referat grave's disease

49
1 I. PENDAHULUAN Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 1 Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik (perubahan fungsi fisiologis kelenjar tiroid “hipertiroid”) dan struma non toksik (eutiroid). Struma toksik sendiri dibagi menjadi struma diffusa toksik (Graves disease) dan struma nodusa toksik (Plummer’s disease). Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. 1 Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua terbesar setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease) merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul

Upload: john-elfran-sihombing

Post on 04-Aug-2015

982 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

referat graves disease LENGKAP

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Grave's Disease

1

I. PENDAHULUAN

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid dapat berupa

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1

Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik (perubahan

fungsi fisiologis kelenjar tiroid “hipertiroid”) dan struma non toksik (eutiroid).

Struma toksik sendiri dibagi menjadi struma diffusa toksik (Graves disease) dan

struma nodusa toksik (Plummer’s disease). Istilah diffusa dan nodusa lebih

mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan

menyebar luas ke jaringan lain. 1

Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua

terbesar setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease)

merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh

Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena Graves disease dan 40%

karena Plummer’s disease. 1

Graves disease (GD) pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825,

kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840.

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari

berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP

Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1

dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP

Page 2: Referat Grave's Disease

2

Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun (41,73%), tetapi

menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30 – 40 tahun.2

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999

diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian

hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44%

– 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS

diperkirakan 0,4% populasi menderita GD, biasanya sering pada usia di bawah 40

tahun. 2

Pengobatan penderita hipertiroid sangat komplek, dan masih banyak

perbedaan pendapat dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor

seks, umur, berat ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya,

penerimaan penderita serta pengalaman dari pengelolah harus dipertimbangkan.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin membahas lebih dalam mengenai GD. 2

Page 3: Referat Grave's Disease

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Graves disease (GD) adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif,

menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan

metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan

kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk

tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih

sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih

dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy

(pretibial myxedema).3

2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

GD merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan

antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka

penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum

diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang

mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan

sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).3

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating

antibodies pada penderita GD yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin

pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa

Page 4: Referat Grave's Disease

4

penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan  oleh multifaktor antara

genetik, endogen dan faktor lingkungan.3

Terdapat beberapa faktor predisposisi:3

2.2.1 Genetik

Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi

umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian

kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan

penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel

T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T

lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini

merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T

supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β)

mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak

dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper

yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan

meningkatkan proses autoimun.

2.2.2. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun

oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR

homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen

pada reseptor FSH.

2.2.3. Status gizi

Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi

timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.

Page 5: Referat Grave's Disease

5

2.2.4. Stress

Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat

jalur neuroendokrin.

2.2.5. Merokok

Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.

2.2.6. Infeksi

Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang

mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan

TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi

timbulnya penyakit Graves terutama pada penderita yang mempunyai

faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau

perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid

karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator

inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan

perkembangan penyakit ini.

2.2.7. Periode post partum

Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.

2.2.8. Pengobatan sindroma defisiensi imun (HIV)

Penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral

theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan

meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.

Page 6: Referat Grave's Disease

6

2.3.ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang

memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan

mengkonsentrasikan iodin yang digunakan  untuk sintesis hormon tiroid. Hormon

yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid

menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid (Parathormon ; PTH).

PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel

parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini

memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.4

Gambar 1. Anatomi Kelenjar TiroidDiambil dari (Sitorus, 2004)4

Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C

yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan

metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil

deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein

yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin

Page 7: Referat Grave's Disease

7

pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat

terdapat dalam sirkulasi darah.4

Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating

hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH

(Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam

sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol

produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan

konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap

TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai

akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga

dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga

melalui pengaruh persarafan.5

Gambar 2. Fisiologi Kelenjar TiroidDiambil dari (Hidayat, 2009)5

Page 8: Referat Grave's Disease

8

Produksi hormon tiroid (T3 dan T4) dalam kelenjar tiroid dipengaruhi oleh

hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh kelenjar

hopofisis. Sekresi TSH diatur oleh kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi melalui

pengaruh umpan balik negatif dan juga oleh Thyrotrophin Releasing Hormone

(TRH) dari hipotalamus. Kadar hormon bebas yang tinggi akan menekan sekresi

TSH oleh kelenjar hipofisis, sehingga produksi T3 dan T4 menurun. Sebaliknya

kadar hormon bebas yang rendah akan meningkatkan sekresi TSH sehingga

meningkatkan produksi T3 dan T4.5

Proses pembentukan T3 dan T4 dalam kelenjar tiroid menempuh beberapa

langkah, yaitu:6

2.3.1. Iodide  trapping

Proses ini merupakan transpor aktif (dengan stimulasi TSH) dan

berhubungan dengan Na,K,ATPase dimana sel folikel menarik yodida dari

darah kedalamnya (20 kali lebih kuat dari pada perfusi darah). Minimal

dibutuhkan lebih kurang 100-300 ug yodida untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

