referat dbd ozy
TRANSCRIPT
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar belakang
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak.
Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam
menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah
tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan
paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari
berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi
menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon
kasus ini.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan
sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah
air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
I. 2. Epidemiologi
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia,
Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada
1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an dan
hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di
antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut [ 1 ].
Infeksi virus dengue ini telah tersebar di seluruh penjuru dunia dengan
kejadian tertinggi di beberapa daerah tropis seperti Asia, Afrika, Amerika
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 1
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Tengah dan Selatan. Waktu yang pasti kapan demam dengue pertama kali
dilaporkan di dunia tidak diketahui. Namun tiga orang ahli, yang dianggap
sebagai perintis penguraian gejala klinis demam dengue, yaitu David Baylon
tahun 1779 di Batavia, Al Jabarti di Kairo tahun 1770, dan Benyamin Rush di
Philadelphia tahun 1780. Istilah dengue sendiri baru pertama kali digunakan
sewaktu terjadi epidemi di Kuba tahun 1828. Sejak saat itu berbagai laporan
wabah demam dengue banyak dilaporkan terutama yang menyerang daerah
tropis dan subtropis antara 30o garis lintang utara dan 20o garis lintang
selatan sesuai distribusi Aedes aegypti sebagai vektornya.[ 2, 3, 4, 5 ]
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan
curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
akan tetapi bersamaan secara garis besar dapat dikemukakan bahwa
jumlah penderita meningkat antara bulan September sampai Februari dan
mencapai puncaknya pada bulan Januari. Di daeran urban yang
berpenduduk padat puncak penderita adalah bulan Juni dan Juli, hal ini
bertepatan dengan musim kemarau.[ 6, 7 ]
Grafik 1. Mortalitas dan morbiditas dari demam berdarah dengue sejak 1968-
2005
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 2
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun
1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit
penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ) [ 2 ]. Kasus tertinggi terdapat di Propinsi
DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi
NTT (3,96%) [ 3 ].
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun
tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002);
dan 23,87 (tahun 2003) [ 2 ].
II. PEMBAHASAN
II.1. Defenisi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 3
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
II.2. Etiologi
a. Virus
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Flavivirus berbentuk sferis dengan ukuran diameter 40-60 nm,
nukleokapsid berbentuk sferis dengan diameter 30 nm dan dikelilingi oleh
lipid bilayer. Komposisi virionnya terdiri atas 6% RNA, 66% protein, 9%
karbohidrat dan 17% lipid.Virus Dengue memiliki 4 serotipe yaitu tipe DEN 1,
DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada
proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe
(hiperendemisitas) dapat terjadi [ 4, 5 ]. Keempat tipe virus tersebut telah
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus
dengue dengan tipe satu dan tiga. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.
Gambar-1. Virus dengue
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 4
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
b. Vektor
Di Indonesia vektor penyakit demam berdarah dengue adalah Aedes
aegypti, Aedes albopictus, Aedes scutellaris dan Aedes polynesiensis,
tapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama adalah Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti sendiri sering disebut black-white mosquito karena
morfologi tubuhnya yang ditandai dengan pita atau garis-garis putih
keperakan di atas dasar hitam. Nyamuk Aedes aegypti mengalami
metamorfosis sempurna, dengan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang dibagi menjadi empat tahap yaitu telur, larva, pupa dan dewasa [ 8 ].
Gambar-2. Masa pertumbuhan nyamuk Aedes sp.
Nyamuk Aedes aegypti bersifat urban (hidup di daerah perkotaan) dan
lebih sering hidup di dalam dan di sekitar rumah (domestic) sehingga
sangat erat hubungannya dengan manusia. Nyamuk betina sangat
menyukai darah manusia (anthropophilic) daripada darah binatang.
Kebiasaan menghisap darah, terutama pada pagi hari dari jam 08.00-
12.00 dan sore hari jam 15.00-17.00.[ 8 ]
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 5
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat di mana
nyamuk Aedes meletakkan telurnya, baik di dalam rumah ataupun di luar
rumah. Biasanya terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar,
berisi air tawar jernih dan tenang. Tempat perindukan di dalam rumah
yang utama adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak air
mandi, bak air WC, tempayan, gentong, ember, vas bunga, dan lain-lain.
Sedangkan tempat perindukan yang di luar rumah adalah drum, kaleng
bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air
hujan, dan lain-lain. [ 8 ]
II.3. Manifestasi klinis
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik berbentuk
undifferentiated fever, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD)
atau sindrom dengue syok (dengue shock syndrome = DSS). Manifestasi
klinis dari infeksi virus dengue bergantung pada umur, status imunitas, dan
jenis virus.[ 5, 6]
Gambar-3. Infeksi virus Dengue
a. Undifferentiated fever
Pasien yang terinfeksi oleh virus dengue untuk pertama kalinya (infeksi
dengue primer) dapat menunjukkan gejala demam sederhana yang sulit
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 6
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular mungkin
menyertai demam atau muncul pada saat penyembuhan.
b. Demam Dengue
Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri
kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan
malaise. Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari).
Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan,
dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu
naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam
bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di
dada, tubuh, serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka [ 5 ].
Pada lebih dari separuh pasien, gejala timbul dengan mendadak, disertai
kenaikan suhu, nyeri kepala berat, nyeri di belakang bola mata,
punggung, otot, sendi, dan disertai rasa menggigil. Pada penderita dapat
dilihat kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik. Tetapi pada
penelitian selanjutnya, bentuk kurva tersebut tidak ditemukan pada semua
penderita sehingga tidak dapat dianggap patognomonik [ 5 ].
