prosiding seminar hasil penelitian semester genap 2018

95
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019 ============================================================================================================================================================================

Upload: others

Post on 29-Apr-2022

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Page 2: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Page 3: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN

SEMESTER GENAP 2018/2019

UNIVERSITAS DARMA PERSADA

Pelindung : Rektor Universitas Darma Persada

Penangung Jawab : Wakil Rektor I

Pimpinan Redaksi : Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan

Kemitraan

Anggota Redaksi : Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU.

Dr. Gatot Dwi Adiatmojo

Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng

Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.

Drs. Rusydi M. Yusuf, M.Si.

Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan

Universitas Darma Persada Jl. Taman Malaka Selaltana) Pondok

Kelapa - Jakarta Timur (14350)

Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057

Fax.(021) 8649052

E-Mail : [email protected]

Home page : http://www.unsada.ac.id

Page 4: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Page 5: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ v ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR iii

Penggunaan Buku Dekiru Nihongo-Chuukyu dalam Matakuliah Jissen

Kaiwa III

Bertha Nursari, Zainur Fitri, Irawati Agustine

1 - 10

Fungsi dan Penggunaan Kalimat Kondisional dalam Bahasa Jepang

“shidai” dan “kagiri” Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi

Ari Artadi, Hari Setiawan

11 - 24

Fenomena Ikumen dalam Masyarakat Jepang

Indun Roosiani 25 - 38

Makna Fukugoudoushi dalam Buku New Approach Chuukyuu Nihonggo

Herlina, Ni Luh Suparwati

39 - 47

Analisis Makna Penggunaan Verba Kiru pada Kalimat Bahasa Jepang

Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji

48 - 69

Asimilasi Imigran Jepang di Brazil antara Nasionalisme dan Estado Novo

Erni Puspitasari,

70 - 80

Gambaran Kehidupan Masyarakat Jepang tahun 1928-1945 dalam Novel

Nijusshi no Hitomi Karya Sanae tsuboi

Metty Suwandhany, Tia Martia, Dila Rismayanti

81 - 93

Shindo Renmei dan Normalisasi Hubungan Diplomatik Jepang-Brazil

Pasca Perang Dunia II

Erni Pusptasari

62 - 72

Model Pengembangan Metode Pengajaran Ungkapan Idiom (Figurative

Language) untuk Peningkatan Kemampuan Membaca Cerita Berbahasa

Inggris bagiSiswa Kursus di Kota Bekasi

Juliansyah

73 - 88

Telaah Semantik Chengyu (成语) dalam Buku Pepatah Tionghoa

Kebijaksanaan Chengyu (Zhongguo Chengyu中国成语)

Yulie Neila Chandra

89 - 106

Pengaruh Puritanisme pada Perkembangan Pendidikan Masa Kolonial

Amerika tahun 1600 sampai 1776

Rusydi M. Yusuf

107 - 115

116 - 130

Page 6: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ vi ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Kajian Slogan Donald Trump Make America Great Again melalui Teori

Semantik Geoffrey Leech

Kurnia Idawati

Jenis dan Makna Wakamono Kotoba Bahasa Jepang pada Manga

“Hoshino, Me Wo Tsubutte” (Hoshino, Close Your Eyes)

Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji

131 - 140

Analisis Trasportasi Penyebrangan Laut antar Negara di Pulau Sumatera

Studi Kasus Penyebrangan Tanjung Balai Karimun-Harbour Front

Singapore dan Tanjung Balai Karimun Pelabuhan Kukup dan Pelabuhan

Puteri Malaysia

Danny Faturachman

141 - 150

Perencanaan Awal Slipway Sebagai Pendukung Operasional Kapal Perintis

Di Indonesia

Arif Fadillah

151 - 160

Pengembangan (Realisasi) Desain Prototipe Mesin Pembersih Tangki

Air

Husen Asbanu, Yefri Chan, Jamaluddin Purba

161 - 166

Pengaruh Kebijakan Deviden dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan

pada Industri-Industri Otomotif dan Komponen

Irma Citarayani, Endang Tri Pujiastuti, Saminem

167 - 182

Pengaruh Promosi Dan Proses Terhadap Minat Beli Konsumen Pada

Pembiayaan Multiguna Wom Finance Cabang Rawamangun

Resa Nurlaela, Irma Citarayani, Rian Miska Wega B

183 – 190

Fungsi dan Penggunaan Kalimat Kondisional Bahasa Jepang “tewa” dan

“baai” Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi

Ari Artadi, Hari Setiawan

191 - 203

Page 7: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ vii ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

KATA PENGANTAR

Seminar hasil penelitian para dosen Unsada semester genap tahun akademik 2018/2019

dengan tema “MENINGKATKAN MUTU DAN PROFESIONALISME DOSEN MELALUI

PENELITIAN” telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2019 di Universitas Darma

Persada. Seminar hasil penelitian para dosen tersebut diadakan dengan harapan dapat

menghasilkan inovasi-inovasi teori maupun inovasi-inovasi teknologi tepat guna dan juga

menyampaikan hasil penelitiannya kepada sesama dosen dilingkungan sivitas akademika

Unsada.

Prosiding ini disusun dengan menghimpun hasi-hasil penelitian para dosen yang telah

diseminarkan dan telah diperbaiki berdasarkan masukan-masukan pada seminar tersebut.

Tujuan disusunnya prosiding seminar ini adalah untuk mendokumentasikan dan

mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian para dosen yang telah diseminarkan.

Pada prosiding edisi semester genap tahun akademik 2018/2019 ini berisi 18 makalah,

yang terdiri dari; 13 makalah bidang Humaniora, 2 makalah bidang Teknologi Kelautan, 2

makalah bidang Ekonomi, dan 1 makalah bidang Teknik.

Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada para peneliti, penyaji dan

para penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama, sehingga prosiding ini

dapat diterbitkan. Selanjutnya harapan kami semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi para

pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 27 Agustus 2019

Kepala

Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat

dan Kemitraan

Page 8: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 8 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

PENGGUNAAN BUKU

DEKIRU NIHONGO – CHUUKYUU DI KELAS JISSEN KAIWA III

Bertha Nursari, Zainur Fitri, Irawati Agustine

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan metode Classrom Action Research (Penelitian

Tindakan Kelas) menggunakan buku teks Dekiru Nihongo Chukyuu untuk kelas Jissen

Kaiwa III yang merupakan kelas percakapan (kemampuan berbicara). Subyek penelitian

adalah mahasiswa program D3 Bahasa Jepang semester VI. Hasil yang ditemukan adalah

informasi tentang penggunaan buku teks Dekiru Nihongo yang cukup baik dalam upaya

meningkatkan kemampuan mahasiswa dan sejalan dengan penguasaan kemampuan Can-

do di kelas. Dari penelitian diperoleh input bahwa dengan menggunakan buku teks ini

yang sejalan dengan capaian Can-do di kelas Jissen Kaiwa III, ada beberapa hasil positif

dan negatif yang didapatkan. Hasil positif dan negatif ini membutuhkan analisis yang

lebih mendalam lagi dalam upaya meningkatkan kemampuan pemelajar di kelas

kemampuan berbicara.

kata kunci : bahasa jepang, percakapan, dekiru nihongo, can-do, action research

Pendahuluan

Pembelajaran bahasa Jepang yang dilakukan saat ini tidak hanya berpusat pada

silabus tata bahasa melainkan juga menganggap penting silabus Can-do. Menurut buku

panduan JF Standard (2017), Can-do sendiri menunjukkan tingkat kematangan

pencapaian bahasa yang dinyatakan dengan format “Mampu..”. Can-do memiliki

perbedaan dengan penangkapan tingkat kematangan yang telah mengetahui pola kalimat

dan gramatika apa yang sudah dipelajari, berapa kata atau kanji yang sudah diketahui oleh

pemelajar, karena Can-do merupakan indikator yang menunjukkan contoh aktivitas

bahasa yang mampu dilakukan pada tingkat kematangan bahasa atau pemahaman bahasa

yang dimiliki. Bagi mata kuliah kaiwa (percakapan), salah satu aktivitas yang dilakukan

di kelas adalah melakukan komunikasi antar dua pihak atau lebih. Kemampuan pemelajar

untuk memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara baik yang tersirat maupun

tersurat adalah sesuatu yang harus dikuasai oleh pemelajar terutama pada level menengah.

Kesulitan yang dihadapi oleh pemelajar adalah pengajaran yang memiliki fokus pada tata

bahasa dan cenderung sedikit mengabaikan praktik langsung dari kemampuan bahasa

Page 9: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 9 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

yang telah dikuasai oleh pemelajar, karenanya kami sebagai peneliti tertarik untuk

mengulas buku teks “Dekiru Nihongo Chukyu” karena dianggap menggambarkan tentang

aktivitas Can-do yang menjadi daya tarik dari pengajaran ini. Selain itu, dengan

mengadakan penelitian menggunakan sumber buku teks ini, diharapkan dapat menjadi

suatu masukan bagi proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas.

Tinjauan Pustaka

1. JF Standard

JF Standard memiliki konsep “Bahasa Jepang untuk Pemahaman Lintas Budaya”

yang bertujuan memposisikan bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa di dunia yang

hidup dalam kondisi masyarakat dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda (Buku

Panduan JF Standard, 2017). Konsep “Bahasa Jepang untuk Pemahaman Lintas Budaya”

ini memiliki 4 karakteristik sebagai berikut:

1. Menganggap komunikasi sebagai aksi bersama

2. Ada wadah dan wilayah untuk melakukan aksi bersama

3. Mendorong komunikasi anatara pengguna bahasa Jepang melewati batas negara

dan suku

4. Dengan mempelajari dan menggunakan “Bahasa Jepang untuk Pemahaman

Lintas Budaya” memberikan kesempatan pemelajar untuk bersinggungan

dengan bahasa dan kebudayaan yang berbeda dari bahasa ibunya.

Selain empat karakteristik di atas, JF Standard juga membagi kemampuan bahasa menjadi

tiga unsur yaitu:

1. Kemampuan Linguistik adalah kemampuan yang berhubungan dengan

kosakata, tata bahasa, pelafalan, huruf, penulisan, dan seterusnya. Kemampuan

ini mencakup kemampuan penguasaan kosakata dan tata bahasa, kemampuan

pemahaman makna, kemampuan pelafalan, serta kemampuan membaca dan

ortografi (kemampuan menulis huruf, kata, dan kalimat).

2. Kemampuan Sosiolinguistik adalah kemampuan menggunakan bahasa secara

tepat dengan menaati berbagai peraturan dalam berinteraksi dengan

Page 10: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 10 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

memperhatikan hubungan dengan lawan bicara ataupun situasi pembicaraan

yang dilakukan.

3. Kemampuan Pragmatik adalah dua kategori kemampuan yaitu kemampuan

diskursus (wacana) dan kemampuan fungsional. Kemampuan diskursus adalah

kemampuan untuk menyusun dan mengontrol diskursus. Kemampuan

fungsional adalah kemampuan yang digunakan dengan benar setelah

mengetahui peran dan tujuan (contoh: memberitahu suatu peristiwa,

membujuk).

JF Standard (2017) kembali membagi tingkat kematangan berbahasa Jepang

menjadi 6 level sesuai dengan kemampuan penyelesaian tugas (Can-do). Berikut adalah 6

level beserta penjelasannya.

1. Pengguna Bahasa Jepang Dasar (Level A1 dan A2)

2. Pengguna Bahasa Jepang Mandiri (Level B1 dan B2)

3. Pengguna Bahasa Jepang Mahir (Level C1 dan C2)

Setiap level memiliki kemampuan yang berbeda-beda, yaitu:

1. Level A1, mampu membaca ungkapan yang sangat pendek, sudah disiapkan

sebelumnya dan sudah berlatih mengucapkannya. Misalnya perkenalan diri

pembicara atau ucapan saat bersulang

2. Level A2, mampu menyampaikan presentasi pendek dan bersifat mendasar

mengenai topik yang dikenal baik setelah berlatih sebelumnya

3. Level B1, mampu menyampaikan presentasi sederhana mengenai topik yang

sangat diketahui karena merupakan bidang yang dikuasai dan telah

mempersiapkan sebelumnya

4. Level B2, mampu melakukan presentasi yang telah disiapkan sebelumnya

dengan cara penyampaian yang tegas

5. Level C1, mampu mempresentasikan topik yang rumit, dengan struktur yang

jelas

Page 11: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 11 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

6. Level C2, mampu berkomunikasi lisan mengenai isi pembicaraan yang rumit

dengan jelas dan penuh percaya diri, termasuk mengenai topik yang tidak

dikenal baik sekalipun.

2. Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa

tujuan pembelajaran bahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa dalam

berkomunikasi. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi juga

sebagai sarana atau alat untuk berkomunikasi sehingga bahasa digunakan sesuai

fungsinya yaitu komunikatif. Pada pembelajaran nomi, bahasa yang komunikatif, kegiatan

lebih berpusat pada siswa. Posisi guru sebagai fasilitator memberikan siswa kebebasan

otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang lebih besar dalam proses belajar.

Tujuan pembelajaran bahasa menurut pendekatan komunikatif adalah:

1. Mengembangkan kompetensi komunikatif siswa yaitu kemampuan

menggunakan bahasa yang dipelajarinya itu untuk berkomunikasi dalam

berbagai situasi dan konteks.

2. Meningkatkan penguasaan keempat keterampilan berbahasa yang diperlukan

dalam berkomunikasi.

Selain itu, materi pelajaran utama dari pendekatan komunikatif adalah:

1. Empat keterampilan berbahasa

2. Fungsi-fungsi bahasa yang diperlukan siswa seperti fungsi bertanya, menjawab,

menyapa, menyangkal, mengajukan pendapat, dll.

3. Variasi-variasi bahasa, di samping variasi baku/formal, untuk memungkinkan

pemelajar mampu berbahasa sesuai konteks.

4. Sistem bahasa (struktur, kosakata, fonem, ejaan, intonasi, dan lafal)

5. Sastra yang tidak dijadikan bahasan yang berdiri sendiri, tetapi diintegrasikan

dengan keterampilan berbahasa (Dadan, 2008).

Sumber materi yang digunakan dalam pendekatan komunikatif sedapat mungkin

adalah materi otentik, berupa bahasa otentik yaitu bahasa yang digunakan dalam konteks

Page 12: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 12 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

nyata, sehingga pemelajar akan dihadapkan pada bahasa nyata yang ditemui dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Action Research Design (Disain Penelitian Aksi/ Tindakan)

Action Research Design adalah desain penelitian yang dilakukan dengan melalui

beberapa tahapan (lihat gambar). Tahapan tersebut berupa:

1. Mengindentifikasi masalah yang ada di dalam kelas

2. Menjadikan masalah tersebut sebagai pertanyaan

3. Mengumpulkan sumber, seperti pihak yang dapat membantu menyelesaikan

permasalahan ini.

4. Mengumpulkan informasi dan data, baik berupa data kualitatif dan kuantatif

5. Mulai menyusun informasi yang telah didapatkan

6. Menceritakan tentang

penelitian yang dilakukan

7. Menanyakan pertanyaan

berikutnya.

Classroom Action Research

merupakan salah satu contoh dari

Action Research Design. Classroom

Action Research dalam bahasa

Indonesia disebut dengan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). PTK ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh pengajar

(pendidik) di kelas atau tempat di mana dia mengajar, dengan fokus pada penyempurnaan

proses dan praksis pembelajaran. PTK memiliki fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan

masalah-masalah yang muncul di dalam kelas dan juga sebagai alat seorang pengajar

untuk menggunakan keterampilan dan metode-metode baru serta mempertajam

kemampuan analitisnya. Selain itu PTK juga sebagai alat untuk memperbaiki komunikasi

antara guru dengan peneliti ilmiah, dan juga sebagai alat yang dapat memberikan

alternatif bagi permasalahan yang terjadi di kelas. PTK sendiri dilakukan dalam suatu

siklus, terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) perencanaan aksi, (2) aksi pembelajaran, (3)

Page 13: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 13 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

kegiatan obsevasi, (4) refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi (Siti,

2013)

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah penelitian

pada penggunaan buku teks Dekiru Nihongo Chuukyuu pada kelas Jissen Kaiwa III

yang akan dilakukan pada mahasiswa semester VI Prodi Bahasa Jepang D3 di Universitas

Darma Persada. Sedangkan untuk perumusan masalah, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penggunaan buku teks Dekiru Nihongo Chuukyuu dan

pelaksanaan Can-do di kelas Jissen Kaiwa III dengan menggunakan buku

teks ini?

2. Seperti apa hasil yang didapatkan oleh pembelajar setelah mengikuti

pembelajaran menggunakan buku teks ini?

Metodologi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Disain Penelitian

Aksi (Action Research Design). Ada dua tipe Disain Penelitian Aksi yaitu Riset Aksi

Praktis (Practical Action Research) dan Riset Aksi Partisipan (Participatory Action

Research). Penelitian ini akan menggunakan Riset Aksi Praktis (Practical Action

Research) dengan fokus pada Classroom Research Design (Penelitian Tindakan Kelas).

Dalam riset ini pengajar mencari permasalahan dalam kelasnya sendiri sehingga akan

dapat meningkatkan kemampuan pemelajar sekaligus meningkatkan kemampuan

prosesional pengajar sendiri.

Pembahasan

Dalam penelitian ini, kegiatan yang dilakukan adalah tindakan kelas (classroom

research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan oleh

pengajar (pendidik) di kelas atau tempat di mana dia mengajar, dengan fokus pada

penyempurnaan proses dan praksis pembelajaran. Dalam penelitian ini, dilakukan di kelas

Jissen Kaiwa III, di institusi tempat peneliti mengajar sekaligus kelas ini adalah kelas

yang diampu oleh peneliti sendiri. PTK memiliki fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan

Page 14: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 14 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

masalah-masalah yang muncul di dalam kelas dan juga sebagai alat seorang pengajar

untuk menggunakan keterampilan dan metode-metode baru serta mempertajam

kemampuan analitisnya. Selain itu PTK juga sebagai alat untuk memperbaiki komunikasi

antara guru dengan peneliti ilmiah, dan juga sebagai alat yang dapat memberikan

alternatif bagi permasalahan yang terjadi di kelas. PTK sendiri dilakukan dalam suatu

siklus, terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) perencanaan aksi, (2) aksi pembelajaran, (3)

kegiatan obsevasi, (4) refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi (Siti,

2013).

Tahapan penelitian berikut penjelasannya :

1. Perencanaan Aksi ; dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang perlu selama

melakukan PTK. Di dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah menentukan

fokus masalah yaitu kurangnya keberanian siswa untuk berbicara dengan

menggunakan bahasa Jepang sedangkan ini adalah kelas kemampuan

berbicara. Apakah ini karena buku teks yang dipergunakan terlalu fokus pada

tata bahasa atau memang ada faktor lain yang menyebabkan siswa tidak

percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Jepang.

2. Aksi Pembelajaran ; dilakukan dengan menggunakan buku teks Dekiru

Nihongo Chukyuu. Alasan kenapa menggunakan buku ini ada beberapa, yaitu

a) karena buku ini termasuk terbitan baru, sehingga informasi yang ada di

dalam buku ini lebih mendekati realita zaman sekarang. b) buku ini memuat

bacaan singkat di setiap bab-nya, bacaan singkat menceritakan hal-hal menarik

yang ada di Jepang baik budaya maupun bahasa yang sebelumnya tidak

ditemukan dalam buku yang dipergunakan di semester-semester sebelumnya.

c) Tata Bahasa dan kosakata yang muncul di dalam buku ini menuntut

mahasiswa untuk menemukan sendiri makna dan artinya berdasarkan contoh-

contoh kalimat yang diberikan, sehingga memberikan siswa kesempatan untuk

belajar mandiri.

Aksi Pembelajarannya sendiri dilakukan selama dua kali dalam satu minggu,

masing-masing 100 menit. Kegiatan yang dilakukan berpatokan pada materi

yang ada di setiap bab-nya. Tetapi, ada kalanya peneliti melakukan sedikit

modifikasi dengan meminta siswa melakukan presentasi singkat baik

Page 15: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 15 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

menggunakan powerpoint slide atau berbicara tanpa teks selama beberapa

menit, tentunya menggunakan bahasa Jepang, dengan tema yang sesuai

dengan bab yang sedang dibahas.