2.3.2. Organifikasi (oksidasi dan yodinasi)

Proses ini terdiri dari oksidasi (oleh tiroid peroksidase) dari yodida ke

yodium yang kemudian disusul oleh proses yodinasi dengan tirosin yang

berasal dari residu tirosil, dari pemecahan tiroglobulin untuk kemudian

membentuk monoiodothyrosine (MIT) dan diiodothyrosine (DIT).

2.3.3. Coupling

Terjadi proses coupling antara MIT dan DIT  sehingga terbentuk T3 dan

T4 yang terikat dengan tiroglobulin; terbentuknya T4 lebih dominan dari

Page 9: Referat Grave's Disease

9

pada T3 meskipun efek metaboliknya lebih lemah. Kedua hormon yang

terikat ini disimpan dalam koloid.

2.3.4. Sekresi

Melalui aktivitas lisosom (bantuan enzim protease), T3 dan T4 terlepas

dari tiroglobulin dan dengan pengaruh TSH, kedua hormon ini masuk

aliran darah dengan perbandingan T3:T4 = 1:5.  Selanjutnya terjadi proses

deyodinasi (bantuan hormon diyodotirosinase), dimana MIT dan DIT akan

dipecah menjadi yodium dan residu tirosil. Hanya sebagian kecil MIT dan

DIT yang dapat lolos masuk aliran darah (normal tidak terukur). Bentuk

bebas T3 dan T4 dalam sirkulasi hanya sekitar 0,3% dan 0,02% dari total

hormon keseluruhan dengan waktu paruh 1-1,5 hari (T3) dan 7 hari (T4).

Gambar 3. Produksi dan Regulasi Hormon TiroidDiambil dari (Price and Lorraine, 2006)6

Page 10: Referat Grave's Disease

10

Belum seluruhnya fisiologi hormon tiroid yang diketahui. Saat ini

diketahui bahwa hormon tiroid berperan penting dalam pembentukan kalori, pada

metabolisme karbohidrat, protein dan kolesterol serta proses pertumbuhan.

Hormon tiroid juga berhubungan erat dengan fungsi katekolamin dalam tubuh.6

2.3.5. Pembentukan kalori

Hormon ini bekerja dengan cara meninggikan komsumsi oksigen pada

hampir semua jaringan tubuh yang aktif dalam metabolisme, kecuali pada

otak, hipofisis anterior, limpa dan kelenjar limfe. Dengan meningkatnya

taraf metabolisme, maka kebutuhan tubuh akan semua zat makanan juga

bertambah. Tiroksin juga berperan dalam proses termogenesis, yaitu

dengan meningkatkan produksinya pada suhu dingin, yang berarti

memperbanyak pembentukan kalori selain dari adanya vasodilatasi perifer

dan bertambahnya curah jantung.

2.3.6. Metabolisme karbohidrat

Hormon tiroid bekerja dengan mempercepat penyerapan karbohidrat dari

usus dan efek ini tidak bergantung pada pada efek kalorigeniknya. Pada

keadaan hipertiroidisme, simpanan glikogen hati sangat sedikit karena

proses katabolisme yang tinggi disertai bertambahnya sekresi katekolamin

(adrenalin). Oleh karena itu pada penderita hipertiroidisme akan

ditemukan gambaran kurva uji toleransi glukosa oral yang sangat khas.

2.3.7. Metabolisme protein

Hormon tiroid (tiroksin) dalam kadar normal akan memperlihatkan efek

anabolik berupa sintesis  RNA dan protein yang bertambah. Sebaliknya

pada kadar yang berlebihan, justru akan terjadi hambatan sintesis RNA,

Page 11: Referat Grave's Disease

11

sehingga terjadi keseimbangan nitrogen negatif. Pada kadar sangat tinggi,

tiroksin dapat menimbulkan uncoupling pada proses fosforilasi oksidatif,

sehingga ATP berkurang dan pembentukan panas bertambah.