Grafik 2. Kurva Suhu Infeksi Dengue
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, di samping perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemui. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indra
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 7
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat
yang bercucuran, suara sesak, batuk, epistaksis, dan disuria. Demam
menghilang secara lisis, disertai dengan keluarnya banyak keringat.
Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus.
Beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani’s sign, sangat
patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk diagnosis
banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Rush (1789)
melaporkan pasien demam dengue dengan perdarahan yang kemudian
meninggal. Bentuk perdarahan lain yang dilaporkan adalah menoragi dan
menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah,
mungkin sekali akibat perdarahan uterus [ 6 ].
Kelainan yang ditemukan di darah tepi pada demam dengue adalah
leukopenia selama periode pra-demam, neutrofilia relatif dan limfopenia,
disusul dengan neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak
penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser
ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode
memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam jangka waktu 1 minggu [ 5 ].
Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau
ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis pernah
dilaporkan, diantaranya adalah adanya penurunan kesadaran, paralisis
sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati.
Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus (termasuk
chikungunya), bakteri, dan parasit yang memperlihatkan sindrom serupa.
Menegakkan diagnosis klinis infeksi virus dengue ringan adalah mustahil,
terutama pada kasus-kasus sporadis [ 5 ]
c. Demam Berdarah Dengue
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 8
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi, perdarahan (terutama perdarahan di kulit), hepatomegali, dan
kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Fenomena patofisiologi
utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dan
demam dengue adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik [ 3, 4, 5, 6 ]. Perbedaan gejala antara DBD dan demam dengue
adalah sebagai berikut [ 5 ] :
Gejala Klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
Gejala Klinis Demam Dengue Demam Berdarah
Dengue
Nyeri Kepala ++ +
Muntah +++ ++
Mual + +
Nyeri Otot ++ +
Ruam Kulit ++ +
Diare ++ +
Batuk + +
Pilek + +
Limfadenopati ++ +
Kejang + +
Kesadaran menurun 0 ++
Obstipasi 0 +
Uji Tourniquet Positif + ++
Petekie ++++ +++
Perdarahan Saluran Cerna 0 +
Hepatomegali ++ +++
Nyeri Perut + +++
Trombositopenia ++ ++++
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 9
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Syok 0 +++
Keterangan: (+): 25%, (++): 50%, (+++): 75%, (++++): 100%
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang
tersebar di anggota gerak, muka, aksila, seringkali ditemukan pada masa
dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan dapat terjadi di setiap
organ tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran cerna hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul
setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti
perdarahan subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan. Pada masa
konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan atau
telapak kaki [ 5 ].
c. Sindrom Dengue Syok (Dengue shock Syndrome = DSS)
Syok pada DBD biasanya terjadi setelah demam berlangsung selama
beberapa hari dan keadaan umum pasien memburuk. Hal ini dapat
diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi imunologis (the
Immunological enhancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan
dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah. Anak
tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien
sering kali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie
(1966) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat sering kali mendahului
perdarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang
jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya memiliki
prognosis yang buruk[5].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 10
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Di samping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi yang lembut,
cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20
mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
lebih rendah. Syok harus segera diobati, apabila terlambat pasien dapat
mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur,
dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan
menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia, perdarahan
gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya, dengan
pengobatan yang tepat (termasuk kasus syok berat) segera terjadi masa
penyembuhan dengan cepat. Pasien membaik dalam 2-3 hari. Selera
makan yang membaik merupakan petunjuk prognosis baik [ 5 ].
II.4. Temuan Klinis
a. Demam
DBD didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinis yang
tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang,
sendi, dan kepala. Alasan mengapa orang tua membawa anaknya
berobat adalah karena adanya rasa khawatir akan keadaan anak
yang demam, menjadi gelisah disertai kaki dan tangan teraba
dingin. Gejala-gejala ini sebenarnya mencerminkan keadaan pre-
syok atau oleh karena demam dan manifestasi perdaarahan di kulit
menjadi nyata [ 5 ].
b. Manifestasi perdarahan
Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan
dapat dinilai sebagai uji presumptif oleh karena uji ini positif pada
hari-hari pertama demam. Di daerah endemis DBD, uji tourniquet
merupakan pemeriksaan penunjang presumptive bagi diagnosis
DBD apabila dilakukan pada yang menderita demam lebih dari 2
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 11
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
hari tanpa sebab yang jelas. Uji tourniquet sebaiknya dilakukan
sesuai ketentuan WHO. Pemeriksaan uji tourniquet dilakukan
dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.
Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolik pada alat
pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini
diusahakan tetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan
selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekia di bagian volar
lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inchi persegi
(2,8 cm x 2,8 cm) didapatkan lebih dari 20 petekia (berdasarkan
WHO, 1975). Pada kasus DBD, uji tourniquet biasanya memberikan
hasil yang positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif
atau positif lemah selama masa syok. Apabila pemeriksaan diulangi
setelah syok ditanggulangi, pada umumnya didapat hasil yang
positif, bahkan positif kuat [ 5 ].
c. Pembesaran hati
Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat diraba pada
permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan
beratnya penyakit; nyeri tekan sering dijumpai tanpa disertai
ikterus. Hati pada anak berusia 4 tahun dan/atau lebih dengan gizi
baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan
apabila semula hati tidak teraba kemudian selama perawatan
membesar dan/atau pada saat masuk rumah sakit sudah teraba
dan selama perawatan menjadi lebih besar dan kenyal, hal ini
merupakan tanda terjadinya syok [ 5 ].
d. Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri dari [ 5, 6 ] :
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 12
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki,
tangan, dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini
disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan
peningkatan aktivitas simpatikus secara refleks.