3. Kegiatan Obsevasi : kegiatan observasi ini dilakukan oleh peneliti dengan

mencatat setiap hasil perkembangan siswa yang melakukan kegiatan di kelas.

Apakah mereka sudah berhasil atau sudah mampu melakukan tugas (task)

sesuai yang diminta. Apakah mereka sudah menunjukkan level kemampuan

berbahasa sesuai dengan yang diharapkan. Observasi berlangsung selama mata

kuliah ini berlangsung yaitu 28 kali tatap muka. Tentunya, tidak semua

kegiatan berupa presentasi atau melakukan pidato singkat, ada kalanya sebagai

pengajar sekaligus peneliti meminta mereka untuk mencoba menjelaskan

kalimat-kalimat yang ada di dalam buku guna memastikan apakah pemahaman

mereka sudah tepat dengan yang dituju.

4. Refleksi untuk menganalisis data yang diperoleh melalui aksi, dari hasil

observasi ditemukan beberapa hal yang menjadi perhatian peneliti dan juga

para subjek dalam penelitian ini. Berikut hasil refleksi tersebut :

Sisi positif (+)

1) Buku ini membantu pemelajar bukan hanya dari bahasanya tetapi

juga budaya dan kebiasaan yang ada di Jepang

2) Untuk materi bacaan informasi yang diberikan cukup baru

3) Buku ini pun banyak pola kalimat beserta contohnya yang

memudahkan mahasiswa belajar.

4) Di setiap bab, terdapat informasi menarik masa kini tentang

Jepang, sehingga menambah pengetahuan

5) Adanya latihan melakukan percakapan secara spontan, dengan

menggunakan gambar tanpa ada dialog

6) Buku ini secara tidak langsung melatih kepercayaan diri mahasiswa

dalam percakapan bahasa Jepang.

7) Ada banyak kosakata dan tata bahasa yang bisa membantu

mahasiswa mengikuti JLPT

Page 16: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 16 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Sisi Negatif (-)

1) Terlalu banyak tulisan daripada gambar, sehingga mahasiswa tidak

mendapatkan gambaran materi secara jelas.

2) Di bagian latihan percakapan, kurangnya detilnya penjelasan apa

yang harus dilakukan, terget apa yang ingin dicapai, membuat

mahasiswa bingung untuk memahami secara cepat.

3) Akibat mahasiswa terbiasa terpaku dengan pola tata bahasa, ketika

mendapatkan bacaan informasi yang bahasanya informal atau

bahasa masa kini terkadang masih ada sedikit kesulitan untuk

memahami materi yang tertulis di dalam buku ini.

Kesimpulan

Penggunaan Buku Teks Dekiru Nihongo – Chukyuu yang dilakukan di kelas D3

Bahasa Jepang, ternyata memberikan efek positif pada mahasiswa dengan terpajannya

mereka akan info tentang Jepang yang relatif baru. Tetapi ada juga kekurangan yang

disadari oleh peneliti dan juga subjek penelitian, yaitu kemampuan setiap siswa di dalam

kelas yang berbeda-beda. Ini perlu diperhatikan oleh pengajar agar tugas yang akan

diberikan dan dikerjakan oleh siswa benar-benar dipahami, dan akhirnya mampu

menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan target yang diinginkan. Sebagai contoh,

informasi yang ada di dalam buku, tidak semua siswa mampu mencerna dengan baik,

dikarenakan kemampuan berbahasa yang terkadang tidak atau belum mencapai level yang

sesuai dengan bacaan tersebut. Sehingga sebagai pengajar perlu memikirkan alat bantu

bagi siswa yang tepat sehingga mereka bisa mengatasi kekurangan tersebut.

Buku ini memang dapat memancing siswa untuk menggunakan bahasa Jepang

secara spontan, karena ada bebarapa bagian dari buku ini yang memberikan gambar-

gambar tanpa ada dialog, sehingga siswa dipancing untuk membuat dialog berdasarkan

imajinasi sendiri, sesuai dengan tema yang diberikan. Hal ini baik untuk dilakukan karena

akan menjadikan siswa paham apa yang ingin dikatakan, apa yang akan dikatakan, tidak

hanya sekadar menghafal rentetan kalimat sehingga terkesan membeo. Tetapi, perlu

diperhatikan, konteks dari gambar tersebut harus diperjelas oleh pengajar sehingga

Page 17: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 17 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

mahasiswa mampu mencapai target yang dituju. Kembali lagi, pengajar perlu melakukan

banyak evaluasi terhadap cara penggunaan buku ini sehingga tujuan yang sudah

dirancang sedari awal dapat tercapai.

Kendala lain yang dihadapi oleh pengajar terutama di dalam kelas adalah

keterbatasan waktu. Diperlukan tindakan atau perlakuan tertentu oleh pengajar dan

pemelajar, dapat berupa melakukan pemilihan materi yang akan dilakukan di kelas dan

materi yang bisa dikerjakan di rumah, sehingga target pembelajaran tercapai. Selain itu,

buku ini memang memuat banyak tata bahasa yang berkaitan dengan pembelajaran di

level menengah. Tentu saja ini juga perlu untuk dibahas, tetapi karena kelas ini adalah

kelas kemampuan berbicara maka sebaiknya memilih sub bab yang memiliki aktivitas

berbicara agar siswa tidak lagi merasa ragu dan merasa takut salah untuk berbicara.

DAFTAR PUSTAKA

2017. _____. JF Standard bagi pendidikan bahasa jepang – Petunjuk pemakaian bagi

pengguna (edisi terbaru). Japan Foundation : Jakarta

2012. Creswell, John W. Planning, conducting, and evaluating quantitave and qualitative

Research. 4th ed. Pearson : Boston.

2008. Dadan Djuand. Studi tentang penerepan pendekatan komunikatif dan pendekatan

terpadu dalam pembelajaran bahasa indonesia di kelas VI SD Negeri Sukamaju

Kabupaten Sumedang. Jurnal Pendidikan Dasar No.10 – Oktober 2008.

2013. Siti, Khasinah. Classroom action research. Jurnal Pionir. Vol 1. No 1. Juli –

Desember 2013. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Pionir/article/viewFile/159/140

diakses 02 Juli 2019

Page 18: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 18 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Fungsi dan Pengunaan Kalimat Kondisional Bahasa Jepang

“kagiri” dan “shidai”

Berdasarkan Modalitas dan Teori Teritori Informasi

Ari Artadi 1

[email protected]

Hari Setiawan 2

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis fungsi dan penggunaan pola kalimat

“shidai” dan “kagiri” sebagai kalimat kondisional. Untuk itu, dengan mengunakan

metode kualitatif, penelitian ini mengolah data contoh kalimat yang diambil dari surat

kabar Jepang. Kemudian dianalisis berdasarkan modalitas pada akhir kalimat dan teori

teritori informasi. Hasil analisis adalah, fungsi dan penggunaan kalimat kondisional yang

muncul dari pola “kagiri” dan “shidai” adalah kalimat kondisional yang berupa

hipotesis/asumsi/ dugaan (kateijoukenbun) dan kalimat kondisional yang merupakan

kejadian atau perihal yang berulang (jojutsujokenbun). Kemudian baik pola “kagiri”

maupun “shidai” dapat memunculkan pola kalimat kondisional yang menunjukan

kejadian lampau yang berunutan ( jijitsujoukenbun ), namun pola “kagiri” memunculkan

kalimat kondisional yang menunjukan suatu temuan, sedangkan “shidai” menunjukan

kalimat kondisional yang merupakan kegiatan lampau berunutan. Penggunaan pola

kalimat "shidai" pada dasarnya didominasi oleh kalimat kondisional

hipotetis/asumsi/dugaan (kateijoukenbun). Dari sudut pandang modalitas, modalitas

keinginan dapat digunakan diakhir kalimat. Sebaliknya, penggunaan bentuk "kagiri" oleh

dapat berupa kalimat kondisional faktual berulang (jojutsujokenbun) atau kalimat

kondisional hipotesis (kateijoukenbun). Modalitas pada kalimat kondisional pola “kagiri”

sebagian besar adalah modalitas naratif, pertanyaan, penilaian, kesadaran, dan penjelasan.

Modalitas yang menunjukan keinginan sulit ditemukan. Berdasarkan penggunaan

modalitas dan teori teoritori informasi, dapat diambil kesimpulan bahwa isi informasi

kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” dapat berupa informasi yang hanya

diketahui oleh penutur (hanashitenochuushin),dan juga informasi yang diketahui oleh

penutur , mitra tutur dan khalayak umum (kikitenochuushin) .

Page 19: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 19 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Keyword:

Kalimat Kondisional, Modalitas, Teori Teritori Informasi, kikitenochushin,

hanashitenochushin

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Bahasa Jepang memiliki beberapa pola kalimat yang dapat digunakan untuk

mengungkapkan Kalimat Kondisional. Pola Kalimat “ to” , “ tara” , “reba” , dan “nara”

merupakan pola kalimat yang umum digunakan untuk mewakili Kalimat Kondisional

bahasa Jepang. Namun, selain 4 pola kalimat tersebut bahasa Jepang juga memiliki pola

kalimat yang penggunaan dan fungsinya mirip, seperti kalimat kondisional pola

“shidai”dan “kagiri” di bawah ini.

(1) 来年も土俵に上がる限り、最後まで優勝争いをしたい。(朝日新聞 2000/11/20)

Rainen mo dohyou ni agaru kagiri, saigo made yushu arasoi wo shitai.

Tahun depan juga selama bisa naik ring, (saya) ingin bersaing menjadi yang terbaik hingga

akhir.

(2) 社民が結論を出し次第、党本部から改めて話があるだろう。(朝日新聞

2012/11/19)

Shamin ga ketsuron wo dashi shidai, touhoubu kara aratemete hanashi ga aru

darou.

Selama orang-orang membuat kesimpulan, mungkin akan ada lagi pembicaraan dari kantor

pusat partai.

Dapat dilihat dari dua kalimat di atas sama seperti pola “kagiri” dan “shidai”

merupakan kalimat – kalimat majemuk bertingkat yang digunakan untuk menyatakan

kalimat kondisional dapat diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi “selama” . Pada

akhir kalimat tersebut ~ たい( tai ) adalah modalitas yang menyatakan keinginan penutur,

dan ~だろう( darou) adalah modalitas yang menyatakan dugaan penutur, sehingga kedua

kalimat kondisional tersebut menunjukan hipotesis/asumsi/ dugaan.

Terkait dengan modalitas, Charles Bally ( 1942 ) dalam Hasan Alwi ( 1992 )

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan modalitas adalah “ bentuk bahasa yang

menggambarkan penilaian berdasarkan nalar, penilaian berdasarkan rasa, atau keinginan

pembicara sehubungan dengan persepsi atau pengungkapan jiwanya”, sehingga dapat

Page 20: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 20 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

dikatakan bahwa modalitas adalah penilaian berdasarkan nalar, rasa, atau keinginan dari

penutur terhadap suatu perihal. Kemudian berkaitan modalitas pada perihal yang

diungkapkan atau dituliskan dalam sebuah kalimat, Nihongokijutsubunpokenkyukai

(2003) menjelaskan yang dimaksud modalitas dalam sebuah kalimat adalah bahwa

“ Kalimat terdiri dari 2 bagian yaitu Inti kalimat dan Modalitas. Inti Kalimat adalah isi

dari yang kalimat tersebut, sedangkan modalitas adalah bagaimana cara penyampaian isi

dari kalimat tersebut.”. Jadi yang dimaksud modalitas dalam sebuah kalimat adalah ragam

pilihan penutur menyampaikan isi kalimat kepada mitra tutur.

Modalitas yang berbeda pada pola kalimat kondisional bahasa Jepang di atas

menunjukan bagaimana penggunaan pola – pola kalimat tersebut. Sehingga, untuk

melihat bagaimana perbedaan pengunaan pola – pola kalimat tersebut dapat digunakan

modalitas sebagai acuan untuk menganalisis cara penggunaan dan fungsi masing-masing

pola tersebut.

Selain modalitas, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa modalitas berfungsi

menyampaikan isi dari kalimat. Disisi lain modalitas juga yang menentukan bahwa

informasi yang terkandung dalam kalimat tersebut merupakan informasi yang diketahui

hanya oleh penutur saja, informasi tersebut diketahui oleh penutur dan mitra tutur, dan

bersifat pengetahuan umum, atau informasi tersebut tidak diketahui oleh penutur maupun

mitra tutur. Untuk dapat menjelaskan penggunaan pola kalimat kondisional bahasa Jepang

sehingga dapat digolongkan dengan sederhana, maka pada penelitian ini selain modalitas

juga digunakan teori teritori informasi.

Teori Teritori Informasi yang dikemukan oleh Kamio (1999) adalah upaya melihat isi

dari informasi yang disampaikan dalam sebuah kalimat adalah informasi yang hanya

diketahui oleh penutur, diketahui hanya oleh keduanya, atau merupakan informasi umum

yang diketahui tidak hanya oleh penutur dan mitra tutur namun juga khalayak umum.

1.2 Perumusan Masalah

Dari kedua pola kalimat kondisional bahasa Jepang di atas dan contoh pola kalimat

kondisional “kagiri” dan “shidai”, dapat dilihat bahwa kedua pola tersebut sama-sama

berfungsi untuk menunjukan kalimat kondisional. Namun, kedua pola kalimat ini

memiliki arti dan fungsi yang nampaknya berbeda seperti pada contoh kalimat nomer 1

dan 2. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya mencari persamaan dan perbedaan

penggunaan dan fungsi pola kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai”. Bagaimana

Page 21: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 21 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

penggunaan dan fungsi kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai” dalam bahasa Jepang

berdasarkan modalitas yang digunakan dan teori teritori informasi.

1.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian pola kalimat kondisional Jepang telah dilakukan, oleh peneliti seperti Kuno

(1973), Masuoka (1997), Hazunuma (2001), Tanaka (2005) dan Maeda (2009) memiliki

pendapat yang hampir sama tentang kalimat kondisional bahasa Jepang. Mereka

menjelaskan bahwa kalimat kondisional yang dibentuk dengan mengunakan partikel

sambung “kagiri” sebagai besar kalimat tersebut menunjukan kejadian yang berulang dan

kalimat yang menunjukan hipotesis /asumsi/dugaan. Karena kalimat kondisional pola

“kagiri” sebagian besar adalah kalimat kondisional berulang, maka ada pembatasan dalam

penggunaan modalitas akhir kalimat yang dapat digunakan. Kemudian, kalimat

kondisional yang dibentuk oleh partikel sambung “shidai”, merupakan kalimat

kondisional yang menunjukan pengandaian atau dugaan yang dapat mengunakan berbagai

macam modalitas untuk menyampaikan maksud dari penutur.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat dari sisi modalitas pola kalimat kondisional

“kagiri” dan “shidai” memiliki aturan penggunaan yang mirip, namun ada penggunaan

yang berbeda dari sisi modalitas. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa ada pembatasan

pemakaian modalitas pada pola kalimat kondisional “kagiri”. Sedangkan pada pola

kalimat kondisional “shidai” belum dijelaskan lebih dalam apakah ada pembatasan dalam

pemakaian modalitas atau tidak. Dari penjelasan ini digunakan, dan teritory informasi

agar memudahkan penggolongan.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari penjelasan bagian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah mencari dan

mengetahui perbedaan penggunaan pola kalimat kondisional “kagiri” dan “shidai” dalam

bahasa Jepang melalui acuan modalitas dan teori teritori informasi. Kemudian

menggolongkan kondisional pola “kagiri” dan “shidai” berdasarkan apakah isi informasi

merupakan informasi yang dimiliki oleh penutur, mitra tutur, atau khalayak luas.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menemukan kejelasan perbedaan penggunaan pola

kalimat kondisional yang mengunakan partikel sambung “kagiri” dan “shidai”, dengan

melihat secara jelas pemakaian modalitas, dan menggolongkannya dengan mengunakan

teori teritori informasi. Dengan memperjelas penggunaan modalitas dan dimana informasi

Page 22: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 22 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

isi kalimat beraada berdasarkan teritori informasi, maka pembalajar bahasa Jepang dapat

memahami lebih baik dan mampu menggunakan pola kalimat kondisional yang

mengunakan partikel sambung “kagiri” dan “shidai” dengan lebih baik.

1.6 Metodelogi Penelitian

Dalam penelitian ini metodelogi yang dipakai adalah metode kualitatif, dimana data

utama adalah kalimat-kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” bahasa Jepang yang

dikumpulkan dari media surat kabar online Jepang (Surat Kabar Asahi Shimbun, Majalah

AERA, dan Majalah Shukan Asahi) periode 2011 - 2013. Data yang terkumpul dianalisis

dan digolongkan dengen acuan modalitas dan teori teritori informasi. Penjelasan hasil

analisis didukung oleh data berupa angka yang dimunculkan untuk memperkuat

argumentasi.

2. Jenis Kalimat Kondisional, Modalitas, dan Teori Teritori Informasi

2.1 Jenis – Jenis Kalimat Kondisional

Penelitian ini menetapkan jenis-jenis kalimat kondisonal berdasarkan Teori Realitas

yang disampaikan oleh Maeda Naoko (2009). Teori Realitas pada dasarnya melihat isi

frase pada anak kalimat dan isi frase Induk kalimat, apakah informasi yang ada pada anak

kalimat dan induk kalimat adalah perihal yang telah selesai atau belum. Berdasarkan

Teori ini, kalimat kondisional dibagi menjadi 3 jenis:

1. Kalimat Kondisional Hipotesis/Asumsi/ Dugaan ( Katei jokenbun )

Pada Kalimat Kondisional ini isi anak kalimat adalah kejadian yang belum terjadi

atau kejadian yang sudah terjadi, namun isi informasi induk kalimat nya adalah

kejadian yang belum terjadi.

Diagram 1

Kalimat Kondisional Hipotesis / Asumsi / Dugaan

(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )

Perihal yang belum terjadi / sudah

terjadi

Kejadian yang belum terjadi

Belum Terjadi / Sudah terjadi Belum Terjadi

Contoh kalimat kondisional hipotetis / asumsi / dugaan

Page 23: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 23 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

(3) もし核戦争が起こったら、日本はあっという間に消えてしまうだろう。

(Hazunuma:8)

Moshi kakuseso ga okottara, nihon wa attoiumani kieteshimau darou.

Jika terjadi perang nuklir, Jepang mungkin akan lenyap dalam sekejap.

Kalimat (3) di atas, menunjukan hipotesis/asumsi/dugaan yang kemungkinan akan

terjadi. Informasi pada anak kalimat “perang nuklir”, maupun informasi pada induk

kalimat “Jepang mungkin akan lenyap” adalah informasi yang merupakan hipotesis

atau dugaan.

2. Kalimat Kalimat Kondisional Faktual Berulang ( Kojo jokenbun )

Pada kalimat ini adalah kalimat kondisional yang menujukan pengetahuan yang

bersifat umum atau kalimat yang menunjukan kejadian berulang. Pada kalimat

kondisional ini isi informasi anak kalimat, maupun induk kalimat adalah kejadian

yang berulang dan diketahui oleh umum.

Diagram 2

Kalimat Kondisional Faktual Berulang

(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )

Jika kejadian ini terjadi Pastinya Kejadian ini juga terjadi

Contoh kalimat kondisional faktual berulang:

(4) 東京の中心部を掘ると、江戸時代のゴミが出てくる。(AERA 1992/10/27)

Tokyo no chuushinbu wo horuto, Edo Jidai no gomi ga detekuru.

Jika anda menggali di Pusat kota Tokyo, maka muncul sampah jaman Edo.

Kalimat (4) di atas, menunjukan informasi yang biasa bagi orang Jepang. Informasi

pada anak kalimat “anda menggali dipusat kota Tokyo”, maupun informasi pada

induk kalimat “muncul sampah jaman Edo” adalah informasi yang merupakan

diketahui oleh orang Jepang, karena Tokyo pada jaman dahulu diberi nama Edo,

sama seperti Jakarta dahulu namanya Batavia.

3. Kalimat Kondisional Kejadian Berunut Lampau (Jijitsu jokenbun)

Pada kalimat kondisional ini isi informasi anak kalimat dan induk kalimat adalah

kejadian berunut yang telah terjadi dimasa lalu dan hanya sekali terjadi.