2.3.8. Metabolisme lemak dan kolesterol

Tiroksin akan merangsang proses lipolisis  dan pelepasan asam lemak

bebas dari jaringan lemak. Disamping itu juga terdapat rangsangan

terhadap sel hati untuk metabolisme dan sintesis kholesterol. Adanya

penurunan kadar kholesterol disebabkan oleh proses metabolisme 

melebihi proses sintesisnya.

2.3.9. Pertumbuhan

Efek hormon tiroid untuk proses pertumbuhan berhubungan erat dengan

pengaruhnya terhadap berbagai jenis enzim, metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein.

2.3.10. Sistem saraf

Efek yang terjadi mungkin sebagian disebabkan oleh sekresi katekolamin

yang meningkat, sehingga beberapa pusat dalam formasio retikularis

menjadi lebih aktif. Refleks tendon dalam (deep reflex tendon) juga

dipengaruhi dan biasanya akan jauh lebih cepat daripada normal.

2.4.PATOFISIOLOGI

Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi

berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).

Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil

meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.2

Page 12: Referat Grave's Disease

12

Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme

jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein.

Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh

melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler

kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-

proses intraseluler.2

Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa

protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat

dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat,

nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang - kadang gejala

klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan

otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.2

Patogenesis GD masih belum jelas diketahui. Diduga peningkatan kadar

hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang

menyebabkan kelenjar timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan antibodi terhadap

reseptor TSH, sehingga disebut sebagai antibodi reseptor TSH. Antibodi ini sering

juga disebut sebagai thyroid stimulating immunoglobulin (TSI). Dan ternyata TSI

ini ditemukan pada hampir semua penderita GD.2

Selain itu pada GD sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin dan

anti mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini

mempunyai peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi

mikrosom ini bisa ditemukan hampir pada 60 -70% penderita PG, bahkan dengan

pemeriksaan radioassay bisa ditemukan pada hampir semua penderita, sedangkan

antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50% penderita. Terbentuknya

Page 13: Referat Grave's Disease

13

autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol immunologik

(immunoregulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti HLA dan

faktor lingkungan seperti infeksi atau stress.7

Gambar 4. TSH dan Kelenjar Tiroid Orang Sehat dan Penderita Graves Disease

Diambil dari (Toft, 2001)7

Gambar 5. Patogenesis Graves DiseaseDiambil dari (Paulev and Zubieta)8

Page 14: Referat Grave's Disease

14

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penyakit Grave memiliki 4

gejala utama yaitu tirotoksikosis, goiter, opthalmopati, dan dhermopati. Adapun

patogenesis dari masing-masing gejala sebagai berikut:8

2.4.1. Tirotoksikosis

Hampir semua patogenesis penyakit ini melibatkan faktor immunologi.

Hiperaktivitas terjadi karena tersensitasinya T-helper. Tersensitasinya T-helper ini

akan berespon terhadap antigen yang terdapat pada tiroid, yang selanjutnya

memacu sel B untuk membentuk antibodi:

2.4.1.1. TSI (Thyroid-stimulating immunoglobulin) yang menurut hipotesis

para ahli dapat meningkat cAMP sehingga memacu terjadinya

tirotoksikosis.

2.4.1.2. TgAb (thyroglobulin antibody) yang dapat meningkatkan

tiroglobulin.

2.4.1.3. TPO Ab (Thyroperoksidase antibody) yang dapat memacu kerja

enzim peroksidase.

2.4.2. Opthalmopati

Patogenesis opthalmopati melibatkan Tcytotoxicity. Ini terjadi karena

tersensitasinya Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita,

otot orbita dan jaringan tiroid. Mekanisme tersensitasinya sampai saat ini

para ahli belum mengetahui secara pasti. Selanjutnya Tc akan

menghasilkan sitokin yang dapat menyebabkan:

2.4.2.1. Inflamasi pada fibroblast orbita

2.4.2.2. Orbital myositis

2.4.2.3. Diplopia

Page 15: Referat Grave's Disease

15

2.4.2.4. Proptosis

2.4.3. Dhermopati. Patogenesis dhermopati umurnya sama seperti opthalmologi

hanya saja daerah yang terkena pada daerah pretibia, subperiosteal pada

phalanges tangan dan kaki.

2.4.4. Patogenesis takikardi, anxietas, berkeringat disebabkan karena hormon

thyroid merangsang medulla adrenal untuk mensekresikan katekolamin.