2. Anak yang semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini
disebabkan karena kegagalan sirkulasi serebral.
3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi
menjadi cepat dan lembut sampai tidak dapat teraba oleh
karena kolaps sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi dibawah 80
mmHg.
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
meliputi arteri renalis.
Pada kira-kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung
beberapa hari, keadaan umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini
terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu pada hari
sakit ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pasien sering kali akan mengeluh
nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Syok yang terjadi
pada periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk. Tata
laksana syok harus dilaksanakan secara tepat, karena tata laksana
yang tidak tepat akan menyebabkan pasien masuk ke dalam fase
syok berat (profound shock), dimana tekanan darah tidak dapat
terukur dan nadi tidak teraba. Lama syok singkat, pasien dapat
meninggal dalam waktu 12-24 jam atau menyembuh. Tata laksana
syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis
metabolik, hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan
prognosis buruk. Sebaliknya, dengan pengobatan yang tepat, masa
penyembuhan akan cepat sekali. Pasien akan menunjukkan
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 13
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
perbaikan dalam waktu 2 sampai 3 hari. Dan selera makan yang
membaik merupakan petunjuk prognosis baik [ 5 ].
Gejala klinis lain di luar patokan yang digariskan oleh WHO dapat
dilihat pada table di bawah ini. Nyeri abdomen seringkali menonjol
pada anak besar yang menderita DSS. Ditemukannya gejala ini
pada kasus DBD merupakan canang bahaya oleh karena
kemungkinan besar terjadi perdarahan gastrointestinal. Terjadinya
kejang dengan hiperpireksia disertai penurunan kesadaran pada
beberapa kasus sering kali mengelabui sehingga ditegakkan
diagnosis kemungkinan ensefalitis [ 5 ].
e. Ensefalopati Dengue
Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan DBD yang
disertai gejala ensefalopati. Laporan ini dikemukakan dari berbagai
negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Kecuali
kejang, gejala ensefalopati yang lainnya tidak/jarang menyertai
DBD. Kelainan neurologis muncul pada ensefalopati sering
menyebabkan para dokter tidak memikirkan mengenai diagnosis
demam berdarah dengue atau DSS. Data tersebut memberikan
keyakinan bahwa pada kasus DBD perlu dipikirkan diagnosis
banding ensefalitis virus lain. Contoh kasus ensefalopati dengue
memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis pasien DBD dan
bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu
dijumpai. Tingginya persentase ensefalopati dengue pada
golongan umur 1 - 4 tahun (yaitu pada golongan umur paling sering
dijumpai kejang demam pertama kali) memerlukan peningkatan
kewaspadaan. Oleh karena itu, di daerah endemis DBD perlu
diperhatikan (1) pada setiap kasus demam disertai kejang dan
pasien dengan diagnosis klinis ensefalitis perlu dicari kemungkinan
adanya manifestasi perdarahan dan (2) sekiranya pasien jatuh ke
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 14
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
dalam kondisi syok maka harus diwaspadai terhadap kemungkinan
DSS [ 5 ].
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau
tifoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan
DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak
RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek,
muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut
dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus.
Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit
infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan
pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan
penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang
memadai.
II.5. Patofisiologi
Kelainan utama pada DBD ialah :
(1) bertambahnya permeabilitas vaskuler yang menyebabkan terjadinya
kebocoran plasma dan terjadinya hipovolemi intravaskuler
(2) gangguan hemostasis (angiopati, trombositopeni dan koagulopati).
a. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit
secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal
biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia
yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 15
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikuloendotel, limpa, dan hati. Penyebab peningkatan destruksi
trombosit masih belum diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen,
kerusakan sel endotel, dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut, fungsi trombosit pada
DBD terbukti menurun yang mungkin disebabkan oleh proses
imunologis. Hal ini terbukti dengan ditemukan kompleks imun dalam
peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD [ 5 ].
b. Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam munculnya manifestasi
perdarahan pada DBD. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan
normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang.
Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X,
dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen
degradation products (FDP). Penelitian lebih lanjut mengenai faktor
koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Di
samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor
II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal
ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor
VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan menurunnya aktifitas α-2 plasmin inhibitor dan penurunan
aktifitas plasminogen [ 5 ].
Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa (1) pada DBD stadium
akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, (2) Disseminated
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 16
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada
DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan
memperberat DIC sehingga peranannya akan mencolok. Syok dan DIC
akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
ireversibel disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang
biasanya diakhiri dengan kematian. (3) Perdarahan kulit pada umumnya
disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan
trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan
mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan
faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama
pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai
komplikasi asidosis metabolic. (4) Antitrombin III yang merupakan
kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respons
pemberian heparin akan berkurang [ 6 ].
Gambar-4. Proses Faktor Pembekuan darah
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 17
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
c. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai
syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum
komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan
perkiraan pada dengue terdapat aktivasi komplemen yang terjadi baik
melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radioisotop
mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen
disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen bukan oleh karena produksi
yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilaktoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel
mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume
plasma, dan syok hipo-volemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop
virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma,
syok dan perdarahan. Di samping itu, komplemen juga merangsang
monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF),
interferon-γ, interleukin (IL-2 dan IL-1). Bukti-bukti yang mendukung
peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah (1) ditemukannya
kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya kompleks
imun yang bersirkulasi (circulating immune complex), baik pada DBD
derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif
kompleks imun dengan derajat berat penyakit [ 6 ].
d. Respon limfosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Suvatte
dan Longsaman menyebutnya sebagai transformed lymphocytes.
Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat kasus DBD
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 18
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
dijumpai transformed lymphocytes dalam presentase yang tinggi (20-
50%). Hal ini khas untuk DBD oleh karena proporsinya sangat berbeda
dengan infeksi virus lainnya (0-10%). Penelitian yang lebih mendalam
dilakukan oleh Sutaryo yang menyebutnya sebagai limfosit plasma biru
(LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada
hari demam ke-6. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa di antara hari ke-4
sampai hari ke-8 demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB
pada DBD syok dan tanpa syok [ 6 ].
Berdasarkan uji diagnostik maka dipilih titik potong (cut off point) LPB 4%.
Nilai titik potong tersebut secara praktis dapat membantu diagnosis dini
infeksi dengue dan sejak hari ke-3 demam dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi dengue dan non-dengue. Dari penelitian imunologi,
disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan
limfosit T. Definisi LPB adalah limfosit dengan sitoplasma berwarna biru
tua, pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan
limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai nyata,
dengan daerah perinuklear yang jernih. Inti berbentuk bulat atau oval
atau seperti ginjal yang terletak pada salah satu tepi sel. Kromosom inti
kasar dan kadang-kadang di dalam inti terdapat nucleoli. Pada
sitoplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan
eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru [ 5 ].
Pemulihan volume cairan intravaskuler secara dini dan adekuat akan
memberikan hasil yang baik. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya
renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID). Pada saat
terjadi kebocoran plasma, albumin, air dan elektrolit keluar dari kompartemen
intravaskuler ke dalam kompartemen ekstravaskuler. Dengan adanya protein
dalam kompartemen ekstravaskuler, tekanan osmotik cairan ekstravaskuler
meningkat dan perbedaan (gradien) tekanan osmotik intra dan ekstravaskuler
menurun dengan akibat penarikan masuk air dan elektrolit pada sisi kapiler
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 19
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
venus menurun. Berkurangnya cairan yang masuk kembali ke kompartemen
intravaskuler menyebabkan terjadinya hipovolemi intravaskuler,
hemokonsentrasi, viskositas darah meningkat, aliran darah menurun, perfusi
jaringan berkurang dan mungkin terjadi renjatan dengan komplikasi yang
berat yaitu KID yang dapat menyebabkan perdarahan hebat. Dilain pihak
berkurangnya cairan yang masuk kembali ke dalam kompartemen
intravaskuler menyebabkan terkumpulnya cairan di kompartemen
ekstravaskuler yang dapat bermanifestasi sebagai cairan pleura, asites dan
cairan pada dinding organ di perut. Pada fase penyembuhan permeabilitas
dinding vaskuler membaik, kebocoran plasma berhenti, akan tetapi sebagian
albumin atau protein masih ada di kompartemen ekstravaskuler dan
perbedaan tekanan intra dan ekstra vaskuler belum kembali normal sehingga
masih mungkin terjadi balans negatif antara cairan yang keluar dan yang
masuk kembali ke dalam kompartemen intravaskuler. Pada saat semua sisa
protein atau albumin ekstravaskuler telah di metabolisme, maka perbedaan
tekanan osmotik intra dan ekstra vaskuler menjadi normal kembali. Cairan
ekstravaskuler (efusi pleura, asites dll) diresorpsi kembali dan menghilang.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 20
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Gambar-5. Patofisiologi dan patogenesis Demam Berdarah Dengue
II.6. Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan
biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran
mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk
menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini,
sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous
infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi
virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus
dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun [ 5 ].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 21
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Gambar-6. Teori the secondary heterologous infection
a. The Immunological Enhancement Hypothesis
Antibody yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu
enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2
jenis tipe antibodi, yaitu (1) kelompok monoklonal reaktif yang tidak
mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2)
antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus [ 6 ].
Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity.
Antibody non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari
pendapat bahwa infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue yang
berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama
hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological
enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut [ 5 ] :
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 22
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
1. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel
Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue
primer.
2. Non-neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun
yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik
untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit
mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit
mononuklear yang telah terinfeksi.
4. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan
menyebar ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini
disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD
dengan atau tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.
5. Sel monosit yang telah teaktivasi akan mengadakan interaksi
dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat
dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler
dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
b. Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus
dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN-α dan γ). Pada
infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi
pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN-α. IFN-α
selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan
mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan
CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan
perdarahan [ 5 ].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 23
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Hipotesis kedua pathogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa
keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama
dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus
dengue yang paling virulen [ 5 ].
II.7. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang
berlebihan (overdiagnosis) [ 5 ].
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 – 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mucosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah
Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (100.000/µ atau kurang)
2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 24
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama
pada pasien anemia, dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok,
peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis
DBD.
