rahasia - kemkes.go.id...ditemukan di sekitar rumah penduduk yang menjadi sampel sdj yaitu: sawah,...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
(STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
PENYUSUN:
SITTI CHADIJAH, DKK
NO. APKESI : 20160417724
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN
PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) DONGGALA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
RAHASIA
ii
SK PENELITIAN
iii
iv
v
vi
vii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI
No. Nama Kedudukan Dalam Tim
1. Muh. Faozan, S.K.M., M.P.H. PJT Provinsi
2. Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si. PJT Kabupaten
3. Rosmini, S.K.M., M.Sc. Peneliti
4. Ahmad Erlan, S.K.M., M.P.H. Peneliti
5. Yusran Udin, S.K.M., M.Kes. Peneliti
6. Malonda Maksud, S.K.M. Peneliti
7. drh. Intan Tolistiawaty Peneliti
8. Hasrida Mustafa, S.Si Peneliti
9. Nurul Hidayah, S.Si Peneliti
10. Dr. H. Munir Salham, M.A. Peneliti
11. Renny Muhitar, S.Sos. Peneliti
12. Nelfita Peneliti
13. Trijuni Wijatmiko Teknisi
14. Nova Kartika, S.K.M. Teknisi
15. Olviana Teknisi
16. Reny Anggareni Teknisi
17. Halimuddin, S.Sos. Administrasi
Sumber Dana : DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala 2017
viii
COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK
ix
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
JUDUL PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
(STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Donggala, Desember 2017
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah dan
rahmat-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis
di Kabupaten Enrekang (Daerah Endemis Brugia Malayi Non-Zoonotik)” selesai tepat
pada waktunya. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten
Enrekang yang telah dinyatakan lulus TAS-3 tahun 2016. Laporan ini disusun sebagai bentuk
pertanggungjawaban secara administrasi dan merupakan penyampaian secara tertulis dari
hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang dan daerah lainnya yang
mempunyai karakteristik geografis yang hampir sama dengan daerah penelitian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas
kesempatan, izin dan segala dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada tim reviewer yang telah memberikan masukan serta
bimbingan atas pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh anggota tim penelitian, pengarah dan PJO provinsi Sulaewesi Selatan dan
Kabupaten Enrekang, pengelola filariasis baik tingkat provinsi maupun kabupaten terkhusus
untuk Bapak Makkaraus dan Bapak Supriadi, Kepala Puskesmas Buntu Batu, Kepala
Puskesmas Sumbang, Kepala Desa Buntu Bantu, Kepala Desa Buntu Barana, para kader dan
masyarakat atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Akhirnya, penulis sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu
memberikan bahan acuan maupun diskusi dalam penyusunan laporan ini. Penulis memberikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang membantu secara langsung maupun
tidak langsung selama mempersiapkan maupun penyusunan laporan ini. Saran dan masukan
yang membangun juga sangat diharapkan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.
Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam program eliminasi
filariasis di Kabupaten Enrekang khususnya dan dikabupaten lain di Indonesia pada
umumnya.
Donggala, November 2017
PJT Kabupaten,
Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si.
xi
ABSTRAK
Kabupaten Enrekang telah dinyatakan lulus TAS-3 pada tahun 2016, bahkan telahmenerima sertifikat daerah bebas kaki gajah oleh kementerian kesehatan pada tahun 2017.Studi ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh berbagai aspek yang terkait dengankeberhasilan Kabupaten Enrekang dalam melaksanakan TAS tahap ketiga dalam rangkamenuju eliminasi filariasis.
Studi Cross sectional dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek yang mendukungkeberhasilan pelaksanaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang. Kegiatan meliputi wawancaramendalam (indept interview), survei darah jari (SDJ), stool survey, deteksi DNA Brugiamalayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan padatingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa sedangkan kegiatan SDJ,stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungandi lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel yaitu Desa Potokullin, Kecamatanbuntu Batu dan Desa Parombean, Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 620 masyarakat yang diperiksa tidak adayang menunjukkan gejala klinis fiariasis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif. Dari158 anak Sekolah Dasar yang diambil sampel tinja hasilnya dua anak positif (1,26%)kecacingan, 20 anak diambil sampel darah untuk diperiksa deteksi DNA Brugia malayihasilnya negatif. Masyarakat diwawancara KAP sebanyak 632 orang menunjukkanpengetahun , sikap dan perilaku cukup baik terkait filariasis. Indep interview menunjukkanadanya perhatian penting berbagai pihak terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis diKabupaten Enrakng. Nyamuk tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia,Culex, Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan Culexvishnui positif mengandung DNA Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yangditemukan di sekitar rumah penduduk yang menjadi sampel SDJ yaitu: sawah, kolam, mataair, tepi sungai, genangan air, dan rumpun bambu.
Pelaksanaan program dalam rangka eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekangmendapat dukungan dari segala aspek baik pemerintah pusat maupun daerah. Monitoring danevaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan terusdigalakkan agar dapat mempertahankan sertifikat eliminasi filariasis yang sudah diterima dariKementerian Kesehatan, dan dapat memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari WHO.
Kata Kunci: Transmission Assesment Survey (TAS), Survei Darah Jari, Stool Survei, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Kabupaten Enrekang
xii
ABSTRACT
Enrekang Regency has been declared pass TAS-3 in 2016, and even has received thecertificate of Elephantiasis free from Ministry of Health in 2017. This study aimed tothoroughly identify various aspects related to the succes of Enrekang Regency inimplementing the third TAS in order to elimination of filariasis.
A cross-sectional study was conducted to examine the various aspects that support thesuccessful implementation of TAS-3 in Enrekang Regency. The study was done by indepth interview,finger blood survey, stool survey, DNA Brugia malayi detection, KAP-survey, entomoligicalsurvey, and also environmental survey. The indepth interview was conducted on provincial,regency, primary health care, and village level. The blood survey, stool survey, DNA Brugiamalayi detection, KAP-survey, entomoligical survey, and also environmental survey wereconducted in two sentinel areas, i.e Potokullin Village, Buntu Batu District, and ParombeanVillage, Curio District, Enrekang Regency.
The results showed that there was no filariasis symptoms from 620 examined people,and all blood survey were negatif filariasis. From 158 school children stool surveyed, therewas two (1,26%) samples positive soil transmitted helminths. From those samples werecollected 20 for whole blood samples for DNA Brugia malayi detection, and the results werenegative. People who surveyed for KAP were 632 samples. They showed a quite good of theknowledge, attitude, and practise about filariasis. The indepth interview showed there wereimportant atention from various sectors in implementation of filariasis elimination in EnekangRegency. There was 1.801 mosquitoes collected from the entomological survey. They werefrom genus Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, and Armigeres. PCR result showed thatCulex vishnui was positive DNA of Brugia malayi. The breeding place habitat of mosquitoeswere found surrounding the blood survey sample settlement, ie: paddy-field, pond, the spring,a long side river, the puddle, and also bamboo grove.
The programm implementation to filariasis elimination in Enrekang Regency hassupported from all aspects, both of central and local government. Monitoring and evaluationof programm implementation by local government, especially Health Office has to beencouraged continously to maintain the filariasis elimination certificate from Ministry ofHealth, and can obtain the elephantiasis free from WHO.
Key word: Transmission Assesment Survey (TAS), Finger blood survey, Stool Survey, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Enrekang Regency
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Sitti Chadijah, Muh. Faozan, Munir, Malonda Maksud ,Intan Tolistiawaty, Rosmini,Yusran Udin, Nurul Hidayah, Hasrida,Ahmad Erlan, Nelfita, Trijuni Wijatmiko,
Nova Kartika,Reni Anggraini,Olivia
Indonesia adalah salah satu dari 53 negara di dunia yang merupakan negara endemis
filariasis, dan satu-satunya negara di dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria
pada manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Kabupaten/kota
yang melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), pada tahun ketiga
dilakukan evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna
mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah lima tahun POPM
dilakukan evaluasi dengan survei kajian penularan TAS-1 (Transmission Assesment Survey)
dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT.
Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POPM sebanyak lima putaran,
dan dinyatakan telah lulus TAS-3, karena tidak ditemukan lagi anak SD yang positif Brugia
malayi. Keberhasilan pelaksananaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang tidak terlepas dari peran
serta lintas sektor mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan desa. Guna mengetahui berbagai
aspek terkait dengan keberhasilan Kabupaten Enrekang melaksanakan POPM lima putaran
dan dinyatakan lulus TAS-3 dalam rangka menuju eliminasi filariasis, maka dilakukan studi
evaluasi eliminasi filariasis di kabupaten Enrekang. Kegiatan ini serentak dilakukan di 24
kabupaten (18 kabupaten endemis Brugia malayi dan 6 kabupaten endemis Wuchereria
bancrofti) di Indonesia yang telah melaksanakan pre-TAS dan TAS.
Kegiatan di kabupaten Enrekang dilakukan di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu
dan Desa Parombean, Kecamatan curio, pada Bulan Februari – November 2017. Kegiatan
meliputi wawancara mendalam (indept interview), survei darah jari, stool survey, deteksi
DNA Brugia malayi, survei KAP (Knowledge, Actitute, Practise)/wawancara pengetahuan,
sikap, dan perilaku. survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan pada
tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa, sedangkan kegiatan survei
darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei
lingkungan di lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel/spot survei.
xiv
Indept interview dilakukan terhadap 34 informan pengambil kebijakan di Dinas
Kesehatan, dan lintas sektor baik pada tingkat provinsi, kabupaten, dan desa, termasuk toga,
toma, kader dan penderita. Hasilnya menunjukkan adanya perhatian penting terhadap
pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang. Tidak ada disharmoni kebijakan
pusat dan daerah. Sumber daya manusia masih dianggap bermasalah karena masih kurang
dari segi kuantitas, dengan kompetensi yang belum sesuai. Anggaran dan sarpras sudah
mencukupi serta adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
POPM di daerah. Dukungan dari lintas sektor juga menjadi salah satu penguatan untuk
menuju Kabupaten Enrekang eliminasi filariasis.
Wawancara KAP, pemeriksaan klinis dan survei darah jari dilakukan terhadap
masyarakat di dua desa terpilih usia ≥ 5 tahun. Hasil wawancara terhadap 632 masyarakat
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang mendukung eliminasi
filariasis dalam hal pengobatan adalah mengetahui akibat yang ditimbulkan jika tidak
mengkomsumsi obat filariasis, mengetahui efek samping obat filariasis, dan cara mencari
pengobatan yaitu ke petugas kesehatan. Adapun dalam hal pencegahan selain minum obat
juga menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu bila tidur pada malam hari
atau memakai pakaian lengan/celana panjang pada saat keluar rumah. Hal yang perlu
diwaspadai adalah masih ada penduduk yang tidak mengikuti program POPM yang nantinya
dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan.
Dari total 632 masyarakat yang di wawancara KAP, sebanyak 620 orang bersedia
untuk diperiksa secara klinis dan diambil darah. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
ditemukan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif.
Stool survey dilakukan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di enam SD di kabupaten
Enrekang yaitu MIS Maliba, SDK Bala Batu, SDN 35 Sangtempe, SDN 148 Pamolongan,
SDN 133 Pewa, dan SDN 106 Penyurak. Dari 158 anak SD yang diambil sampel tinja
hasilnya 2 anak positif (1,26%) kecacingan, dengan jenis cacing Trichuris trichura dan
Enterobius vermicularis. Deteksi DNA Brugia malayi dilakukan terhadap 20 anak SD sebagai
sampel, hasil pemeriksaan deteksi DNA Brugia malayi seluruhnya negatif.
Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode modifikasi human landing collection
dalam kelambu, hasilnya tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia, Culex,
Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Seluruh nyamuk tertangkap dikirim ke Badan Litbangkes
untuk diperiksa dengan PCR. Hasilnya menunjukkan bahwa ditemukan nyamuk dengan
spesies Culex vishnui positif DNA Brugia malayi.
xv
Survei lingkungan habitat dilaksanakan untuk mengetahui tempat perindukan nyamuk
di lokasi penelitian. Hasil menunjukkan bahwa terdapat empat tipe lingkungan habitat yang
ditemukan di Desa Potokullin, yaitu: mata air, tepi sungai, sawah, genangan air, kolam, dan
rumpun bambu, sedangkan di Desa Parombean ditemukan enam tipe lingkungan habitat,
yaitu: sawah, mata air, tepi sungai, genangan air, kolam, dan rumpun bambu.
Harapan agar Kabupaten enrekang bisa memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari
WHO, maka disarankan untuk :
1. Melakukan penyuluhan yang terencana dan kontinyu untuk menumbuhkan pemahaman
tentang bahaya filariasis dan melaporkan ke petugas kesehatan jika menemukan
seseorang dengan gejala-gejala awal pembengkakan di kaki atau di tangan.
2. Mengintensifkan penyuluhan ke masyarakat agar menggunakan kelambu saat tidur atau
menggunakan baju lengan pangang/celana panjang saat keluar rumah, untuk menghindari
kontak dengan gigitan nyamuk.
3. Memanfaatkan atau memaksimalkan sumber informasi terkait filariasis selain dari
petugas kesehatan dan guru, juga melalui pengumuman dari tempat ibadah (masjid).
4. Surveilans untuk monitoring dan evaluasi terhadap penularan filariasis dapat dilakukan
dengan memantau lokasi-lokasi yang penduduknya tidak mengikuti program POPM, dan
penatalaksanaan perawatan bagi penderita kronis kaki gajah.
5. Melanjutkan pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah
yang ada di masyarakat.
6. Melakukan survei entomologi untuk mengetahui kepadatan dan perilaku nyamuk untuk
mengantisipasi keberadaan vektor di lokasi penelitian.
7. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalaan dengan baik.
8. Meningkatkan peran serta masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
PPK, kader kesehatan yang dapat menjadi jembatan yang efektif antara petugas kesehatan
dan masyarakat.
xvi
DAFTAR ISI
SK PENELITIAN...................................................................................................................... ii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI .................................................................................. vii
COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK .........................................................................viii
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ............................................ ix
KATA PENGANTAR............................................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................................... xi
ABSTRACT ............................................................................................................................ xii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................................................xviii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
Latar Belakang....................................................................................................................... 1
Dasar Pemikiran..................................................................................................................... 2
Tujuan .................................................................................................................................... 4
Manfaat .................................................................................................................................. 4
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................................. 6
Kerangka Konsep................................................................................................................... 6
Jenis Studi .............................................................................................................................. 8
Populasi, Sampel, dan Lokasi ................................................................................................ 8
Bahan dan Cara Pengumpulan Data .................................................................................... 16
Alur Kegiatan....................................................................................................................... 23
Definisi Operasional ............................................................................................................ 26
Manajemen dan Analisis Data ............................................................................................. 26
BAB III.................................................................................................................................... 28
xvii
HASIL PENELITIAN............................................................................................................. 28
Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................................................... 28
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian......................................... 28
Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel ....................................... 31
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis....................................................... 35
Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis .................................................................. 37
Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. ............................................................. 39
Perilaku responden tentang filariasis dapat diihat pada Tabel 6 berikut ini. ....................... 39
Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian................................................................ 42
Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................................. 44
Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi................................................................................ 45
Gambaran Hasil Survei Vektor............................................................................................ 45
Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ............................................................................. 48
BAB IV.................................................................................................................................. 110
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 130
Kesimpulan ........................................................................................................................ 130
Saran .................................................................................................................................. 131
DAFTAR KEPUSTAKAAN ................................................................................................ 132
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 136
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan................. 30
Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi .. 31
Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017............ 32
Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di Kabupaten..... 35
Tabel 5. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017................ 37
Tabel 6. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017 ........... 39
Tabel 7. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Kabupaten Enrekang...... 42
Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di Kabupaten ............... 43
Tabel 9. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei Darah Jari 43
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan di Kabupaten .......... 44
Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten ..................... 45
Tabel 12. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode Penangkapan ....... 46
Tabel 13. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap dan Hasil Pemeriksaan PCR di Kabupaten ...... 46
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017 ................... 6
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017 ................................. 25
Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana, ......... 34
Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu, .............. 35
Gambar 5. Ploting Lingkungan Potokullin.............................................................................. 47
Gambar 6. Ploting Lingkungan Parombean ............................................................................ 48
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP.................................................................................... 136
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ ............................................. 136
Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm .............................................................. 137
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi............................................................. 137
Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan ............................................................ 138
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview ................................................................ 139
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang
dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah
kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia.1 Indonesia adalah salah satu dari 53
negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di
dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.2
Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020.
Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI
pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri
Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus
Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005
tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).2
Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236
kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis
tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal
filariasis (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181
kabupaten/kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah
penduduk sebesar 76 juta jiwa.
Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi
yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada
tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi
dengan survei kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan
menggunakan rapid diagnostic test/RDT.1 RDT yang digunakan adalah brugia rapid testTM
untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori,1,2,3,4 dan immunochromatographic
test (ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk
mendiagnosis ada tidaknya antibodi B. malayi/B. timori, sedangkan ICT untuk
mendiagnosis ada tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui
apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih
2
dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan
filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun).5,6,7 Untuk hasil TAS-1
dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS.
Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans
filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun
kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat
dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status
filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota
yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.
Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah
(Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014,7 Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun
2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka
Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi
kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.
Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POMP sebanyak lima putaran, dan
dinyatakan telah lulus TAS-3. Rekomendasi TAS-3 menyatakan Kabupaten Enrekang
tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan tetap melaksanakan surveilans,
pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data
dukungan untuk tahap verifikasi WHO.8
Dalam pelaksanaan POPM terdapat kendala bagi kabupaten/kota karena besarnya
sumber daya yang diperlukan (biaya operasional dan dukungan SDM). Adanya masalah
dan kendala tersebut di atas, perlu dilaksanakan suatu studi yang menyeluruh guna
mengetahui berbagai aspek terkait dengan kegagalan/keberhasilan suatu kabupaten/kota
dalam melaksanakan eliminasi filariasis. Studi yang dilaksanakan meliputi aspek
pemberian pengobatan pencegah massal, manajemen pengendalian (surveilans: tools dan
metode, promosi, penanganan penderita), lingkungan (fisik, biologis: vektor dan reservoir),
dan perilaku masyarakat.
Dasar Pemikiran
Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS.
Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari hasil
3
kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase
cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48. Persentase cakupan ini
masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65 dari total populasi atau 85
dari total sasaran).9 Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya yang
tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan
adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan badan.9,10
Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan metode surveilans
yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya reservoar dan
vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat yang masih
rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait dengan
pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan komprehensif.
Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP
(Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54 penduduk yang mendengar
dan mengetahui filariasis, menjadi 89 penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan
sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan
meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80.11 Studi yang dilaksanakan
oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama 5 tahun
POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1 --3 menjadi 0.12 Demikian juga hasil studi yang
dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan bahwa pelaksanaan
POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia di bawah 1.13 Di
India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories dengan 553 juta
penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2
yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra Pradesh,
Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007, dari 250 kabupaten
endemik, cakupan pengobatan massal adalah 82 dari 518 juta penduduk, dan setahun
kemudian meningkat menjadi 85,92. Meningkatnya angka cakupan pengobatan massal
dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang merupakan
Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi filariasis tahun 2015.14
Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi filariasis pada tahun 2006
dengan menggunakan fortifikasi garam dapur dengan DEC. Keberhasilan program
eliminasi filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di 864 kabupaten/kota,
sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja sama yang erat antar
4
instansi yang terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya
intensitas kampanye pengendalian dan pencegahan.15 Keberhasilan Tiongkok ini dapat
dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye pengendalian dan
pencegahan filariasis.
Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa
keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah
daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas
POPM, dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan
Indonesia? Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan
eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan
keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai
unit/instansi yang berada di lingkup Badan Litbangkes.
Tujuan
Tujuan Umum
Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah
melaksanakan POPM.
Tujuan Khusus
2.2.1. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil
analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).
2.2.2. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil
analisis aspek manajemen.
2.2.3. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di
Indonesia.
Manfaat
Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan
model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam
penanggulangan filariasis. Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan
5
Filariasis. Dalam Permenkes tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis
dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah
Daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan
dengan empat pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei
data dasar prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei
evaluasi penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko melalui
pemberian obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.
6
BAB II METODE PENELITIAN
Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017
POPM-- Cakupan-- Kesesuaian Pelaksanaan
dengan Prosedur-- Kepatuhan Masyarakat
Minum Obat
Manajemen Pengendalian-- Surveilans-- Penanganan penderita-- Pengendalian faktorrisiko-- Promosi/KIE-- SDM-- Rasio Pembiayaan-- Kebijakan dan Dukungan
Pemkab/Pemkot.
Vektor-- Spesies-- Infectivity rate-- Jenis TempatPerindukan
Reservoir– Spesies– Microfilaremia rate- Jarak Habitat dariPemukiman
Penduduk
KeberhasilanEliminasiFilariasis
Perilaku
Masyarakat
-- Pengetahuan
-- Sikap
-- Kebiasaan
Lingkungan Fisik
-- Tipe Wilayah
-- Kondisi Pemukiman
Metoda TAS-- Penentuan
Subyek-- TeknikDiagnosis-- PenentuanBatas
Cut-Off
7
Keterangan Diagram
1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya
saat dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan
selama 5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika
jumlah sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang
diperiksa antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18).
Sedangkan yang gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang
ditetapkan).
2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang
perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah
reservoir, vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat,
dan manajemen pengendalian.
3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi
dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor
dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan
(vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan
(pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik
kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.
Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana dan Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya.
Waktu: Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Februari sampai
dengan November 2017.
Tempat/Lokasi: Studi adalah Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu dan Desa
Parombean, Kecamatan Buntu Barana Kabupaten Enrekang yang merupakan wilayah
endemis B. malayi non-zoonotic. Pemilihan lokasi kabupaten berdasarkan hasil TAS-3
yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil TAS 3 kabupaten Enrekang
adalah dari seluruh anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang diperiksa berjumlh 1.610 siswa dengan
hasil semuanya negatif. Sehingga pemilihan desa berdasarkan kriterai desa sentinel atau
spot.
8
Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah Balai Litbang P2B2 Donggala yang
merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.
Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala
tahun 2017.
Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Balai Litbang P2B2 Donggala , salah satu
kegiatan yaitu pelaksanaan TAS-1 di Kabupaten Donggala bersumber dari DIPA Ditjen
P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk kegiatan TAS ini pelaksana adalah Subdit P2
Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis,
Ditjen P2P.
Jenis StudiJenis studi adalah potong lintang (cross sectional).
Populasi, Sampel, dan Lokasi.
Transmission Assesment Survey (TAS).
Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah salah
satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi filariasis.
Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang ditetapkan. Disain
survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka partisipasi masuk sekolah,
besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2, dan jumlah sekolah atau daerah
pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk mengukur apakah di daerah tersebut pasca
POPM dapat mempertahankan prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam
pengertian tidak terjadi lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.
Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di Kabupaten
Enrekang.
Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey sample
builder (SSB).16 SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk membantu
pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi perhitungan guna
menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain survei yang fleksibel agar
sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan tingkat sekolah dasar, ukuran populasi,
9
jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah
diperhitungkan tingkat absensi 15 . Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara
random (acak) sebanyak 30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO.
Dalam daftar random pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa
diikutsertakan dalam survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-
1.552 anak. Dari setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk
diambil darah jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk
subyek yang positif antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.
Kriteria Sampel
Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.
Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.
Survei Darah Jari (SDJ)
SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria di dalam
darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan malam hari untuk
daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.
Populasi: masyarakat di Desa Potokullin dan Desa Parombean.
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow
et.al (1997):
n=[Z21-2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z21-2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95 ). P=0,28. d = 0,05.
Catatan: Kegiatan TAS ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, DirektoratPencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P pada tahun 2016.
10
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa/kelurahan adalah:
n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310 orang
(minimal).
Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5 orang) per
lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa pada kecamatan
yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang berusia 5 tahun ke atas,
termasuk anak SD/MI yang positif antibodi/antigen dan 10 yang negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI yang
positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan penelitian anak-anak tersebut sudah
menduduki bangku kelas 2 dan 3.
Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.
Lokasi: adalah Desa Potokullin dan Desa Parombean.
Stool Survey (StS)
StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid diagnostic test yang positif
dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan tinja dilakukan dengan
pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada daerah yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow
et.al (1997):
n=[Z21-2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z21-2 = 1,645 (tingkat kepercayaan 90 ). d = 0,05.
11
Prevalensi kecacingan adalah 18 sehingga P = 0,18.
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap kabupaten adalah antara 146 –
178 anak; dengan N = 1.464 – 1.783 anak. Lihat tabel 1c “Besar Sampel Dalam
Penelitian Kesehatan” – Stanley Lemeshow, dkk.
Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif dan negatif test antibodi/antigen.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang sakit (diare).
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2 dengan cara
sebagai berikut:
1. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD), maka SD
dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika
sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya
tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka
diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut
menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
2. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada kedua SD
tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika sampel masih kurang maka
diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut
menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang
berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun
2016, dst.
3. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak SD diambil
pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling berdekatan dengan lokasi
penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan
SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih
kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD
tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
12
Lokasi:
Untuk kabupaten Enrekang ditetapkan enam SDN/MI dengan jumlah sasaran (target)
sebanyak 160 anak. Di Kecamatan Curio dilakukan di empat SD, sedangkan di Kecamatan
Buntu Batu di 2 SD. MIS Maliba dengan jumlah sasaran (target) sebanyak delapan siswa,
SDK Bala Batu dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 20 siswa, SDN 35 Sangtempe
dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 16 siswa, SDN 148 Pamolongan dengan jumlah
sasaran (target) sebanyak 38 siswa, SDN 133 Pewa dengan jumlah sasaran (target)
sebanyak 54 siswa dan SDN 106 Penyurak dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 35
siswa, sebagai lokasi tempat pengumpulan sampel StS.
Deteksi DNA Brugia malayi
Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak keberadaan fragmen
mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR). Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan
pada daerah yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.
Sampel: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi. Jumlah sampel
15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak 150—200 µl, dimasukkan ke
tabung microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di
tabung microtainer dan kertas Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase
chain reaction (PCR).
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang tidak datang/hadir di sekolah karena sakit atau
ijin ada keperluan lainnya.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan cara sebagai
berikut:
13
Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel, jika jumlah
sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal sampel 20 ditambah
dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016. Sampel negatif ini bisa diambil pada
salah satu SD yang ada anak yang positif sampai terpenuhi minimal sampel. Cara
pengambilannya dengan purposive sampling.
Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD sebanyak 20
buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.
Lokasi: SDK Bala Batu, dan SDN 133 Pewa.
KAP Survey Filariasis
KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis (penyebab penyakit,
pengobatan, dan pencegahan).
Populasi: masyarakat di di desa Potokullin dan desa Parombean.
Sampel: Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas pada 70—100
rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek diwawancarai dengan
kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas.
Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan
lansia dementia.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden. Responden pertama
dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil TAS maka rumah pertama
yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya
diambil yang paling dekat dengan rumah pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310
responden yang akan dilakukan pengambilan darah jari.
14
Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden tinggal
dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah tempat tinggal calon
responden.
Lokasi: di desa Potokullin dan desa Parombean.
Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat lintas
program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa; serta penderita
klinis kronis filariasis.
Kriteria Sampel:
a. Para pejabat lintas program dan sektor
Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang
berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat.
Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa
yang berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan
program pengendalian penyakit menular.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—10 orang.
Lokasi: ibukota provinsi Sulawesi Selatan/kabupaten Enrekang/kecamatan Curio dan
Buntu Batu/desa Potokullin dan Parombean yang menjadi lokasi studi.
b. Penderita klinis filariasis:
Inklusi: penderita klinis filariasis dengan ekstremitas (kaki/tangan) yang membesar dalam
stadium I—IV.
Eksklusi: penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran ekstremitas.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan adalah dua orang/penderita.
Lokasi: Desa Potokullin adalah desa/kelurahan yang didiami oleh penderita elephantiasis
15
Survei Vektor (Nyamuk).
Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang mengandung larva
L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1 bulan, pada 6 titik/lokasi di
Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang selama 2 malam berturut-turut. Dimulai sore
hari pukul 17.00 sampai esok hari pukul 06.00. Metode yang digunakan adalah modifikasi
human landing collection dalam kelambu.
Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini dilakukan
pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type breeding site,
pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi ekologi (tanaman air,
lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak dari rumah penduduk,
penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per spesies. Untuk mengetahui lokasi
habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik global positioning system
(GPS) habitat vektor tersebut.
Kriteria Sampel:
Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang mendukung
keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang, kelompok tumbuhan yang hidup di
air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).
Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang tidak
menunjukkan keberadaan vektor.
Lokasi: Lokasi adalah Dusun Buntu Lenta, Desa Potokullin. dan Dusun Liba, Desa
Parombean.
Survei Lingkungan
Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan lingkungan
biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan studi. Untuk survei
lingkungan biologis reservoir hanya dilakukan di daerah endemis B. malayi zoonotic.
Sampel: Untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100 bangunan
rumah di tempat pelaksanaan SDJ. Sedangkan untuk lingkungan biologis reservoar adalah
hutan dan/atau kebun yang berada di sekitar daerah tempat pelaksanaan studi.
16
Kriteria Sampel:
Lingkungan biologis vektor.
Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam survei KAP.
Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos
keamanan, rumah kosong, masjid/mushalla/gereja/pura).
Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di
setiap kabupaten.
Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic).
Inklusi: Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses (minimal ada jalan
setapak).
Eksklusi: Hutan primer dan /atau kebun (karet, sawit) terlantar.
Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis vektor/reservoir dilakukan plotting
sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) lingkungan di sekitar
bangunan rumah responden/hutan atau kebun.
Bahan dan Cara Pengumpulan Data
Transmission Assesment Survey (TAS).
a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima
pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai
supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi dengan
pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar yaitu petugas
yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai sampel untuk diambil
darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil sampel darah; (5)
pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus memonitor dan membaca hasil tes cepat
antibodi/antigen termasuk memonitor waktu (pengelola timer).
b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan
memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan
tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik untuk pengambilan
darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid merasa takut melihat
proses pengambilan darah.
17
c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek penelitian)
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko
terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan bagian dari suatu
kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang
dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Jarang sekali terjadi infeksi
atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan
memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi
pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang
dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan sebagai
pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.
e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk setiap
murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah disediakan.
Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau tidak mendapat ijin
dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir serta mengisikan nama
subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.
f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit
diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek sebanyak
35 μl.
g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif
diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi anak/murid
SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama SD/MI, nama anak,
umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan nama orang tua/wali.
Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).
a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti yang akan
melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala klinis yang
dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun terakhir, pemeriksa gejala
klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2) pewawancara yaitu peneliti yang
bertugas melakukan wawancara dari rumah ke rumah kepada subyek penelitian dengan
18
menggunakan kuesioner terstruktur; (3) pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang
bertugas melakukan plotting rumah calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu
peneliti yang mencatat dan mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel
untuk diambil darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil sampel
darah; (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses spesimen sejak spesimen
diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi bahan kontak yaitu pembantu
peneliti yang membagikan bahan kontak kepada subyek penelitian yang telah selesai
diambil darah jari dan wawancara.
b. Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan rumah
calon responden, dan habitat vektor.
c. Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang dilakukan
pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan dimulai dari rumah
penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau kronis elefantiasis) sebagai titik
pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang berdekatan di sekeliling rumah penderita secara
melingkar atau secara zig-zag disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.
d. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota rumah
tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini, dapat ditanyakan kepada
kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah tangga yang berusia dewasa.
Informed concent ini diberikan kepada responden/subyek penelitian untuk dibawa ke
tempat pengambilan darah jari sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah
dilakukan wawancara.
e. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke atas. Proses
wawancara berlangsung antara 15—20 menit.
f. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir
persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian untuk
dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika responden tidak dapat
atau kesulitan membaca, pewawancara akan membacakan PSP.
g. Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim melakukan
persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.
h. Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup lapang. Di
tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya untuk subyek duduk
menunggu giliran serta minimal 4 buah meja untuk menaruh berbagai peralatan
19
pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu tempat/ruangan khusus untuk
pemeriksaan klinis.
i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,
mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent. Petugas
pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang disediakan.
j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua tim,
sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek penelitian
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap
subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari) namun jarang sekali terjadi
infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek
akan memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan
dilakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pemeriksa gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian.
Gejala klinis yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam
setahun terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.
k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk sediaan
apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari dimulai pada pukul
21.00. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan diproses oleh pemroses spesimen
sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak slaid.
l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas pemberi
bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan kontak kepada
subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.
n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi subyek
penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke Puskesmas untuk
diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
o. Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10 dari slaid yang negatif dikirim ke Tim
Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
20
p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara dientri oleh
tim.
Stool Survey (StS)
a. Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan kegiatan;
(2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan mengampulkan dan
memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat,
mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek penelitian (anak-anak) yang
dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya; (4) penghubung adalah pembantu
peneliti yang melakukan kordinasi dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan
kesehatan kepada subyek penelitian.
b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan singkat
kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei. Selanjutnya
pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih
sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja. Proses selanjutnya adalah
membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai keterangan cara pengambilan,
pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat pembagian pot, kepada murid SD/MI
dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima
dari kegiatan yang dilakukan. Informed concent diberikan ke murid untuk
ditandatangani oleh orang tua murid/wali murid.
c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang telah
terisi spesimen tinja kepada tim.
d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari pendaftar.
Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek penelitian
yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk diberikan pengobatan
dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis (Laboratorium
Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) untuk dilakukan
pemeriksaan silang (cross check).
21
Deteksi DNA Brugia malayi
a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah yaitu
peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang positif/negatif
antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan
bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel.
b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif antibodi.
c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada kepala
sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah pada siang hari.
Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid
SD/MI yang terpilih sebagai sampel.
d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung microtainer
dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung vacutainer
dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di
Jakarta.
Wawancara Mendalam (Depth Interview)
a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat (notulis).
b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.
c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan penjelasan
tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta untuk membaca
dan menandatangani PSP.
Survei Vektor (Nyamuk).
a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga lokal
sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut menjadi ketua
tim/ kordinator.
b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi
penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta melakukan
kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.
c. Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah dipasang 2 kelambu
yaitu di dalam dan luar rumah.
22
d. Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar yang tempat
masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu luar. Umpan
manusia berada di kelambu dalam.
e. Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang
hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.
f. Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk dilakukan
identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.
g. Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00 pagi
berikutnya (12 jam).
h. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor potensial
dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat untuk
diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya infectivity rate vector.
Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan spesies dan lokasi. Untuk efisiensi
pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina parous yang akan diperiksa keberadaan
larva cacing filaria.
Survei Lingkungan
a. Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh 1 orang
peneliti. Sedangkan Survei Lingkungan Biologis Reservoar dilakukan hanya pada
daerah endemis B. malayi zoonotic
b. Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei lingkungan
biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa form pencatatan,
perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada telepon genggam atau gadget
guna merekam situasi dan kondisi yang ditemukan, serta HP yang telah diinstall dengan
program GPS.
Untuk Survei Lingkungan Biologis Reservoar peralatan yang dibawa sama dengan
peralatan survei lingkungan biologis vektor. Lokasi survei adalah hutan yang terdapat di
sekitar desa/lokasi penelitian, maksimal berjarak 3 km dari kelompok pemukiman
terluar.
23
Alur KegiatanBerikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.
TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY
(dilakukan pada tahun 2016)
Populasi Sampel
Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota
Klaster/Sekolah
30--40 SD/MI di setiap kab/kotayang lulus/gagal TAS.
Rapid Diagnostic Test (RDT)Brugia Rapid Test/ICT
Hasil RDT semua neg
Pilih lokasi: daerahsentinel dan/ataudaerah spot.
Hasil RDT ada yg pos
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Pilih lokasi: RDTpositif terbanyakdan/atau keberadaanreservoar (kucing,anjing, lutung/monyet) bagi daerahendemis B. malayi.
Kabupaten/Kota MasaSurveilans (Pasca LulusTAS-1/TAS-2)
Kabupaten/Kota PascaPOPM (5 -- 7 thn)
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
24
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Survei Darah Jari
Bm = 20.00—02.00
Wb = 21.00—24.00
Jumlah sampel = 620org, usia 5 thn >
Positif
Negatif
Pengobatan
KAP Survei:Jumlah responden =620 org, usia 5 thn >
Survei Vektor:Mansonia, Culex,Aedes, Anopheles.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
PemeriksaanPCR
Positif
Negatif
Datakuantitatif dankualita-tif diolahdandianalisis
Survei Reservoar(pada daerah endemisB. malayi):Pengambilan sampeldarah kucing, anjing,dan primata (lutung,monyet) sebanyak 100ekor.
Positif
Negatif
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Survei Lingkungan:
Lingkungan di seputardesa/kelurahan.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Wawancara Mendalam (IndepthInterview): Responden adalah (1)pejabat lintas program/sektor tingkatprovinsi/kabupaten/kecamatan/desa,(2) penderita elephantiasis (jumlahresponden 2—5 orang/kabupaten).
Data kualitatifdiolah dandianalisis
Identifikasi Status Antibodi IgG B.malayi: Jumlah responden 124 orangyang juga sebagai responden surveidarah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3cc dari vena responden.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
25
Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Dit.
P2TVZ.
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017
Penjelasan diagram
1. Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu
sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telahduduk di kelas 2 dan 3.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih:SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk dikelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI.Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MIpada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yangberdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot;yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.
Stool Survey:
Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10%dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuksetiap kabupaten, diutamakan anak-anak yangpositif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.
Positif Negatif
Deteksi DNA B. malayi
Jumlah sampel = 15—20.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Pengobatan
26
kompetensinya; sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang
tepat sasaran, melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan
terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan
tersedianya anggaran operasional yang memadai.
2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di
kabupaten/kota.
3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,
anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar
penyakit.
4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai
dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake
holder dan masyarakat, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan
reservoar.
Definisi Operasional1. Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak
SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang ditetapkan.
2. Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak
SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang
ditetapkan.
3. Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada saat survei pemetaan
sebelum pelaksanaan POPM.
4. Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih terjadinya penularan
filariasis (cakupan POPM rendah, faktor epidemiologi mendukung).
Manajemen dan Analisis Data1. Manajemen Data
Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri langsung di lapangan dengan
program yang telah disiapkan. Entri data dilakukan oleh tim pengumpul data. Selanjutnya
data dikirim via internet atau secara langsung dengan menyimpan dalam flash disk.
27
2. Analisis Data
Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara deskriptif dan bivariat.
Data kualitatif dari hasil wawancara mendalam akan dilakukan pengkajian untuk diperoleh
kesimpulan di setiap variabel yang dikaji.
28
BAB III
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kebupaten Enrekang merupakan satu diatara 23 Kabupaten / kota di Sulawesi
Selatan yang diapit pada sebelah timur gunung Latimojong dan sebelah barat terdapat
bentangan Sungai Saddang . Secara geografis Kabupaten Enrekang terletang antara
3014’36” – 3020’0” Lintang Selatan dan antara 119040’53” - 1200633” Bujur Timur17.
Adapun batas wilayah Kabupaten Enrekang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Tanah Toraja
Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidenreng Rappang
Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang
Luas Wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1.786,01 km2 atau sebesar 2,83% dari
luas Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekag terbagi menjadi 12 Kecamatan dan 129
Desa/Kelurhan. Luas kecamatan wilayah penelitian adalah Kecamatan Buntu Batu (126.65
km2) dan kecamatan Curio (178.51 km2).17
Wilayah ini juga terkenal dengan sebutan “ MASSENRENGPULU” yang
bermakna wilayah yang terletak di lereng pegunungan. Hal ini memeng tepat sebab pada
kenyataan potografi Kabupaten Enrekang sekitar 85% merupakan medan yang
bergelombang, berbukit sampai curam dan hanya sekitar 15% yang merupakan medan
berombak sampai landai. Sedangkan ketinggian daerah dari permukaan laut bervariasi
antara 47 meter sampai 3.329 meter di atas permukaan laut.17 Curah hujan di Kabupaten
Enrekang pada tahun 2016 yaitu antara 1.671 sampai 4.972 mm/tahun. Curah hujan
tertinggi terjadi pada Bulan November yaitu 4.972 mm3.17
Jumlah sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Enrekang adalah: dua rumah sakit,
13 puskesmas, 69 puskemas pembantu, 57 poskesdes, dan 301 posyandu. Adapun jumlah
kader kesehatan sebanyak 1.520 orang.18, 19
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian
Pada tanggal 26 Januari – 15 Juni 2006 oleh Subdit Fiariasis dan Schistosomiasis
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Kesehatan
29
Kabupaten Enrekang telah mengadakan survei darah jadi (SDC atau survei data dasar
prefalensi mikro filaria) pada dua kecamtan di Kabupaten Enrekang, yaitu Kecamatan
Baraka dan Kecamatan Curio, dengan hasil sebagai berikut :
Desa Potokkulin, Kecamatan Baraka dengan jumlah yang diperiksa 185
sampel, dengan mf-rate 1.08%. Kepadatan parasit 75 mikroliter dengan
spesies Brugia malayi.
Desa Parombean, Kecamatan Curio dengan jumah diperiksa 205 sampel, mf-
rate 0.98%. Kepadatan parasit 50 mikroliter dengan spesies Brugia malayi.
Berdasarkan hasil di atas maka di tetapkan Kabupaten Enrekang sebagai Persiapan
MDA. Sebelum pelaksanaan MDA (POPM) tahun 2006 dilakukan serangkaian persiapan
penanggulangan filariasis yang di tuangkan dalam rencana/tahapan kegiatan Kabupaten
Enrekang menuju eliminasi filaria 2008.8
Sejak akhir 2007 sampai tahun 2011 telah diadakan pengobatan massal selama lima
tahun berturut-turut dengan maksud menghilangkan parasit filariasis untuk mengeliminasi
kasus filariasis di Kabupaten Enrekang dengan cakupan pengobatan rata-rata 90-92%.
Penderita kronis filaria yang ditemukan sesuai hasil survei sejak 2006-2009
sebanyak 19 orang, dengan rincian 3 orang dari Desa Potokullin, 3 orang dari Desa
Sumbang, dan 13 orang dari Desa Buntu Batu.
Tahun 2012 dimulainya survei evaluasi penularan filariasis pada anak sekolah
(transvisi assisment survey atau TAS ) pada 40 sekolah dasar dan sederajat dengan jumlah
sampel 1.548 jiwa dan ditemukan satu positif yaitu di SDN No. 78 Belalang. Hasil
rekomendasi dan tindak lanjut dari TAS I (2012) adalah lulus dengan tetap melaksanakan
surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi
data persiapan TAS II. Tahun 2014 diadakan TAS II pada 39 sekolah dasar dan sederajat
dengan jumlah sampel 1.558 jiwa dan ditemukan 17 positif yang terdiri dari sampel 5
positif jelas, dan 12 positif tidak jelas. adalah lulus dengan tetap melaksanakan surveilans,
pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data persiapan
TAS III.
TAS III dilakukan pada tahun 2016 pada 51 sekolah dasar dan sederajat dengan
jumlah sampel 1.532 jiwa dan tidak ditemukan sampel-positif. Rekomendasi TAS III
dinyatakan Kabupaten Enrekang tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan
30
tetap melaksanakan surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis
serta melengkapi data dukungan untuk tahap verifikasi WHO.
Untuk menilai adanya penularan prevalensi mikrofilaria sesudah kegiatan POPM
Filariasis (2006-2011) maka diadakan survei evaluasi prevalensi mikrofila dengan
melakukan Survei Dara Jari (SDJ) pada tahun 2009 atau tahun ke-3 POPM yang dikenal
dengan SDJ II dilaksanakan di Desa Potokullin dan Desa Parombean mengikuti SDJ I.
Tahun 2011 dilaksanakan SDJ III dengan lokasi pelaksanaan di Desa Benteng Alla dan
Desa Benteng Alla Utara, Kecamatan Baroko, Desa Makajang Kecamatan Maiwa, Desa
Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan Buntu Batu, Desa Tirowali
Kecamatan Baraka, Desa Buntu Mondong Kecamatan Butu Batu. Bulan Juni tahun 2012,
SDJ IV dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan
Buntu Batu, Desa Buntu Mondong Kecamatan Buntu Batu, Desa Liba Kecamatan
Sumbang, Keurahan Tuara Kecaatan Enrekang, dan salah Kecamatan Maiwa. SDJ V tahun
2013 dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potok Kulin Kecamtan
Buntu Batu8.
Berikut Tabel 1. yang menggambarkan cakupan pengobatan massal selama lima
tahun berturut-turut.
Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi SelatanTahun 2007—2011
No Tahun
Jumlah Persentase
Penduduk(P)
Sasaran
(S)
MakanObat(MO)
S/P MO/S MO/P
1 2007 178.312 171.491 162.658 96,2 94,8 91,1
2 2008 214.472 170.507 177.435 82,7 100 82,7
3 2009 213.337 170.507 147.241 79,9 86,4 69,0
4 2010 - 176.740 154.873 - 87,6 -
5 2011 - 244.003 162.958 - 66,7 -
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
31
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa cakupan pengobatan massal di Kabupaten
Enrekang sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 berfluktuasi.8 Cakupan tertinggi pada tahun
2007 (91,1%) dan terendah tahun 2009 (69,0%). Cakupan pengobatan massal merupakan
salah satu indikator pelaksanaan evaluasi filariasis di suatu kabupaten dimana angka
cakupan minum obat > 65% setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut.
Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel
Pada Tabel 2 disajikan jumlah responden/subyek penelitian/sampel yang
dikumpulkan dalam studi ini.
Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasiyang Dikumpulkan Kabupaten Enrekang Tahun 2017.
NoJenis
Data/Informasi
Jumlah Res/SP/Sampel Keterangan
1 TAS * 1.610Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD kelas1 dan 2 (thn 2016)
2 Survei KAP 633Di desa Potokullin 321 sampel dan DesaParombean 312 sampel
3 Pemeriksaan Klinis 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel
4 Survei Darah Jari 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel
5 Stool Survey158
SP sama dengan subyek penelitian pada TAS(saat puldat anak duduk di kelas 2 dan 3 (thn2017) dilakukan di enam sekolah dasar
6 Deteksi Gen Bm 20SP sama dengan SP TAS (saat puldat anakduduk di kelas 2 dan 3 (thn 2017)
7. Studi Kualitatif 34
Informan adalah Pengambil kebijakan diBapedda, Dinkes, dan lintas sektor baik padatingkat Provinsi maupun kabupaten serta toga,toma, kader dan penderita
* = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada tahun 2016.
Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden dari masing-masing
kegiatan tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis seyogyanya sama,
namun dalam kenyataan di lapangan jumlah responden KAP lebih banyak dibandingkan
dengan responden SDJ atau pemeriksaan klinis. Hal ini dikarenakan tidak seluruh
masyarakat yang diwawancara datang saat pengambilan darah pada malam hari.
Sedangkan pada sampel TAS dan stool survey tidak sama karena tidak seluruh sampel
32
TAS dijadikan sampel stool survey. Sampel stool survey merupakan anak SD yang terpilih
yaitu SD ditemukannya penderita TAS positif dan beberapa SD lainnya sehingga
mencukupi sampel minimal (150-160) anak kelas 2 dan 3 tahun 2017.
Pada Tabel 3 di bawah ini menyajikan karakterisitik responden/subyek penelitian di
kabupaten Donggala tahun 2017
Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017
KarakteristikDesa Potokullin
(N=321)Desa Parombean
(N=312) Jumlah
Jenis kelamin N % N % N %Laki-laki 150 46,7 161 51,6 311 49,1
Perempuan 171 53,3 151 48,4 322 50,9Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0
Kelompok Umur< 15 tahun 109 34,0 111 35,6 220 34,8
15-24 tahun 37 11,5 41 13,1 78 12,325-34 tahun 59 18,4 46 14,7 105 16,635-44 tahun 37 11,5 44 14,1 81 12,845-54 tahun 44 13,7 32 10,3 76 12,055-64 tahun 19 5,9 18 5,8 37 5,8>= 65 tahun 16 5,0 20 6,4 36 5,7
Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Status kawinBelum Kawin 151 47,0 172 55,1 323 51,0
Kawin 153 47,7 131 42,0 284 44,9Cerai Hidup 6 1,9 2 0,6 8 1,3Cerai Mati 11 3,4 7 2,2 18 2,8
Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Tingkat pendidikanTidak pernah sekolah 11 4,0 16 6,2 27 5,1
Tidak tamat SD 62 22,6 72 27,9 134 25,2Tamat SD/MI 102 37,2 64 24,8 166 31,2
Tamat SLTP/MTs 48 17,5 52 20,2 100 18,8Tamat SLTA/MA 36 13,1 37 14,3 73 13,7Tamat D1/D2/D3 6 2,2 7 2,7 13 2,4Tamat Perguruan
Tinggi9 3,3 10 3,9 19 3,6
Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0Pekerjaan Utama
33
Tidak bekerja 14 5,1 14 9,5 28 5,3Sekolah 70 25,5 82 29,3 152 28,6
Ibu Rumah Tangga 77 28,1 55 20,5 132 24,8PNS/TNI/POLRI 3 1,1 4 5,7 7 1,3
Wiraswasta/Pedagang 0 0,0 1 0,4 1 0,2Pelayanan Jasa 1 0,4 0 0,0 1 0,2
Petani 100 36,5 93 36,0 193 36,3Nelayan 1 0,4 0 0,0 1 0,2Lainnya 8 2,9 9 3,5 17 3,2Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa karekteristik responden berdasarkan jenis
kelamin di Kabupaten Enrekang lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan desa, terlihat responden laki-laki lebih banyak di Desa Parombean daripada di
Desa Potokullin. Berdasarkan kelompok umur, terlihat responden terbanyak dari golongan
umur <15 tahun, hal ini sama baik di Desa Potokullin maupun di Desa Parombean.
Sedangkan responden tersedikit berada di kelompok umur >=65 tahun untuk di Desa
Potokullin, dan kelompok umur 55-64 tahun di Desa Parombean.
Berdasarkan status kawin, menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin
adalah belum kawin, sedangkan di Desa Parombean dengan status kawin. Tingkat
pendidikan menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin adalah Tamat SD/MI,
sedangkan di Desa Parombean adalah tidak tamat SD/MI. Adapun Tingkat pendidikan
terendah di kedua desa adalah tamat D1/D2/D3. Pekerjaan utama terbanyak responden
adalah petani baik di Desa Potokullin maupun di Desa Parombean.
Rumah tangga responden yang di wawancara dipetakan, berikut ditampilkan hasil
plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial.
34
Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana,Kabupaten Enrekang tahun 2017
Pada gambar diatas diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di
Desa Parombean yaitu sebanyak 79 rumah tangga. Secara geografis lokasi merupakan
pengunungan dengan ketinggian 570-2.149 diatas permukaan laut.
Dari Gambar 2 diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di Desa
Potokullin sebanyak 108 rumah tangga. Secara geografis Desa ini merupakan daerah
pengunungan dengan ketinggian lebih dari 1.000 diatas permukaan laut.
35
Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu,Kabupaten Enrekang tahun 2017
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis
Dalam studi ini dilakukan wawancara kepada responden yang akan dilakukan
pemeriksaan klinis dan diambil darah jari. Tabel 4 di bawah ini menampilkan jumlah
responden yang mengetahui penyebab kaki gajah (elephantiasis)/filariasis.
Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di KabupatenEnrekang tahun 2017
PENGETAHUAN
DesaPotokullin(N=321)
DesaParombean
(N=312)Jumlah
N % N % N %Penyebab Filariasis
a. Penyakit yang disebabkan olehcacing
7 3,3 42 20,9 49 11,9
b. Penyakit yang ditularkan olehnyamuk
87 41,0 65 32,3 152 36,8
c. Penyakit keturunan 0 0,0 1 0,5 1 0,2d. Lainnya 9 4,2 21 10,4 30 7,3
Akibat terkena penyakit filariasis
36
a. Menyebabkan kaki atau tanganmembesar
97 45,8 110 54,7 207 50,1
b. Tidak menimbulkan gejala danakibat pada tubuh
1 0,5 0 0,0 1 0,2
c. Menyebabkan demam & tubuhlemah/sakit-sakit
2 0,9 16 8,0 18 4,4
d. Menimbulkan pembengkakanpada lipat paha/ketiak
0 0,0 2 1,0 2 0,5
e. buah dada/skrotum 1 0,5 3 1,5 4 1,0f. Lainnya, sebutkan 8 3,8 18 9,0 26 6,3
Apakah ada dari antara sanak famili/tetangga [NAMA] yang pernah mengalamidemam berulang disertai pembengkakan kelenjar pada lipat paha
a. Ada 19 9,0 6 3,0 25 6,1b. Tidak ada 193 91,0 195 97,0 388 93,9Total 212 100,0 201 100,0 413 100,0
Mencari pengobatana. Petugas kesehatan 14 73,7 3 50,0 17 68,0b. Pengobatan tradisional 0 0,0 1 16,7 1 4,0c. Lainnya 1 5,3 0 0,0 1 60,0
Pengetahuan tentang pengobatan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis)untuk semua penduduk di desa ini
Ya, mengetahui 156 73,6 189 94,0 345 83,5Tidak mengetahui 51 24,1 12 6,0 63 15,3Lupa 5 2,4 0 0,0 5 1,2Total 212 100,0 201 100,0 413 100,0
Sumber informasi pengobatan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis) untuksemua penduduk di desa ini
a. Petugas kesehatan/Guru 95 60,9 90 47,6 185 59,2b. Teman/tetangga/sanak
keluarga22 14,1 51 27,0 73 21,2
c. Membaca papan pengumumandi balai desa
0 0,0 5 2,6 5 1,4
d. Membaca dariselebaran/suratkabar
1 0,6 4 2,1 5 1,4
e. Mendengar pengumuman daritempat ibadah
42 26,9 91 48,1 133 38,6
f. Mendengar dari radio/televise 3 1,9 2 1,1 5 1,4g. Lainnya 14 9,0 11 5,8 25 7,2
Dari tabel diatas tampak bahwa baik di Desa Potokullin maupun Desa Parombean
responden paling banyak menjawab bahwa filariasis disebabkan oleh nyamuk, dan masih
ada yang menjawab bahwa penyakit filariasis merupakan penyakit keturunan. Sekitar 50%
37
responden di Desa Potokullin dan Desa Parombean menjawab bahwa akibat terkena
filariasis adalah menyebabkan kaki atau tangan membesar.
hampir semua responden di Desa Potokullin dan Desa Parombean menyatakan
bahwa tidak ada dari antara sanak famili/tetangga yang pernah mengalami demam
berulang disertai pembengkakan kelenjar pada lipat paha. Pencarian pengobatan terbanyak
sudah dilakukan di petugas kesehatan di dua lokasi penelitian.
Hampir semua responden sudah mengetahui tentang pengobatan pencegahan
penyakit kaki gajah (filariasis) untuk semua penduduk baik di Desa Potokullin maupun di
Desa Parombean. Di Desa Potokullin hampir setengah responden menyatakan bahwa
sumber informasi pengobatan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis) untuk semua
penduduk di diperoleh dari petugas kesehatan/guru, sedangkan di Desa Parombean
informasi tersebut didapatkan dari mendengar pengumuman dari tempat ibadah.
Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis
Tabel berikut menampilkan sikap responden tentang filariasis.