Page 24: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 24 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Diagram 3

Kalimat Kondisional Lampau Berunutan

(Anak Kalimat) ( Induk Kalimat )

Kejadian yang telah terjadi

Kejadian yang terlah

terjadi

Sudah terjadi Sudah terjadi

Contoh kalimat kondisional Kejadiaan Berunut Lampau

(5) 震災から約1カ月後に一時帰宅すると、周囲の住民の多くは戻っていた。

Kasai kara ikkagetsu go ni ichiji kitaku suruto, shuuhen no jumin no

ookuwa modotteita.

Ketika (saya) kembali ke rumah 1 bulan setelah musibah, banyak penduduk

sekitar yang

telah kembali.(Asahi Shinbun 2011/07/17)

Kalimat (5) di atas, menunjukan informasi lampau yang telah terjadi. Informasi

pada anak kalimat “kembali ke rumah 1 bulan setalah musibah”, maupun

informasi pada induk kalimat “banyak penduduk sekitar yang telah kembali”

adalah informasi lampau yang menunjukan fakta yang didapatkan oleh penutur.

Dari 3 jenis kalimat kondisional di atas, dapat dikatakan bahwa jenis ketai jokenbun dan

kojo jokenbun adalah kalimat kondisional yang sesungguhnya. Namun, jijitsu jokenbun

dapat dikatakan salah satu jenis kalimat kondisional, namun dapat dikatakan juga jenis

kalimat yang menyatakan hubungan waktu. Oleh sebab itu, kalimat jijitsu jokenbun pada

penelitian ini tidak digolongkan dalam salah satu jenis kalimat kondisional.

2.2 Jenis – Jenis Modalitas

Untuk mengklasifikasikan kalimat kondisional dengan lebih akurat, pada penelitian ini

ditambahkan analisis terhadap modalitas. Jenis-jenis modalitas yang digunakan sebagai

instrumen analisis dalam penelitian ini adalah modalitas yang ada dalam buku

Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003). Buku ini menjelaskan bahwa ada 4 modalitas

dasar yang ada dalam bahasa Jepang: 1. Modalitas Ragam Wacana (hyogenruikei

Modariti) 2. Modalitas Penilaian dan Kesadaran (hyouka – ninshiki Modariti) 3.

Page 25: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 25 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Modalitas Penjelasan (Sestumei Modariti), 4. Modalitas Cara Penyampian Isi Kalimat

kepada Lawan Bicara (dentatsu modariti).

1. Modalitas Ragam Wacana (hyougenruikei modariti) adalah Modalitas yang berfungsi

menunjukan / menyampaikan isi kalimat kepada lawan bicara, yaitu: (1) Modalitas

Infomasi adalah modalitas yang menunjukan penyampaian informasi antara penutur

dan mitra tutur. Seperti: Modalitas Naratif (jojutsu modariti) dan Modalitas

Pertanyaan (gimon modariti). (2) Modalitas Tindakan (koiyokyu modariti) adalah

modalitas yang berfungsi untuk menyatakan keinginan penutur dan membuat mitra

tutur mengerjakan sesuatu. Seperti: Modalitas Keinginan, modalitas Ajakan, dan

modalitas menuntut perbuatan. (3) Modalitas Kekaguman adalah modalitas yang

menunjukan kekaguman dari penutur.

2. Modalitas Penilaian dan Kesadaran (hyouka – ninshiki modariti) adalah modalitas

yang merupakan tanggapan atau penilaian penutur terhadap isi kalimat, yaitu: (1)

Modalitas Penilaian (hyouka modariti) adalah modalitas yang menunjukan penilaian

penutur terhadap isi kalimat, seperti: modalitas keharusan, memberi izin,

ketidakharusan, dan modalitas tidak memberi izin. (2) Modalitas Kesadaran (ninsihiki

modariti) adalah modalitas yang menunjukan kesadaran penutur terhadap isi kalimat,

seperti: modalitas keputusan, modalitas dugaan, modalitas kemungkinan, dan

modalitas yang menunjukan bukti.

3. Modalitas Penjelasan (setsumei modariti) adalah modalitas yang menunjukan adanya

keterkaitan dengan isi dari kalimat sebelumnya.

4. Modalitas yang menunjukan cara penyampaian kepada lawan bicara (dentatsu

modariti) adalah modalitas yang menunjukan cara menyampaikan isi kalimat kepada

mitra tutur.

2.3 Teori Teritori Informasi

Teori Teritori Informasi pertama kali dijelaskan oleh Akio Kamio (1990). Kamio

menggunakan teori teritori (nawabari riron) sebagai landasan untuk menganalisa partikel

akhir kalimat bahasa Jepang. Menurut Kamio (1990:21), penutur dan mitra tutur masing-

masing memiliki teritori informasi. Pada hakikatnya teori teritori menjelaskan 3 hal: (1)

Jika informasi hanya diketahui oleh penutur, maka infomasi tersebut berada dalam teritori

penutur. (2) Jika informasi tersebut diketahui oleh penutur dan mitra tutur, maka

informasi tersebut merupakan informasi bersama atau informasi yang bersifat umum. (3)

Page 26: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 26 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Jika informasi tersebut hanya diketahui oleh mitra tutur, maka informasi tersebut berada

dalam teritori mitra tutur.

Berkaitan dengan modalitas dan teori informasi di atas, jika ditanyakan hubungan

kedua hal tersebut adalah sebagai berikut. Kalimat yang merupakan informasi yang

bersifat umum yang diketahui oleh penutur, mitra tutur dan khalayak banyak, memiliki

kecenderung tidak dapat mengunakan modalitas yang menunjukan keinginan penutur.

Sedangkan kalimat yang informasinya hanya diketahui oleh penutur, memiliki

kecenderungan menggunakan beragam modalitas tindakan ( koiyokyu modariti ) yang

terdiri dari : ajakan, keinginan, penolakan, dan sebagainya yang menunjukan keinginan

dari penutur.

3. Hasil Analisis Kalimat Kondisional “kagiri” dan “shidai”

Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis kalimat kondisional pola “kagiri” dan

“shidai” dengan mengunakan acuan yaitu, 3 jenis kalimat kondisional, modalitas dan teori

teritori Informasi. Data yang digunakan untuk analisis adalah 1167 kalimat kondisional

“kagiri” dan 175 kalimat kondisional “shidai” yang diambil dari kalimat surat kabar,

majalah mingguan dan bulanan kelompok Asahi Shimbun (Kelompok Surat Kabar Asahi)

yang kumpulkan periode 2011-2013.

3.1 Hasil Analisis Kalimat “kagiri”

Hasil analisis kalimat kondisional pola “kagiri” menunjukan bahwa dari 1167 kalimat

terdapat 981 (84%) kalimat kondisional hipotesis/dugaan, 178 (15%) kalimat kondisional

faktual berulang, 12 (1%) kalimat kondisional lampau berunutan. Hasil analisis seperti

grafik di bawah ini.

Grafik 1

Page 27: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 27 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Hasil analisis fungsi dan kegunaan kalimat kondisional pola “kagiri” menunjukan

bahwa, fungsi dan pengunaan yang dominan dari pola “kagiri” adalah kalimat kondisional

hipotesis / dugaan / asumsi, seperti contoh kalimat nomer (6) dan kalimat kondisional

faktual berulang seperti kalimat nomer (7).

(6) 来年も土俵に上がる限り、最後まで優勝争いをしたい。(朝日新聞

2000/11/20)

Rainen mo dohyou ni agaru kagiri, saigo made yushou arasoi wo shitai.

Selama saya akan menjadi wakil ke tahun berikutnya Saya ingin berjuang sampai akhir

dibabak final.

(7) 我々は人間である限り、間違う可能性はつねにある。(朝日新聞

2010/10/18)

Wareware wa ningen de aru kagiri, machigau kanousei wa tsune ni aru.

Selama kita manusia, kemungkinan melakukan kesalahan pasti ada.

Namun demikian, ada kalimat kondisional pola “kagiri” yang berfungsi untuk

menunjukan peristiwa lampau berunut yang mennjukan suatu temuan, seperti contoh

kalimat nomer (8)

Page 28: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 28 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

(8) 6日の競艇場は見渡す限り、客のほとんどは中高年の男性だった。(朝日新聞

2011/11/11)

muika no kyoteiba wa miwatasukagiri, kyaku no hotondo wa chuukounen no danseidatta.

Selama mengamati selama 6 hari, rata-rata pengunjungnya adalah laki-laki setengah baya.

Kemudian berkaitan dengan modalitas yang ada pada kalimat kondisional pola “kagiri”,

untuk kalimat kondisional hipotesis /asumsi/ dugaan pola “kagiri” penggunaan modalitas

akhir kalimatnya tidak terbatas. Fungsi, penggunaan, dan modalitas akhir kalimat “kagiri”

bila disimpulkan seperti ditabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

Fungsi, Pengunaan dan Modalitas Akhir Kalimat “kagiri”

No Jenis No Fungsi & Penggunaan Modalitas Induk Kalimat

1 Kalimat

Kondisional

Hipotesis /

Asumsi/ Dugaan

1

Kalimat Hipotesis / Asumsi /

Dugaan

(1) Modalitas Naratif & Tanya

(2) Modalitas Keinginan

(3) Modalitas Penilaian

(4) Modalitas Penjelasan

(5) Modalitas Penyampaian

2 Kalimat yang menunjukan

Hipotesis/Asumsi yang berlawanan

dengan kenyataan

(1) Modalitas penilaian,

kesadaran, dan perkiraan

2 Kalimat

Kondisional

Faktual Berulang

3 Kalimat yang menunjukan kejadian

yang umum (1) Modalitas Naratif

(2) Modalitas Penjelasan 4 Kalimat yang menunjukan

Kebiasaan

3 Kalimat

Kondisional

Lampau

Berunutan

5 Kalimat Kondisional Lampau

berunutan yang menunjukan temuan (3) Modalitas naratif

(Ari Artadi, Hari Setiawan)

Page 29: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 29 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Dari penjelasan dan tabel mengenai “kagiri”, dapat disimpulkan bahwa selain berfungsi

untuk digunakan membuat kalimat kondisional hipotesis/dugaan/ asumsi, fungsi utama

lain dari kalimat kondisonal pola “kagiri” adalah menunjukan kalimat kondisional faktual

berulang yang menunjukan peristiwa atau pemikiran yang umum dan suatu kebiasaan.

Kemudian, ternyata dalam kalimat kondisional pola “kagiri”, kalimat kondisional lampau

berunutan yang menunjukan temuan dapat ditemukan. Meskipun hanya 1%, sehingga

tidak terlalu signifikan. Berikutnya penjelasan hasil analisis kalimat pola “shidai”.

3.2 Hasil Analisis Kalimat “shidai”

Hasil analisis kalimat kondisional pola “shidai” menunjukan bahwa dari 175 kalimat

terdapat 169 (96.6%) kalimat kondisional hipotesis/asumsi, 5 (2.9%) kalimat kondisional

faktual berulang, dan 1 (0.5%) kalimat kondisional lampau berunutan. Dapat dilihat

bahwa fungsi utama dari kalimat kondisional pola “shidai” adalah kalimat kondisional

hipotesis/ asumsi yang menunjukan dugaan penutur tentang peristiwa yang akan terjadi,

dan kalimat kondisonal faktual berulang yang menunjukan peristiwa umum dan

kebiasaan. Hasil analisis bila diperlihatkan dalam grafik seperti di bawah ini.

Grafik 2

Sebagai contoh kalimat kondisional “shidai” yang menunjukan kalimat kondisonal

hipotesis/dugaan/asumsi dan kalimat kondisional faktual berulang seperti di bawah ini.

(9) 衆議院が許諾請求を認め次第、逮捕が現実となる。 (朝日新聞 2002/06/18)

Shuugiin ga kyodakuseikyuu wo mitomeshidai, taihou ga genjitsu to naru.

Page 30: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 30 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Begitu dewan perwakilan rakyat memberikan ijin, penangkapan akan menjadi kenyataan.

(10) 入金が確認され次第、ネットを介してゼニーは5分以内に届けられるのがウリだ。

(アエラ 2012/03/26)

Nyukin ga kakunisare shidai, netto wo kaishishite zeni wa 5 fun inai ni todokeraru no ga uri

da.

Begitu transfer nya masuk, keuntungan yang muncul diinternet akan dikirim dalam waktu 5

menit.

Kalimat (9) menunjukan kalimat kondisional hipotesis/asumsi yang isinya belum terjadi

atau merupakan hipotesis atau dugaan dari penutur. Kemudian, kalimat (10) adalah

kalimat kondisonal faktual berulang yang menunjukan sesuatu yang biasanya terjadi.

Fungsi, penggunaan, dan modalitas akhir kalimat “shidai” bila disimpulkan seperti ditabel

2 di bawah ini.

Tabel 2

Fungsi, Pengunaan dan Modalitas Akhir Kalimat “shidai”

No Jenis No Fungsi & Penggunaan Modalitas Induk Kalimat

1 Kalimat

Kondisional

Hipotesis /

Asumsi/ Dugaan

1

Kalimat Hipotesis / Asumsi /

Dugaan

(1) Modalitas Naratif & Tanya

(2) Modalitas Tindakan

(2) Modalitas Penilaian

(3) Modalitas Penjelasan

(4) Modalitas Penyampaian

(1) Modalitas penilaian,

kesadaran, dan perkiraan

2 Kalimat

Kondisional

Faktual Berulang

2 Kalimat yang menunjukan kejadian

yang umum (1) Modalitas Naratif

(2) Modalitas Penjelasan 3 Kalimat yang menunjukan

Kebiasaan

3 Kalimat

Kondisional

Lampau kejadian

berunutan

4 Kalimat yang menunjukan kegiatan

berurutan (1) Modalitas Naratif

Page 31: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 31 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

(Ari Artadi, Hari

Setiawan )

Dari penjelasan dan tabel mengenai “shidai”, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama

kalimat kondisonal pola “shidai” adalah kalimat kondisional hipotesis dan kondisional

faktual berulang. Kalimat kondisional lampau berunutan hanya dapat ditemukan 1

kalimat, namun berbeda dengan pola “kagiri”, pada pola “shidai” kalimatnya menunjukan

kalimat kondisional lampau yang menunjukan kegiatan yang berunutan.

4. Simpulan

Hasil analisis kalimat kondisional bahasa Jepang dengan pola “kagiri” dan “shidai”

memiliki fungsi dan penggunaan sebagai berikut: (1) Pertama, kalimat kondisional pola

“kagiri” dan “shidai” berfungsi dan digunakan terutama untuk menunjukan hal yang

bersifat hipotesis/asumsi/dugaan (kateijokenbun) dan hal yang bersifat faktual berulang

(jojutsujokenbun). Kemudian, penelitian ini menemukan kemungkinan pola “kagiri” dan

“shidai” berfungsi dan digunakan untuk menunjukan kalimat kondisional lampau

berunutan (jijitsujoukenbun) yaitu kalimat kondisional yang menunjukan temuan (hakken)

untuk pola “kagiri”, dan kegiatan yang berunutan (keizokudousa) untuk pola “shidai”. (2)

Modalitas yang digunakan untuk kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” tidak

dibatasi, artinya baik kalimat kondisional pola “kagiri” dan “shidai” tidak ada pembatasan

dalam penggunaan modalitas. (3) Berdasarkan penggunaan modalitas dan teori teoritori

informasi, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian isi informasi kalimat kondisional pola

“kagiri” dan “shidai” adalah informasi yang diketahui oleh penutur saja

(hanashitenochuushin) dan juga bisa informasi yang diketahui oleh penutur, mitra tutur

dan khalayak umum (kikitenochuushin).

Daftar Pustaka

Arita Setsuko, 2007, Nihongo no Jokenbun to Jikasetsusei, Kuroshio, Tokyo, Japan.

Hazunuma Akiko, Arita Setsuko, Maeda Naoko, 2001, Jokenhyougen, Kuroshiosuppan

Kamio Akio, 1990, Joho no nawabari riron, Taishukanshoten, Tokyo, Japan

Kuno Susumu 1973, Nihonbunpo Kenkyuu, Taishukanshoten, Tokyo, Japan

Kobayashi Kenji 1996, Nihongo no Jokenhyougen no Kenkyu, Hitsujishobo, Tokyo, Japan

Page 32: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 32 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Masuoka Takeshi, 1991, Modariti, Kuroshio Suppan, Tokyo, Japan

Masuoka Takeshi, 1993, Nihongo Jokenhyougen, Kuroshiosuppan, Tokyo, Japan

Masuoka Takeshi, 1997, Fukubun, Kuroshio, Tokyo, Japan

Maeda Naoko, 2009, Nihongo no fukubun, Kuroshio, Tokyo, Jepang

Morita Yoshio, 2002, Nihongo Bunpou no Hyougen, Hitsujishobo, Tokyo, Japan

Nihonkijutsubunpoukennkyukai, 2003, Gendai nihongo bunpou 4 dai 8 bu Modarity,

KuroshioSuppan, Tokyo, Japan

Tanaka Hiroshi, 2004, Nihongofukubunhyougen no kenkyu – Setsuzoku to joujutsu no

kouzo -,

Hakuteisha, Tokyo, Japan

Tanaka Hiroshi, 2010, Fukugoji kara mita nihongobunpou no Kenkyu Hitsuji shobo,

Tokyo,

Japan

Yoshiyuki Morita, Masaki Matsuki, Nihongohyougen Bunkei, 1989, Aruku, Tokyo, Japan

Sumber Contoh Kalimat:

Asahi Shinbun ( Surat Kabar ) , AERA ( majalah bulanan), dan Asahi Shukan ( majalah

mingguan )

Page 33: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 33 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Abstrak

FENOMENA IKUMEN DALAM MASYARAKAT JEPANG

Indun Roosiani, M.Si

Negara Jepang dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung nilai-nilai patriarki,

dimana pria menduduki peran yang dominan daripada wanita. Konsep ayah sebagai

seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap keamanan finansial

keluarga, dan ibu sebagai pengelola urusan rumah tangga dan pengasuhan anak serta

memenuhi kebutuhan anak terus melekat hingga sekarang. Konseptualisasi bahwa otoko

wa soto, onna wa uchi (pria di luar dan wanita di dalam) semakin menyulitkan wanita

untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan “di luar rumah”. Hal inilah yang

menyebabkan seorang ayah Jepang tidak dapat terlibat dalam peran pengasuhan anak,

karena seluruh waktu dan energinya habis tercurah untuk urusan pekerjaan.

Istilah ikumen pertama kali muncul tahun 2000 an. Kemudian pada tahun 2010

pada 2010 Menteri Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan meluncurkan Proyek

Ikumen nasional untuk mengumumkan gagasan itu sebagai cara mendorong keterlibatan

ayah yang lebih besar dalam kehidupan keluarga.

Ikumen berasal dari kata ikuji (pengasuhan anak) dan ikemen (sebongkah), sebuah

istilah yang mengacu kepada keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Selama bertahun-

tahun “ayah Jepang” selalu diidentikkan dengan seorang ayah yang “gila kerja” dan tidak

terlalu peduli dengan urusan pengasuhan anak. Proyek ikumen pemerintah dimaksudkan

untuk memperbaiki situasi ini, menghasilkan “gerakan masyarakat di mana laki-laki dapat

terlibat secara proaktif dalam pengasuhan anak”. Proyek ini memberikan simposium dan

lokakarya, dan para ayah juga diberikan 'Buku Pegangan Keseimbangan hidup-kerja'

untuk membantu mereka menangani tuntutan bersaing antara kantor dan rumah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang lahirnya ikumen

di Jepang, mengetahui gerakan ikumen dalam konsep kesetaraan gender di Jepang serta

bagaimana dampak gerakan ikumen terhadap ikatan keluarga di Jepang. Penelitian ini

menggunakan metode kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, dimana data diperoleh

dengan cara studi literatur.

Gerakan ikumen meninggalkan beberapa permasalahan mengenai konsep

kesetaraan gender tradisional di Jepang. Secara tradisional, pria Jepang memiliki

kedudukan yang tinggi sebagai kepala rumah tangga dan penentu keputusan. Ungkapan

otoko wa soto, onna wa uchi, rupanya masih menyisakan image yang melekat pada

sebagian masyarakat Jepang. Berdasarkan latar belakang inilah maka dalam penelitian ini

akan diungkap bagaimana fenomena ikumen dalam masyarakat Jepang.