Jumlah epinefrine normal tetapi ada peningkatan pada norepinefrine yang

bekerja pada sistem saraf simpatik. Terangsangnya sistem saraf simpatik

ternyata memberikan efek perangsangan pada daerah hipotalamus dan

ganglia basalis. Seperti yang diketahui bahwa hipotalamus berfungsi

sebagai regulator vegetatif (detak jantung, pernafasan, sekresi kelenjar,

berkeringat, dll) pada tubuh dan ganglia basalis (sebagai pusat emosi dan

pusat nafsu makan).

2.5. Diagnosis

2.5.1. Anamnesis

Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang

sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa

penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan

utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar

atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala

yang menonjol yaitu:2

Page 16: Referat Grave's Disease

16

− Nervositas

− Kelelahan atau kelemahan otot-otot

− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar

− Intoleransi terhadap udara panas

− Keringat berlebihan

− Perubahan pola menstruasi

− Tremor

− Berdebar-debar

− Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai

beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang

penderita tidak menyadari penyakitnya.2

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang

penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda

pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo,

pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan

pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut

sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.2

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

2.5.2.1. Inspeksi

2.5.2.1.1. Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan

kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.

Page 17: Referat Grave's Disease

17

sternokleidomastoideus relaksasi sehingga kelenjar tiroid mudah

dievaluasi

2.5.2.1.2. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

beberapa komponen berikut:

2.5.2.1.2.1. Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus

2.5.2.1.2.2. Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler

2.5.2.1.2.3. Jumlah: uninodusa atau multinodusa

2.5.2.1.2.4. Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa

noduler lokal

2.5.2.1.2.5. Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya

ikut bergerak

2.5.2.1.2.6. Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan

pembengkakan

2.5.2.2. Palpasi

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di

belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan.

Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi:

2.5.2.2.1. Perluasan dan tepi

2.5.2.2.2. Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak

dapat diraba trakea dan kelenjarnya

2.5.2.2.3. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan

2.5.2.2.4. Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus (tiroid letaknya lebih

dalam dari musculus ini)

Page 18: Referat Grave's Disease

18

2.5.2.2.5. Limfonodi dan jaringan sekitarnya

2.5.2.3. Auskultasi

“Bruit sound” pada ujung bawah kelenjar tiroid.

Gambar 6. Goiter pada Penderita Graves DiseaseDiambil dari (Toft, 2001)7

2.5.2.4. Tes Khusus

2.5.2.4.1. Pumberton’s sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi

merah

2.5.2.4.2. Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika tremor halus, diperiksa

dengan meletakkan sehelai kertas di atas tangan

2.5.2.4.3. Oftalmopati

Page 19: Referat Grave's Disease

19

Tabel 1. Pemeriksaan OftalmopatiTest Cara pemeriksaan mata & tanda hipertiroid

Joffroy sign Tidak bisa mengangkat alis dan mengerutkan

dahi

Von Stelwag Mata jarang berkedip

Von Grave Melihat ke bawah, palpebra superior tidak

dapat mengikuti bulbus okuli sehingga antara

palpebra superior dan cornea terlihat jelas

sklera bahagian atas

Rosenbach sign Memejam mata, tremor dari palpebra ketika

mata tertutup

Moebius sign Mengarahkan jari telunjuk mendekati mata

pasien di medial, pasien sukar mengadakan

dan mempertahankan konvergensi

Exopthalmus Mata kelihatan menonjol keluar

Diambil dari (Hermawan, 2000)2

Page 20: Referat Grave's Disease

20

Gambar 7. Eksoftalmus pada Penderita Graves DiseaseDiambil dari (Toft, 2001)7

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon

tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne atau Indeks New Castle

sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme

basal (BMR), bila basil BMR > ± 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita

hipertiroid.3

Tabel 2. Indeks Wayne

Page 21: Referat Grave's Disease

21

Diambil dari (Shahab, 2002)3

Tabel 3. Indeks New Castle

Diambil dari (Shahab, 2002)3

Page 22: Referat Grave's Disease

22

Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon timid

(thyroid function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free

thyroxine index (FT41). Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu

menegakkan diagnosis antara lain: pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti

tiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum, test penampungan

yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid

(thyroid scanning) Khir mengemukakan pendapatnya untuk menegakkan

diagnosis GD, yakni : adanya riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang

sama atau mempunyai penyakit yang berhubungan dengan otoimun, di samping

itu pada penderita didapatkan eksoftalmus atau miksedem pretibial; kemudian

dikonfirmasi dengan pemeriksaan antibodi tiroid.3

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang

2.5.3.1. Pemeriksaan laboratorium3

2.5.3.1.1. Kadar T4 & T3 meningkat (tirotoksikosis)

Page 23: Referat Grave's Disease

23

Gambar 8. Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidismeDiambil dari (Shahab, 2002)3

2.5.3.1.2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan

diagnosis Grave disease.