Tabel 5. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017
SIKAPDesa Potokullin
(N=310)Desa Parombean
(N=320)Jumlah
N % N % n %Penyakit filariasis dapatdicegah dengan tidakminum obat filariasis
Setuju 26 12,3 49 24,4 75 18,2Ragu-ragu
53 25,0 44 21,9 97 23,5
Tidaksetuju
133 62,7 108 53,7 241 58,4
Penyakit filariasis dapatdicegah dengan hanyatidur menggunakankelambu
Setuju 61 28,8 74 36,8 135 32,7Ragu-ragu
47 22,2 43 21,4 90 21,8
Tidaksetuju
104 49,1 84 41,8 188 45,5
Jika minum obatfilariasis harus adapemberitahuan terlebihdahulu
Setuju 168 79,2 176 87,6 344 90,9Ragu-ragu
34 16,0 20 10,0 54 13,1
Tidaksetuju
10 4,7 5 2,5 15 3,6
Minum obat filariasisakan ada efeksampingnya
Setuju 86 40,6 110 54,7 196 47,5Ragu-ragu
70 33,0 43 21,4 113 27,4
38
Tidaksetuju
56 26,4 48 23,9 104 25,2
Jika tidak minum obatfilariasis yakin tidakakan tertular
Setuju 58 27,4 51 25,4 109 26,4Ragu-ragu
77 36,3 48 23,9 125 30,3
Tidaksetuju
77 36,3 102 50,7 179 43,3
Jika minum obatfilariasis akanmenyebabkankaki/tanganmembengkak
Setuju 11 5,2 15 7,5 26 6,3Ragu-ragu
44 20,8 36 17,9 80 19,4
Tidaksetuju
157 74,1 150 74,6 307 74,3
Minum obat filariasiskarena disuruhorangtua/keluarga/kepaladesa/tokohmasyarakat/kaderkesehatan desa
Setuju 64 30,2 76 37,8 140 33,9Ragu-ragu
46 21,7 28 13,9 74 17,9
Tidaksetuju 102 48,1 97 48,3 199 48,2
Minum obat filariasiskarena segan kepadakepala desa/tokohmasyarakat/kaderkesehatan desa
Setuju 24 11,3 24 11,9 48 11,6Ragu-ragu
52 24,5 32 15,9 84 20,3
Tidaksetuju
136 64,2 145 72,1 281 68,0
Minum obat filariasiskita akan sehat
Setuju 173 81,6 171 85,1 344 83,3Ragu-ragu
34 16,0 24 11,9 58 14,0
Tidaksetuju
5 2,4 6 3,0 11 2,7
Minum obat filariasiskarena kesadaran sendiri
Setuju 179 84,4 185 92,0 364 88,1Ragu-ragu
28 13,2 15 7,5 43 10,4
Tidaksetuju
5 2,4 1 0,5 6 1,5
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh sikap responden terhadap
pernyataan yang negatif dijawab tidak setuju seperti pada pernyataan penyakit filariasis
dapat dicegah dengan tidak minum obat filariasis, penyakit filariasis dapat dicegah dengan
hanya tidur menggunakan kelambu, jika minum obat filariasis akan menyebabkan
kaki/tangan membengkak, minum obat filariasis karena disuruh orangtua/keluarga/kepala
desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa dan pernyataan minum obat filariasis karena
segan kepada kepala desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa, kecuali untuk
pernyataan jika tidak minum obat filariasis yakin tidak akan tertular. Untuk pernyataan
39
tersebut, diantara 212 responden terdapat masing-masing 77 (36,3%) responden yang
menjawab tidak setuju dan ragu-ragu dan sisanya 27,4% menyatakan setuju.
Sebaliknya sikap responden terhadap pernyataan yang positif dijawab setuju yaitu
pada pernyataan jika minum obat filariasis harus ada pemberitahuan terlebih dahulu,
pernyataan minum obat filariasis akan ada efek sampingnya, pernyataan minum obat
filariasis kita akan sehat dan pernyataan minum obat filariasis karena kesadaran sendiri.
Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis.
Perilaku responden tentang filariasis dapat diihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017
PERILAKUDesa
Potokullin(N=310)
Desa Parombean(N=320)
JUMLAH
N % n % n %Pernah ikut pengobatan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis) secara massalke segenap penduduk desa?a. Pernah 210 65,4 234 75,0 444 70,1
Macam obat yang diberikan petugasa. 1 macam 13 6,2 5 2,1 18 4,1b. 2 macam 23 11,0 26 11,1 49 11,0c. 3 macam 165 78,6 184 78,6 349 78,6d. 4 macam 8 3,8 8 3,4 16 3,6e. >4 macam 1 0,5 11 4,7 12 2,7
Meminum obata. Ya, diminum semua 199 94,8 231 98,7 430 96,8b. Ya, tidak diminumsemua 7 3,3 2 0,9 9 2,0c. Tidak minum obat 4 1,9 1 0,4 5 1,1
Cara minum obata. Diminum di hadapanpetugas 15 7,3 38 16,3 53 12,1b. Diminum di hadapankader 0 0,0 12 5,2 12 2,7
40
c. Diminum di hadapanperangkat desa 0 0,0 10 4,3 10 2,3d. Diminum sendiri dirumah 191 92,7 173 74,2 364 82,9
Kapan diminum obatnyaa. Pagi 26 12,6 34 14,6 60 13,7b. Siang 12 5,8 51 21,9 63 14,4c. Sore 13 6,3 27 11,6 40 9,1d. Malam 155 75,2 121 51,9 276 62,9
Alasan tidak minum seluruh obata. Lupa 1 25,0 0 0,0 1 20,0b. Sibuk bekerja 1 25,0 0 0,0 1 20,0c. Lainnya 2 50,0 1 100,0 3 60,0
Efek samping setelah minum obata. Pusing/sakit kepala 28 13,6 70 30,0 98 22,3b. Panas/demam 1 0,5 0 0,0 1 0,2c. Badan sakit/nyeri/linu 6 2,9 6 2,6 12 2,7d. Perut mulas/sakit 3 1,5 11 4,7 14 3,2e. Muntah 1 0,5 12 5,2 13 3,0f. Jantung berdebar-debar 1 0,5 0 0,0 1 0,2g. Mengantuk 51 24,8 79 33,9 130 29,6h. Lainnya 25 12,1 13 5,6 38 70,4
Ada cacing yang keluar setelah minum obata. Ada 34 16,5 19 8,2 53 12,1b. Tidak ada 170 82,5 209 89,7 379 86,3c. Tidak tahu 2 1,0 5 2,1 7 1,6
Alasan tidak ikut pengobatan massala. Malas 5 4,3 2 2,5 7 3,6b. Pernah mendengar jikaminum obat malah jadisakit 1 0,9 0 0,0 1 0,5c. Tidak tahu faedah /manfaat sebenarnya 6 5,2 0 0,0 6 3,1d. Merasa sehat 4 3,5 2 2,5 6 3,1e. Lainnya 99 86,1 76 96,2 175 90,2
41
Pemberitahuan sebelum pengobatan filariasisYa 256 79,8 300 96,2 556 87,8
Cara menghindari gigitan nyamuk bila tidur di malam haria. Malam tidur pakaikelambu 255 79,4 291 93,3 546 86,3b. Memakai obat gosokanti nyamuk 5 1,6 6 1,9 11 1,7c. Menggunakan obatnyamuk bakar 46 14,3 75 24,0 121 19,1d. Menyemprot kamartidur dengan obat nyamuksemprot 1 0,3 11 3,5 12 1,9e. Lainnya 83 25,9 32 10,3 115 18,2
Cara menghindari gigitan nyamuk bila keluar rumah malam haria. Memakai obat gosokanti nyamuk atau minyaksereh 20 6,2 26 8,3 46 7,3b. Menggunakan bajulengan panjang dan celanapanjang 121 37,7 222 71,2 343 54,2c. Membakar sampahsehingga menimbulkansampah 1 0,3 4 1,3 5 0,8d. Lainnya 56 17,4 67 21,5 123 19,4
Sebagian besar responden pernah mengikuti pengobatan massal pencegahan
penyakit filariasis, dengan jenis obat yang diberikan paling dominan sebanyak tiga (3)
macam obat. Terdapat ambiguitas dalam jawaban mengenai macam obat yang diberikan,
karena beberapa responden tidak mengetahui apa perbedaan definisi antara “jenis/macam”
dengan “jumlah”. Hampir semua responden meminum obat hingga habis, hanya sebagian
kecil saja yang meminum sebagian/tidak meminum obat sama sekali. Responden tidak
meminum seluruh obat karena lupa, sibuk, dan paling banyak karena alasan lainnya
(malas, bosan, ada efek samping). Lebih dari setengah dari responden meminum sendiri
obatnya di rumah pada malam hari sesuai dengan anjuran dari petugas kesehatan.
42
Selain rasa kantuk dan pusing/sakit kepala, lebih dari setengah responden
merasakan efek samping lainnya setelah meminum obat pencegahan filariasis, akan tetapi
hanya sedikit saja yang keluar cacing setelah meminum obat, sebagian besar tidak terdapat
cacing yang keluar setelah meminum obat. Meskipun hampir semua responden
menyatakan bahwa telah ada pemberitahuan sebelumnya mengenai pelaksanaan
pengobatan massal, namun beberapa responden tidak mengikuti pengobatan massal
dikarenakan malas, tidak tahu manfaatnya, dan hampir semua karena alasan lainnya (tidak
berada di lokasi pada waktu pengobatan, dan lain-lain).
Penggunaan kelambu menjadi alternatif yang paling sering digunakan responden
untuk menghindari gigitan nyamuk ketika tidur di malam hari, sedangkan untuk
menghindari gigitan nyamuk di luar rumah pada malam hari, setengah dari jumlah
responden memilih menggunakan lengan panjang dan celana panjang dibandingkan
menggunakan repelen, beberapa juga menggunakan alternatif lainnya, seperti
menggunakan sarung, memilih untuk tidak keluar rumah, dan lain-lain.
Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian
Pelaksanaan pengumpulan data untuk pengambilan darah dilakukan pada malam
hari. Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, wilayah penelitian merupakan daerah endemis
filariasis. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Enrekang atau pun data dari Ditjen P2P, berikut Tabel 7 yang memberikan gambaran
endemisitas pada kabupaten Enrekang.
Tabel 7. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) KabupatenEnrekang
tahun 2017.No Indikator Jumlah Keterangan
1 Microfilaria Rate 0 tidak ada slide positif
2 Kasus Kronis Elefantiasis 3 penderita tersebar di dua desa
Dari Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa angka mikrofilaria rate pemeriksaan darah
malam hari 0%, karena dari total sampel darah yang diperiksa sebanyak 620 slide tidak ada
ditemukan microfilaria pada sediaan darahnya. Jumlah kasus kronis yang dilaporakan di
43
Kabupaten Enrekang sebanyak 3 kasus yang tersebar di dua desa di Kabupaten Enrekang
yaitu di Desa Potokullin (dua orang), dan Desa Benteng Alla (satu orang).
Pada tabel 8 di bawah ini menampilkan hasil pemeriksaan klinis saat pelaksanaan
pengambilan darah.
Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di KabupatenEnrekang Tahun 2017
No Gejala Klinis Jumlah Persentase
1 Demam filaria 0 0
2 Kasus Kronis Elefantiasis 0 0
3 Retrograde Limphangitis 0 0
4 Lymphadenitis 0 0
5 Early Lymphodema 0 0
6 Filarial Abscess 0 0
7 Elefantiasis 0 0
8 Hydro-cele 0 0
9 Tidak ada gejala klinis 620 100
Dari Tabel 8 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dari total sampel diperiksa 620
orang tidak ada yang menunjukkan gejala klinis filariasis baik demam filaria, kasus kronis
elefantiasis, Retrograde Limphangitis, Lymphadenitis, Early Lymphodema, Filarial
Abscess, Elefantiasis, ataupun Hydro-cele.
Pada tabel 9 di bawah ini menunjukkan hasil pemeriksaan mikroskop untuk
mendeteksi adanya mikrofilaria dari Survei Darah Jari (SDJ) pada masyarakat di Desa
Potokullin dan Desa Parombean.
Tabel 9. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei DarahJari di Kabupaten Enrekang Tahun 2017
No Kel/DesaHasil
JumlahPositif Mf Negatif Mf
1 Desa Potokullin 0 310 310
2 Desa Parombean 0 310 310
Jumlah 0 620 620
44
Dari Tabel 9 tersebut diatas menunjukkan bahwa dari semua penduduk yang
diperiksa darahnya dengan total sampel diperiksa 620 orang tidak ada satupun yang
menunjukkan hasil positif (mf-rate 0%).
Gambaran Status Infeksi Kecacingan
Pelaksanaan pengumpulan data untuk pengambilan tinja (stool) dilakukan di MIS
Maliba, SDK Bala Batu, SDN 35 Sangtempe, SDN 148 Pamolongan, SDN 133 Pewa, dan
SDN 106 Penyurak pada anak-anak yang duduk di bangku kelas 2 dan 3. Tabel 10 di
bawah ini menunjukkan hasil dari responden yang diperiksa tinja.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan di KabupatenEnrekang Tahun 2017
NoSekolah Dasar/
MadrasahIbtidaiyah
JumlahSampel
Hasil
PositifAl
Positif TtPositifAd/Na
PositifCacing
Lainnya
1 MIS Maliba 8 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%)
2 SDK Bala Batu 18 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
3SDN 35Sangtempe
15 0(0%) 0(0%) 0(0%) 1 (6.67 %)
4SDN 148Pamolongan
34 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%)
5 SDN 133 Pewa 48 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%)
6SDN 106Penyurak
35 0(0%) 1 (2.85%) 0(0%) 0 (0%)
Jumlah 158 0(0%) 1 (0.63%) 0(0%) 1 (0.63 %)
Keterangan: Al = Ascaris lumbricoides; Tt = Trichuris trichiura; Ad/Na = Ancylostomaduodenale/Necator Americanus.
Dari Tabel 10 tersebut di atas, ditemukan dua siswa positif kecacingan atau 1,26 %
dari 158 sampel. Jumlah siswa positif ditemukan masing-masing satu siswa di SDN 35
Sangtempe dan di SDN 106 Penyurak, sedangkan empat sekolah dasar lainnya tidak
45
ditemukan adanya positif kecacingan. Tidak ditemukannya positif kecacingan, dikarenakan
siswa – siswa aktif meminum obat cacing setiap tahun satu kali yang merupakan program
dari puskesmas. Adapun jenis cacing yang ditemukan yakni Trichuris trichura (0.63%)
dan Enterobius vermicularis (0.63 %)
Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi
Untuk melihat apakah anak SD yang telah dilakukan TAS, meski hasilnya positif
atau negatif, terdapat fragmen dari B. malayi; maka dilakukan pengambilan darah jari pada
anak-anak SD yang juga menjadi subyek penelitian untuk stool survey. Spesimen yang
diperiksa menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR).
Tabel di bawah ini menggambarkan hasil pemeriksaan gen Bm.
Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi KabupatenEnrekang Tahun 2017
No SD/MIHasil
Positif Negatif
1 SDK Bala Batu 0 10
2 SDN 133 Pewa 0 10
Jumlah 20
Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa 10 siswa dari SDK Bala Batu dan 10 siswa
SDN 133 Pewa tidak ditemukan fragmen dari B. malayi.
Gambaran Hasil Survei Vektor
Pelaksanaan penangkapan vektor dilakukan dua malam berturut-turut, selama dua
kali penankapan dengan rentang waktu satu bulan di tempat yang sama dengan tempat
penangkapan pertama. Pada tabel bawah ini menunjukkan hasil penangkapan vektor
‘terduga’ filariasis.
Hasil survei entomologi sebanyak dua kali penangkapan di Desa Potokulin,
Kecamatan Buntu Batu menunjukan bahwa ada empat genus nyamuk yang tertangkap
dengan spesies dominan masing-masing per genus, yaitu Cx. quinquefasciatus, An.
barbumbrosus, Ae. flavipennis, dan Ar. subalbatus. Sedangkan di Dusun Liba, Desa
46
Parombean, Kecamatan Curio dalam periode yang sama menunjukan bahwa ada lima
genus yang tertangkap dengan spesies dominan setiap genus adalah Ma. uniformis, Cx.
vishnui, An. barbirostris, Ae. albopictus, dan Ar. subalbatus. Rekapitulasi jumlah nyamuk
yang tertangkap di Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada tabel 12 berikut :
Tabel 12. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode PenangkapanKabupaten Enrekang Tahun 2017
No Desa Jenis nyamuk Jumlah(ekor) Keterangan
1 Desa Potokullin
Mansonia -Culex 778 Cx. quinquefasciatus (640 ekor)Anopheles 4 An. barbumbrosus ( 3 ekor)Aedes 1 Ae. FlavipennisArmigeres 9 Ar. subablbatus ( 7 ekor)
2 Desa Parombean
Mansonia 1 Ma. UniformisCulex 732 Cx. vishnui (533 ekor)Anopheles 136 An.barbirostris (95 ekor)Aedes 5 Ae. albopictus (4 ekor)Armigeres 135 Ar. subalbatus (133 ekor)
Dari Tabel 12 tampak bahwa yang paling banyak tertangkap di Desa Potokulin
adalah genus Culex (778 ekor) dan yang paling sedikit adalah genus Aedes (1 ekor).
Spesies yang paling dominan adalah Cx. quinquefasciatus (640 ekor). Hasil penangkapan
di Desa Parombean memperlihatkan bahwa yang paling banyak tertangkap adalah nyamuk
Culex (732 ekor) dan yang paling sedikit adalah Mansonia (1 ekor). Spesiesyang paling
dominan di Desa Parombean adalah Cx. vishnui (533 ekor). Tabel 13 di bawah ini,
menggambarkan hasil pemeriksaan PCR pada nyamuk yang tertangkap.
Tabel 13. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap dan Hasil Pemeriksaan PCR di KabupatenEnrekang Tahun 2017
No Jenis nyamuk
Hasil PemeriksaanJumlahnyamuk yangtertangkap
Mengandunglarva filariasis
TidakMengandungLarvaFilariasis
1 Mansonia 1 Ya2 Culex 1.511 Ya3 Anopheles 140 Ya4 Aedes 6 Ya5 Armigeres 144 YaTotal 1.801
47
Dari tabel diatas tampak bahwa seluruh nyamuk yang tertangkap (1.801 nyamuk)
ditemukan nyamuk Culex positif mengandung larva filariasis. Adapun jenis nyamuk yang
ditemukan positif adalah Culex vishnui.
Gambaran Hasil Survei Lingkungan
Survei lingkungan di Desa Potokullin menemukan delapan habitat potensial
nyamuk yang terdistribusi dalam empat tipe habitat, yaitu tepi sungai (1 titik), genangan
air (2 titik), kolam (3 titik), dan rumpun bambu (2 titik). Sebaran habitat di Desa Potokullin
dapat dilihat dari hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di bawah ini.
Gambar 5. Ploting Lingkungan Potokullin
48
Gambar 6. Ploting Lingkungan Parombean
Sebaran habitat di Desa Parombean dari hasil plotting penetapan titik geo-spasial
habitat vektor .Survei lingkungan di Desa Parombean menemukan 17 habitat potensial
nyamuk yang terdistribusi dalam enam tipe habitat, yaitu: mata air (1 titik), tepi sungai (1
titik), sawah (7 titik), genangan air (3 titik), kolam (4 titik), dan rumpun bambu (1 titik).
Gambaran Hasil Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, lintas sektor, desa
hingga penderita.
Level Provinsi
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Pengelola Program filariasis
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tengah, hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
No Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
1. Pengelola 1)Informasi tentang Bagaimana Ditanggapi secara Ditindaklanjuti
49
FilariasisDinasKesehatanProvinsiSulawesiSelatan.Bapak.Makkaraus,SK.M M.Kes
transla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes
implementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes
positif setiapkebijakan secaranasional, termasukperaturan MenteriKesehatan R.INomor 94, tahun2014 tentangpenanggulanganfilariasis, kemudianditindaklanjuti yangsifatnya himbauanke kabupaten, danwajib dilaksanakan,maksudnya keDinas Kesehatanjuga
untuk diketahuidan dilaksanakan ke masingmasing daerah
2).Informasitentang duku nganpemerintah daerah/bupati/ walikota ,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah daerahterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Jelas pemerintahdaerah tetapmemberi dukunganyang positifmeskipun tidakdalam bentukPergub (PeraturanGubernur) atauPerbu (PeraturanBupati), tetapidalam bentukdukungan moriildalam hal iniPemerintah daerahshare atasperaturan Menterikesehatan itu dandisertakan ataudiikutkan lintassektoral
Responpemerintahdaerahmenerimaprogrameliminasifilariasis
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakan
Tidak adadisharmoni, karenaprogram eliminasifilariasis sudahjalan, responspemerintah daerahsaling share,berarti tidak ada
Tidak adapenolakan
50
menghambatkegiatan pelaksanaaneliminasifilariasis? jika adaperatur an apa?Apa yang sudah dilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
penolakan, tentangperaturankemenkes,demikian jugaBAPPEDA (BadanPerencanaanPembangunanDaerah) dikabupaten yangpenting intenssosialisasi, hasilnyaadanya persamaanbahasa antaraPemda dan Dinkeskabupaten. Setelahitu BAPPEDAmenyiapkananggaran danmelibatkanPemdanya, karenaitu sudah diaturdalam anggarankabupaten (DAK).
ASPEK SDM
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya
Jelasnya, sumerdaya tenagakesehatan tidakcukup, kami butuhtenaga SDM yangsesuai pendidikandankompotensinya.Cara mengatasinyakerja sama tim,semua teman-temanmerespons, sayamengucapkanterima kasih, kuncisuksesnya ada padakalian
SDM tidakcukup untukmemaksimalkanpelaksanaaneliminasifilariasis
Aspek Anggaran
5)Informasi tentangke cukupan
Bagaimanaanggaran pelak
Mengenai aggaranyang tersedia awal
Bantuan danaAPBD
51
anggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
sanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO(luar dan dalamnegeri)
eliminasi filariasiskurang lebih 300juta, denganharapan dapatterjangkau danaitu, sampai ketingkat desa. Danaanggaran APBDyang sifatnyainsidentil,.diefekifkan danditindaklanjuti yangbekerja untukkegiatan itu.Bantuan lain dariWHO mulai tahun2013 sampaidengan tahun 2016( 3 tahun berturut-turut), semuakabupaten,sedangkan danaoperasional POPMdiambil dari BOKdan dana APBD,legitimasinyaBAPPEDA danDPRD kabupaten.
dimaksimalkan
6) Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelolaperencanaan anggaran pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
Setahu saya tidakada, karenasemuanya lancar-lamcar sajalah,kalaupun danaDAK dari pusat(APBN) padadasarnya belummencukupi, biayapemberianpengobatan massalbersumber danadari BOKPuskesmas (APBD)yang pentingprogram berjalan
Penggunaananggaraneliminasifilariasis sesuaikebutuhan
52
dengan baik.Berapa besar danaBOK? Tidak jelas,karena pemegangoperasional sudahtidak ingat lagi,demikian jugabantuan SDM daritenaga kesehatanPuskesmas.
7) Gambarankesesuaian menuDAK dengankebutuh an daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menuDAK anggar anpusat dan daerahsudah sesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Bantuan yang sayatahu, termasukanggaran filariasis,mulai dirintis tahun2007 bantuanWHO , walaupunsangat terbatas atautidak sesuaijumlahnya, namunkegiatannya tetapberjalan. kalau dariprovinsi hanyabantuan obat-obatan,didistribusikan kekabupaten. Solusiyang sudahdilakukan bantuandari BAPPEDAdalammengalokasikananggaran kesehatanumumnya,termasukdidalamnyafilariasis.BAPPEDA hanyamengakomodirsesuai permintaan,yah dia ituakomodatif tidakada aksinya?Contoh, kenapaanggaran
Jumlah anggaran kegiataneliminasifilariasis tidaksesuai kebutuhan
53
kesehatan tidak adalagi, seperti diEnrekang, ya,kenapa hilang iniatau kenapa tidakada usulan danafilariasis, menurutteman-teman sudahselesai programnya,itulah bentukperhatiannyamereka.
Sarana danPrasaranaKesehatan
8)Informasi standarfasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Sarana yangdisiapkan di tingkatprovinsi hanyaobat-obatan, itupunnanti tahun 2014,2015 dan 2016,sebelumnyalangsung kekabupaten,dilanjutkan kePuskesmas, daritahun 2007 sampai2013, karenabanyak obat masaberlakunya selesai,dan belumterdistribusi kekabupaten,kebijakan punberubah, mulaitahun 2014 obat-obatan dari pusatlangsung keprovinsi. Kondisisarana untukmenunjangpelaksanaaneliminasi, termasukpemeriksaan/analisis SDJ,
Tambahan obatfilariasis dankenderaanoperasional
54
melalui Laboranmasing-masingPuskesmas,meskipun jumlahperalatan kurangmemadai, hasilnyadan analisis slidedi kirim keprovinsi.
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Setahu saya,kendala yang seringdihadapi mengenaidana operasionalpemberian obatmassal, kurangmemenuhi jumlahobat-obatan yangdiharapkan. danbiasanya terlambatditerima di dinaskesehatankabupaten.Solusinyasebaiknyaketepatan waktusesuai jadwalkegiatan dilapangan.
Dana operasional POPMbelummencukupi
KerjasamaLintas Sektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Koordinasi lintassektor dan lintasprogram, sangatmembantu dalampelaksanaaneliminasi filariasis,hambatankerjasama antarlintas sektoral,sering dihadapi dilapangan,contohnya, Pernahsaya hukum,perusahaan
Sangatmembantupercepataneliminasifilariasis
55
Soroako di LuwukTimur, karena tidakmendapatkanrespons, padahalada yang positifsatu keluarga,mereka tidakpercaya obat ini,mereka keliling cariobat ke Makassarsampai keSurabaya, tidakdapat, kemudiandatang memintaobat ke Puskesmas,merekamenonjolkansebagai perusahaanelite, tersedia obatpaten, ternyataakhirnya terimajuga obat cacing,harganya murah.Beginilah teman-teman bekerja dilapangan, merekabekerja dalam satutim, sekalipunkurang memilikikeahlian SDM nya,awalnya tidakmengertijangankan itudokterpun masihada juga tidakmengerti filariasis.
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itu
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jika ada
Ya, ada, hanyasebataspendampingan danobat-obatan
Bantuan tenagadan danapendampigan
56
dibentuk dan tidak
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
. Bantuan berupaobat-obatan, ataubantuan pemberianmateri jikadiundang dalampelatihan.kaderkesehatan, Laboran,yang dilaksanakanDinas KesehatanProvinsi SulawesiSelatan.
Obat danpelatihan teknistenaga kesehatan
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
2. Kepala DinasKesehatanProvinsiSulawesiSelatanBapak. DR.dr.Rahmat Latief
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes.
Semua kebijakandari KementerianKesehatan,direspons denganpositif, karenakebijakan ituberlaku secaranasional, dan harusditindaklanjutiditingkat provinsi
Sudahdilaksanakan
2).Informasitentang duku nganpemerintah daerah/bupati/walikota ,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah daerahterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Dukunganpemerintah daerahadalah melakukankoordinasi sampaitingkat kabupatendan koordinasiantar instasionalyang terkait,jelasnya kegiatanprogram filariasisbersinergi antarsektoral.
Koordinasiberjalan lancar
57
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaaneliminasifilariasis? jika adaperatur an apa?Apa yang sudah dilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Semua aturanberjalan bersinergiantara peraturanpusat dan peraturandaeha
Peraturan salingmendukung
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya
Jelasnya, jumlahSDM yang ada dantersebar kekabupatendirasakan belum
cukup ?
Masih kurang
Bagaimanamengatasinya
Aspek Anggaran
5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) atau
Untuk anggaranAPBD Semuaberakses data yangdihasilkan,merupakan database, begitu jugadalammerencanakan
Dimasukkan diprogram untukmemudahkanmengakses
58
bantuan NGO(luar dan dalamnegeri)
sesuatu program,harus sesuaidengan anggaranyang berbasis dataada RPJD, adaRPJM dan adaRPJP.
6)Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelolaperencanaan anggaran pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
7)Gambarankesesuaian menuDAK dengankebutuh an daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menuDAK anggar anpusat dan daerahsudah sesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Sarana danPrasaranaKesehatan
8)Informasi standarfasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Mengenai saranadan prasaranaterkait denganpelaksanaaneliminasi filariasis,pada prinsipnyasudah tersediasesuai dengankebutuhan, baikdalam bentuksarana fisik, seperti
Semua saranakesehatanmenjadi centralkegiataneliminasifilariasis
59
rumah sakit,Puskesmas danPustu, Polindes danPoskesdes, tersebardi tiap kabupaten,terutama di daerahendemik filariasis,kondisi saranapelayanankesehatan yangdimaksud,didukung olehtenaga medis(dokter, bidan danperawat) peralatanmedis modern danobat-obatanlainnya, tentunyamasing-masingsarana itu telahdisiapkan obatkhusus untuk obatfilariasis. Mengenaikecukupannyatergantungpermintaan (database) teknis daridinas kesehatan,dalam hal inikabupatenEnrekang.
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Sebenarnyakendalanya tetapada, tetapisemuanya bisateratasi, palingutama itu faktorgeografis daerah.
Kendala dapatteratasi
KerjasamaLintas Sektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antar
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintas
Ya, harus adakerjasama timterpadu, karena
Ada kerjasamayang baik antarlintas sektoral
60
lintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
program? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
kesehatan ituholistik, makanyaseluruhkementerian di luarkesehatan harusterlibat. itulahyang merupakangerakan masyarakatsehat. Salah satudiantara provinsiyang dapatsertifikat untukkesehatan diIndonesia, SulawesiSelatan.
dan program
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jika adadan tidak
Terlepas daribentuk kerjasamadengan sektor nonkesehatan tentangeliminasi filariasis,saya berikan contohkasus sesuai tugasyang seringdihadapi dilapangan, Contoh.kasus bermasalahdi Asrama Haji, adacalon jamaahmemaksakan untukterbang. Sayabertanggung jawabdi bidangkesehatan, inikeputusan sayatidak boleh terbang,sisa pilot apakahbisa terbang atautidak, jawabannyasama tidak bisa,Saya penanggungjawab penerbangan,karena begituterbang, izinterbangnya dicabut,Sekali lagi
Ketegasan dandisiplin
61
keputusan sayatidak layak terbang,kok Bapak tidakada kompromi,bagaimana maukompromi, cucidarah tiap hari, iniorang penting,semua orangpeting, di mata sayadokter dan pasienharus berlaku.Sudah tahuberbahaya masihmau terbang, apabedanya kalaubapak Saya suruhminum Baygon,berani enggak, apabedanya ini....sampai mintagubernur danmenteri untukdiizinkan terbang,kacau balau,begitulah kira-kiraapa yang sayakerjakan sebagaikepala dinaskesehatan provinsisulawesi selatan.
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
3) Kasi P2MDinasKesehatanProvinsiSulawesiSelatan,
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasi
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukung
Kalau daerahendemik diSulawesi Selatanyaitu kabupatenEnrekang, yangtercatat di
Ditemukan 2wilayahendemikfilariasis
62
dr.Hj.NurulAmin, M.Kes
penyelesaian untukpihak kemenkes.
dan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes.
kecamatan BuntuBatu dankecamatan BuntuBarana, dan satulagi di kabupatenPangkajenneKepulauan(Pangkep) berarti,sisa 2 daerah.Faktor pendukunguntuk membiayaiprogram,persedurenyapenyampaian keBappeda langsungdilokasikan dana,mudah-mudahanBappeda, dapatmemberi bantuan?Kita kan ada eventuntuk eliminasi ditingkat provinsidalam kegiatanpelatihan, faktorkendalanya tidakboleh tidak adajuga, seperti obat-obatan yangterlambat diterimadi dinas kesehatankabupaten.Solusinya kalaubisa obat-obatanfilariasis sesuaidata, jumlah danjadwal distribusnya
2).Informasitentang duku nganpemerintah daerah,bupati/walikota,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yang
Bagaimanadukungan pemerintah daerahterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukung
Kalau dukunganpemerintah daerahsoal dana, rata-ratakabupaten/ kotakurang mendukung,programnya P2,kalau tidakdihandel dengan
Komitmendukunganpemerintahdaerah
63
dimaksud dan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
baik, programeliminasi tidak bisaberjalan lancar.Bisa menjadihambatan dalampelaksanaankegiatan eliminasifilaria. Solusi yangdiinginkan perludbangun komitmenbaru denganpemerintah pusat,hasilnya diteruskanke daerah, sayasadari rata-ratapemegang programdi daerah , terutamaPuskesmas, masihminim programterkait eliminasifilariasis.
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaaneliminasifilariasis? jika adaperatur an apa?Apa yang sudah dilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Kebijakanpemerintah daerahdan peraturankemenkes sudahsesuai denganperaturan yang ada,bagi daerah yangmengerti kebijakaneliminasi filariasis,tentu mendapatdukungan yangpositif, karenapelaksanaankebijakan itu lebihbanyak fisik, politisbanget, dalambentuk dana masihterbatas padaalokasi tertentukesehatanumumnya,solusinya untungada dana BOKterpadu dengan
Peraturankemenkesmenjadi acuanpercepataneliminasifilariasis
64
P2M, dan pengelolaprogram yangbanyak membantudalam pelaksanaaneliminasi filariasis.
Aspek SDM
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
Memangmasalahnya klasiktentang SDM, kalauketerbatasan SDM,numpang programlain, termasuktenaga yang dipakaiuntuk menambahjumlah SDM.Solusinya kalau adakegiatan filariasis,bergabung, merekasaling membantu,dan tidak adamasalah yangmasalah kalau tidakada lagi pasien.
Butuh tambahanSDM
Aspek Anggaran5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO(luar dan dalamnegeri)
Ya, kalau anggaranitu tidak cukup,Saya nambah jadikita atur tercantoldalam dana APBD,manfaatnya bagus,jadi kalau kita maumainkan harus adakomunikasi bentukpertemuan,mengharapkansupervisi, kalauBOK Pusesmasjalanlah, temukankasus merekamainkan lagiiramanya filariasis,masuk dana APBD,kalau tidak
Butuh tambahananggaran
65
didampingiperioritasmasalahnya,mereka juga bisajalan.
6)Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelolaperencanaan anggaran pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
PengalokasianAnggaran Dananya,secara umum danafilariasis jelas ada,paling mereka tahu,kalau anggaranfilariasis hanyadaerah-daerahfokus sajalah, yangpentng ada skalaperioritas
Anggaran danapada daerahpokus filariasis
7)Gambarankesesuaian menuDA degankebutuhan daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menuDAK anggar anpusat dan daerahsudah sesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Sebenarnyainformasi ini bagussekali, dalam haltehnisnya samadinas kesehatan,selain itu,bagaimanaketerlibataninstansi lain semuadinas memberikansuporting.lintassektoral yangterkait, salah saatuindikasi penunjangpembangunantentunyamasyarakat harussehat, khusus2018, kita lihatkebijakan Gubernurbaru.dan masukandinas terkait. pastikami dariBAPPEDA akanmemperhatikanmasalah itu.Solusinya, memberi
Disesuaikankebutuhanoperasionaleliminasi
66
dukungan sesuaiusulan dari Dinkes,biasanya data tidaknyambung yangmasuk keBAPPEDA.
Sarana danPrasara
Kesehatan8)Informasi standarfasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
KerjasamaLintas Sektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Ya, koordinasinyaada pertemuanminimal 1 kalilintas` sektoral,kalau ada kegiatansesuai kebutuhanmisalnya pelatihanfilariasis, biasanyadisinggung jugapoint2 terentu yangberkaitan denganfilariasis, begitujuga lintas program,kalau kaki gajahmereka kenal, kalaufilariasis mungkin
Kerjasamalintas sektor danprogramdiadakan
67
tidak tahu.Solusinya yangsudah dilakukankalau ada kasusmisalnya, temuanitu negatif mestiada dukungan,selanjutnya lintasprogram nantidibantu yangterkait dengananggaran ,termasuk biayayang tidak terdanai,yang tidak tertulisdalamnomenklatur.
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jika adadan tidak
Selama ini adakebijakankerjasama danbantuan dengansektor nonkesehatan, palingjuga dari Unhas(mahasiswanya),melakukanSurveilansnyatentang penyakitfilariasis.Alasannya karenasekarang ini dimana-manaditemukanpenderita kronis,kenapa baru adatemuan seperti itu,karena sosialisasimulai aktif mencariturun ke lapangan,ditemukan adapasien yang baru,setelah dilakukanpemeriksaan darah.Solusi yangdiinginkan setelah
Menerimabantuan darisektor nankesehatan
68
eliminasi filariasispenyakit ini tidakmuncul lagi?Karena itu kitamengbackup terusdanmenindaklanjutikalau ada temuanyang baru,termasuk kalau adapublikasi dari luar,yang kena dinaskesehatan. Olehkarena itu perlu adaperubahan danpemikiran barudalam menanganieliminasi filariasis.
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis.
Level Kabupaten
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi P2P Dinas
Kesehatan Kabupaten Enrekang, hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
No Informan Informasi YangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
ASPEKKomitmen/Kebijakan
1. Kepala DinasKabupatenEnrekangBpk.dr.MarwanAhmadGanoko, Sp.Pk
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan apa
Pada dasarnyakebijak an ituditindaklanjuti ditingkat kabupatendengan kegiatanPOPM, dimulaitahun 2014,ditemukan 17positif reaksi obat,dan tahun 2016hasilnya negatif
DilaksanakanPOPM didaerahendemik filariasis
69
rekomendasi untukkemkes
2).Informasitentang duku nganpemerintah daerah/bupati/walikota,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah daerahterhad ap kebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Tidak ada masalah,karena mendapatdukungan positifdari pemerintahkecamat an, danmemberi contohminum obat dalamupacara bulanan.
Semuamendukung
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaan eliminasifilariasis? jika adaperatur an apa? Apayang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkan
Tidak ada policygap antaraperaturan pusat dandaerah
bersinergis
Aspek SDM
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yang berhubungan dengankegiatan eliminasifilariasis? jika tidakcukup, bagaimana
Memang diakuijumlah SDM didaerah tidakmencukupi, dancara mengatasinyadilaku kan pelatihantenaga kesehatan,tenaga analisislaboran, dan dibantuoleh tenaga
jumlah tenagakesehatan, dantenaga laboran,TIDAKCUKUP
70
mengatasinya kesehatan di Puskesmas/Pustu/Polindes/Poskesdes,pelatihan tenagasurailans, bahkantiap dusun 1 tenagakesehatan dalammelakukanpengawasan, terutama keluarga ataurumah tangga yangterinfeksi filariasis
Aspek Anggaran
5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO (luardan dalam negeri)
Dana pelaksanaanPOPM dari danaAPBD didukung idana BOKPuskesmas,dibuatkan programterpadu sepertinJKM, melaluiprogramkelambunisa si,tahun 2014
Sumberanggaran dariAPBD danBOK
6)Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelola perencanaanang garan pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
Tata kelolaperencana ananggaran , dimasukkan dalam danaangg garanglondongan dinaskesehatan, melaluibantuan dari danaAPBD tertulis diBAPPEDA
Tata kelolaanggaransesuaiketentuan SOP(standaroperasional)
7)Gambarankesesuaian menuDAK dengankebutuh an daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi
Apakah menu DAKanggar an pusat dandaerah sudahsesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusi
Tidak ada jawaban
71
penyelesaian nya apa yangdiinginkan
Sarana danPrasaranaKesehatan
8)Informasi standarfasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis,kecukupan)
Disediakan diPuskesmas/Pustu/Poskesdes, termasuk obatfilaria, dantransportasi (motordan mobil) untukmendukungkegiatanoperasional POPM,SDJ dan TAS
JUMLAHsaranakesehatan dantenaga kesehatan
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apa solusiyang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkandari kemenkes?
Tidak ada, karenatiap kasus penyakityang ditemukanlangsung dilaporkandari Puskesmas, kekabupa ten,diteruskan keprovinsi, kecualipeng adaan obatsering tidakmencukupi , tetapisemuanya bisateratasi dengankerja keras petugaskesehat an
JUMLAHfasilitaskesehatandipakai untukmendukungpelaksanaaneliminasifilaria sis
Solusi yagdilinginkan
Untuk mengatasi kekurangan tenagakesehatan, perlu adatambahan danpengangkatan bidanPTT
TAMBAHAN
tenagakesehatan
Kerjasama LintasSektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antar
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintas
Proses koordinasilintas sektoral danlintas program ber
Dibentuk timkerja (POKJA)
72
lintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
program? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jika adadan tidak
jalan lancar, karenadibentuk dalam satutim kerja (Pokja)dan salingmembantu dalampelaksanaan POPMdan SDJ
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
Apakah Puskesmasme lakukankerjasama dengansektor nonkesehatan dalameliminasi filariasis?jelaskan alasannya,jika ada dan tidak
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
Aspek Komitmen/Kebijakan
2. Kepala Kasi P2DinasKesehatanKabupatenEnrekang,Bapak.Bachtiar, S.Km
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi untukkemkes.
Pada prinsipnyasetiap ada kebijakanelimina si dari pusatdan provinsi kamidukung danditindaklanjutidalam mempercepatproses eliminasifilariasis
kebija kandari pemerintah daerahdan dinaskesehatan
DILAKSANAKAN
Faktor Pendukung Kegiatan POPMdan SDJ ddukungoleh lintas sektoraldan lintas program,
73
tomas/ toga, kaderPosyandu dan ibuPKK
Faktor penghambat
2).Informasitentang duku nganpemeri ntah daerah/bupati/walikota,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah daerahterhad ap kebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Intinya pemerintahdaerah kabupatensampai pemerintahkecamatan dandesa, mendukungpelaksa naan POPMdan SDJ
DUKUNGAN
pemda dansektor nonkesehatan
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaan eliminasifilariasis? jika adaperatur an apa? Apayang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkan
Samasekali tidakada yangbertentanganperaturan itu,karena belum adajuga terbit peraturanbupati (perbu) jadiPermen kes yangmenjadi rujukandalam melaksanakan eliminasifilariasis, solusiyang dilaksanakanmeng aktifkansemua tenagakesehatan terlibatdalam kegiatanPOPM, SDJ danTAS
Belum dibuatperaturanbupati(PERBU)
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDM
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yang berhubungan dengan
Merekaberkomitmenpercepataneliminasi filariasis,meskipun jumlahSDM kurang, tetapi
Jumlah SDMmasih kurang
74
sektor nonkesehatan
kegiatan eliminasifilariasis? jika tidakcukup, bagaimanamengatasinya
mereka terlibatkegiatan eliminasidalam tim kerja(Pokja)
Bagaimanamengatasinya
Dibentuk satu timkerja dari lintassektoral dan lintasprogram
Aspek Anggaran5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO (luardan dalam negeri)
6)Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelola perencanaanang garan pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
7)Gambarankesesuaian menuDAK dengankebutuh an daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menu DAKanggar an pusat dandaerah sudahsesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Sarana danPrasaranaKesehatan
75
8)Informasi standarfasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Semua fasilitaskeseha tandilengkapi dengansarana obat dantrans portasi,bekerja secaraprofesional dalammemberi pelayananwarga desa, kondisipada waktu POPMjumlah tenagakesehat an masihkurang
Pelayananmaksimal,sesuai jumlahtenagaKESEHATAN
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apa solusiyang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkandari kemenkes?
Faktor geografis ,lokasi terpencar,menyulitkanpetugas kesehatanbekerja maksimaldan meng unjungiwarga, terutamamalam hari ,terlambat menerimainfo, sulit dijangkaudengan kenderaanmobil
WILAYAHtempat tinggalwargaterpencar dansalingberjauhan
Kerjasama LintasSektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaimana proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jika adadan tidak
Koordinasi lintasprogram lebih cepatdilakukan daripadalintas sektoral,karena perlupenjelasan atausosialisasi lebihawal agarterkoordinasi sesuaiSOP
TERKOORDINIR dansallingbekerjasama
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaan
Apakah Puskesmasme lakukankerjasama dengansektor nonkesehatan dalam
Kerjasama nonkeseha tan sepertimedia lokal, oraridan radio FM
KERJASAMAdalam perencanaan percepatan eliminasifilariasis
76
eliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
eliminasi filariasis?jelaskan alasannya,jika ada dan tidak
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
Aspek Komitmen/Kebijakan
3. PemegangProgramFilariasis DinasKesehatanKabupatenEnrekang Bpk.Supriyadi
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi untukkemkes.
Sebagai pemegangprogram filariasissaya berupayamempercepat proseseliminasi filariasisdi KabupatenEnrekang danberkomitmenmelaksanakansetiap ada kebijakandari KementerianKesehatan danDinas KesehatanProvinsi SulawesiSelatan
Dilaksanakanmempercepatproseseliminasi
2).Informasitentang duku nganpemerintah daerah/bupati/walikota ,keterlibatan sektornon kesehatan,bentuk dukung anatau hambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad ap kebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Tidak ada masalah,karena tetapmendapat dukunganpositif, danmemberi contoh
Dukunganpositif
77
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaan eliminasifilariasis? jika adaperatur an apa? Apayang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkan
Tidak ada gapterkait peraturanpusat dan daerah,keduanya bersinergidalam pelaksananprogram
Salingmendukung
Aspek SDM
4)Informasikecukupan jumlah,jenis, kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yang berhubungan dengankegiatan eliminasifilariasis? jika tidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Memang diakuijumlah SDM tidakcukup, dan caramengatasinyadilakukan pelatihankepada tenagakesehatan, tenagaanalisis dan dibantuoleh tenaga diPuskesmas/Pustu/Polindes.Pelatihan tenagasurvelns, bahaknatiap dusundisiapkan tenagakesehatan, danmelakukanpengaasan secararutine, terutamakeluarga atau rumahtangga yangterinfeksi filariasis
tambahanSDM,khususnyatenagaoperasio nallapangan
Aspek Anggaran5)Informasi tentangke cukupananggaran dan
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasi
Terlaksananyaprogram eliminasifilariasis, karena
Melibatkansemua unsur
78
sumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
filaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO (luardan dalam negeri)
melibatkan unsurtenaga kesehatantermasuk kaderPosyandu, kaderPKK dan perangkatdesa, dalam satu timkerja.
6)Gambarandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah kendala,solusi yang sudahdilakukan danrekomenda sipenyelesaiannya
Jelaskandisharmoni tatakelola perencanaanang garan pusat dadaerah, apakendala? Apasolusi yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan ?
Danapelaksanaannyadipakai dari BOKPuskesmas untukoperasional POPM,dan dibuatkanprogram terpaduseperti JKM, antaralain programkelambunisasi,tahun 2014.
T.7)Jelaskandisharmoni tatakelola perencanaananggaran pusat dandaerah, apakendala? apa solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan?
operasionaleliminasi daridana BOK(danapendamping)
7)Gambarankesesuaian menuDAK dengankebutuh an daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menu DAKanggar an pusat dandaerah sudahsesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
dimasukkan dalamanggaran Dinkessecara glondongandan menjadianggaran pokoktertulis diBAPPEDA,
dimasukkandalam dana APBD
bantuan danaglondongandariBAPPEDA
Sarana danPrasara
Kesehatan8)Informasi standar Bagaimana sarana Di tiap kecamatan Bantuan obat
79
fasili tas kesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasi untukpenyelesaiannya
dan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
ada Puskesmas danPustu, di tingkatdesa ada Polindesdan Poskesdes, tiapsarana tersebutdisiapkan obatfilariasis, seperti,Abendazone, danobat filariasislainnya. Jelasnyasemua kebutuhanobat terkaiteliminasi filariasisdisiapkan di saranakesehatan, dengantenaga kesehatanyang siaga
filariasisditanganipuskesmas
9)Informasi kendalayang dihadapidalam hal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan dan rekomendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apa solusiyang sudah dilakukan? Solusi apayang diinginkandari kemenkes?
Tidak ada, karenasaat ada kasusdilaporkan keprovinsi,kendalanya adakecuali pengdanaanyang tidakmencukupi, tetapikerjakeras tenagakesehatan,semuanya bisateratasi.
Semuaberjalan lancar
Kerjasama LintasSektor
10)Informasitentang optimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jika adadan tidak
proses koordinasilintas sektor danlintas programberjalan lancar,kendalanya tidakada, solusinyakerjasama danmembentuk timkerja denganmelibatkan sektoryang terkait danprogram.
Koordinasiprogram
80
11)Informasitentang sektor yangmelakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
Apakah Puskesmasme lakukankerjasama dengansektor nonkesehatan dalameliminasi filariasis?jelaskan alasannya,jika ada dan tidak
Program eliminasifilariasis terlaksanadengan lancar,karena melibatkansektor nonkesehatan yangterkait, seperti,dinas pendidikan(melibatkan gurudan muridnya),DPRD danBAPPEDA,penyusunananggaran APBD,Infokom melaluipromosinya,kementerian agamadengan jurudakwanya (tidakboleh diabaikan timmuballignya),organisasi PKK ditingkat kecamatandan desa.
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis.
Level Lintas sektor
Informan terdiri dari Bappeda provinsi Sulawesi Tengah dan Bappeda Kabupaten
Enrekang, Dinas Pendidikan, DPRD, hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
Aspek Anggaran1. Ketua
BAPPEDAProvinsiSulawesiSelatan
5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaan
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumber
Bappeda hanyasebagai perencanaawal dalammenetapkanekonomi Sulawesi
Penetapananggaraneliminasifilariasis
81
(diwakiliBidangPemerintahan, sosial danbudaya)Bapak. Dr. M.Rahmat AlimBachri, M.SI
eliminasi filaria anggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO(luar dan dalamnegeri)
Selatan dalamkaitan denganpenyakit kaki gajahkebijakan propinsisulsel dalampenanggulanganpenyakit ini,dimasukkan dalamRPJM, secaratehnis masuk dalamdinas kesehatan.
7)Gambarankesesuaian menuDA degankebutuhan daerah,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasipenyelesaian nya
Apakah menuDAK anggar anpusat dan daerahsudah sesuai? Apakendala yangdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Sebenarnyainformasi ini bagussekali, dalam haltehnisnya samadinas kesehatan,selain itu,bagaimanaketerlibataninstansi lain semuadinas memberikansuporting.lintassektoral yangterkait, salah saatuindikasi penunjangpembangunantentunyamasyarakat harussehat, khusus2018, kita lihatkebijakan Gubernurbaru.dan masukandinas terkait. pastikami dariBAPPEDA akanmemperhatikanmasalah itu.Solusinya, memberidukungan sesuaiusulan dari Dinkes,biasanya data tidaknyambung yangmasuk keBAPPEDA.
Kesesuaiananggaran pusatdan daerah
82
Informan informasi yangdiharapkan
pokok bahasan/pertanyaan
fakta lapangan indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
2. KetuaBAPPEDAKabupatenEnrekang,Bapak.DR.Baba, M.SI
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi untukkemkes.
Kebijakan nasionaltentu ada peraturandari kementeriankesehatan (Nomor94, tahun 2014),tidak ada masalah,karena dariperaturan itumenjadi rujukankami untukdimasukkan dalamanggaran danaAPBD, kami jugabutuh data daridinas kesehatanyang terkait denganpelaksanaaneliminasi filariasis.Saya selaku ketuaBAPPEDA,menyatakanwelcome untukmemberi bantuanoperasionalpelaksanaaneliminasi filariasisdi KabupatenEnrekang.
Permenkesmenjadi rujukan
Aspek Anggaran5)Informasi tentangke cukupananggaran dansumber anggaranpelak sanaaneliminasi filaria
Bagaimanaanggaran pelaksanaan eliminasifilaria, kecukupandan sumberanggaran (pusatmelalui DAK,APBD) ataubantuan NGO(luar & dalam
Dimasukkan dalampagu anggaran sektorkesehatan, dalambentuk danaglondongan, dalamhal ini DinasKesehatan KabupatenEnrekang
Bantuan dana dalambentuk fisik dan nonfisik, dan dibuatkan
Disediakan danaoperasional
83
negri) skala prioritas(minimal 20%),meskipun anggaranterbatas (kurangmemadai), karenamerangkum semuasektoral, danbiasanya ada revisianggaran tiap tahunbaik program jangkapendek maupunprogram jangkamenengah sesuaikebutuhan.
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
3. Kepala DinasPendidikanKabupatenEnrekang,Bapak.Jumurdin,SP.d.MP.d
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi untukkemkes.
Kebijakan eliminasifilariasis padaprinsipnya kamimendukung,dengan melibatkansemua sekolahdalam wilayahkerja dinaspendidikan diKabupatenEnrekang,diteruskan ke dinaspendidikan tingkatkecamatan.Hambatannyabiasanya informasikomunikasi yangsering terlambatditerima di daerahyang wilayahnyamasih terpencil,solusinya adalahmenginstruksikankesiapan sekolahuntuk membantukegiatan programpemberian obat
Melibatkanguru dan muriddi sekolah
84
massal, termasukmurid-muridsekolah. Bantuansudah dilakukansejak program inidimulakan dari2007-2011, dansosialisasi kesekolah-sekolahsemua jenjangpendidikan dari SD,SMP, dan SMA.
KerjasamaLintas Sektoral
10)Informasitentang optimalisasiantar lintas sektordan lintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak.
Koordinasi antaradinas pendidikandengan dinaskesehatan padaprinsipnya berjalanlancar, sampai ketingkat kecamatan,guru dan UKS,kendalanya tidakada, karena tujuanyang dicapaiprogram eliminasifilariasis untukkepentingankesehatan murid-murid di sekolahagar terhindar daripenyakit ini, Solusiyang dilakukanmemberi informasikepada guru danmurid melaluisosialisasi daritenaga kesehatan.sekaligus terlibatdalam POPM,contoh, tahun 2011-2015, dilakukanPOPM semuasekolah yangmenjadi fokus
Sosialisasifilariasis disekolah
85
endemik filariasis
12)Informasitentang ben tukkerjasama dalam pelaksanaan eliminasifilariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis.
Bentuk kerjasamadengan dinaskesehatan,melibatkan guru-guru dan muridsemua jenjangsekolah (SD,SMP,dan SMA) dalamkegiatan sosialisasidan pemberian obatmassal untukmurid-murid, sertamelakukanpengawasan bagimuridnya pascapemberianobat.oleh gurumasing-masingsekolah.
Obatnya diminum
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
4. Ketua DPRDKabupatenEnrekangBapak. ArfanRenggong
1)Informasi tentangtransla si kebijakaneliminasi fila ria dikecamatan, solusiyang sdh dilakukandan rekomendasipenyelesaian untukpihak kemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi untukkemkes.
Respon dari DPRDtentang kebijakanpusat terkaiteliminasi filariasis,sangat mendukung,dan menyatakankesediaan untukmengaplikasikanPermenkestersebut.TugasDPRD dapatmembantusuksesnya eliminasifilariasis diKabupatenEnrekang,sekaligus keinginanuntuk memperolehinformasi yang
anggata DPRDmendukung
86
kongkrit programeliminasi yangsudah dilaksanakandi daerah endemik..
2).Informasitentang duku nganpemerintah kecamatan, keterlibatansektor nonkesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya ?apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
DPRD punyakemampuanregulasi untukmenentukankebijakan danhimbauan kepadapemerintah daerahmemberi bantuankepada pelaksanateknis dinaskesehatan, bentukdukungan ini bisamenjadi contohuntuk kabupatenlainnya, Mengapa ?karena .masyarakatEnrekang dapatmenerimaperubahan,termasuk dalampenyusunananggaran terkaitdengan programkesehatan secarakeseluruhan.
Skala prioritasprogram
3)Informasi adanyapolicy gap antarkementerian atauantara permenkesdengan perda,perbub atau SE
Jelaskan apakahada dishar moniperaturan antar kementerian atauperaturan kemkesdengan peraturandaerah yangdirasakanmenghambatkegiatan pelaksanaaneliminasifilariasis? jika adaperatur an apa?
Sesuai apa yngdisepakati bersamaoleh anggotaDPRD, dan apapunbentuknya terkaitkesejahteraankesehatanmasyarakat,harapan kami untukdinas kesehatanakan kami tantangprogram apa yangdilaksanakan bagikepentingan
Tanggungjawab komisi 3DPRD menjadipen damping
87
Apa yang sudah dilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
masyarakat,khususnya komisi 3harus tetapmemberikandorongan apalagimengenai penyakitfilariasis ini, sekalilagi DPRD akantetap memberidukungan,termasuk jugabantuan anggarankenderaanoperasional.
KoordinasiLintas Sektoral
10)Informasitentang optimalisasiantar lintas sektordan lintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak.
Proses koordinasitidak boleh putus,kalau Ketua DPRDyang berbicara danmengatakanmendukung, , makakami anggotakomisi 3,berkomitmenuntukmendampingi,karen persoalan inimenyangkut lintassektoral, sehat ituada prosedurnyajangan sampai adaprogram yg tidaknyambung jauhlebih susahmempertahankandaripadamendapatkan,seperti sertifikasieliminasi filariasis.
Koordinasi berkelanjutan
Level Puskesmas
88
Infoman terdiri dari kepala puskesmas, dokter, analis dan pengelola program filariasis di
Puskesmas Buntu Batu dan Sumbang, hasil wawancara sebagai berikut:
No Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
1. KepalaPuskesmasBuntu Batu,Bpk. H.GustiZakaria,S.Kep, Ns
1)Informasitentang transla sikebijakaneliminasi fila riadi kecamatan,solusi yang sdhdilakukan danrekomendasipenyelesaianuntuk pihakkemenkes
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes
Semua kebijakannasional (PermenkesNo.94/2017) padaprinsipnya kamidukung dan ditindaklanjuti di Puskesmas,demikian juga kebijakan dari dinas kesehatan kabu. Enrekang
Kebijakan pusatdan dinas kesehatan ditindaklanjuti
Solusi yang sudahdilakuka
Sejak ada himbauandari DinkesKabupaten Enrekang,sejak itu kami mulaibekerja bersamadengan tim diPuskesmas, dilaksanakan tahun 2006 kegiatan survaelans darikemenkes Jakarta, ditemukan ada satu orgpenderita di Potokullinbelakangan Saya tahuternyata TKW dariMalaysia, namanyaIbu. Hijriah. Surveyendemis danpemberian obat massal bulan nopember s/ddesember 2006, pelaoran pebruari 2007dengan melibatkankepala wilayah kecam
Survey endemisfilariasis danpemberian obatmassal
89
atan dan kaurnya/muspidanya.