Kata kunci: ikumen, pengasuhan anak, peran gender

I. PENDAHULUAN

Sepanjang periode sejarah, Jepang telah melewati masa transisi

pertukaran budaya dan ekspansi imperialis ke berbagai negara, yang

Page 34: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 34 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

selanjutnya diikuti oleh periode isolasi dari pengaruh negara-negara Asia dan

negara barat lainnya. Selama periode ini (disebut sebagai era Edo), kehidupan

keluarga di antara kelas-kelas yang lebih kaya mengambil bentuk rumah

tangga yang diperluas, yaitu yang mencakup kepala keluarga, istri dan anak-

anaknya, dan orang tuanya serta kerabat lainnya. Keluarga dianggap terutama

sebagai unit ekonomi serta sarana untuk menjaga kelangsungan keluarga

dengan menghormati leluhur dan menghasilkan keturunan.

Selama periode Edo, wanita muda yang sudah menikah di rumah tangga

kaya diharapkan untuk mengurus suami dan ibu mertuanya. Mereka tidak

dipercayakan dengan perawatan eksklusif anak-anak mereka, terutama anak-

anak yang dianggap sebagai pewaris ie. Para ayah diharapkan bertanggung

jawab untuk melatih dan mendidik anak-anak mereka, khususnya anak laki-

laki. Selama era Edo, wanita muda yang sudah menikah di rumah tangga kaya

diharapkan untuk mengurus suami dan ibu mertuanya. Mereka tidak

dipercayakan dengan perawatan eksklusif anak-anak mereka, terutama anak-

anak yang dianggap sebagai pewaris ie. Para ayah diharapkan bertanggung

jawab untuk melatih dan mendidik anak-anak mereka, khususnya anak laki-

laki. Ayah Jepang di era pra-modern kadang-kadang digambarkan sebagai

sosok yang ditakuti, meskipun tulisan-tulisan lain menunjukkan bahwa

mereka tidak pernah menjadi anggota kuat dari lingkaran keluarga (Azuma

1986, dalam Htun, 2018). Membesarkan anak adalah usaha berbasis

komunitas di mana pengasuhan anak didistribusikan tidak hanya di antara

anggota keluarga dekat tetapi juga di seluruh penduduk desa (Imano 1988,

dalam Htun, 2018). Dengan demikian, penekanan Jepang modern pada ibu

sebagai satu-satunya pengasuh yang tepat bagi anak-anak mereka tidak

didasarkan pada tradisi berbasis budaya, seperti yang mungkin dipikirkan

beberapa orang, tetapi lebih merupakan penyimpangan dari norma-norma

yang berlaku di Jepang pada abad-abad sebelumnya.

Dalam konsep ikatan sosial, pengasuhan dibentuk oleh institusi sosial

serta norma budaya. Dalam hal ini pemerintah Jepang berusaha untuk

mengatasi masalah yang terkait dengan angka kelahiran yang menurun, yaitu

kurangnya keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan dan kehidupan keluarga.

Page 35: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 35 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Hal yang paling utama di antara masalah ini adalah bahwa keluarga tidak lagi

memberikan dukungan kuat yang sama untuk anak-anak muda seperti yang

terjadi pada dekade sebelumnya, ketika prestasi akademik anak-anak Jepang

dan penyesuaian sosial menjadi kecemburuan negara-negara Barat.

Kekhawatiran lain yang menonjol adalah penurunan angka kelahiran, yang

turun ke level rendah 1,26% pada tahun 2005 (Departemen Kesehatan,

Perburuhan, dan Kesejahteraan 2008).

Andersen (2009) menyatakan bahwa peran dan hubungan gender lambat

laun mengalami perkembangan di abad ke-20 karena perubahan makna

pekerjaan dalam kehidupan perempuan. Pekerjaan tidak lagi menjadi sarana

untuk menambah pendapatan keluarga atau memastikan kelangsungan hidup,

namun semakin menjadi mekanisme untuk mendefinisikan identitas pribadi

dan perjalanan hidup. Prestasi pendidikan wanita menyamai pria dan

kesenjangan upah, setidaknya di antara pria dan wanita lajang, mulai

berkurang. Namun kegagalan negara-negara maju dalam mengikuti perubahan

norma sosial, dan organisasi kapitalis untuk beradaptasi dengan peran

perempuan yang berubah, telah berkontribusi pada rendahnya angka kelahiran

dan populasi yang menua, karena perempuan dan keluarga didorong untuk

memasuki angkatan kerja ( dalam Htun, 2018:3 ).

Seiring waktu, upaya pemerintah berkembang dari penekanan awal

mereka pada fasilitas partisipasi pasar tenaga kerja perempuan, menjadi

desakan perubahan peran laki-laki dan keseimbangan kerja-kehidupan yang

lebih besar baik untuk pria maupun wanita. Proyek Ikumen, yang

diluncurkann pada tahun 2010 oleh Kementrian Kesehatan, Perburuhan dan

Kesejahteraan adalah salah satu upaya tersebut. Proyek ini berusaha untuk

memproyeksikan cita-cita keseragaman untuk memerangi populasi yang

menyusut dan untuk membujuk lebih banyak orang untuk mengambil cuti.

Gerakan ikumen meninggalkan beberapa permasalahan mengenai

konsep ketidaksetaraan gender secara tradisional di Jepang. Secara tradisional,

pria Jepang memiliki kedudukan yang tinggi sebagai kepala rumah tangga dan

penentu keputusan. Ungkapan otoko wa soto, onna wa uchi, rupanya masih

menyisakan image yang melekat pada sebagian masyarakat Jepang.

Page 36: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 36 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Berdasarkan latar belakang inilah maka dalam penelitian ini akan diungkap

bagaimana fenomena ikumen dalam masyarakat Jepang.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah pertama, apa yang melatarbelakangi lahirnya gerakan

ikumen di Jepang?, kedua, bagaimana kaitan gerakan ikumen dengan konsep

kesetaraan gender di Jepang?, ketiga, bagaimana dampak gerakan ikumen

terhadap ikatan keluarga di Jepang?

Dalam penelitian ini metodologi yang digunakan adalah metodelogi

kualitatif, yakni dengan teknik mengumpulkan data-data kepustakaan yang

akan dicari masing-masing variabelnya. Dari data-data yang sudah ditemukan

variabelnya tersebut maka akan dicari relevansinya.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pola Pengasuhan Anak di Jepang

Setelah Restorasi Meiji (1868) Pemerintah berusaha menghidupkan

kembali norma-norma budaya tertentu yang berkaitan dengan sentralitas

keluarga. Pemerintah memandang keluarga sebagai metafora yang efektif

untuk menggambarkan pentingnya "negara keluarga" yang baru; sehingga

mereka mencoba untuk menekankan aturan keluarga secara patriarki, atas

dasar posisi sosial dan gender (White 2002, dalam Holloway&Nagase,

2016:66). Para ayah semakin terdefinisi dalam hal kemampuan mereka

untuk mendukung keluarga secara finansial, dan para ibu sebagai sosok

yang bertugas melakukan perawatan dan pekerjaan rumah tangga. Istilah

istri yang baik dan ibu yang bijaksana (ryosai kenbo) diciptakan untuk

menyampaikan gagasan bahwa perempuan harus berhenti berpartisipasi

dalam kegiatan kewarganegaraan dan pencari nafkah, dan paling cocok

untuk berfokus secara eksklusif pada keluarga (Kojima 1996, dalam

Holloway&Nagase, 2016:66).

Selama masa transisi budaya ini, laki-laki masih dianggap sebagai

peserta aktif dalam kehidupan keluarga. Namun, dengan dimulainya

Perang Dunia II, peran keluarga mengalami redefinisi dan polarisasi,

karena tanggung jawab militer pria membuat mereka jauh dari rumah. Citra

Page 37: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 37 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

ayah yang ketat dan jauh semakin ditekankan, sementara para ibu

diharapkan mengambil tanggung jawab penuh untuk mengurus masalah

keluarga (Fukaya 2008; Kashiwagi 2008, dalam Holloway&Nagase,

2016:68). Pada masa ini anak-anak bergerak melampaui masa kanak-

kanak, dan orang tua biasanya mulai mengajar anak-anak secara lebih

eksplisit disposisi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bergaul dengan

orang lain di komunitas mereka. Orang tua Jepang biasanya menempatkan

penekanan khusus pada pentingnya mengembangkan hubungan

interpersonal yang lancar dan berharap agar anak-anak mereka menjadi

terampil dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk itu, para ibu

berusaha untuk memelihara kualitas seperti kebaikan (yasashisa), empati

(omoiyari), kepekaan (sensai), dan kesopanan (reigi tadashii) pada anak-

anak mereka, dan membantu mereka belajar untuk tidak mengganggu

orang lain (meiwaku kakenai youni) dan agar sesuai dengan norma

masyarakat . Untuk mengembangkan keterampilan sosial ini pada anak-

anak mereka, orang tua Jepang cenderung menghindari konflik langsung

dengan anak-anak mereka. Studi komparatif yang dilakukan oleh oleh Hess

dan Azuma pada tahun 1970-an menemukan bahwa sementara para ibu

Amerika tidak ragu-ragu untuk menghadapi anak-anak usia prasekolah

mereka jika mereka melakukan kesalahan, para ibu Jepang cenderung

menghindarinya karena takut mempermalukan anak-anak mereka (Hess et

al. 1980, dalam Holloway&Nagase, 2016). Para peneliti ini menemukan

bahwa alih-alih menghukum anak-anak atau menggunakan bentuk-bentuk

penegasan kekuasaan lainnya, para ibu Jepang cenderung meminta

perhatian anak-anak mereka pada konsekuensi dari perilaku yang tidak

pantas, dan seringkali merangsang perasaan empati mereka dengan

menunjukkan dampak emosional pada orang lain atau bahkan pada benda

mati. Dalam contoh yang kuat dari strategi ini, Hess dan rekannya

menggambarkan seorang ibu yang mengatakan kepada mereka bahwa jika

anaknya menggambar di dindingnya, dia akan memberitahunya bahwa

tembok itu terasa sedih karena tidak terlihat bagus lagi.

Page 38: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 38 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Strategi sosialisasi lain yang digunakan oleh banyak ibu Jepang adalah

memprioritaskan pemahaman anak tentang alasan melakukan sesuatu,

sebagai lawan dari sekadar membutuhkan kepatuhan. Penelitian yang

dilakukan pada 1950-an dan 1960-an menunjukkan bahwa orang tua

Jepang menekankan pentingnya wakaraseru (memiliki anak yang

mengerti), percaya bahwa kepatuhan tanpa keinginan sukarela pada anak

itu tidak ada nilainya. Untuk mendapatkan pemahaman anak, ibu berhati-

hati untuk menjelaskan alasan perlunya perilaku yang baik (seperti yang

kita lihat dalam contoh yang melibatkan anak yang merusak dinding).

Mereka juga mengambil pandangan jangka panjang, menoleransi

kepatuhan yang tidak sempurna dalam jangka pendek karena mereka

bekerja dengan hati-hati membantu anak melihat alasan perilaku yang baik.

Namun demikian, bukan berarti bahwa para ibu ingin anak-anak mereka

menjadi sangat tunduk. Anak yang ideal kadang-kadang digambarkan

sebagai sunao, sebuah istilah yang berkonotasi dengan penerimaan yang

bahagia terhadap bimbingan orang dewasa. Anak-anak yang sunao

cenderung memperhatikan orang lain, bukan karena mereka dipaksa untuk

melakukannya, tetapi karena mereka mengerti mengapa perhatian adalah

penting dan karena memberi mereka rasa senang memperlakukan orang

lain dengan baik.

2.2 Latar Belakang Munculnya Ikumen

Sepanjang dekade pertama abad kedua puluh satu, angka kelahiran

terus turun, mencapai rekor terendah 1,26% pada tahun 2005 (Kementerian

Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan 2008; 2010). Undang-undang

Cuti Perawatan Anak dan Cuti Perawatan Keluarga yang ditetapkan oleh

pemerintah dimaksudkan untuk memungkinkan laki-laki dalam mengambil

cuti ayah, akan tetapi hal ini memiliki sedikit pengaruh pada keterlibatan

laki-laki di tempat kerja (Departemen Kesehatan, Perburuhan, dan

Kesejahteraan 2005). Ayah Jepang kontemporer mungkin lebih terlibat

dalam beberapa tahun terakhir, tetapi mereka masih lebih kecil

Page 39: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 39 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

kemungkinannya daripada pria di negara lain untuk menunjukkan minat

yang kuat dalam mengasuh anak.

Dalam Holloway&Nagase (2016) dikatakan bahwa Ayah Jepang juga

memiliki pandangan yang relatif sempit tentang apa artinya menjadi

seorang ayah. Dalam satu penelitian, hanya sepertiga yang berpikir bahwa

berinteraksi dengan anak-anak mereka adalah sebuah bagian penting dari

peran pihak ayah.

Temuan serupa muncul dari dua penelitian yang dilakukan oleh

Benesse Corporation (BERI 2011) di mana setengah dari ayah anak-anak

mengatakan mereka ingin lebih terlibat dalam bermain dengan anak-anak

mereka, tetapi relatif sedikit yang menunjukkan bahwa mereka ingin lebih

sering memandikan anak-anak mereka, terlibat dalam tindakan yang lebih

disiplin, memberikan lebih banyak perawatan rutin (mis.tidur), atau

melakukan lebih banyak pekerjaan rumah. Sebuah studi yang

membandingkan ayah di Jepang dan AS menemukan bahwa ayah Jepang

lebih kecil kemungkinannya untuk diajak bicara, makan malam bersama,

mengerjakan pekerjaan rumah, dan terlibat dalam rekreasi dengan anak-

anak mereka yang berumur 10–15 tahun daripada ayah di Amerika Serikat

(Ishi Kuntz 1994 dalam Holloway&Nagase, 2016). Meskipun orang tua

telah mendorong perilaku anak-anak mereka, namun dari diskusi

sebelumnya tentang lembaga sosial menyatakan bahwa perilaku orang tua

dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kondisi tempat kerja. Hal ini

ditambah bahwa masih banyak perusahaan mengharapkan karyawannya

bekerja lebih panjang, ditambah dengan sosialisasi wajib setelah bekerja

dan waktu perjalanan yang panjang, menyebabkan kontribusi pada

kehadiran ayah yang terbatas di rumah.

Sebuah penelitian terhadap 442 pasangan Jepang dengan anak usia

prasekolah menemukan bahwa ayah lebih banyak terlibat dalam perawatan

anak prasekolah mereka (bermain, mandi, mengurus anak, makan malam

bersama) ketika jam kerja mereka lebih pendek, ketika istri mereka

dipekerjakan , ketika rumah tangga termasuk lebih sedikit orang dewasa,

dan ketika mereka memiliki lebih banyak anak (Ishii-Kuntz et al. 2004).

Page 40: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 40 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Dengan demikian, tampaknya para ayah bersedia mengambil lebih banyak

waktu untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka jika mereka tidak

bekerja berjam-jam (dalam Holloway&Nagase, 2016:93).

Ada beberapa faktor yang sebagai penyebab mengapa Jepang

memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Beberapa faktor tersebut adalah

adanya penurunan ekonomi pada awal tahun 1990-an yang menghapuskan

jaminan pekerjaan seumur hidup dan keamanan ekonomi orang tua

mereka. Selain itu kekuatan abadi model keluarga tradisional, yang

memberi tekanan perempuan untuk merawat orang tua lanjut usia dan

mertua di rumah, menghormati norma-norma gender tradisional, yang

mencegah wanita berpendidikan dari pernikahan. Analisis komparatif

menunjukkan bahwa alasan kritis lain yang menyebabkan tingkat

kesuburan rendah adalah ketidaksetaraan gender di tempat kerja.

Perempuan menghadapi banyak rintangan untuk partisipasi yang adil

dalam pasar tenaga kerja, dan para ibu bahkan lebih dirugikan. Tenaga

kerja inti di perusahaan-perusahaan besar cenderung ke arah pekerjaan

seumur hidup, dan ekonomi negara menekankan keterampilan khusus

perusahaan, yang keduanya menghalangi kesempatan perempuan dalam

berkarir. Mobilitas tenaga kerja antar perusahaan rendah. Terlepas dari

tenaga kerja inti mereka, perusahaan bergantung pada tingkat pekerja

sekunder untuk diberhentikan ketika terjadi penurunan laba perusahaan.

Mereka memiliki minat dalam mempertahankan perempuan yang sudah

menikah sebagai tenaga kerja cadangan. Di daerah perkotaan, perempuan

yang memiliki sedikit anggota keluarga hanya diandalkan sebagai tenaga

tambahan, sementara waktu perjalanan dari rumah ke tempat pekerjaan

cenderung jauh, dan jam kerja sangat panjang. Secara historis, negara

Jepang tidak banyak membantu wanita menggabungkan pekerjaan dan

keluarga. Itu didasarkan pada model laki-laki-pencari nafkah, asumsi

pekerjaan seumur hidup, dan pemahaman bahwa kerja reproduksi -

perawatan anak-anak, orang tua, dan rumah tangga - akan dilakukan oleh

wanita di rumah, meskipun banyak perusahaan menawarkan pekerja pria

yang menikah dalam hal tunjangan anak dan perumahan.

Page 41: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 41 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Oleh karena itu, setelah tahun 1989, ketika tingkat kesuburan

mencapai titik terendah yakni 1.57% anak per wanita, Pemerintah Jepang

memperkenalkan kebijakan yang lebih luas untuk mendorong perempuan

untuk bekerja dan mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang

lebih besar, termasuk cuti orang tua, perluasan akses ke penitipan anak,

dan tunjangan anak universal. Negara memperluas upayanya saat angka

kelahiran terus menurun dan kemudian turun menjadi 1,26% pada tahun

2005 (Htun, 2018:9).

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang menjalankan

kampanye media aktif untuk mendorong dihapuskannya norma tradisional

yang melekatkan “pria gila kerja” dan “ibu penuh waktu”

(Holloway&Nagase, 2016:62, dalam Shatil 2010). Banyak pesan layanan

publik menyebut ayah yang bertunangan sebagai ikumen — istilah yang

menggabungkan istilah Jepang ikuji (membesarkan anak) dan kata bahasa

Inggris pria. Tujuan utama dari proyek ikumen pemerintah adalah untuk

menyebarluaskan kiat pengasuhan anak dan membentuk komunitas untuk

calon ayah. Sebagai tanda bahwa proyek ini sedang melakukan beberapa

terobosan, bisnis juga melihat gerakan ini sebagai pasar yang berpotensi

menjanjikan, memperkenalkan produk-produk seperti "jaket ayah" yang

dilengkapi dengan sembilan kantong untuk memegang perlengkapan bayi,

tas popok yang berkoordinasi dengan pakaian pria, dan kursus memasak

yang dirancang khusus oleh dan untuk ayah.

Aktivis feminis telah bertahun-tahun mengidentifikasi jam kerja yang

panjang sebagai hambatan utama bagi kemajuan perempuan dan perubahan

peran laki-laki, tetapi masyarakat sipil lainnya lebih lambat untuk

menyadari pentingnya hal itu. Hanya setelah kelompok yang semakin

beragam, termasuk gerakan laki-laki, konsultan keseimbangan kerja dan

kehidupan, perusahaan sektor swasta, dan biro pemerintah bergabung

dengan satu tekad yang kuat, barulah pemerintah mulai bertindak.

Beberapa organisasi sipil, seperti Child Caring Men's Group, Ikujiren, dan

Fathering Japan telah bekerja untuk mengubah peran pria selama bertahun-

tahun dan bahkan puluhan tahun (Ikujiren 1996; Ishii-Kuntz 2002, 2013).

Page 42: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 42 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

2.3 Kaitan Gerakan Ikumen dengan Kesetaraan Gender di Jepang

Untuk periode singkat pada tahun 1980-an, tampak seolah-olah

kendala peran gender dan pembatasan terkait keterlibatan perempuan di

tempat kerja memberi jalan bagi kesetaraan yang lebih besar antara laki-

laki dan perempuan. Pada saat perekonomian sedang booming para wanita

muda semakin cenderung mengejar pendidikan tinggi. Dibandingkan

dengan dekade sebelumnya, lebih sedikit perempuan yang menyatakan

rasa puas dalam peran sebagai ibu rumah tangga penuh waktu, dan lebih

banyak yang berusaha tetap bekerja bahkan setelah menikah dan memiliki

anak (Kashiwagi 2008,dalam Holloway&Nagase, 2016:70).