Pemeriksaan Laboratorium Lain [ 5 ]
Di dalam pemeriksaan laboratorium, pada pasien DBD bisa didapatkan
kondisi sebagai berikut :
1. Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
2. eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
3. penurunan koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, faktor
VIII, faktor XII, dan antitrombin III
4. Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok
vitamin K-dependent protrombin seperti faktor V, VII, IX, dan X
5. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
6. penurunan α-antiplasmin (α2-plasmin inhibitor) hanya ditemukan pada
beberapa kasus
7. serum komplemen turun
8. hipoproteinemia
9. Hiponatremia
10.Serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT) sedikit meningkat
11.Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat
pada syok berkepanjangan
Diagnosis Serologis [ 5 ]
Dikenal beberapa jenis uji serologi yang dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, misalnya :
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF Test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization Test = NT Test)
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 25
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
5. IgG Elisa
Setelah 1 minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti
oleh pembentukan IgM-anti dengue. IgM hanya berada dalam waktu yang
relatif singkat dan akan disusul segera dengan pembentukan IgG. Pada kira-
kira hari ke-5 infeksi terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus
(neutralizing antibody = NT). Titer antibodi NT akan naik dengan cepat,
kemudian menurun dengan lambat untuk waktu yang lama, biasanya seumur
hidup. Setelah antibodi NT, akan timbul antibodi yang memiliki sifat
menghambat hemaglutinasi sel darah merah angsa (hemagutination inhibiting
antibody = HI). Titer antibodi HI akan naik sejajar dengan antibodi NT,
kemudian akan turun secara perlahan-lahan, namun lebih cepat daripada
penurunan antibodi NT. Antibodi yang terakhir muncul, yaitu antibodi yang
mengikat komplemen (complement fixing antibody = CF), timbul pada sekitar
hari ke-20. Titer antibodi CF naik setelah perjalanan penyakit mencapai
maksimum dalam waktu 1-2 bulan, kemudian turun secara cepat dan
menghilang dalam waktu 1-2 tahun [ 5 ].
Pada dasarnya, diagnosis konfirmasi infeksi virus dengue ditegakkan atas
hasil pemeriksaan serologik atau hasil isolasi virus. Dasar pemeriksaan
serologis adalah membandingkan titer antibodi pada masa akut dan pada
masa konvalesens. Teknik pemeriksaan serologi berdasarkan WHO adalah
pemeriksaan antibodi HI dan CF. Kedua cara tersebut membutuhkan 2
contoh darah. Contoh darah pertama diambil pada saat pasien sedang
mengalami demam akut, sedangkan pengambilan darah kedua dilakukan
pada masa konvalesens, 1-4 minggu dalam perjalanan penyakit. Dalam
praktik, sukar sekali didapatkan contoh darah kedua pada masa konvalesens
karena pasien yang telah sembuh tidak bersedia lagi untuk diambil darahnya.
Dengan demikian diambil kebijaksanaan untuk mengambil darah sebanyak 3
kali. Pengambilan pertama pada saat masuk rumah sakit. Pengambilan
kedua dilakukan pada masa konvalesens. Dan pengambilan ketiga dilakukan
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 26
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
pada 1-4 minggu dalam perjalanan penyakit. Apabila hanya diperoleh satu
contoh darah, penafsiran akan sulit atau bahkan sering tidak mungkin
dilakukan [ 5 ].
Uji Serologi HI
Pemeriksaan serologi HI dapat dilakukan dengan sampel serum atau
mempergunakan kertas saring (filter paper disc). Hasil yang diperoleh dengan
menggunakan kertas saring cukup baik, apabila cara pengisian dilakukan
dengan betul. Pada pemeriksaan serologis tes HI, serum diencerkan menjadi
kelipatan 2x, dimulai dengan pengenceran 1:10, 1:20, 1:40, dan seterusnya[5].
Interpretasi hasil uji HI berdasarkan kriteria WHO (1975) adalah sebagai
berikut:
1. Pada infeksi primer, titer antibodi HI pada masa akut, yaitu apabila
serum diperoleh sebelum hari ke-4 sakit adalah kurang dari 1:20 dan
titer akan naik 4x atau lebih pada masa konvalesens, tetapi tidak akan
melebihi 1:1280.
2. Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru (recent dengue infection)
ditandai dengan titer antibodi HI kurang dari 1:20 pada masa akut,
sedangkan pada masa konvalesens titer akan bernilai ≥ 1:2560. Tanda
lain infeksi sekunder adalah apabila titer antibodi akut ≥ 1:20 dan titer
akan naik 4 kali atau lebih pada masa konvalesens.
3. Persangkaan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
diagnosis) ditandai oleh titer antibodi HI yang sama atau lebih besar
daripada 1:1280 pada masa akut, dalam hal ini tidak diperlukan
peningkatan 4 kali atau lebih pada masa konvalesens. Metode
pemeriksaan yang mampu mendeteksi antibodi anti-dengue dalam
serum penderita pada masa akut yang tepat saat ini masih terus
dikembangkan. Pada saat ini telah ada metode untuk membuat
diagnosis infeksi demam dengue pada masa akut melalui deteksi IgM-
antigen, dengan memanfaatkan ELISA mikro. Di samping itu, secara
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 27
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
komersial telah beredar dengue blot yang dapat digunakan sebagai uji
diagnostik yang cepat pada masa akut untuk mengkonfirmasi diagnosis
infeksi dengue sekunder.
II.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam berdarah dengue adalah [ 5 ] :
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti : demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria.
Adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi dapat membedakan DBD
dengan penyakit lain
2. Demam chikungunya. Pada demam chikungunya penularannya mirip
dengan influenza. Dibanding dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam yang mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi,
hamper selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih
sering ditemukan nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
3. Penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis meningokokus juga
menimbulkan petekie dan ekimosis. Pada sepsis, sejak semula pasien
tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi.
Terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN (pada hitung jenis Shift to
the left). Laju endap darah dapat membedakan infeksi bakteri dengan
infeksi virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat rangsang
meningeal dan kelainan cairan serebrospinalis.
4. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah
kulit. Pada hari-hari pertama, ITP sulit dibedakan dengan DBD, tetapi
demam pada ITP cepat menghilang, tidak ada leukopenia, tidak ada
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran kekanan pada pada hitung
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 28
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
jenis. Pada fase penyembuhan, trombosit lebih cepat naik daripada pada
ITP.