2.5.3.1.3. Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat

antitiroid seperti thioamides.

2.5.3.1.4. Pemeriksaan Gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat

memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang

meningkat dalam darah

2.5.3.1.5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati

yang sedang aktif.

2.5.3.2. Pemeriksaan Radiologi3

2.5.3.2.1. Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan

pada trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan

kelenjar yang membesar.

2.5.3.2.2. Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar

uptake iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding

penyebab hipertiroid.

Page 24: Referat Grave's Disease

24

2.5.3.2.3. USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi

pertama pada pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil

pemeriksaan laboratorium

2.5.3.2.4. CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan

massa dari tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea

(apakah ada penyempitan, deviasi dan invasi).

2.5.3.2.5. MRI Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus

hipertiroid)

2.5.3.2.6. Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga

sebagai terapi.

2.5.3.3. Pemeriksaan Jarum Halus

Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus.

Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan suspek diagnosis ataupun

benigna.

2.6. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi:2

2.6.1. Pengobatan Umum

2.6.1.1. Istirahat

Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin

meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang

Page 25: Referat Grave's Disease

25

melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam

keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2.6.1.2. Diet

Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara

lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang

negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.

2.6.1.3. Obat penenang

Mengingat pada GD sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat

diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.

2.6.2. Pengobatan Khusus

2.6.2.1. Obat antitiroid

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium,

lithium, perchlorat dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan

thionammide adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl – 2 mercaptoimidazole

(methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja menghambat

sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan menghambat

terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta

menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU

juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih

murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.

Page 26: Referat Grave's Disease

26

Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok

sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam

kelenjar dari pada di plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat

daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu persepuluhnya.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau

30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau

sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa

pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih

besar.

Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ,

antara lain adalah :

2.6.2.1.1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama

dibanding PTU di clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6 jam

sedangkan PTU + 11/2 jam.

2.6.2.1.2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik

dibanding PTU.

2.6.2.1.3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat

pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier

plasenta dan air susu sehingga untuk ibu hamil dan menyusui PTU

lebih dianjurkan.

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24

bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami

perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau

hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa

Page 27: Referat Grave's Disease

27

kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat,

struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau dosis

kurang).

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash

dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian

pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera

pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%),

kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang

menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi berupa

arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema,

limfadenopati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

2.6.3. Yodium

Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi

dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism

dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap

ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan

timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat. Pengobatan dengan

yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis

tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya

digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per

hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan

pembedahan. Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan

Page 28: Referat Grave's Disease

28

dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari sebelum dan sesudah

operasi.

2.6.4. Penyekat Beta (Beta Blocker)

Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya

hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis

ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin.

Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat

pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan

obat yang masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol

lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam

setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol:

2.6.4.1. penurunan denyut jantung permenit

2.6.4.2. penurunan cardiac output

2.6.4.3. perpanjangan waktu refleks Achilles

2.6.4.4. pengurangan nervositas

2.6.4.5. pengurangan produksi keringat

2.6.4.6. pengurangan tremor

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat

konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4

- 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena

penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat

menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol antara lain

Page 29: Referat Grave's Disease

29

sebagai: persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif,

mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid.

2.6.5. Ablasi kelenjar gondok

Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.

2.6.5.1. Tindakan pembedahan

Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka

yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan

pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan

keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I131 (wanita hamil atau

yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka

yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang keteraturannya minum obat

tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang

ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan

kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara

thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid

biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan

pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat

diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium

dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk

mencapai keadaan eutiroid yang permanen. Dengan penanganan yang baik, maka

angka kematian dapat diturunkan sampai 0.

2.6.5.2. Ablasi dengan I131

Page 30: Referat Grave's Disease

30

Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan

hipertiroid. Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah

pengobatan, namun karena harganya murah dan pemberiannya mudah, cara ini

banyak digunakan.

Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang

hiperfungsi. Sayangnya I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi

kelenjar gondok (30 — 70% dalam jollow up 10 — 20 tahun) tanpa ada kaitannya

dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di samping itu terdapat pula

peningkatan gejala pada mata sebanyak 1 — 5% dan menimbulkan kekhawatiran

akan terjadinya perubahan gen dan keganasan akibat pengobatan cara ini,

walaupun belum terbukti.

Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan

beratnya kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan ± 140 — 160 micro Ci/gram

atau dengan dosis rendah ± 80 micro Ci/gram.

Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain: dosis optimum

yang diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi,

efektivitas I131 di dalam jaringan dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131. 11

2.7. Pengobatan dengan Penyulit

2.7.1. Graves Disease dan Kehamilan

Angka kejadian GD dengan kehamilan ± 0,2%. Selama kehamilan

biasanya GD mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan.

Page 31: Referat Grave's Disease

31

Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena

pada bayi dapat terjadi hipotiroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol

masih kontroversi. Beberapa peneliti memberikan propranolol pada kehamilan,

dengan dosis 40 mg 4 kali sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses

kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan gangguan fungsi tiroid dari bayi yang

baru dilahirkan. Tetapi beberapa peneliti lain mendapatkan gejala-gejala proses

kelahiran yang terlambat, terganggunya pertumbuhan bayi intrauterin, plasenta

yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada bayi yang baru lahir.

Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertiroid

dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan

operatif.

Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan

pembedahan. Untuk menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun

kondisi penderita. PTU merupakan obat antitiroid yang digunakan, pemberian

dosis sebaiknya serendah mungkin. Bila terjadi efek hipotiroid pada bayi,

pemberian hormon tiroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon

tiroid kurang menembus plasenta.

Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid tidak

mungkin. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai trimester I kehamilan untuk

mencegah terjadinya abortus spontan.

2.7.2. Eksoftalmus

Pengobatan hipertiroid diduga mempengaruhi derajat pengembangan

eksofalmus. Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain:

istirahat dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak

Page 32: Referat Grave's Disease

32

kering dengan salep mata atau larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata

dengan kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat bisa

diberikan prednison peroral tiap hari.

2.7.3. Krisis Tiroid

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-

konyong menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium,

takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan

tindakan pembedahan. Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan

tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang terjadi. Untuk mengendalikan

tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya

PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV

2 — 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg).

Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya tergantung kondisi penderita dan

gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya karena angka kematian penderita ini

cukup besar.

BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan pada referat ini adalah :

3.1. Graves Disease adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif,

menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan

Page 33: Referat Grave's Disease

33

metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis)

dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit.

3.2. Angka kejadian Graves Disease pada wanita sebanyak 5 kali lipat

daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-

laki dari kejadian 5:01-10:01).

3.3. Patogenesis Graves Disease, diduga peningkatan kadar hormon tiroid ini

disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan

kelenjar timid hiperaktif.

3.4. Penegakan diagnosis meliputi anamnesia (keluhan yang berhubungan

dengan tirotoksikosis), pemeriksaan fisik ditemukan gejala utama berupa

goiter, opthalmopati, & dermopati, dan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium (peningkatan kadar T3 dan T4) dan pemeriksaan

radiologi yang meliputi foto polos leher, radio active iodine (RAI), USG, CT

scan, dan MRI.

3.5. Pengobatan Graves Disease terdiri dari pengobatan umum (istirahat, diet,

dan obat penenang), pengobatan khusus (obat antitiroid, yodium, penyekat

beta, dan ablasi kelenjar gondok), dan pengobatan dengan penyulit (kehamilan

dengan Graves disease, eksoftalmus, dan krisis tiroid).

DAFTAR PUSTAKA

1. Jasalim, Umar. 2011. Struma Difusa Toksik. FK Universitas Mulawarman. Samarinda.

Page 34: Referat Grave's Disease

34

2. Hermawan, A. G. 2000. Pengelolahan dan Pengobatan Hipertiroid. FK Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

3. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18

4. Sitorus, M. S. 2004. Anatomi Klinis Kelenjar Thyroid. FK USU. Medan.

5. Hidayat, N. Y. 2009. Sistem Hormon. Tanggal 21 September 2012 available from http://yusnia-bio.blogspot.com/2009/04/sistem-hormon-hormon-adalah-zat-kimia.html

6. Price, S. A. dan Lorraine, M. W. 2006. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

7. Toft AD, Subclinical hyperthyroidism [Clinical Practice], N. Engl. J. Med. 345:512-516, 2001

8. Paulev and Zubieta. Thyroid Hormones and Disorders. Tanggal 21 September 2012 available from http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter28.html