureus, diikuti Hemofilus influenza, Streptokokus pneumonia.

Sedangkan Fombeur dkk (Paris, 1994) menemukan kuman Streptokokus pneumonia sebagai

penyebab terbanyak dari sinusitis maksila kronis, diikuti oleh Stafilokokus aureus dan Hemofilus

influenza, Moraksela kataralis dan Corynebacterium sp. 9

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Medikamentosa

Page 22: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

Pengobatan medis harus kuat dan agresif dari tahap awal selulitis periorbital. Jika hal ini

tidak dilakukan, infeksi dapat berkembang menjadi selulitis orbital dan abses. Hasil dari

manajemen medis sebagian besar tergantung pada durasi dan tahap keterlibatan orbital. Jika

dicurigai adanya orbital selulitis atau abses, maka harus dikonsultasikan ke dokter mata.

Diagnosis harus cepat dan tindakan terapeutik harus dilakukan tanpa menunda. 18

Pasien dengan edema inflamasi kelopak mata ringan atau preseptal selulitis (grup 1)

dapat diobati dengan antibiotik oral dan dekongestan. Yang paling efektif adalah Cefuroxime,

amoksisilin klavulanat. Antibiotik parenteral diberikan pada komplikasi yang melibatkan

postseptal (grup2-5). Antibiotik parenteral meliputi Ceftriaxone atau Cefotaxime ditambah

cakupan untuk bakteri anaerob (penambahan Metronidazole atau Klindamisin). Antibiotik

untuk methicillin-sensitif S. aureus serta bakteri aerob dan anaerob termasuk Cefoxitin,

Carbapenems, dan kombinasi dari Penisilin (misalnya Tikarsilin) dan inhibitor beta-laktamase

(misalnya Asam klavulanat). Metronidazol diberikan dalam kombinasi dengan agen efektif

melawan aerobik atau fakultatif Streptokokus dan S. aureus. Glycopeptide (Vankomisin

misalnya) harus diberikan dalam kasus dengan adanya atau dicurigai adanya Methicillin-

resistant S. aureus (MRSA)18

2.8.2 Pembedahan

Pembedahan diindikasikan pada keadaan seperti dibawah ini, yaitu: 19

Pasien grup III, IV, dan V (Klasifikasi Chandler)

Stadium I dan II jika kondisi pasien memburuk dalam 24-48 jam setelah pengobatan

antibiotik

Ketajaman visual semakin memburuk

Peningkatan level Proptosis dan oftalmoplegia

Adanya abses yang tampak pada CT scan

Intervensi yang dilakukan berupa insisi atau drainase abses orbital, antrostomy intranasal,

operasi sinus frontal dengan menggunakan trephine, dan ethmoidectomy. Deteksi dini

komplikasi sinusitis dan penanganan yang segera dapat mencegah perburukan penyakit.5

2.9 Prognosis

Diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat dapat menghasilkan angka survival rate

70-75%. Namun gejala sisa permanen seperti kebutaan dan kelumpuhan saraf kranial lainnya

Page 23: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

umumnya terjadi pada penderita 18. Meskipun pengobatan agresif dilakukan dengan antibiotik

dan pembedahan drainase, abses orbital bisa dihancurkan. Dalam suatu kasus di mana hasil

visualisasi akhir dilaporkan 7,1% sampai 23,6% pasien menjadi buta. 11

Perlu diingat bahwa angka kematian setelah thrombosis sinus kavernosus bisa mencapai

80 %. Pada penderita yang berhasil sembuh, angka morbiditas biasanya berkisar antara 60-80 %,

dimana gejala sisa thrombosis sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik. 7

.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik sehari-

hari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Gejala-gejala sinusitis ditandai dengan hidung

tersumbat, nyeri tekanan pada wajah, ingus purulent, gangguan penciuman, sakit kepala, demam

dan gejala-gejala sistemik lainnya. Komplikasi ke orbita merupakan komplikasi yang paling

sering ditemukan karena keistimewaan anatominya.