5. Leukemia dan anemia aplastik juga terdapat perdarahan. Demam pada
leukemia tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
leukemia. Pada anemia aplastik, anak sangat anemis, demam timbul
karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan
pansitopenia. Pada pasien dengan perdarahan yang hebat, foto torak dan
kadar protein dapat sangat membantu. Pada DBD dapat ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemiasebagai tanda perembesan plasma.
II.9. Derajat Penyakit DBD
Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitannya
dengan pengelolaan dan prognosis, maka WHO (1997) membagi DBD dalam
4 derajat setelah kriteria laboratorik terpenuhi yaitu:
Tabel-3. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue [ 4 ]
DD/DBD Derajat * Gejala Laboratorium
Serologi
Dengue Positif
DD Demam disertai 2 atau
lebih tanda: sakit kepala,
nyeri retro-orbital,
mialgia,
Artralgia.
Leukopenia,
Trombositopenia,
Tidak ditemukan
bukti
kebocoran plasma
DBD I Demam disertai gejala
tidak khas dan satu-
satunya manifestasi
perdarahan ialah uji
Tourniquet positif.
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti
ada kebocoran
plasma
DBD II Seperti derajat I, disertai
perdarahan spontan di
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 29
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
kulit dan atau
perdarahan lain.
ada kebocoran
plasma
DBD III Didapatkan kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun
( 20 mmHg atau
kurang ) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab,
dan anak tampak
gelisah.
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti
ada kebocoran
plasma
DBD IV Syok berat ( profound
shock ), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan
darah tidak terukur.
Trombositopenia
(<100.000/ul), bukti
ada kebocoran
plasma
* DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).
II.10. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu [ 10 ] :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 30
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu atau ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai
batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala,
dll sesuai dengan kondisi setempat.
Perlunya 3-M [ 9 ]
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan
oleh nyamuk Aedes aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat
pintar menyembunyikan suaranya dengan membuat gerakan sayap yang
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 31
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
halus sehingga nyaris tak terdengar. Nyamuk betina ini menghisap darah
manusia sebagai bahan untuk mematangkan telurnya. Hingga kini belum
diketahui mengapa hanya darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak
darah makhluk hidup lainnya.
Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya, Aedes
aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan
demikianlah, telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi
larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di
air tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah
ini berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor.
Karena itu, penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya
nyamuk Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air
yang kotor. Karena itu, pengontrolan dengue bisa dilakukan dengan
pengontrolan nyamuk Aedes aegypti. Pengontrolan nyamuk bisa dilakukan
dengan berbagai cara. Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan
pestisida maupun dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup
kasa. Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada
manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga cara
ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek,
cara ini masih bisa digunakan.
Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh
virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis
manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan
oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun,
pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa
diaplikasikan.
Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 32
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur abate di
tempat penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang
bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan
perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti. Cara inilah yang efektif
yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini.
III. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien tersangka demam dengue atau demam berdarah dengue
sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain,
seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan pada demam dengue atau demam berdarah dengue tanpa
penyulit adalah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2
liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar
ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simptomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak,
dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen,
eukinin, atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya
perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD pada fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
demam dengue, yaitu bersifat simptomatik dan suportif dengan
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral
tidak dapat diberikan oleh karena pasien tidak mau minum, muntah atau
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 33
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam
pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk menjaga suhu tubuh
pasien agar tidak melebihi 39oC. Dosis parasetamol untuk anak adalah
10-15 mg/kg BB/kali. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah.
Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu,
serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg berat badan
dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg berat badan dalam 24 jam
berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, ASI tetap diberikan di samping
larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, pasien diberikan antipiretik dan
antikonvulsif selama masih demam. Pasien harus diawasi secara ketat
terhadap kemungkinan terjadinya syok. Periode kritis adalah saat
transisi, yaitu pada saat suhu turun yang pada umumnya terjadi pada
hari ke 3-5 fase demam [ 5 ].
Pemeriksaan kadar hematokrit secara berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk memonitor hasil pengobatan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan
cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ke-3 sampai suhu tubuh
menjadi normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak
tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif [ 5 ].
b. Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan demam (fase afebris, fase kritis, fase syok). Oleh karena
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 34
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
itu, dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walau demikian, penggantian cairan harus dilakukan dengan
bijaksana dan hati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2 atau 3
jam pertama, sedangkan untuk kasus syok mungkin lebih sering lagi
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume
urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma dan menjaga sirkulasi yang efektif selama
periode terjadinya perembesan plasma. Secara umum, volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8% [ 5 ].
Cairan intravena diperlukan apabila anak terus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga mempercepat terjadinya syok, serta nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0.9%.
Bila terdapat asidosis, ¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti
dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian
berisi larutan NaCl 0.9% + glukosa ditambah ¼ natrium bikarbonat).