2).Informasitentang duku nganpemerintahkecamat an,keterlibatansektor nonkesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya? apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Dukungan pemerintahkecamatan sangat positif, langsung dipraktikan minum obat dalamupacara seremonial dilapangan di depan kantor desa (lupa namadesanya) obat yang dimaksud, seperti, DEC,Vit.B6, lupa obat lainnya. Dilakukan selama5 tahun, s/d tahun2011, sesudah itudilakukan evauasi, dilanjutkan pengambilan sampel darah,tahun 2012 s/d 2015,ternyata tidak ada ygpositif, dilanjutkanTAS 1 dan TAS 2,diketahui tidak adalagi penderi ta yangpositif.
minum obatfilariasis secaramassal
Faktorpenghambat
Hambatannya pastiada, kondisi geografis/desa yang terpencil/sulit dijangkau denganroda dua (motor) danmobil, jalan setapakditembus dengan jalankaki atau naik kuda,obat sering terlambattiba di tempat, jumlahtenaga kesehatan danpendamping belummemadai
Kondisi geografis, sarana jalandan transportasi
Faktor pendukung Alhamdulillah, mendapat dukungan dari Pakcamat dan kaurnya,kepala desa dan apara
Pak. Camat dankaurnya
90
nya, tomas/toga, kadePosyandu dan IbuPKK guru danmuridnya, danpembagian kelam bu
Solusi yangdilakukan dandiinginakn
Mengundang danmenghadirkan dalamacara pembeian obatmassal, Pak. Camat/muspika/kaur, kepaladesa/aparatnya, kepala SD dan petugaskesehatan
Berpartisipasiacara POPM
3)Informasikecukupanjumlah, jenis,kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
Tenaga SDM, khusustenaga kesehatan Puskesmas/Pustu/Polindesa/Poskesdes, jumlah, jenis, kompotensipada umumnya tidakcukup, tetapi merekaberkomitmen menyusukseskan programpercepatan eliminasidaerah endemik filariasis. Untuk mencukupiSDM itu, merekadibantu tenaga nonkesehatan, ibu PKK,kader Posyandu, dantomas/toga.
Tenaga SDMkurang, dibantuSDM dari nonkesehatan
Bagaimana caramengatasi nya
Diundang melalui pemberitahuan dari masjidberkumpul di lapangdengan membawa airmasing-masing, dibagikan obatnya, langsungPak. Camat memulaiminum dan secaraserenta diikuti pesertaupacara lainnya.Untuk murid-murid
Serentak minumobat.
91
dibagikan di sekolahnya, tetap dalam pengawasan gurunya.Selain itu disiapkantempat khusus menerima obat filariasis disarana kesehatan, dantiap dusun ditunjuksatu orang penanggung jawab.
4)Informasitentang keterlibatanmasyarakat dalameliminasifilariasis, caramobiisasimasyarakat, peranmasing-masingstakeholder
Bagaimanapemberdayaanmasyarakat dalamelimina si filaria,bagaimana peranPosyandu, kaderkesehat an , PKK,dan perangkatdesa
Memberdayakanmasyarakat daritomas/kader/ibu PKK,khusus Toga melaluiceramah dan pesan-pesannya di masjid.Sebelum merekadiberdayakan diberipengetahuan tentangfilariasis, obat danpencegahannya, sertamembantu petugaskalau ada wargamengalami reaksipositif pasca minumobat, diantar olehkader Posyandu kePuskesmas.
Melibatkanmereka dalamkegiatan
eliminasi
5)Informasitentang kecukupan anggarandan sumberanggaran pelaksanaan eliminasifilaria
Bagaimankecukupan anggaran pelaksanaaneliminasi filariasisatau ada kahbantuan LSM(luar dan dalamnegeri)
Informasi yang diterima dari teman-temanpada waktu pelaksanaan kegiatan eliminasi,dana pendukung kegiatan itu belum memadai jumlahnya,untuk mencukupinyadiambil daridanaBOK, dan tenagakesehatan yangmelakukan pengawasan tetap dibiayaidari BOK Puskesmas
Biaya eliminasimasih kurang
92
6)Informasistandar fasili taskesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasiuntukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Fasilitas alat dan tenaga laboran pada waktupengabilan sampeldarah tidak memadaibaik jumlahnya maupun tenaga analisisnyasekarang ada 5 laboran, 1 analisis, mobil 2unit, motor 6 unit,kondisi masing-masing layak pakai,mikroskop 2 unit,kondisi layak pakai,tenaga kesehat an 91orang (PNS. 18 dantenaga honrer 72 obat-obatan tersedia dancukup melayani pasienberobat.
transportasi,mikroskop layakdipakai, tenagakesehat danobat-obat ancukup
7)Informasikendala yangdihadapi dalamhal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan danreko mendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Sebenarnya kendalayang terkait tugaspokok pemberianlayanan kurang,mereka berkomitmenmemberi pelayananmaksimal dari masingmasing programsekarang kami mempersiapkan agritasinyadan ditekankan program dalam bentukSOP dan peraturanlainnya
Tugas program,sesuai SOP danperaturan lain
nya.
Bagaimanamengatasinya
Semua bentuk layananmasing-masing program berjalan denganbaik, disediakan ruangtunggu pasien, sampaipasien selesai mengambil obat, Lansia danbayi diantar olehpetugas khusus diruang tunggu Saya ber
Pasien ter
layani.
93
upayamemaksimalkanlayanan kepada pasienmempromosikannfilariasis, karenamasih banyak yangbelum tahu filariasisitu
Solusi yangdiharapkan
Tahun 2017, caramengatasi kendaladengan membarikantanggung jawab sepenuhnya program, 1orang , 1 dusun 1bidang, jumlah dusun23, bertanggung jawabmelakukan pendataanmendeteksi dini kasuspenyakit di masyarakat, mereka harustahu, bida Poskesdesjuga harus tahufilariasis.
Tanggung jawab
program
8)Informasitentangoptimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Terkait sektor lainboleh dikata, semuanya dilibatkan dalamkegiatan lokakaryamini yang dilaksanakan satu kali tiap 3bulan, menyampaikanmasalah keseha tan,termasuk filariasis danjuga dalam upacarasesuai jadwal, koordinasinya berjalanlancar, bahkan pak.Camat langsung kelapangan wilayahendemik.
Berjalan lancar
9)Informasitentang sektoryang melakukan
ApakahPuskesmas melakukan kerjasama
Memang pernah adakelompok pencintaalam latimojong
pengobatanmassal danpengabdian
94
kerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
dengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jikaada dan tidak
melakukan pengobatan massal, tugasnyamobilisasi wargabuntu batu, teknismedisnya sama petugas kesehatanPuskesmas. Demikianjuga kerjasamakegiatn pengabdianmasyara kat dariuniversitas pare-pare
masyarakat
10)Informasitentang ben tukkerjasama dalampe laksanaaneliminasi filariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Kerjasama dengan nonsektor kesehatanumumnya sebagaitenaga pendamping ,melibatkan aparatdesa dan kecamatanmengunjungi wargadalam pengambilansampel darah malamhari.
Kerjasamadalam bentukpendampingandengan tenagakesehatan
2. TenagaLaboratorium danAnalisisPuskesmasSumbang,Bapak.Jhohamsah
1)Informasitentang translasikebijakaneliminasi fila riadi kecamatan,solusi yang sdhdilakukan danrekomendasipenyelesaianuntuk pihakkemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes.
Begitu ada komandodari pemerintahdaerah dan dinaskesehatan, langsungdiaplikasikan padawaktu pemberian obatmassal sampai ketingkat desa/dusun
Aplikasi kebijakan dari pemerintah daerahdan dinaskesehatandilaksanakan
Faktorpenghambat
Jelas ada, karenamasih ada kebijakanitu belum diaplikasikan maksimal, masihada warga desa takutdiambil darahnya padamalam hari, takutminum obatnya, ada
warga desa takutdiambildarahnya padamalam hari
95
warga dibangunkansementara tidur,berjalan malam haripernah ketemu ular
Solusi danrekomendasi
Didahului penyuluhandan sosialisasi program , begitu jugapengambilan sampeldarah malamnya (jam22.00) untuk memuahkan pekerjaan danharus selesai semua,tiap desa dibagi 1 timatau 2 tim, denganberanggotakan 10orang
Dibentuk 1 timberanggotakan10 orang
2).Informasitentang duku nganpemerintahkecamat an,keterlibatansektor nonkesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya? apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Himbauan pemerintahdaerah ke kecamatandiimplementasikanlangsung karenamendapat dukungandari Pak. Camat,muspika, tokoh masyarakat, tokoh agama,khusunya muballigyang banyak membantu dalam berdakwah tentangkesehatan
MendapatdukunganPak.camat/muspika/dantokohmasyarakat
Faktor pendukung Pak. Camat langsungmemberi contohminum obat dankepala desa
Faktorpenghambat
Letak dan kondisigeografis/lingkungqndan finasial tenagavolunturir
3)Informasikecukupanjumlah, jenis,
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,
Kalau itu dari awalkami kekuranganSDM dan masih ada
SDM belummemadai skill
96
kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
yang belum memilikiskill yang terkaitdengan kesehatan,termasuk tenagamikroskopis
dan keahliannya
Bagaimanamengatsinya
SDM perlu ditingkatkan skillnya melaluipelatihan, terutamatenaga mikroskopis,kalau perlu yangmemiliki basickesehatan, agar pelatihan yang diikutiberjenjang, pengangkatan tenaga bidandan perawat (PTT)
Ditingkatkanmelalui pelatihan
4)Informasitentang keterlibatanmasyarakat dalameliminasifilariasis, caramobiisasimasyarakat, peranmasing-masingstakeholder
Bagaimanapemberdayaanmasyarakat dalamelimina si filaria,bagaimana peranPosyandu, kaderkesehat an , PKK,dan perangkatdesa
Selama dilakukanpengambilan sampeldarah, kami memerlukan bantuan dari kaderkesehatan, PKK danperangkat desa
Ada bantuandari kader kesehatan, PKK danaparat desa
5)Informasitentang kecukupan anggarandan sumberanggaran pelaksanaan eliminasifilaria
Bagaimanakecukupan anggaran pelaksanaaneliminasi filariasisatau ada kahbantuan LSM(luar dan dalamnegeri)
Kami membutuhkandana yang dapat membiayai tenaga operasional dalam pengambilan sampel darah,karena biasanya timSDJ sampai 2 kali kelapangan pra pelaksanaan pemberian obatmassal, denganharapan ada bantuanpemda dari dana
Bantuan danamelaluianggaran APBD
97
APBD, harusnyaditambah lagi, karenatidak menutupkemungkinan munculkasus baru, otomatisprogram SDJ harusjalan dan butuhfinasial tenaga lapangan
6)Informasistandar fasili taskesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasiuntukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Tahun 1999-2009,tidak ada layananlaboran, karena belummemiliki ruangan,tahun 2011 ruanglaboran sudah ada,jumlah peralatannya 3unit mikroskop, 2 unitrusak. Selain itusarana Puskesmas, 1unit, berfungsi rawatnginap, Pustu 8 desa,polindes 7 unit dan 1Poskesdes
PuskesmasBuntu Batu,berfungsi rawatnginap
7)Informasikendala yangdihadapi dalamhal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan danreko mendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Tempat yang layakuntuk pemeriksaansampel darah
Solusi yangdiharapkan
Model layanan olehtenaga laboran untukpengambilan sampeldarah dan analisinyadibutuhkan kenderaanmotor dan Puskesmaskeliling
Belum memilikimobilPuskesmaskeliling
8)Informasitentangoptimalisasi
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintas
Koordinasinya solid,didukung oleh dinkeskabupaten, kader dan
Ada dukungandari pemda danlintas sektor/
98
koordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
program? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
tenaga kesehatan,kepala desa/kepaladusun/RK/RW
lintas program
9)Informasitentang sektoryang melakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jikaada dan tidak
Setahu saya, ada beberapa jerjasamadengan sektor nonkesehatan, merekasebagai pendamping,seperti aparat desa ,karena pengambilansampel darah malamhari, butuh aparat desamengunjungi rumahwarga desa
Ada kerjasamadengan sektornon kesehatan
10)Informasitentang ben tukkerjasama dalampe laksanaaneliminasi filariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Bentuk kerjasama tdkada bentuk finasial,hanya dilibatkandalam tim terpadudalam pelaksanaaneliminasi filariasis,karena tenaga kesehatan jumlahnya kurang ,perlu dukungan dankerjasama aparatkecamatan dan desa
Kerjasamadalam timterpadu
3. KepalaPuskesmasSumbang,KecamatanCurio,Bpk. Sainal,SKM
1)Informasitentang transla sikebijakaneliminasi fila riadi kecamatan,solusi yang sdhdilakukan danrekomendasipenyelesaianuntuk pihakkemenkes.
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasi
Setiap ada kebijakandinas kesehatan terkaitdengan eliminasifilariasis Saya selakuKepala Puskesmaslangsungmenindaklanjutibersama denganpengelola programfilariasis.
dilaksanakan
99
untuk kemkes.2).Informasitentang duku nganpemerintahkecamat an,keterlibatansektor nonkesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya? apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Dukungan pak. Camatbersama Kaurnyacukup positif terhadapkebijakan eliminasifilariasis, dan Pak.Camatmenindaklanjutikebijakan itu ketingkat desa (kepaladesa) denganmelibatkan aparatnyasampai ke tingkatdusun.
Pak.Camatnyamendukung
3)Informasikecukupanjumlah, jenis,kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
Jumlah SDM yang adasekarang ini bertugasdi Puskesmas, Pustu,Polindes danPoskesdes, bolehdikatakan belummemenuhi jumlahyang diharapkan,Tenaga kesehatan 16berstatus PNS, 1tenaga dokter dan 80berstatus magang(sukarela) bertugas diPuskesmas dan Pustu.
SDM masih
kurang
4)Informasitentang keterlibatanmasyarakat dalameliminasifilariasis, caramobiisasimasyarakat, peranmasing-masingstakeholder
Bagaimanapemberdayaanmasyarakat dalamelimina si filaria,bagaimana peranPosyandu, kaderkesehat an , PKK,dan perangkatdesa
Waktu dilakukanpemberian obat massaldan pengambilansampel darah, semuastackeholder terlibatke-2 kegiatan tersebut,mulai pak.Camat danMuspidanya, dankaurnya, kepala desadan aparatnya sampaikepala dusun, dantokoh-tokohmasyarakat, terutamatokoh agama banyakterlibat dalam
Pemberian obat
Massal men
Dapat dukung
An positif
100
menyuseskan programini. Selain itu,membantumengumumkan/memberitahukan warga desadi masjid tentangkedatangan petugaskesehatan untukmengunjungi rumahwarga mengambilsampel darah, jugamenyampaikanmelalui ceramah dankhutbah jumat,menyinggung tentangkesehatan padaumumnya.
5)Informasitentang kecukupan anggarandan sumberanggaran pelaksanaan eliminasifilaria
Bagaimanakecukupan anggaran pelaksanaaneliminasi filariasisatau ada kahbantuan LSM(luar dan dalamnegeri)
Karena Saya belummenjabat KepalaPuskesmas, padawaktu dilakukanpemberian obat massaldan pengambilansampel darah, Sayahanya dapat info daripengelola filariasisdan tenaga Puskesmasyang terlibat padawaktu itu, katanyaanggaran pelaksanaanfilariasis dicukup-cukupkan, karenadana operasional ke-2kegiatan itu banyakdibantu dari danaBOK Puskesmas.
Anggaran
Operasional
Dibantu dana
BOK Puskesmas
6)Informasistandar fasili taskesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasiuntuk
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukup
Kondisi dankecukupan distribusiobat, pada umumnyadapat terpenuhi dalammenunjangpelaksanaan eliminasifilariasis, untuktransportasi memang
cukup
101
penyelesaiannya an) menjadi hambatankarena kenderaanwaktu itu terbatas,roda 2 (motor) danroda 4 (mobil).Kegiatan POPMJumlah mobil 4 unit,motor 28 unit (sesuaijumlah Posyandu 28unit, masing-masing 1unit) Kegiatan SDJ,jumlah mobil dipakai1 unit, motor 5 unit
7)Informasikendala yangdihadapi dalamhal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan danreko mendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Kendala utama letakgeografis, jarak antaradesa yang satu dengandesa lainnyaberjauhan,memerlukan waktuyang lama, dan masihada desa yang harusdijangkau denganjalan kaki, licin padamusim hujan
Faktor geografis
8)Informasitentangoptimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Koordinasi lintassektor berjalan denganbaik, dengandukungan sektor ditingkat kecamatan,demikian juga dari 17program semuanyadilibatkan dalamkegiatan POPM danSDJ
lancar
9)Informasitentang sektoryang melakukankerjasama dalampelaksanaaneliminasi filariasisdan proseskerjasama itu
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalameliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jika
Kerjasama tetap ada,terutama sektor yangterkait, seperti dinaspendidikan (guru danmurid), tetapi hal-halteknis medisdikerjakan oleh tenagakesehatan, karenakebutuhan dan tenaga
Tim kerja
(Pokja)
102
dibentuk ada dan tidak cukup memadai untukberkomitmen danbertanggung jawabdalam operasional,misalnya POPM danSDJ.
10)Informasitentang ben tukkerjasama dalampe laksanaaneliminasi filariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis.
Bentuk kerjasamayang dilakukanmelibatkan sektor nonkesehatan, sepertiguru dan murid, dalampengambilan sampeldarah, danstakeholder lainnya,aparat kecamatan dandesa, mendampingipetugas kesehatankunjungan ke rumahwarga. Selain itubantuan sarana fisikdari kepala desa BuntuBarana, membangunwadah “BolaMalagata” (rumahsehat) yang sementaraprosespenyelesaiannya, darimedis lokal atauORARI, tidak terlibatkeikutsertaan dalamkegiatan eliminasifilariasis.
terlibat
Informan Informasi YangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
4. DokterPuskesmasSumbang,KecamatanCuriodr.Reny
1)Informasitentang transla sikebijakaneliminasi fila riadi kecamatan,solusi yang sdhdilakukan dan
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)
Setiap ada kebijakanperlu ditindaklanjuti,karena terkait denganpenyakit, sepertipenyakit filariasis
ditindaklanjuti
103
rekomendasipenyelesaianuntuk pihakkemenkes
Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes
2).Informasitentang duku nganpemerintahkecamat an,keterlibatansektor nonkesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pemerintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya? apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
Dukungan pemerintahterkait penyakitfilariasis sangatmembantu meresponsdaerah endemikfilariasis di KabupatenEnrekang, karenakalau tidak ditakutkanpenyakit itu dapatmenyebar kepadaorang sehat danwilayah lainnya.
Dukunganoperasional
Aspek SDM3)Informasikecukupanjumlah, jenis,kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
Karena Saya barubertugas, otomatisdalam melancarkantugas Saya diPuskesmas, sangatdibutuhkan SDM yangmemiliki kompotensidan komitmen dalammemberi pelayanankepada masyarakat,dan bekerjasama yangbaik dalammenjalanakn tugasmasing-masing, sesuaiSOP di Puskesmas.
SDM dankompotensimasih kurang
4)Informasitentang keterlibatanmasyarakat dalameliminasi
Bagaimanapemberdayaanmasyarakat dalamelimina si filaria,bagaimana peran
Saya yakin kalausemua warga desadiberdayakan dalammemberantas suatupenyakit, melibatkan
Semuanya terlibat
104
filariasis, caramobiisasimasyarakat, peranmasing-masingstakeholder
Posyandu, kaderkesehat an , PKK,dan perangkatdesa
kader kesehatanPosyandu, Ibu-IbuPKK, dan perangkatdesa di masing-masingdesa, otomatismasyarakat itu sehat
Aspek Anggaran5)Informasitentang kecukupan anggarandan sumberanggaran pelaksanaan eliminasifilaria
Bagaimankecukupan anggaran pelaksanaaneliminasi filariasisatau ada kahbantuan LSM(luar dan dalamnegeri)
Saya tidak tahumengenai besarnyaanggaran, karena barubertugas di PuskesmasSumbang.
Tidak jelas
Sarana DanPrasarana
6)Informasistandar fasili taskesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasiuntukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Kondisi sarana danprasarana cukupmenggembirakan baikdi Puskesmas atauPustu maupun diPoskesdes, kecualisarana transportasiyang dibutuhkanmelayani emergencymobil ambulans yangperlu disediakansegera.
Saranakesehatan cukup
7)Informasikendala yangdihadapi dalamhal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan danreko mendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Kendala yang utamabiasanya masalahjarak antara desadengan tempatfasilitas kesehatan.
Faktor jarak
KerjasamaLintas Sektoral
105
8)Informasitentangoptimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Koordinasi lintassektor diupayakanbersinergis, demikianjuga antar program,karena tidak menutupkemungkinan bisasaling kerjasama kalauprogram itumengalami kegagalan,sehingga butuhbantuan denganprogram lainnya
Terkoordinirdengan baik
10)Informasitentang ben tukkerjasama dalampe laksanaaneliminasi filariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
kalau ada palingmereka support secarapositif, seperti LSM,tetapi untuk bantuanfiansialkemungkinannya sulitdi peroleh.
Dukungan moriil
Informan Informasi yangDiharapkan
Pokok Bahasan/Pertanyaan
Fakta Lapangan Indikator
AspekKomitmen/Kebijakan
5. PemegangProgramFilariasisPuskesmasSubang,KecamatanCurio.Ibu.Musdalifa
1)Informasitentang transla sikebijakaneliminasi fila riadi kecamatan,solusi yang sdhdilakukan danrekomendasipenyelesaianuntuk pihakkemenkes
Bagaimanaimplementasikebijakan dinaskesehatan dalameliminasi filariasis(faktor pendukungdan penghambat)Jika ada apapenyebabnya,solusi yang sudahdilakukan dan aparekomendasiuntuk kemkes
Selama saya bertugassebagai pengelolaprogram filariasis,setiap ada kebijakandari dinas kesehatanbaik provinsi maupundaerah, diteruskan kePuskesmas, lalu kepengelola program.
dilaksanakan
2).Informasitentang duku nganpemerintahkecamat an,keterlibatansektor non
Bagaimanadukungan pemerintah kecamatanterhad apkebijakaneliminasi pe
Setahu saya kalau adapertemuan biasanyadihadirkan Pak. CamatKepala Desa dan Kepaladusun, karena kegiatanini melibatkanmasyarakat sampai ke
Pertemuanformal daninformal
106
kesehatan, bentukdukung an atauhambatan yangdimaksud
merintah pusat?(faktor pendukungdan pengham bat)apa penyebabnya? apa yang sudahdilakukan? Solusiapa yangdiinginkan
tingkat desa, sepertiwaktu pemberian obatmassal dan pengambilansampel darah. Kegiatanini dapat memudahkansaling koordinasi danjuga sangat membantukami kalau tenagakesehatan mulai bekerjake desa/dusun, karenabutuh pendampinanuntuk menghubungiwarganya.
Aspek SDM3)Informasikecukupanjumlah, jenis,kompetensi,komitmen SDMdan kesediaanbantuan SDMsektor nonkesehatan
Bagaimanakecukupan SDM,jumlah, jenis,kompo tensi,komitmen yangber hubungandengan kegiataneliminasifilariasis? jikatidak cukup,bagaimanamengatasinya.
Jumlah SDM waktuprogram ini dimulaitahun 2006, danrealisasinya tahun2007, memang tidakcukup dari segi jumlahtenaga kesehatan, dankompotensinya, tetapimereka kerjanya solid,sehingga kesulitan dilapangan teratasi
Tidak cukup
4)Informasitentang keterlibatanmasyarakat dalameliminasifilariasis, caramobiisasimasyarakat, peranmasing-masingstakeholder
Bagaimanapemberdayaanmasyarakat dalamelimina si filaria,bagaimana peranPosyandu, kaderkesehat an , PKK,dan perangkatdesa
Kader Posyanducukup banyakbantuannya ke petugaskesehatan, karenamereka itu tiap bulanmudah berkomunikasidengan ibu-ibu yangberkunjung kePosyandu, dan padasaat ada kegiatanseperti ini mereka jugayang memberiinformasi kalau adapemberian obatfilariasis ataupengambilan sampeldarah, demikian jugaibu PKK banyak
Dibantu kaderPosyandu danibu PKK
107
terlibat membantupetugas kesehatanuntuk kunjungan kerumah warga, karenamereka punya jaringandasawisma tiap desa.
Aspek Anggaran
5)Informasitentang kecukupan anggarandan sumberanggaran pelaksanaan eliminasifilaria
Bagaimankecukupan anggaran pelaksanaaneliminasi filariasisatau ada kahbantuan LSM(luar dan dalamnegeri)
Kalau mengenaianggaran dirasakanmemang tidak cukup,tetapi bukan itumenjadi pokok, karenaSaya dan teman-temanprogram lainnya bisamelakukan pekerjaandengan dana yangminim, karenatanggung jawabbersama, sehinggaprogram eliminasifilariasis dapatberjalan sesuaiharapan kami semua
Tidak cukupmem biayaioperasionalPOPM
Sarana DanPrasaranaKesehatan
6)Informasistandar fasili taskesehatan,kendala, solusiyang sudahdilakukan danrekomendasiuntukpenyelesaiannya
Bagaimana saranadan prasara (obat,sarana transportasi) dalammenunjangpelaksanaaneliminasi filariasis(kondis, kecukupan)
Biasanya yang banyakdirasakan kesulitanteman-temantransportasi ataukenderaan mobiluntukmendistribusikan obatfilariasis kepadawarga desa, termasukyang tidak sempathadir di kantor desa,karena seharianmereka harus antri,diatur per dusun, Yapakai motorpribadilah, waktu itusaya baru juga
Obat cukup,transporttasikurang
108
mengendarai motor,takut-takut jugajangan sampaikecelakaan di jalan,apalagi waktu hujan.
7)Informasikendala yangdihadapi dalamhal fasilitaskesehatan, solusiyang sudahdilakukan danreko mendasipenyelesainnya
Apa kendala yangdihadapi, apasolusi yang sudahdi lakukan? Solusiapa yangdiinginkan darikemenkes?
Kendala yang utamamasalah waktu seringtidak tepat merekaberkumpul kalaudiundang melaluipengumuman dimasjid, karena merekaada yang ke kebun danada anaknya yangmasih bayi, susahuntuk ditinggalkan dirumah. Kendala lainwaktu sampel darahdiambil apalagi malamhari, masih baguskalau dusun yangdidatangi itu adapenerangan lampunya,belum kalau hujan,licin dan jalan setapak.
waktu dan lokasieliminasi
KerjasamaLintas Sektoral
8)Informasitentangoptimalisasikoordinasi antarlintas sektor danlintas program,kendala, solusiyang sudah dilakukan danrekomendasipenyelesaiannya
Bagaiman proseskoordina si lintassektor dan lintasprogram? Apakendala ygdihadapi? Solusiyang sudahdilakukan? Jikaada dan tidak
Koordinasi lintassektor dan lintasprogram berjalansesuai denganperencanaan danjadwal yang disepekatibersama dalam rapat.
Sesuai jadwaldan rencana
9)Informasitentang sektoryang melakukankerjasama dalampelaksanaan
ApakahPuskesmas melakukan kerjasamadengan sektor nonkesehatan dalam
Tidak ada jawaban
109
eliminasi filariasisdan proseskerjasama itudibentuk
eliminasifilariasis? jelaskanalasannya, jikaada dan tidak
10)Informasitentang ben tukkerjasama dalampe laksanaaneliminasi filariasis
Jelaskan bentukkerjasama sektornon kesehatandalam eliminasifilariasis
Selama sayamengelola program inibelum ada terlibatsektor non kesehatanseperti LSM, kecualisekolah yang menjaditempat pemberian obatmassal (terlibat gurudan murid).
Sekolah, gurudan muridterlibat
110
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Survei KAP
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu
dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Dalam wikipedia dijelaskan bahwa Pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.21 Studi menunjukkan bahwa
pengetahuan responden tentang filariasis maupun program pengobatan massal filariasis
sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mengetahui adanya pengobatan massal di Kabupaten Enrekang.
Hal yang disama ditemukan di Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi, yang
menemukan adanya hubungan bermakna antara sosialisasi POPM dengan kepatuhan
minum obat filariasis pada saat pelaksanaan POPM.22 Berkaitan dengan pengetahuan
responden tentang tanda-tanda jika terkena filariasis sebagian besar responden
menyatakan adanya pembesaran kaki/tangan. Pemahaman seperti ini berkaitan dengan
fakta bahwa yang umumnya mereka temukan adalah penderita dengan pembengkakan pada
kaki. Sama halnya dengan yang dilaporkan di Kabupaten Mamuju Utara.23
Pengetahuan masyarakat tentang pengobatan cukup baik dan obat filariasis dapat
diperoleh dari petugas kesehatan, namun masih ada sebagian kecil responden yang
menyebutkan bahwa obat filriasis dapat diperoleh dari warung/toko obat. Informai
diperoleh dari petugas kesehatan/guru. Hasil ini sama dengan hasil penelitian di Kabupaten
Mamuju Utara dan Kabupaten Pekalongan.23,24 Bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan
responden, maka rendahnya pengetahuan responden dipengaruhi pula dengan tingkat
pendidikan responden, karena paling banyak responden hanya tamat SD/MI.
Perilaku menurut Notoadmojo (2003) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia
baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.25 Menurut
Notoatmodjo (1997) sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dan seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek, sedangkan menurut Bimo Walgito (2001) merupakan
organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg,
111
yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk
membuat respon atau berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.26 Sikap dan perilaku
para penderita yang positif microfilaria merupakan faktor penting untuk diketahui dan
diidentifikasi agar pengobatan massal dapat berjalan dengan baik.27 Sikap positif
masyarakat terkait pencegahan dan pemberantasan filariasis harus didukung pula dengan
perilaku yang positif, upaya pencegahan yang dilakukan berupa penggunaan kelambu, anti
nyamuk serta bersedia minum obat bila ada pembagian oleh petugas kesehatan, seperti
penelitian di Pekalongan dan Belitung Timur. 24,28 Sikap masyarakat minum obat karena
kesadaran sendiri sangat baik, dan ditunjang pula dengan adanya pemberitahuan terlebih
dahulu sebelum pembagian obat massal dilakukan, sehingga hasil maksimal yang
diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
Perilaku masyarakat ikut serta dalam kegiatan pengobatan massal di Kabupaten
Enrekang sangat baik, dimana sebagian besar responden ikut berpartisipasi dan angka
partisipasi minum seluruh obat yang diberikan juga sangat tinggi meskipun lebih banyak
minum di rumah dan bukan di hadapan petugas karena lebih banyak diminum pada malam
hari. Hal ini dikarenakan untuk menghindari efek samping yang ditimbulkan akibat minum
obat tersebut. Umumnya masyarakat merasakan efek samping berupa mengantuk dan
pusnig/sakit kepala, bahkan ada sebagian kecil responden yang melaporkan keluarnya
cacing dari anus saat buang air besar. Efek samping merupakan efek yang dirasakan
masyarakat paska mengkonsumsi obat filarisisis. Efek samping yang dirasakan dapat
berupa pusing, sakit kepala, mual, diare dan efek samping lainnya. Gejala ini menunjukkan
bahwa obat yang dikonsumsi bekerja membunuh cacing yang ada di dalam tubuh. Efek
samping ini merupakan salah satu penyebab ada beberapa responden yang menolak untuk
minum obat yang dibagikan sama seperti penelitian di Pekalongan.24 Perasaan yang tidak
menyenangkan yang dirasakan masyarakat setelah mengkonsumsi obat mengakibatkan
mereka tidak mau lagi minum obat di tahun berikutnya demikian halnya yang terjadi di
kabupaten Belitung, sebagian masyarakat tidak bersedia mengkonsumsi obat karena
mengalami efek samping demam sehingga takut untuk mengkonsumsi obat tersebut.28
Perilaku responden untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari di luar
rumah paling banyak dengan menggunakan kelambu. Hal ini merupakan cara yang paling
umum dilakukan masyarakat terutama di pedesaan agar tidak tergigit nyamuk. Kelambu
juga merupakan cara pencegahan yang paling banyak dipergunakan di Kabupaten Parigi
112
Moutong29 di India.30 Sedangkan untuk menghindari gigitan nyamuk di luar rumah pada
malam harri umumnya masyarakat menggunakan baju dan celana panjang. Hal ini juga
didukung dengan kondisi cuaca di dua lokasi penelitian, yang merupakan daerah
pengunungan dengan cuaca dingin, yang mengharuskan masyarakat menggunakan baju
lengan/celana panjang untuk menghangatkan tubuh.
Sosialisasi filariasis di daerah yang akan mendapatkan obat massal sangatlah
penting dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat. Setiap orang di daerah tersebut
harus sudah memahami “apa dan mengapa” kejadian ikutan pasca POPM baik pimpinan
daerah, DPR, media massa, guru, orang penting/panutan di masyarakat dan tentunya
petugas dan kader yang akan membantu proses pembagian obat nantinya.31 Peningkatan
komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarakat perlu dilakukan,32 agar tidak terjadi
keresahan dimasyarakat apabila mengalami efek samping setelah mengkonsumsi obat
filariasis.
2. Pemeriksaan Klinis Filariasis.
Cacing filaria hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan
kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis. Gejala
akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di
daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat
penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan
menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.9 Gejala klinis yang
paling parah dari penyakit bentuk kronik umumnya tampak pada orang dewasa dan lebih
sering pada laki-laki daripada wanita.33 Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten Donggala
jumlah kasus kronis filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2010 sudah sebanyak 11
kasus.
Beberapa orang tidak memperlihatkan manifestasi gejala klinis yang nyata, kadang-
kadang memang tidak ada gejala klinis, penderita tampak sehat tetapi pada kenyataannnya
mempunyai kerusakan limfatik yang tersembunyi dan kerusakan ginjal. Bentuk
asimtomatik dari infeksi ini paling sering mempunyai karakteristik dengan adanya ribuan
sampai jutaan mikrofilaria dan cacing dewasa yang berlokasi pada sistem limfatik.33
Deteksi awal kemungkinan terinfeksi cacing filaria dilakukan terhadap seluruh masyarakat
yang akan diambil sediaan darah malam hari baik yang menunjukkan maupun tidak
113
menunjukkan gejala klinis filariasis. Hal ini dilakukan untuk menjaring masyarakat baik
dengan atau tanpa manifestasi gejala klinis yang nyata.
Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa tidak ada masyarakat yang
menunjukkan gejala klinis filariasis. Untuk memastikan bahwa masyarakat yang tidak
menunjukkan gejala klinis tidak terinfeksi filariasis maka dilakukan pemeriksaan darah jari
malam hari.
3. Survei Darah Jari.
Setiap masyarakat yang diperiksa dilakukan pengambilan darah jari pada malam
hari. Survei pada malam hari dilakukan karena sifat noktuna cacing filaria, yatu aktif di
darah tepi pada malam hari. Pemeriksaan darah filariasis yang dilakukan terhadap 360
responden di dua lokasi penelitian menunujukan bahwa tidak ditemukan mikrofilaria
dalam darah. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi lagi penularan filariasis di kedua lokasi
penelitian. Hasil yang sama didapatkan pula di Kabupaten Mamuju Utara.34 Hal ini
dimungkinkan karena Kabupaten Enrekang telah melaksanakan POPM selama lima tahun
dan dinyatakan sudah lulus dari penyakit kaki gajah pada saat pelaksanaan TAS-3.35
4. Stool Survey.
Hasil pengambilan tinja diperoleh dua sampel positif dari total 158 sampel. Adapun
jenis cacing yang ditemukan yakni Trichuris trichura (0.63%) dan Enterobius vermicularis
(0.63 %). Infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) menurut WHO disebabkan oleh tiga
jenis cacing, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (hook worm) dan
cacing cambuk (Trichuris trichiura).36 Jumlah orang di dunia yang terinfeksi cacing
cambuk (Trichuris trichiura) diperkirakan sekitar 604-795 juta jiwa. Bersama dengan
cacing gelang dan cacing tambang, cacing cambuk menimbulkan penyakit kecacingan
yang tersebar luas di dunia. Cacing cambuk hidup di usus besar dan telurnya dikeluarkan
bersama dengan feses. Apabila seseorang buang air besar di sembarang tempat, misalnya
di kebun, ladang, pekarangan rumah, maka telur akan tersimpan di tanah. Telur dapat
menjadi matang di tanah dan berubah menjadi fase infektif. Infeksi cacing cambuk terjadi
karena tidak sengaja tertelan telur cacing, misalnya tidak mencuci tangan sebelum makan,
114
atau mengkonsumsi buah yang tidak dicuci dan dikupas, atau sayuran yang tidak dimasak
dengan benar. Infeksi cacing cambuk memiliki gejala yang bervariasi. Pada penderita
infeksi ringan, biasanya tidak menunjukkan gejala. Pada infeksi berat, gejala dapat berupa
sakit pada saat buang air besar, dengan feses bercampur lendir, air, dan darah. Pada
beberapa penderita juga dapat terjadi kerusakan anus (rectal prolapse). Infeksi cacing
cambuk dapat disembuhkan dengan obat cacing.37 Telur cacing ini akan tumbuh optimal
pada tanah dengan suhu optimal ± 300C.38
Jenis cacing lain yang ditemukan adalah Enterobius vermicularis yang termasuk
cacing non-STH. Penularan cacing ini dapat terjadi mulut, pernapasan, dan retrofeksi.
Hewan seperti anjing dan kucing dapat menjadi sumber penularan karena telur cacing
dapat menempel pada bulu dan dapat tertelan atau terhirup oleh manusia yang sering
berinteraksi dengan hewan tersebut.39 Gejala yang terlihat ketika anak terinfeksi cacing ini
adalah pantat gatal akibat induk cacing keluar dari lubang anus (biasanya pada malam hari)
dan meletakkan telurnya di daerah perianal (sekitar anus).40
Rendahnya infeksi kecacingan pada anak sd di Kabupaten Enrekang disebabkan
karena anak –anak SD tersebut rajin meminum obat cacing setahun sekali yang diberikan
oleh Puskesmas. Penelitian Cholifah menujukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
frekuensi minum obat cacing dengan kejadian kecacingan Oxyuris vermicularis pada siswa
kelas 2 di SD I dan SD II Setrokalangan Kaliwungu Kabupaten Kudus. Dalam mencegah
penyakit kecacingan pada anak SD diperlukan frekuensi minum obat secara ritun.41
Adapun infeksi yang terjadi pada 2 anak SD mungkin disebabkan karena pola
kegiatan atau bermain anak – anak yang banyak kontak dengan tanah, didukung sanitasi
dan hygiene serta ketahanan imunitas anak yang lemah.39 Infeksi kecacingan yang
menyerang anak –anak sangat berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan seperti
penggunaan alas kaki. Larva cacing dapat menembus kulit dan masuk ke dalam aliran
darah, termakan makanan yang terkontaminasi larva atau telur cacing, Buang air besar
disembarang tempat, dan kebiasaan mencuci tangan setelah melakukan aktifitas.42
5. Deteksi Gen Bm
Hasil pemeriksaan Gen Brugia Malayi (Gen BM) di Kabupaten enrekang
ditemukan bahwa semua sampel darah tidak mengandung DNA Brugia Malayi. Tidak
115
ditemukannya gen BM dalam dalam sedian darah mengartikan bahwa anak –anak tersebut
tidak pernah terpapar atau terinfeksi Brugia Malayi dan ditunjang hasil pemeriksaan TAS
sebelumnya anak – anak tersebut negatif mikrofilaria. Seperti pada penelitian Santoso
bahwa seluruh penderita yang dinyatakan positif mikrofilaria hasil pemeriksaan
mikroskopis juga positif untuk hasil PCR artinya dalam darahnya mengandung Gen Brugia
malayi ataupun Brugia timori43. Akan tetapi ada sedikit perbedaan pada penelitian Pratiwi
dkk yang menemukan hasil negatif sebanyak 163 sampel dan satu positif mikrofilaria pada
pemeriksaan giemsa sedangkan pada waktu pemeriksaan Gen menggunakan metode PCR
ditemukan empat positif dan 160 negatif. Hal ini terjadi karena metode PCR mempunyai
sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi dan dapat digunakan untuk mendiagnosis filariasis
secara dini karena mendeteksi gen dari Brugia. Sedangkan dalam pemeriksaan giemsa
hanya dapat mendeteksi jika ada mikrofilaria dalam darah.44
6. Survei Vektor.
Penularan filariasis sangat erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk vektor. Ada
23 spesies nyamuk di Indonesia dari genus Culex, Anopheles, Aedes, Mansonia dan
Armigeres yang diketahui sebagai vektor filariasis.45,46 Diantara spesies tersebut ada yang
ditemukan dalam penelitian ini yaitu An. barbirostris, Cx. quinquefasciatus, Ma.
uniformis, dan Ar. subalbatus, sehingga keberadaan nyamuk ini perlu diwaspadai.
Dominansi spesies merupakan salah satu aspek penting syarat nyamuk menjadi
vektor penyakit disamping rentang umur yang panjang serta sifat antrofofilik.47 Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa di Desa Potokulin nyamuk yang paling dominan adalah
Cx. quinquefasciatus, sedangkan di Desa Parombean yang paling dominan adalah Cx.
vishnui. Dominansi Cx. quinquefasciatus di Desa Potokulin perlu diwaspadai
keberadaannya, mengingat nyamuk ini termasuk sebagai vektor filariasis bankrofti di
perkotaan.48,49
Cx. vishnui meskipun belum pernah dilaporkan sebagai vektor filariasis di tempat
lain, namun keberadaannya perlu diwaspadai, karena dominansinya menunjukan bahwa
nyamuk ini potensial untuk menjadi vektor filariasis. Selain Cx. vishnui nyamuk yang perlu
diperhatikan di Desa Parombean adalah An. barbirostris. Meskipun bukan yang dominan,
116
namun An. barbirostris yang tertangkap relatif banyak. An. barbirostris telah dikonfirmasi
sebagai vektor filariasis di Sulawesi.50
7. Survei Lingkungan
Habitat potensial nyamuk yang ditemukan sekitar rumah penduduk yaitu tepi
sungai, genangan air, kolam, rumpun bambu, mata air, sawah. Habitat jentik Cx.
quinquefasciatus adalah air permukaan yang kotor dengan polutan tinggi yang terdapat
pada kobakan/pembuangan limbah, sumur, dan saluran air.45,48 Habitat Cx. vishnui tidak
berbeda jauh dengan nyamuk Culex dan Anopheles pada umumnya, yaitu di temukan pada
air permukaan seperti saluran irigasi, kolam, kubangan, dan lain sebagainya.49
8. Wawancara Mendalam (Studi Kualitatif)
Analisis Mendalam Hasil Penelitian
Level Provinsi
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Pengelola Program filariasis
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tengah, hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
a. Implementasi Kebijakan
Di provinsi Sulawesi Selatan, penerapan kebijakan tidak mengalami hambatan, dan
semuanya berjalan dengan baik, karena setiap ada kebijakan berupa peraturan dari
kementerian kesehatan, diteruskan sampai ke dinas kesehatan masing-masing kabupaten,
terutama daerah endemik filariasis. Dukungan dari pemerintah daerah bagi kegiatan
eliminasii filariasis di daerah Enrekang, sektor kesehatan tidak bekerja sendiri, karena
mendapat dukungan juga dari sektor lainnya. Bentuk dukungannya berupa motivasi dan
moril oleh pemerintah daerah dan pejabat instansional lainnya, seperti, mendistribusikan
obat filariasis kepada masyarakat, dibantu oleh pemerintah daerah di tingkat kabupaten,
kecamatan dan desa. Karena adanya keinginan pemerintah daerah dan jajarannya kasus
filariasis di daerah endemik sudah tidak ada lagi. Di Provinsi Sulawesi Selatan, semua
aturan eliminasi filariasis berjalan bersinergis antara peraturan pusat dan daerah.
117
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sehubungan dengan SDM di Provinsi Sulawesi Selatan, berkaitan dengan eliminasi
filariasis jumlah SDM yang ada dan ketersebaran di kabupaten dirasakan belum
mencukupi. SDM harus memiliki ilmu dan menguasai bidangnya. Untuk itu, untuk
mengatasi kendala karena tugas tenaga kesehatan cukup berat, ditambah SDMnya belum
memadai, sekalipun ada bantuan dari lintas sektor dan lintas program, maka dibentuklah
tim terpadu untuk kelancaran distribusi obat-obatan filariasis.
c. Pemberdayaan Masyarakat dan Kerjasama Lintas Sektor
Di Provinsi Sulawesi Selatan, dinas kesehatan tetap melakukan kerjasama dengan sektor
non kesehatan, terkait pelaksanaan eliminasi filariasis, seperti, perencanaan anggaran
APBD kesehatan oleh BAPPEDA, Dinas Pendidikan, pemerintah daerah sampai
pemerintah kecematan, dan beberapa medis lokal di Sulawesi Selatan. Di Provinsi
Sulawesi Selatan, dukungan lintas sektor yang penting adalah dibuatnya Surat Edaran
kepada semua lintas sektoral, Camat dan Kepala Puskesmas/Pustu se-Kabupaten Enrekang
dicontohkan dukungan bupati minum obat dalam upacara lapangan, termasuk Muspida,
dan diikuti peserta upacara lainnya. Pemberdayaan masyarakat lain yang dilakukan di
Provinsi Sulawesi Selatan adalah melakukan pelatihan kader, dalam satu tahun ada 1-2 kali
ada pelatihan. Kader bertugas mengunjungi, memberi obat dan mengawasi minum obat.
Selain itu dinkes juga melatih tenaga mikroskopis, kalau mereka sudah terlatih, hasil
pengambilan sampel darah, tidak perlu lagi dikirim slidenya ke provinsi, jadi mereka
berkemampuan untuk menganalisisnya.
Di Provinsi Sulawesi Selatan, selama ini ada kebijakan kerjasama dan bantuan dengan
sektor non kesehatan, antara lain dengan Unhas (mahasiswanya) yaitu melakukan
Surveilansnya tentang penyakit filariasis. Menurut informan, alasannya karena sekarang ini
banyak ditemukan penderita kronis. Dengan aktifnya sosialisasi ke masyarakat, maka
terdapat temuan penderita kronis, mereka juga menemukan pasien yang baru. Setelah itu
mereka menghimbau penderita untuk melakukan pemeriksaan darah. Selain itu di sulsel
juga membentuk tim kerja yang terdiri dari kader posyandu, kader PKK dan perangkat
desa.
118
d. Anggaran
Di Provinsi Sulawesi Selatan, anggaran APBD berakses dari data yang dihasilkan,
merupakan data base, begitu juga dalam merencanakan sesuatu program, harus sesuai
dengan anggaran yang berbasis data ada RPJD, RPJM dan RPJP. Mekanisme mengenai
tata kelola anggaran, pada dasarnya tidak ada disharmoni, karena semua berdasarkan yang
direncanakan. Semua itu dapat dilihat dari rencana kesehatan dasar, lalu dimasukkan ke
DPRD. Selain itu di Provinsi Sulawesi Selatan, kegiatan penemuan kasus di puskesmas
dapat menggunakan dana BOK. Untuk pembiayaan filariasis memang hanya fokus pada
daerah-daerah tertenu yang merupakan daerah endemis filariasis, sehingga yang utama
adalah membuat skala prioritas dari kegiatan eliminasi filariasis. Sejak tahun 2013-2016
untuk semua kabupaten ada bantuan lain dari WHO (3 tahun berturut-turut), semua
kabupaten, sedangkan dana operasional POPM diambil dari BOK dan dana APBD,
legitimasinya BAPPEDA dan DPRD kabupaten.
e. Sarana Prasarana
Berkaitan dengan obat dan alkes, di Provinsi Sulawesi Selatan, peralatan medis modern
dan obat-obatan lainnya telah disiapkan obat khusus untuk obat filariasis. Mengenai
kecukupannya tergantung permintaan (data base) teknis dari dinas kesehatan, dalam hal ini
kabupaten Enrekang. Selama ini kendala yang sering dihadapi mengenai dana operasional
pemberian obat massal, kurang memenuhi jumlah obat-obatan yang diharapkan dan
biasanya terlambat diterima di dinas kesehatan kabupaten.
Di Provinsi Sulawesi Selatan, sarana dan prasarana terkait dengan pelaksanaan eliminasi
filariasis, pada prinsipnya sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan, baik dalam bentuk
sarana fisik, seperti rumah sakit, Puskesmas dan Pustu, Polindes dan Poskesdes, tersebar di
tiap kabupaten, terutama di daerah endemik filariasis, kondisi sarana pelayanan
Level Kabupaten
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi P2P, Pengelola
Program filariasis Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang, hasil wawancara mendalam
sebagai berikut:
a. Implementasi Kebijakan
119
Kebijakan pemerintah provinsi diteruskan ke tingkat kecamatan, selanjutnya ditindak
lanjuti di tingkat Puskesmas. Mereka berkomitmen untuk menyukseskan program eliminasi
sesuai kemampun dan sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini tenaga kesehatan dan
biaya operasional. Implementasinya tahun 2006, dimulainya POPM dan SDJ, dievaluasi
tahun 2014, hasil pemeriksaan sampel darah dinyatakan positif 17 siswa, kemudian
diperiksa ulang hasilnya negatif. Keberhasilan ini dicapai adanya dukungan positif dari
pemerintah daerah, dan kerjasama lintas sektoral dan program. Dukungan pemda tidak
terbatas di tingkat kabupaten, tetapi juga di tingkat kecamatan dan desa. Selain itu,
melibatkan tokoh masyarakat, kader Posyandu dan kader PKK. dalam satu kesatuan unit
kerja. Hambatan yang fundamental dan dirasakan di lapangan antara lain: 1) jumlah tenaga
medis yang tidak berimbang dengan luasnya wilayah yang harus di elliminasi, 2) masih
ada diantara warga desa tidak mau minum obat filariasis, 3) masih ada lintas sektoral yang
terkait belum sepenuhnya memahami program filariasis. Untuk meminimilisasi hambatan
itu, menggiatkan promosi eliminasi berupa brosur, leaflet dan foto sosok penderita kaki
gajah, membetuk tim kerja terdiri dari Dinkes kabupaten, Puskesmas/Pustu di kecamatan,
dan lintas sektoral terkait, termasuk lintas non kesehatan.
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Informan sepakat mengatakan bahwa jumlah SDM, kompotensi dan bidang keilmuannya,
diakui belum terpenuhi, sesuai keinginan dan harapan. Banyak SDM yang diberdayakan
dari sektor terkait, tenaga honorer/magang, tokoh masyarakat, kader posyandu dan kader
PKK, serta sektor non kesehatan lainnya. Keterlibatan SDM di luar tenaga kesehatan,
sebagai pendamping, sebagai motivator, sebagai pengawas dan pengontrol pasca minum
obat filariasis.
c. Anggaran
Pada umumnya informan mengatakan bahwa sumber anggaran dari APBD digelondongkan
ke dinas kesehatan program prioritas kesehatan, diatur sesuai ketentuan dan kebutuhan
program yang tidak bertentangan dengan dana pusat (DAK). Besaran dana yang disediakan
itu tidak mampu membiayai program eliminasi filariasis secara keseluruhan termasuk
biaya operasional POPM, TAS, dan SDJ. Solusinya adalah dana BOK Puskesmas
120
digunakan membiyai tenaga SDM yang terlibat dalam tim kerja, dan kebutuhan
operasional program di Puskesmas.
d. Sarana Prasarana
Hasil wawancara informan menunjukkan bahwa program eliminasi filariasis di kabupaten
Enrekang, sejak dimulainya eliminasi filariasis banyak tantangan dan kendalanya, 1)
sarana kesehatan terbatasnya daya dukung operasional, untuk menjangkau wilayah
endemik, seperti kenderaan roda dua/motor dan roda empat/mobil. 2) tenaga SDM
mikroskopis untuk analisis sampel darah hasil SDJ masih kurang dan peralatannya banyak
rusak. 3) sarana kesehatan belum memadai secara fisik, ditandai tenaga SDM kurang
sesuai bidang dan keilmuannya. Keberlanjutan program eliminasi secara bertahap dimana
sarana dan prasarana kesehatan mulai nampak tanda-tanda keberhasilan yang signifikn
dengan tersedianya rumah sakit, Puskesmas/Pustu, Polindes dan Poskesdes, dilengkapai
dengan peralatan medis dan tenaga medis profesional (dokter, perawat dan bidan). Selain
itu, keterlibat kader Posyandu dan kader PKK dalam mendukung keberhasilan eliminasi
filariasis baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat desa/dusun.
e. Kerjasama lintas sektor dan Pemberdayaan Masyarakat
Menurut informan keberhasilan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang, dintandai
adanya 1) Koordinasi lintas sektor dengan melibatkan secara struktural dan fungsional
tenaga SDM dalam satu tim kerja terpadu. 2) Keterlibatan lintas sektor dan non kesehatan,
karena wilayah endemik filariasis cukup luas, secara geografis (fakktor alam) dengan
tantangannya cukup berat, 3) Lintas sektor non kesehatan ,pemerintah kecamatan dan
desa/ dusun, banyak mem bantu petugas kesehatan, kegiatan POPM, TAS, dan SDJ.
Bentuk keterlibatan dari dinas pendidikan, dengan sasaran sekolah (murid dan guru) untuk
pengambilan sampel darah, pendekatan religi (ceramah masjid) dari kementerian agama,
promosi dari Infokom. Kader Posyandu dan Ibu PKK yang terakomodir dalam satu tim
kerja, sehingga petugas kesehatan sangat terbantukan dalam menjalankan tugas-tugasnya,
baik preventif, kuratif (pengobatan penderita) dan pemberian obat filariasis, maupun
rehabilitatif bagi pasien yang perlu ditangani secara medis pasca minum obat filariasis, dan
penyakit lainnya yang terkait dengan nyamuk.
121
Level Lintas sektor
Informan terdiri dari Bappeda provinsi Sulawesi Tengah dan Bappeda Kabupaten
Enrekang, Dinas Pendidikan, DPRD, hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
Aspek Komitmen/Kebijakan
Untuk lintas sektor khususnya ditemukan jawaban informan terkait program prioritas.
Kesehatan sesungguhnya menjadi salah satu program prioritaas dari BAPPEDA baik
provinsi maupun kabupaten sebab masalah kesehatan tertuang dalam RPJMD, walaupun
khusus tentang filariasis tidak disebutkan. DPRD mempunyai kemampuan regulasi untuk
menentukan kebijakan dan himbauan kepada pemerintah daerah untuk memberikan
bantuan kepada pelaksana teknis yaitu, dinas kesehatan. Apapun bentuknya, jika terkait
kesejahteraan kesehatan masyarakat, maka kami harus tetap memberikan dorongan
apalagi mengenai penyakit filariasis ini
Dukungan pemerintah daerah
Adapun dukungan pemerintah daerah terhadap kebijakan kesehatan menurut infoman
adalah berupa anggaran. Anggaran ini berasal dari pusat turun ke daerah. APBD juga
disipakan untuk itu. Tetapi ini masih bersifat umum ke masalah kesehatan, belum
mengkhusus ke Eliminasi Filariasis.
Menurut para informan tidak ada disharmoni peraturan tentang Eliminasi Filaria. Selama
ini program hanya mengacu pada Undang-Undang Kesehatan dari pusat. Peraturan daerah
atau sejenisnya belum ada.
Anggaran
Terkait masalah anggaran di Bappeda di tingkat provinsi hanya sebagai perencana awal
dalam menetapkan ekonomi Sulawesi Selatan, sedangkan kaitan dengan penyakit kaki
gajah kebijakan provinsi Sulawesi Selatan dalam penanggulangan penyakit ini,
dimasukkan dalam RPJM yang secara tehnis masuk dalam dinas kesehatan. Dana
dikucurkan secara “gelondongan” melalui APBD. Dialokasikan secara umum untuk
kesehatan. Di provinsi ditemukan bahwa anggaran untuk itu sangat kecil, hanya 20% dari
total anggaran berdasarkan skala prioritas.
122
Di kabupaten ditemukan jawaban bahwa ada dana DAK dan BOK yang bisa dialokasikan
untuk itu karena terkait masalah Operasional Kesehatan.