Antara tahun 2000 hingga tahun 2012 Htun (2018) mengadakan

survei terhadap pria terkait konteks evolusi sikap dan perilaku yang

berkaitan dengan peran gender. Kemudian pada tahun 2014 mereka juga

melakukan survey terhadap pekerja pria dan melakukan wawancara

terhadap 36 pekerja pria di Tokyo. Survey ini bertujuan untuk

mengeksplorasi sikap dan praktik Jepang terkait dengan peran gender dan

makna kerja dalam kehidupan pria dan seberapa besar upaya pemerintah

selama beberapa dekade untuk "membebaskan" wanita dan mengubah

peran gender yang dikaitkan dengan beberapa perubahan sikap terhadap

pembagian kerja berdasarkan gender. Hasil survey menunjukkan adanya

sedikit perubahan dalam perilaku. Kesenjangan antara tingkat partisipasi

angkatan kerja sangat sulit, sangat sedikit laki-laki yang mengambil cuti

ayah, dan sedikit yang berkontribusi pada pekerjaan rumah tangga.

Meskipun banyak pria mengatakan mereka menginginkan keseimbangan

kehidupan kerja dan peran yang lebih aktif dalam mengasuh anak, hanya

sedikit yang mampu mewujudkan keinginan itu menjadi kenyataan.

Temuan Htun menunjukkan bahwa Jepang tetap menjadi kasus

"revolusi tidak lengkap" dalam peran gender. Norma dan institusi sosial

belum mengakomodasi perubahan kehidupan perempuan atau kebutuhan

negara untuk pertumbuhan kesuburan. Kebijakan-kebijakan untuk

memberdayakan perempuan dalam angkatan kerja berada di bawah

Page 43: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 43 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

kebijakan dan praktik lain yang memberikan insentif bagi keluarga

tradisional. Konstelasi lembaga ekonomi, sosial, dan hukum bertentangan

dengan retorika pemerintah, termasuk jam kerja yang panjang, sistem

senioritas, sistem pajak dan pensiun yang menghalangi pasangan yang

bergantung pada bidang pekerjaan dan sistem pendataan rumah tangga

yang menjunjung tinggi praktek patriarki. Akibatnya, ada kesenjangan

besar antara sikap dan perilaku. Karena alasan ini, para ahli telah

menyimpulkan bahwa kesetaraan gender yang lebih besar mendorong

kesuburan yang lebih tinggi. Ketika pria berbagi pekerjaan rumah tangga,

ketika kebijakan publik mendukung orang tua yang bekerja, dan ketika

wanita memiliki akses ke pendapatan yang stabil, mereka lebih cenderung

memiliki anak (Iversen dan Rosenbluth 2010; McDonald 2006; Rosenbluth

2006 dalam Htun, 2018:1). Berdasarkan kondisi inilah, maka pemerintah

Jepang mengambil beberapa langkah dan kebijakan untuk menanggulangi

permasalahan tersebut. Salah satu gerakan yang menjadi fenomena dalam

masyarakat saat ini adalah proyek ikumen.

Gerakan ikumen yang secara resmi digaungkan oleh pemerintah

Jepang pada tahun 2010 telah membawa angin segar bagi perempuan

Jepang yang menginginkan pengakuan dan kesetaraan gender dalam hal

tanggung jawab serta pengasuhan masa depan anak. Stereotip yang

melekat bahwa ibu sebagai pihak yang memiliki peran sentral dalam

perawatan anak dan ayah sebagai pencari nafkah lambat laun mulai terkikis

dan berganti dengan wacana kesetaran gender antara pria dan wanita,

terutama peran ayah dalam rumah tangga.

Proyek Ikumen yang diluncurkan pemerintah Jepang telah mencapai

sukses besar, dan memicu diskusi tentang sosok “ayah yang hebat”. Di sisi

lain proyek ini pun menuai beberapa kritik, terutama dari kaum perempuan

yang berpendapat bahwa mengapa para ayah diperlakukan sebagai

“pahlawan”, hanya karena mengambil pekerjaan yang rutin dilakukan oleh

perempuan. Hannah Vasallo,(dalam

http://www.bbc.com/future/story/20181127-ikumen-how-japans-hunky-

Page 44: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 44 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

dads-are-changing-parenting) seorang penulis buku “Cool Japanese Men”

menyatakan bahwa

They may not meet the heroic image of the prototypical ikumen

– and some even felt embarrassed to use the term – but they

were taking pleasure in the upbringing of their children,

sharing tips with other parents on Facebook and regularly

attending PTA meetings. “It filled me with more of a sense that

they are navigating a healthy relationship with their attitudes

towards work and family.

Dari kutipan Vasallo di atas dapat disimpulkan bahwa para ayah Jepang

yang menyandang predikat ikumen terkadang merasa malu dirinya disebut

dengan ikumen, namun mereka dapat menikmati kebahagiaan dalam kegiatan

pengasuhan anak. Bahkan di antara mereka ada yang aktif berbagi pengalaman

di facebook atau menghadiri pertemuan PTA di sekolah-sekolah.

Setelah proyek Ikumen diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2010,

lambat laun membawa perubahan pada keluarga di Jepang. Meskipun

proyek ini masih banyak menimbulkan pro dan kontra, namun dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa sejak proyek ini diperkenalkan, para ayah

yang mengambil cuti meningkat secara signifikant, yakni 1,9% pada tahun

2012 menjadi 7% pada tahun 2017, dan kurang dari 45% orang sekarang

mendukung gagasan bahwa “Laki-laki harus bekerja, perempuan harus

tinggal di rumah” – hal ini mengalami penurunan 15% sejak 1992, ketika

60% mendukung norma gender tradisional

(http://www.bbc.com/future/story/20181127-ikumen-how-japans-hunky-dads-

are-changing-parenting).

Dari hasil penelitian Vasallo pun tampak bahwa meskipun beberapa

ayah masih merasa malu dilekatkan citra ikumen, namun mereka merasa senang

dan menikmati kebersamaannya bersama anak. Bahkan sekarang bukan hal

yang aneh lagi bila terlihat pemandangan seorang ayah dan anak sedang

bermain di taman, jalan-jalan di pusat perbelanjaan sambil menggendong anak

atau mendorong troller anak. Menjadi seorang ikumen sebenarnya memberikan

dampak positif yang cukup signifikant bagi ikatan ayah-anak maupun suami-

Page 45: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 45 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

istri. Para ayah yang memutuskan untuk menjadi seorang ikumen akan

menemukan arti hidup yang lain. Keikutsertaan merawat anak mengubah cara

pandang mereka mereka bahwa hidup akan lebih baik (Muhayaroh, 2015).

Memainkan peran aktif dalam pengasuhan anak tentu saja memberikan

hasil positif bagi para ayah dan keluarga mereka, yang pertama adalah

kenyataan bahwa mereka dapat menghabiskan waktu bersama anak-anak

mereka dan mengembangkan hubungan dekat dengan mereka. Banyak ikumen

juga mengklaim bahwa hal itu dapat membuat mereka lebih memahami apa

yang kebanyakan wanita lalui mengenai pengasuhan anak ketika mereka

dibiarkan sendirian dengan anak-anak, dan mereka merasa mendapatkan

kesabaran dan keterampilan dari pengalaman. Mereka juga semua setuju

bahwa menjadi seorang ikumen dapat meningkatkan hubungan dengan istri

mereka, dan komunikasi dalam pasangan dan keluarga. Namun, pria-pria itu

juga memiliki andil dalam masalah ketika mengambil jalan pengasuhan anak.

III. SIMPULAN

Secara tradisional pola pengasuhan anak di Jepang bertumpu pada ibu

sebagai pihak yang berperan dalam pengasuhan dan perawatan anak dan ayah

sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam masalah finansial. Pola

pengasuhan ini diperkuat dengan ideologi ryousai kenbo yang semakin

mempertegas konsep ketidaksetaraan gender dalam masyarakat Jepang.

Ideologi ryousai kenbo dibingkai secara halus dalam lingkaran “memelihara

tradisi” Jepang serta diberlakukan sesuai dengan kebutuhan negara, mulai dari

pra perang hingga pasca perang. Pemerintah memberlakukan ideologi ini

secara masif, dan menanamkan kepada seluruh rakyat Jepang agar memelihara

warisan budaya ini.

Ketika Jepang mulai memasuki jaman Meiji (1868), yang ditandai

dengan interaksi dengan negara luar, maka paham kesetaraan gender mulai

bergelora di Jepang, dan wanita mulai menuntut persamaan hak dengan pria,

terutama dalam bidang pekerjaan. Mulai saat itu banyak wanita yang

memasuki lapangan pekerjaan, walaupun mereka tetap dibedakan dengan

kaum pria. Banyaknya pekerja wanita yang mendukung modernisasi Jepang,

Page 46: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 46 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

menyebabkan turunnya angka kelahiran, hingga ke titik yang terendah. Hal ini

diperburuk dengan pandangan bahwa wanita selayaknya berada di rumah, dan

kaum prialah harus bekerja. Kondisi ini menyebabkan banyak kaum pria,

khususnya para ayah yang tidak peduli dengan masalah pengasuhan anak,

karena waktu dan energi mereka sebagian besar tersita untuk urusan pekerjaan.

Dengan adanya masalah di atas, maka muncullah gerakan ikumen,

yakni salah satu gerakan untuk mengatasi turunnya angka kelahiran dan

meminta keterlibatan para ayah dalam masalah pengasuhan anak. Gerakan ini

digaungkan secara intensif oleh pemerintah, namun tidak mudah untuk

menarik perhatian para ayah dalam gerakan ini, karena bingkai yang tertanam

kuat bahwa tugas pengasuhan anak adalah tanggung jawab ibu. Program

ikumen bahkan telah dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk

mempromosikan produk mereka. Beberapa pria Jepang yang menjadi ikumen

menyatakan bahwa gerakan ini memberikan dampak positif bagi ikatan

keluarga, namun masih menyisakan dampak negatif, terutama bagi perusahan

yang tidak mendukung program ini. Para ayah yang bekerja di perusahaan

seperti ini akan mendapatkan masalah, diantaranya adalah terhambatnya karir

mereka dan akan dikucilkan oleh sesama rekannya yang tidak mendukung

gerakan ikumen.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Akylbekova Dina.(2013). Ikumen: Challenges and Support of New Generation

of

Japanese Fathers. Japansociology

Fairuz Mumtaz.(2017). Kupas Tuntas Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka

Diantara

Kobayasi Chihiro.(2013). Recognizing and Understanding

Ikumen. Japansociology

Nagao Kaho.(2013). What are Ikumen?. Japansociety

Minami Seki. (2015). The Dissemination of Gender Ideology by the State

Page 47: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 47 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Changing Gender Roles, and the Gender Gap in Employment in Post-

2008

Financial Crisis Japan. College of Liberal Arts and Sciences, University

of

Michigan

Mala Htun,Francesca R.Jesenius, Melanie Sayuri D. (2018). Forging Ikumen

in

Japan: On state efforts to change gender.

Muhayaroh, Iis.(2015). Fenomena Ikumen Sebagai Salah Satu Perubahan

Peran

dan Identitas Ayah Dalam Masyarakat Jepang Modern. Jurnal Lingua

Cultura

Susan D. Holloway and Ayumi Nagase. (2014). Child Rearing in Japan.

Berkeley: University of California

Page 48: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 48 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

MAKNA FUKUGOUDOUSHI

DALAM BUKU NEW APPROACH CHUUKYUU NIHONGO

Herlina Sunarti, SS, M.Si, Ni Luh Suparwati, SS, M.Hum

Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang

([email protected])

ABSTRAK

Dalam bahasa Jepang, verba majemuk atau fukugoudoushi memiliki jumlah yang sangat

banyak dan bervariasi dibandingkan dengan jenis fukugougo lainnya. Sebanyak 40%

kelas verba bahasa Jepang saat ini adalah verba majemuk. Dengan kata lain, tentunya

banyak verba majemuk yang muncul dalam buku pelajaran sehingga dirasa perlu untuk

mengadakan penelitian agar dapat menjelaskan dengan baik secara runut bagaimana

pembentukan, penggunaan serta makna kata fukugoudoushi yang muncul terutama pada

bahan ajar yang digunakan. Objek analisis pada penelitian ini adalah buku ajar New

Approach Chuukyuu Nihongo yang dipergunakan mahasiswa Universitas Darma Persada

semester III dan IV pada mata kuliah Hyougen I dan II. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif. Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

jumlah verba majemuk atau fukugoudoushi yang terdapat dalam buku New Approach

Chuukyuu Nihongo ada sebanyak 38 buah. Klasifikasi unsur pembentuk fukugoudoushi

yaitu verba depan (V1) dengan verba belakang (V2) dianalisis dari teori yang terdapat

pada buku teks Morfologi karangan Chonan Kazuhide, Ph.D yang membagi menjadi 2

grup yaitu tougouteki fukugoudoushi dan goiteki fukugoudoushi, serta dijelaskan pula

makna dari masing-masing verba tersebut dan makna bentukannya.

Kata Kunci: fukugoudoushi, kelas kata, New Approach, Chuukyuu Nihongo, Hyougen

1. PENDAHULUAN

Page 49: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 49 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Pembentukan kata dalam bahasa Jepang menurut Nitta (1997) dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kelompok kata, yaitu kata tunggal atau tanjungo dan kata

gabungan atau goseigo. Salah satu dari hasil kata gabungan atau goseigo adalah

fukugougou (複合語) atau kata majemuk. Fukugougo (複合語) adalah kata yang

terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi (Sutedi, 2008). Pada

penelitian ini lebih dipusatkan ke dalam ranah morfologi atau keitaron, dengan demikian

kata dan proses pembentukannya menjadi unsur yang diteliti.

Dalam bahasa Jepang, kata kerja majemuk atau fukugoudoushi memiliki jumlah

yang sangat banyak dan bervariasi dibandingkan dengan jenis fukugougo lainnya. Morita

(1978) menyatakan bahwa 40 persen dari kelas kata kerja bahasa Jepang saat ini adalah

kata kerja majemuk. Dengan kata lain, dalam kehidupan sehari-hari kata majemuk ini

banyak digunakan seperti dalam koran, majalah, jurnal, artikel, dan buku pelajaran

tentunya. Adapun pada penelitian ini hal yang akan dianalisis dibatasi dalam buku New

Approach Chuukyuu Nihongo yang dipergunakan mahasiswa Universitas Darma Persada

semester III dan IV. Buku pelajaran ini dipakai sebagai objek analisis karena banyak kata

majemuk yang muncul dalam buku ini, sehingga dirasa perlu untuk mengadakan

penelitian agar dapat menjelaskan dengan baik secara runut bagaimana pembentukan,

penggunaan serta makna kata majemuk (fukugoudoushi) kepada pembelajar khususnya

mahasiswa semester III dan IV yang menggunakan buku ini dan dapat dipergunakan

secara efektif dalam perkuliahan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fukugougo

Dalam kamus Kokugojiten (1999:1175) menyebutkan bahwa kata majemuk

(fukugougo) adalah sebagai berikut:

「本来独立した単語が二つ以上結合して、新たに一つの単語として

の意味・機能をもつようになったもの。 「ほんばこ(本箱)」

「やまざくら(山桜)」「かきあらわす(書き表す)」などの類。

Page 50: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 50 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Dua buah kata atau lebih yang bergabung, dan membentuk satu kata baru

yang memiliki makna dan fungsi tertentu. (seperti honbako, yamazakura,

dan kakiawarasu).

Masako (2005:68) menyebutkan bahwa kata majemuk bahasa Jepang (fukugougo)

merupakan kata yang berasal dari gabungan dua buah kata jiritsugo atau lebih.

Berdasarkan unsur pembentuknya, fukugougo dibagi menjadi 4 jenis, yaitu fukugoumeishi

(gabungan kata dimana bagian belakang adalah kata benda), fukugoukeiyoushi (gabungan

kata dimana bagian belakang adalah kata sifat), fukugoudoushi (gabungan kata dimana

bagian belakang adalah kata kerja), dan fukugoufukushi (gabungan kata dimana bagian

belakang adalah kata keterangan). Berikut pengertian fukugoudoushi yang akan dianalisis

pada penelitian ini.

2.2. Pengertian Fukugoudoushi

Berikut merupakan penjelasan mengenai fukugoudoushi menurut Niimi (1987:1)

yaitu sebagai beikut:

その実質的形態素二つともが動詞であるか、あるいは後部形態素

が動詞であって、形成された複合語自体が一つの動詞としての文

法的性質をもつものを、複合動詞と呼ぶ。

Apabila kedua morfem tersebut adalah kata kerja, atau morfem bagian

belakang adalah kata kerja, yang memiliki makna secara tata bahasa

sebagai satu kata kerja dalam kata majemuk, disebut fukugoudoushi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fukugoudoushi merupakan

penggabungan dua buah kata dimana kata bagian belakang adalah kata kerja, yang

membentuk menjadi satu kata kerja baru.

2.3. Fungsi Unsur Belakang dalam Fukugoudoushi

Mengenai fungsi unsur belakang dalam fukugoudoushi, Hayashi (1990:495)

mengklasifikasikan sebagai berikut: 1) Menunjukkan aspek, contoh: 疲 れ き る

Tsukarekiru ‘Terlalu capek’, 2) Menunjukkan arah, contoh: 打ちおとす Uchiotosu

‘Menembak jatuh’, 3) Menunjukkan cara terjadinya suatu tindakan, contoh: 書きなおす

Page 51: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 51 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Kakinaosu ‘Memperbaiki tulisan’, 4) Menunjukkan hubungan antar objek, contoh: 話し

あう Hanashiau ‘Saling bercerita’, 5) Memperkuat arti, contoh: 飲みすぎる Nomisugiru

‘Terlalu banyak minum’, 6) Menunjukkan hasil dari pekerjaan, contoh: 聞きとる

Kikitoru ‘Memahami’

3. PERUMUSAN MASALAH

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah banyaknya kata-kata fukugoudoushi

yang muncul dalam buku New Approach Chuukyuu Nihongo membuat mahasiswa kurang

memahami makna dan cara penggunaannya dalam kalimat, sehingga menghambat proses

pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka kami akan melakukan penelitian untuk

mengkaji dan menganalisis bagaimanakah cara pembentukan kata fukugoudoushi? makna

apa yang dihasilkan dari kata tersebut? Apakah pembentukan kata pada fukugoudoushi

menimbulkan makna baru?

4. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan studi literatur. Data diperoleh dari buku New

Approach Chuukyuu Nihongo yang berupa fukugoudoushi. Penelitian ini merupakan

kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Metode ini dipakai karena dianggap sesuai dengan permasalahan

yang diambil yaitu, menganalisis struktur dan makna pada kata kerja majemuk

(fukugoudoushi). Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi kepustakaan. Pertama-tama, akan diadakan studi kepustakaan

untuk mencari teori-teori yang cocok dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian

mengumpulkan data dari sumber data. Akhirnya dengan memiliki teori-teori yang

relevan, data yang terkumpul dapat dianalisis dengan lebih terarah.

Adapun tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian adalah; tahap

pertama yaitu memilih dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan

fukugoudoushi, kemudian tahap berikutnya adalah mencari menerjemahkan, mengkaji

Page 52: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 52 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

dan menganalisis data dengan teori yang dipersiapkan. Tahap terakhir adalah menyajikan

hasil analisis data dan menyimpulkannya.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah; 1) Membaca sumber data.

Dalam kegiatan ini, penulis membaca buku New Approach Chuukyuu Nihongo, 2)

Mencatat fukugoudoushi yang terdapat di dalam sumber data pada buku New Approach

Chuukyuu Nihongo, 3) Mengklasifikasikan data berupa fukugoudoushi berdasarkan

maknanya.

Penelitian ini penulis lakukan agar penulis sebagai pengajar dapat memberikan

penjelasan yang mudah kepada mahasiswa mengenai fukugodoushi yang ada pada buku

ajar di atas. Berdasarkan hal itu, maka penulis menggunakan teori dan penjelasan yang

sederhana yang telah dipelajari mahasiswa pada mata kuliah 形態論 “Morfologi” karya

Chonan Kazuhide, Ph.D di semester 2. Sehingga untuk menganalisisnya mengacu pada

buku tersebut.

5. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Manfaat hasil penelitian bagi Penulis adalah penelitian ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai fukugoudoushi terutama dalam

buku yang dipakai sebagai referensi mengajar sehingga tingkat kesalahan dalam

memberikan penjelasan kepada mahasiswa menjadi minim. Sedangkan bagi pembaca

penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi demi menambah pengetahuan dan

wawasan terutama di bidang linguistik.

6. HASIL PENELITIAN

Dalam buku New Approach Chuukyuu Nihongo, jumlah fukugoudoushi atau verba

majemuk yang terkumpul sebanyak 38 buah. Melalui teori dan penjelasan pada buku 形

態論 “Morfologi” karangan Chonan Kazuhide Ph.D, maka fukugoudoushi ini dibagi

menjadi 2 Grup yaitu;

1. Grup 1 統語的複合動詞 ‘tougouteki fukugoudoushi’ (syntactic V-Vcompound)

gabungan secara sintaksis atau dengan rumus「V1 を V2する」

Page 53: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 53 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Contoh: 読み終わる merupakan gabungan verba dari 読む “membaca” dan 終

わる “selesai” yang dapat diartikan langsung menjadi “selesai membaca”.

Verba belakang berupa Verba ~合う、~始める、~終わる、~出す、~続け

る、~続く、~かける、~つける .

Tabel Fukugoudoushi Grup 1

No Fukugoudoushi Verba

awal

Verba

belakang

Arti

1 助け合う

言い合う

話し合う

殴り合う

伝え合う

付き合う

抱き合う

語り合う

助ける

言う

話す

殴る

伝え

付き

抱く

語る

合う Saling~

2 作り始める

考え始める

帰り始める

作る

考える

帰る

始める Mulai~

3 書き終わる

読み終わる

洗い終わる

書く

読む

洗う

終わる Selesai~

4 飛び出す

降り出す

泣き出す

走り出す

飛ぶ

降る

泣く

走る

出す Seketika~

5 話し続ける

書き続ける

話す

書く 続ける Melanjutkan~

6 降り続く 降る 続く Berlanjut~

2. Grup 2 語彙的複合動詞 ‘goiteki fukugoudoushi’(lexical V-V compound)

Gabungan secara kata dengan rumus:

1. V1 dan V2 memiliki arti kata yang mirip.

Contoh: 光り輝く:cahaya + berkilau : “bersinar”

Page 54: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 54 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Tabel Fukugoudoushi Grup 2-1

No Fukugoudoushi Verba

awal

Verba

Belakang

arti

1 繰り返す 繰る 返す Ulang + Kembali:

“Mengulang kembali”

2. V1 menjelaskan V2 secara detail

Contoh: 撃ち殺す : menembak + membunuh: “membunuh dengan

menembak “

Tabel Fukugoudoushi Grup 2-2

No Fukugoudoushi Verba

awal

Verba

Belakang

arti

1 乗り過ごす 乗る 過ごす Naik + Melewati:

“Naik kendaraan tujuan

terlewat”

2 結ぶ 付ける

結び付け

Mengikat + Menempel :

“Menggabungkan,

menempelkan”

3. V2 memperkuat arti V1

Contoh: 飛び起きる: terbang, lompat + bangun : “lompat”

Tabel Fukugoudoushi Grup 2-3

No Fukugoudoushi Verba

awal

Verba

Belakang

arti

1 飛び上がる 飛ぶ 上がる Terbang + Naik:

“Melompat”

2 振り向く 振る 向く Mengguncang+Menoleh:

“Berbalik”

3 浮き上がる 浮く 上がる Melayang+Naik:

“Melayang”

4 思う 付く 思い付く Pikir + Menempel:

“Berpikir”

5 見る 掛ける 見かける Melihat + Menggantung :

“Melihat”

Page 55: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 55 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

6 話す 掛ける

話しかけ

Berbicara + Menggantung:

“Berbicara kepada,

bertegur sapa”

4. Arti V1 dan V2 hilang, menjadi arti yang baru

Contoh: 落ち着く: jatuh + tiba : “tenang”

Tabel Fukugoudoushi Grup 2-4

No Fukugoudoushi Verba

awal

Verba

belakang

arti

1 割り込む 割る 込む Membagi + Penuh:

“Menginterupsi,

mengganggu”

2 引き受ける 引く 受ける Menarik+Menerima:

“Bertanggung jawab,

Mengambil alih”

3 出来る 上がる

出来上が

る Bisa+Naik:

“Selesai”

4 締め切る 締める 切る Mengencangkan +

Memotong:

“Menutup”

5 落ち着く 落ちる 着く Jatuh + Tiba :

“Tenang”

6 恐れ入る 恐れる 入る Ketakutan + Masuk:

“Mohon maaf”

7 振り返る 振る 返る Mengguncang + Mengubah

: “Melihat ke belakang”

8 盛る 付ける

盛りつけ

る Makmur + Menempel :

“Menghidangkan”

7. KESIMPULAN

Verba majemuk atau fukugoudoushi yang terdapat dalam buku New Approach

Chuukyuu Nihongo setelah dianalisis berdasarkan verba pembentuknya dan

berdasarkan teori pada buku teks 形態論 “Morfologi” dapat disimpulkan sebagai

Page 56: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 56 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

berikut; 1) Jumlah fukugoudoushi pada buku ini ada 38 buah. Setelah dianalisis dan

dibagi menjadi 2 grup, maka Grup 1 統語的複合動詞 ‘tougouteki fukugoudoushi’

(syntactic V-Vcompound) ada sebanyak 21 buah dan Grup 2 語彙的複合動詞

‘goiteki fukugoudoushi’(lexical V-V compound) ada sebanyak 17 buah. Adapun

hasil dari penelitian ini dapat memudahkan pengajar untuk menjelaskan secara runut

berdasarkan ilmu yang pernah dipelajari oleh mahasiswa pada semester sebelumnya

melalui mata kuliah Morfologi, sehingga dapat dipahami makna dan proses

pembentukannya.

8. DAFTAR PUSTAKA

Hayashi, Ooki. 1990. Nihongo Kyooiku Handobukku. Tokyo. Taishukan Shoten.

Kazuhide, Chonan. 2017. 形態論. Morfologi. Nihongogaku Tekisuto 2017. Unsada.

Matsura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto Sangyo University

Press.

Morita, Yoshiyuki. 1978. Nihongo no Fukugoudoushi ni tsuite. Koza Nihongo

Kyouiku 69-89 Waseda Daigaku Gogaku Kyouiku Kenkyuusho.

Niimi, Kazuaki, dkk. 1987. Gaikokugo no Tame no Nihongo Reibun Fukushi. Aratake

Shuppan.

Oyanagi, Noboru. 2006. Nihongo Kenkyusya. New Approach Chukyu Nihongo –

Kisohen. Japan.

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Humaniora. Bandung.

Internet

https//db4.ninjal.ac.jp/vvlexicon/

Page 57: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 57 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

FUNGSI DAN PENGGUNAAN SETSUZOKUJOSHI KARA

DAN NODE DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Oleh

Hermansyah Djaya dan Hargo Saptaji

Abstrak

Analisis Fungsi dan Penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node

dalam Kalimat Bahasa Jepang

Penelitian ini berjudul fungsi dan penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node

dalam kalimat Bahasa Jepang, bertujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan kedua

setsuzokujoshi tersebut dari segi penggunaan, struktur kalimat dan tingkat kesopanan

dalam berbahasa Jepang. Metodologi yang digunakan yaitu metode kepustakaan, dimana

penulis mengumpulkan berbagai definisi dan penjelasan mengenai fungsi dan struktur

kalimat dari setsuzokujoshi kara dan node. Dalam penelitian deskriptif ini penulis

mengumpulkan data dari buku ajar Minna No Nihongo I dan II serta New Approach

Japanese Intermediate Course. Dari ketiga buku tersebut mencoba menggambarkan apa

saja fungsi yang didapat dari hasil analisis contoh kalimat yang ditemukan, kemudian

membuat kesimpulan atas data yang sudah dianalisis. Penelitian ini mengungkapkan

bahwa fungsi kara (50%) sering digunakan dalam alasan yang menunjukan kemauan

yang kuat seperti perintah, dasar dalam memberikan saran terhadap hal lain.

Setsuzokujoshi kara banyak dipengaruhi oleh pemikiran atau penilaian pribadi pembicara

maka dikatakan kara bersifat subjektif dalam menyampaikan alasan. Sedangkan

Setsuzokujoshi node (41%) banyak digunakan untuk mengungkapkan sebab terjadinya

suatu hal dan alasan atas permintaan lawan bicara. Setsuzokujoshi Node digunakan untuk

mengutarakan sebab dari peristiwa atau situasi yang bersifat objektif tanpa dipengaruhi

oleh pendapat atau pandangan pribadi.

Page 58: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 58 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Kata kunci: Setsuzokujoshi, kara, node, sebab, alasan, karena, kata penghubung

1. Latar Belakang

Dalam linguistik atau gengogaku (言語学) kita mengenal adanya sintaksis atau

tougoron ( 統語論 ) adalah ilmu bahasa yang mempelajari susunan kalimat dan

bagiannya atau bisa juga disebut ilmu tata kalimat. Sebelum menyusun sebuah kalimat tentu

kita harus mengetahui apa saja bagian-bagian yang menyusun sebuah kalimat (satuan

gramatika). Dalam gramatika bahasa Jepang, kalimat disebut dengan bun ( 文 ). Bun

tersebut disusun oleh sejumlah frase atau bunsetsu (文節 ), dan bunsetsu disusun oleh

sejumlah kata atau tango (単語).

Semantik atau imiron ( 意味論) sebagai salah satu cabang ilmu kebahasaan yang

meneliti tentang makna dalam bahasa. Objek yang dikaji dalam semantik antara lain

makna kata ( 語 の 意 味 ), relasi makna (語の意味関係) antarsatu kata dengan

kata lainnya, makna frase dalamsatu ideom ( 句の意味) dan makna kalimat ( 文の

意味) (Dedi Sutedi, 2003: 103).

Dalam buku “Minna No Nihongo I” pelajaran 9 mengenai penggunaan から

dan “Minna No Nihongo II” pelajaran 39 mengenai penggunaan ので ,

Page 59: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 59 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

dijelaskan keduanya dapat digunakan untuk menunjukan sebab atau alasan dari

kalimat berikutnya.

から dipakai untuk menghubungkan dua kalimat, menjadi satu kalimat.

Kalimat 1 menunjukan sebab atau alasan dari kalimat 2. (Minna No Nihongo I: 65)

Contoh:

時間がありませんから、新聞を読みません

Jikan ga arimasen kara, shinbun o yomimasen

Karena tidak ada waktu, saya tidak membaca surat kabar

毎朝新聞を読みますか。 いいえ、読みません

。時間がありませんから。 Mai asa shinbun o yomimasuka.

Iie, yomimasen. Jikan ga arimasen kara. Apakah anda membaca surat kabar setiap pagi ?

Tidak, saya tidak membaca. Itu karena tidak ada waktu.

ので juga menunjukan sebab dan alasan. Tetapi apabila から menyatakan sebab

atau alasan secara subjektif, maka ので menyatakan hubungan sebab akibat yang

terjadi dengan sendirinya secara objektif. Karena ditekankan pada subjektivitas orang

yang berbicara, maka kesan terhadap lawan bicara tidak kuat, sehingga pola kalimat ini

sering dipakai untuk memperhalus alasan pada waktu meminta izin atau pengertian

dari lawan bicara. (Minna No Nihongo II: 87)

Contoh:

日本語が分からないので、英語で話していただけませんか。

Nihongo ga wakaranai node, eigo de hanashite itadakemasenka.

Karena saya tidak mengerti bahasa Jepang, mohon Anda berbicara

dalam bahasa Inggris.

用事があるので、お先に失礼します。

Youji ga aru node, osakini shitsurei shimasu.

Karena ada keperluan, maaf saya pamit lebih dahulu.

Menurut Tanaka Toshiko (1990: 60), から dan ので sama-sama

Page 60: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

~ 60 ~

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

menunjukan penyebab dan alasan. Jika dibandingkan, partikel ので menunjukan sifat

yang alami, sedangkan か ら lebih menekankan makna penyebab dan alasan.

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikatakan partikel から dan ので masing-

masing menyatakan sebab atau alasan.

Untuk menyatakan sebab atau alasan dalam bahasa Indonesia digunakan

konjungsi subordinatif sebab yaitu: (oleh) sebab atau (oleh) karena. Yang dimaksud

konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat

(klausa) yang kedudukannya tidak sederajat (Abdul Chaer, 2008: 100). Berbeda dengan

bahasa Jepang yang memiliki ciri khusus dalam pemakaiannya pada sebuah kalimat,

konjungsi subordinatif penanda sebab dalam bahasa Indonesia terlihat tidak memiliki

perbedaan. Baik から dan ので ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

maknanya menjadi sama yaitu “karena” sehingga hal ini dapat menjadi potensi

kesalahan bagi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia.

Kedekatan makna yang timbul dari penggunaan setsuzokujoshi ( 接続助詞)

から dan ので setelah diartikan dalam bahasa Indonesia membuat penulis sendiri

kesulitan dalam membedakan penggunaan kedua setsuzokujoshi tersebut.

Page 61: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

61

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana penggunaan dan

perbedaan setsuzokujoshi ( 接続助詞) から dan ので sebagai penanda hubungan

sebab atau alasan.

2. Perumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam Penelitian ini adalah : Fungsi dan Penggunaan

Setsuzokujoshi (接続助詞) から(Kara) dan ので (Node) dalam Kalimat Bahasa

Jepang.

3. Tujuan Penelitian

T u j u a n d a l a m p e n e l i t i a n i n i a d a l a h u n t u k

m e n j e l a s k a n s e c a r a l e b i h m e n d a l a m m e n g e n a i f u n g s i

d a n p e n g g u n a a n setsuzokujoshi (接続助詞 ) Kara dan Node dalam

kalimat Bahasa Jepang.

4. Tinjauan Kepustakaan

Setsuzokujoshi ( 接続助詞) adalah salah satu jenis joshi ( 助詞) yang

berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat. Setsuzokujoshi (接続助

詞 ) digunakan setelah yougen (verba, adjektiva-na dan adjektiva-i) sebagai

bagian kalimat yang terletak sebelum setsuzokujoshi (接続助詞 ) yang ada

hubungannya dengan bagian kalimat setelah setsuzokujoshi ( 接続助詞 ).

Setsuzokujoshi ( 接続助詞 ) juga dipakai setelah kelas kata lain selain

kelompok yougen, yaitu setelah nomina atau setelah verba bantu (Sudjianto,

1999: 51).

Iori Isao (2000: 210) dalam bukunya “Shoukyuu Wo Oshieru Hito No

Tame No

Nihongo Bunpou Handobukku” menjelaskan bahwa kara ( から ) adalah

setsuzokujoshi ( 接続助 詞 ) yang paling umum dalam merepresentasikan

hubungan sebab atau alasan. Setsuzokujoshi kara ( から ) dapat

digunakan

Page 62: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

62

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

baik dalam kalimat bentuk biasa ( 普通形 ) maupun bentuk yang lebih sopan

(丁寧形). Kara (から) yang digunakan dalam bentuk kalimat yang lebih

sopan,

bentuk klausa sebelum kara (から) dibuat dalam bentuk です、~ます.

Tomita Takayuki dalam bukunya “Bunpou No Kiso Chishiki To Sono

Oshiekata” (1991: 69) membagi setsuzokujoshi (接続助詞) menjadi lima jenis:

1. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menghubungkan bagian

awal dan akhir kalimat. Contoh: て、し

2. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menyatakan sebab atau

alasan pada

bagian awal kalimat, dan akibat pada bagian akhir kalimat. Contoh:

ので、から、て

3. Setsuzokujoshi yang bagian akhir kalimatnya merupakan

pemikiran dari

bagian awal kalimat. Contoh: と、ば

4 . Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menghubungkan kedua

kalimat, dimana

bagian awal kalimat berlawanan dengan akhir kalimat. Contoh:

が、けれども、のに、ても、ながら

5. Setsuzokujoshi yang digunakan untuk menyatakan kegiatan yang lebih

dari satu. Contoh: ながら、たり

5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis berdasarkan pada jenis penelitian

deskriptif analisis yaitu metode kepustakaan dimana penelitian dilakukan untuk

menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan

menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Langkah yang

ditempuh yaitu menentukan objek penelitian, mencari dan menelaah literatur yang

relevan sebagai dasar teori, mengumpulkan data yang akan diteliti (jitsurei),

melakukan analisis (データの分析) dan mengambil kesimpulan dari hasil analisis

yang ditampilkan dalam penelitian ini.

Page 63: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

63

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

6. Hasil Penelitian

6.1 Penjelasan Fungsi dan Penggunaan Setsujokujoshi Kara

Kalimat yang sudah dianalisis dan masuk ke dalam klasifikasi fungsi ini

sebanyak 44 kalimat dari tiga sumber data buku ajar. 30 kalimat berasal dari Minna

No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo II, dan 44 kalimat berasal dari

New Approach Japanese Intermediate Course. Kalimat yang sudah dianalisis dan masuk

ke dalam klasifikasi fungsi ini sebanyak 44 kalimat dari tiga sumber data buku ajar.

30 kalimat berasal dari Minna No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo

II, dan 44 kalimat berasal dari New Approach Japanese Intermediate Course.m30

kalimat berasal dari Minna No Nihongo I, 4 kalimat berasal dari Minna No Nihongo II,

dan 44 kalimat berasal dari New Approach Japanese Intermediate Course.

Dari data persentase tertinggi (50%) yaitu untuk penggunaan から yang

menyatakan alasan berdasarkan penilaian pribadi, tafsiran, atau sebagai dasar dalam

memberikan saran atau perintah (A2). Penilaian atau penafsiran yang timbul dan

disampaikan melalui setsuzokujoshi (接続助詞 ) から banyak terpengaruh oleh

subjektifitas pembicara. Itulah sebabnya banyak buku ajar menyatakan bahwa

setsuzokujoshi から digunakan untuk menyatakan alasan atau sebab secara subjektif.

setsuzokujoshi から digunakan untuk menyatakan alasan atau sebab secara

subjektif.

Sedangkan untuk persentase terendah (2%)

terdapat pada penggunaan から untuk

mengekspresikan alasan yang bersifat

emosional atau perasaan (A4

Page 64: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

64

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

6.2 Penjelasan Fungsi dan Penggunaan Setsujokujoshi Node

Berdasarkan data yang sudah dianalisis, maka fungsi setsuzokujoshi ので yang

memiliki persentase tertinggi (41%) yaitu menunjukan sebab atas suatu hal atau

alasan atas permintaan dari lawan bicara (B4). ので pada klasifikasi ini bukan

merupakan bentuk penolakan, meminta izin, menggambarkan fenomena fisik dan alam,

atau objektifitas perasaan (tidak termasuk dalam klasifikasi

lima lainnya). Karena menekankan pada

sebab terjadinya suatu hal, maka pembicara

akan mengutarakan sebab secara objektif

berdasarkan fakta yang ada. Hal itulah

yang menjadikan setsuzokujoshi の で

digunakan

Sedangkan untuk persentase terendah (2%)

terdapat pada penggunaan か ら untuk

mengekspresikan alasan yang bersifat

emosional atau perasaan .

Page 65: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

65

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

6.3 Fungsi dan Penggunaan Setsuzokujoshi Kara dan Node

Terdapat kalimat yang dapat disubstitusikan berdasarkan kesamaan ciri pada

fungsi dari setsuzokujoshi (接続助詞 ) から dan ので . Banyaknya kalimat yang

menggunakan setsuzokujoshi ( 接続助詞 ) から dan の で yang bisa disubstitusi

ini sebanyak 92 kalimat (23%), dan sisanya hanya penggunaan から saja 243 kalimat

(60%), serta penggunaan ので saja 69 kalimat (17%).