Apabila terjadi kenaikan hemokonsentrasi ≥ 20%, maka komposisi jenis
cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi
ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5-8%)
seperti tertera pada tabel di bawah ini [ 5, 6 ] :
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit
cairan 5-8%)
Berat
Waktu
Masuk (kg)
Jumlah Cairan mL/kg berat badan/hari
< 7 220
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 35
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
7 – 11 165
12 – 18 132
> 18 88
Tabel-4. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan
cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak dengan umur
yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat dihitung berdasarkan
formulasi Halliday-Segar seperti yang tertera pada tabel berikut [ 5 ] :
Berat badan
(kg)
Jumlah cairan (ml)
10 Kg I 100 x Kg BB
10 Kg II 1000 + 50 x KgBB
10 Kg III 1500 + 20 x KgBB
Misalnya, untuk anak dengan berat badan 40 kg, maka jumlah cairan
rumatan adalah 1500 + (20 x 20) = 1900 ml. Jumlah cairan rumatan
diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh karena kecepatan perembesan
plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat
suhu tubuh turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan
dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dengan
pemantauan kadar hematokrit, tanda vital, dan urine output. Pasien
harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok seperti
gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguria, nadi
lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi, dan
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 36
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar hematokrit yang
terus meningkat walaupun sudah diberikan cairan intravena [ 5 ].
c. Jenis Cairan
Larutan kristaloid yang direkomendasikan oleh WHO adalah larutan
ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faal.
Sedangkan larutan koloid adalah dekstran-40 dan plasma darah [ 5 ].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 37
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Grafik-1. Tatalaksana kasus tersangka DBD
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 38
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Keterangan
Pada awal perjalanan penyakit DBD, tanda dan gejalanya tidak spesifik sehingga
masyarakat atau orang tua diharapkan untuk waspada jika melihat tanda atau
gejala yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda
dan gejala awal penyakit DBD adalah demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas, terus-menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu [ 5 ].
Pertama, ditentukan terlebih dahulu adakah tanda kedaruratan, yaitu tanda syok
(gelisah, nafas cepat, bibir biru, kaki dan tangan dingin, kulit lembab), muntah
terus-menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam, maka
pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan). Apabila tidak ditemukan tanda
kedaruratan, lakukan pemeriksaan uji tourniquet dan apabila hasil uji tourniquet
positif maka lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit, apabila trombosit ≤
100.000/µL maka pasien dirawat untuk observasi. Apabila uji tourniquet positif
dan trombosit > 100.000/µL atau normal atau uji tourniquet negatif, pasien boleh
pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun [ 5 ].
Nilai gejala klinis dan lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit setiap kali selama anak masih demam. Bila terjadi penurunan kadar
hemoglobin dan/atau peningkatan hematokrit, segera rawat pasien. Beri nasihat
kepada orang tua agar anak biberikan minum (air, teh, susu, sirup, oralit, jus
buah, dan lain-lain) yang banyak, serta berikan obat antipiretik golongan
parasetamol (jangan berikan obat antipiretik golongan salisilat). Bila klinis
menunjukkan tanda-tanda syok seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan
menjadi dingin, muntah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau
ke puskesmas, dan rumah sakit [ 5 ].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 39
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Grafik-2. Tatalaksana DBD derajat I dan II
Keterangan
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD
derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan kadar hematokrit
(DBD derajat II) dapat dikelola seperti yang tertera pada bagan 2. Apabila pasien
masih dapat minum, berikan minum banyak 1-2 L/hari atau 1 sendok makan tiap
5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirup,
jus buah, susu, dan oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu
tubuh pasien > 38.5oC. Pada anak dengan riwayat kejang, dapat diberikan
antikonvulsan. Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-menerus,
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 40
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
sebaiknya diberikan infus NaCl 0.9% : Dekstrosa 5% (1:3) dipasang dengan
tetesan rumatan sesuai berat badan. Di samping itu, perlu dilakukan
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak
lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui
pembesarannya karena hepatomegali yang disertai nyeri tekan berhubungan
dengan perdarahan saluran cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam dan awasi
perdarahan yang terjadi. Kadar hemoglobin, hematokrit diperiksa setiap 6-12
jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratories,
anak dapat dipulangkan; tetapi apabila kadar hematokrit cenderung naik dan
trombosit menurun, maka infuse cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan
disesuaikan seperti pada bagan 3 [ 5 ].
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 41
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Grafik-3. Tatalaksana pada DBD derajat II yang disertai dengan
hemokonsentrasi.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 42
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Keterangan
Pasien dikatakan menderita DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi,
terus menerus selama ≤ 7hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan
spontan (paling tersering perdarahan di kulit dan mukosa, seperti petekie dan
mimisan), disertai penurunan jumlah trombosit ≤ 100.000/µL, dan peningkatan
kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer
laktat/NaCl 0.9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0.9% sebanyak 6-7
mL/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6
jam. Selanjutnya dilakukan evaluasi setiap 12-24 jam [ 5 ].
1. Apabila selama observasi keadaan umum pasien membaik, yaitu anak
tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup,
dan kadar hematokrit cenderung turun dalam 2 pemeriksaan berturut-
turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 mL/kgBB/jam. Apabila dalam
observasi selanjutnya ditemukan tanda vital tetap stabil, maka tetesan
dikurangi lagi menjadi 3 mL/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
pada 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus demam berdarah dengue dapat jatuh
ke dalam keadaan syok. Oleh karena itu, apabila keadaan klinis pasien
tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres
pernafasan), frekuensi nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20
mmHg memburuk, serta peningkatan hematokrit, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 mL/kgBB/jam. Apabila masih belum terjadi perbaikan klinis
setelah 12 jam, cairan dinaikkan lagi menjadi 15 mL/kgBB/jam. Kemudian
dievaluasi kembali selama 12 jam. Apabila tampak distres pernafasan
menjadi lebih berat dan hematokrit naik, maka berikan cairan koloid 10-20
mL/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 mL/kgBB. Namun bila
hematokrit turun, berikan transfusi darah segar 10 mL/kgBB/jam. Bila
keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan seperti pada ad.1.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 43
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Grafik-4. Tatalaksana demam berdarah dengue derajat III dan IV
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 44
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
Keterangan
Sindrom syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tidak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya
sistolik 90 mmHg dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi ≤ 20 mmHg), bibir
biru, tangan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin [ 5 ].