Menurut informan tidak ada disharmoni tata kelola anggaran pusat dengan daerah. Selama
ini di BAPPEDA provinsi tidak menemukan kendala. BAPPEDA kabupaten juga
memberikan jawaban yang serupa bahwa pemerintah pusat selama ini memberikan
dukungan dana dan informasi. Selain itu ada pula dukungan dana dari daerah.
Sarana dan Prasarana
Mengenai sarana dan pra-sarana penunjang Program Eliminasi Filariasis, baik BAPPEDA
provinsi maupun BAPPEDA kabupaten, keduanya mengatakan bahwa masalah ini bisa
dikonfirmasikan ke Dinas Kesehatan. Sebab masalah operasional instansi terkaitlah yang
lebih tahu permasalahannya. Oleh karena permasalahan operasional adanya di instansi
terkait, sehingga disarankan agar kendala yang dihadapi berkenaan dengan keterbatasan
sarana dan prasana Eliminasi Filaria bisa dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan. Pihak
Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang mengatakan bahwa masih dibutuhkan
pembangunan sarana dan pra-sarana serta pengadaan peralatan untuk bidang kesehatan.
Koordinasi linats sektor dan lintas program
Proses koordinasi tidak boleh putus, pihak DPRD berkomitmen untuk mendampingi,
karena persoalan ini menyangkut lintas sektoral, sehat itu ada prosedurnya jangan sampai
ada program yg tidak nyambung. Jauh lebih susah mempertahankan daripada mendapatkan
sesuatu, seperti sertifikasi eliminasi filariasis.
Koordinasi antara dinas pendidikan dengan dinas kesehatan pada prinsipnya berjalan
lancar, sampai ke tingkat kecamatan, guru dan UKS, kendalanya tidak ada, karena tujuan
yang dicapai program eliminasi filariasis untuk kepentingan kesehatan murid-murid di
sekolah agar terhindar dari penyakit ini.
Kerjasama dengan non kesehatan
Dinas Kesehatan melakukan kerja sama dengan non kesehatan misalnya dengan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan. Kerjasama dengan non kesehatan melibatkan pula
masyarakat desa, Kepala Desa, dan PKK.
Kerjasama dengan non kesehatan seperti yang disebutkan di atas dilaksanakan dalam
bentuk sosialisasi kepada anak sekolah dan guru terkait adanya pengobatan massal,
123
bagaimana mensuskeskan program tersebut dengan cara menginstruksikan kesiapan
sekolah untuk membantu kegiatan program pemberian obat massal, termasuk murid-murid
sekolah. Bantuan sudah dilakukan sejak program ini dimulakan dari 2007-2011, dan
sosialisasi ke sekolah-sekolah semua jenjang pendidikan dari SD, SMP, dan SMA.
Informasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang dan aparat desa dan
tokoh masyarakat menyatakan, bahwa PKK dan kader mengambil peran penting dalam
kegiatan POPM. Diperoleh informasi bahwa PKK dan kader melakukan kerja sama lintas
sektor dengan Dinas kesehatan dengan melakukan pembinaan-pembinaan terhadap ibu-ibu
PKK dan kader yang ada di desa-desa. Khusus untuk kegiatan Eliminasi Filariasis lalu,
PKK dan kader turut membantu dalam pembagian obat. Memberikan penyuluhan dan
sosialisasi terkait masalah Filariasis. Selain itu juga mengajak masyarakat untuk minum
obat bersama. Tim penggerak PKK dibantu oleh kader, biasanya mengumpulkan
masyarakat di Balai Desa melalui kegiatan POSYANDU untuk melaksanakan Penyuluhan
atau sosialisasi. Setelah itu barulah kemudian obat dibagikan dan diminum bersama.
Level Puskesmas
Infoman terdiri dari kepala puskesmas, dokter, analis dan pengelola program filariasis di
Puskesmas Sumbang dan Buntu Batu, hasil wawancara sebagai berikut:
Berdasarkan hasil wawancara informan di tingkat kecamatan, pada umumnya menyatakan
bahwa kebijakan dari pusat, provinsi dan kabupaten, mutlak/harus dilaksanakan di tingkat
kecamatan, dan menjadi tanggung jawab Puskesmas. Selain itu, melibatkan lintas sektor
dan program yaitu, kepala wilayah kecamatan, Muspika, kades dan aparatnya. Tanpa ada
upaya keterlibatan mereka itu, jelas program eliminasi dapat mengalami kegagalan atau
tidak berhasil mengeliminasi penyakit filariasis.
Kendala 1) Masih ada warga desa takut diambil darahnya, takut minum obatnya, dan
warga dibangunkan saat istirahat dimalam hari, sehingga dapat menimbulkan resistensi 2)
Surat edaran dari pemda dan dinkes, sering terlambat diterima pelaksana eliminasi,
berdampak pada koordinasi tim Pokja dalam melaksakan tugas-tugasnya, terutama kalau
kebijakan itu harus diteruskan ke desa, karena jarak antara Puskesmas dan desa
memerlukan waktu yang cukup lama, belum kalau tiba di desa kebetulan Pak desanya ke
kebun atau kadernya tidak ada di tempat. Untuk meminimilisasi kendala yang dimaksud,
Solusinya 1) Sosialisasi program ke warga desa terkait kegiatan POPM dan SDJ,
124
dimaksudkan agar memudahkan tim Pokja bekerja secara maksimal, dan tepat waktu, 2)
Tiap desa dibagi atas satu atau dua tim yang beranggotakan 10 orang, 3) Menyiapkan
sarana dan prasarana yang ada di tingkat kecamatan yaitu Puskesmas satu unit, Puskesmas
Pembantu Tiga unit, Polindes enam unit, Poskesdes tujuh unit, tiap desa terdiri dari satu
bidan, dan 165 kader, 4) Melakukan pertemuan rutin tim Pokja terpadu, dari lintas sektor
dan program, serta non kesehatan. Musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan
kasus-kasus filriasis atau temuan baru yang menjadi hambatan dalam melaksanakan
eliminasi filariasis.
Dari uraian-uraian tersebut baik faktor pendukung maupun faktor hambatan, menunjukkan
bahwa di satu sisi ada harapan dan keinginan para pengambil kebijakan agar eliminasi
filariasis dapat tuntas sebelum tahun 2020, artinya tidak ada lagi warga desa yang tertular
filariasis. Namun, Di sisi lain masih ditemukan jumlah SDM yang tidak seimbang dengan
luasnya wilayah kerja Puskesmas, jumlah dana yang mendukung kegiatan eliminasi
filariasis tidak sesuai dengan peruntukkan POPM dan SDJ, demikian juga peralatan
laboratorium dan tenaga analisisnya.
Level Desa
Informan terdiri dari aparat desa, aparat dusun, kader, dan tokoh masyarakat, hasil
wawancara mendalam sebagai berikt:
pernyataan oleh para tokoh masyarakat bahwa pengetahuan mereka tentang kaki gajah
atau “Aje Maloppo” (dalam bahasa duri), pada umumnya informan mengetahui adanya
penyakit kaki gajah yang dapat menular melalui semua jenis nyamuk. Menurut mereka
penyakit ini dapat menular ke orang sehat, lewat gigitan nyamuk penderita. Tindakan
preventif dan kuratif yang harus di lakukan adalah minum obat filariasis karena dapat
berakibat kecacatan atau kelumpuhan, bahkan kematian.
Upaya meminimilisasi terjadinya endemik filariasis, semua informan menyatakan
bahwa pernah teribat dalam kegiatan pencegahan dan pengobatan. Tugas mereka adalah 1)
Sebagai pedamping tenaga kesehatan, kegiatan POPM, TAS-1, TAS-2 dan TAS-3. 2)
Memobilisasi warga desa di kantor desa, untuk menerima dan meminum obat baik
langsung (warga desa yang bawa air minum) maupun tidak langsung (bagi warga yang
125
masih ragu-ragu ). 3) Mendampingi petugas kesehatan dalam pengambilan sampel darah,
karena diperlukan komunikasi antar warga agar mereka tidak ragu- ragu lagi diambil
sampel darahnya, apalagi waktu yang ditetapkan malam hari (dari jam 21.00 sampai
selesai).
Di samping itu memudahkan kontrol petugas kesehatan bagi warga desa yang berhalangan
hadir waktu pengambilan obat, maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh petugas dan tenaga
pendamping mendistribusikan obat filariasis kepada warga, sekaligus memberi
pengawasan untuk diminum obat itu, berarti tidak ada satupun diantara warga desa yang
tidak minum obat filarasis.
Tindakan preventif, kuratif dan rehabilitatif program filariasis dapat berjalan dengan
lancar dan terselesaikan dengan maksimal, karena tim kerja yang dibentuk di tingkat
kecamatan dan tingkat desa, bekerja dengan solid, sehingga program POPM, SDJ, TAS 1
sampai dengan TAS 3, berjalan lancar, di evaluasi keberhasilan eliminasi filariasis.
Namun, tidak menutup kemungkinan beberapa hambatan yang dialami oleh petugas
kesehatan dan pendamping (tim kerja) selama berlangsungnya porgram dari tahun 2006
berakhir 2015, antara lain: 1) Faktor geogarfis atau kondisi alam yang sering kurang
kondusif, di mana ditemukan ada beberapa dusun yang terpencil di atas bukit, jalur menuju
ke sana, hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, licin pada musim penghujan, 2) Keraguan
terhadap obat yang diminum itu, karena ada efek samping setelah meminumnya, seperti
pusing, rasa mual dan diare, 3) Jumlah SDM tidak seimbang dengan luasnya wilayah yang
harus dijangkau dengan waktu yang sangat terbatas. 4) Masih ada peralatan laboraratorium
yang tidak layak pakai untuk analisis darah, hasilnya dikirim ke provinsi. Implementasi
TAS-2 dan TAS-3, dengan adanya tenaga analisis di Puskesmas, berarti analisis sampel
darah lebih cepat dan produktif.
Keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis karena dukungan pemerintah desa, dalam hal
ini kepala desa, bersama kaurnya dan aparat lainnya. Dukungan bukan bentuk material,
tetapi dalam bentuk SDM, dan motivasi kepada warga desa agar mereka mau minum obat
filariasis, termasuk merehabilitasi penderita pasca minum obat. Ke Puskemas/ Pustu.
Selain itu, sikap masyarakat semula ragu-ragu atau kurang yakin manfaat obat filariasis,
resinstensi terhadap obat yang baru, termasuk obat filariasis. Tetapi setelah mereka
meminumnya dan merasakan manfaatnya terhadap kesehatan individu justru sikap mereka
berubah menerima obat itu. Oleh karena itu, nilai-nilai dan tradisi yang masih percaya
126
terhadap pengobatan ke dukun secara sadar berubah perilakunya beralih pada pegobatan
medis dengan jenis obat yang telah disediakan oleh pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kader Posyandu, menunjukkan bahwa: 1)
Pengetahuan mereka tentang penyakit kaki gajah, pada umumnya mereka tahu penyakit
kaki gajah, disebut juga penyakit “aje maloppo” merupakan salah satu penyakit yang
vektornya dari nyamuk Penyakit ini berbahaya dan menular, kalau tidak segera minum
obat filariasis dapat menyebabkan cacat, kelumpuhan, dan kematian. 2) Mereka tahu
bahwa desa mereka merupakan desa endemik filariasis. Untuk mengeliminasi kedua desa
itu, maka tokoh masyarakat (kepala desa, tokoh agama, dan aparat desa) terlibat secara
langsung dalam kegiatan pengobatan (kuratif) yaitu: a) mendampingi petugas kesehatan
dari Puskesmas Buntu Batu dan Puskesmas Sumbang melakukan pengobatan kepada
warga desa. Kegiatan ini ditandai awal pengobatan filariasis dan pengambilan sampel
darah tahun 2006 dan pelaporan tahun 2007, b) Mendistribusikan obat filariasis bersama
dengan petugas kesehatan, baik yang terkoordinir dengan cara mengundang warga hadir di
kantor desa, melalui antrian tiap dusun secara bergiliran, maupun dengan cara
mengunjungi warga desa ke rumah yang berhalang ada hadir di kantor desa. c) Merujuk
pasien atau penderita pasca minum obat filariasis ke Puskesmas/Pustu yang terdekat karena
adanya efek samping yang dirasakan oleh warga desa seperti, pusing, mual atau diare,
Hambatan yang terkait dengan perilaku pengobatan dan pengambilan sampel darah,
diantara informan ada yang menjawab bahwa: a) tidak ada hambatan selama dilakukan
pengobat an massal, dan pengambilan sampel darah, karena adanya dukungan kepala desa,
kaurnya, dan aparat desa, kader kesehatan Posyandu, dan kader PKK. b) ada juga diantara
informan mengatakan ada hambatan, terutama warga desa yang takut dengan efek samping
tentang obat filariasis, menyebabkan ragu-ragu minum obat atau rasa ketakutan obat
filariasis dapar berefek sampingan dan munculnya penyakit lainnya. Keraguan dapat
dibenarkan, karena minum obat filariasis menganggap ada reaksinya. Kondisi seperti ini
masih ada warga yang kurang pengetahuan dan pemahaman mengenai obat medis, menjadi
penyabab hambatan bagi petugas kesehatan untuk menghauskan minum obat.
Cara mengatasinya adalah: a) Melakukan promosi dan pendidikan kesehatan terus
menerus, intensitasnya harus ditambah, sehingga warga desa dapat menambah keyakinan
mereka bahwa obat yang diminum itu untuk kepentingan dan kebutuhan mereka dalam
mencegah menularnya filariasis. b) Mengambil tidakan segera jika ada diantara penderita
127
yang berimbas pada reaksi positif pasca minum obat. c) Kerjasama tim yang solid antara
petugas kesehatan dan pemerintah desa dan aparatnya.
Praktik dan upaya yang dilakukan oleh tim kerja (kader Posyandu) untuk mampu
melaksanakan tugas dan beben kerja yang dipercayakan kepada mereka, maka perlu
dibekali pengetahuan tentang penyakit filariasis, melalui pelatihan atau magang pendidikan
kesehatan. Jawaban informan mengatakan bahwa mereka pernah mengikuti pelatihan yang
berkaitan dengan jenis penyakit dan penyebabnya, terutama penyakit filariasis, jenis
penularnya, jenis obatnya, cara minum dan cara merujuknya. Pelatihan ini diberikan oleh
petugas kesehatan, pra tindakan dan pasca tindakan (evaluasinya).
Selain kegiatan yang diuraikan di atas, keberhasilan suatu program harus didukung oleh
semua unit analisis, termasuk memberdayakan kader posyandu dan kader PKK. Kedua
kader tersebut, banyak terlibat kontak langsung ibu-ibu pengguna Posyandu. Kesempatan
inilah mereka dapat memanfaatkan melakukan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan,
pekaranagan rumah, dan perindukan nyamuk disekitar rumah dan pekarangannya.
Kegiatan ini ditandai keterlibatan warga desa mendukung petugas kesehatan, kader
kesehatan untuk mensuseskan program eliminasi filariasis. Ini berarti keberhasilan
eliminasi filariasis ditandai oleh beberapa hal, yaitu, 1) Memberdayakan semua unit
kegiatan dan kerjasama antara warga, petugas kesehatan, kader Posyandu dan kader PKK,
2) Dukungan kepala desa setempat, kaurnya dan aparatnya. 3) Respon dan daya dukung
maksimal selama program eliminasi filarisis dilakasanakan di wilayah endemik, meskipun
dana atau biaya kegiatan tidak memadai, SDM, tenaga Laboratorium (tenaga analisis) dan
peralatannya. 4) Sikap menerima program filariasis oleh warga desa yang ditandai dengan
bersedia minum obat, dan diambil sampel darahnya, serta nilai-nilai dan tradisi budaya
yang tidak bertentangan secara sosial dan kultural, karena cakupannya untuk kesehatan
individu keluarga dan warga desa itu sendiri.
Level penderita
Infoman terdiri dari dua orang penderita kronis di Desa Potokullin, hasil
wawancara sebagai berikut:
Informan dalam penelitian ini adalah seorang ibu penderita kronis filariasis stadium 3 dan
seorang bapak penderita kronis stadium 4. Penderita kronis ini msing-masing diperkirakan
berusia 20 tahun dan 65 tahun.
128
Dalam menelusuri riwayat penderita kaki gajah di Desa Potokullin, ditemukan dua
penderita yang sampai sekarang masih berstatus pasien, satu berasal dari TKW Malaysia,
dan satu masih berstatus pelajar. Riwayat keduanya berbeda awal mula tertular filariasis,
sebagaimana dikemukakan ke 2 informan sebagai berikut:
Menurut pengakuan informan Ibu. Hijriyah, bahwa penyakit kaki gajah yang selama ini
diketahuinya berada pada stadiium 4. Mula diketahuinya ada gejala bengkak di kaki waktu
kerja di perusahaan triplex malaysia, setelah itu terasa nyeri di kaki sebelah kiri waktu tiba
di rumah. Besoknya baru periksa ke dokter perusahaan dan diberi obat nyeri, tetapi tidak
ada perubahan, kaki masih tetap bengkak.
Tiga tahun kemudian balik ke Indonesia, dan kembali kampung untuk melakukan
pengobatan lanjutan. Saya baru tahu kalau penyakit saya ini, masuk dalam kamus penyakit
kaki gajah. Penyebabnya gigitan nyamuk. Informasi ini dari sumber adik saya yang bekerja
di Timor Timur. Sejak itu saya rajin berobat baik di rumah sakit Enrekang maupun
Makassar. Tindakan kuratif dan minum obat filariasis secara bertahap kaki sebelah kirim
mulai ada tanda-tanda penyembuhan, kaki sudah tidak membesar, rasa nyeri juga sudah
hilang, sehingga saya mulai satar bekerja sebagai petani.
Penyembuhan kaki gajah saya ini cukup lama juga prosesnya (saya sdh lupa berapa tahun),
jelasnya saya mendapat dukungan keluarga begitu besar memotivasi saya agar ke luar dari
penderitaan seperti ini. Demikian juga bantuan pemerintah daerah kabupaten, kecamatan
dan desa untuk membantu saya dan dukungannya luar biasa. Saya berjanji kepada mereka
untuk bersedia menjadi tenaga volunturir (relawan) kalau diperlukan, termasuk menjadi
kader Posyandu.
Informan ke 2, beda riwayatnya dengan informan 1, karena awal mulanya tidak tahu ada
bengkak. Pembengkakan di kaki ditemukan ibunya waktu tidur. Kata ibunya masih umur 3
bulan. Informan baru merasakan ada rasa nyeri di kaki sebelah kiri waktu berusia 7 tahun
(sekolah SD), karena ada gejala demam dan panas, dan tidak ke sekolah. Ibunya membawa
berobat ke Puskesmas, bahkan sampai sekarang masih tetap berobat, namun, tamat SMP
lanjut ke SMA, ternyata kaki saya sampai sekarang ini, belum juga ada perubahan,
akhirnya saya memutuskan tidak sekolah (drop out).
Bantuan dan perhatian keluarga, khususnya Ibu saya, cukup besar agar saya cepat sembuh,
demikian juga teman-teman bermain dan guru di sekolah, namun langkah kaki ini sampai
129
sekarang tetap membesar, walaupun saya merasakan tidak mempengaruhi aktivitas tiap
hari, seperti bermain bola, kerja di kebun, naik motor, Cara-cara merawatnya saya tidak
tahu, karena ibuku sendiri yang banyak merawatnya. Bantuan dan perhatian pemerintah
cukup besar juga, dan waktu ada POPM saya disuruh minum obatnya dan ibuku yang
memberikan dan mengontrol obatnya sampai obat itu selesai di minum, dengan harapan
kaki saya berubah menjadi kecil.
Kasus informan ke-2, bila dicermati secara mendalam, riwayat penderita mulai dari awal
sampai sekarang belum juga ada perubahan pada kaki sebelah kirinya, maka dapat
dikategorikan salah satu “original case” dan perlu kajian pengobatan atau pemeriksaan
laboratorium yang berlanjut.
Keterbatasan Hasil Penelitian
1. Recall minum obat filariasis pada saat pelaksanaan POPM yang bias, karena
pelaksanaan POPM sudah lama dibandingkan dengan waktu wawancara.
2. Tidak semua yang diwawancarai, bersedia diambil darahnya pada kegiatan SDJ.
3. Kros Cek sampel tinja bukan dari slide yang diperiksa di lapangan.
4. Penangkapan nyamuk selang satu bulan yang tidak terwakili musim, sehingga
berpengaruh pada jumlah tengkapan nyamuk.
5. Kegiatan pemeriksaan gen BM hanya mennagkap jejak keberadaan brugia (antigen
cacing) bukan keberadaan cacing.
6. Wawancara mendalam mengikuti jadwal dari informan.
130
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Keberhasilan pelaksanaa TAS-3 di Kabupaten Enrekang dinilai dari aspek
epidemiologi yaitu : pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sudah baik dalam
hal pencegahan dan pengobatan filariasis, tidak ditemukan lagi penderita positf
mikrofilaria baik pada saat survei darah jari pada masyarakat maupun pada
pemeriksaan gen Brugia malayi pada anak sekolah, sedangkan lingkungan perlu
diwaspadai karena beberapa habitat yang ditemukan di sekitar rumah penduduk
merupakan habitat potensial dari nyamuk Culex seperti nyamuk Culex visnui yang
dalam penelitian ini ditemukan positif mengandung DNA B.malayi melalui
pemeriksaan PCR.
2. Sumber daya masyarakat yang terbatas dapat dimaksimalkan oleh pemerintah daerah
khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang dengan membentuk tim pokja yang
terdiri dari berbagai unsur masyarakat, yaitu: tim kesehatan, aparat desa, PKK, kader.
3. Keterbatasan anggaran untuk pelaksanaan program eliminasi filariasis dapat
dimaksimalkan dengan menggunakan dana BOK.
4. Peran serta sektor kesehatan yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan
Dinas Kesehatan kabupaten Enrekang merupakan pemeran utama dalam suksesnya
pelaksanaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang. Adapun peran serta lintas sektor terkait
yang mempunyai kontribusi yang cukup besar yaitu, Dinas Pendidikan Kabupaten
Enrekang dalam memberikan arahan terkait pelaksanaan TAS kepada guru dan anak
sekolah, dan pemerintah daerah setempat (bupati, aparatur daerah, camat) yang
memberikan contoh meminum obat filariasis pada saat upacara di lapangan, serta
Kepala desa, PKK, dan kader yang berpartisipasi aktif pada saat pembagian obat
filariasis dan pelaksanaan SDJ. Sedangkan sektor lainnya yang belum memberikan
kontribusi yang maksimal yaitu Bappeda baik di tingkat provinsi maupun kabupaten
karena belum ada anggaran khusus terkait filariasis, masih merupakan pagu anggaran
sektor kesehatan sehingga penggunaan anggaran untuk filariasis (kegiatan POPM
dan SDJ) belum jelas berapa jumlahnya setelah sampai ke Dinas Kesehatan
Kabpaten Enrekang.
131
Saran
1. Melakukan penyuluhan yang terencana dan kontinyu untuk menumbuhkan
pemahaman tentang bahaya filariasis dan melaporkan ke petugas kesehatan jika
menemukan seseorang dengan gejala-gejala awal pembengkakan di kaki atau di
tangan.
2. Mengintensifkan penyuluhan ke masyarakat agar menggunakan kelambu saat tidur
atau menggunakan baju lengan pangang/celana panjang saat keluar rumah, untuk
menghindari kontak dengan gigitan nyamuk.
3. Memanfaatkan atau memaksimalkan sumber informasi terkait filariasis selain dari
petugas kesehatan dan guru, juga melalui pengumuman dari tempat ibadah (masjid).
4. Surveilans untuk monitoring dan evaluasi terhadap penularan filariasis dapat
dilakukan dengan memantau lokasi-lokasi yang penduduknya tidak mengikuti
program POPM, dan penatalaksanaan perawatan bagi penderita kronis kaki gajah.
5. Melanjutkan pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah
yang ada di masyarakat.
6. Melakukan survei entomologi untuk mengetahui kepadatan dan perilaku nyamuk
untuk mengantisipasi keberadaan vektor di lokasi penelitian.
7. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalaan dengan baik.
8. Meningkatkan peran serta masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, PPK, kader kesehatan yang dapat menjadi jembatan yang efektif antara petugas
kesehatan dan masyarakat.
132
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. World Health Organization. Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis
(A Manual for Elimination Programmes). Prancis; 2011.
2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis Di Indonesia.
Jakarta: Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis, Direktorat P2B2, Ditjen PPM
& PLP; 2012.
3. Rahmah N, Taniawati S, Shenoy RK, et al. Specificity and sensitivity of a rapid
dipstick test (Brugia Rapid) in the detection of Brugia malayi infection. Trans R Soc
Trop Med Hyg. 2001;95(6):601-604. doi:10.1016/S0035-9203(01)90091-4.
4. Noordin R, Aziz RAA, Ravindran B. Homologs of the Brugia malayi diagnostic
antigen BmR1 are present in other filarial parasites but induce different humoral
immune responses. Filaria J. 2004;3(1):10. doi:10.1186/1475-2883-3-10.
5. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Data Endemisitas Filariasis Di Indonesia Sampai
Dengan Bulan Juli 2014. Jakarta: Ditjen P2 PL, Kementerian Kesehatan RI; 2014.
6. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Rencana Pre TAS Kabupaten/Kota. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2012.
7. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94/2014 Tentang
Penanggulangan Filariasis. Jakarta; 2015.
8. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Penanggulangan Filariasis Di
Kabupaten Enrekang. Makassar; 2017.
9. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Filariasis di Indonesia. Bul Jendela
Epidemiol. 2010;1:1-8.
10. Anorital, Indiarto AH, Marleta R, Sugianto. Laporan Kajian Pengaruh Upaya
Pengobatan Massal Filariasis Terhadap Pengendalian Penyakit Kecacingan.
Jakarta; 2014.
11. Supali T. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor, Nusa
Tenggara Timur. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1:20-23.
12. Tuti S, Sismadi P, Ekowatiningsih R, Manumpil P. Situasi filariasis di pulau alor
pada tahun 2006. Bul Penelit Sist Kesehat. 2010;13(1):69-76.
13. Huppatz C, Capuano C, Palmer K, Kelly PM, Durrheim DN. Lessons from the
Pacific programme to eliminate lymphatic filariasis: a case study of 5 countries.
133
BMC Infect Dis. 2009;9(1):92. doi:10.1186/1471-2334-9-92.
14. Sabesan S, Vanamail P, Raju K, Jambulingam P. Lymphatic Filariasis in India:
Epidemiology and Control Measures. J Postgrad Med. 2010;56:232-238.
15. De-jian S, Xu-li D, Ji-hui D. The history of the elimination of lymphatic filariasis in
China. Infect Dis Poverty. 2013;2(1):30. doi:10.1186/2049-9957-2-30.
16. WHO. Slides on training in monitoring and epidemiological assessment mass drug
administration for eliminatiion filariasis.
17. Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang. Kabupaten Enrekang Dalam Angka
Tahun 2017.; 2017.
18. Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang. Kecamatan Buntu Batu Dalam Angka
Tahun 2017.; 2017.
19. Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang. Kecamatan Curio Dalam Angka
tahun2017.; 2017.
20. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Hasil Cakupan Pengobatan Massal Di Kabupaten
Enrekang.; 2012.
21. duniabaca.com. Definisi Pengetahuan Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pengetahuan.
22. Ambarita, Lasbudi , Taviv, Julian, Sitorus Hotnida, Pallepi, R.Irpan K. KAKI
GAJAH DAN PROGRAM PENGOBATAN MASSAL DI KECAMATAN
PEMAYUNG KABUPATEN. Media Litbangkes. 2014;24:191-198.
23. Nurjana MA, Chadijah S, Veridiana NN, Anastasia H. Situasi Filariasis Setelah
Pengobatan Massal Tahun Ketiga di Kabupaten Mamuju Utara. J Ekol Kesehat.
2017;16(2):93-103.
24. Purnomo I, Supriyono, Hidayati S. Pengaruh Faktor Pengetahuan dan Petugas
Kesehatan terhadap Konsumsi Obat Kaki Gajah (Filariasis) di Kelurahan Bligo
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
http://www.unikal.ac.id/Journal/index.php/lppm/article/viewFile/347/280.
25. Darmayunita. Konsep Perilaku Kesehatan.
26. Zakapedia. Pengertian Sikap: Apa itu Sikap? | Pengertian Ahli.
27. Anorital, Marleta Dewi R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Filariasis
Malayi selama Pelaksanaan Pengobatan di Kabupaten Tabalong Kalsel. Media
Penelit dan Pengemb Kesehat. 2004;14(4):42-50.
134
28. Santoso, Saikhu A, Taviv Y, Yuliani R., Mayasari R, Supardi. Kepatuhan
Masyarakat terhadap Pengobatan Massal Filariasis di kabupaten Belitung Timur
tahun 2008. Bul Penelit Kesehat. 2008;38(4):192-204.
29. Garjito TA, Jastal, Rosmini, Anastasia H, Srikandi Y, Labatjo Y. Filariasis dan
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Penularannya di Desa Pangku-Tolole,
Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. J
Vektora. 2013;5(2):54-65.
30. Mukhopadhyay AK, Patnaik SK, Babu PS, Rao KNMB. Knowledge on Lymphatic
Filariasis and Mass Drug Administration ( MDA ) Programme in Filaria Endemic
Districts of Andhra Pradesh , India. J Vector Borne Dis. 2008;45:73-75.
31. Purwantyastuti. Filariasis di Indonesia: Pemberian Obat Massal Pencegahan
(POMP) Filariasis. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1:15-19.
32. Arjadi F. Eliminasi Filariasis Limfatika Berbasis Masyarakat. J Humanis.
2008;1(2):93-99.
33. Sawitri DH, Subekti DT. Dinamika Filariasis di indonesia. In: Lokakarya Nasional
Penyakit Zoonosis. Bogor: Kementerian Peternakan Republik Indonesia; 2005:242-
250.
http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/6099/59
69.
34. Chadijah S. Survei Filariasis di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. J Vektor
Penyakit. 2012;6(1):1-6.
35. Elytha F. Transmission Assessment Survey Sebagai Salah Satu Langkah Peneltuan
eliminasi Filariasis. J Kesehat Masy Andalas. 2014;8(2):84-91.
36. CDC. CDC - Ascariasis - Disease.; 2016.
37. CDC. CDC - Trichuriasis.; 2016.
38. Hairani B, Juhairiyah. Infeksi Cacing Usus Pada Anak Sekolah SDN 1 Manurung
Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Tahun 2014.
spirakel. 2015;7(1):38-44.
39. Nasir M, Haslinda L AE. Gambaran Infestasi Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichura Pada Murid Kelas I, II, dan III SD Negeri 45 Di Lingkungan Pembuatan
Batu Bata Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru. J Online Mhs Bid Kedokt.
2014;1(2):1-12.
135
40. Syahrir S, Aswandi. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada
Siswa SDN Inpres No.1 Wora Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Higiene.
2016;21:41-48.
41. N C. Promosi kesehatan dalam pemberian minum obat cacing dan Kejadian
kecacingan oxyuris vermicularis. JIKK. 2016;7(1):24-29.
42. Juariah S, Irawan MP, Mellysa R IK. Pemeriksaan, Pengobatan, dan Penyuluhan
Kebersihan Diri untuk Mencegah dan Mengobati Kecacingan Pada Anak Usia
Sekolah Guna Meningkatkan Konsentrasi Belajar Pada Anak. J Pengabdi Masy.
2017;1(1):32-36.
43. Santoso NS. Spesies Mikrofilaria Pada penderita Kronis Filariasis secara
Mikroskopis dan Polymerace Chain Reaction (PCR) di Kabupaten Jabung Timur.
Media Litbangkes. 2015;25(4):249-256.
44. Pratiwi R, Chairul A, Mgs Irsan S T. Sensitivitas dan Spesifisitas Metode
Polymerase Chain Reaction Pada Pemeriksaan Brugia Malayi Di Desa Sungai
Rengit Murni Kabupaten Banyuasin. Maj Kedokt Sriwijaya. 2013;1:41-51.
45. Ramadhani T, Wahyudi BF. Keanekaragaman dan Dominasi Nyamuk di Daerah
Endemis Filariasis Limfatik , Kota Pekalongan. J Vektor Penyakit. 2015;9(1):1-8.
46. Arsin AA. Epidemiologi Filariasis Di Indonesia. Makassar: Masagena Press; 2016.
47. Munif A, Sudomo M, Soekirno. Bionomi Anopheles Spp di Daerah Endemis
Malaria di Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Bul Penelit Kesehat.
2007;35(2):57-80.
48. Grech M, Sartor P, Estallo E, Ludueña-almeida F, Almirón W. Characterisation of
Culex quinquefasciatus ( Diptera : Culicidae ) larval habitats at ground level and
temporal fluctuations of larval abundance in Córdoba , Argentina. Mem Inst
Oswaldo Cruz. 2013;108(September):772-777. doi:10.1590/0074-
0276108062013014.
49. Jose S, Monte D, Jose S, Monte D. Larval Mosquito Fauna ( Diptera : Culicidae ) of
Salikneta. Philipp J Sci. 2015;144(June):51-60.
50. Chadijah S, Veridiana NN, Risti R, Jastal J. Gambaran Penularan Filariasis di
Provinsi Sulawesi Barat. Bul Penelit Kesehat. 2014;42:101-107.
136
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ
137
Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi
138
Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan
139
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview
LAPORAN PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA
TAHUN 2017 (STUDI MULTISENTER FILARIASIS)
DI KABUPATEN DONGGALA
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
PENYUSUN:
MADE AGUS NURJANA, dkk
(APKESI NO. 20160347714)
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN
PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) DONGGALA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
RAHASIA
i
SK PENELITIAN
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI
No. Nama Kedudukan Dalam Tim
1. Muh. Faozan, S.K.M., M.P.H PJT Provinsi
2. Made Agus Nurjana, SKM, M.Epid PJT Kabupaten
3. Junus Widjaja, S.K.M., M.Sc Peneliti
4. Hayani Anastasia, SKM, M.P.H Peneliti
5. Anis Nurwidayati, S.Si., M.Sc Peneliti
6. Mujiyanto, S.Si, M.P.H Peneliti
7. Ningsi, S.Sos., M.Si Peneliti
8. Resmiwaty, S.Sos., M.Si Peneliti
9. Murni, S.Si Peneliti
10. Phytisia Pamela Frederika Sumolang, S.Si Peneliti
11. Ade Kurniawan, S.K.M Peneliti
12. Sardin, S.Sos Peneliti
13. Yuyun Srikandi, S.Si Teknisi
14. Risti Teknisi
15. Irawati Teknisi
16. Rezkia Teknisi
17. Andi Tenriangka, S.Sos. Administrasi
Sumber Dana : DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala 2017
vii
DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK
viii
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
JUDUL PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA
TAHUN 2017 (STUDI MULTISENTER FILARIASIS)
DI KABUPATEN DONGGALA
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Donggala, Desember 2017
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
penelitian kami yang berjudul “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia
Tahun 2017 (Studi Multisenter Filariasis) di Kabupaten Donggala (Daerah
Endemis Brugia Malayi Non-Zoonotik)” tepat pada waktunya. Penelitian ini
merupakan penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Donggala yang telah
melakukan TAS-1 awal tahun 2017. Laporan ini disusun sebagai bentuk
pertanggungjawaban secara administrasi dan merupakan penyampaian secara
tertulis dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan eliminasi filariasis di
Kabupaten Donggala dan daerah lainnya yang mempunyai karakteristik geografis
yang hampir sama dengan daerah penelitian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2
Donggala atas kesempatan, izin dan segala dukungan yang diberikan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada tim
reviewer yang telah memberikan masukan serta bimbingan atas pelaksanaan
penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
anggota tim penelitian, Pengarah dan PJO Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah dan
Kabupaten Donggala, pengelola filariasis baik tingkat provinsi maupun
kabupaten, petugas puskesmas Daonggala dan Sabang di Kabupaten Donggala,
Kepala Kelurahan Kabonga Kecil, Kepala Desa Sabang, para kader dan
masyarakat atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam pelaksanaan
penelitian ini.
Akhirnya, penulis sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu memberikan bahan acuan maupun diskusi dalam penyusunan laporan
ini. Penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang
membantu secara langsung maupun tidak langsung selama mempersiapkan
maupun penyusunan laporan ini. Saran dan masukan yang membangun juga
sangat diharapkan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.
x
Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam
program eliminasi filariasis di Kabupaten Donggala khususnya dan dikabupaten
lain di Indonesia pada umumnya.
Donggala, Desember 2017
PJT Kabupaten Donggala,
Made Agus Nurjana, S.K.M., M.Epid
xi
ABSTRAK
Pada awal tahun 2017, Kabupaten Donggala telah melaksanakan TAS-1 dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT (brugia rapid testTM ) dan hasil evaluasi menunjukkan Kabupaten Donggala dinyatakan lulus TAS tahap pertama. Keberhasilan pelaksananaan TAS-1 di kabupaten Donggala tidak terlepas dari peran serta aspek terkait di Kabupaten Donggala, oleh karena itu perlu dilaksanakan suatu studi yang menyeluruh guna mengetahui berbagai aspek terkait dengan keberhasilan Kabupaten Donggala dalam melaksanakan TAS tahap pertama dalam rangka menuju eliminasi filariasis.
Studi Cross sectional dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek yang mendukung keberhasilan pelaksanaan TAS-1 di Kabupaten Donggala. Kegiatan meliputi wawancara mendalam (indept interview), survei darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa sedangkan kegiatan survei darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan di lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah ditemukan penderta positif TAS-1 yaitu Kelurahan kabonga Kecil, Kec. Banawa dan Desa Sabang, Kec. Dampelas Kabupaten Donggala.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 638 masyarakat yang diperiksa tidak ada yang menunjukkan gejala klinis fiariasis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif. Dari 153 anak Sekolah Dasar yang diambil sampel tinja hasilnya 45 anak positif (29,41%) kecacingan, 20 anak diambil sampel darah untuk diperiksa deteksi DNA Brugia malayi hasilnya negatif. Masyarakat diwawancara KAP sebanyak 659 orang menunjukkan pengetahun masih rendah, sikap dan perilaku cukup baik terkait filariasis. Indep interview menunjukkan adanya perhatian penting terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Donggala. Nyamuk tertangkap sebanyak 2978 ekor dari genus mansonia, culex, aedes, anopheles, armigeres, uranotaenia, coquilettidia dan aedomvia, hasil pemeriksaan PCR menunjukkan seluruh nyamuk negatif Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yaitu: lubang pohon, kolam, sawah, barang bekas, bekas galian tambang, sungai, saluran air, genangan air, rawa, tambak, lubang galian, mata air, perahu, penampungan air, ban bekas, sumur, batok kelapa, dan kaleng bekas.
Pelaksanaan program dalam rangka eliminasi filariasis di kabupaten Donggala mendapat dukungan dari segala aspek baik pemerintah pusat maupun daerah. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah harus terus digalakkan agar evaluasi TAS tahap kedua dan ketiga juga berhasil lulus sehingga target tahun 2020 Kabupaten Donggala mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis dari Kementerian Kesehatan dapat tercapai.
Kata Kunci: Transmission Assesment Survey (TAS), Brugia malayi, POPM, Stool
Survey, Survei vektor, Survei KAP, Kabupaten Donggala
xii
ABSTRACT
Beggining of 2017, Donggala District has implemented TAS-1 using rapid diagnostic test / RDT (brugia rapid testTM) and the evaluation results show that Donggala District passed the first TAS stage. The successful implementation of TAS-1 in Donggala regency is inseparable from the role of related aspects in Donggala District, therefore it is necessary to conduct a comprehensive study in order to know various aspects related to the success of Donggala District in implementing the first TAS in order to eliminate filariasis.
Cross-sectional study was conducted to find out various aspects that support the successful implementation of TAS-1 in Donggala District. Activities include indepth interviews, finger blood surveys, stool surveys, Brugia malayi DNA detections, KAP surveys, mosquito surveys, and environmental surveys. Indept interviews were conducted at provincial, district, puskesmas and village level, while finger blood survey, stool survey, Brugia malayi DNA detection, KAP survey, mosquitoes survey, and environmental survey were conducted in two locations that were found to be positive TAS- 1 ie Village kabonga Kecil, Kec. Banawa and Sabang Village, Kec. Dampelas Donggala District.
The results showed that of 638 people examined there was no clinical evidence of fiariasis and the blood test results were entirely negative. Of the 153 primary school children taken by stool samples, the result was 45 positive children (29.41%) of worms, 20 children taken blood samples for examination of Brugia malayi DNA detection. The people interviewed by KAP as many as 659 people showed low knowledge, good attitude and behavior related to filariasis. Indep interview shows an important concern for the implementation of filariasis elimination in Donggala District. Mosquitoes caught as many as 2978 of the genus of mansonia, culex, aedes, anopheles, armigeres, uranotaenia, coquilettidia and aedomvia, PCR examination results show all negative mosquito Brugia malayi. The mosquito habitat environment is: tree hole, pond, rice field, scrap, excavation of mine, river, drainage, puddles, swamps, ponds, pits, springs, boats, water tanks,wells, coconut shells, and used tins.
Implementation of the program in the framework of elimination filariasis in Donggala district get support from all aspects of both central and local government. Monitoring and evaluation of program implementation by the local government should be encouraged so that the second and third stage TAS evaluation will also succeed so that the 2020 target of Donggala District obtained certificate of filariasis elimination from the Ministry of Health can be achieved. Keywords: Transmission Assessment Survey (TAS), Brugia malayi, POPM, Stool survey, vektor survey, KAP survey, Donggala District
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA
TAHUN 2017 (STUDI MULTISENTER FILARIASIS)
DI KABUPATEN DONGGALA
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Made Agus Nurjana, Muh. Faozan, Junus Widjaja, Hayani Anastasia, Anis Nurwidayati, Mujiyanto, Ningsi, Resmiwaty, Murni, Phytisia Pamela FS, Ade Kurniawan, Sardin, Yuyun Srikandi, Risti, Irawati, Rezkia, Andi Tenriangka,
Hamdi, Dayat, Nurhayati, Sukardi, Mila
Indonesia adalah salah satu dari 53 negara di dunia yang merupakan
negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di dunia dengan ditemukannya
tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori. Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun
ketiga dilakukan evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei
darah jari guna mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya
setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi dengan survei kajian penularan
(Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan menggunakan rapid
diagnostic test/RDT.
Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah endemis Brugia malayi
yang telah melaksanakan pengobatan massal sejak tahun 2011 – 2015 dan awal
tahun 2017 telah melaksanakan TAS-1 dengan menggunakan rapid diagnostic
test/RDT (brugia rapid testTM). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat dua
anak SD positif, namun angka ini masih dibawah cut-off sehingga Kabupaten
Donggala dinyatakan lulus TAS tahap pertama. Keberhasilan pelaksananaan TAS-
1 di kabupaten Donggala tidak terlepas dari peran serta seluruh aspek terkait di
Kabupaten Donggala. Guna mengetahui berbagai aspek terkait dengan
keberhasilan Kabupaten Donggala dalam melaksanakan TAS tahap pertama
dalam rangka menuju eliminasi filariasis dilakukan studi evaluasi eliminasi
filariasis di kabupaten Donggala. Kegiatan ini serentak dilakukan di 24 kabupaten
(18 kabupaten endemis Brugia malayi dan 6 kabupaten endemis Wuchereria
bancrofti) di Indonesia yang telah melaksanakan pre-TAS dan TAS.
xiv
Kegiatan di kabupaten Donggala dilakukan di Kelurahan Kabonga Kecil,
Kec. Banawa dan Desa Sabang, Kec. Dampelas pada bulan Februari – November
2017. Kegiatan meliputi wawancara mendalam (indept interview), survei darah
jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei Knowledge, Attitudes, and
Practice (KAP), survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview
dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa
sedangkan kegiatan survei darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi,
survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan di lakukan di dua lokasi yang
merupakan daerah ditemukan penderita positif TAS-1 yaitu Kelurahan kabonga
Kecil dan Desa Sabang.
Indept interview dilakukan terhadap 30 informan pengambil kebijakan di
Bapedda, Dinas Kesehatan, dan lintas sektor baik pada tingkat provinsi maupun
kabupaten serta puskesmas, toga, toma, kader dan penderita. Hasilnya
menunjukkan adanya perhatian penting terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis
di Kabupaten Donggala. Tidak ada disharmoni kebijakan pusat dan daerah,
sumber daya manusia dianggap sudah mencukupi dengan kompotesi yang sudah
bagus meskipun sering terjadi rolling jabatan, anggaran dan sarpras mencukupi
serta adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
POPM di daerah.
Wawancara KAP, pemeriksaan klinis dan survei darah jari dilakukan
terhadap masyarakat di dua desa terpilih usia ≥ 5 tahun, hasil wawancara terhadap
659 masyarakat (Kel. Kabonga Kecil 334 individu/86 RT dan Desa Sabang 325
individu/80 RT) menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai
penyebab, gejala dan pelaksanaan program POPM filariasis masih sangat rendah,
informasi terkait pelaksanaan POPM filariasis paling banyak diperoleh dari
petugas kesehatan/guru. Sikap responden cukup baik terkait minum obat atas
kesadaran sendiri dan untuk kesehatan. Perilaku keikutsertaan dalam program
POPM cukup tinggi, dan sebagian besar meminum seluruh obat yang diberikan.
Beberapa responden tidak meminum obat karena takut dengan efek samping obat.
Efek samping minum obat yang umum dirasakan yaitu pusing/sakit kepala dan
perut mulas serta sebagian kecil melaporkan ada keluar cacing setelah minum
obat. Perilaku mencegah gigitan nyamuk pada malam hari yang paling banyak
xv
dilakukan masyarakat yaitu menggunakan obat anti nyamuk bakar dan
menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang serta kaos kaki di luar
rumah. Dari total 659 masyarakat yang di wawancara KAP, sebanyak 638 orang
(Kel. Kabonga Kecil 322 individu dan Desa Sabang 316 individu) bersedia untuk
diperiksa dan diambil darah. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak
ditemukan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif.
Stool survey dilakukan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di lima SD di
kabupaten Donggala yaitu SDN 3 Dampelas, SDN 22 Dampelas, SDN 28
Dampelas, SDN 24 Banawa, dan SDN 12 Banawa. SDN 28 Dampelas dan SDN
24 Banawa merupakan SD yang ditemukan anak masing-masing satu orang positif
pada TAS-1. Dari 153 anak SD yang diambil sampel tinja hasilnya 45 anak positif
(29,41%) kecacingan, beberapa diantaranya terinfeksi lebih dari satu spesies
cacing usus. Deteksi DNA Brugia malayi dilakukan terhadap anak SD yang
positif TAS-1 ditambah dengan anak SD lainnya sehingga mencukupi sampel
sebanyak 20 anak, hasil pemeriksaan deteksi DNA Brugia malayi seluruhnya
negatif.
Penangkapan nyamuk dilaksanakan dengan metode modifikasi human
landing collection dalam kelambu, hasilnya nyamuk tertangkap sebanyak 2978
ekor dari genus mansonia, culex, aedes, anopheles, armigeres, uranotaenia,
coquilettidia dan aedomvia. Seluruh nyamuk tertangkap dikirim ke Badan
Litbangkes untuk diperiksa dengan PCR, hasilnya menunjukkan bahwa seluruh
nyamuk negatif Brugia malayi. Survei lingkungan habitat dilaksanakan untuk
mengetahui tempat perindukan nyamuk di lokasi penelitian. Hasil menunjukkan
bahwa terdapat 12 tipe lingkungan habitat yang ditemukan di Desa Sabang, yaitu:
tambak, rawa, mata air, bekas galian tambang, tepi sungai, sawah, genangan air,
kolam, lubang galian, lubang pohon, barang bekas, dan saluran air. Sedangkan di
Kelurahan Kabonga Kecil ditemukan sembilan tipe lingkungan habitat, yaitu:
genangan air, kolam, perahu, kaleng bekas, saluran air, penampungan airr, ban
bekas batok kelapa dan sumur.
Pelaksanaan program dalam rangka eliminasi filariasis di kabupaten
Donggala mendapat dukungan dari segala aspek baik pemerintah pusat maupun
daerah. Kebijakan pemerintah, ketersediaan SDM, sarana dan prasarana serta
xvi
dukungan anggaran turut mensukseskan pelaksanaan TAS tahap pertama di
Kabupaten Donggala.
Harapan agar Kabupaten Donggala bisa memperoleh sertifikat eliminasi
filariasis, maka disarankan untuk :
1. Program eliminasi filariasis menjadi salah satu program prioritas di kabupaten
yang didukung dengan peraturan daerah, penganggaran, pemenuhan SDM
dan sarana prasarana yang memadai
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang filariasis melalui penyuluhan
yang terencana dan kontinyu oleh petugas kesehatan maupun non kesehatan
3. Tatalaksana penderita kronis terus dilakukan khususnya cara merawat
kaki/tangan yang bengkak
4. Pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah yang
ada di masyarakat rutin dilakukan minimal setahun sekali.
5. Survei entomologi untuk mengantisipasi keberadaan vektor terus dilakukan.
6. Meningkatkan peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, PPK,
kader kesehatan dalam kegiatan eliminasi filariasis.
7. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalan dengan baik.
8. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah secara
berkala, agar evaluasi TAS tahap kedua dan ketiga juga berhasil, sehingga
target tahun 2020 Kabupaten Donggala mendapatkan sertifikat eliminasi
filariasis dari Kementerian Kesehatan dapat tercapai.
xvii
DAFTAR ISI
SK PENELITIAN ................................................................................................... ii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI ................................................................ vii
DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK ................................................................... viii
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG .......................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
ABSTRAK ............................................................................................................ xii
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................... xiv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xviii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xx
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Dasar Pemikiran .................................................................................................. 3
Tujuan .................................................................................................................. 4
Manfaat ................................................................................................................ 5
BAB II METODE PENELITIAN .......................................................................... 6
Kerangka Konsep ................................................................................................ 6
Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya. .. 7
Jenis Studi ............................................................................................................ 8
Populasi, Sampel, dan Lokasi .............................................................................. 8
Bahan dan Cara Pengumpulan Data .................................................................. 17
Alur Kegiatan .................................................................................................... 24
Definisi Operasional .......................................................................................... 27
xviii
Manajemen dan Analisis Data ........................................................................... 27
BAB III HASIL .................................................................................................... 29
Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................................. 29
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian ...................... 32
Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel ........................ 34
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis .................................... 38
Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis ................................................ 41
Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. .......................................... 42
Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian.............................................. 45
Gambaran Status Infeksi Kecacingan ................................................................ 47
Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi ............................................................. 48
Gambaran Hasil Survei Vektor ......................................................................... 49
Gambaran Hasil Survei Lingkungan ................................................................. 50
Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ........................................................... 53
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 151
Kesimpulan ...................................................................................................... 151
Saran ................................................................................................................ 152
DAFTAR KEPUSTAKAAN .............................................................................. 153
LAMPIRAN ........................................................................................................ 159
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas wilayah menurut kecamatan Kabupaten Donggala tahun 2016 ..... 30
Tabel 2. Kondisi Topografi berdasarkan luas wilayah Kabupaten Donggala ...... 32
Tabel 3. Cakupan Pengobatan Massal (menyeluruh) di Kabupaten Donggala tahun 2011 – 2015 ........................................................................................................... 33
Tabel 4. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi Yang Dikumpulkan Kabupaten Donggala Tahun 2017. ............. 34
Tabel 5. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Donggala Tahun 2017 ....................................................................................................................... 35
Tabel 6. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di Kabupaten Donggala tahun 2017 .......................................................................... 39
Tabel 7. Pengetahuan Responden Tentang Pengobatan Filariasis di Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................ 40
Tabel 8. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................................................... 41
Tabel 9. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Donggala tahun 2017 ....................................................................................................................... 43
Tabel 10. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Kabupaten Donggala tahun 2017. ........................................................................................... 45
Tabel 11. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di Kabupaten Donggala Tahun 2017 ........................................................................................... 46
Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei Darah Jari di Kabupaten Donggala Tahun 2017 ................................................... 46
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Positif Kecacingan di Kabupaten Donggala Tahun 2017 ........................................................................................... 47
Tabel 14. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................ 49
Tabel 15. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode Penangkapan di Kabupaten Donggala Tahun 2017 .............................................. 49
Tabel 16. Hasil Pemeriksaan PCR pada nyamuk yang Tertangkap Kabupaten Donggala Tahun 2017 ........................................................................................... 50
xx
Tabel 17. Tempat perindukan nyamuk di Kelurahan kabonga Kecil Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................ 51
Tabel 18. Tempat perindukan nyamuk di Desa Sabang, Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................................. 53
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017 . 6
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multisenter Filariasis tahun 2017 ................ 26
Gambar 3. Peta batas administrasi Kabupaten Donggala ..................................... 29
Gambar 4. Plotting rumah responden di Kelurahan Kabonga Kecil, Kec. Banawa, Kabupaten Donggala tahun 2017 .......................................................................... 37
Gambar 5. Plotting rumah responden di Desa Sabang Kec. Dampelas, Kabupaten Donggala tahun 2017 ............................................................................................ 38
Gambar 6. hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di Kel. Kabonga Kecil ....................................................................................................... 51
Gambar 7. hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di Desa Sabang ............................................................................................................................... 52
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP.................................................................. 159
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ ........................... 159
Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm ............................................ 160
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi .......................................... 161
Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan .......................................... 162
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview .............................................. 163
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang
dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi
masalah kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia.1 Indonesia adalah salah
satu dari 53 negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-
satunya negara di dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada
manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.2
Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun
2020. Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri
Kesehatan RI pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan
tersebut, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor:
157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
kabupaten/kota yaitu Penatalaksanaan Kasus Kronis Filariasis. Tahun 2005
dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).2
Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat
236 kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis
filariasis tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan Pemberian Obat
Pencegahan Massal filariasis (POPM) selama lima tahun berturut-turut (lima
putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota akan melaksanakan POPM
sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar 76 juta jiwa.
Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan
evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna
mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah lima tahun
POPM dilakukan evaluasi dengan survei kajian penularan (Transmission
Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT.1
RDT yang digunakan adalah Brugia rapid testTM untuk parasit Brugia malayi
dan/atau Brugia timori,1,2,3,4 dan immunochromatographic test (ICT) untuk
parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk mendiagnosis
ada tidaknya antibodi B. malayi/B. timori, sedangkan ICT untuk mendiagnosis ada
tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1 tersebut akan diketahui apakah
1
di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih
dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi
penularan filariasis akan dilakukan POPM ulang selama dua putaran (dua
tahun).5,6,7 Untuk hasil TAS-1 dengan nilai di bawah nilai cut-off maka
kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS. Selama dua tahun setelah
dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans filariasis. Setelah dua
tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun kemudian
dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam dua periode masa surveilans dapat
dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tersebut disertifikasi
dengan status filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015,
terdapat 29 kabupaten/kota yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal
TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.
Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki
Gajah (Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014,7 Menkes mengeluarkan
Permenkes No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan
berlakunya Permenkes ini, maka Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No.
893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi kabupaten/kota yang gagal TAS
menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM. Tahun 2015 Kabupaten
Donggala telah menyelesaikan POPM sebanyak lima putaran dengan cakupan
pengobatan massal setiap tahunnya > 65%.8 Awal tahun 2017 dilakukan TAS
pada 55 Sekolah Dasar (SD) kelas 1 dan 2 di Kabupaten Donggala, hasilnya
menunjukkan bahwa ditemukan dua anak positif namun angka ini masih dibawah
cut-off sehingga Kabupaten Donggala dinyatakan lulus TAS tahap pertama.
Dalam pelaksanaan POPM terdapat kendala bagi kabupaten/kota karena
besarnya sumber daya yang diperlukan (biaya operasional dan dukungan SDM).
Adanya masalah dan kendala tersebut di atas, perlu dilaksanakan suatu studi yang
menyeluruh guna mengetahui berbagai aspek terkait dengan
kegagalan/keberhasilan suatu kabupaten/kota dalam melaksanakan eliminasi
filariasis. Studi yang dilaksanakan meliputi aspek pemberian pengobatan
pencegah massal, manajemen pengendalian (surveilans: tools dan metode,
promosi, penanganan penderita), lingkungan (fisik, biologis: vektor dan
reservoir), dan perilaku masyarakat.
2
Dasar Pemikiran
Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus
TAS. Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang
ditentukan. Dari hasil kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase cakupan pengobatan massal pada tahun
2009 mencapai 59,48. Persentase cakupan ini masih jauh di bawah target yang
ditetapkan WHO (minimal 65 dari total populasi atau 85 dari total sasaran).9
Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya yang tersedia,
tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan
adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan
badan.9,10 Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan
metode surveilans yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan
(masih adanya reservoar dan vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial
ekonomi masyarakat yang masih rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah kabupaten/kota terkait dengan pengendalian filariasis; yang perlu
diketahui secara lebih mendalam dan komprehensif.
Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya
KAP (Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54% penduduk
yang mendengar dan mengetahui filariasis, menjadi 89% penduduk yang tahu
filariasis setelah dilaksanakan sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang
POPM filariasis berdampak dengan meningkatnya cakupan penduduk yang makan
obat sebesar 80%.11 Studi yang dilaksanakan oleh Sekar Tuti dkk pada tahun
2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama lima tahun POPM di sembilan
desa, mf-rate turun dari 2,1% - 3% menjadi 0%.12 Demikian juga hasil studi yang
dilakukan oleh Clare Huppatz pada lima negara di Pasifik menemukan bahwa
pelaksanaan POPM selama lima tahun berturut-turut dapat menurunkan
antigenaemia di bawah 1%.13 Di India filariasis endemik di 17 negara bagian dan
enam union territories dengan 553 juta penduduk berisiko terinfeksi filariasis.
Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2% yang endemis B. malayi yaitu
di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra Pradesh, Orissa, Madhya Pradesh,
Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007, dari 250 kabupaten endemik,
cakupan pengobatan massal adalah 82% dari 518 juta penduduk, dan setahun
3
kemudian meningkat menjadi 85,92%. Meningkatnya angka cakupan pengobatan
massal dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang
merupakan Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi
filariasis tahun 2015.14 Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan
eliminasi filariasis pada tahun 2006 dengan menggunakan fortifikasi garam dapur
dengan DEC. Keberhasilan program eliminasi filariasis tersebut karena
merupakan program prioritas di 864 kabupaten/kota, sebagai upaya yang
berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja sama yang erat antar instansi yang
terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya intensitas
kampanye pengendalian dan pencegahan.15 Keberhasilan Tiongkok ini dapat
dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye
pengendalian dan pencegahan filariasis.
Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas,
tampak bahwa keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya
kebijakan pemerintah daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai
program prioritas, adanya kontinuitas POPM, dan promosi kesehatan yang
intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan Indonesia? Dimana letak
kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan keberhasilan
inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai unit/instansi
yang berada di lingkup Badan Litbangkes.
Tujuan
Tujuan Umum
Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah
melaksanakan POPM.
Tujuan Khusus
2.2.1. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis
dari hasil analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).
2.2.2. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis
dari hasil analisis aspek manajemen.
4
2.2.3. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi
filariasis di Indonesia.
Manfaat
Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal
pengembangan model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana
program dalam penanggulangan filariasis. Untuk melaksanakan program
penanggulangan filariasis, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dalam Permenkes tersebut,
penyelenggaraan penanggulangan filariasis dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam
hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran
serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan dengan empat pokok
kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei data dasar
prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei
evaluasi penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko
melalui pemberian obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi,
dan edukasi.
5
BAB II METODE PENELITIAN
Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017
POPM
-- Cakupan
-- Kesesuaian Pelaksanaan
dengan Prosedur
-- Kepatuhan Masyarakat
Minum Obat
Manajemen Pengendalian
-- Surveilans
-- Penanganan penderita
-- Pengendalian faktor risiko
-- Promosi/KIE
-- SDM
Vektor
-- Spesies
-- Infectivity rate
-- Jenis Tempat Perindukan
Reservoir
– Spesies
– Microfilaremia rate
- Jarak Habitat dari
Pemukiman
Keberhasilan Eliminasi Filariasis
Perilaku Masyarakat
-- Pengetahuan
-- Sikap
-- Kebiasaan
Lingkungan Fisik
-- Tipe Wilayah
-- Kondisi Pemukiman
Metoda TAS
-- Penentuan
Subyek
-- Teknik Diagnosis
-- Penentuan Batas
Cut-Off
6
Keterangan Diagram
1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus
tidaknya saat dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah
POPM dilakukan selama lima putaran (lima tahun) berturut-turut tanpa
terputus. Pernyataan lulus TAS jika jumlah sampel anak usia sekolah (kelas 1
dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang diperiksa antibodi/antigen lebih rendah
dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18). Sedangkan yang gagal TAS
adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang ditetapkan).
2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada enam
faktor yang perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor
tersebut adalah reservoir, vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah,
perilaku masyarakat, dan manajemen pengendalian.
3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan
eliminasi dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan
genetik. Enam faktor dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan
sebagai faktor lingkungan (vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku
(perilaku masyarakat), pelayanan (pemberian obat pencegah dan manajemen
pengendalian), sedangkan faktor genetik kontribusinya kecil dan dapat
diabaikan.
Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber
Biaya.
Waktu: Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan
Februari sampai dengan November 2017.
Tempat/Lokasi: Studi dilaksanakan di Kelurahan Kabonga Kecil, Kec. Banawa
dan Desa Sabang, Kec. Dampelas Kabupaten Donggala yang merupakan wilayah
endemis B. malayi non-zoonotic
Pemilihan lokasi kabupaten berdasarkan hasil TAS-1 yang dilaksanakan Subdit
P2 Filariasis awal tahun 2017. Hasil TAS-1 Kabupaten Donggala adalah dari
seluruh anak SD kelas 1 dan 2 yang diperiksa dua anak positif antibodi B. malayi
yang berdomisili di Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang. Adanya hasil
7
positif tersebut, maka kriteria inklusi lokasi studi ditentukan berdasarkan lokasi
tempat domisili kasus positif TAS-1
Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah Balai Litbang P2B2 Donggala yang
merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.
Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Balai Litbang P2B2
Donggala tahun 2017. Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Balai Litbang
P2B2 Donggala, salah satu kegiatan yaitu pelaksanaan TAS-1 di Kabupaten
Donggala bersumber dari DIPA Ditjen P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk
kegiatan TAS ini pelaksana adalah Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan,
Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P.
Jenis Studi Jenis studi adalah potong lintang (cross sectional).
Populasi, Sampel, dan Lokasi.
Transmission Assesment Survey (TAS).
Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah
salah satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju
eliminasi filariasis. Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada
waktu yang ditetapkan. Disain survei tergantung pada jenis parasit dan vektor,
rasio angka partisipasi masuk sekolah, besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau
kelas 1 dan 2, dan jumlah sekolah atau daerah pencacahan. Tujuan dari TAS ini
adalah untuk mengukur apakah di daerah tersebut pasca POPM dapat
mempertahankan prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam pengertian
tidak terjadi lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.
Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di
Kabupaten Donggala
Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey
sample builder (SSB).16 SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk
membantu pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi
perhitungan guna menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain
8
survei yang fleksibel agar sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan
tingkat sekolah dasar, ukuran populasi, jumlah sekolah atau daerah pencacahan,
dan siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah diperhitungkan tingkat absensi
15%. Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara random (acak)
sebanyak 30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO. Dalam
daftar random pada SSB mencantumkan juga lima SD/MI cadangan yang bisa
diikutsertakan dalam survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara
1.524-1.552 anak. Dari setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1
dan 2 untuk diambil darah jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid
diagnostic test. Untuk subyek yang positif antibodi (lemah), pengambilan
dilakukan satu kali lagi.
Kriteria Sampel
Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.
Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap
kabupaten.
Survei Darah Jari (SDJ)
SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria di
dalam darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan
malam hari untuk daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.
Populasi: masyarakat di Kelurahan Kabonga Kecil, Kec. Banawa dan Desa
Sabang, Kec. Dampelas Kabupaten Donggala
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley
Lemeshow et.al (1997):17
Catatan: Kegiatan TAS ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P pada awal tahun 2017.
9
n=[Z2 1 -α2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z2 1 -α2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95 ). P=0,28. d =
0,05.
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa/kelurahan adalah:
n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310
orang (minimal).
Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (satu rumah tangga 4,5
orang) per lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di dua
desa pada kecamatan yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk
yang berusia lima tahun ke atas, termasuk anak SD/MI yang positif
antibodi/antigen dan 10 yang negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia lima tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2
SD/MI yang positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan penelitian anak-
anak tersebut sudah menduduki bangku kelas 2 dan 3.
Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.
Lokasi: adalah Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
Stool Survey (StS)
StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid diagnostic
test yang positif dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan tinja
dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada daerah
yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Donggala
10
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley
Lemeshow et.al (1997):17
n=[Z2 1 -α2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z2 1 -α2 = 1,645 (tingkat kepercayaan 90 ). d = 0,05.
Prevalensi kecacingan adalah 18 sehingga P = 0,18.
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap kabupaten adalah antara
146 – 178 anak; dengan N = 1.464 – 1.783 anak.
Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif
antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif dan negatif test antibodi/antigen.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang sakit (diare).
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2 dengan
cara sebagai berikut:
1. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD),
maka SD dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD
kelas 1 dan 2. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang
berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel
TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang
berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel
TAS tahun 2016, dst.
2. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada
kedua SD tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika sampel
masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD
11
sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika
masih kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD
sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
3. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak
SD diambil pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling
berdekatan dengan lokasi penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil
pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut
menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari
SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi
sampel TAS tahun 2016, dst.
Lokasi:
Untuk Kabupaten Donggala ditetapkan SDN 24 Banawa dengan jumlah sasaran
(target) sebanyak 18 anak; SDN 12 dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 61
anak; SDN 22 Dampelas dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 36 anak; SDN
28 Dampelas dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 33 anak; dan SDN 3
Dampelas dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 30 anak; sebagai lokasi
pengumpulan sampel stool.
Deteksi DNA Brugia malayi
Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak keberadaan
fragmen mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR). Kegiatan deteksi
DNA B. malayi ini dilakukan pada daerah yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Donggala
Sampel: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi. Jumlah
sampel 15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak 150—200 µl,
dimasukkan ke tabung microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman
filter. Darah yang ada di tabung microtainer dan kertas Whattman filter akan
diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
12
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang tidak datang/hadir di sekolah karena
sakit atau ijin ada keperluan lainnya.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan cara
sebagai berikut:
Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel, jika
jumlah sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal sampel 20
ditambah dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016. Sampel negatif
ini bisa diambil pada salah satu SD yang ada anak yang positif sampai terpenuhi
minimal sampel. Cara pengambilannya dengan purposive sampling.
Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD
sebanyak 20 buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.
Lokasi: SDN 24 Banawa dan SDN 28 Dampelas
KAP Survey Filariasis
KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis (penyebab
penyakit, pengobatan, dan pencegahan).
Populasi: masyarakat di Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
Sampel: Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia lima tahun ke atas pada
70—100 rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek
diwawancarai dengan kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia lima tahun ke atas.
13
Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna
rungu), dan lansia dementia.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden. Responden
pertama dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil TAS
maka rumah pertama yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita tersebut.
Sampel rumah tangga berikutnya diambil yang paling dekat dengan rumah
pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310 responden yang akan dilakukan
pengambilan darah jari.
Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden
tinggal, dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah
tempat tinggal calon responden.
Lokasi: Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat
lintas program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa;
serta penderita klinis kronis filariasis.
Kriteria Sampel:
a. Para pejabat lintas program dan sektor
Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di
provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi
kesejahteraan rakyat.
Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di
provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi
kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan program pengendalian penyakit
menular.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—10 orang.
14
Lokasi: Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kecamatan Banawa dan Dampelas,
Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang yang menjadi lokasi studi.
b. Penderita klinis filariasis:
Inklusi: penderita klinis filariasis dengan ekstremitas (kaki/tangan) yang
membesar dalam stadium I—IV.
Eksklusi: penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran
ekstremitas.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan adalah dua orang/penderita.
Lokasi: Kelurahan Loli dan Desa Talaga adalah desa/kelurahan yang didiami oleh
penderita elephantiasis
Survei Vektor (Nyamuk).
Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang
mengandung larva L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya dua kali, dengan selang waktu
satu bulan, pada enam titik/lokasi di Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
selama dua malam berturut-turut. Dimulai sore hari pukul 17.00 sampai esok hari
pukul 06.00 waktu setempat. Metode yang digunakan adalah modifikasi human
landing collection dalam kelambu.
Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini
dilakukan pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type
breeding site. Untuk mengetahui lokasi habitat vektor dilakukan plotting
sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) habitat vektor
tersebut.
Kriteria Sampel:
Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang
mendukung keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang, kelompok
tumbuhan yang hidup di air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).
15
Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang tidak
menunjukkan keberadaan vektor.
Lokasi: Lokasi adalah Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang
Survei Lingkungan
Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan
lingkungan biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan studi.
Untuk survei lingkungan biologis reservoir hanya dilakukan di daerah endemis B.
malayi zoonotic.
Sampel: Untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100
bangunan rumah di tempat pelaksanaan SDJ. Sedangkan untuk lingkungan
biologis reservoar adalah hutan dan/atau kebun yang berada di sekitar daerah
tempat pelaksanaan studi.
Kriteria Sampel:
Lingkungan biologis vektor.
Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam survei KAP.
Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos
keamanan, rumah kosong, masjid/mushalla/gereja/pura).
Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada dua
desa/kelurahan di setiap kabupaten.
Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic).
Inklusi: Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses (minimal ada
jalan setapak).
Eksklusi: Hutan primer dan /atau kebun (karet, sawit) terlantar.
Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis vektor/reservoir dilakukan plotting
sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) lingkungan di
sekitar bangunan rumah responden/hutan atau kebun.
16
Bahan dan Cara Pengumpulan Data
Transmission Assesment Survey (TAS).
a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah
menerima pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei
TAS sebagai supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan
kordinasi dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3)
pendaftar yaitu petugas yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih
sebagai sampel untuk diambil darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas
yang akan mengambil sampel darah; (5) pembaca hasil tes yaitu petugas
yang khusus memonitor dan membaca hasil tes cepat antibodi/antigen
termasuk memonitor waktu (pengelola timer).
b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan
memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang
maksud dan tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat
terbaik untuk pengambilan darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk
mencegah murid merasa takut melihat proses pengambilan darah.
c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek
penelitian) tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut
mengenai risiko terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini
merupakan bagian dari suatu kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang
dihadapi adalah risiko minimal yang dapat menyebabkan kecemasan dan
ketidaknyamanan. Jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada
beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat
karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi pemeriksaan
dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat
yang dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah
ditentukan sebagai pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-
masing.
e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk
setiap murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah
disediakan. Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau
17
tidak mendapat ijin dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir
serta mengisikan nama subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.
f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat
kit diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek
sebanyak 35 μl.
g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan
negatif diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi
anak/murid SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama
SD/MI, nama anak, umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan),
dan nama orang tua/wali.
Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).
a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti
yang akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala
klinis yang dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun
terakhir, pemeriksa gejala klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2)
pewawancara yaitu peneliti yang bertugas melakukan wawancara dari rumah
ke rumah kepada subyek penelitian dengan menggunakan kuesioner
terstruktur; (3) pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang bertugas melakukan
plotting rumah calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang
mencatat dan mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel untuk
diambil darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil
sampel darah; (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses
spesimen sejak spesimen diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi
bahan kontak yaitu pembantu peneliti yang membagikan bahan kontak
kepada subyek penelitian yang telah selesai diambil darah jari dan wawancara.
b. Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan
rumah calon responden, dan habitat vektor.
c. Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang
dilakukan pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan
dimulai dari rumah penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau
kronis elefantiasis) sebagai titik pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang
18
berdekatan di sekeliling rumah penderita secara melingkar atau secara zig-zag
disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.
d. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama
anggota rumah tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini,
dapat ditanyakan kepada kepala rumah tangga atau salah seorang anggota
rumah tangga yang berusia dewasa. Informed concent ini diberikan kepada
responden/subyek penelitian untuk dibawa ke tempat pengambilan darah jari
sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah dilakukan wawancara.
e. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas lima tahun ke atas.
Proses wawancara berlangsung antara 15—20 menit.
f. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyerahkan formulir
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian
untuk dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika
responden tidak dapat atau kesulitan membaca, pewawancara akan
membacakan PSP.
g. Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim
melakukan persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.
h. Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup
lapang. Di tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya
untuk subyek duduk menunggu giliran serta minimal empat buah meja untuk
menaruh berbagai peralatan pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu
tempat/ruangan khusus untuk pemeriksaan klinis.
i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,
mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent.
Petugas pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang
disediakan.
j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh
ketua tim, sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada
subyek penelitian tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut
mengenai risiko terhadap subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko
minimal yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung
jari) namun jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa
19
individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi
subyek yang hasil pengujiannya positif akan dilakukan pemeriksaan dan
tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksa
gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian. Gejala
klinis yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam
setahun terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.
k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk
sediaan apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari
dimulai pada pukul 21.00 waktu setempat. Sediaan darah yang ada pada kaca
slide akan diproses oleh pemroses spesimen sampai sedian darah diperiksa dan
disimpan pada kotak slide.
l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas
pemberi bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan
kontak kepada subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.
n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi
subyek penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke
Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
o. Hasil pemeriksaan slide yang positif dan 10 dari slide yang negatif dikirim ke
Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara
dientri oleh tim.
Stool Survey (StS)
a. Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan
kegiatan; (2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan
mengampulkan dan memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu
peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada
subyek penelitian (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan
tinjanya; (4) penghubung adalah pembantu peneliti yang melakukan kordinasi
20
dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada subyek
penelitian.
b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan
singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan
survei. Selanjutnya pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama
murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen
tinja. Proses selanjutnya adalah membagikan pot tinja tempat spesimen tinja
disertai keterangan cara pengambilan, pengemasan, dan waktu penyerahan.
Saat pembagian pot, kepada murid SD/MI dijelaskan maksud dan tujuan
pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima dari kegiatan yang
dilakukan. Informed concent diberikan ke murid untuk ditandatangani oleh
orang tua murid/wali murid.
c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang
telah terisi spesimen tinja kepada tim.
d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari
pendaftar. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek
penelitian yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk
diberikan pengobatan dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis
(Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
Deteksi DNA Brugia malayi
a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah
yaitu peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang
positif/negatif antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat,
mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak)
yang dipilih sebagai sampel.
b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif
antibodi.
21
c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada
kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah
pada siang hari. Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan
pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel.
d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung
microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada
di tabung vacutainer dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode
polymerase chain reaction (PCR).
e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes
di Jakarta.
Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat
(notulis).
b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.
c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan
diminta untuk membaca dan menandatangani PSP.
Survei Vektor (Nyamuk).
a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga
lokal sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut
menjadi ketua tim/ kordinator.
b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi
penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta
melakukan kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.
c. Kelambu dipasang pada enam titik/tempat di tiga rumah. Setiap rumah
dipasang dua kelambu yaitu di dalam dan luar rumah.
d. Kelambu yang dipasang terdiri atas dua kelambu yaitu kelambu luar yang
tempat masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu
luar. Umpan manusia berada di kelambu dalam.
22
e. Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang
hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.
f. Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk
dilakukan identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah
disiapkan.
g. Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00
pagi berikutnya (12 jam).
h. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor
potensial dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan
Masyarakat untuk diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya
infectivity rate vector. Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan
spesies dan lokasi. Untuk efisiensi pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk
betina parous yang akan diperiksa keberadaan larva cacing filaria.
Survei Lingkungan
a. Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh satu
orang peneliti. Sedangkan Survei Lingkungan Biologis Reservoar dilakukan
hanya pada daerah endemis B. malayi zoonotic
b. Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei
lingkungan biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa
form pencatatan, perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada
telepon genggam atau gadget guna merekam situasi dan kondisi yang
ditemukan, serta HP yang telah diinstall dengan program GPS.
Untuk Survei Lingkungan Biologis Reservoar peralatan yang dibawa sama
dengan peralatan survei lingkungan biologis vektor. Lokasi survei adalah hutan
yang terdapat di sekitar desa/lokasi penelitian, maksimal berjarak tiga km dari
kelompok pemukiman terluar.
23
Alur Kegiatan
Berikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.
TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY
Populasi Sampel
Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota
Klaster/Sekolah
30--40 SD/MI di setiap kab/kota
Rapid Diagnostic Test (RDT)
Hasil RDT semua neg
Pilih lokasi: daerah sentinel dan/atau daerah spot.
Hasil RDT ada yg pos
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Pilih lokasi: RDT positif terbanyak dan/atau keberadaan reservoar (kucing, anjing, lutung/ monyet) bagi daerah endemis B. malayi.
Kabupaten/Kota Masa Surveilans (Pasca Lulus TAS-1/TAS-2)
Kabupaten/Kota Pasca POPM (5 -- 7 thn)
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
24
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Survei Darah Jari
Bm = 20.00—02.00
Wb = 21.00—24.00
Positif
Negatif
Pengobatan
KAP Survei:
Jumlah responden =
Survei Vektor: Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles.
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Pemeriksaan PCR
Positif
Negatif
Data kuantitatif dan kualita-tif diolah dan dianalisis
Survei Reservoar (pada daerah endemis B. malayi): Pengambilan sampel darah kucing, anjing, dan primata (lutung, monyet) sebanyak 100
k
Positif
Negatif
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Survei Lingkungan:
Lingkungan di seputar d /k l h
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Wawancara Mendalam (Indepth Interview): Responden adalah (1) pejabat lintas program/sektor tingkat provinsi/kabupaten/kecamatan/desa, (2) penderita elephantiasis (jumlah responden 2—5 orang/kabupaten).
Data kualitatif diolah dan dianalisis
Identifikasi Status Antibodi IgG B. malayi: Jumlah responden 124 orang yang juga sebagai responden survei darah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3 cc dari vena responden.
Data kuantitatif diolah dan dianalisis 25
Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan
Kecacingan, Dit. P2TVZ.
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multisenter Filariasis tahun 2017
Penjelasan diagram
1. Secara garis besar ada lima faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi
filariasis, yaitu sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait
filariasis cukup baik kompetensinya; sistem logistik yang memadai;
Daerah B. malayi:
P ilih l k i St l S d D t k i DNA B l i
Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih:
SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk di kelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI. Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MI pada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yang berdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot;
Stool Survey:
Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10% dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuk setiap kabupaten, diutamakan anak-anak yang positif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.
Positif
Negatif
Deteksi DNA B. malayi
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Pengobatan
26
pelaksanaan promosi kesehatan yang tepat sasaran, melibatkan lintas sektor
dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan terencana; adanya kebijakan
dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan tersedianya anggaran
operasional yang memadai.
2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili
di kabupaten/kota.
3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh
masyarakat, anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan,
vektor dan reservoar penyakit.
4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi
yang dimulai dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool
survey, wawancara ke stake holder dan masyarakat, survei lingkungan,
penangkapan vektor, dan pemeriksaan reservoar.
Definisi Operasional 1. Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan
TAS tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah
sampel anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai
cut off yang ditetapkan.
2. Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan
TAS lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah
sampel anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai
cut off yang ditetapkan.
3. Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada saat survei
pemetaan sebelum pelaksanaan POPM.
4. Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih terjadinya
penularan filariasis (cakupan POPM rendah, faktor epidemiologi
mendukung).
Manajemen dan Analisis Data
1. Manajemen Data
Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri langsung di lapangan
27
dengan program yang telah disiapkan. Entri data dilakukan oleh tim pengumpul
data. Selanjutnya data dikirim via internet atau secara langsung dengan
menyimpan dalam flash disk.
2. Analisis Data
Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara deskriptif dan
bivariat. Data kualitatif dari hasil wawancara mendalam akan dilakukan
pengkajian untuk diperoleh kesimpulan di setiap variabel yang dikaji.
28
BAB III HASIL
Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian dilaksananakan di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Tengah. Secara geografis, Kabupaten Donggala terletak antara 0o,30” Lintang
Utara dan 2o,20” Lintang Selatan serta 119o,45”-121o,45” Bujur Timur dengan
batas wilayah sebagai berikut:18
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Sigi, Kota Palu dan wilayah
Provinsi Sulawesi Barat
3. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi
Moutong
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar dan wilayah Provinsi
Sulawesi Barat
Gambar 3. Peta batas administrasi Kabupaten Donggala
Kabupaten Donggala sebelum adanya pemekaran kabupaten sesuai dengan
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Sigi,
29
mempunyai luas 10.471,71 Km2 yang terbagi atas 30 Kecamatan dengan 302
Desa dan 9 Kelurahan. Dengan terbentuknya Kabupaten Sigi, maka Kabupaten
Donggala pada saat ini memiliki wilayah seluas 527.569 Ha (5.275,69 Km²)18
atau 8,53 dari luas Provinsi Sulawesi Tengah (61.841,29 km2).19 Jumlah
penduduk sebesar 293.742 jiwa yang terbagi menjadi 16 Kecamatan, 158 Desa
dan 9 Kelurahan, dimana Kecamatan Rio Pakava merupakan kecamatan terluas
(872,16 Km²) sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah
Kecamatan Banawa Tengah yang hanya memiliki luas 74,64 Km² (Tabel 1).18
Tabel 1. Luas wilayah menurut kecamatan Kabupaten Donggala tahun 2016
No. Kecamatan Luas
(km2)
Persentase Jumlah
Desa/Kel
1 Rio Pakava 872,16 16,53 14
2 Pinembani 402,61 7,63 9
3 Banawa 99,04 1,88 14
4 Banawa Selatan 430,67 8,16 19
5 Banawa Tengah 74,64 1,41 8
6 Labuan 126,01 2,39 7
7 Tanantovea 302,64 5,74 10
8 Sindue 177,20 3,36 13
9 Sindue
Tombusabora 211,55 4,01 6
10 Sindue Tobata 211,92 4,02 6
11 Sirenja 286,94 5,44 13
12 Balaesang 348,97 6,61 13
13 Damsol 732,76 13,89 8
14 Sojol 705,41 13,37 13
15 Sojol Utara 139,07 2,64 9
16 Balaesang Tanjung 228,18 4,32 5
Luas Kabupaten Donggala 5.275,69 100,0 167
30
Berdasarkan letak geografis, kondisi sosio kultur, potensi sumber daya dan
infrastruktur Kabupaten Donggala dapat dipetakan sebagai berikut:20
- Pantai Barat, meliputi Kecamatan Labuan, Tanantovea, Sindue, Sindue
Tombusabora, Sindue Tobata, Sirenja, Balaesang, Balaesang Tanjung,
Damsol, Sojol dan Sojol Utara yang merupakan daerah pantai dengan potensi
yang menonjol adalah perikanan, pertambangan, peternakan dan
perdagangan. Wilayah ini memiliki potensi tambang yang cukup besar
khususnya galian C dan emas.
- Banawa, meliputi kecamatan Banawa, Banawa Tengah, Banawa Selatan,
Pinembani dan Rio Pakava yang merupakan daerah yang relatif subur.
Khusus Kecamatan Banawa sebagai ibukota Kabupaten Donggala,
infrastrukturnya sudah mulai tertata dengan baik sehingga dapat menunjang
kegiatan pemerintah dan masyarakat. Potensi pariwisata juga sudah mulai
ditata. Bagian terbesar dari struktur ekonomi adalah pertanian, perkebunan
dan perikanan.
Kondisi Topografi Kabupaten Donggala cukup beragam, mulai dari
dataran yang rendah, dataran yang berbukit hingga pengunungan. Dataran rendah
tersebar di sepanjang pesisir Kabupaten Donggala yang berhadapan langsung
dengan Selat Makassar dimana sebagian besar berada di wilayah Pantai Barat.
Wilayah perbukitan dan pegunungan sebagian besar berada pada wilayah
perbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong dengan ketinggian yang bervariasi
mulai dari ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut hingga mencapai
ketinggian di atas 2.500 meter di atas permukaan laut. Secara lebih terperinci
dapat dilihat pada tabel 2 berikut.18
31
Tabel 2. Kondisi Topografi berdasarkan luas wilayah Kabupaten Donggala
No.
Rentang
tingkat
kemiringan
Kondisi Luas wilayah
(Ha) Persentase ( )
1 0 -3o Datar 123.094 23,33
2 3 -15o Landai sampai
berombak 12.506 2,37
3 15 -40o Berombak sampai
bergelombang 95.075 18,02
4 >40o Bergelombang
sampai berbukit 296.894 56,28
Total 527.569 100
Kepadatan penduduk Kabupaten Donggala tahun 2016 menurut kecamatan
tidak merata dengan jumlah penduduk sebesar 293.742 jiwa dan luas wilayah
5.275,69 Km sehingga diperoleh rata-rata angka kepadatan penduduk sebesar 55,7
jiwa per km. Ditinjau dari kepadatan penduduk, Kecamatan Banawa adalah
terpadat (337,8 jiwa per Km) disusul Kecamatan Banawa Tengah (143 jiwa per
km). Hal ini disebabkan karena Kecamatan Banawa dan Banawa Tengah
merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Donggala dengan jumlah penduduk
terbesar 44.129 jiwa namun tidak dengan luas wilayah yang terbesar (173,68 km)
dan merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan. Sedangkan
Kecamatan Pinembani merupakan wilayah kerja di Kabupaten Donggala dengan
jumlah penduduk yang terkecil sebesar 6.750 jiwa dengan luas wilayah terbesar
ke-5 (402,61 km) dengan kepadatan penduduk 16,8 jiwa per km di wilayah
Kabupaten Donggala pada tahun 2016.18 Fasilitas kesehatan terdiri dari 1 rumah
sakit umum pemeritah, 18 puskesmas, 67 puskesmas pembantu 109 poskesdes,
447 posyandu dengan 1.850 kader kesehatan.
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian
Pengendalian filariasis di Kabupaten Donggala dimulai pada tahun 2011
dengan diberlakukannya program pemberian obat pencegahan secara massal ke
32
seluruh penduduk yang berdomisili di Kabupaten Donggala. Pemberian obat
pencegah filariasis secara massal ini dikarenakan Kabupaten Donggala
dikategorikan sebagai wilayah endemis filariasis dengan ditemukannya 11 kasus
elephantiasis (kaki gajah) pada tahun 2010 dan hasil survei darah jari yang
dilakukan di Desa Kantewu (saat ini masuk wilayah Kab. Sigi) angka microfilaria
rate > 1% .
Cakupan pengobatan massal selama lima tahun berturut-turut (2011-2015)
dapat dilihat pada tabel 3. Saat dilakukan Transmission Assesment Survey (TAS)
masih ditemukan anak SD kelas 1 dan 2 yang positif pemeriksaan dengan RDT (2
dari 1.701 sampel).
Tabel 3. Cakupan Pengobatan Massal (menyeluruh) di Kabupaten Donggala tahun
2011 – 2015
No Tahun
Jumlah Persentase
Penduduk
(P)
Sasaran
(S)
Makan Obat
(MO) S/P MO/S MO/P
1 2011 277.922 246.646 202.123 88,7 81,9 72,7
2 2012 273.643 271.000 255.844 99,0 94,4 93,5
3 2013 280.867 252.464 218.030 89,9 86,4 77,6
4 2014 274.577 238.502 223.882 86,9 93,9 81,5
5 2015 276.379 246.341 225.921 89,1 91,7 81,7
TAS, 2 positif dari 1.701 sampel
Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa cakupan pengobatan massal di
Kabupaten Donggala sejak tahun 2011 hingga tahun 2015 berfluktuasi. Rata-rata
penduduk minum obat 225.148 orang. Cakupan tertinggi pada tahun 2012
(93,5%) dan terendah tahun 2013 (77,6%) dengan rata-rata cakupan POPM
pertahun 81,4%. Cakupan pengobatan massal merupakan salah satu indikator
pelaksanaan evaluasi filariasis di suatu kabupaten dimana angka cakupan minum
obat > 65% setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut. Hasil pre-TAS juga
menunjukkan prevalensi 0%, sehingga pada awal tahun 2017 dilakukan TAS
terhadap 1.701 siswa SD yang tersebar di 55 SD di Kabupaten Donggala. Hasil
33
survei TAS tersebut di temukan 2 anak positif (0,12%) yaitu satu anak di SDN 24
Banawa dan satu anak di SDN 28 Dampelas.
Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel
Pada Tabel 4 disajikan jumlah responden/subyek penelitian/sampel yang
dikumpulkan dalam studi ini.
Tabel 4. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis
Data/Informasi Yang Dikumpulkan Kabupaten Donggala Tahun 2017.
No Jenis
Data/Informasi
Jumlah Res/
SP/Sampel Keterangan
1 TAS * 1.701 Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD
kelas 1 dan 2 (awal tahun 2017)
2 Survei KAP 659 Kel. Kabonga Kecil 334 individu (86 RT)
dan Desa Sabang 325 individu (80 RT)
3 Pemeriksaan
Klinis 638
Kel. Kabonga Kecil 322 individu dan
Desa Sabang 316 individu
4 Survei Darah Jari 638
Kel. Kabonga Kecil 322 individu dan
Desa Sabang 316 individu, hasil
NEGATIF (0% )
5 Stool Survey 153
SP sama dengan subyek penelitian pada
TAS (saat puldat anak duduk di kelas 2
dan 3 (tahun 2017), hasil 45 siswa
POSITIF (29,41% )
6 Deteksi Gen Bm 20
SP sama dengan SP TAS (saat puldat
anak duduk di kelas 2 dan 3 (tahun 2017)
(SD positif TAS-1)
7 Studi Kualitatif 30
Informan adalah Pengambil kebijakan di
Bapedda, Dinkes, dan lintas sektor baik
pada tingkat Provinsi maupun kabupaten
serta toga, toma, kader dan penderita
* = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada awal tahun 2017.
34
Pada tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa jumlah responden dari masing-
masing kegiatan tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis
seyogyanya sama, namun dalam kenyataan di lapangan jumlah responden KAP
lebih banyak dibandingkan dengan responden SDJ atau pemeriksaan klinis. Hal
ini dikarenakan tidak seluruh masyarakat yang diwawancara datang saat
pengambilan darah pada malam hari. Sedangkan pada sampel TAS dan stool
survey tidak sama karena tidak seluruh sampel TAS dijadikan sampel stool
survey. Sampel stool survey merupakan anak SD yang terpilih yaitu SD
ditemukannya penderita TAS positif dan beberapa SD lainnya sehingga
mencukupi sampel minimal (150-160) anak kelas 2 dan 3 tahun 2017.
Pada Tabel 5 di bawah ini, menyajikan karakterisitik responden/subyek
penelitian di kabupaten Donggala tahun 2017.
Tabel 5. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Donggala Tahun
2017
Karakteristik
Kel. Kabonga Kecil
(n=334)
Desa Sabang
(325)
Jumlah
(n=659)
n % n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 148 44,3 155 47,7 303 46,0
Perempuan 186 55,7 170 52,3 356 54,0
Kelompok Umur
5 - 14 TAHUN 89 26,6 120 36,9 209 31,7
15-24 TAHUN 65 19,4 47 14,5 112 17,0
25-34 TAHUN 45 13,5 39 12,0 84 12,7
35-44 TAHUN 56 16,8 53 16,3 109 16,5
45-54 TAHUN 36 10,8 26 8,0 62 9,4
55-64 TAHUN 22 6,6 21 6,5 43 6,5
>= 65 TAHUN 21 6,3 19 5,8 40 6,1
Status kawin
Belum Kawin 159 47,6 160 49,2 319 48,4
Kawin 152 45,5 153 47,1 305 46,3
35
Cerai Hidup 11 3,3 4 1,2 15 2,3
Cerai Mati 12 3,6 8 2,5 20 3,0
Tingkat pendidikan (n=291) (n=274)
Tidak pernah sekolah 3 1,0 10 3,6 13 2,3
Tidak tamat SD 27 9,3 57 20,8 84 14,9
Tamat SD/MI 81 27,8 128 46,7 209 37,0
Tamat SLTP/MTs 56 19,2 54 19,7 110 19,5
Tamat SLTA/MA 103 35,4 19 6,9 122 21,6
Tamat D1/D2/D3 5 1,7 1 ,4 6 1,1
Tamat Perguruan
Tinggi 16 5,5 5 1,8 21 3,7
Pekerjaan Utama
Tidak bekerja 26 8,9 19 6,9 45 8,0
Sekolah 72 24,7 89 32,5 161 28,5
Ibu Rumah Tangga 81 27,8 81 29,6 162 28,7
PNS/TNI/POLRI 15 5,2 1 ,4 16 2,8
Pegawai BUMN 1 ,3 1 ,4 2 0,4
Pegawai Swasta 14 4,8 6 2,2 20 3,5
Wiraswasta/Pedagang 51 17,5 10 3,6 61 10,8
Pelayanan Jasa 4 1,4 0 0,0 4 0,7
Petani 2 ,7 59 21,5 61 10,8
Nelayan 6 2,1 4 1,5 10 1,8
Lainnya 19 6,5 4 1,5 23 4,1
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden yang
diwawancara sebanyak 659 orang yang terdiri dari 334 responden di Kelurahan
Kabonga Kecil dan 325 responden di Desa Sabang. Berdasarkan karakteristik,
responden paling banyak jenis kelamin laki-laki baik di Kelurahan Kabonga Kecil
(55,7%) maupun di Desa Sabang (52,3%). Usia 5 - 14 tahun juga merupakan
responden yang paling banyak di kedua lokasi (48,4%), dengan tingkat
pendidikan paling banyak tamat SD/MI (37%). Pekerjaan utama responden di
36
Kelurahan Kabonga Kecil paling banyak ibu rumah tangga (27,8%) sedangkan di
Desa Sabang paling banyak sekolah (32,5%).
Lokasi rumah tangga responden yang di wawancara dipetakan, berikut
ditampilkan hasil plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-
spasial.
Gambar 4. Plotting rumah responden di Kelurahan Kabonga Kecil, Kec. Banawa,
Kabupaten Donggala tahun 2017
Pada gambar diatas diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di
plotting yaitu sebanyak 86 rumah tangga. Secara geografis lokasi merupakan
pinggir laut dan lereng gunung. Rumah tersebar sepanjang jalan poros Palu –
Mamuju.
37
Gambar 5. Plotting rumah responden di Desa Sabang Kec. Dampelas, Kabupaten
Donggala tahun 2017
Dari gambar 4, diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting
di Desa Sabang sebanyak 80 Rumah Tangga yang tersebar di sepanjang jalan
trans Toli Toli – Palu. Secara geografis Desa Sabang merupakan daerah pinggir
pantai.
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis
Dalam studi ini dilakukan wawancara kepada responden yang akan
dilakukan pemeriksaan klinis dan diambil darah jari. Tabel 6 di bawah ini
menampilkan jumlah responden yang mengetahui penyebab kaki gajah
(elephantiasis)/filariasis.
Dari tabel 6 diketahui bahwa responden paling banyak mengetahui
penyebab filariasis adalah nyamuk (14,4%) dan hanya sebagian kecil yang
mengetahui bahwa penyebab filarisis adalah cacing (2,2%). Masyarakat paling
banyak mengetahui bahwa akibat yang ditimbulkan bila menderita filariasis
adalah kaki atau tangan membesar (28,9%).
38
Tabel 6. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di
Kabupaten Donggala tahun 2017
Pengetahuan
Kel. Kabonga
Kecil (n=245)
Desa Sabang
(N=205) Jumlah
n % n % n %
Penyebab filariasis
a. Cacing 3 1,2 7 3,4 10 2,2
b. Nyamuk 26 10,6 39 19,0 65 14,4
c. Penyakit keturunan 1 0,4 2 1,0 3 0,7
d. Gangguan makhluk halus 0 0,0 0 0,0 0 0,0
e. Melanggar pantangan 0 0,0 0 0,0 0 0,0
f. Lainnya 10 4,1 4 2,0 14 3,1
Gejala filariasis
a. Kaki atau tangan membesar 81 33,1 49 23,9 130 28,9
b. Tidak menimbulkan gejala dan
akibat pada tubuh 1 0,4 0 0,0 1 0,2
c. Demam & tubuh lemah/sakit-sakit 1 0,4 2 1,0 3 0,7
d. Pembengkakan pada lipat
paha/ketiak 2 0,8 1 0,5 3 0,7
e. Pembengkakan buah dada/skrotum 0 0,0 1 0,5 1 0,2
f. Lainnya, sebutkan 4 1,6 8 3,9 12 2,7
Pada tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui
bahwa ada pengobatan filariasis untuk semua umur di lokasi survey (66%). Dalam
hal pencarian pengobatan sanak famili yang menunjukkan gejala filariasis,
masyarakat lebih banyak mencari pengobatan di petugas kesehatan (53,8%), dan
informasi perihal pengobatan pencegahan filariasis paling banyak diperoleh dari
petugas kesehatan atau guru (82,2%).
39
Tabel 7. Pengetahuan Responden Tentang Pengobatan Filariasis di Kabupaten
Donggala tahun 2017
Pengetahuan
Kel. Kabonga
Kecil (n=245)
Desa Sabang
(N=205) Jumlah
n % n % n %
Mengetahui pengobatan massal
Ya, mengetahui 26 10,6 125 61,0 151 33,6
Tidak mengetahui 218 89,0 79 38,5 297 66,0
Lupa 1 0,4 1 0,5 2 0,4
Apakah ada dari antara sanak
famili/tetangga [NAMA] yang pernah
mengalami demam berulang disertai
pembengkakan kelenjar pada lipat paha
8 3,3 31 15,1 39 8,7
Mencari pengobatan (n=8) (N=31)
a. Petugas kesehatan 4 50,0 17 54,8 21 53,8
b. Dukun 8 100,0 31 100,0 39 100,0
c. Beli obat sendiri/beli di warung 0 0,0 1 3,2 1 2,6
d. Pengobatan tradisional 1 12,5 0 0,0 1 2,6
e. Lainnya 4 50,0 7 22,6 11 28,2
Sumber informasi pengobatan (n=26) (N=125)
a. Petugas kesehatan/Guru 20 76,9 105 84,0 125 82,8
b. Teman/tetangga/sanak keluarga 4 15,4 7 5,6 11 7,3
c. Membaca papan pengumuman di
balai desa 0 0,0 2 1,6 2 1,3
d. Membaca dari selebaran/suratkabar 0 0,0 0 0,0 0 0,0
e. Mendengar pengumuman dari
tempat ibadah 0 0,0 1 ,8 1 0,7
f. Mendengar dari radio/televisi 0 0,0 0 0,0 0 0,0
g. Lainnya 2 7,7 6 4,8 8 5,3
40
Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis Pada tabel 8 menunjukkan sikap responden tentang filariasis. Sikap
responden setuju untuk beberapa item pertanyaan sikap diantaranya yaitu Penyakit
filariasis dapat dicegah dengan hanya tidur menggunakan kelambu (38,2%), Jika
minum obat filariasis harus ada pemberitahuan terlebih dahulu (65,6%), Minum
obat filariasis karena disuruh orangtua/keluarga/kepala desa/tokoh
masyarakat/kader kesehatan desa (34,2%), minum obat filariasis kita akan sehat
(74%) dan Minum obat filariasis karena kesadaran sendiri (68,7%).
Responden paling banyak ragu-ragu untuk beberapa item pertanyaan
antara lain Penyakit filariasis dapat dicegah dengan tidak minum obat filariasis
(38,7%), Minum obat filariasis akan ada efek sampingnya (43,1%), Jika tidak
minum obat filariasis yakin tidak akan tertular (41,1%), dan Jika minum obat
filariasis akan menyebabkan kaki/tangan membengkak (44,7%).
Sikap responden paling banyak tidak setuju untuk item pertanyaan Minum obat
filariasis karena segan kepada kepala desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa
(38,7%).
Tabel 8. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Donggala tahun 2017
SIKAP Kel. Kabonga Kecil (n=245)
Desa Sabang (N=205) Jumlah
n % n % n % Penyakit filariasis dapat dicegah dengan tidak minum obat filariasis
Setuju 55 22,4 48 23,4 103 22,9 Ragu-ragu 114 46,5 60 29,3 174 38,7
Tidak setuju 76 31,0 97 47,3 173 38,4
Penyakit filariasis dapat dicegah dengan hanya tidur menggunakan kelambu
Setuju 68 27,8 104 50,7 172 38,2 Ragu-ragu 120 49,0 51 24,9 171 38,0
Tidak setuju 57 23,3 50 24,4 107 23,8
Jika minum obat filariasis harus ada pemberitahuan terlebih dahulu
Setuju 138 56,3 157 76,6 295 65,6 Ragu-ragu 102 41,6 30 14,6 132 29,3
Tidak setuju 5 2,0 18 8,8 23 5,1
Minum obat filariasis akan ada efek sampingnya
Setuju 63 25,7 43 21,0 106 23,6 Ragu-ragu 131 53,5 63 30,7 194 43,1
41
Tidak setuju 51 20,8 99 48,3 150 33,3
Jika tidak minum obat filariasis yakin tidak akan tertular
Setuju 70 28,6 67 32,7 137 30,4 Ragu-ragu 123 50,2 62 30,2 185 41,1
Tidak setuju 52 21,2 76 37,1 128 28,4
Jika minum obat filariasis akan menyebabkan kaki/tangan membengkak
Setuju 17 6,9 32 15,6 49 10,9 Ragu-ragu 138 56,3 63 30,7 201 44,7
Tidak setuju 90 36,7 110 53,7 200 44,4
Minum obat filariasis karena disuruh orangtua/keluarga/kepala desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa
Setuju 61 24,9 93 45,4 154 34,2 Ragu-ragu 113 46,1 41 20,0 154 34,2
Tidak setuju 71 29,0 71 34,6 142 31,6
Minum obat filariasis karena segan kepada kepala desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa
Setuju 55 22,4 74 36,1 129 28,7 Ragu-ragu 104 42,4 43 21,0 147 32,7
Tidak setuju 86 35,1 88 42,9 174 38,7
Minum obat filariasis kita akan sehat
Setuju 162 66,1 171 83,4 333 74,0 Ragu-ragu 81 33,1 33 16,1 114 25,3
Tidak setuju 2 0,8 1 0,5 3 0,7
Minum obat filariasis karena kesadaran sendiri
Setuju 158 64,5 151 73,7 309 68,7 Ragu-ragu 83 33,9 36 17,6 119 26,4
Tidak setuju 4 1,6 18 8,8 22 4,9
Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis.
Perilaku responden tentang filariasis dapat diihat pada tabel 9 berikut ini.
42
Tabel 9. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Donggala tahun
2017
Perilaku Kel. Kabonga
Kecil Desa Sabang Jumlah n % n % n %
n=334 n=325
Pernah ikut pengobatan pencegahan filariasis secara massal 26 7,8 258 79,4 284 63,1
Jumlah macam obat yang diberikan petugas (n=26) (n=258) a. 1 macam 2 7,7 11 4,3 13 4,6
b. 2 macam 6 23,1 54 20,9 60 21,1 c. 3 macam 11 42,3 148 57,4 159 56,0 d. 4 macam 3 11,5 13 5,0 16 5,6 e. >4 macam 0 0,0 2 0,8 2 0,7 Meminum semua obat a. Ya, diminum semua 14 53,8 196 76,0 210 73,9 b. Ya, tidak diminum semua 2 7,7 27 10,5 29 10,2 c. Tidak minum obat 10 38,5 35 13,6 45 15,8 Cara minum obat (n=16) (n223)
a. Diminum di hadapan petugas/guru 1 6,3 5 2,2 6 2,5 b. Diminum di hadapan kader kesehatan 1 6,3 1 0,4 2 0,8 c. Diminum sendiri di rumah 14 87,5 217 97,3 231 96,7 Waktu obat diminum a. Pagi 5 31,3 54 24,2 59 24,7 b. Siang 3 18,8 25 11,2 28 11,7 c. Sore 2 12,5 19 8,5 21 8,8 c. Malam 6 37,5 125 56,1 131 54,8 Reaksi pengobatan a. Pusing/sakit kepala 1 6,3 9 4,0 10 4,2 b. Panas/demam 0 0,0 0 0,0 0 0,0 c. Badan sakit/nyeri/linu 0 0,0 2 0,9 2 0,8 d. Perut mulas/sakit 2 12,5 8 3,6 10 4,2 e. Muntah 1 6,3 0 0,0 1 0,4 f. Nafas sesak 0 0,0 0 0,0 0 0,0 g. Jantung berdebar-debar 0 0,0 0 0,0 0 0,0 h. Mengantuk 0 0,0 1 0,4 1 0,4 i. Lainnya 1 6,3 5 2,2 6 2,5 Setelah minum obat ada cacing yang keluar dari mulut atau keluar sewaktu buang air besar a. Ada 0 0,0 6 2,7 6 2,5 b. Tidak ada 16 100,0 204 91,5 220 92,1 c. Tidak tahu 0 0,0 13 5,8 13 5,4
43
Alasan obat tidak diminum/tidak minum obat semuany
(n=10) (n=35)
a. Lupa 0 0,0 6 17,1 6 13,3 b. Sibuk bekerja 0 0,0 0 0,0 0 0,0 c. Takut efek samping obat 1 10,0 10 28,6 11 24,4 d. Lainnya 9 90,0 20 57,1 29 64,4 Alasan tidak ikut/ tidak mau ikut/ tidak minum obat pencegah filariasis (n=318) (n=102)
a. Malas (kurang berminat) 1 ,3 3 2,9 4 1,0 b. Pernah mendengar, jika minum obat malah jadi sakit 4 1,3 0 0,0 4 1,0 c. Tidak tahu faedah/manfaat sebenarnya 4 1,3 2 2,0 6 1,4 d. Merasa sehat, jadi tidak perlu minum obat 3 0,9 1 1,0 4 1,0 e. Lainnya 267 84,0 94 92,2 361 86,0 Pemberitahuan sebelum pengobatan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis) secara massal
(n=334) (n=325)
Ya 21 6,3 157 48,3 178 27,0 Tidak 313 93,7 168 51,7 481 73,0 Dilakukan di dalam rumah untuk menghindari gigitan nyamuk pada waktu malam hari
a. Malam tidur pakai kelambu 85 25,4 278 85,5 363 55,1 b. Memakai obat gosok anti nyamuk 32 9,6 2 ,6 34 5,2 c. Menggunakan obat nyamuk bakar 163 48,8 223 68,6 386 58,6 d. Menyemprot kamar tidur dengan obat nyamuk semprot 50 15,0 15 4,6 65 9,9 e. Lainnya 48 14,4 9 2,8 57 8,6 Dilakukan di luar rumah untuk menghindari gigitan nyamuk pada waktu malam hari
a. Memakai obat gosok anti nyamuk atau minyak sereh 33 9,9 45 13,8 78 11,8 b. Menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang s serta kaus kaki 67 20,1 63 19,4 130 19,7 c. Membakar sampah sehingga menimbulkan asap 3 0,9 19 5,8 22 3,3 d. Lainnya 5 1,5 9 2,8 14 2,1
Hampir sebagian besar masyarakat di Kabupaten Donggala pernah
mengikuti pengobatan filariasis secara massal (63,1%). Jumlah macam obat yang
diberikan petugas kesehatan paling banyak tiga macam (56%). Dari seluruh
masyarakat yang pernah mengikuti pengobatan sebagian besar masyarakat
(73,9%) meminum seluruh obat yang diberikan dan paling banyak diminum
sendiri di rumah (96,7%) pada malam hari (54,8%).
Efek samping minum obat lebih banyak dirasakan masyarakat di Desa
Sabang dibandingkan Kel. Kabonga kecil. efek samping minum obat yang
44
dirasakan berupa perut mulas/sakit serta pusing/sakit kepala (4,2%). Terdapat
2,5% responden yang mengalami cacing keluar dari mulut atau sewaktu buang air
besar setelah minum obat. Terdapat masyarakat yang tidak minum obat karena
alasan lupa (13,3%) maupun takut efek samping (24,4%).
Terdapat masyarakat yang tidak ikut/tidak mau ikut/tidak minum obat
karena kurangnya informasi terkait manfaat minum obat tersebut. Hal ini karena
73% masyarakat tidak mengetahui akan ada pengobatan massal filariasis.
Tindakan pencegahan masyarakat yang dilakukan masyarakat pada malam hari di
dalam rumah paling banyak menggunakan obat nyamuk bakar (58,6%) sedangkan
pencegahan di luar rumah dengan menggunakan baju lengan panjang dan celana
panjang serta kaos kaki. (19,7%).
Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian Pelaksanaan pengumpulan data untuk pengambilan darah dilakukan pada
malam hari. Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, wilayah penelitian merupakan
daerah endemis filariasis berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Donggala atau pun data dari Ditjen P2P. Berikut Tabel 10
yang memberikan gambaran endemisitas pada kabupaten Donggala.
Tabel 10. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Kabupaten
Donggala tahun 2017.
No Indikator Persentase/Jumlah Keterangan
1 Microfilaria rate 0 tidak ada slide positif
2 Kasus Kronis Elefantiasis 11 penderita
tersebar di beberapa
desa di Kabupaten
Donggala
Dari Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa angka microfilaria rate
pemeriksaan darah malam hari 0%, karena dari total sampel darah yang diperiksa
sebanyak 638 slide tidak ada ditemukan microfilaria pada sediaan darahnya.
Jumlah kasus kronis yang dilaporkan di Kabupaten Donggala sebanyak 11 kasus
yang tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Donggala yaitu di Desa Lalundu
45
(3 orang), Desa Lumbu Tarombo (2 orang), Desa Loli Oge (1 orang), Desa
Batusuya ( 1 orang), dan Desa Sabang (4 orang).
Pada tabel 11 di bawah ini menampilkan hasil pemeriksaan klinis saat
pelaksanaan pengambilan darah. Dari Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari
total sampel diperiksa 638 orang tidak ada yang menunjukkan gejala klinis
filariasis baik demam filaria, kasus kronis elefantiasis, Retrograde Limphangitis,
Lymphadenitis, Early Lymphodema, Filarial Abscess, Elefantiasis , ataupun
Hydro-cele.
Tabel 11. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di Kabupaten
Donggala Tahun 2017
No Gejala Klinis Jumlah Persentase
1 Demam filaria 0 0
2 Kasus Kronis Elefantiasis 0 0
3 Retrograde Limphangitis 0 0
4 Lymphadenitis 0 0
5 Early Lymphodema 0 0
6 Filarial Abscess 0 0
7 Elefantiasis 0 0
8 Hydro-cele 0 0
9 Tidak ada gejala klinis 638 100
Pada tabel 12 di bawah ini menunjukkan hasil pemeriksaan mikroskop
untuk mendeteksi adanya mikrofilaria dari Survei Darah Jari (SDJ) pada
masyarakat di Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang.
Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei
Darah Jari di Kabupaten Donggala Tahun 2017
No Kel/Desa Hasil
Jumlah Positif Mf Negatif Mf
1 Kelurahan Kabonga Kecil 0 322 322
2 Desa Sabang 0 316 316
Jumlah 0 638 638
46
Dari Tabel 12 tersebut diatas menunjukkan bahwa dari seluruh masyarakat
yang diperiksa darah di Kel. Kabonga kecil (322 orang) dan di Desa Sabang (316
orang) dengan total sampel diperiksa 638 orang tidak ada satupun yang
menunjukkan hasil positif (Mf-rate 0%).
Gambaran Status Infeksi Kecacingan
Pelaksanaan pengumpulan data untuk pengambilan tinja (stool) dilakukan
di SDN 3 Dampelas (Desa Talaga), SDN 22 Dampelas (Desa Pani’i), SDN 28
Dampelas (Desa Sabang), SDN 24 Banawa (Kel. Kabonga Kecil) dan SDN 12
Banawa (Kel. Boneoge) pada anak-anak yang duduk di bangku kelas 2 dan 3.
Tabel 13 di bawah ini menunjukkan hasil dari responden yang diperiksa tinja.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Positif Kecacingan di Kabupaten
Donggala Tahun 2017
SD Jumlah sampel
Hasil
Cg (%) Cc (% ) Ct (%) Cg dan
Cc (%) Cg dan Ct (%)
Cc dan Ct (%)
Cl (%)
Ct dan Cl (%)
Cc, Ct dan Cl (%)
Cg, Ct dan Cl (%)
SDN 3 Dampelas 25 1
(4)
SDN 22 Dampelas 28 1
(3,57) 2
(7,14) 3
(10,71) 1 (3,57)
1 (3,57) 1
(3,57)
SDN 28 Dampelas 30 1
(3,33) 1 (3,33) 1
(3,33)
SDN 24 Banawa 16 1
(6,25)
SDN 12 Banawa 54
7 (12,96
)
9 (16,67) 14
(25,93) 1 (1,85)
Total 153 8 (5,23)
12 (7,84)
5 (3,27)
14 (9,15)
1 (0,65)
1 (0,65)
1 (0,65)
1 (0,65)
1 (0,65)
1 (0,65)
Keterangan: Cg= Cacing gelang (Ascaris lumbricoides); Cc = Cacing cambuk (Trichuris trichiura); Ct = Cacing tambang (Ancylostoma duodenale / Necator americanus); Cl= Cacing lain (Enterobius vermicularis)
Dari Tabel 13 di atas, ditemukan sebanyak 45 siswa sampel positif
kecacingan (Soil Transmitted Helminth) atau 29,41% dari 153 sampel. Proporsi
infeksi kecacingan yang paling banyak ditemukan adalah infeksi gabungan cacing
gelang (Ascaris lumbricoides) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) yaitu
sebanyak 14 siswa positif (9,15%). Infeksi cacing cambuk ditemukan sebanyak 12
47
siswa (7,84%) dari 153 siswa yang diperiksa. Infeksi cacing gelang merupakan
ketiga terbesar yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu delapan siswa (5,23%).