Diagram Perbandingan Substitusi から dan ので

から

60%

から

ので

23%

ので

Page 66: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

66

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

TABEL DAN GRAFIK PERBANDINGAN PENGGUNAAN から

GRAFIK PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI から

TABEL PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI から

教科書 接続助詞「から」の機能

A1 A2 A3 A4 A5

Minna No Nihongo 1 20 24 31 0 10

Minna No Nihongo 2 23 96 7 3 30

New Approach 7 27 8 3 4

JUMLAH 50 147 46 6 44

TOTAL SAMPEL 293

Page 67: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

67

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

TABEL DAN GRAFIK PERBANDINGAN PENGGUNAAN ので

TABEL PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI ので

教科書 接続助詞「ので」の機能

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Minna No Nihongo 1 0 0 0 0 0 0

Minna No Nihongo 2 2 4 15 22 12 3

New Approach 1 6 6 23 13 4

JUMLAH 3 10 21 45 25 7

TOTAL SAMPEL 111

GRAFIK PERBANDINGAN FUNGSI SETSUZOKUJOSHI ので

Page 68: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

68

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

7. Kesimpulan

Setsuzokujoshi から menekankan pada alasan yang ingin disampaikan, sedangkan

ので menekankan pada efek / hasil dari alasan yang disampaikan. Oleh karenanya か

ら sering digunakan untuk menyampaikan kemauan. Penilaian dan perintah, sedangkan

ので digunakan untuk meminta izin dan alasan menolak terhadap suatu ajakan secara sopan.

Menurut hasil analisis data, から (50%) sering digunakan dalam alasan yang

menunjukan kemauan yang kuat seperti perintah, dasar dalam memberikan saran terhadap

hal lain. Karena banyak dipengaruhi oleh pemikiran / penilaian pribadi pembicara maka

dikatakan から bersifat subjektif dalam menyampaikan alasan.

Menurut hasil analisis data, ので (41%) banyak digunakan untuk mengungkapkan

sebab terjadinya suatu hal dan alasan atas permintaan lawan bicara. の で digunakan untuk

mengutarakan sebab dari peristiwa atau situasi yang bersifat objektif tanpa dipengaruhi oleh

pendapat atau pandangan pribadi.

から dan ので dapat saling menggantikan apabila digunakan untuk menyatakan

alasan berupa fenomena fisik dan alam (menyatakan alasan yang diambil berdasarkan fakta

atau peristiwa yang terjadi secara alamiah). Hal tersebut didasarkan pada kemiripan fungsi

か ら yaitu digunakan untuk menunjukan sebab yang diambil berdasarkan fakta

atau kejadian yang terjadi secara alamiah (Iori Isao) dengan fungsi ので yaitu digunakan

untuk menggambarkan fenomena alam dan fenomena fisik (Miyajima).

から dan ので dapat saling menggantikan apabila digunakan untuk

menyatakan alasan yang berkaitan dengan unsur emosi atau perasaan. Hal tersebut

diambil berdasarkan kemiripan fungsi dimana から yang diletakan setelah kata benda

abstrak dari ekspresi emosi, menunjukan aktivitas yang berkaitan dengan faktor emosional

dari klausa sebelumnya (Kawashima), memiliki ciri yang sama dengan の で yang

digunakan untuk menggambarkan objektifitas perasaan yang mengandung unsur emosi

(Miyajima).

8. Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Bandung: Rineka Cipta.

Page 69: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

69

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Iori, Isao. 2000. Shokyuu Wo Oshieru Hito No Tame No Nihongo Bunpou Handobukku. Tokyo:

Suriiee Nettowaaku.

Miyajima. et al. (Ed). 1995. Nihongo Ruigi Hyougen No Bunpou. Tokyo: Kuroshio Shuppan.

Oyanagi, Noboru. 2004. New Approach Japanese Intermediate Course. Tokyo: Nihongo

Kenkyuusha.

Ogawa, Iwao. 2008. Minna No Nihongo I. Surabaya: International Mutual Activity Foundation

(IMAF) Press.

____________. 2008. Minna No Nihongo II. Surabaya: International Mutual Activity

Foundation (IMAF) Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis bahasa ( Pengantar Penelitian Wahana

Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint

Blanc.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press

(UPI Press).

Tomita, Takayuki. 1991. Bunpou No Kiso Chisiki To Sono Oshiekata.

Toshiko, Tanaka. 1990. Tanaka Toshiko no Nihongo Bunpou. Tokyo: Kindai Bungeisha.

Umabuchi, Kazuo. 1963. Koubun Bunpou. Tokyo: Musashino Shoin.

ASIMILASI IMIGRAN JEPANG DI BRASIL ANTARA NASIONALISME DAN

ESTADO NOVO

Erni Puspitasari

Abstrak

Page 70: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

70

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis asimilasi imigran Jepang di Brasil yang berkaitan

dengan nasionalisme imigran Jepang dan kebijakan estado novo yang dibuat oleh Gestulio

Vargas. Estado novo adalah sebuah kebijakan yang ingin menjadikan semua etnis memiliki

nasionalisme Brasil. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan. Hasil penelitian

menunjukan bahwa nasionalisme imigran Jepang yang kuat menjadi penghambat untuk

melakukan asimilasi di Brasil. Pemberlakukan kebijakan estado novo memaksa imigran Jepang

untuk menerima pembatasan pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah Brasil. Pembatasan

dilakukan di berbagai bidang, mulai dari pelarangan penggunaan bahasa Jepang di tempat

umum, penutupan sekolah sekolah Jepang, dan pembredelan media berbahasa Jepang.

Pembatasan ini menjadi lebih ekstrim ketika masa perang dunia kedua, ketika Brasil berada di

blok sekutu, maka terjadi deportasi, pemaksaan masuk kamp interniran, penyitaan aset

perusahaan Jepang dan imigran, hingga penyiksaan, pemenjaraan dan pembunuhan.Setelah

perang dunia kedua pemerintah Brasil secara resmi meminta maaf kepada kaum imigran yang

selamat, tetapi tidak memberikan konpensasi dan tidak mengembalikan aset aset milik Jepang

yang tersimpan rapi di bank sentral Brasil hingga kini.

Kata kunci : Asimilasi, imigran Jepang, nasionalisme, estado novo

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Para imigran Jepang pada umumnya tidak terlalu perduli untuk belajar bahasa Portugis

atau berintegrasi dengan masyarakat Brasil, tidak seperti bangsa lain pada umumnya. Mereka

hanya berupaya pada upaya komunal yang berpusat kepada pemeliharaan adat istiadat budaya

yang mereka lakukan semenjak dari negara asal. Karena imigrasi ke Brasil berorientasi kepada

keluarga, maka pertumbuhan masyarakat secara normal dapat berjalan dengan baik. Mereka

membesarkan anak anak mereka sebagaimana mereka membesarkan anak mereka di Jepang,

terutama di daerah pedesaan. Masyarakat Jepang juga mendirikan sekolah sendiri. Hal ini

berbeda dengan imigrasi ke Amerika Serikat yang bukan berasal dari imigrasi keluarga

Page 71: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

71

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Sementara itu keadaan pemukiman Jepang di Brasil tidak selalu kondusif, tetapi bahasa

Jepang, Karakteristik Kaisar dan Sistem kepercayaan Shinto diajarkan di sekolah tersebut (

Shoji, 2008). Pada tahun 1927 Asosiasi Pendidikan Jepang di selenggarakan di Brasil oleh

Konsul Jenderal Jepang di Sao Paolo. Pada tahun 1929 asosiasi ini diganti menjadi Asosiasi

Orang Tua Siswa di Sekolah Jepang di Sao Paolo. Dalam beberapa kasus komunitas Jepang

dapat mengelola sekolah umum dengan bekerjasama dengan pemerintah Brasil. Kurikulum

yang digunakan adalah gabungan dari pendidikan Jepang dengan kurikulum Brasil. Sejak

tahun 1936 pemerintah Jepang menawarkan dukungan bantuan keuangan langsung kepada

sekolah sekolah melalui Asosiasi Penyebaran Pendidikan Jepang di Brasil ( Burjiru Nihonjin

Kyouiku Fukyuukei). Ciri dari pendidikan Jepang pasca periode Meiji adalah nasionalisme,

yang menghasilkan interpretasi ritual etnis Jepang melalui kultus temporal atau perasaan dari

asal yang sama. (Shoji 2008)

Di lain pihak gelombang besar imigran Jepang, dengan latar belakang invasi Jepang ke

Cina timur laut pada tahun 1931, menimbulkan kekhawatiran di antara orang Brasil, yang

dirangsang oleh nasionalisme mereka sendiri, dan berkembang menjadi kampanye anti-Jepang

pada tahun 1933-34. Para pendukung kampanye ini berpendapat bahwa Jepang bukanlah

komponen rasial yang ideal untuk Brasil karena budaya mereka terlalu berbeda dan orang

orang Jepang cenderung terlalu kuat sistem kekeluargaannya, mandiri dan tidak mau

berasimilasi dengan masyarakat Brasil. "Orang Jepang tidak larut seperti belerang," klaim

Oliveira Vianna, ilmuwan sosial terkemuka Brasil, pada tahun 1932. "Tidak larut seperti

belerang" menjadi frasa yang sering digunakan oleh pendukung anti-Jepang. Mereka juga

curiga bahwa Jepang militeristik. Yang paling radikal di antara pendukung anti-Jepang, anggota

Kongres Xavier de Oliveira, menyebut imigrasi Jepang ke Amerika Latin sebagai "imigrasi

untuk penaklukan," dan berpendapat bahwa setiap imigran adalah seorang prajurit yang

menyamar. "Brasil adalah Manchuria di Amerika Selatan," katanya. Dalam suasana seperti itu,

maka Undang Undang untuk membatasi imigrasi disahkan pada tahun 1934, dengan Jepang

sebagai target khususnya.

Presiden Getulio Vargas selama 1937 sampai tahun 1945 bertindak secra kontradiktif,

di satu sisi dia mendorong pembatasan imigran Jepang, di sisi yang lain mengambil langkah

untuk membawa Jepang ke Brasil. Sementara itu pada awal kedatangan imigran Jepang pada

awal abad 20 kelompok yang menentang imigrasi Jepang menguatkan argument mereka dengan

Page 72: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

72

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

teori rasial. Para elit Brasil beragumen bahwa lambatnya kemajuan Brasil karena Negara

tersebut dihuni oleh ras yang lebih rendah yakni kulit hitam dan India, dan Negara tersebut

hanya akan berkembang karena populasinya berubah, yakni menjadi lebih putih, ketika siklus

imigrasi orang kulit hitam berakhir ke Brasil. Sehingga mereka focus kepada imigran Jepang

yang mulai berdatangan. Sementara itu para petani di Sao Paolo bersikap pragmatis, karena

mereka hanya butuh pekerja dan tidak perduli dengan ras. Asallkan mereka dapat bekerja

dengan baik

Menjelang Perang Dunia II, guna menciptakan nasionalisme Brasil yang berdasarkan

asimaialasi, maka dalam bidang pendidikan mulai diterapkan penggunaan bahasa Portugis

sebagai bahasa pengantar. Kepala sekolah juga harus orang Brasil. Pelarangan media cetak

dalam bahasa asing untuk komunitas tertentupun diterapkan oleh pemerintah Brasil.

Pembatasan pembatasan pembatasan yang dilakukan pemerintah Brasil pada tahun 1939 ,

dianggap sebagai permusuhan oleh komunitas Jepang di Brasil, hal ini berakibat banyaknya

orang Jepang yang ingin kembali ke Jepang. Sementara itu Tindakan tindakan kekerasan

terhadap warga Jepang juga terus berlanjut hingga Perang dunia kedua. Kekerasan yang

diterima berupa kekerasan fisik dan verbal.

1.2 Kajian Pustaka

1.2.1 Migrasi Orang-orang Jepang

Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang dari Jepangke

tempat lainatau di luar Jepang. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu :

perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang

dilakukan oleh orang Jepang yaitu dari Jepang menuju Brasil

1.2.2. Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari suatu masyarakat atau bangsa yang

memiliki kesamaan budaya, wilayah, serta kesamaan cita cita dan tujuan, sehingga

masyarakat suatu bangsa merasakan dan memiliki rasa kecintaan terhadap bangsanya. Hampir

sama nasionalisme mencakup konteks yang lebih luas, yakni persamaan kanggotaan dan

kewarganegaraan dari suatu kelompok etnis dan budaya dalam suatu bangsa ( Hara dalam

Anggraini 2004)

Page 73: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

73

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

1.2.3.Asimilasi

Asimilasi didefinisikan sebagai pergantian yang melibatkan setidaknya dua segmen,

saah satu segmen adalah pergantian dengan segmen yang lainnya (Jurgec, 2011). Sementara

itu asimilasi dapat dimaknai sebagai perubahan etnis, yang dapat terjadi melalui perubahan

yang terjadi dalam kelompok di kedua sisi. Asimilasi dapat dilakukan perubahan yang cepat

atau bertahap tergantung kepada keadaan kelompok tersebut. Indikator yang paling umum

terjadinya asimilasi adalah melalui bahasa, kegiatan social ekonomi, tempat hunian, dan

perkawinan campuran ( Fotland ,2016)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar Belakang Permasalahan, maka rumusan masalah yang dapat

disampaikan adalah :

• Kebijakan Estado Novo oleh Getulio Vargas

• Pemberlakuan kebijakan estado novo dalam rangka asimilasi imigran Jepang di Brasil

• Dampak kebijakan Estado Novo terhadap imigran Jepang di Brasil

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

• Kebijakan Estado Novo oleh Getulio Vargas

• Pemberlakuan kebijakan estado novo dalam rangka asimilasi imigran Jepang di Brasil

• Dampak kebijakan Estado Novo terhadap imigran Jepang di Brasil

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah menggambarkan

situasi social yang terdiri dari tempat dan pelaku ( Sugiyono, 2006). Sampal dalam

penelitian ini adalah narasumber, yang dilakukan secara puposiv. Instrumen penelitian

ini adalah penulis, kemudian teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumen.

Setelah data terkumpul dilakukan analisis, analisis yang digunakan adalah analisis

historis. Tahap yang terakhir adalah validitas penelitian dilakukan dengan uji

kredibilitas

2. Hasil dan Pembahasan

2.1. Getulio Vargas dan Estado Novo

Page 74: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

74

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Getulio Vargas adalah anak seorang peternak dari Brasil Selatan yang kemudian

menjelma menjadi orang yang paling berpengaruh di Brasil. Ia lahir pada tahun 1882 dan

meninggal dunia pada tahun 1954. Dalam 15 tahun kekuasaannya Getulio Vargas ia banyak

mempengaruhi terhadap perkembangan ekonomi, nasionalisme, dan budaya Brasil, dan Vargas

mampu mengubah cara pandang orang Brasil dalam memahami negara mereka ( Green, 2015)..

Pada tahun 1930 Vargas berkuasa dengan dukungan militer. Para pendukungnya adalah

kaum muda dari aliansi liberal, walaupun pernah kalah di era tahun 1920 an, tapi mereka masih

memiliki gengsi dalam militer. Kudeta ini bukan sebuah revolusi, Vargas diangkat sebagai

presiden sementara. Karena tidak ada badan legislatyif, maka Vargas dapat memerintah hanya

dengan dekrit. Vargas tidak memiliki ideiologi yang jelas, dia cenderung oportunis, namun

terdapat perubahan dalam pemerintahannya yakni kaum oligarkhi tradisional digantikan oleh

orang rang dari kalangan militer, teknokrat, politisi dan kaum industrialis.

Sistem pemerinthan baru yang digagas oleh Getulio Vargas berupa Estado Novo

yang berarti negara baru adalah rezim diktator yang kemudian dilembagakan pada tanggal 10

November 1937, walaupun Vargas telah memerintah Brasil sejak 3 November 1930. Periode

pertama pemerintahan sementara yang berlangsung tahun 1930 sampai tahun 193y ang

berlangsung hingga rekonstitusi negara. Dengan dekrit konstitusi 1934 pemerintah berkonsitusi

dimulai. Pemilihan presiden dijadwalkan akan dilakukan pada tahun 1938, dan kampanye akan

dilakukan pada tahun 1937. Dalam pemilihan ini yang menjadi kandidat adalah integralis Plinio

Salgado, gubernur Sao Paulo Armando Vieira Sales, dan kandidat lain yakni Americo

Almeida. Getulio Vargas tidak mencalonkan diri, karena bermaksud melanjutkan pemerintahan

melalui kudeta. Dengan demikian ia tidak mendukung Americo de Almeida yang digadang

gadang sebagai penggantinya yang menyebabkan kampanye nya kosong. Sementara itu di

beberapa wilayah ada kekhawatiran munculnya bentrokan, sehingga proses terlaksananya

pemilu menjadi semakin sulit dan memanjangkan pemerintahan yang saat itu sedang berkuasa.

Sejak awal pemerintahan konsititusi memperkuat dan memusatkan tentara nasional yang sangat

diperlukan dalam melaksanakan kudeta di masa yang akan datang dalam pembentukan estado

novo.

2.2. Asimilasi Imigran Jepang antara nasionalisme dan estado Novo

Intensnya Jepang mengirimkan penduduknya ke Brasil, merupakan gambaran

hubungan bilateral yang dilandasi oleh hubungan simbiosis mutalisme. Sementara itu di

Page 75: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

75

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

kalangan intelektual Brasi timbul kecurigaan, bahwa imigrasi Jepang memiliki tujuan politik,

hal ini didasarkan pada tujuan kapitalis. Perkembangan kapitalisme Jepang yang lambat

dibandingkan dengan negara barat dengan cara membuka pemukiman di luar negeri dan untuk

alasan itu mengasumsikan karakteristik imperialis untuk meningkatkan perekonomian melalui

ekspansi teritorial.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan pembebasan tanah oleh perusahaan Jepang di

Brasil, hal ini menandai dimulainya imigrasi Jepang gaya baru ke Brasil, tetapi diplomasi yang

berkembang masih belum berubah. Keduataan Brasil di Jepang membuktikan bahwa sentimen

anti Jepang berkembang tetap didasrkan kepada masalah asimilasi dan inferioritas ras Jepang,

dan ancaman politik yang dibawa oleh para imigran. Sementara itu muncul dokumen resmi

yang mengungkapan ketidak adilan para elit Brasil sehubungan dengan hak penguasaan tanah.

Pada fase awal imigrasi Jepang ke Brasil. Pemerintah Brasilmenggunakan konsep pemukiman

pertanian untuk para imigran Jepang. Bahkan pemukiman yang luas untuk para imigran Jepang

di Amazon pada tahun 1929.

Sementara itu konsep “infiltrasi Jepang” tetap berada dalam agenda. Para diplomat

juga prihatin, bahwa tidak hanya infiltrasi, tetapi imigrasi Jepang Jepang sebagai alat ekspansi

imperialis yang dimotivasi oleh kelebihan penduduk dan kelangkaan sumber daya alam. Pada

dekade 1930 an terjadi peningkatan imigrasi Jepang yang signifikan, dan hal ini mempertinggi

perhatoan pihak berwenang terhadap kampanye militer Jepang di Asia, yakni insiden

Manchuria dan pendirrian negara boneka Manchukuo pada 18 Februari 1932. Fakta fakta ini

berdampak kepada amandemen anti Jepang yang dipresentasikan pada Majelis Konstitusi

Nasional pada tahun 1933.

Sementara itu suhu politik meningkat pasca Revolusi Getulio Vargas pada tahun

1930, aspek nasionalis dan xenophobia dari pemerintahannya, dan amandemen yang diajukan

oleh pihak yang anti Jepang di Majelis Konstitusi Nasional Itranaraty mengubah sikap yang tah

diadopsi hingga saat itu. Mengingat kemungkinan konkrit konflik diplomatik antara Brasil dan

Jepang, negosiasi antara kementrian luar negeri kedua negara dankekuatan politik dimulai.

Dengan tujuan untuk menghindari persetujuan atas amandemen yang diskriminatif, namun

krisis pada saat itu tidak mewakili perubahan dalam perjalanan diplomasi Brasil.

Page 76: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

76

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Hal ini meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap Jepang. Dalam kondisi ini

seperti ini diskusi tentang pengucilan Jepang telah terjadi. Pada tahun 1930 an Imigran Jepang

di Brasil mendapati diri mereka menjadi korban ideologi politik dan rasial yang lebih kuat.

Pada tahun 1935 dan 1936 sekolah sekolah berbahasa Jepang ditutup. Di lain pihak pemerintah

Jepang tidak berhasil melakukan intervensi atas nama masyarakat. Pada tahun 1934, pemerintah

Brasil juga membentuk program asimilasi wajib untuk menggerakkan nasionalisme; pendidikan

distandarisasi di seluruh negeri, dan pengajaran dalam bahasa asing dilarang keras pada tahun

1937. ( Shoji, nd)Berita tentang pembatasan terhadap kehidupan imigran Jepang di Brasil

sampai ke Jepang, disikapi pemerintah dengan penarikannya dari komunitas internasional dan

meningkatkan upaya kolonialisasi Manchuria..