1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0.9%) 20 mL/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2
L/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba, dan tensi
tidak terukur), diberikan ringer laktat 20 mL/kgBB bersama koloid.
Observasi tensi dan nadi setiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-
6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok tidak teratasi, tetesan ringer laktat
belum dilanjutkan 20 mL/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran-40) sebanyak 10-20 mL/kgBB, maksimal 30
mL/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid,
diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi setiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.
Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin
atau hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan
dikurangi menjadi 10 mL/kgBB/jam dapat dipertahankan selama 24
jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 mL/kgBB/jam sampai
keadaan klinis dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap
cairan diturunkan menjadi 5 mL/kgBB/jam dan seterusnya 3
mL/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah
urin dikerjakan setiap jam (usahakan urin ≥ 1 mL/kgBB/jam, BJ urin
< 1.020), serta pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam
sampai kondisi umum baik.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 45
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
b. Apabila syok belum teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun
tetapi masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 mL/kgBB.
Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20
mL/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 mL/kgBB/jam.
Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H2O) pada syok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde
lambung tidak dianjurkan.
Transfusi darah dilakukan pada :
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan kadar Hb
dan Ht yang menurun.
Pemberian kortikosteroid dilakukan telah terbukti tidak terdapat perbedaan
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien
dengan renjatan yang lama (prolonged shock), DIC diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti
adanya DIC, heparin perlu diberikan.
III. 1. Kriteria memulangkan pasien DBD
Berikut adalah hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum memulangkan
pasien dengan DBD [ 4, 5 ] :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/µl
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 46
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
7. Tidak dijumpai distress pernafasan ( disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis )
III. 2. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit DBD adalah [ 5 ] :
1. Dengue syok sindrome
Karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
mendadak. Dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit
melalui endotel. Dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang
interstitial sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa.
2. Ensefalopati
Karena edema otak sebagai akibat meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah otak.
3. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Dapat terjadi pada penderita DHF baik yang disertai renjatan maupun
yang tidak.
4. Efusi pleura
Meningkatnya hematokrit bahwa syok terjadi akibat bocornya plasma ke
jaringan ekstravaskuler sehingga menyebabkan terjadinya timbulnya
cairan pada pleura.
III. 3. Prognosis
Prognosis tergantung dari saat diagnosis. Prognosis menjadi semakin buruk
bila ditemukan komplikasi. Pada orang dewasa prognosis dan perjalanan
penyakit lebih ringan dari anak-anak.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 47
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
IV. KESIMPULAN
1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1,
DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.
2. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada
musim penghujan.
3. Penyakit infeksi seperti demam berdarah, tifus, malaria, peradangan hati,
dan penyakit infeksi lain merupakan contoh penyakit yang sering
mempunyai gejala demam.
4. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diagnosis demam
berdarah dengue dapat ditegakkan jika ditemukan dua kriteria klinis
ditambah adanya penurunan kadar trombosit (kurang dari 100.000 per
mililiter) serta peningkatan hematokrit 20 persen.
5. Prinsip penatalaksanaan DBD adalah penggantian cairan. Obat – pbatan
lain yang diberikan sifatnya simtomatik
6. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M Plus” yang
melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi
setempat.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 48
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
V. PENUTUP
Indonesia merupakan negara tropis dengan resiko kemungkinan terjadinya
DBD cukup tinggi. Menegakkan diagnosis serta tatalaksana infeksi dengue
tidaklah mudah, untuk itu perlu dipahami perjalanan penyakit agar tercapai
terapi yang rasional, dalam rangka mengurangi mortalitas.
Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena tidak
memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan
baik. Ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan
kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini.
Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan beberapa hal, di
antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi membuat masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa
peduli terhadap kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih,
sedikit banyaknya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M ini. Lebih
dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat memengaruhi pelaksanaan 3-M
ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat akan
bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya, tidak terlaksananya 3-
M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang
demam berdarah dengue ini masih kurang. Karena itu, pemerintah harus
lebih aktif lagi memberikan pengertian dan penyuluhan kepada masyarakat
dengan menggunakan berbagai media seperti surat kabar dan televisi. Jika
tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan akan bertambah
parah.
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 49
G.Fauzi.sked.FK UPN Referat “DBD pada anak ”
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Demam berdarah - Wikipedia Indonesia, www.wikipedia.org, diakses
tanggal 27 Januari 2010
2. Thomas Suroso et. Al, Depkes RI, 2003, “Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue”.
3. Halstead S. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever, Nelson
Textbook of Pediatrics, edisi 17, W B Saunders, 2003
4. Depkes, “Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan”, Departemen Kesehatan; 2005.
5. Rezeki S, Soegijanto S, Waryadi S. “Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia “. Departemen Kesehatan. 2004.
6. Ilmu Kesehatan Anak 2. Balai Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1985, hal 607-621.
7. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius FKUI, Jakarta 2000,
hal 419 – 427.
8. CDC Division of Vector-borne Infectious Diseases (DVBID). 2007-10-22 .
http://www.cdc.gov/NCIDOD/dvbid/dengue/dengue-hcp.htm .
9. Demam Berdarah Dengue dan Permasalahannya, http//: www.gizi.net
diakses tanggal 27 Januari 2010.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, “Kajian Masalah
Kesehatan : Demam Berdarah Dengue”, Departemen Kesehatan. 2004
Kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU POLRI RADEN SAID SUKANTO 50