Mikroorganisme pathogen yang paling sering menyebabkan selulitis dan abses sama

dengan yang terdapat pada sinusitis akut dan kronis, tergantung pada lamanya dan etiologi dari

Page 24: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

sinusitis primernya. Orbita rentan terhadap perpindahan infeksi dari sinus yang bersebelahan,

karena dikelilingi oleh sinus-sinus pada ke tiga sisinya. Komplikasi orbita telah dikategorikan

oleh Chandler menjadi lima tahap yang terpisah menurut tingkat keparahannya, yaitu udem

inflamasi dan selulitis preseptal, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan thrombosis

sinus kavernosus.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan utama, gejala-gejala, dan pemeriksaan fisik.

Tanda-tanda dan gejala terdiri dari kriteria mayor dan minor. Kriteria mayor meliputi nyeri

wajah dan nyeri tekan wajah, hidung tersumbat dan terasa penuh, keluar cairan dari hidung,

drainase purulen dan berwarna dari hidung, hiposmia atau anosmia, dan demam (pada sinusitis

akut). Kriteria minor termasuk sakit kepala, demam, halitosis, kelelahan, sakit gigi, batuk, dan

nyeri, rasa tekan, dan rasa penuh pada telinga.

Pengobatan medis harus kuat dan agresif dari tahap awal komplikasi orbita. Hasil dari

manajemen medis sebagian besar tergantung pada durasi dan tahap keterlibatan orbita. Diagnosis

harus cepat dan tindakan terapeutik harus dilakukan tanpa menunda.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTAIndonesia. 2006. Hal 1-6

2. Neto LM, Mitsuda AV, Fava AS. Et. al. Acute Sinusitis in Children - A Retrospective

Study of Orbital Complications. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology. 2007; 73 (1) :

81-5

3. Cruz AA, Demarco RC, Valera FC. Et.al. Orbital Complication of Acute Rhinosinusitis- A

new Classification. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology. 2007; 73 (5) : 684-8

4. Voegels RL. Sinusitis Orbitary Complications Classification : Simple and Practical

Answers. Brazilian Journal Otorhinolaryngology 2007 : 73 (5) ; 578

Page 25: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

5. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3.

6. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinus Paranasal. Dalam Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD [editor]. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008 : h.145-

149.

7. Hilgher PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar

Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53

8. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division of Trigeminal Nerve.

Maret 2012.Diunduh dari http://home.comcast.net/

9. Becker DG. Sinusitis. Jurnal of Long-Term Effects of Medical Implants. 2003 ; 13 (3) ;

175-194.

10. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced

Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505

11. Chaundry IA, Al-Rashed W, Arat Yo. The Hot Orbital : Orbital Cellulitis. Middle East

Afr J Ophthalmol. 2012. 19(1): 34–42.

12. Chavan SS. Et.al. Orbital Complication of Sinusitis-Case study. World Articles in Ear,

Nose, Throat. November 2010. Vol 3-1

13. Bailey JB. Sinusitis: In TextBook of Head and Neck Surgery- Otolaryngology Volume I

Ed 2.2006. p452

14. Zinreich Kennedy B. Orbital Complication: In TextBook Diseases of the Sinuses:

Diagnosis and Management. 2001: p169-170

15. Garryty James. Preceptal and Orbital Selullitis. Maret 2012. Diunduh dari

www.merckmanuals.com

16. Goldbert C. Periorbital Selullitis. 20 Maret 2012. Diunduh dari

www.meded.ucsd.edu.com

17. Elango S, Reddy TNK. Orbital Complications of Acute Sinusitis. Singapore Med J. 1990 ;

31 ; 341-344.

18. Brook Itzhak. Microbiology and anti Microba Treatment of Orbital and Intracranial

complications of Sinusitis in Children and their Management. International Journal of

Pediatric Otorhinolaryology. 2009 (73).1183-6

Page 26: Referat Sinusitis Dengan Komplikasi Orbita...Fix

19. Shah NJ. Complication of Sinusitis. Bombay Hospital Journal. 1999