Infeksi cacing tambang Ancylostoma duodenale / Necator americanus ditemukan
sebanyak lima siswa positif (3,27%).
Pada penelitian ini ditemukan satu siswa positif infeksi gabungan cacing
gelang dan cacing tambang (0,65%). Infeksi cacing cambuk dan cacing tambang
ditemukan sebanyak satu siswa positif (0,65%). Infeksi cacing lain, yaitu cacing
kremi (Enterobius vermicularis) ditemukan sebanyak satu siswa yang positif.
Infeksi gabungan antara cacing tambang dan cacing kremi ditemukan pada satu
siswa (0,65%). Pada penelitian ini juga ditemukan dua siswa yang terinfeksi dari
tiga jenis cacing. Satu siswa terinfeksi cacing cambuk, cacing tambang, dan
cacing kremi (0,65%). Satu siswa lainnya terinfeksi dengan cacing gelang, cacing
cambuk, dan cacing kremi (0,65%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi kecacingan paling banyak
ditemukan pada siswa SD 12 Banawa. Pada SD tersebut ditemukan 31 siswa
sampel positif (20,26%) infeksi Soil Transmitted Helminth (STH), dari spesies
cacing gelang, cacing tambang, cacing cambuk, dan infeksi gabungan antara
beberapa jenis cacing. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya infeksi cacing
kremi dan infeksi gabungan antara STH dan cacing kremi pada SDN 12 Banawa.
Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi Untuk melihat apakah anak SD yang telah dilakukan TAS, meski hasilnya
positif atau negatif, terdapat fragmen dari B. malayi; maka dilakukan pengambilan
darah jari pada anak-anak SD yang juga menjadi subyek penelitian untuk stool
survey. Spesimen yang diperiksa menggunakan metode polymerase Chain
Reaction (PCR).
48
Tabel 14 di bawah ini menggambarkan hasil pemeriksaan Gen Bm.
Tabel 14. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten
Donggala tahun 2017
No SD/MI Hasil
Positif Negatif
1 SDN 28 Dampelas 0 10
2 SDN 24 Banawa 0 10
Jumlah 0 20
Dari Tabel 14 menunjukkan bahwa 10 siswa dari SDN 28 Dampelas dan
10 siswa SDN 24 Banawa tidak ditemukan fragmen dari B. malayi.
Gambaran Hasil Survei Vektor
Pelaksanaan penangkapan vektor dilakukan selama dua malam berturut-
turut, selama dua kali penangkapan dengan rentang waktu satu bulan di tempat
yang sama dengan tempat penangkapan pertama. Pada tabel bawah ini
menunjukkan hasil penangkapan vektor ‘terduga’ filariasis
Tabel 15. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode
Penangkapan di Kabupaten Donggala Tahun 2017
Kel/Desa Jenis Vektor Jumlah (nyamuk) Keterangan
Kel. Kabonga Kecil
Mansonia 1 Ma. Uniformis (1 nyamuk) Culex 831 Cx. quinquefasciatus (814 nyamuk) Aedes 74 Ae. aegypti (69 nyamuk) Armigeres 2 Ar. subalbatus (2 nyamuk)
Desa Sabang
Mansonia 69 Ma. diver (64 nyamuk) Culex 1.965 Cx. vishnui (1.444 nyamuk) Anopheles 27 An. barbirostris (25 nyamuk) Aedes 9 Ae. albopictus (6 nyamuk) Armigeres 7 Ar. subalbatus (5 nyamuk) Uranotaenia 2 Ur. lateralis (1 nyamuk), Ur.
rampae (1 nyamuk) Coquilettidia 1 Cq. crassipes (1 nyamuk) Aedomyia 1 Ad. catastica (1 nyamuk)
Total 2.989
49
Dari Tabel 15 tampak bahwa total nyamuk yang tertangkap yaitu 2.989
nyamuk, yang paling banyak tertangkap adalah dari genus Culex. Spesies yang
dominan tertangkap di kelurahan Kabonga Kecil adalah Cx. quinquefasciatus,
sedangkan di Desa Sabang adalah Cx. vishnui. Selama periode penangkapan di
kelurahan Kabonga Kecil ditemukan empat genus yaitu: Aedes, Culex,
Armigeres, dan Mansonia. Genus nyamuk yang tertangkap di desa Sabang lebih
bervariasi, ditemukan delapan genus yaitu: Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex,
Mansonia, Aedomyia, Uranotaenia, dan Coquillettidia.
Tabel 16 di bawah ini, menggambarkan hasil pemeriksaan PCR pada
nyamuk yang tertangkap. Dari seluruh nyamuk yang tertangkap (2.989 ekor) tidak
yang mengandung larva filariasis.
Tabel 16. Hasil Pemeriksaan PCR pada nyamuk yang Tertangkap Kabupaten
Donggala Tahun 2017
No Jenis Nyamuk
Hasil Pemeriksaan
Larva-1 Larva-2 Larva-3
(infektif)
Tidak
Mengandung
Larva Filariasis
1 Mansonia 0 0 0 70
2 Culex 0 0 0 2.796
3 Anopheles 0 0 0 27
4 Aedes 0 0 0 83
5 Armigeres 0 0 0 9
6 Uranotaenia 0 0 0 2
7 Coquilettidia 0 0 0 1
8 Aedomyia 0 0 0 1
Total 0 0 0 2.989
Gambaran Hasil Survei Lingkungan Gambar di bawah ini hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat
vektor di Kel. Kabonga Kecil dan Desa Sabang
50
Gambar 6. hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di Kel.
Kabonga Kecil
Kondisi lingkungan di Kel. Kabonga Kecil merupakan daerah pinggir
pantai dan perbukitan. Pengamatan lingkungan dimulai dari rumah penderita
positif TAS-1 di daerah tersebut. (Gambar 6) Tempat perindukan nyamuk yang di
plotting sebanyak 30 titik dari 9 tipe lingkungan habitat, yaitu: genangan air,
kolam, perahu, kaleng bekas, saluran air, penampungan airr, ban bekas batok
kelapa dan sumur. Tempat perindukan nyamuk yang paling banyak ditemukan di
Kelurahan Kabonga kecil yaitu genangan air (36,7%). Distribusi tempat
perindukan dapat diihat pada Tabel 17. Sekitar rumah anak SD penderita positif
TAS-1 (radius 100 m) ditemukan perindukan nyamuk berupa saluran air, batok
kelapa, genangan air yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk
tersangka filariasis.
Tabel 17. Tempat perindukan nyamuk di Kelurahan kabonga Kecil Kabupaten
Donggala tahun 2017
No. Tempat perindukan Jumlah Persentase (%)
1 Genangan air 11 36,7
2 Kolam 3 10,0
3 Perahu 4 13,3
51
Gambar 7. hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di Desa Sabang
Kondisi lingkungan di Desa Sabang hampir sama dengan di Kelurahan Kabonga Kecil yaitu merupakan daerah pinggir pantai dan perbukitan. Pengamatan lingkungan dimulai dari rumah penderita positif TAS-1 di daerah tersebut. Tempat perindukan yang di plotting sebanyak 36 titik dari 12 tipe lingkungan habitat, yaitu: tambak, rawa, mata air, bekas galian tambang, tepi sungai, sawah, genangan air, kolam,lubang galian, lubang pohon, barang bekas, dan saluran air. (Gambar 7) Tempat perindukan nyamuk yang paling banyak ditemukan sama dengan yang ditemukan di Kelurahan kabonga Kecil yaitu genangan air (30,6%). Distribusi tempat perindukan di Desa Sabang dapat dilihat pada tabel 18. Sekitar rumah anak SD penderita positif TAS-1 (radius 100 m) ditemukan perindukan nyamuk berupa saluran air, rawa-rawa, bekas galian tambang yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk tersangka filariasis.
4 Kaleng bekas 1 3,3
5 Saluran air 1 3,3
6 Penampungan Air 2 6,7
7 Ban bekas 5 16,7
8 Batok kelapa 2 6,7
9 Sumur 1 3,3
Jumlah 30 100,0
52
Tabel 18. Tempat perindukan nyamuk di Desa Sabang, Kabupaten Donggala
tahun 2017
Gambaran Hasil Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, lintas sektor,
desa hingga penderita.
LEVEL PROVINSI
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi
P2P, Pengelola Program filariasis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tengah,
matriks hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
No. Tempat perindukan Jumlah Persentase (%)
1 Tambak 3 8,3
2 Rawa 4 11,1
3 Mata air 1 2,8
4 Bekas galian tambang 1 2,8
5 Tepi sungai 4 11,1
6 Sawah 2 5,6
7 Genangan air 11 30,6
8 Kolam 1 2,8
9 Lubang galian 1 2,8
10 Lubang pohon 1 2,8
11 Barang bekas 2 5,6
12 Saluran air 5 13,9
Jumlah 36 100,0
53
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 30 September 2017
Pkl. 16.40Sd 17.15
4. Pewawancara Resmiwaty. S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan dr. Ansyahari Arsyad
6. Jabatan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Hal-hal yang mendukung, mulai dari kotmitmen, harus ada kotmitmen. Itu dukungan moral yang paling utama menurut saya. Kotmitmen. Mulai dari provinsi. Bapak Gubernur termasuk juga jajarannya, Kepala Dinasnya, kemudian kabupaten juga begitu. Sampai di pemerintah desa. Karena pada ujung-ujungnya nanti itu kita melibatkan masyarakat. Nah, itu .Jadi, harus ada komitmen dulu. Selain kotmitmen pendukung lainnya adalah dana. Di Dinas Kesehatan ada juga dana itu. Nanti ini ujung-ujungnya kemasyarakat. Jadi ada proses di situ. Jadi mulai dari pada hitungan di dalam perencanaan, kemudian tadi perencanaan ada dulu regulasinya. Regulasi saya sebut tadi, menurut saya tentu sumber daya manusianya ini harus tahu. Kemudian pendanaan, kemudian sarana dan prasarana lainnya. Itu dukungan karena kita mau ke desa. Menghambat sebenarnya ini, yang saya nilai adalah daerah.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
54
Kendala utama kita karena jauh. Berarti itu hambatan yang paling utama. Siapasih yang nggak mau hidup sehat? Kalau kita kasih tahu begini begitu mau mereka. Cuma itu hambatan utama geografi. Kemudian hambatan kedua yaitu masalah penyakit ini sendiri. Kalau orang yang sakit filaria, dia merasa tidak sakit. Coba tanya orang yang sakit filaria, padahal kita sudah melihatnya begitu siksanya. Kalau komitmen ini tidak ada, gagal nanti kita. Harus kotmitmen. Nah sebabnya dari kotmitmen itulah kita perlu harus memberitahu, harus menyakinkan pemerintah daerah kalau ini salah satu masalah di Sulawesi Tengah. Bahkan bukan hanya di Sulawesi Tengah. Ini di Indonesia. Di Sulawesi Tengah semua yang endemic kasusnya ada, tapi endemic langsung hilang. Jadi perlu kotmitmen mulai dari Bapak Gubernur sampai sarana dan prasarana.
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Sudah jadi program nasional, mulai dari Bapak Presiden mengeluarkan sampai ke bawah. Berarti itu sudah disertai dengan dukungan-dukungan tadi itu, sampe ke bawah.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada, karena diatur oleh satu koridor tertentu. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
55
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimana mengatasinya.
Cuman jumlahnya ini yang agak, kalau SDM pengetahuan saya cukup. Cuma jumlahnya. Dalam hal ini begini. Jumlah maksud saya, di situ untu kitu bias, tapi kali inikan sampai ke daerah-daerah pelosok itu, tidak cukup kalau kita bandingkan itu. Nah, ini halnya di Jawa. Jadi umpama standar kita 10 orang di sini dengan 10 di Jawa tidak sama. Karena daerah di Jawa dengan motor 3 jam selesai. Saya mengangkat juga sumber daya manusia. Kenapa SDM? Ya bermasalah, karna geografinya. Misalnya begini. Kita mengobati, pengobatan missal ini ada tenaga kerja. Ini bagaimana yang di gunung, harus ada juga tenaga yang ke sana. Kalau di Jawakan tinggal kumpul saja. Dalam setengah jam sudah kumpul semua. Kalau di sini nda. Jadi saya bilang jumlah kita di sini dengan di Jawa tidak boleh sama. Itu baru bias. Itu pandangan saya tentang daerah kita. Belum lagi di sebrang, harus pakai perahu, pulau-pulau. Nah, nanti ke Banggai, ke Boul. Nah inikan ada 6 kabupaten ini yang kita harus... Kalau kompetensinya saya tidak ragu. Cuma dari segi jumlah untuk menjangkau.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kepala desa, kader, PKK dilibatkan Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan Cukup. Kalau cukupnya dalam hal ini tentang obatnya ya. Informasi tentang kecukupan
56
eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Kalau yang tidak cukup itu tenaganya. Kalau mau bilang distribusi obat, cukup. Cuma kader-kader, tapi terpenuhi Bu. Walaupun kurang kita maksimalkan. Ke daerah-daerah yang tadi, tidak cukup. Tapi bisa diini, sudah upaya maksimal. Alokasi DAK sebenarnya ada menu, kecuali dana desa untuk operasionalnya ada kepala ADD. Tergantung kepada itu ada menunya juga. Kalau dana program, ada. Tapi dikatakan tadi itu ada menu-menu khusus. Sumber dana dari pusat, dari daerah, Sumber lain ada tapi tidak merata di semua daerah. Donggala ada.
anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Pengelolaan anggaranya tidak ada masalah. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dana alokasi khusus diusulkan oleh kabupaten kota, itu direncanakan dan dipergunakan kabupaten kota. Kalau saya menjawab begitu mungkin kurang, karena aturan sekarang itu provinsi, dan itu bukan di provinsi. Itu untuk program pembinaan untuk alat dan lain-lain. Itu di kabupaten semua. Kalau saran perlu ditingkatkan untuk yang masih bermasalah tadi itu. Pemahaman masyarakat tetap, harus sosialisasinya perlu ditingkatkan. Bukan obat atau apa tadi itu, tapi pengetahuannya masyarakat. Kalau untuk Dinas Kesehatan itu, sudah ada. Itu tidak ada masalah. Yang perlu ditingkatkan itu untuk sosialisasi kepada masyarakat.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
57
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Masih banyak sarana-sarana penunjang. Misalnya laboratotium yang masih perlu ditambah. Jumlahnya. Standar masih kurang, belum memenuhi.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Karena standar kita yang saya sebut tadi itu. Standar kalau di Jawa dengan kita itu mungkin standarnya di sana sudah cukup. Tapi kita di sini bagamaina untuk menjangkau. Jadi standar manusianya, jumlahnya, dalam hal ini kuantitas saya rasa tidak ada masalah untuk SDMnya. Kuantitasnya barang kali perlu. Saran saya mungkin untuk menambah anggaran, penambahan di masing-masing daerah. Kemudian yang kedua itu harus ada penambahan anggaran untuk sosialisasi.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas sektor paling Cuma untuk para pemerintah, pemerintah yang dikasih keputusannya, Camatnya, Kepala Desa.Dinas Agama, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, karena ini menyangkut anak-anak, paling tidak ikut membantu. Lintas program di kesehatan, misalkan sekarang kita terpadu. Yang terpadunya itu terutama di divisi itu, penyakit yang terabaikan.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Sampai toma,toga, karena mereka penentu. LSM.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Sosialisasi Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
58
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 10 September 2017
Pkl. 09.30Sd 11.00
4. Pewawancara Resmiwaty. S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Bapak dr. Amin
6. Jabatan Kepala Bidang P2 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Keberhasilan program ini tergantung 3 faktor: ada dukungan dari pemerintah mulai dari pusat sampai ke bawah, kemudian ketersediaan tenaga oleh instansi Dinas Kesehatan, kemudian peran serta masyarakat. Penghambat: Di cakupan, kadang tidak memenuhi. Kemungkinan peran serta masyarakat. Bisa juga ada penolakan karen efek samping. Atau kabar burung yang beredar. Rekomendasi. Kalau kita mau mengelimanasi tadi itu ya kita percaya dulu. Usulan saya ini sepertinya program ini berubah-ubah. Ketika pertama datang kita tidak mengenal apa yang namanya TAS.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa
Ada dukungan. Karena memang dari pertama ini kita sudah minta komitmen dari DPR, dari Dinas Kesehatan, dari BAPPEDA. Ya mungkin BAPPEDA dengan Dinas Kesehatan in, melambangkan ini eksekutif, DPR ini sudah berpadu untuk
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan,
59
penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
mendukung ini. Tadi membagi peran itu. Apa tadi untuk logistik, untuk penyiapan tenaga, dan untuk operasional. Sebetulnya dipanggil 3 orang ini untuk memastikan. Karena 3 komponen itu sangat dibutuhkan waktu melaksanakan pendistribusian obat. Jadi karena kalau kita lihat pemerintah daerah itu dalam hal ini perannya.
bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturan antar kementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada disharmoni. Kalau sinkron sih sudah. Karena ada juga dari Peraturan Mentri Dalam Negeri itu. Permendagri nomor berapa, saya lupa. Tahun 2015 kemarin itu. Kalau dari kementrian itu kan BELKAGA. Ada namanya mencoba me... Dulu ini kan tidak ada ketentuan. Mau bulan berapa aja, orang silahkan pilih. Silahkan, mau bulan Januari, mau Februari, Maret. Tetapi dengan adanya BELKAGA ini, diharapkan kita semua ini di bulan-bulan yang sama untuk seluruh Indonesia. Dan bulan yang dipilih itu Oktober. BELKAGA.
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jika tidak cukup, bagaimana mengatasinya.
SDM itu kan hanya membagi-bagi obat sebetulnya. Tidakmungkin ini tim-tim yang harusnya mengatasi keresahan warga soal efek samping tadi. Itu tadi dianjurkan ada yang namanya tim ahli pengobatan filariasis. Kemudian ada komite ahli pengobatan filariasis. Melibatkan unsur-unsur ini. yang secara formil harusnya dibentuk, dan di sini larinya kalau ada efek-efek samping itu. Tapi kami selama ini menggunakan fasilitas layanan yang ada. Ada PUSKESMAS, bertanggung jawab dokter di sana dan adarumah sakit. Karena itu tetap menggunakan hirarki itu. Kalau ada apa-apa, kita pertama ke PUSKESMAS dulu. Ada dokter di sana. Kalau ini tidak tertangani, baru naik ke rumah sakit kabupaten yang ada.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
60
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kan modelnya ini kami siap melayani. Tapi kalau yang mau dilayani ini tidak merespon, model kerja sama itu yang kita minta lebih ke arah penggerakan sasaran atau pengerakan massa. Atau paling tidak jangan menyebar opini yang melemahkan program ini. Ya artinya hal-hal negatif barangkali atau yang muncul-muncul di media sosial itu, siapa tahu ada... kalau ini kan nda ada ya. Kalau yang difaksin itu kadang-kadang haram atau apa. Kalau ini sih ada lebih ke arah efek samping ini yang sering dibesar-besarkan bahwa obat ini jatuh, dimakan ayam, ayamnya mati.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasi masyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
APBN. APBD, RTI. Di tahun pertama ini kita ingatkan memang bahwa ini kita hanya bantu tahun pertama. Tahun depan kekuatan daerah sudah. Dan tidak boleh tidak dilakukan ini, karena ini 5 tahun baru dihitung 1 siklus. Selama ini sih tidak masalah kalau tahun kedua dan seterusnya.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tata kelola perencanaan anggaran pusat dan daerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Karena tidak akan saling mengganggu ini kan? Pusat kan? Punya jalur sendiri APBN. ABPD juga punya jalur sendiri. Saya kira tidak ada yang saling. Rumus-rumus keuangan saya kira sama. Dan sudah ditanda tangani oleh pusat, tidak mungkin lagi doubel ditanggung oleh daerah. Biasanya itu kalau ada perbedaan di unit cost, APBN. Membuat tinggi, daerah rendah, atau sebaliknya. Itu yang biasa pusat tanggung. Kita berusaha samakan ini untuk tidak menjadi ada yang tidak puas menggunakan jalur di pembiayaan ini. Saran:Ssaya kira kalau pusat sih kita sudah sependapat ya karena mereka masukkan di Program Prioritas Nasional. Artinya ada masalah dengan anggaran dia akan, ini tidak
Gambaran disharmoni tata kelola perencanaan anggaran pusat dan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
61
akan bergeser. Ya kita harapkan juga daerah seperti itu. Saya kira dengan model itu, kita bisa pakai. Kalau itu diganggu-ganggu pasti, ada kegiatan yang hilang. Dan itu mengancam eliminasi tidak akan tercapai. Waktu kita singkat. 2020. Di teori itu harus eliminasi. Bagaimana kalau tidak ada TAS mungkin benar 2020. Kita mulai tahun lalu, tahun 2020 selesai. Itu tidak boleh gagal. Harussetiap tahun harus bagus.
8. Apakah menu DAK anggaran pusat dan daerah sudah sesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Adanya di Kabupaten. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan eliminasi filariasis (kondisi, kecukupan)
Kalau logistik kan kitapastikan ini ada logistik. Biasanya itu yang sarana-sarana.Kalau dulu sih kita buatkan sampai ke kartu pengobatan. Sekarang kan banyak sudahyang tidak kebagian itu. Diharapkan pemerintah daerah. Kartu pengobatan itu. Standar dalam pembuatan sediaan, saya kira kan mereka tetap ada semacam...kursus singkat itu untuk melakukan pengambilan. Selama ini sih bukan masalah, yang saya tahu. Tapi yang dipersoalkan ini hasil. Rata-rata ini spot cek maupun sentinel, saya tidak pernah dengar ada problem, selalu sudah kecil hasilnya. Kualitas saya kira yang lebih tahu itu orang pusat, apakah ada yang tidak pas selama digunakan.
Informasi standar fasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Karena tidak ada pemeriksaan-pemeriksaan, nda sama seperti penyakit lain ya, yang kadang harus periksa lab. Periksa organ ya, tidak melakukan hal-hal yang seperti itu.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan
62
Kalau ada kasus, tidak akan terlaporkan sebenarnya ini. Apakah benar kita duga ini efek samping, mungkin harus dibuktikan dulu barang kali. Kadarnya dalam darah seperti apa? Kemudian...memang intinya ini, kalau tim ahli pengobatan filariasis ini bekerja, baru sudah mulai akan kelihatan ini. Tapi rata-rata untuk efek samping, susah dilacak efek samping. Karena dia setelah pulang ke rumah, ya siapa yang mau pigi tanya-tanya lagi, kecuali kalau dia pro-aktif melaporkan ini. Harusnya ada rasa baru itu muncul, baru kita bisa menindak lanjuti. Tapi tidak ada anjuran-anjuran bahwa harus periksa ini.Misalnya ini kalau kayak kemarin itu pengobatan-pengobatan program lain, macam TB kemarin itu kan ada lap-lap yang harus kita pantau terus. Kalau ini, tidak serumit itu. Sepertinya sih sederhana ini. Untuk sementara bukan itu problem kami. Problem kami di cakupan karena itu juga perlu jadi standar. Tetapi kalau mereka mengalami jadi alasan itu efek samping, harusnya ini kita telusuri kembali. Bahwa tim ini harus bekerja lebih. Tapi kami minta sebetulnya kalau ada temuan-temuan di pusat itu, saya kira diinikan dengan kami, karena saya pikir pasti sama dengan kondisi yang ada di wilayah kami. Ada keracunan kah? Atau ada efek samping yang, ODnya seperti apa? Supaya kita juga mewaspadai.
rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas sektor itu ya kita lakukan ini, mulai dari sosialisasinya. Kemudian kita harapkan juga penggerakkan massanya itu lintas sektor. Ya sektor swasta ini yang sebetulnya kita harapkan juga ada semacam CSRnya itu. Ada kelebihan-kelebihan sedikit bisa digunakan untuk mem-back up kawan-
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
63
kawan, kalau dianggap kurang. Kalau sosialisasi ini kan seperti tidak ada rumusnya, setiap saat harus tetap dijalankan. Lintas Program: Dari Promkes dengan kesehatan lingkungan. (Sebentar Pak Idham) Jadi...promosi ini yang menyuarakan, memberitahu ke semua pihak bahwa ada yang namanya eliminasi filariasis. Kenapa..., penyakit ini apa..., caranya seperti apa.., harus minum obat sampai 5 tahun. Informasi dari Promkes. Tetapi kalau Kesling kita harapkan dia perbaikan lingkungan, sehingga sarana-sarana...vektor nyamuk itu bisa diminimalisir. Dengan ke arah sana, 2 program ini kita minta. Kemudian dari farmasi kami juga minta kalau memang ada efek samping obat ini, bantu kami menjelaskan yang sesungguhnya ini, karena mereka yang meneliti ini. Keluhan-keluhan efek samping ini yang selalu jadi alasan kawan-kawan dari kabupaten kalau kami cari tahu kenapa ini cakupannya seperti ini. Hanya, ada minum, terus mual-mual, terus pusing-pusing. Ya... kami anggap itu efek samping. Apakah itu efek samping beneran atau psikologis saja ya kita minta itu dijelaskan dari kawan-kawan dari farmasi. Ya seperti itu lintas program kita.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Utamanya ini penggerakan masyarakat. Kalau hanya kesehatan pasti tidak mampu. Jadi instansi yang berkaitan dengan itu, misalnya: BPMD, kamudian... jadi kami sebelum sosialisasi itu sudah menyurat ke sana, bahwa libatkan instansi terkait yang bisa membantu kita untuk menggerakkan massa. Dari PKK ada, kemudian...ada juga dari sekolah-sekolah. Kita mengingatkan kepada guru-guru untuk membantu sosialisasi
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non Pertemuan-pertemuan di sana ini. Jadi formilnya seperti Informasi tentang bentuk kerjasama
64
kesehatan dalam eliminasi filariasis itu.Kita ini, nanti kita minta mereka melanjutkan secara berjenjang. Jadi kalau kami sudah bikin kabupaten, kita harap kabupaten juga melanjutkan ini di tingkat kecamatan. PUSKESMAS juga bikin sendiri untuk wilayah kerjanya nanti. Sehingga kita menghadirkan Kepala Desa, jadi penguasa-penguasa wilayah juga kita libatkan itu. Termasuk pemilihan kader kami minta itu kepala desa yang menentukan, siapa yang bisa menjadi kader, karena kami tidak kenal siapa masyarakatnya ya di sana. Nanti kalau untuk melatih, baru kami yang turun. Jadi kalau di sana itu PUSKESMAS kami berikan otoritas untuk pelatihan kader itu.
dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 29 Agustus 2017
Pkl. 10.00Sd 10.30
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Ibu Andi Cerra Fanti
6. Jabatan Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam Ada beberapa kendala.Terutamakan pada saat saya masuk itu awalnya, saya harus melihat cakupan POPM yang tahun
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi
65
eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
lalu.Ada beberapa daerah yang cakupannya itu tidak mencapai target yang sudah ditentukan. Itu sekitar 85 untuk sasaran dan 65 untuk populasi utuh. Kesulitan pertama itu komitmen daerah sebenarnya. Komitmen daerah kabupaten-kota. Walaupun dia sudah dicanangkan oleh Bupatinya, tapi kadang komitmen daerah itu tidak sampai kepadakan ini maunya langsung ke masyarakat. Dukungan: Kalau Pak Camatnya care, itu malah hamper sampai 90 beberapa tempat, karena kita tidak bisa mengeneralisasi 90 malah kita ditunggu-tunggu untuk dating minumobat. Saran: boleh nda batas minum obatnya itu dipanjangin? Kemarinkan sampai, akhirnya sampai Januari juga masih mencari itu, kami masih kasih perjalanan untuk dikasih di Oktober. Tapi hanya itu sih itu hanya satu kabupaten. Apakah itu memungkinkan seperti itu? Itu saran saya. Karena kan kita harusnya bulan dia efektifkan bulan Oktober.
yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Bupati, Walikota, terlibat juga disini. Terutama kalau pas pencanagan. Kemarin malah. Pak Bupatinya sendiri yang pergihadir. Kalau Walikota nda ada, kadang. Kalau dukungannya kita harapkan kehadirannya itu sudah dalam bentuk dukungan. Tapi kalau dukungan itu tadi, ada beberapa kabupaten yang sudah menyiapkan dana,tapi walaupun dana untuk petugasnya kan terbatas, petugasnya untuk memonitoring itu POPM.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat
Peraturan daerah belum ada. Hanya semacam Surat Keputusan saja. SK, untu kpelaksanaan eliminasi. Tapi tidak menghambat.
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
66
kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Jumlahnya saja kurang, apalagi jenisnya. Jadi kami mengoptimalkan apa yang ada. Tentu kita juga tidak bisa pasrah dengan begitu. Jadi mengoptimalkan. Jadi kalau ada misalnya ada perawat honor di situ, di PUSKESMAS. Ada yang mengabdi,itu kami push untuk ikut memenuhi jumlah kader. Jadi dioptimalkan karena sangat susah untuk merekrut orang baru kan...
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Makanya untuk kader juga kan, kader yang kita gunakan itu biasanya dia merangkap sebagai kader POSYANDU. Jadi kita tidak membentuk kader baru, tapi kader yang sudah ada di desa. Biasanya kita minta kader kesehatan yang sudah ada. Apakah terserah dia di POSYANDU atau tidak. Supaya agak lebih memudahkan menemui masyarakat. Iya.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Tidak cukup tapi merasa sudah terbantukan. Walaupun sebenarnya kebutuhan kader kayak dalam satu desa itu harus lima. Tapi karena ada efisiensi, jumlah kadernya harus dikurangi. Apalagi untuk tahun ini, ada pengurangan jumlah kader.Sumber anggaran APBN. APBD juga ada. NGO tidak ada.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusa
67
dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
t dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Boleh saya usul. Kalau DAK ini masukkanlah. Karena sekarang kandanade konsentrasi juga sudah mulai sangat terbatas. Jadi minta tolong, terutama BHP, Bahan Habis Pakai-nya program P2 ini bias dimasukan di dalam jukdikdas. Dan dibunyikan, dengan jelas. Misalnya kalau filariasi situkan pakai kala uuntuk SDJ harus pakai micro pipet. Biasanya kita kan dapatnya cumin RDTnya saja, micro pipetnya tidak dapat. Biasa itu jadi kendala. Jadi tulislah di DAK itu bias untuk beli micro pipet untuk filariasis, untuk SDJ filariasis.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Terbatas saja mungkin. Filariasis in apalagi pada saat POPM itu biasanya kita harus turun langsung. Filariasis ini selalu pinjam kendaran saudaranya. Tapi sudahlah, yang penting untu koperasional POPMnya sudah ada, terutama untuk kader. Pengadaan komputer. Pak Hamdi itu dia pakai milik sendiri.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Pengadaan komputer dan alat penunjang lainnya. Tambahan dana untuk Kader.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala
Lintas Sektor:PKK, ada BPMPD, Badan Pemberdayaan Masyarakat. Terus Pak Camat, Ibu Camat.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan
68
yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Program: Di P2 tentu kita saling mengingatkan, apalagi kami ada sisto di sini. Jadi kerjasamanya, tapi juga kemarin kami sudah mencoba untuk lintas program dengan Kesehatan Ibu Dan Anak. KIA. Kesehatan Ibu dan Anak, untuk bias mencapai sasaran lebih banyak lagi.
lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Kalau untuk filariasis, terutama untuk POPM itu kader.Iya. Makanya bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat, kader, karena kaderlah yang membantu kami dilapangan.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Ada sosialisasi di kecamatan. Terus di PUSKESMAS ini saya bilang pusat punya peran yang sangat besar. Jadi seperti POPM sendiri itu, ada disediakan transport untuk kader.Untuk transport. POPM.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 29 Agustus 2017
Pkl. 10.45Sd 11.15
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Pak Hamdi
6. Jabatan Pemegang Program Filariasis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan Pendukung ada dari sosialisai dan pelaksanaannya. Jadi Informasi tentang translasi
69
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
setiap tahun mengadakan sosialisasi supaya pihak Pemda sendiri bias menjemput bola. Bisa menjemput apa kegiatan kita laksanakan ini mereka mengerti, sehingga ada juga dukungan dana dari Pemda sendiri. Dukungan dana dari pusatpun ada. Penghambat: ketika survey darah jari, kita laksanakan pada malam hari dan mengumpulkan masyarakat itu sangat susah. Karena masyarakat dari lading lalu istirahat. Kita ganggu untuk menyuruh datang. Kadang kita sudah door to door, disitu dengan melibatkan petugas kabupaten maupun di PUSKESMAS, karena mereka lebih dipercakan disitu sebagai tenaga kesehatan.
kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Ada dukungan dana dari Pemda. Tingkat kabupaten ada, bahkan dari provinsi juga ada terlibat di POPM.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
70
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
SDM cukup, kompetensinya sudah bagus. Namun ada kendala biasa pengelola yang sudah dilatih dilantik menjadi esalon 4 dari fungsional menjadi struktural. Sehingga begitu mau dilakukan pelaksanaan seperti survey, saya harus on thejob, training lagi mereka. Tapi saya kasih harapan orang kabupaten, tolong juga pelatihan tingkat PUSKESMAS. Itupun ada kabupaten pernah melaksanakan.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kita gunakan kader membawai 20 sampai 30 KK di pedoman seperti itu. Ada POS untuk minum obat. PMO. Disitu disarankan kepada masyarakat untuk minum obat. Kepada masyarakat sasaran. Dia harus minum di tempat. Toma, toga terlibat pada saat POPM.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Setahu saya cukup. Asal ada pendanaan karena kemarin kabupaten Buol, pengobatan kedua, saya tidak tahu ada pemangkasan atau tidak, sehingga mereka mengharapkan dana BOK, maka cakupannya kemarin agak rendah. Tapi saya pacuh bagaimana cara agar cakupannya cukup. Karena masih ada sebagian kader belum dibayarkan. Tapi Alhamdulillah 2017 ini semua dari yang 13 kabupaten ada 9 yang endemis 6 yang akan melaksanakan pengobatan itu semua dapat dana. Sumber anggaran: APBN, APBD.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
71
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Sudah cukup. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Keterbatasan ketersediaan alat belum memenuhi standar WHO.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Seperti saya mau melakukan survey evaluasi. Kalau saya menggunakan alat standar dari WHO alatnya semu acanggih. Kalau bisa, orang dari pusat mengadakan 1 unit computer. Karena kendala saya disitu. Karena selama ini saya gunakan komputer saya sendiri. Untuk pengelola filariasis, pengolahan data.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Sektor: Dinas Pendidikan, untuk pelsanaan survey TAS nanti karena sistem basis sekolah yang dipakai SPS 6-7 tahun,karena di Indonesia 75 anak itu sekolah, makanya kita ambil sampel dari anak sekolah jadi keterlibatan dinas pendidikan terlibat disini. Lintas Program: Promkes, dengan surveylens-nya.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Kader, toma dan toga.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
72
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Keterlibatannya di POPM. Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
LEVEL KABUPATEN
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi P2P, Pengelola Program filariasis Dinas Kesehatan
Kabupaten Donggala, matriks hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 28 Agustus 2017
Pkl. 11.00 Sd 11.30
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan H. Muzakir
6. Jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk
Saya kira hambatan yang kami hadapi ini yang pertama itu terkait pengganggaran rutin dari DAU. Sebagamana kita ketahui bahwa ada urutan prioritas Dinas Kesehatan untuk melaksanakan program-program yang strategis. Ini diurus beragam kualitas karena keterbatasan anggaran yang dialokasikan Dinas Kesehatan. Banyaknya program yang kita
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
73
kemkes) lakukan.Kemudian yang kedua,adalah tenaga analis kita ditingkat pengelola PUSKESMAS juga kurang. Ada analis. Dan berikutnya, tenaga pengelola program filariasis itu sendiri di PUSKESMAS masih ada yang belum kita lakukan, katakanlah pelatihan untuk pengelola program filariasis ini. Dukungan anggaran. Saran saya secara berstruktur ini teman-teman yang dari dinas provinsi itu lebih banyak lagi melakukan bimbingan teknik kita di tingkat kabupaten. Karena beberapa kegiatan itu mungkin tidak terlalu intensef dilakukan pembinaan. Tapi bukan tida kya, tapi lebih dioptimalkan. Karena saking banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun daerah, sehingga perlu ada singkronisasi, antara aparatur yang ada di provinsi maupun di daerah. Demikian juga dari hasil kajian dan penelitian, paling tidak kami mendapatkan hasil itu, untuk bahan perencanaan pengambilan keputusan yang ada di tingkat kabupaten. Itu mungkina... saran kami. Kemudian yang beberapa kewenangan-kewenangan yang mungkin secara aturan tidak bisa kami lakukan, itu juga perlu mendapatkan dukungan dari teman-teman di pemerintah maupun provinsi.
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Saya kira tidak ada satu pun program yang tidak didukung. Karna semua terbungkus dalam Visi-misi Bupati Donggala. Minimal Donggala itu menjadi masyarakat yang sehat kedepan.Regulasi yang ada kita sangat-sangat mendukung. Terkait dengan Peraturan Daerah tentang kesehatan daerah. Kemudian pengalokasian dana yang diberikan oleh Pemerintah Daerah itu, kita hamper mencapai 10 .
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau
Kalau Peraturan Pemerintah, ada beberapa PP yang ada, saya tidak hafal persis. Termasuk juga terkait dengan
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes
74
peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
pemberantasan penyakit menular di dalamnya. Lalu peraturan daerah sementara dalam proses Peraturan Daerah tentang kesehatan daerah. Disitu banyak menceritakan tentang kebijakan-kebijaka napa yang dilakukan oleh pemerintah daerah, termasuk didalamnya adalah beberapa sub-program, termasuk filariasis. Kemudian yang kedua terkait dengan kebijakan penggangaran dan ketersedian sarana dan prasarana perbekalan kesehatan lainnya. Tidak akan tumpang-tindih.
dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Secara kuantitas itu cukup, tapi dari segi kualitas khusus untuk penangganaan langsung terhadap program filariasis ini yang perlu kita melaksanakan pendidikan non formal kepada mereka secara berkelanjutan dan rutin.Pegawai kita yang dari PUSKESMAS itu,kita tidak berharap dia berkerja di PUSKESMAS terus menerus selama 5 tahun atau 7 tahun. Bisa ada terjadi perpindahan, apakah itu permintaan sendiri atau dipindahkan. Di sini, dengan demikian masih perlu ada interfensi pendidikan non formal.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kalau itu sudah bahan yang sudah sering digunakan. Apa lagi ketu atim pengerak PKK kita ini, sangat aktif beliau itu turun ke lapangan.Bahkan kecamatan sampai di desa, untuk melaksanakan program-program yang menjadi emban di PKK.Termasuk di dalam itu adalah masalah kesehatan. Juga demikian masalah POSYANDU pelayanaan dasar yang ada disana. Dan bahkan kedepaan ini kami akan merencanakan kader-kader POSPINDO BTN. Nah itu wajib semua desa harus ada.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
75
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Yang selama ini APBD ada, kemudian APBN juga mungkindari iya USAID yang dari luar
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Ini sebenarnya perlu pengaturan dalam hal ini, dari pemerintah pusat. Jadi tata kelola penggangaran itu harusnya profesional. Kalau itu memang menjadi satu program pokok dari pemerintah pusat. Sehingga berbicara tata kelola anggaran ini tidak hanya melihat filariasis, tetapi bagaimana program pemberantasan penyakit menular ini, tidak terpisah dengan pemberantasan penyakit menular. Walaupun disana berpisah Dirjen, walaupun berpisah diri. Tetapikan harusnya terkoneksi baik itu mereka itu di sana. Coba kita lihat model penggaranan yang dari pusat. Antara P2 filariasis dengan program yang lain,itu pasti ada ketimpangan. Menggambarkan menurut saya disana itu mungkin, tidak terkodinir secara optimal. Seharusnya ini dengan menurunkan pola pelaksanaan keuangan mungkin dengan jukdis-jukdisnya terkoneksi. Sehingga kami daerah bisa menindaklanjuti. Kebijakan-kebijakan itu.Bisa saja di dalam berupa penganggaran juga yang ada di tingkat kabupaten.
Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Kalau DAK itukan dia punya menu. Artinya punya menu dan sudah besar. DAK itu boleh dikata, anggaran yang bertuan. Sehingga kita tidak keluar dari menu. Untuk pemberatasan penyakit menular itu,kayanya DAK tidak ada. Itu. Sehingga kami tidak bias masuk ke sana.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
76
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Kalau sarana penunjang seperti Lab itu, tenaga analis, belum semua ada di PUSKESMAS. Kemudian RDT itu waktu filariasis, tidak ada untuk di sini. Semua itu dari pusat. SDJnya juga belum.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Jadi harapannya kalau bisa, kemarin kita kan baru beberapa saja ya. Kita harapkan Dinas ada screening, jadi harapannya ada survey data SDJ pada malam hari itu. Kan beberapa yang kita perhatikan masih ada beberapa kantong yang belum.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Sektor: Pendidikan, BAPPEDA, PU, Sosial, BKKBN, PKK, Dinas Lingkungan itu.Itu yang sering melakuka nkoordinasi. Yang banyak-bayak terkait dengan pemberdayaan masyarakat. Termasuk ini pemberdayaan masyarakat. Lintas Program: Promkes, Kesehatan Lingkungan, Dan Farmasi.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
PKK, Kader. Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Memobilisasi masyarakat. Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
77
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 23 Agustus 2017
Pkl.15.45Sd16.30
4. Pewawancara Resmiwaty. S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Ibu Nur
6. Jabatan Kepala Bidang P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Penghambat tidak ada. Dukungan bagus semua. Dukungan dari pusat anggaran, obat, alat, bagus.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungan dari kecamatan, desa, masyarakat, bagus. Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau
Tidak ada. Saran: Peraturan Bupati bagusnya dibuat, hanya sekarang
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes
78
peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
kalau kita buat Perbup waktunya lama. Mungkin seandainya mulai dari awal, pada saat POPM itu kita buat Perbup itu sangat bagus. Atau paling tidak nantinya mungkin dari kepala dinas untuk SK, Surat Keputusan Kepala Dinas untuk ke PUSKESMAS.
dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Dari segi jumlah minim. Kompetensi: masih banyak yang belum dilatih. Dan itu memang ketersediaa ntenaga di PUSKESMAS sampai rangkap-rangkap berapa itu program. Jadi memang tidak efektif, nda maksimal. Hanya Karena kemauan bekerja, makanya pekerjaan bias terselesaikan. Walaupun sebenarnya masih tidak secara maksimal. Mengatasinya menggunakan tenaga honorer.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Penyampaian dalam kegiatan Posyandu, melibatkan kader, PKK,memanggil masyarakat di masjid-masjid oleh Toga.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Sumber anggaran: APBN, APBD, USAID (RTI). Anggaran kita sesuaikan dengan alokasi kegiatan.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
79
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Ada dana DAK. Ada dana DAK fisik, non-fisik. Tapi untuk eliminasi filarial belum ada.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Belum cukup. Ada yang rusak ada yang masih baik. Masih perlu dikalibrasi setiap tahun. Ada yang tidak dikalibrasi karena kurang anggaran. Untuk pemeriksaan Lab analis dengan sarananya belum ada.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Peralatan dan tenaga kurang akhirnya pasien harus dirujuk ke Puskesmas terdeka. Saran: Semua masih dalam upaya pengadaan. Hanya kalau RDT untuk kegiatan pemeriksaan filariasis itu. Jika memungkinkan kita sarankan, bagi daerah yang tidak termasuk random, pemeriksaan,sebaiknya kita lakukan pemeriksaan. Karena ini untuk melakukan, meneka jumlah.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang
Lintas Sektor: Dikjar, BLHD, Sekolah-sekolah, BAPPEDA, PKK. Lintas Program: Promkes, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Pelayanan Kesehatan.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan
80
diinginkan? rekomendasi penyelesaiannya. 12. Apakah dinas kesehatan melakukan
kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
PKK, Sekolah-sekolah, Tokoh masyarakat, Tokoh agama, Kader.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Toma, Toga untuk penggerakan masyarakat, monilisasi massa. Kader untuk POPM, Pendataan.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 23 Agustus 2017
Pkl. 10.00Sd 10.45
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos.,M.Hum. dantim
5. Informan Pak Sukardi
6. Jabatan Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Penghambat di lapangan: Kesadaran dalam minum obat. Diharapkan minum obat di depannya kita, ada juga yang dibawa pulang karena alasan belum makan. Ada juga yang menolak, tidak mau minum obat dengan alasan efek sampingnya seperti pusing, mual, muntah. Pendukung: Dalam megumpulkan massa, cepat. Karena melibatkan POSYANDU, PUSKESMAS, PUSTU. Melibatkan
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
81
Camat, Lurah, Kepala Desa. Toma dan toga. Saran: Masyarakat yang belum menjadi sasaran supaya di-screening. Disiapkan alat-alatnya.
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungan mereka sangat bagus. Kita bersurat ke stakeholder tembusan ke Lurah, Camat, Kepala Desa. Pada saat munum obat mereka datang untuk memotivasi warga. Mereka minum obat di depan warga agar mereka yakin bahwa obat ini aman.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Ada buku panduan tapi tidak ada gap dengan peraturan kementrian. Saran: Sebaiknya ada Perda. Tapi menyusun Perda ini lama dan tidak bisa khusus ke filariasis karena terlalu banyak penyakit.
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Jumlah tenaga masih kurang. Keahlianmasih kurang. Meskipun tenaga yang ada seperti SKM, perawat, dan lain-lain. Peningkatan tetap masih perlu pelatihan dan refreshing karena ilmu berkembang terus. Komitmen bagus karena mereka terlibat di semua kegiatan dari awal sampai kegiatan terakhir.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan,
POSYANDU ada kader dilibatkan, dihonor melalui dana desa. PKK membantu mensosialisasikan POPM di kegiatan POSYANDU. PoSYANDU menyentuh masyarakat yang
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis
82
PKK, perangkat desa, dll lokasinya jauh. Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Sumber anggaran BAPPEDA, APBD, RTI. Anggaran bagus. Selama diusulkan selalu diikutkan pertemuan dengan BAPPEDA dan diberi kebijakan.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dana DAK atau DAU tidak ada khusus untuk filariasis. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Sekarang ini sudah mulai dipenuhi. Kita punya PUSKESMAS induk, PUSKESMAS pendukung. Ada Pustu, POLINDES, POSYANDU. Baru separuh yang terakreditasi.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
83
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Semua lintas sektor hadir untuk kegiatan filariasis. BLHD, Pendidikan/Dikjar, BAPPEDA.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK. Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Memanggil masyarakat di masjid. PKK mengajak ibu-ibu dalam kegiatan POSYANDU, POSPIN.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 23 Agustus 2017
Pkl.09.30 Sd10.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos.,M.Hum dan tim.
5. Informan Ibu Mila
6. Jabatan Pemegang program filariasis
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
84
1. Bagaimana translasi kebijakan pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Laporan keuangannya lambat karena lambatnya dari PUSKESMAS. Karena daerah terpencilkan jadi susah. Kadernya susah juga mengirim laporannya. Lintas sektornya, kepala desa, camat. Kita biasa kampanyekan, biasa...mmm...mengumumkan di mesjid. Saran kayaknya tidak ada.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungannya mereka dalam bentuk partisipasi dalam penyampaian program filariasis inikan. Ikut serta dalam kegiatan.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Kalau SDMnya sih kurang memadaikan, karena itu yang daerah-daerah terpincil itu biasakan dananya tidak terselesaikan. Kalau pembagian obat itu kan, itu mengalami hambatan karena kurangnya kader. Karena di setiap desa.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
85
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Masyarakat umum kan sudah dia masuk dari kader.Kalau masyarakat desa, paling kadesnya. Masyarakat sekedar diberikan obat saja.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Kalau kemarin sih anggarannya itu saya merasa kurang cukup. Merekakan menambahkan kader-kader filariasis kan biasanya ditambah. Jadi untuk uang kader yang memang khusus untuk kader filariasis, dibagikan lagi ke kader yang bukan kader filariasis. Kalau di APBD sih ya kurang. Ya survey kayak yang turun ikut perjalanan itu ikut, pembagian obat.Bantuan dana dari RTI.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Saran anggaran mungkin perlu ditambah 30 .
Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Informasi tentang ini, tidak sampai ke Pemegang Program. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilaria
Peralatan kesehatannya masih kurang. Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah
86
sis (kondisi, kecukupan) dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Kalau obat cukup. Kemarin itu obatny aada 3 macam: paracetamol. Kemarin harusnya setiap yang minum obat harus antibiotic satu. Kemarin tidak dibagikan karena kekurangan itu.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas sektor: Camat, kepala desa. Lintas Program: Promkes, Kesling.Saran: Kerja sama dengan lintas program perlu diperlancar.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Masyarakat umumkan sudah dia masuk dari kaderitu. Guru juga terlibat.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Kader: Ikut membagikan obat. Guru: Melibatkan murid-muridnya.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
LEVEL LINTAS SEKTOR
Informan terdiri dari Bappeda provinsi Sulawesi Tengah dan Bappeda Kabupaten Donggala, BLHD, PKK dan Dinas
Pendidikan matriks hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
87
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 22 Agustus 2017
Pkl.10.30 Sd 11.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum.
5. Informan Ibu Elwiyah
6. Jabatan Kepala Sub-Bidang Sosial-Budaya BAPPEDA Provinsi
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Apakaheliminasifilariasismenjadiprior
itas program di daerahini? Jikaya, mengapa? Jikatidak, apasebabnya? Apa yang menjadiprioritas di daerahini?
Saya kira jadi prioritas yang utama karena filariasis itu memang kita lagi hehe...genjot-genjotnya ini sisto... Karena itu memang termuat di RPJMD kita penyakit menular dan tidak menular ada programnya.
Informasitentangprioritas program di Bappeda
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Koordinasinya paling ada...tapi kalau dukungan soal anggaran, justru anggaran dari sana turun ke daerah Kalau saya pikir tidak ada hambatan dari... ini... kita kan selalu berpikir bagaimana supaya masyarakat kita sehat semua. Saya kira kedepan itu bagaimana supaya koordinasinya kami dari BAPPEDA bagaimana mengkoordinasikan antara bidang kesehatan, Dinas Kesehatan dengan BAPPEDA dan SKPD terkait.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di
Tidak ada... kitakan masih pakai undang-undang kesehatan
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
88
daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria.
Kalau itu barangkali ibu tanyakan ke Dinas Kesehatan kan mereka langsung pengobatannya yang apanya semua sih. Ada penyuluhan-penyuluhan sebelum pengobatankan... Ada penyuluhan supaya masyarakat lain tida kterkena. Saya kira ini juga bagus ini...di Promkes dari sisi pemberdayannyakan. Perilaku hidup bersih sehat masyarakat
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
5. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
kalau kita BAPPEDA...semua bidang kesehatan yang terkait dengan bidang kesehatan dikoordinasikan. Jadi tidak fokus spesifik. Glondongan bilang ini khusus sisto, a’a’...pada saat diminta Pak Gub umpamanya minta ee..segera rapat terkait sisto, segera rapat terkait rapat bidang kesehatan AKI AKB, kami rapat karena kami memang menganggarkan tapi tidak ditentukan bilang ini khusus filariasis. Tapi...kalau di SKPD terkait itu memang ada penanggung jawab khusus penyakit menular tidak menular. tidak sampai. 1 saja barangkali tidak sampai hehehe...tapi kan dipenuhi ke SKPD teknisnya. Jadi mereka fokusnya ke situ.APBD. ada dari BAPPENAS itu terkait prioritas kesehatan
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filariasis
89
6. Jelaskan disharmoni
tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala ? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Saya kira kalau kita di BAPPEDA tidak ada masalah karenakan memang kunci kami Iya....perlu sih dukungan anggaran dari pusat untuk eliminasi...filariasis...
Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
7. Apakah menu DAK sudahsesuaidengankebutuhandaerah? Jelaskan disharmoni kesesuaian menu DAKdengananggaranpusat dandaerah? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Kalau DAK untuk di kita tidak ada. Tapi menu DAK itu khusus untuk rumah sakit. Adanya di rumah sakit. Saya kira selama ini sesuai dengan usulan-usulaneee... rumah sakit. Sudah dipenuhi.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
8. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Itu Dinas Kesehatan
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
9. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Iya saya kira masih perlu sarana, pra-sarana, alat-alat juga kan. Alat-alat kesehatan.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
10. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang
SKPD terkait dilibatkan Kalau lintas program itu PMD, Pemberdayaan Perempuan, itu ada. Terkait dengan bidang kesehatan. Di Pemberdayaan Perempuan itukan kesehatan dasar yang digenjot di sana.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi
90
diinginkan? Anak, ibu dan anak, reproduksi penyelesaiannya. 11. Apakah dinas kesehatan melakukan
kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Kalau dari non-kesehatan, saya piker kalau kita di sini...PU, Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
12. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Kaitan dengan jalankan akses untuk penyebaran bagaimana supaya kita bias melihat semua daerah untuk, saya kira jalan yang paling utama. Kita lihat sekarang daerah-daerah hamper semua sudah diperbaiki
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 23 Agustus 2017
Pkl.13.00Sd 14.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum.
5. Informan Ibu Kus
6. Jabatan Kepala Sub-Bidang Sosial-Budaya BAPPEDA Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Apakaheliminasifilariasismenjadiprior
itas program di daerahini? Jikaya, mengapa? Jikatidak, apasebabnya? Apa yang menjadiprioritas di daerahini?
Untuk prioritas itu kita mengacu di 9 prioritas daerah. Salah satunya kesehatan. Yang pertama memang sesuai visi, misi bupati. Bupati ini memang konsen dia di desa. Disambungkan dengan program Jokowi membangun dari desa. Jadi itu memang pertama yang dibenahi itu pemerintahan desa dengan permasalahannya di bawah. Kemudian SDM itu
Informasitentangprioritas program di Bappeda
91
adalah pendidikan dasar dan kesehatan dasar dan rujukan. Itu prioritas ketiga. Kesehatan masuk di prioritas ketiga. Saya kira kalau memang di Jamkesda itu. Saya kira itu masuk kan dia tidak pilih-pilih penyakit. Yang penting tidak ada jaminan dari BPJS, dia sakit. Kita jamin. Bahkan kita itu yang menjadi kesembuhan Dinas Kesehatan adalah bagaimana membiayai ketika orang berobat lanjut. Tim pendampingnya. Yang kalau di Jamkesmas itu tidak ditanggung. Di BPJS tidak ditanggung. Itu kendala sebenarnya. Ketika ingin memperbaiki pelayanan kesehatan, pendampingnya orang miskin. Kita daerah, pendamping-pendamping ini kita biayai transportasinya, jaminan hidupnya. Sama juga apa ini, gizi buruk. Gizi buruk ini kalau ada kejadian. Biasa yang siap direhab anak-anak ini. Kalau tidak, pulang mereka. Jadi tidak tuntas pengobatan. Jadi itu juga, dibiayai juga. Konsennya kita di situ. Kalau kemarin 2011 sampai2016. BAPPEDA juga yang pengobatan, pemberian obat massal.
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungan dalam APBD. Teralokasi di APBD. Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa
Tidak ada. Peraturan Bupati belum. Hanya peraturan dari pusat.
Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
92
yang diinginkan? ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria.
Tokoh-tokoh masyarakat, Camat, PKK ujung tombak karena dia punya kader. PKK..kecamatan, mesjid, tokoh agama, tokohmasyarakat. Kadang-kadangjugainikalau di program-program desa. Gitu-gitujuga di bahas, disampaikan. Majelistaklim.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
5. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
kalau kita BAPPEDA...semua bidang kesehatan yang terkait dengan bidang kesehatan dikoordinasikan. Jadi tidak fokus spesifik. Glondongan bilang ini khusus sisto, a’a’...pada saat diminta Pak Gub umpamanya minta ee..segera rapat terkait sisto, segera rapat terkait rapat bidang kesehatan AKI AKB, kami rapat karena kami memang menganggarkan tapi tidak ditentukan bilang ini khusus filariasis. Tapi...kalau di SKPD terkait itu memang ada penanggung jawab khusus penyakit menular tidak menular. tidak sampai. 1 saja barangkali tidak sampai hehehe...tapi kan dipenuhi ke SKPD teknisnya. Jadi mereka fokusnya ke situ.APBD. ada dari BAPPENAS itu terkait prioritas kesehatan
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filariasis
6. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala ? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada disharmoni. Ada dukungan dana dan informasi dari pusat. Dana diberikan secara gelondongan.Ada juga dukungan anggaran dari daerah. Menggerakkan semua tingka tpemerintah desa, kecamatan.
Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
93
7. Apakah menu DAK sudahsesuaidengankebutuhandaerah? Jelaskan disharmoni kesesuaian menu DAKdengananggaranpusat dandaerah? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Kalau DAK diakann dan yebut kegiatan program. DAK bicara fisik, non-fisik, tapi non-fisik itu banyak.
Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
8. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Dinas Kesehatan lebih tahu Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
9. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Dinas Kesehatan lebih tahu Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
10. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas sektor: Kominfo, pemutaran film, gambar-gambar. Cerita-cerita, liflet. PKK dengan kecamatan, dengan desa. Yang jelas desa yang terdampak itu jelas diberi peran action itu. SKPD.BPMPD, Anak sekolah, BLHD dengan Lingkungan tempat vektornya. Lintas program:Kesling, Promkes, ada semua.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
11. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Desa-desa. Kepala desa, PKK. Itu kalau lomba desa kan. Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
94
12. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Cuma pameran, masyarakat yang diundang itu. Tokoh masyarakat, sosialisasi. Kadang-kadang itu ibu-ibu, kalau PKK memang dia lebih banyak tapi kadang bapaknya ikut juga. Itu diberikan pemahaman macam-macam tentang kesehatan.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 23 Agustus 2017
Pkl. 11.00 Sd 11.30
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos.,M.Hum. dan tim.
5. Informan Ibu Rosmawati
6. Jabatan Dikjar (Kepala Sub-Bidang Sosial-Budaya) Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN BAHAN DISKUSI HASIL YANG DIHARAPKAN ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran sekolah, guru, UKS dll
“Tidak Merokok” disosialisasikan ke sekolah-sekolah melalui UKS. Guru Olah Raga dan Guru Bombingan Konselingdiberi tugas sesuai tugasnya. Organisasi siswa. Kalau SMP, OSIS. Mereka sering melakukan lomba kebersihan ruang, kebersihan lingkungan.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
95
2. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor (dinkes) dan lintas program (seluruhsekolah)? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Menjaga kesehatan lingkungan sekolah itu, antara guru, kepala sekolah bekerjasama dengan komite sekolah. Ada sekolah-sekolah tertentu menjadi target. Seperti SD dengan SMP.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
3. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Ada kerja sama tetapi khusus filariasis belum ada. Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
4. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Ada kerja sama tetapi khusus filariasis belum ada. Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESITENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl.28 Agustus 2017
Pkl. 14.45 Sd 15.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum.
5. Informan Ibu Indotang Lasman Kassa
6. Jabatan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
96
1. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Kalau sekarang inikan kita terlibat masalah pembinaan. Pembinaan kita yang lakukan saat ini di.. baik mulai dari tingkat desa sampai di tingkat kecamatan. Jadi pembinaan maksudnya, kita turunkan kita punya pengurus-pengurus yang ada di kabupaten-kabupaten. Pengurus PKK kabupaten untuk melakukan pembinaan-pembinaan langsung kepada terutama dulu ketua tim penggerak PKKnya dulu kita temui, kemudian ketua tim penggerakan PKKnya yang menjembantani kita dengan masyarakat yang ada di pedesaan yang dia dipimpin.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
2. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Di PKK ada Pokja-pokja. POPM kemarin bukan cumin petugas kesehatan yang turun pembagian obat. Semua PKK dilibatkan. Peyuluhan-penyuluhan, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, untuk turun ke desa-desa menfasilitasi, mensosialisasikan kepada masyarakat, tentang penyakit ini. Kemudian bekerjasama juga untuk bagaimana masyarakat bias meminum obat bersama-sama. SKPD biasa juga dilibatkan.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
3. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Biasa kumpul di Balai Desa, POSYANDU, Kantor Desa untuk membantu sosialisasi. Membagikan obat kerja sama dengan Kader.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
LEVEL PUSKESMAS
Infoman terdiri dari kepala puskesmas, dokter, analis dan pengelola program filariasis di Puskesmas Donggala dan Sabang,
matriks hasil wawancara sebagai berikut:
97
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 28 Agustus 2017
Pkl. 12.00Sd 12.30
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Dr. Rizal
6. Jabatan Kepala Puskesmas Kabupten Donggala
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Penghambat: yang berarti nda ada sebenarnya. Hanya kalau sisi-sisi normatifnya kegiatan semacam ini,sebenarnya jujur kami katakana ada beberapa keluhan. Hanya tidak etis kalau kami bahasakan. Karena kitakan tidak mungkin bekerja kalau hanya untuk uang. Cuman persoalan sekarang, kalau bicara masalah yang berarti nda. Kalau kendala, nda. Cuman memang ada keluhan karena system badgetingnya. Saya juga kebingungan, kog penggangaran terlalu rendah. Pendukung: lintas sektoral sangat mendukung. Lintas program sangat mendukung. Karena bagaimana pun untuk kepentingan masyarakat umum, pasti kami saling mendukung. Baik dari sisi SDMnya maupun dari sisi finansialnya. Karena dibuktikan dengan suksesnya kegiatan ini. Saran: Kalau bisa unit cost untuk tenaga yang turun ini, dinaikkan. Melihat bahwa mereka bekerja harus disamakan dengan lembur. Lembur kan kalau standar biaya umum itu
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
98
beda, itu aja sebenarnya. 2. Bagaimana dukunganpemerintah
daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Sangat mendukung. Kalau untuk filaria, mereka sangat mendukung. Mulai dari Bupati, Camat, sampai Kepala Desa, Lurah, sangat mendukung. Tokoh masyarakat juga sangat mendukung. Karena yang memobilisasi masyarakatkan rata-rata pemerintahan desa.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
PERTANYAAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Dari segi kompetensi dan dari segi jumlah cukup. Jadi kualitas, kuantitas, dia cukup.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Selama ini jalan, normative sifatnya karena rutin. Setiap bulan kita laksanakan. Hanya kendalanya 1 aja.A... tidak semua POS itu tidak memenuhi standar kecukupan ketenagaan kader.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
99
PERTANYAAN HASIL YANG DIHARAPKAN 6. Bagaimana anggaran pelaksanaan
eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
APBN, APBD. JKN. LSM (PERTAMINA). Ada beberapa kegiatan yang didanai dari dana desa tapi kelurahan tidak punya dana. Tapi kami hati-hati juga dalam pengalokasiannya harussesuai aturan karena bahaya kalau diaudit. Misalnya bantuan transportasi kader tidak bisa diberikan karena tidak ada dalam aturan.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Saran: Dana APBN dan APBD perlu diupgrade. Sesuaikan dengan tempat tinggal. Bukan tempat bekerja. Untuk Kader juga ditambah.
Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada masalah. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
PERTANYAAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Logistik sangat memadai. Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Sarana sebenarnya kalau logistic sudah cukup. Kalau transportasi lebih berbicara dengan itu transport petugas. Sudah itu yang kita dapatkan.Sudah include itu dengan uang makannya, uang transportnya.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
100
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Kan biasanya pengelola filariasis, pengelola laboratorium, inikan harus terlibat semua. Petugas desa. Jadi biasanya sebelum turun, kita lakukan koordinasi dulu bersama-sama dengan dinas, lintas sektoral. Lintas Program juga.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Seperti kader, dalam pendistribusian obat dan minum obat bersama pada saat itu. Camat juga biasanya kita dijadikan sebagai contoh. Pada saat minum pertama, untuk memotivasi/meyakinkan masyarakat bahwa saya pejabat pun minum lho. Bersama-sama. Dalam pendistribusian, memobilisasi masyarakat itu mereka kami dilibatkan semua. Dengan pendataan sasaran. Masyarakat dilibatkan.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Biasa penyuluhan. Penyuluhan kitakumpul di PUSKESMAS sini atau kita turun ke desa. Penyuluhan kelompok ata uindividu, biasa kita lakukan. Makanya bidan desa pada saat mendata mereka sudah melakuka npenyuluhan individu, maupun kelompok. Terus untuk advokasi kita biasanya undang semua Kepala Desa da nkadernya, beserta orang tua, apa namanya kalau di desa? Desa siaga dulu? Forum Kesehatan Desa. Masing-masing FKDnya kita undang.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 24 Agustus 2017
Pkl.09.30Sd 10.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.sos., M.Hum. dan tim.
101
5. Informan Pak Nengah
6. Jabatan Kepala PUSKESMAS Desa Sabang
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Memperlancar itu semua pihak, yang terkait lintas sektoral disini kerjasama semu aitu. Camat, desa. Apa semua. Kan disini juga sebelum itu, sebelum melakasanakan kegiatan itu. Membentuk tim kader di masing-masing desa.Nanti kader itu kita bekali tentang pengetahuannya dia, untuk pemahaman tentang filariasis, tentang pemberia nobatnya kan kita serahkan sama kader begitu. Kendala jarak, karena kita ada jarak jauh satu dua tempat.Transmigran. Saran:Transportasi pada pemerintah daerah harus membangun untuk tetap kesinambungan perbaikan jalan, supaya apapun kita berikan pelayanan kepada masyarakat. Tidak ada hambatan seperti itu. Yang kedua, program inikan dilaksanakan per 5 tahun sekali. Jadi diberikan sama kader itu, honornya dalam bekerja itu kalau bisa ditingkatkan.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungannya besar. Antusias sekali kalau ada kegiatan-kegiatan seperti ini. Apalagi yang namanya pengobatan massal. Ditambah lagi gratis. Untuk kepentingan masyarakat.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes
102
peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Jumlah: Sudah cukup. Memadai. Masalah tenaga. Di sini untuk pengangkatan PNS tidak ada, kebanyakan yang honor masuk. Makanya kadang-kadang perawat pensiun, tidak ada penggantinya. Tapi sudah cukuplah. Kompetensi:Pengetahuan tentang khusus filariasis itu, setiap tahun ada terus pelatihan-pelatihan. Komitmen:Petugas dengan kader, petugasnya bagus. Kita berikan tanggung jawab, mau dia bekerja. Sampai tuntas itu dia punya pelaksanaan dan pemberian obat.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kalau masyarakat umum itu dimasing-masing desa itu kita libatkan. Yang pertama kepala desa. Kedua itu aparat-aparat desanya. Yang selanjutnya tokoh-tokoh masyarakat, seperti untuk menyampaikan itu kalau tidak, Bali sama pemangku. Kalau Islam, imam dimasjid situ. Kalau Kristen digereja. Tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat itu, tetap dilibatkan untuk menginformasikan masalah-masalah ini. Karena masyarakat kita kan berjauhan.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan
Kalau anggaran saya nda terlalu masuk ke dalam. Anggaran saya nda tahu persis anggarannya bagaimana. Karena
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran
103
sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
meskipun saya lama di sini, saya nda terlalu itu dengan programnya mereka. Yang tahu masalah anggaran ini terutama yang punya program. Dia melaporkan kepada pimpinannya.
pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak tahu. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
.Tidak tahu. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Sudah memadai. Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Nanti tanya pemegang program. Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah
Lintas sektor:Pertanian untuk memelihara pekarangan, supaya tertata baik. Pariwisata memperbaiki tata kelola wisatanya. Supaya tidak mencemari.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang
104
dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas program. Untuk di PUSKESMA disini ada pemegang program masing-masing tetap kita kordinasikan. Macam TB Paru yang mirip, bagian gizi. Karena pada programnya. Di sini ada Promkes, untuk menyampaikan kepada masyarakat.
sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Masing-masing tokoh agama melibatkan pemuka agamanya. Tokoh masyarakat juga dilibatkan.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Mengajak masyarakat ikut serta dalam sosialisasi dan POPM.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 26 Agustus 2017
Pkl. 12.30Sd 13.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Pak Ayudin
6. Jabatan Analis PUSKESMAS Kelurahan Kabonga Kecil
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa
Hambatan: Pelatihan itu belum pernah ada khsus untuk filariasi. Mikroskopis dan untuk slide ada. Tapi khusus untuk yang filariasi. Dukungan dari pemerintah daerah.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi
105
penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Dukungan ada. Karena setiap kegiatan itu kalau dilaporkan kepada ke Camat,selalu ada antisipasi kelurahan. Mohon dibantu saja pelaksanaannya ini. Dukungan moril.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Kalau kita melihat SDM mungkin sudah ada, cuman kalau kompotensinya belum mencapai. Kita kan yang adakan cuman tamatan SMA saja, minimal kandari D3.Tenaga sudah cukup. Kompetensinya ditambah.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Peran sertanya cukup bagus selama ini. Karena kalau pas kita turun ke sana. Keadaannya di desa, Ketua RT, RW, ikut menggerakan masyarakat untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Pengambilan darah apa dan sebagainya.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran
106
masing stakeholder
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 6. Bagaimana anggaran pelaksanaan
eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Sudah cukup. Artinya ketika proses pengambilan darah bisa lebih banyak. Jika ditambahkan anggarannya tentu lebih baik lagi.Kalau bantuan-bantuan dari WHO belum tau persis. Mungkin pengelolanya yang tahu persis kalau itu.
Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
- Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
- Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Sebenarnya sudah cukup, ada slide juga. Mikroskop,alat-alat Lab juga ada. Cuman kelemahan kita belum pernah dilatih secara khusus. Itu saja. Lab-nya belum tahu memenuhi standar atau belum karena yang lain yang menilai. Mikroskopis sudah di-issued.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Sudah cukup. Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
107
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Sektor: di pendidikan kita biasa turun di sekolah-sekolah, kita adakan penyuluhan Lintas Program: malaria dengan gizi juga ada. Malaria karena sama-sama dengan nyamuk, gizi dari bagian makanan.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Kader, aparat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Kalau kader kita kerjasama untuk mengajak masyarakat untuk datang pengambilan sampel ketempat yang sudah kita tentukan, untuk mendengar penyuluhan tokoh agama dengan tokoh masyarakat sama juga, betul-betul dilaksanakan
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 24 Agustus 2017
Pkl. 14.00Sd 14.30
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum. dan tim.
5. Informan Ibu Masrifah
6. Jabatan Analis PUSKESMAS Desa Sabang
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
108
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Hambatan: Tidak ada. Dukungan: Kerja sama dengan aparat desa. Paling penting, masyarakat dan kader penderita juga.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Mendukung sekali, karena kemauan dari aparat desanya ingin masyarakatnya untuk sehat, dan terhindar dari penularan-penularan kemasyarakat lain
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang.diinginkan?
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup,
Cukup, kalau petugasnya mungkin masih perlu pelatihan, karna bukan besiknya kita disitukan kita bukan analisis, kita cuman perawat saja.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
109
bagaimanamengatasinya. 5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat
dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Dilibatkan, mengajak mereka untuk mencegah terjadinya penularan dengan cara membersihkan tempat tinggalnya terutama dalam lingkungan rumah. Selembaran atau dengan penyuluhan kesehatan, tidak juga tiap tahun, paling setahun sekali.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
- Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
- Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
- Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Kalau alat-alatnya sudah cukup, gedungnya juga sudah bagus, cumin kendaran saja banyak yang kurang, karna kita banyak dilapangan, kendaran yang perlu itu motor operasional karna kalau motor itu kita fungsikan untuk
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
110
dilapangan, untuk menjangkau daerah-daerah yang terpencil 10. Apa kendala yang dihadapi? Apa
Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Gedungnya lama diperbaiki, karnakan kita mau fungsikan sebagai kantor.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Sektor: di pendidikan kita biasa turun disekolah-sekolah, kita adakan penyuluhan Lintas Program: malaria dengan gizi juga ada. Malaria karena sama-sama dengan nyamuk, gizi dari bagian makanan.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Kader, aparat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Kalau kader kita kerjasama untuk mengajak masyarakat untuk dating pengambilan sampel ketempat yang sudah kita tentukan, untuk mendengar penyuluhan tokoh agama dengan tokoh masyarakat sama juga, betul-betul dilaksanakan
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 26 Agustus 2017
Pkl. 14.30Sd 15.00
4. Pewawancara Mujianto dan tim.
111
5. Informan Pak Jhony
6. Jabatan Pemegang program filariasisPUSKESMAS Kelurahan Kabonga Kecil
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Penghambat: Kalau kebijakan tidak ada. Karena sudah ada, mungkin pembiayaannya itu saja, biasanya kita agak kurang.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Di kecamatan, biasanya diwakili dari Lurah. Laurahnya ini, atau dari RT, RWnya itu. Itu yang ikut waktu pengobatan. Kecamatan, biasanya di pengobatan awal saja yang kita canangkan di situ biasanya Pak Camat hadir. Camat dengan Kader, dengan Lurah, Kepala Desa, diharuskan minum. Kalau nda bisa minum, nda bisa keluar ruangan. Tidak bisa. Itu aturannya Pak Camat.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan, bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM
112
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah,
jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Pemegang program merangkap. 1 orang biasanya memegang 4 sampai 5 program. Jadi tidak fokus. Bingung. Setiap hari ada tamu. Mau ikut kegiatan tiap-tiap program juga susah membagi waktunya karena terlalu banyak. Kalau di POS tenaga yang kurang. Pembinaan dan pelatihan juga kurang. Dana tidak ada karena dibebankan kepada yang bersangkutan.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
POSYANDU: Sosialisasi pemutaran film, memperlihatkan gambar-gambar filaria, Pamplet, dan lain-lain. Kader: Pembagian obat di POS-POS yang sudah ditentukan. PKK: sasaran ibu-ibu. Perangkat desa: Toma, toga.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Anggaran sedang-sedang, meskipun belum cukup sekali. Informasi tentang kecukupan anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang
Kurang tahu. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
113
diinginkan? SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Obat cukup. Kendaraan yang ada di PUSKESMAS digunakan untuk ditribusi obat ke desa-desa.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Dana yang kurang. Tinggal dicukup-cukupkan. Jadi kalau bisa ditambah.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Lintas Sektor: Dinas Pendidikan, Departemen Agama (Toma), Dinas Sosial. Dinas Pertanian. Pokoknya biar tidak ada sangkut pautnya biasa kita undang semua. Biar semuanya bisa. Lintas program Promkes menyampaikan terlebih dahulu pada saat sosialisasi.
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Biasanya sekali turun masyarakat diberi brosur untuk semua program. Agar mereka tahu. Dari kecamatan memerintahkan Pak Lurah, Kepala Desanya ikut beserta stafnya. Biasanya kalau pengobatan begitu saja.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Membagikan brosur, mengundang Camat, Lurah, Kepala Desa.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
114
1. Provinsi SULAWESI TENGAH
2. Kabupaten DONGGALA
3. Waktu Pelaksanaan Tgl. 24 Agustus 2017
Pkl. 13.30Sd 14.00
4. Pewawancara Resmiwaty, S.Sos., M.Hum dan tim.
5. Informan Pak Komang
6. Jabatan Pemegang program filariasis PUSKESMAS Desa Sabang
ASPEK KOMITMEN/KEBIJAKAN
PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Bagaimana translasi kebijakan
pemerintah pusat/provinsi dalam eliminasi filarisis (Faktor pendukung dan penghambat) (jika ada apa penyebabnya, solusi yang sudah dilakukan dan apa rekomendasi untuk kemkes)
Pendukung: Kalau prosesnya, saya kira berjalan baik. Karena kemarin kita sebelum kegiatan eliminasi yang saya cerita tahun lalu pelaksanaan itu memang kita koordinasi dulu, kasih...supaya di kabupaten sana baru lanjut kemari. Disini juga kita ada lintas sektoral, pelatihan kader, pembagian obat. Yang menghambat itu penderita kronis, kadang tidak mau ditemui. Saran:kita harus cari orang terdekat kalau memang penderita, untuk bisa ketemu langsung itu. Kan memang pakai kekuatan atau power kita untuk ketemu, memang susah tembusnya. Harus orang dekatnya yang kita ajak.
Informasi tentang translasi kebijakan eliminasi filaria di kabupaten, Solusi yang sudah dilakukan dan Rekomendasi penyelesaiannya untuk pihak kemenkes
2. Bagaimana dukunganpemerintah daerah terhadap kebijakan eliminasi pemerintah pusat/provinsi? (Faktor pendukung dan penghambat) apa
Yang mendukung, tentunya kita dari instansi yang ada, terus pemerintah terkait, lintas sektor dari camat, pemerintah desa,kader, betul-betul berfungsi... dengan baik di pengobatan.
Informasi tentang dukunganpemerintah daerah/bupati/walikota, keterlibatan sektor non kesehatan,
115
penyebabnya? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
bentuk dukungan atau hambatan yang dimaksud
3. Jelaskan apakah ada disharmoni peraturanantarkementerian, atau peraturan kemkes dengan peraturan di daerah yang dirasakan menghambat kegiatan pelaksanaan eliminasi filariasis? Jika ada peraturan apa? Apa yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Informasi adanya policy gap antar kementerian atau antara permenkes dengan perda, perbup atau SE.
ASPEK SDM PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
4. Bagaimana kecukupan SDM jumlah, jenis, kompetensi, komitmen yang berhubungan dengan kegiatan eliminasi filariasis? Jikatidakcukup, bagaimanamengatasinya.
Jumlahnya cukup. Karena dipelaksanaan itu juga, kalau dari PUSKESMAS kita tidak butuh banyak tenaga. Yang kita butuhkan kader, waktu pelaksanaan. Kompetensi:kalau untuk pengobatan saya kira cukup. Kalau untuk kegiatan lain seperti pemeriksaan lain. Memang kami tidak punya analis murni. Waktu kita harus mengadakan pemeriksaan tiba-tiba. Ya sekedarnya saja lah. Kami disini butuh analis, Farmasi, Dokter.
Informasi kecukupan jumlah, jenis, kompetensi, komitmen SDM dan ketersediaan bantuan SDM sektor non kesehatan
5. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi filaria. Bagaimana peran posyandu, kader kesehatan, PKK, perangkat desa, dll
Kalau PKK, perangkat desa karena kepala dusun kan termasuk perangkat desa. Kepala desa menyampaikan bahwa kegiatan seperti biasanya. Akhirnya dilimpahkan kemasing-masing dusun untuk bertanggungjawab. PKK kan membawahi kader.
Informasi tentang keterlibatan masyarakat dalam eliminasi filariasis Cara mobilisasimasyarakat, peran masing stakeholder
ASPEK ANGGARAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
6. Bagaimana anggaran pelaksanaan Karena untuk filariasis ada dana itu jika ada pengobatan. Informasi tentang kecukupan
116
eliminasi filaria, kecukupan dan sumber anggaran (pusat melalui DAK), APBD, atau bantuan NGO (luar dan dalam negeri)
Memediasi karena ada dana untuk pertemuan, pembagian obat, kan seperti itu. Kalau untuk dana program, kebetulan filariasis ini kan tidak berkegiatan setiap saat.Jad dana program itu ada ketentuannya. Kalau untuk dana untuk eliminasi kemarin. Tapi dirasa cukup.
anggaran dan sumber anggaran pelaksanaan eliminasi filaria
7. Jelaskan disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, apa kendala? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
Tidak ada. Gambaran disharmoni tatakelolaperencanaananggaranpusat dandaerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
8. Apakah menu DAK anggaranpusat dandaerahsudahsesuai? apa kendala yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
.Masalah anggaran tidak ada kendala. Gambaran kesesuaian menu DAK dengan kebutuhan daerah, kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
9. Bagaimana saranadanprasaranadalam menunjangpelaksanaaneliminasifilariasis (kondisi, kecukupan)
Kalau sarana pra-sarana untuk saat ini, yang perlu di laboratorium itu, kami punya mikroskop 1, sudah mulai kabur. Dan kelengkapan lainnya yang ada di Laboratorium.
Informasi standarfasilitas kesehtan kendala, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk rekomendasi penyelesaiannya
10. Apa kendala yang dihadapi? Apa Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan dari kemenkes?
Tidak ada. Bantuan kendaraan tahun lalu masih baru. Berupa AMBULANCE.
Informasi kendala yang dihadapi dalam hal fasilitas kesehtan, Solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya
KERJASAMA LINTAS SEKTOR PERTANYAAN HASIL LAPANGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
11. Bagaimana proses koordinasi lintas sektor dan lintas program? apa kendala
Lintas sektor saya kira banyak. Hampir semua. Pak camatnya, Dikjar, POLSEK, KUA. Karena mereka juga
Informasi tentang optimalisasi koordinasi antara lintas sektor dan
117
yang dihadapi? Solusi yang sudah dilakukan? Solusi apa yang diinginkan?
butuh. Lintas Program: Imunisasi. CAPEN. Hampir semua, kalau lintas Program. Tidak ada kendala.
lintas program, kendala, solusi yang sudah dilakukan dan rekomendasi penyelesaiannya.
12. Apakah dinas kesehatan melakukan kerjasama dengan sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis? Jelaskan alasannya jika ada dan tidak
Tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala-kepala dusun, karena mereka yang punya masyarakat, dia, mereka terlibat didalamnya.
Informasi tentang sektor yang melakukan kerja sama dalam pelaksanaan eliminasi malaria dan proses kerjasama itu dibentuk
13. Jelaskan bentuk kerjasama sektor non kesehatan dalam eliminasi filariasis
Untuk memobilisasi masyarakat untuk pergi kepengobatan, penyampaian-penyampaian, koordinasi, bahkan mereka ada yang mengawasi. Kalau ada pasca pengobatan, biasanya ada efek samping apa semua. Bisa kepala dusun dulu. Sossialisasi di Balai Desa. Ada juga didatangi ke rumah yang tidak datang di Balai Desa.
Informasi tentang bentuk kerjasama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis
118
BAB IV PEMBAHASAN
1. Survei Knowladge, Attitudes and Practice (KAP)
Menurut Notoatmodjo (2007), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan
ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Dalam wikipedia dijelaskan bahwa Pengetahuan adalah
informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.21 Studi
menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang filariasis maupun program
pengobatan massal filariasis masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pengumpulan data menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak
mengetahui adanya pengobatan massal di Kabupaten Donggala (66%).
Masyarakat yang kurang pengetahuan menghambat pelaksanaan program
eliminasi filariasis. Penelitian di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan
menemukan bahwa masyarakat mempercayai penyebab kaki gajah karena
menginjak daerah terlarang,22 sedangkan di India karena menginjak air yang
kotor.23 Berkaitan dengan pengetahuan responden tentang tanda-tanda jika terkena
filariasis sebagian besar responden menyatakan adanya pembesaran kaki/tangan.
Pemahaman seperti ini berkaitan dengan fakta bahwa yang umumnya mereka
temukan adalah penderita dengan pembengkakan pada kaki atau tangan. Sama
halnya dengan yang dilaporkan di Kabupaten Morowali,24 Parigi Moutong25 dan
Mamuju Utara.26
Pengetahuan masyarakat tentang pengobatan cukup baik, dimana lebih
dari setengah responden mengetahui bahwa obat filariasis dapat diperoleh dari
petugas kesehatan, namun masih ada sebagian kecil responden yang menyebutkan
bahwa obat filariasis dapat diperoleh dari warung/toko obat. Informasi diperoleh
dari petugas kesehatan/guru. Hasil ini sama dengan hasil penelitian di Kabupaten
Mamuju Utara.26 Bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan responden, maka
rendahnya pengetahuan responden dipengaruhi pula dengan tingkat pendidikan
responden, karena paling banyak responden hanya tamat SD/MI (37%).
Perilaku menurut Notoadmojo (2003) adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
119
luar.27 Menurut Notoatmodjo (1997) sikap adalah reaksi atau respons yang masih
tertutup dan seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, sedangkan menurut
Bimo Walgito (2001) merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang
mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan
tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau
berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.28 Sikap dan perilaku para
penderita yang positif microfilaria merupakan faktor penting untuk diketahui dan
diidentifikasi agar pengobatan massal dapat berjalan dengan baik.22 Sikap positif
masyarakat terkait pencegahan dan pemberantasan filariasis harus didukung pula
dengan perilaku yang positif, upaya pencegahan yang dilakukan berupa
penggunaan kelambu, anti nyamuk serta bersedia minum obat bila ada pembagian
oleh petugas kesehatan, seperti penelitian di Pekalongan.29 Sikap masyarakat
minum obat karena kesadaran sendiri sangat baik, namun masih perlu pula
peranan pemerintah dalam hal pemberitahuan terlebih dahulu sebelum pembagian
obat massal dilakukan.
Perilaku masyarakat ikut serta dalam kegiatan pengobatan massal di
Kabupaten Donggala sangat baik, dimana sebagian besar responden ikut
berpartisipasi dan angka partisipasi minum seluruh obat yang diberikan juga
sangat tinggi meskipun lebih banyak minum di rumah dan bukan di hadapa
petugas karena lebih banyak diminum pada malam hari. Hal ini dikarenakan untuk
menghindari efek samping yang ditimbulkan akibat minum obat tersebut.
Umumnya masyarakat merasakan efek samping berupa pusing/sakit kepala dan
mulas bahkan ada sebagian kecil responden yang melaporkan terdapat cacing
keluar dari anus saat buang air besar (2,5%). Efek samping merupakan efek yang
dirasakan masyarakat pasca mengkonsumsi obat filarisisis. Efek samping yang
dirasakan dapat berupa pusing, sakit kepala, mual, diare dan efek samping
lainnya. Gejala ini menunjukkan bahwa obat yang dikonsumsi bekerja membunuh
cacing yang ada di dalam tubuh. Efek samping ini merupakan salah satu penyebab
ada beberapa responden yang menolak untuk minum obat yang dibagikan sama
seperti penelitian di Pekalongan.30 Perasaan yang tidak menyenangkan yang
dirasakan masyarakat setelah mengkonsumsi obat mengakibatkan mereka tidak
mau lagi minum obat di tahun berikutnya demikian halnya yang terjadi di
120
kabupaten Belitung, sebagian masyarakat tidak bersedia mengkonsumsi obat
karena mengalami efek samping demam sehingga takut untuk mengkonsumsi obat
tersebut.29
Perilaku responden untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari
paling banyak dengan menggunakan obat anti nyamuk bakar. Hal ini merupakan
cara yang paling umum dilakukan masyarakat agar tidak tergigit nyamuk.
Penggunaan anti nyamuk bakar sudah dilakukan masyarakat sejak lama, dan
hanya sebagian kecil yang menggunakan kelambu. Kelambu juga merupakan cara
pencegahan yang paling banyak dipergunakan di Kabupaten Parigi Moutong25
demikian halnya di India.31 Sedangkan untuk menghindari gigitan nyamuk pada
siang hari umumnya masyarakat menggunakan baju dan celana panjang.
Sosialisasi filariasis di daerah yang akan mendapatkan obat massal
sangatlah penting dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat. Setiap orang di
daerah tersebut harus sudah memahami “apa dan mengapa” kejadian ikutan pasca
POPM baik pimpinan daerah, DPR, media massa, guru, orang penting/panutan di
masyarakat dan tentunya petugas dan kader yang akan membantu proses
pembagian obat nantinya.32 Peningkatan komunikasi antara petugas kesehatan dan
masyarakat perlu dilakukan,33 agar tidak terjadi keresahan dimasyarakat apabila
mengalami efek samping setelah mengkonsumsi obat filariasis. perlu ditingkatkan
2. Pemeriksaan Klinis Filariasis.
Cacing filaria hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga
menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala
akut dan kronis. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening
(adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di
daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di
daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti
kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.9 Gejala klinis yang paling parah dari
penyakit bentuk kronik umumnya tampak pada orang dewasa dan lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.34 Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten
Donggala jumlah kasus kronis filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2010 sudah
sebanyak 11 kasus. Kasus ini tersebar di beberapa desa di kabupaten Donggala.
121
Beberapa orang tidak memperlihatkan manifestasi gejala klinis yang nyata,
kadang-kadang memang tidak ada gejala klinis, penderita tampak sehat tetapi
pada kenyataannnya mempunyai kerusakan limfatik yang tersembunyi dan
kerusakan ginjal.34 Bentuk asimtomatik dari infeksi ini paling sering mempunyai
karakteristik dengan adanya ribuan sampai jutaan mikrofilaria dan cacing dewasa
yang berlokasi pada sistem limfatik.34 Deteksi awal kemungkinan terinfeksi
cacing filaria dilakukan terhadap seluruh masyarakat yang akan diambil sediaan
darah malam hari baik yang menunjukkan maupun tidak menunjukkan gejala
klinis filariasis. Hal ini dilakukan untuk menjaring masyarakat baik dengan atau
tanpa manifestasi gejala klinis yang nyata.
Pada daerah endemik, manifestasi akut dan kronik dari filariasis cenderung
berkembang lebih sering dan cepat pada orang baru daripada populasi lokal yang
telah terus menerus terekspose infeksi.34 Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan
bahwa tidak ada masyarakat yang menunjukkan gejala klinis filariasis hal ini
dimungkinkan karena umumnya masyarakat yang tinggal di Kel. Kabonga Kecil
dan Desa Sabang merupakan penduduk asli yang telah menetap di daerah tersebut
bertahun tahun. Untuk memastikan bahwa masyarakat yang tidak menunjukkan
gejala klinis tidak terinfeksi filariasis maka dilakukan pemeriksaan darah jari
malam hari.
3. Survei Darah Jari.
Setiap masyarakat yang diperiksa dilakukan pengambilan darah jari pada
malam hari. Survei pada malam hari dilakukan karena sifat noktuna cacing filaria,
yatu aktif di darah tepi pada malam hari.
Hasil pemeriksaan darah jari masyarakat tidak ditemukan sampel darah
yang mengandung mikrofilaria. Hasil ini sama dengan penelitian di Kecamatan
Long Ikis evaluasi epidemiologi menunjukkan dari jumlah sediaan darah diperiksa
2.026 slide tidak ditemukan mikrofilaria (Mf-rate 0%).34 Studi lainnya pada
beberapa daerah dengan lama pengobatan massal berbeda juga menunjukkan
bahwa seluruh desa sentinel dari empat Kabupaten angka microfilaria rate 0%.35
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan single dosis dengan kombinasi dua
macam obat yaitu Albendazole dengan DEC atau Albendazole dengan invermetrin
122
adalah 99% efektif mengeliminasi filariasis dalam darah selama setahun penuh
selama pengobatan.34 Berbeda dengan hasil penelitian di Kabupaten Mamuju
Utara dan Batanghari yang telah melakukan pengobatan selama tiga tahun
berturut-turut, masih ditemukan penderita positif microfilaria (Mf-rate >1%).26,36
4. Stool Survey.
Pada penelitian ini sampel positif kecacingan ditemukan pada semua SD
yang diperiksa (lima SD). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan
sebagian besar siswa SD tidak minum obat cacing. Bila dikaitkan dengan data
minum obat cacing pada anak sekolah ternyata hanya sebagian kecil yag minu
obat cacing tahun 2017.
Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) merupakan jenis cacing yang dapat
menyebabkan penyakit bersumber makanan (food borne diseases). Apabila
defekasi dilakukan di sembarang tempat, maka telur cacing Ascaris lumbricoides
yang keluar bersama tinja penderita dapat tersebar secara luas di willayah
tersebut. Penularan dapat terjadi baik melalui angin maupun lalat yang menempel
pada feses, kemudian hinggap pada makanan. Cakupan rumah tangga ber-Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di kabupaten Donggala 56,4% masih dibawah
target renstra 2016 (67%).20
Jumlah siswa positif paling banyak ditemukan di SD 12 Banawa (Kelurahan
Boneoge), yaitu 31 positif dari 54 siswa yang disurvei. Hal tersebut dapat
dimungkinkan terkait dengan lokasi Kelurahan Boneoge yang berada di tepi
pantai, yang memungkinkan anak – anak di wilayah tersebut Buang Air Besar
(BAB) di pasir dekat pantai, bukan di jamban yang higienis. Perilaku Buang Air
Besar Sembarangan (BABS) tersebut menyebabkan penyebaran telur cacing terus
berlangsung. Pada penelitian ini juga ditemukan satu SD yang tidak tersedia air
bersih di kamar mandi sekolah karena terletak di ketinggian, yaitu SDN 24
Banawa. Setiap siswa dan guru sekolah tersebut membawa jerigen berisi air dari
rumah masing – masing untuk kebutuhan buang air pada jam sekolah.
Jumlah sampel positif terbanyak kedua ditemukan di SDN 22 Dampelas
Desa Pani’i Kecamatan Sabang, yaitu 9 positif dari 28 siswa yang diperiksa.
Kondisi geografis wilayah tersebut berupa dataran rendah yang sebagian besar
123
digunakan sebagai lahan persawahan. Aktivitas atau kegiatan anak – anak di lahan
persawahan tanpa menggunakan pelindung kaki memungkinkan ditemukannya
banyak anak positif tekur cacing tambang di Desa Pani’i.
Infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) menurut WHO disebabkan oleh
tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang
(hook worm) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Menurut WHO,
diperkirakan sekitar 807-1.221 juta orang terinfeksi oleh cacing gelang (Ascaris
lumbricoides). Cacing gelang hidup di usus manusia dan telurnya dikeluarkan
bersama dengan feses. Apabila seseorang buang air besar di sembarang tempat,
misalnya di kebun, ladang, pekarangan rumah, maka telur akan tersimpan di
tanah. Telur dapat menjadi matang di tanah dan berubah menjadi fase infektif.
Infeksi cacing gelang terjadi karena tidak sengaja tertelan telur cacing, misalnya
tidak mencuci tangan sebelum makan, atau mengkonsumsi buah yang tidak dicuci
dan dikupas, atau sayuran yang tidak dimasak dengan benar. Gejala kecacingan
biasanya tidak terlalu jelas, akan tetapi yang paling sering adalah sakit perut.
Infeksi cacing gelang yang berat dapat menyebabkan penyumbatan usus dan
gangguan pertumbuhan pada anak – anak. Gejala lain yang dapat muncul adalah
batuk disebabkan perpindahan cacing dalam tubuh melalui paru-paru. Ascariasis
dapat disembuhkan dengan pemberian obat cacing.37,38
Diperkirakan sebanyak 576-740 juta orang di dunia terinfeksi oleh cacing
tambang. Pada awalnya cacing tambang ditemukan tersebar di Amerika Serikat,
khususnya di wilayah tenggara. Dengan peningkatan kondisi ekonomi dan
perbaikan lingkungan berhasil dengan sangat baik mereduksi infeksi cacing
tambang. Cacing tambang hidup di dalam usus halus manusia. Telur cacing
tambang dikeluarkan bersama feses pada saat buang air besar. Telur cacing
tambang akan menjadi matang di tanah dan menetas menjadi larva infektif. Larva
infektif ini akan menginfeksi manusia dengan cara menembus kulit. Infeksi cacing
tambang paling banyak terjadi pada saat seseorang berjalan tanpa menggunakan
alas kaki di tanah yang mengandung larva infektif. Penularan juga dapat terjadi
melalui makanan, yaitu secara tidak sengaja menelan larva cacing tambang. Pada
umumnya infeksi cacing tambang tidak menunjukkan gejala, hanya beberapa yang
mengalami sakit perut, terutama pada orang yang baru pertama terinfeksi. Efek
124
paling serius dari infeksi cacing tambang adalah kehilangan darah yang dapat
menyebabkan anemia dan kehilangan protein. Infeksi cacing tambang dapat
disembuhkan dengan obat cacing. 38,39
Jumlah orang di dunia yang terinfeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura)
diperkirakan sekitar 604-795 juta jiwa. Bersama dengan cacing gelang dan cacing
tambang, cacing cambuk menimbulkan penyakit kecacingan yang tersebar luas di
dunia. Cacing cambuk hidup di usus besar dan telurnya dikeluarkan bersama
dengan feses. Apabila seseorang buang air besar di sembarang tempat, misalnya di
kebun, ladang, pekarangan rumah, maka telur akan tersimpan di tanah. Telur
dapat menjadi matang di tanah dan berubah menjadi fase infektif. Infeksi cacing
cambuk terjadi karena tidak sengaja tertelan telur cacing, misalnya tidak mencuci
tangan sebelum makan, atau mengkonsumsi buah yang tidak dicuci dan dikupas,
atau sayuran yang tidak dimasak dengan benar. Infeksi cacing cambuk memiliki
gejala yang bervariasi. Pada penderita infeksi ringan, biasanya tidak menunjukkan
gejala. Pada infeksi berat, gejala dapat berupa sakit pada saat buang air besar,
dengan feses bercampur lendir, air, dan darah. Pada beberapa penderita juga dapat
terjadi kerusakan anus (rectal prolapse). Infeksi cacing cambuk dapat
disembuhkan dengan obat cacing.40
Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%.
Prevalensi kecacingan di wilayah-wilayah tertentu dengan sanitasi yang buruk
dapat mencapai 80%. Hasil survei kecacingan di Provinsi Sulawesi Selatan tahun
2013 pada anak SD menunjukkan prevalensi Ascaris 78,5%, Trichuris 63,9% dan
cacing tambang 1,4%. Survei kecacingan pada anak SD di Sulawesi Tengah tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi infeksi cacing A. lumbricoides 19,7% dan T.
trichiura 1,5%. Beberapa hasil penelitian menunjukkan kecacingan lebih banyak
menyerang pada anak-anak SD/Madrasah Ibthidayah (MI) dikarenakan aktivitas
mereka yang lebih banyak berhubungan dengan tanah. Pencemaran tanah
merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah kepada manusia
melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing lalu masuk ke mulut
melalui makanan.41,42
125
Infeksi kecacingan STH pada umumnya terkait dengan kondisi sosial,
ekonomi, lingkungan seperti kurangnya akses terhadap air bersih, tempat tinggal
yang terlalu padat, serta kurangnya sarana Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang
bersih dan higienis. Faktor lain yang juga berperan yaitu letak geografis yang
berada di iklim tropis dan garis lintang yang rendah.4 Pada penelitian ini
ditemukan infeksi gabungan cacing gelang (Ascaris) dan cacing cambuk
(Trichuris) ditemukan pada anak SD di Desa Tuare. Menurut beberapa penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi cacing Ascaris sering ditemukan
bersama dengan cacing Trichuris, karena kedua cacing ini memiliki karakter
epidemiologi yang sama, baik mengenai jenis tanah maupun suhu optimum untuk
berkembang menjadi telur infektif di dalam tanah.43
Penelitian terdahulu menyebutkan berbagai faktor risiko penularan infeksi
STH, yaitu lingkungan, tanah, iklim, perilaku, status gizi, dan sosial ekonomi.
Infeksi cacing STH biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh, baik di daerah
kota maupun pinggiran kota.Infeksi cacing tambang banyak terjadi di pedesaan
yang sebagian besar masyarakatnya beraktivitas di bidang pertanian. Faktor tanah
berperan penting dalam penularan infeksi cacing STH. Telur cacing berkembang
menjadi infektif pada suhu optimal ± 30°C. Sifat tanah liat dan kelembaban tinggi
sangat sesuai untuk telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.
Cacing tambang lebih membutuhkan jenis tanah yang gembur dan berpasir untuk
berkembang menjadi larva infektif. Faktor iklim juga berpengaruh, yaitu
penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura lebih banyak ditemukan
di daerah tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk
Necatoramericanus dan Ancylostomaduodenale penyebaran ini paling banyak di
daerah panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai habitat dengan
suhu dan kelembaban yang tinggi terutama di daerah perkebunan dan
pertambangan.44,45
Faktor lain yang berperan dalam penularan infeksi cacing STH adalah
perilaku. Perilaku mempengaruhi penularan infeksi cacing STH yang ditularkan
lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya
jari-jari tangan mereka dimasukkan kedalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci
tangan. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa sebagian besar anak SD di
126
kedua lokasi penelitian tidak memotong kuku secara rutin, terlihat dari kuku jari
tangan yang panjang dan hitam. Faktor sosial ekonomi berkaitan dengan sanitasi,
yaitu sanitasi yang buruk berhubungan dengan sosial ekonomi yang masih rendah.
Sanitasi juga mempengaruhi penularan infeksi cacing STH. Sanitasi yang buruk
meningkatkan risiko penularan infeksi cacing STH. 46–50
Infeksi STH dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, gangguan nutrisi,
dan gangguan kognitif terutama pada anak – anak.4 Penelitian pada anak SD di
Medan menunjukkan adanya hubungan terbalik antara tingkat kecerdasan anak
dengan derajat infeksi kecacingan pada anak – anak. Semakin tinggi derajat
infeksi kecacingan, maka kondisi anak menjadi kurang sehat sehingga kurang
optimal dalam menyerap pelajaran. Hal tersebut diduga berkaitan dengan kadar
hemoglobin dan status gizi anak yang menderita kecacingan. Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa kecacingan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, terkait
dengan adanya kejadian anemia atau malnutrisi akibat infeksi cacing yang
ditularkan melalui tanah.43,51–53
5. Deteksi Gen Bm
Pemeriksaan Gen Brugia malayi (Gen BM) di Kabupaten Donggala
dilakukan di dua sekolah dasar termasuk dua anak yang dinyatakan positif pada
TAS-1. Dari hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa semua sampel darah tidak
mengandung DNA Brugia Malayi. Dua anak yang sebelumnya dinyatakan positif
juga tidak ditemukan lagi jejak cacing filaria. Ditemukan perbedaan hasil ini
dikarenakan pada Brugia rapid yang dideteksi adalah antibodi yang terbentuk
karena adanya cacing filaria. Antibodi tersebut bertahan lama meskipun telah
minum obat dan cacing dalam tubuh telah mati. Sedangkan gen BM mendeteksi
adanya antigen (protein dari cacing), bila sudah tidak ada lagi cacing dalam tubuh
kemungkinan protein cacing tidak dapat terdeteksi lagi sehingga hasil deteksi Gen
BM seluruhnya negatif.
Pada penelitian Santoso bahwa seluruh penderita yang dinyatakan positif
mikrofilaria hasil pemeriksaan mikroskopis juga positif untuk hasil PCR artinya
dalam darahnya mengandung Gen Brugia malayi ataupun Brugia timori.54 Akan
tetapi ada sedikit perbedaan pada penelitian Pratiwi, dkk ditemukan hasil negatif
127
sebanyak 163 sampel dan satu positif mikrofilaria pada pemeriksaan giemsa
sedangkan pada waktu pemeriksaan Gen menggunakan metode PCR ditemukan
empat Positif dan 160 negatif.55 Hal ini terjadi karena metode PCR mempunyai
sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi dimana dapat digunakan untuk
mendiagnosis filariasis secara dini karena mendeteksi gen dari Brugia. Sedangkan
dalam pemeriksaan giemsa hanya bisa mendeteksi jika ada mikrofilaria dalam
darah.3
6. Survei Vektor.
Dari hasil survey entomologi, An. Barbirostris merupakan spesies
Anopheles yang dominan ditemukan di desa Sabang. Seperti diketahui bahwa An.
Barbirostris merupakan vector filariasis penular B. malayi di Sulawesi Tengah
dan beberapa wilayah di provinsi lainnya di Sulawesi. Selain An. barbirostris,
spesies yang sebelumnya dikonfirmasi sebagai vector filariasis yang banyak
ditemukan di desa Sabang adalah Ma.dives. Salah satu spesies dari genus
Mansonia ini merupakan vektor di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian
Sulawesi. Nyamuk dari genus Culex paling melimpah ditemukan di Desa Sabang,
yaitu Cx. Vishnui akan tetapi spesies ini belum pernah terkonfirmasi sebagai
vector filariasis di Indonesia. Genus Anopheles hanya ditemukan di Desa Sabang,
sedangkan Culex ditemukan pada kedua lokasi survey. Selain Culex, genus
Armigeres juga ditemukan pada kedua lokasi survei. Salah satu spesies Armigeres
yaitu Ar. Subalbatus telah dikonfirmasi sebagai pembawa W. bancrofti di Papua.7
Cx. Quinquefasciatus merupakan spesies dominan ditemukan di Kelurahan
Kabonga Kecil. Seperti diketahui sejak lama bahwa Cx. Quinquefasciatus
merupakan vector filariasis di Indonesia. Selain dominansi spesies, umur relative
nyamuk juga merupakan salah satu penentu suatu spesies nyamuk menjadi
vector.56 Nyamuk dapat menjadi vektor filariasis, jika umur nyamuk cukup lama
sehingga parasit dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam tubuh nyamuk.
Semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinan untuk menjadi
penular atau vektor. Misalnya, waktu untuk perkembangan filaria W. bancrofti
stadium L1 menjadi L3 berkisar antara 10 sampai 14 hari. Pada nyamuk An.
vagus, prakiraan lamanya pertumbuhan W. bancrofti adalah 12 hari. Selain itu
128
nyamuk harus mempunyai umur relatif lebih panjang 20 dari masa inkubasi
ekstrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik filariasis W. bancrofti adalah 6 – 12 hari
sedangkan filariasis B. malayi paling cepat 6 – 6,5 hari, dan filariasis B. timori 7 –
20 10 hari.56 Hasil pembedahan dilatasi nyamuk selama penelitian didapatkan
nyamuk dengan dilatasi lima, namun jumlahnya sangat sedikit. Nyamuk yang
dibedah rata-rata masih nulliparous. Semakin tinggi parousitas nyamuk, maka
semakin tinggi pula potensi penularan.57
Pada kegiatan ini ditemukan pula nyamuk Aedes aktif pada malam hari,
hal ini menunjukkan adanya perubahan perilaku nyamuk yang umumnya
ditemukan di siang hari kini ditemukan pula aktif menggigit pada malam hari.
Sama halnya dengan yang ditemukan ditempat lain.56 Perlu diwawaspadai karena
jumlah nyamuk Aedes yang tertangkap banyak khususnya di Kel. Kabonga Kecil
meningat nyamuk ini sudah dikonfirmasi sebagai vektor DBD.
Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan bahwa tidak ditemukan nyamuk
yang mengandung DNA Brugia malayi, hal ini menunjukkan bahwa sudah tidak
ada lagi penularan di darah tersebut. Tidak ditemukannya larva microfilaria dalam
tubuh nyamuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kemampuan nyamuk
untuk menghisap darah terbatas, sehingga peluang larva mikrofilaria yang ikut
terhisap kecil.57 Faktor lain yang mempengaruhi tidak ditemukannya larva
microfilaria dalam tubuh nyamuk yaitu kepadatan larva mikrofilaria dalam tubuh
manusia rendah sehingga transmisi mikrofilaria ke tubuh nyamuk tidak terjadi.
Menurut Sumarni dan Soeyoko (1998), diperlukan sekitar 1-3 mf/mm³ kepadatan
mikrofilaria dalam darah manusia agar transmisi dapat terjadi secara optimal.57
7. Survei Lingkungan
Survei lingkungan dilakukan untuk mengetahui tempat perindukan
nyamuk yang potesial di sekitar pemukiman penduduk. Jenis habitat
perkembangbiakan nyamuk di desa Sabang lebih bervariasi dibandingkan di
kelurahan Kabonga Kecil. Keragaman nyamuk dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan spesifik habitat tempat perkembangbiakan. Di kelurahan Kabonga
Kecil banyak ditemukan Culex terutama Cx. Quinquefasciatus karena berdasarkan
hasil survey lingkungan banyak tempat perkembangbiakan berupa saluran air
129
limbah rumah tangga yang merupakan habitat utama nyamuk Culex. Disamping
itu banyak pula ditemukan nyamuk Aedes pada perahu-perahu di pinggir laut dan
ban bekas. Hal ini perlu diwaspadai karena Aedes merupakan vektor DBD. Pada
Desa Sabang yang merupakan pinggir pantai banyak ditemukan tambak dan rawa-
rawa yang merupakan habitat potensial nyamuk Anopheles.
8. Wawancara Mendalam (Studi Kualitatif)
LEVEL PROVINSI
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi
P2P, Pengelola Program filariasis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tengah,
hasil wawancara mendalam sebagai berikut:
Implementasi Kebijakan
Menurut informan yang penting dalam keberhasilan program ini adalah
komitmen dari pemerintah, baik dari pusat maupun dari daerah yang didukung
oleh ketersediaan dana. Oleh karena program ini tujuannya adalah untuk
menyehatkan masyarakat, maka dari itu keterlibatan masyarakat menjadi utama.
Keterlibatan ini tidak saja pada waktu Sosialisasi, Pemberian Obat Pencegahan
Massal, tetapi juga pada pengambilan sampel untuk Survey Darah Jari. Sedangkan
hal yang dianggap menghambat adalah partisipasi masyarakat dan pengetahuan
masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat jadi terbatas, mengingat masih
banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah-l daerah terpencil yang sulit
dijangkau.
Pada umumnya informan mengatakan bahwa pemerintah daerah
memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program ini, tidak hanya dalam hal
pemberian dana tetapi juga keterlibatan mereka dalam program ini. Meskipun
dana pemda yang diberikan masih terbatas namun cukup membantu dalam
pelaksanaan program. Keterlibatan instansi terkait juga merupakan bukti bahwa
pemerintah daerah mendukung. Pada umumnya informan mengatakan bahwa
tidak ada disharmoni peraturan namun peraturan yang ada justru mendukung
pelaksanaan program ini. Peraturan Daerah mengenai Eliminasi Filariasis juga
belum ada. Berbeda dengan di Kabupaten Mamuju Utara yang telah menerbitkan
130
peraturan daerah terkait pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten
Mamuju Utara.26
Sumber Daya Manusia (SDM)
Pada umumnya informan mengatakan bahwa SDM yang dilibatkan dalam
program ini dianggap masih kurang baik dari segi jumlah maupun kompetensi.
Oleh sebab itu masih perlu tambahan tenaga terutama yang turun hingga ke
daerah-daerah terpencil dan tenaga yang sudah direkrut masih perludiberikan
pelatihan-pelatihan mengenai Filariasis. Tenaga SDM yang dibutuhkan cukup
banyak mengingat kondisi geografis Sulawesi Tengah yang sebagian wilayahnya
sulit dijangkau, perlu menurunkan tenaga SDM yang kompeten. Tenaga yang
dibutuhkan untuk Eliminasi filariasis ini bukan saja kader tetapi juga perlu
dibentuk komite ahli pengobatan yang bertugas merubah paradigma masyarakat
mengenai efek samping obat.
Pemberdayaan Masyarakat
Sebagian besar informan mengatakan bahwa masyarakat dilibatkan dalam
program ini melalui kader, yang turun langsung bersentuhan dengan mereka.
Kader yang direkrut adalah kader yang sudah ada sebelumnya bertugas di
program lain, seperti: POSYANDU dan lain-lain. Kader bertugas mengajak dan
mengawasi masyarakat agar minum obat di tempat yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu juga dilibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK yang
juga harus minum obat ditempat sebagai contoh nyata, agar masyarakat tidak
ragu.
Anggaran
Pada umumnya informan menyatakan bahwa sebenarnya anggaran
eliminasi filariasis ini belumlah cukup. Hanya saja mereka yang bertugas mampu
memaksimalkan dana yang ada sehingga segala jenis kebutuhan bisa terpenuhi.
Terutama untuk biaya kader. Untuk wilayah sulawesi Tengah sumber anggaran
diperoleh dari APBN, APBD, dan bantuan dari RTI. Semua informan menyatakan
bahwa tidak ada disharmoni tata kelola anggaran. Masing-masing sudah
131
menjalankan fungsi dan perannya. Dan semua berjalan dengan baik di koridornya
masing-masing.
Sebagian informan mengatakan bahwa menu DAK adanya di kabupaten
bukan di provinsi. Sedangkan informan yang lainnya mengatakan bahwa menu
DAK hendaknya diperjelas alokasinya dan bisa ditujukan untuk mebeli peralatan
pelengkap untuk filaria ini. Kemudian informan yang lain mengatakan bahwa
dana di menu DAK ini sudah memenuhi kebutuhan daerah.
Sarana Prasarana
Pada umumnya informan menyatakan bahwa sarana dan sarana yang
digunakan untuk program eliminasi filariasis masih belum memenuhi standar,baik
standar nasional maupun standar WHO. Akan tetapi keterbatasan ini masih bisa
diatasi dengan memaksimalkan yang ada. Selain itu untuk mengatasi peralatan
yang kurang, digunakanlah peralatan dari program lain yang ada dan terkadang
pula menggunakan milik pribadi.
Pada umumnya informan mengatakan bahwa peralatan yang digunakan
untuk mendukung program ini belumlah cukup, baik dari segi jumlah maupun
kualitas. Peralatan yang dimaksud bukan saja berupa alat untuk SDJ dan lainnya,
tetapi juga untuk mengolah data. Selama ini komputer untuk keperluan itu belum
ada jadi menggunakan inventaris pribadi. Kemudian agar bisa mendapatkan hasil
yang lebih akurat, sebaiknya alat-alat yang digunakan untuk SDJ dan lainya,
berstandar WHO.
Koordinasi Lintas sektor dan lintas program
Semua informan mengatakan bahwa dalam program eliminasi filariasis ini
melibatkan kerja sama di berbagai sektor pemerintahan, seperti Dinas Pendidikan
untuk data anak-anak sekolah, BPMD, dan PKK. Namun hal ini disayangkan
sebab hanya melibatkan sektor pemerintahan saja, sedangkan sektor swasta tidak.
Padahal di perusahaan-perusahaan besar biasanya menyiapkan dana untuk
keperluan penelitian. Dan ini bisa dimanfaatkan untuk membantu daerah-daerah
yang masih kekurangan dana. Kemudian program-program yang ada di bidang
132
kesehatan keseluruhannya dilibatkan secara terpadu, terutama pemberantasan
penyakit menular, Promkes, P2, KIA, dan Farmasi.
Pada umumnya informan mengatakan bahwa program eliminasi filariasis
ini juga melibatkan tenaga-tenaga dari non kesehatan, seperti: kader, tokoh agama,
tokoh masyarakat, BPMD, dan LSM. Mereka dilibatkan untuk membantu tennaga
medis dalam mengerahkan masyarakat untuk ikut terlibat dalam program ini. Pada
umumnya informan mengatakan bahwa dari non kesehatan juga dilibatkan dalam
program eliminasi filariasis, terutama pada kegiatan sosialisasi POPM. Di
kegiatan ini diharapkan kehadiran Kepala Desa, tokoh agam, tokoh masyarakat,
dan kader untuk membantu.
LEVEL KABUPATEN
Informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan, Kabid P2P, Kepala Seksi
P2P, Pengelola Program filariasis Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, hasil
wawancara mendalam sebagai berikut:
Implementasi Kebijakan
Informan memberikan jawaban yang beragam untuk masalah hambatan
dan dukungan ini. Ada yang mengatakan tidak ada hambatan, ada pula yang
mengatakan bahwa ada hambatan. Hambatan yang dirasakan pertama adalah
faktor geografis, di mana ada beberapa wilayah yang jaraknya sangat jauh dari
Ibukota kabupaten sehingga penyampaian laporan-laporan sering terlambat.
Kedua adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam minum obat. Mereka ada
yang bisa dipantau meminum obatnya, ada pula yang tidak. Dan yang ketiga
adalah hambatan dalam pengalokasian anggaran terutama di daerah masih sangat
terbatas. Sementara itu program ini bisa berjalan dengan lancar sebab
mendapatkan dukungan dari pusat dan daerah.
Dukungan pemerintah daerah dalam kegiatan eliminasi filariasis ini
nampak dalam hal keikutsertaan mereka dalam kegiatan. Mulai dari Lurah,
Camat, hingga Kepala Desa terlibat tidak saja di sosialisasi tetapi juga mereka
menunjukkan secara langsung kepada warga dengan minum obat di depan
mereka, agar warga termotivasi dan tidak ragu meminumnya. Dukungan ini juga
133
nampak dalam pengalokasian anggaran dan regulasi yang diberlakukan khususnya
di Kabupaten Donggala.
Pada umumnya informan menyatakan bahwa tidak ada disharmoni
peraturan antar kementrian dan daerah dalam hal eliminasi filariasis. Program
dijalankan berdasarkan atas Peraturan Pemerintah dan buku pedoman yang sudah
ada. Sedangkan Peraturan Daerah tentang Pemberantasan Penyakit, masih
sementara dalam proses penyusunan. Semua peraturan ini diharapkan nantinya
dapat menjadi dasar berpijak bagi pengambilan keputusan dalam menangani
masalah penyakit, termasuk Filariasis.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Pada umumnya infoman menyatakan bahwa SDM yang terlibat dalam
kegiatan ini masih kurang memadai. Baik dari segi jumlah maupun kompetensi.
Mereka masih perlu terus dilatih dan diberikan pendidikan non formal agar
mampu menyesuaikan keilmuannya dengan perkembangan jaman. Tenaga yang
ada terpaksa harus merangkap tugas dan melibatkan tenaga honorer untuk
menutupi kekurangan. Meskipun demikian komitmen mereka sangat baik dalam
bekerja, sehingga pekerjaan bisa terselesaikan.
Pemberdayaan Masyarakat
Informan menyatakan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam program
eliminasi filariasis ini adalah kader, PKK, dan Kepala Desa. Mereka ditugaskan
mengerahkan warga ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Sedangkan warga
masyarakat menjadi sasaran pemberian obat.
Anggaran
Informan menyatakan bahwa sumber anggaran untuk program eliminasi
filariasis ini adalah APBD, APBD, BAPPEDA, dan sumbangan dari USAID
dalam hal ini RTI. Anggaran yang dikucurkan sebenarnya dianggap masih belum
cukup. Namun pelaksanaannya di lapangan masih mampu dialokasikan untuk
semua rangkaian kegiatan. Tiga informan menyatakan bahwa tidak ada
disharmoni tata kelola perencanaan anggaran pusat dengan daerah. Salah satu
134
informan menyarankan agar anggaran untuk filariasis hendaknya dinaikkan
sebesar 30%. Sementara itu salah satu informan lainnya menyatakan bahwa
disharmoni tata kelola anggaran pusat dengan daerah nampak dalam hal
penganggaran beberapa kegiatan. Di antaranya P2 dengan Filaria, sangat
menunjukkan ketimpangan. Oleh sebab itu sebaiknya koordinasinya bisa lebih
proporsional.
Pada umumnya informan mengatakan bahwa dana pada menu DAK sudah
dialokasikan untuk keperluan-keperluan tertentu, seperti: fisik dan non-fisik dan
ini sudah ada aturannya. Sedangkan Program Filariasis tidak masuk dalam menu
DAK untuk dianggarkan. Mungkin karena itulah sehingga dana DAK ini belum
sampai ke Pemegang Program Filariasis.
Sarana Prasarana
Pada umumnya informan mengatakan bahwa sarana dan prasarana
penunjang untuk eliminasi filariasis belum memadai. Mulai dari laboratorium,
tenaga analis, dan peralatan untuk Puskesmas sehingga masih perlu penambahan.
Informan menyatakan bahwa sarana dan pra sarana penunjang untuk Program
Eliminasi Filariasis masih belum memadai. Masih ada kekurangan obat, RDT, dan
yang lainnya. Meskipun sarana dan prasarana yang sudah ada sebelumnya juga
digunakan untuk membantu program ini, namun masih dianggap belum memadai.
Dua informan menyarankan agar dilakukan screening untuk wilayah-wilayah
yang belum dilakukan survey (SDJ) selama ini. Hal ini dirasa penting mengingat
tujuan program ini adalah untuk mengeliminasi jumlah penderita.
Koordinasi lintas sektor lintas program
Semua informan menyatakan bahwa ada kerja sama lintas sektor dan lintas
program dalam Eliminasi filariasis. Lintas sektor melibatkan Dikjar, BLHD,
BAPPEDA, PKK, dan Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan lintas program
melibatkan Promkes, Kesling, Farmasi, dan Pelayanan Kesehatan. Menurut para
informan kerja sama dengan non kesehatan pada program ini ialah dengan
melibatkan Kader, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, PKK, Guru, dan Sekolah-
sekolah
135
LEVEL LINTAS SEKTOR
Informan terdiri dari Bappeda provinsi Sulawesi Tengah dan Bappeda
Kabupaten Donggala, BLHD, PKK dan Dinas Pendidikan hasil wawancara
mendalam sebagai berikut:
Prioritas program
Untuk lintas sektor khususnya ditemukan jawaban informan terkait
program prioritas. Kesehatan sesungguhnya menjadi salah satu program prioritas
dari BAPPEDA baik provinsi maupun kabupaten sebab masalah kesehatan
tertuang dalam RPJMD khususnya mengenai penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Sedangkan di kabupaten kesehatan masuk dalam 9 prioritas daerah. Hal
ini didukung oleh Visi Misi Bupati dan Program Jokowi Membangun Dari Desa,
tetapi khusus tentang filariasis tidak disebutkan.
Dukungan pemerintah daerah
Adapun dukungan pemerintah daerah terhadap kebijakan kesehatan
menurut infoman adalah berupa anggaran. Anggaran ini berasal dari pusat turun
ke daerah. APBD juga disiapkan untuk itu, tetapi ini masih bersifat umum ke
masalah kesehatan, belum mengkhusus ke Eliminasi Filariasis.
Menurut para informan tidak ada disharmoni peraturan tentang Eliminasi Filaria.
Selama ini program hanya mengacuh pada Undang-Undang Kesehatan dari pusat.
Peraturan daerah atau sejenisnya belum ada.
Pemberdayaan masyarakat
Menurut Ibu Elwiyah masalah detail mengenai pemberdayaan masyarakat
dalam Eliminasi Filariasis adanya di Dinas Kesehatan, sebab mereka yang turun
langsung ke lapangan. Lebih lanjut menurut beliau bahwa Program ini sepertinya
bersentuhan dengan penyuluhan sebelum pengobatan. Kemudian ada promosi
kesehatan yang disampaikan ke masyarakat. Setelah ditelusuri di Kabupaten, dari
BAPPEDA mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat terlaksana melalui
136
Camat, PKK, dan tokoh-tokoh masyarakat. Informasi mengenai Program ini
disimpaikan oleh kader dan tokoh-tokoh tersebut melalui kegiatan-kegiatan
lainnya di desa.
Anggaran
Terkait masalah anggaran di BAPPEDA baik provinsi maupun kabupaten,
dikucurkan secara “gelondongan” melalui APBD. Dialokasikan secara umum
untuk kesehatan. Khusus mengenai Filariasis tidak disebutkan. Di SKPD ada yang
mengatur tentang Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular. Di provinsi
ditemukan bahwa anggaran untuk itu sangat kecil. Hanya 0,0...% dari total
anggaran. Menurut Ibu Elwiyah dana ini sebenarnya sangat kecil.
Di kabupaten ditemukan jawaban bahwa ada dana DAK dan BOK yang
bisa dialokasikan untuk itu karena terkait masalah Operasional Kesehatan.
Kabupaten Donggala pada saat TAS lalu berkesempatan memperoleh bantuan dari
USAID. Menurut informan tidak ada disharmoni tata kelola anggaran pusat
dengan daerah. Selama ini di BAPPEDA provinsi tidak menemukan kendala. Ibu
Elwiyah hanya menyarankan agar dana dari pusat untuk Eliminasi Filariasis bisa
dinaikkan. BAPPEDA kabupaten juga memberikan jawaban yang serupa bahwa
pemerintah pusat selama ini memberikan dukungan dana dan informasi. Selain itu
ada pula dukungan dana dari daerah. Dana DAK di Provinsi tidak ada, sedangkan
di Kabupaten oleh Ibu Kus dikatakan bahwa Dana DAK dialokasikan untuk fisik
dan non-fisik, tidak menyebutkan langsung ke kegiatan program.
Sarana dan Prasarana
Mengenai sarana dan pra-sarana penunjang Program Eliminasi Filariasis,
baik BAPPEDA provinsi maupun BAPPEDA kabupaten, keduanya mengatakan
bahwa masalah ini bisa dikonfirmasikan ke Dinas Kesehatan. Sebab masalah
operasional instansi terkaitlah yang lebih tahu permasalahannya. Oleh karena
permasalahan operasional adanya di instansi terkait maka dari itu Ibu Kus
menyarankan agar kendala yang dihadapi berkenaan dengan keterbatasan sarana
dan prasana Eliminasi Filaria bisa dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan.
137
Sedangkan Ibu Elwiyah mengatakan bahwa masih dibutuhkan pembangunan
sarana dan pra-sarana serta pengadaan peralatan untuk bidang kesehatan.
Koordinasi lintas sektor dan lintas program
Koordinasi lintas sektor menurut Ibu Elwiyah ialah dengan melibatkan
SKPD terkait. Sedangkan lintas program diikut sertakan pula beberapa program
lainnya untuk mendukung program Eliminasi Filariasis. Seperti PMD,
pemberdayaan perempuan, Kesehatan Ibu dan Anak, Reproduksi, dan program-
program kesehatan lainnya. Kemudian menurut Ibu Kus di kabupaten melibatkan
sektor Kominfo untuk pemutaran film-film, cerita-cerita, liflet tentang kaki gajah.
Selain itu juga melibatkan PKK, SKPD, BPMPD, Sekolah, dan BLHD.
Sedangkan lintas program melibatkan Kesling, Promkes, dan prgram kesehatan
lainnya.
Dinas Kesehatan melakukan kerja sama dengan non kesehatan melalui PU.
Demikian menurut Ibu Elwiyah. Sedangkan menurut Ibu Kus kerja sama dengan
non kesehatan ialah melibatkan masyarakat desa, Kepala Desa, dan PKK. Kerja
sama dengan non kesehatan seperti yang disebutkan di atas dilaksanakan dalam
bentuk pembangunan jalan untuk menunjang akses masyarakat ke lembaga-
lembaga kesehatan hingga ke daerah-daerah terpencil. Berbeda dengan pendapat
Ibu Elwiyah, Ibu Kus menyatakan bahwa kerja sama dengan non kesehatan
dilaksanakan melalui pemeran dan sosialisasi. Di kegiatan ini diberikan
pemahaman mengenai kesehatan.
Program Eliminasi Filariasis ini juga melibatkan sektor lain seperti BLHD
dan PKK. Dinas Pendidikan juga sebenarnya ikut dilibatkan. Hanya saja pada saat
wawancara informasi mengenai eliminasi filariasis ini tidak didapatkan sebab
informan yang diwawancarai mengatakan bahwa dirinya baru dilatik menduduki
jabatan sebagai Kepala Sub-bidang Sosial-Budaya selama 8 bulan. Sementara
yang menduduki jabatan sebelumnya tidak diperkenankan untuk diwawancarai
sebab dianggap itu bukan wewenang bersangkutan.
Dari BLHD ditemukan informasi bahwa kerja sama lintas sektor dengan
Dinas Kesehatan dalam Program Eliminasi Filariasis melalui kegiatan
pembersihan lingkungan. Pembersihan lingkungan ini dilakukan oleh BLHD
138
secara rutin oleh Tim Pasukan Merah pada hari-hari tertentu dan juga melibatkan
masyarakat sekitar, pada hari Jumat pagi. Kegiatan ini disebut “Jumat Bersih”.
Baik Pasukan merah maupun Jumat Bersih merupakan rangkaian kerja sama
dengan lintas sektor, sebab mereka berperan dalam membersihkan lingkungan
termasuk pemberantasan sarang nyamuk. Informasi ini diperoleh dari Ibu
Zulkaidah (Staf Kesekretariatan BLHD).
Dari PKK didapatkan informasi bahwa PKK melakukan kerja sama lintas
sektor dengan Dinas kesehatan dengan melakukan pembinaan-pembinaan
terhadap ibu-ibu PKK yang ada di desa-desa. Khusus untuk kegiatan Eliminasi
Filariasis lalu, PKK turut membantu dalam pembagian obat. Memberikan
penyuluhan dan sosialisasi terkait masalah Filariasis. Selain itu juga mengajak
masyarakat untuk minum obat bersama. Tim penggerak PKK dibantu oleh kader,
biasanya mengumpulkan masyarakat di Balai Desa melalui kegiatan POSYANDU
untuk melaksanakan Penyuluhan atau sosialisasi. Setelah itu barulah kemudian
obat dibagikan dan diminum bersama. Informasi ini diperoleh dari Ibu Indotang
Lasman Kassa (Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Donggala).
LEVEL PUSKESMAS
Infoman terdiri dari kepala puskesmas, dokter, analis dan pengelola
program filariasis di Puskesmas Donggala dan Sabang, hasil wawancara sebagai
berikut:
Implementasi Kebijakan
Pada umumnya informan mengatakan bahwa tidak ada hambatan yang
berarti dalam pelaksanaan program eliminasi filariasis ini. Hanya ada beberapa hal
yang masih perlu diperhatikan seperti dalam hal pembiayaan, dianggap masih
kurang. Kemudian Pelatihan mengenai Filariasis belum pernah diberikan untuk
para kader dan petugas kesehatan yang bertugas di lapangan. Sementara hal-hal
yang lainnya dianggap lancar, tidak ada hambatan. Justru berbagai pihak malah
sangat mendukung jalannnya program ini.
Para informan juga menyatakan bahwa pemerintah daerah sangat
mendukung terlaksananya kegiatan ini. Semua pihak yang terlibat bisa bekerja
139
dengan baik. Ditambah lagi dengan dukungan dari berbagai pihak di desa. Hal ini
memungkinkan sebab pemerintah setempat selalu berkeinginan agar kualitas
kesehatan masyarakatnya bisa meningkat. Semua informan di tingkat Puskesmas
menyatakan bahwa tidak ada disharmoni peraturan antar kementrian dan peraturan
lainnya yang menghambat pelaksanaan eliminasi filariasis.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Berkaitan dengan kecukupan SDM pada saat pelaksanaan eliminasi
filariasis, informan di tingkat Puskesmas di Desa Sabang semua mengatakan
bahwa SDM cukup. Demikian pula dengan pendapat dr. Rizal selaku kepala
Puskesmas Kabupaten Donggala. Tetapi setelah hal ini dikonfirmasikan dengan
Pak Jhony sebagai pemegang program di Puskesmas Donggala, yang
bersangkutan mengatakan bahwa SDM sangat tidak cukup. Tenaga yang ada di
Puskesmas tersebut harus merangkap-rangkap jabatan. Dia sendiri saat ini
memenag 5 program. Demikian pula dengan rekan-rekannya. Ada yang
memegang 3 program, 4 program dan seterusnya. dr. Meysye selaku dokter di
Puskesmas Donggala juga mengatakan hal yang serupa, bahwa perbandingan
petugas dengan masyarakat belum berimbang dalam segi pelayanan. Jadi masih
perlu ditambah. Sementara itu pada umumnya informan mengeluhkan bahwa
kekurangan ada di kompetensi para tenaga tersebut. Ada yang belum PNS,
kemampuan analis, pembinaan dan pelatihan, pendidikannya ada yang hanya
sampai SMA dan D3.
Pemberdayaan Masyarakat
Pada umumnya informan mengatakan bahwa masyarakat yang dilibatkan
dalam kegiatan ini ini adalahkepala desa, PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan aparat-aparat desa lainnya. Mereka turun sampai ke pelosok-pelosok. Juga
Kader, Ketua RT, RW. Mereka dilibatkan dalam hal menggerakkan masyarakat
agar ikut dalam program ini.Turut membagikan selebaran serta hadir pada
pelaksanaan penyuluhan.
140
Anggaran
Masalah anggaran untuk eliminasi filaria di tingkat Puskesmas ditemukan
jawaban yang beragam. Kepala Puskesmas dan analis Desa Sabang tidak tahu
mengenai anggaran. Demikian pula dengan dokter di Puskesmas Donggala.
Kemudian, Pemegang Program Filariasis di Puskesmas Desa Sabang, Analis dan
Kepala Puskesmas Donggala mengatakan bahwa anggaran sudah cukup.
Sedangkan pemegang program di Puskesmas Donggala menyatakan bahwa
anggaran kegiatan ini masih belum memadai. Kepala Puskesmas Donggala
menguraikan bahwa sumber-sumber dana dari program ini adalah APBN, APBD,
JKN,dan LSM (PERTAMINA).
Pada umumnya informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa tidak
ada disharmoni tata kelola perencanaan anggaran pusat dan daerah dalam
halEliminasi Filariasis. dr. Rizal selaku Kepala Puskesmas Donggala memberikan
saran agar dana APBN dan APBD perlu ditingkatkan. Agar biaya perjalanan dinas
diukur berdasarkan tempat bekerja. Bukan yang lainnya. Demikian pula biaya
untuk kader supaya ditingkatkan. Pada umumnya informan tidak mengetahui
informasi megenai kesesuaian menu DAK anggaran pusat dan daerah. Kecuali dr.
Rizal yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah dalam
kegiatan eliminasi filaria.
Sarana dan Prasarana
Menurut Pak Nengah sarana dan pra-sarana penunjang eliminasi filariasis
dianggap sudah memadai. Sedangkan Pak Komang dan Pak Ayudin menyatakan
bahwa yang dibutuhkan adalah kelengkapan laboratorium untuk pemeriksaan
filariasis. Selain itu, Ibu Masrifah,Pak Jhony, dan dr. Meysye mengatakan bahwa
yang dibutuhkan adalah kendaraan operasional untuk mejangkau daerah-daerah
terpencil. dr. Rizal sepakat dengan Pak Nengah bahwa logistik untuk filariasis
sudah memadai. Pada dasarnya yang menjadi kendala dalam kegiatan eliminasi
filariasis ini tidak ada. Akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu dilengkapi
demi untuk kelancaran jalannya program. Seperti yang dikemukakan olehIbu
Masrifah bahwa hendaknya ada penambahan sarana dan pra-sarana. Pak Jhony
141
juga meminta agar dana ditambahkansebab dana yang ada selama ini sangat
terbatas. Jadi dicukup-cukupkan untuk bisa memenuhi semua kebutuhan kegiatan.
Koordinasi Lintas sektor dan Lintas Program
Koordinasi lintas sektor dan lintas program berjalan dengan baik dalam
program eliminasi filariasis. Hal ini nampak dalam pernyataan para informan
bahwa kerja sama lintas sektor yaitu dengan melibatkan Sektor Pertanian,
Priwisata, Camat, Dikjar, POLSEK, KUA, dan Dinas Sosial. Sedangkan lintas
program yang dilibatkan ialah program-program lain yang ada di Puskesmas.
Seperti: TB, Paru, Gizi, Imunisasi, CAPEN, Malaria, dan Promkes.
Sektor Pertanian dilibatkan untuk melihat bagaimana masyarakat
mengelola pekarangan sekitar tempat tinggalnya. Pariwisata dilibatkan untuk
memperbaiki tata kelola wisatanya. Demikian pernyataan Pak Nengah. Kemudian
menurut Pak Komang hampir semuasektor dilibatkan sebab mereka semua juga
butuh dengan program ini. Pak Jhony menyatakan pendapat serupa. Beliau
menyatakan bahwa pada waktu kegiatan sosialisasi eliminasi filariasis semua
sektor diundang, meskipun tidak ada sangkut-pautnya agar semua orang bisa tahu
mengenai penyakit ini. Pak Jhony dan Pak Ayudin juga mengatakan bahwa
sekolah-sekolah dilibatkan sebab melibatkan siswa-siswanya. Ibu Masrifah, Pak
Ayudin, dan dr. Meysye mengatakan bahwa Malaria dilibatkan dalam program ini
sebab sama-sama vektornya nyamuk. Sedangkan prgram yang lain juga dilibatkan
sebab penyakit filariasis juga berkaitan dengan gizi, imunisasi dan lainnya.
Menurut para informan kerja sama Dinas Kesehatan dengan non kesehatan
dalam eliminasi filariasis ialah dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat
(tokoh adat), kepala dusun, kader, Camat, dan Lurah. Sektor non kesehatan dalam
eliminasi filariasis ialah dilibatkan dalam hal mengajak masyarakat ikut serta
dalam sosialisasi dan POPM.Kader dilibatkan dalam membantu pengambilan
sampel, pendataan, dan membagikan brosur. Masyarakat juga ada yang dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan tersebut membantu kader, bahkan ada yang terlibat
hingga ke pengawasan.
142
LEVEL DESA
Informan terdiri dari Aparat desa, kader, tokoh agama, tokoh adat Kel.
Kabonga Kecil dan Desa Sabang. Pada umumnya informan kader, staf kantor
desa/kelurahan, dan tokoh masyarakat adalah penduduk setempat. Hanya Pak Ali
Bustamin sang tokoh agama yang bukan merupakan penduduk asli Desa Sabang.
Karena semua informan kader, staf, dan tokoh masyarakat adalah penduduk asli
maka mereka belum pernah pindah bertempat tinggal ke daerah lain. Yang bukan
penduduk asli hanyalah PakAli Bustamin. Ia berasal dari Desa Sioyong.
Pada umumnya informan mengetahui istilah lokal penyakit filariasis ini,
yaitu “tiba” atau “na tiba”. Istilah penyakit ini sama dengan di Kabupaten Parigi
Moutong,25 namun di Kabupaten Morowali menyebutnya “kambang karu”.24
Hanya Pak Ali Bustamin yang seorang pendatang, tidak mengetahui istilah lokal
penyakit ini. Pada umumnya informan mengatakan bahwa tempat tinggal mereka
(Desa Sabang dan Kelurahan Kabonga Kecil) bukanlah daerah endemis penyakit
filariasis. Sebab belum ada penderita yang ditemukan Hanya Pak Ali Bustamin
yang mengatakan bahwa Desa Sabang adalah daerah endemis. Semua informan
menyatakan bahwa penyakit filariasis ini adalah penyakit menular. Semua
informan juga menyatakan bahwa penyakit filariasis ini bisa disembuhkan. Semua
informan menyatakan bahwa penyakit filariasis ini adalah penyakit berbahaya
sebab bisa menimbulkan pembengkakan di bagian-bagian tubuh tertentu, bisa
cacat, bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Semua informan mengatakan bahwa penyebab penyakit filariasis ini
adalah nyamuk. Menurut pengakuan para informan, DesaSabang dan Kelurahan
Kabonga Kecil adalah daerah yang pernah mendapatkan pengobatan massal.
Informan Kader, Staf Kantor Desa/Kelurahan, dan Tokoh Agama setempat,
semuanya terlibat dalam pelaksanaan pengobatan massal. Hanya Pak Ali
Bustamin dan Ibu Irawati yang tidak terlibat. Mereka berdua hanya menjadi
sasaran pengobatan saja. Informan yang terlibat dalam pengobatan massal
bertugas membagikan obat ke masyarakat. Sedangkan informan yang menjadi
sasaran pengobatan hanya diberikan obat saja. Tetapi ada pula informan yang
diberi obat untuk dibagi-bagikan lagi kepada tetangga dan keluarga.
143
Informan dalam peneltian ini mengatakan bahwa pengobatan massal di
wilayah tempat tinggal mereka, dilaksanakan pada sekitar tahun 2011 hingga
2015. Pelaksananya adalah kader dan petugas kesehatan dari Posyandu dan
Puskesmas. Informan yang terlibat pada pengobatan massal adalah Ibu Wiwin dan
Ibu Dawiah. Keduanya adalah kader filariasis di lokasinya masing-masing dan
bertugas membagikan obat ke masyarakat. Kemudian Pak Hasyim sebagai tokoh
masyarakat juga terlibat dalam mengerahkan massa untuk pengobatan. Sedangkan
Pak Guslam (KAUR kantor Desa Sabang), Pak Ali Bustamin (Tokoh Agama),
dan Ibu Irawati (Staf Kantor Kelurahan) mengaku tidak ikut terlibat dalam
menggerakkan masyarakat. Tetapi mereka hanya menjadi sasaran pengobatan
sekaligus membawa pulang beberapa bungkus obat untuk dibagikan ke tetangga
dan keluarga.
Menurut para informan dalam membagikan obat mereka tidak mengalami
kendala yang berarti. Informan yang pernah mendapatkan pelatihan tentang
filariasis hanyalah kader. Sedangkan yang lainnya hanya sekedar penyampaian
bahwa akan ada kegiatan pembagian obat pencegahan penyakit filariasis. Dan
mereka diminta ikut serta dalam kegiatan tersebut. Informan kader mengatakan
bahwa mereka terlibat dalam kegiatan eliminasi filariasis ini. Keterlibatan mereka
dalam hal pengerahan massa dan membagikan obat. Pak Guslam, Pak Ali
Bustamin, Ibu Irawati, dan Pak Hasyim menyatakan bahwa pemerintah setempat
sangat mendukung pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis ini. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya informasi yang disebarkan baik melalui sosialisasi,
maupun denganspanduk, tempat ibadah, Posyandu, dan dengan cara door to door.
Para kader mengatakan bahwa pemerintah setempat sangat mendukung
terlaksananya Program Eliminasi Filariasis ini. Mereka ikut serta dalam
menggerakkan masyarakat dan minum obat di depan warga. Sedangkan tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan staf kantor desa/kelurahan menyatakan bahwa
mereka tidak menemukan hambatan yang berarti di lapangan ketika ikut serta
dalam kegiatan ini. Para kader juga menyatakan hal yang sama bahwa mereka
tidak menemukan hambatan yang berarti di lapangan ketika ikut serta dalam
kegiatan ini. Pada dasarnya warga tidak menolak program ini. Justru mereka
senang jika ada program serupa dilaksanakan di wilayah mereka. Hanya saja
144
sepertinya mereka masih keliru dalam menanggapinya. Demikian jawaban dari
Pak Guslam, Pak Ali Bustamin, Ibu Irawati, dan Pak Hasim. Pada umumnya
informan mengatakan bahwa tidak ada nilai-nilai adat yang bertentangan dengan
pengobatan ini. Menurut pengakuan Pak Hasyim, sebenarnya dulu ada. Tetapi
seiring berjalannya waktu, nilai-nilai tersebut sudah tidak ada lagi.
LEVEL PENDERITA
Infoman terdiri dari penderita kronis dan penderta posiif TAS-1 di Kel.
Kabonga Kecil dan Desa Sabang. Informan dalam penelitian ini adalah dua orang
siswa Sekolah Dasar yang positif pemeriksaan TAS-1, satu laki-laki dan satu
perempuan. Dan juga penderita yang sudah kronis memasuki stadium 3, seorang
bapak dan seorang penderita kronis yang tergolong stadium 6 seorang ibu.
Penderita kronis ini masing-masing diperkirakan berusia 60 tahun. Ketiga
informan penderita dalam penelitian ini baik yang masih positif maupun yang
sudah kronis adalah penduduk asli , hanya satu orang yang merupakan pendatang
yakni Nurfadilah memiliki keturunan dari Bone Sulawesi Selatan yang diwariskan
dari Bapaknya, sementara ibunya berasal dari daerah Balaesang, Pantai Barat.
Oleh karena ketiga informan adalah penduduk asli, maka mereka belum pernah
pindah tinggal ke tempat lain. Mereka hanya sesekali pergi untuk bersilaturrahmi
dengan keluarga atau berkunjung ke tempat lain selamabeberapa hari. Hanya
Nurfadilah yang sebelumnya tinggal berpindah-pindah mengikuti ayahnya yang
bekerja sebagai TNI.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibunya, ditemukan jawaban bahwa
Nurfadilah lahir di Kota Palu kemudian pindah ke Poso, lalu pindah ke Kabonga
Tengah, kemudian ke Kabonga Kecil. Pada saat penelitian ini dilakukan yang
bersangkutan telah pindah ke Kota Palu kembali. Informan Rezki dan Nurfadilah
diketahui positif menderita penyakit filariasis ketika di sekolah mereka ada
pemeriksaan darah (Survey Darah Jari). Pada waktu itu mereka masih Kelas 1.
Pada saat penelitian ini dilakukan mereka sudah duduk di kelas 2 sekolah dasar.
Rezki sekolah di SD Desa Sabang dan Nurfadilah sekolah di SD Desa Kabonga
Kecil. Sedangkan Pak Yamin. Diketahui menderita penyakit filariasis pada usia
sekitar 30 tahun dan Ibu Sarina mengalami gejala panas-dingin sejak tahun 2011
145
lalu. Data ini diketahui melalui hasil wawancara. Akan tetapi hasil wawancara ini
(khusus penderita kronis) belum pasti kebenarannya, mengingat daya ingat
informan sudah mulai mengalami kepikunan.
Gejala awal yang dialami penderita positif Rezki dan Nurfadilah adalah
demam. Hanya saja keluarga mengira bahwa demam ini hanyalah demam biasa,
seperti yang sering menyerang anak-anak. Sedangkan Pak Yamin gejala awal
dirasakan adalah panas-dingin yang datang silih-berganti. Kondisi panas-dingin
ini datang berbarengan dengan kekurangan nafsu makan. Kaki mulai mengalami
pembengkakan. Menurut beliau mungkin penyakit ini datang sebab kebiasaan
beliau sejak kecil bermain bola, becek, dan lain sebagainya. Dengan kondisi
badan yang tidak bersih dibiarkan begitu saja hanya dibersihkan sekedarnya dan
tidak terlalu dipedulikan hingga menjadi gatal dan bengkak. Ibu Sarina juga
mengalami gejala yang sama dengan Pak Yamin yaitu badan terasa panas
(napane)-dingin (nalene). Menurut Ibu Sarina sebenarnya panas-dingin ini hanya
datang sesekali. Jika panas ini datang, maka muncul lagi penyakit ini, kemudian
kaki juga mengalami pembengkakan dan memerah. Beliau merasa nyeri luar biasa
di bagian kaki dan seluruh badan, hingga yang bersangkutan sulit tidur.
Menurut pengakuan informan, Rezki mulai merasakan gejala penyakit ini
ketika sering bermain di muara sungai. Nurfadilah mulai merasakan di usia 2
tahunan. Pak Yamin mulai merasakan diusia 30 tahunan. Dan Ibu Sarina mulai
merasakan pada tahun 2011 lalu. Jawaban informan ini (terutama yang kronis)
juga masih meragukan mengingat usia mereka yang sudah mulai mengalami
kepikunan. Ketika penyakit ini dirasakan mulai menyerang tubuh penderita,
khusus Rezki dibawa oleh ayahnya “ditiup” (berobat tradisional) pada seorang
dukun di seberang kampung. Sedangkan Nurfadilah diberi obat “Paracetamol”
oleh ibunya yang diperoleh dari Puskesmas. kemudian Pak Yamin dan Ibu Sarina
minum obat panas yang dibeli di kios dekat rumah.
Pada awal gejala penyakit ini datang yakni demam, Rezki dan Nurfadilah
masih berstatus sebagai murid SD. Sedangkan Pak Yamin bekerja sebagai petani
Nilam. Sementara Ibu Sarinah berjualan ikan dan nasi kuning di pagi hingga siang
hari. Kemudian di malam hari Ibu Sarina berjualan pisang goreng. Pada waktu itu
Rezki dan Nurfadilah sudah bersekolah selama 2 tahun di sekolah dasar.
146
Sedangkan Pak Yamin sudah menjalani aktivitasnya sebagai petani Nilam selama
40 tahun. Dan Ibu Sarinah sudah berjualan selama 40 tahunan pula. Pada
umumnya informan tahu mengenai penyakit ini, hanya Nurfadilah saja yang tidak
mengetahui dengan pasti apa istilah lokal dari penyakit ini. Hal ini dimungkinkan
sebab yang bersangkutan adalah pendatang, bukan penduduk asli desa tersebut.
Istilah lokal untuk penyakit filariasis ini adalah “tiba” atau “natiba”.
Penerjemahan penyakit ini oleh masing-masing informan berbeda. Ada yang
mengatakan penyakit ini karena keteguran ada pula yang mengatakan bahwa
penyakit ini adalah penyakit biasa. Orang tua Rezki yang menganggap penyakit
ini sebagai penyakit “keteguran”, karena itu sang anak dibawa “ditiup” (berobat)
ke dukun di seberang kampung.
Pada umumnya informan mengatakan bahwa penyebab dari penyakit
filariasis ini adalah nyamuk. Mereka menemukan informasi ini dari beragam
sumber. Ada dari orang lain dan ada pula dari internet. Pak Yamin menyatakan
bahwa penyakit ini bisa disembuhkan dengan cara diobati. Sedangkan informan
lainnya hanya berharap semoga penyakit yang mereka dan keluarga mereka derita
ini bisa disembuhkan. Pada umumnya informan menyatakan bahwa penyakit
filariasis ini berbahaya. Ibunya Nurfadilah mengatakan bahwa penyakit ini
berbahaya sebab bisa mengakibatkan kaki membesar dan cacat. Pada umumnya
informan juga mengatakan bahwa penyakit ini menular. Penularannya dibawa
oleh nyamuk. Pada umumnya informan juga mengatakan bahwa penyakit ini bisa
mematikan. Semua informan tahun cara pencegahan penyakit ini. Informasi
tentang penyakit ini diperoleh dari sumber yang beragam oleh setiap informan.
Rezki mengetahui dari pemeriksaan darah disekolah. Pak Yamin memperoleh
informasi dari orang-orang di sekitarnya. Ibunya Nurfadilah dapat informasi dari
internet. Dan Ibu Sarina diberitahukan oleh dokter.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit filaria ini, jawaban para informan
juga beragam. Ibunya Rezki mengatakan bahwa orang yang memiliki golongan
darah yang sama dengan penderita, akan lebih berpotensi tertular. Oleh karena itu
sebaiknya menghindari bersentuhan langsung dengan penderita, terutama
makanannya. Pak Yamin mengatakan agar terhindar dari penyakit ini sebaiknya
menghindari gigitan nyamuk. Kemudian ibunya Nurfadilah mengatakan bahwa
147
lingkungan harus bersih. Dan Ibu Sarina menyatakan bahwa diupayakan agar
lingkungan sekitar tidak ada nyamuk.
Semua infoman penderita baik yang masih positif maupun yang sudah
kronis mengatakan bahwa mereka belum pernah mendapatkan pengobatan dari
petugas kesehatan. Rezki dan Nurfadilah pernah dijanjikan akan ditindak lanjuti
tetapi hingga penelitian ini dilakukan, belum juga terlaksana. Informan penderita
yang masih positif belum mengalami hambatan sama sekali dalam beraktivitas.
Pak Yamin pun yang sudah digolongkan dalam stadium 3 masih mampu bekerja
seperti biasa. Hanya saja waktunya yang sudah mulai berkurang. Sedangkan Ibu
Sarinah yang sudah memasuki stadium 6 sudah tidak mampu lagi berjualan
seperti dulu. Infoman penderita positif masih beraktivitas seperti biasa. Hanya Pak
Yamin yang mulai mengurangi waktu bekerja di luar rumah. Dan Ibu Sarinah
yang mengalami hambatan luar biasa. Tidak mampu lagi berjualan, bahkan
aktivitas lain pun harus dibantu oleh orang lain.
Pada umumnya informan bersedia jika diminta oleh petugas Puskesmas
untuk mengajak masyarakat minum obat pencegahan filariasis. Semua informan
penderita mengatakan bahwa mereka belum pernah mendapatkan informasi dari
petugas kesehatan mengenai cara-cara perawatan pembengkakan penyakit kaki
gajah. Informasi ini sedikit berbeda dengan pengakuan dari puskesmas setempat
bahwa mereka pernah memberikan pelatihan cara merawat kaki yang sudah
membengkak pada kasus kronis. Informan penderita dalam penelitian ini yang
mengalami pembengkakan parah hanyalah Ibu Sarinah. Sementara informan yang
lain belum. Pak Yamin mengalami pembengkakan tetapi belum terlalu nampak
jelas. Ibu Sarinah sering menusuk-nusuk kakinya yang bengkak menggunakan
peniti. Terlebih dahulu diikat baru kemudian ditusuk. Keluarlah air dari bekas
tusukan tadi. Setelah itu Ibu Sarinah akan merasa kakinya jadi agak ringan.
Kadang pula kaki dikompres dengan menggunakan Daun Maranindi (istilah
setempat). Daun ini jika ditempelkan di kaki yang bengkak, akan terasa dingin.
148
Keterbatasan Hasil Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian ini yaitu :
1. Recall bias pada wawancara PSP karena mempertanyakan kegiatan yang
sudah lampau (2011-2015) terkait pelaksanaan POPM filariasis di Kabupaten
Donggala, namun hal ini diminimalisir dengan pelatihan tenaga pewawancara
dan penekanan pada kegiatan tahun 2011-2015 yang lalu.
2. Tidak seluruh masyarakat yang di wawancara bersedia untuk di periksa klinis
dan pemeriksaan darah, hal ini diantisipasi dengan mewawancarai lebih
banyak responden sehingga mencukupi sampel minimal yang diabil darah
yaitu 310 orang/desa.
3. Pemeriksaan klinis seharusnya dilakukan oleh dokter, namun karena
keterbatasan dokter di puskesmas maka pemeriksaan klinis dilakukan oleh
tenaga perawat senior yang sebelumnya telah dibekali informasi tentang
gejala klinis filariasis yang akan diperiksakan kepada seluruh masyarakat
yang akan diambil sediaan darah.
4. Indept interview terhadap pejabat daerah/informan yang sibuk memerlukan
kunjungan berulang beberapa kali, namun dapat dilakukan dengan membuat
janji waktu dan tempat akan dilakukan wawancara meskipun dihari libur.
5. Pemeriksaan Gen BM hanya menangkap jejak keberadaan brugia (protein
yang dihasilkan cacing), saat pemeriksaan bisa terjadi protein sudah tidak ada
lagi sehingga hasil pemeriksaan negatif meskipun saat pemeriksaan dengan
Brugia rapid (antibodi) terbaca positif. Bukan mendeteksi keberadaan cacing
saat pengambilan darah.
6. Cross check terhadap sampel tinja di pusat merupakan slide baru dari sampel
tinja yang dikirim, bukan slide yang diperiksa dilapangan oleh tim pengumpul
data sehingga kemungkinan ditemukan hasil yang berbeda antara tim
lapangan dan pusat dapat berbeda. Hasil yang dipergunakan adalah hasil
cross check dari pusat.
7. Penangkapan nyamuk sebanyak dua kali, selang satu bulan tidak mewakili
musim di daerah penelitian, sehingga berpengaruh terhadap keragaman
spesies dan jumlah nyamuk tertangkap di lokasi penelitian
149
8. Pengambilan darah seyogyanya dilakukan oleh analis, namun tidak semua
Puskesmas memiliki tenaga analisis, sehingga di salah satu lokasi penelitian
pengambilan darah dilakukan oleh tenaga penanggungjawab laboratorium
yang sebelumnya telah dilatih cara pengambilan darah jari dan vena untuk
Gen BM
150
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keberhasilan pelaksanaan TAS tahap pertama di Kabupaten Donggala didukung
oleh:
1. Aspek Epidemiologi (Agent, Host dan Lingkungan)
a. Tidak ditemukan masyarakat dengan gejala klinis filariasis dan hasil
pemeriksaan darah seluruhnya negatif mikrofilaria
b. Sikap dan Perilaku masyarakat mendukung pelaksanaan program eliminasi
filariasis meskipun pengetahuannya masih rendah.
c. Nyamuk tertangkap tidak mengandung larva B. malayi berdasarkan
pemeriksaan PCR, meskipun masih ditemukan tempat perindukan nyamuk
potensial.
2. Aspek Manajemen
a. Implementasi kebijakan pusat sejalan dengan daerah, meskipun belum ada
peraturan daerah yang mengatur mengenai eliminasi filariasis di
Kabupaten Donggala
b. SDM kesehatan berperan aktif dalam kegiatan eliminasi filariasis,
meskipun jumlah maupun kompetensinya masih kurang.
c. Masyarakat (kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK) turut dilibatkan
dalam POPM filariasis dengan cara mengerahkan warganya untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan contoh minum obat langsung agar
masyarakat tidak ragu.
d. Memaksimalkan anggaran yang berasal dari APBD, APBN, BAPPEDA
dan sumbangan dari USAID (RTI) untuk kegiatan eliminasi filariasis,
meskipun anggarannya masih dianggap kurang.
e. Memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia, meskipun jumlah dan
kwalitasnya masih kurang.
f. Terdapat keterlibatan lintas sektor (Dinas Pendidikan untuk data anak-
anak sekolah, BLHD, BAPPEDA, PKK, dan Pemberdayaan Masyarakat),
lintas program (Promkes, Kesling, Farmasi, KIA dan Pelayanan
151
Kesehatan) dan non kesehatan (kader, tokoh agama, tokoh masyarakat,
BPMD, dan LSM)
g. Sektor kesehatan baik tingkat provinsi maupun kabupaten memegang
peranan penting dalam program eliminasi filariasis serta menggerakkan
sektor-sektor terkait lainnya.
h. Program kesehatan menjadi salah satu program prioritas dari BAPPEDA
baik provinsi maupun kabupaten, meskipun tidak secara spesifik menyebut
program eliminasi filariasis
Saran
Harapan agar Kabupaten Donggala bisa memperoleh sertifikat eliminasi
filariasis, maka disarankan untuk :
9. Program eliminasi filariasis menjadi salah satu program prioritas di kabupaten
yang didukung dengan peraturan daerah, penganggaran, pemenuhan SDM
dan sarana prasarana yang memadai
10. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang filariasis melalui penyuluhan
yang terencana dan kontinyu oleh petugas kesehatan maupun non kesehatan
11. Tatalaksana penderita kronis terus dilakukan khususnya cara merawat
kaki/tangan yang bengkak
12. Pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah yang
ada di masyarakat rutin dilakukan minimal setahun sekali.
13. Survei entomologi untuk mengantisipasi keberadaan vektor terus dilakukan.
14. Meningkatkan peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, PPK,
kader kesehatan dalam kegiatan eliminasi filariasis.
15. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalan dengan baik.
16. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah secara
berkala, agar evaluasi TAS tahap kedua dan ketiga juga berhasil, sehingga
target tahun 2020 Kabupaten Donggala mendapatkan sertifikat eliminasi
filariasis dari Kementerian Kesehatan dapat tercapai.
152
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. World Health Organization. Global Programme to Eliminate Lymphatic
Filariasis (A Manual for Elimination Programmes). Prancis; 2011.
2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis Di
Indonesia. Jakarta: Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis,
Direktorat P2B2, Ditjen PPM & PLP; 2012.
3. Rahmah N, Taniawati S, Shenoy RK, et al. Specificity and sensitivity of a
rapid dipstick test (Brugia Rapid) in the detection of Brugia malayi
infection. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2001;95(6):601-604.
doi:10.1016/S0035-9203(01)90091-4.
4. Noordin R, Aziz RAA, Ravindran B. Homologs of the Brugia malayi
diagnostic antigen BmR1 are present in other filarial parasites but induce
different humoral immune responses. Filaria J. 2004;3(1):10.
doi:10.1186/1475-2883-3-10.
5. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Data Endemisitas Filariasis Di
Indonesia Sampai Dengan Bulan Juli 2014. Jakarta: Ditjen P2 PL,
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
6. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Rencana Pre TAS Kabupaten/Kota.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
7. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94/2014
Tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta; 2015.
8. Dinkes Kabupaten Donggala. Laporan Pelaksanaan POPM Filariasis
2012-2015 Kabupaten Donggala. Donggala; 2016.
9. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Filariasis di Indonesia. Bul
Jendela Epidemiol. 2010;1:1-8.
10. Anorital, Indiarto AH, Marleta R, Sugianto. Laporan Kajian Pengaruh
Upaya Pengobatan Massal Filariasis Terhadap Pengendalian Penyakit
Kecacingan. Jakarta; 2014.
11. Supali T. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor,
Nusa Tenggara Timur. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1:20-23.
12. Tuti S, Sismadi P, Ekowatiningsih R, Manumpil P. Situasi filariasis di
153
pulau alor pada tahun 2006. Bul Penelit Sist Kesehat. 2010;13(1):69-76.
13. Huppatz C, Capuano C, Palmer K, Kelly PM, Durrheim DN. Lessons from
the Pacific programme to eliminate lymphatic filariasis: a case study of 5
countries. BMC Infect Dis. 2009;9(1):92. doi:10.1186/1471-2334-9-92.
14. Sabesan S, Vanamail P, Raju K, Jambulingam P. Lymphatic Filariasis in
India: Epidemiology and Control Measures. J Postgrad Med. 2010;56:232-
238.
15. De-jian S, Xu-li D, Ji-hui D. The history of the elimination of lymphatic
filariasis in China. Infect Dis Poverty. 2013;2(1):30. doi:10.1186/2049-
9957-2-30.
16. WHO. Slides on training in monitoring and epidemiological assessment
mass drug administration for eliminatiion filariasis. 2015.
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/resources/TAS_training_materials/
en/. Accessed November 1, 2017.
17. Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of Sample
Size in Health Studies. England: John Wiley & Sons Ltd.; 1993.
18. Badan Pusat Statistik. Data Statistik kabupaten Donggala. 2017.
www.donggalakab.bps.go.id. Accessed October 31, 2017.
19. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. 2017.
www.sulteng.bps.go.id. Accessed October 31, 2017.
20. Dinkes Kabupaten Donggala. Profil Kesehatan Kabupaten Donggala
Tahun 2016. Donggala; 2016.
21. duniabaca.com. Definisi Pengetahuan Serta Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pengetahuan. 2015. http://duniabaca.com/definisi-
pengetahuan-serta-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pengetahuan.html.
Accessed November 29, 2017.
22. Anorital, Marleta Dewi R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita
Filariasis Malayi selama Pelaksanaan Pengobatan di Kabupaten Tabalong
Kalsel. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2004;14(4):42-50.
23. Nujum ZT, Amma KR LI, Haran JC, Vijayakumar K, Prabhakaran ST,
Noushad SA. Need for a differential criteria to stop mass drug
administration , based on an epidemiological perspective of lymphatic
154
filariasis in Thiruvananthapuram , Kerala , I ndia. Asian Pacific J Trop Dis.
2014;4(Suppl 1):S186-S193. doi:10.1016/S2222-1808(14)60437-0.
24. Nurjana MA, Ningsi, Puryadi, et al. Prevalensi dan Pengetahuan, Sikap,
Perilaku Masyarakat terhadap Filariasis di Wilayah Kabupaten Morowali,
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2009. J Vektor Penyakit. 2010;4(1):30-44.
25. Garjito TA, Jastal, Rosmini, Anastasia H, Srikandi Y, Labatjo Y. Filariasis
dan Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Penularannya di Desa
Pangku-Tolole, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong,
Provinsi Sulawesi Tengah. J Vektora. 2013;5(2):54-65.
26. Nurjana MA, Chadijah S, Veridiana NN, Anastasia H. Situasi Filariasis
Setelah Pengobatan Massal Tahun Ketiga di Kabupaten Mamuju Utara. J
Ekol Kesehat. 2017;16(2):93-103.
27. Darmayunita. Konsep Perilaku Kesehatan. 2012.
https://manyundarma.wordpress.com/2012/01/05/konsep-perilaku-
kesehatan-menurut-prof-dr-soekidjo-notoatmodjo-2003/. Accessed
December 5, 2015.
28. Zakapedia. Pengertian Sikap: Apa itu Sikap? | Pengertian Ahli. 2015.
http://www.pengertianahli.com/2014/03/pengertian-sikap-apa-itu-
sikap.html#. Accessed December 5, 2015.
29. Santoso, Saikhu A, Taviv Y, Yuliani R., Mayasari R, Supardi. Kepatuhan
Masyarakat terhadap Pengobatan Massal Filariasis di kabupaten Belitung
Timur tahun 2008. Bul Penelit Kesehat. 2008;38(4):192-204.
30. Purnomo I, Supriyono, Hidayati S. Pengaruh Faktor Pengetahuan dan
Petugas Kesehatan terhadap Konsumsi Obat Kaki Gajah (Filariasis) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article. Accessed December
29, 2016.
31. Mukhopadhyay AK, Patnaik SK, Babu PS, Rao KNMB. Knowledge on
Lymphatic Filariasis and Mass Drug Administration ( MDA ) Programme
in Filaria Endemic Districts of Andhra Pradesh , India. J Vector Borne Dis.
2008;45:73-75.
32. Purwantyastuti. Filariasis di Indonesia: Pemberian Obat Massal
155
Pencegahan (POMP) Filariasis. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1:15-19.
33. Arjadi F. Eliminasi Filariasis Limfatika Berbasis Masyarakat. J Humanis.
2008;1(2):93-99.
34. Haryuningtyas S. D, Subekti DT. Dinamika Filariasis di Indonesia. In:
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan; 2005:242-250.
35. Ompusunggu SM, Tuti S, Hasugian AR. Endemisitas Filariasis dengan
Lama Pegobatan Massal Berbeda. Maj Kedokt Indones. 2008;58(11):413-
420.
36. Yahya, Santoso. Studi Endemisitas Filariasis di Wilayah Kecamatan
Pemayung, Kabupaten Batanghari Pasca Pengobatan Massal Tahap II. Bul
Penelit Kesehat. 2013;41(1):18-25.
37. CDC. CDC - Ascariasis - Disease.; 2016.
38. Pullan RL, Smith JL, Jasrasaria R, Brooker SJ. Global numbers of infection
and disease burden of soil transmitted helminth infections in 2010. Parasit
Vectors. 2014;7(1):37. doi:10.1186/1756-3305-7-37.
39. CDC. CDC - Hookworm.; 2016.
40. CDC. CDC - Trichuriasis.; 2016.
41. Ibrahim IA. Status Kecacingan Soil Transmitted Helminh (STH) dalam
Pemantauan Kejadian Anemia padda Murid SD Inpres Bakung Samata
Kabupaten GowaTahun 2013. J Kesehat. 2014;7(1).
42. Chadijah S, Sumolang PPF, Veridiana NN. Hubungan Pengetahuan,
Perilaku dan Sanitasi Lingkungan dengan Angka Kecacingan pada Anak
Sekolah Dasar di Kota Palu. Media Penelit dan Pengemb Kesehat.
2014;24(1 Mar):50-56.
43. Samad. Hubungan Infestasi dengan Pencemaran Tanah oleh Telur Ccaing
Yang Ditularkan Melalui Tanah dan Perlaku Anak Sekolah Dasar di
kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung. 2009.
44. Leni Marlina SKN, Prof. Dr. dr. Soeyoko, DTM&H. S. Hubungan Faktor
Lingkungan dan Status Gizi dengan Intensitas Infeksi Soil Transmitted
Helmints pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Seluma Timur
Kabupaten Seluma Bengkulu. 2013.
156
45. Faridan K, Marlinae L, Audhah N Al. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian kecacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri Cempaka 1
Kota Banjarbaru. J Buski. 2013;4(3).
46. Albonico M, Ramsan M, Wright V, et al. Soil-transmitted nematode
infections and mebendazole treatment in Mafia Island schoolchildren. Ann
Trop Med Parasitol. 2002;96(7):717-726.
doi:10.1179/000349802125001942.
47. Halpenny CM, Paller C, Koski KG, et al. Regional, Household and
Individual Factors that Influence Soil Transmitted Helminth Reinfection
Dynamics in Preschool Children from Rural Indigenous Panamá. Brooker
S, ed. PLoS Negl Trop Dis. 2013;7(2):e2070.
doi:10.1371/journal.pntd.0002070.
48. SALI L, Abdullah AZ, SURIAH. Faktor Risiko Infestasi Soil Transmitted
Helminths pada Anak Usia Sekolah. 2013.
49. Siregar M. Kejadian Infeksi Cacing Dan Gambaran Kepemilikan Jamban
Serta Kepemilikan Air Bersih Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan
Nanda Dian Nusantara2011. 2015.
50. Strunz EC, Addiss DG, Stocks ME, Ogden S, Utzinger J, Freeman MC.
Water, Sanitation, Hygiene, and Soil-Transmitted Helminth Infection: A
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS Med. 2014;11(3).
doi:10.1371/journal.pmed.1001620.
51. Samudar N, Hadju V, Jafar N. Hubungan Infeksi Kecacingan dengan Status
Hemoglobin pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013. 2013.
52. Samosir P, Ratnawati R. Pengaruh Derajat Infeksi Cacing terhadap Tingkat
Kecerdasan Anak (Studi Kasus terhadap Siswa SD Negeri 067775
Kotamadya Medan). J IPTEK. 2015;1(1):7-12.
53. Ali MA, Sugiyanto Z, Suharyo S. Hubungan Infeksi Helminthiasis dengan
Kadar Hemoglobin (Hb) pada Siswa SD Gedongbina Remaja Kota
Semarang 2011. VISIKES. 2012;11(2).
54. Santoso, Suryaningtyas NH. Spesies Mikrofilaria Pada penderita Kronis
Filariasis secara Mikroskopis dan Polymerace Chain Reaction (PCR) di
157
Kabupaten Jabung Timur. Media Litbangkes. 2015;25(4):249-256.
55. Pratiwi R, Chairul A, Mgs Irsan S, Theodorus. Sensitivitas dan Spesifisitas
Metode Polymerase Chain Reaction Pada Pemeriksaan Brugia Malayi Di
Desa Sungai Rengit Murni Kabupaten Banyuasin. Maj Kedokt Sriwij.
2013;1:41-51.
56. Ramadhani T, Wahyudi BF. Keanekaragaman dan Dominasi Nyamuk di
Daerah Endemis Filariasis Limfatik , Kota Pekalongan. J Vektor Penyakit.
2015;9(1):1-8.
57. Portunasari WD, Kusmintarsih ES, Riwidiharso E. Survei Nyamuk Culex
spp. sebagai Vektor Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong,
Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera. 2017;33(3):142.
doi:10.20884/1.mib.2016.33.3.361.
158
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ
159
Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm
160
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi
161
Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan
162
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview
163
164