Sementara itu kebijakan pemerintah Brasil yang didasarkan pada nasionalisme terus

berkembang, dan pada 4 Mei 1938 sebuah dekrit Undang Undang N. 46 tentang ketentuan

masuknya orang asing ke Brasil) dikeluarkan, isinya mengenai pelarangan pengajaran bahasa

asing kepada anak anak di bawah 14 tahun di sekolah sekolah di pedesaan dan mengharuskan

guru adalah seorang penduduk Brasil asli. Undang undang tersebut berlaku mulai 21 Desember

1938. Sebagai akibatnya semua sekolah Jepang di pedesaan yang berada di luar wilayah federal

dan pedesaan di wilayah negara bagian Sao Paulo terpaksa harus ditutup. Setelah penutupan

sekolah Jepang, maka pengajaran bahasa Jepang dilakukan di rumah melalui homeschooling

atau oleh guru di wilayah tersebut. Namun karena homeschooling dihadiri oleh 4 atau 5 anak

perkelasnya, maka tetangga mereka yang orang Brasil akan melapor kepada pihak yang

berwenang, dan sekolah ini dianggap sebagai sekolah Jepang ilegal. Sementara itu ada juga

imigran Jepang yang mengirimkan anak anak mereka kembali ke Jepang untuk mendapatkan

pendidikan.

Perang Dunia II dan tahun-tahun berikutnya terbukti menjadi tantangan berat bagi

masyarakat. Orang Jepang — termasuk orang Jepang Brasil — memiliki pengabdian

nasionalistis kepada Jepang dan simbol utamanya pada masa ini, Kaisar. Pada saat yang sama,

Brasil sendiri memiliki rezim otoriter nasionalistik di bawah kediktatoran Getúlio Vargas sejak

1930-an dan seterusnya. Terperangkap di antara dua nasionalisme ini, komunitas Nikkei

(keturunan Jepang) mengalami pembatasan selama Perang Dunia II. Pada tahun 1934,

pemerintah Brasil membentuk program asimilasi wajib untuk menggerakkan nasionalisme;

pendidikan distandarisasi di seluruh negeri, dan pengajaran dalam bahasa asing dilarang keras

Page 77: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

77

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

pada tahun 1937. Jepang tidak diizinkan menjalankan sekolah mereka, dan anak-anak mereka

tidak diizinkan untuk belajar bahasa mereka. Pada tahun 1940, publikasi dan surat kabar

berbahasa asing dilarang, dan dua tahun kemudian Brasil memutuskan hubungan diplomatik

dengan Jepang.

Keadaan ini memicu timbulnya berbagai kekersaan yang dilakukan oleh masyarakat

mapun pemerintah Brasil. Bentruk kekerasan yang dilakukan adalah berupa pelecehan ideologi,

dimana masyarakat Jepang diharuskan untuk menginjak gambar kaisar Jepang sebagai bentuk

test loyalitas. Kekerasan fisik yang dihadapi oleh masyarakat Jepang di Brasil terjadi mulai dari

pengusiran dari wilayah tempat tinggal ,penangkapan tanpa tuduhan yang jelas, penyiksaan

hingga pembunuhan.

Kesimpulan

Estado Novo adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan diktator

yang dipimpin oleh Getulio Vargas pada tahun 1937 di Brasil. Kebijakan ini sebenarnya telah

dimulai sejak Getulio Vargas melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang syah pimpinan

Washington Luis pada tahun 1930 . Inti dari kebijakan ini ingin menjadikan semua masyarakat

baik warga asli maupun pendatang memiliki hanya satu nasionalisme yakni nasionalisme

sebagai orang Brasil. Kebijakan ini diikuti dengan pelarangan pelarang berbagai hal yang

menjurus kepada identitas asli warga pendatang, seperti bahasa, dan budaya. Kebijakan ini juga

berdampak kepada warga Jepang yang berada di Brasil.

Pemberlakuan kebijakan estado novo bagi warga Jepang di Brasil berdampak kepada

pelarangan penggunaan bahasa Jepang baik untuk komunikasi secara langsung maupun dalam

bentuk media, baik media cetak mapun elektronik. Pelarangan ini tentu saja sangat

menyulitkan warga Jepang yang memiliki nasionalisme tinggi dan terbiasa tinggal di koloni

yang khusus diperuntukan untuk orang Jepang di Brasil. Warga Jepang tetap menjunjung tinggi

ideology dan budaya yang mereka bawa dari Jepang. Hal ini menimbulkan masalah dengan

proses asimilasi yang diinginkan oleh estado novo. Akibatnya muncul sentiment anti Jepang di

kalangan masyarakat Brasil. Sentimen anti Jepang semakin jelas ketika Jepang beraliansi

dengan Jerman dan Italia dalam Perang Dunia II untuk berperang dengan Amerika, sedangkan

Brasil berada di blok Amerika. Akibatnya waraga Jepang yang berada di Brasil mendapatka

kekerasan. Bentuk kekerasannya mulai dari pelecehan ideology, pengusiran, penyitaan asset,

Page 78: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

78

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

penangkapan, pemenjaraan, hingga pembunuhan. Dan hingga kini asset warga Negara Jepang

yang disita tetap berada di bank sentral Brasil, dan belum ada upaya pengembalian. Pemerintah

Brasil juga hanya mengucapkan permohonan maaf secara resmi, tetapi tidak dibarengi dengan

pemberian konpensasi akibat perlakuan mereka terhadap warga Jepang di Brasil pada saat

Perang Dunia II.

DAFTAR PUSTAKA

Publikasi Cetak

Amemiya, Kozy K (1998) Being “Japanese”in Brazil and Okinawa, JPRI Occasional

Paper no 13

Hugh, Davis, (1996) The Biology of Live on the Move, Oxfor : Oxford University Press, Inc

1996

Malini, N, Amanda, 2016, Unbreakable : Development and Military Rule in Brazil, Georgetown

: Georgetown University

Michida, Tainah,2016 , Japanese Souls and Hearts: an Exploration of Ethnic Identities and

Mental Wellbeing of Japanese Brazilian Return Return Migrants, Massachusset :

Northearn University Boston

Sugiyono, (2006)Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R &D Alfabeta

Jakarta :SerambiI lmu

Tsuda, Takeyuki (2000) The Benefits of Being Minority: The Ethnic Status ofthe Japanese-

Brazilians in Brazil ( working paper ), San Diego : University of California,

Uehara, Alexandre, Ratsuo ( nd) Nikkei Presene-e in Brazil: Integration and

Assimilation,(working paper ) terj. Saulo A Lencastre

Sasaki, Koji, (2008) Between Emigration and Immigration:

Japanese Emigrants to Brazil and Their Descendants in Japan, Senri Ethnological

Reports 77:53-56

Page 79: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

79

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Shoji, Rafael, (2008) The Failed Prophecy of Shinto Nationalismand the Rise of Japanese

Brazilian Catholicism, Journal of Religious Studies 35/1: 13–38

WATTS, JONATHAN,2013 BRAZIL'S JAPANESE COMMUNITY GETS APOLOGY FOR

ABUSE RIO DE JENEIRO : BST

Publikasi elektronik

Alisson, Elton ( 2012), Japanese migration to Brazil was part of a peaceful expansionist policy

diakses dari http://agencia.fapesp.br/japanese-migration-to-brazil-was-part-of-a-

peaceful-expansionist-policy-/15922/ diakses pada 10 januari 2019

Green, James, N, 2015,Brazil Under Vargas: Reshaping the Nation

https://library.brown.edu/create/brazilundervargas/wp-

content/uploads/sites/39/2014/10/Syllabus-Brazil-Under-Vargas-1-7-15.pdf

Hirano Sedi, nd,Advancing Research on Japanese-Brazilian Immigrants

http://www.fapesp.br/japanbrazilsymposium/media/upload/aaa/4-1-2_Hirano.pdf

IB HL History (nd )Getúlio Vargas and the Estado Novo(The following handout is shamelessly

stolen from a number of

sourceshttp://www.coralgablescavaliers.org/ourpages/users/099346/IB%20History/Ame

ricas/Brazil/Populism-%20Getulio%20Vargas%20_2_.pdf

1. JAPANESE COMMUNITY SITUATIONS BEFORE AND AFTER THE OUTBREAK OF

THE WAR BETWEEN JAPAN AND THE U.S.(ND

)HTTPS://WWW.NDL.GO.JP/BRASIL/E/S5/S5_2.HTML

Jurgec,Peter ( July, 25,2011) What is assimilation diakses dari

http://egg.auf.net/11/abstracts/handouts/jurgec_w2d1.pdf pada 20 Pebruari 2019

Nakamura, Akemi (2008), Japan, Brazil mark a century of settlement, family ties, diakses dari

https://www.japantimes.co.jp/news/2008/01/15/reference/japan-brazil-mark-a-century-

of-settlement-family-ties/#.XGAwlaIxXIU

Page 80: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

80

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Nishida, Mieko, September 2017,Japanese Immigration to

Brazil http://latinamericanhistory.oxfordre.com/view/10.1093/acrefore/9780199366439.001.00

01/acrefore-9780199366439-e-423

Ribeiro, Patricia, 07/02/17, Kasato Maru and the First Japanese Immigration in Brazil

https://www.tripsavvy.com/japanese-immigration-in-brazil-1467074

Sakurai, Celia,nd. Japanese culture in Brazil

http://www.fapesp.br/japanbrazilsymposium/media/upload/aaa/5-1-4_Sakurai.pdf

Shoji, Rafael, and Matsue, Yoshie, Regina, nd , The Japanese Brazilian Community

https://revista.drclas.harvard.edu/book/japanese-brazilian-community

Yamato, Ichihashi,nd, International Migration of The Japanese

http://www.nber.org/chapters/c5121.pdf

Page 81: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

81

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

GAMBARAN KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

TAHUN 1928 – 1946 DALAM NOVEL NIJUUSHI NO HITOMI

KARYA SANAE TSUBOI

Metty Suwandany, Tia Martia, Dila Rismyanti

[email protected], [email protected], dila.rismayanti1808@gmail,com

Abstrak

Novel Nijuushi no Hitomi ini menceritakan tentang perjuangan seorang guru muda bernama ibu

guru Oishi yang mengajar di daerah terpencil di suatu desa nelayan di Jepang tahun 1928.

Dalam novel ini menceritakan bagaimana hubungan bu guru Oishi dengan keduabelas orang

muridnya dan masyarakat di desa tersebut, juga kondisi kehidupan mereka yang sangat miskin

terlebih di saat negara Jepang sedang mengadakan banyak peperangan dengan negara lainnya,

kehidupan rakyat yang semakin susah dalam hal sosial dan perekonomian. Seiring berlalunya

waktu, para murid lelaki usia SMP diwajibkan untuk ikut wajib militer yang merupakan

kebijakan pemerintah Jepang guna mengatasi kekurangan tentara di medan perang . Beberapa

murid bu guru Oishi pun ada yang meninggal di medan perang. Penelitian ini berisikan analisis

penulis tentang gambaran keadaan masyarakat Jepang dalam novel Nijuushi no hitomi

yang sesuai dengan kondisi masyarakat Jepang di rentang tahun 1928 - masa Perang Dunia

II berakhir. Penulis menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dari Lucien Goldmann

karena menarik untuk membahas secara keseluruhan analisis intrinsik dan ekstrinsiknya dalam

suatu kesatuan pendekatan.

Kata kunci : bu guru Oishi, keadaan masyarakat Jepang, strukturalisme genetik

1. Pendahuluan

Dampak adanya Restorasi Meiji telah menjadikan Jepang sebagai negara yang

kuat dan modern,serta memiliki kedudukan yang sejajar dengan negara-negara besar di

Barat. Jepang telah mencapai perkembangan dalam segala bidang, seperti perkembangan

industri, perdagangan, pendidikan dan angkatan perang. Setelah Jepang menjadi negara

yang kuat, Jepang mulai melibatkan diri dalam dunia internasional dan membuat konflik

dengan negara-negara lainnya, serta mulai mempraktekkan politik imperialism untuk

menguasai negara-negara lainnya. Perang mengakibatkan kesengsaran bagi rakyat suatu

negara. Hal itu juga yang dirasakan oleh rakyat Jepang sebagai akibat dari perang-perang

yang berkepanjangan.

Karya sastra digunakan pengarang untuk mengajak pembaca ikut melihat,

merasakan, menghayati makna pengalaman hidup yang pernah dirasakannya, misalnya

Page 82: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

82

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

kenyataan pahit yang harus mereka alami setelah perang dunia. Hal ini menunjukkan

bahwa karya sastra bisa menjadi gambaran masyarakat di sekitar pengarang, sekaligus

tanda yang menunjukkan situasi dan kondisi lingkungan pengarang. Melalui karya sastra

pengarang berusaha mengungkapkan kondisi masyarakat yang terjadi pada saat karya

sastra tersebut dituliskan. Selain itu karya sastra juga menggambarkan persoalan-persoalan

sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam masyarakat. Karya sastra diciptakan oleh

pengarang untuk menggambarkan pandangannya tentang kehidupan di sekitarnya, sehingga

dapat dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi

karya sastra, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya (Wellek &

Warren, 1990: 25).

Strukturalisme genetik adalah sebuah kritik sastra yang dikembangkan oleh Lucien

Golmann. Ia menggunakan istilah ini untuk lebih memperhatikan hubungan antara suatu

karya sastra dengan kondisi historis yang melahirkannya. Golmann membangun

seperangkat kategori yang saling berhubungan untuk mendukung teorinya sehingga

membentuk suatu teori yang disebut strukturalisme genetik. Karya sastra adalah sebuah

struktur menurut Lucien goldmann. Struktur merupakan sebuah proses sejarah yang

bersifat dinamis. Dalam teori strukturalisme genetik, Lucien Goldmann memiliki beberapa

pandangan khas diantaranya adalah hanya karya sastra besar yang berbau sosiologis dan

filsafat saja yang pantas diteliti (Damono, 1979), Novel Nijuushi no Hitomi merupakan

sebuah karya sastra besar pada jamannya. Novel ini terbit di Jepang pada tahun 1952, dan

menjadi novel best-seller. Cerita ini kemudian dibuat menjadi film dengan judul yang

sama oleh sutradara yang bernama Keisuke Kinoshita pada tahun 1954.

Strukturalisme genetik ialah suatu pendekatan bahwa karya sastra itu merupakan

sebuah struktur yang terdiri dari perangkat kategori yang saling berkaitan satu sama

lainnya, yang terdiri dari :

1. Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal

maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuaan. Ada dua macam fakta

kemanusian, yaitu :

a. fakta individual yang merupakan hasil dari perilaku libidal seperti mimpi, tingkah

laku orang sakit jiwa dan sebagainya.

b. Fakta sosial yang memiliki peranan dalam sejarah (terdapat dua proses, yaitu proses

akomodasi, dan proses asimilasi).

Page 83: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

83

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

2. Subjek kolektif, dapat berupa satu kelompok kekerabatan, kelompok sekerja,

kelompok teritorial. Kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok

yang telah menciptakan pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan

dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia (Faruk, 1999:12)

3. Pandangan dunia

Pandangan dunia inilah yang mampu menghubungkan kehidupan masyarakat dengan

karya sastranya. Latar belakang sosial, sejarah dan zaman juga mendukung terciptanya

suatu karya sastra baik dari segi isi maupun strukturnya. Karena kenyataannya, bagi

strukturalisme genetik itu sendiri pandangan dunia dianggap sebagai hasil dari

hubungan antara kelompok sosial yang memilikinya dengan situasi sosial dan ekonomi

pada saat tertentu (Faruk, 1999:13).

Novel Nijuushi no Hitomi ini berlatarkan tahun 1928 – hingga tahun 1946 pasca

berakhirnya PD II. Tokoh utama dari cerita ini adalah seorang guru wanita yang masih

muda, bernama Hisako Oishi yang dipanggil dengan sebutan bu guru Oishi. Latar tempat

dalam novel ini di sebuah desa miskin bernama desa Tanjung di tepi Laut Seto. Bu Guru

Oishi yang memiliki perawakan mungil, menjadi bahan pergunjingan warga desa karena ia

datang ke sekolah dengan menggunakan sepeda dan mengenakan pakaian model barat.

Pada saat itu (tahun 1928) sepeda merupakan barang mewah dan pakaian ala barat

dianggap terlalu modern. Masyarakat desa tidak menyukai bu guru Oishi karena dianggap

berpenampilan terlalu modern. Bu guru Oishi berusaha untuk bisa dekat dengan

masyarakat, salah satunya dengan membantu mereka membersihkan desa ketika desa itu

terkena badai. Bu guru Oishi juga sangat perhatian kepada para muridnya, sehingga mereka

pun menyayangi bu guru Oishi. Setelah mereka lulus sekolah pun mereka masih sering

mengunjungi bu guru Oishi. Seiring waktu terjadi Perang Dunia Kedua, anak-anak

laki-laki yang telah cukup umur diharuskan menjadi relawan perang. Mereka harus

mengikuti wajib militer dan bertempur di medan perang. Pemerintah Jepang menjadikan

mereka sebagai tentara guna menyiasati kekurangan tentara akibat perang yang terus

berlangsung. Tidak sedikit dari mereka gugur di medan perang, diantara mereka terdapat

beberapa murid ibu guru Oishi. Ketika perang terjadi perekonomian mereka memburuk dan

setelah usai perang pun perekonomian masyarakat menjadi semakin melemah.

Perang mempengaruhi lingkungan sosial pada novel ini. Pada saat itu (tahun 1939)

terjadilah Perang Dunia Kedua yang dipicu oleh penyerangan pangkalan militer Amerika

Page 84: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

84

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

serikat di Pearl Harbor oleh pasukan kekaisaran Jepang. Penyerangan itu menjadikan

Amerika Serikat dan sekutu mengadakan serangan balik ke Jepang. Mereka bertempur di

Mildway dan Pasukan tentara Sekutu berhasil mengalahkan Jepang. Perang Mildway

disebut sebagai perang Asia Pasifik paling bersejarah. Selain itu, (1939-1945) Perang

antara Jepang dan Cina yang disebut sebagai perang terbuka karena terjadi tanpa

persetujuan dari Kaisar Jepang. Dampak dari peperangan tersebut menjadikan keadaan

Jepang dan kehidupan masyarakatnya menjadi semakin sulit, semua orang harus berhemat,

bahkan terjadi kelaparan di mana-mana.

Penulis tertarik untuk mengkaji novel ini karena isi cerita ini banyak menceritakan

tentang kondisi sosial dan kehidupan masyarakat Jepang akibat peperangan yang

merupakan gambaran sesungguhnya dari keadaan masyarakat Jepang di masa itu.

2. Tinjauan Pustaka

1. Efrika, Yuni Utami. (2016). Kondisi sosial Perempuan Jepang Dalam Novel Nujuushi

no Hitami Karya Tsuboi Sakae, Tinjauan Sosiologi Sastra. Diploma thesis, Universitas

Andalas Padang.

2. Mukminin, Annisa Julia. (2017). Konflik Batin Tokoh Utama pada Novel Nijuushi no

Hitomi Karya Sakae Tsuboi, Kajian Psikoanalisis. Skripsi, Universitas Diponegoro

Semarang.

Berdasarkan kedua tinjauan pustaka tersebut, penulis menyatakan bahwa analisis

yang penulis lakukan berbeda dengan ketiga penelitian tersebut, karena penulis

menggunakan pendekatan strukturalisme genetik untuk membahas secara global tentang

analisis intrinsik dan ekstrinsik novel Nijuushi no Hitomi agar dapat memberikan

gambaran yang jelas tentang kehidupan masyarakat Jepang seperti yang ditulis oleh

pengarang dan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya pada masa itu, dimana rak

yat Jepang banyak mengalami kesulitan dalam bidang sosial, ekonomi dan politiknya.

3.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimanakah sosok bu guru Oishi yang berpenampilan dan bergaya hidup modern

harus mengajar di SD yang terletak di desa nelayan yang terpencil ?

2.Bagaimana keadaaan sosial, ekonomi dan politik Jepang di tahun 1928 – 1945 ?

Page 85: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

85

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

3.Bagaimana kondisi sosial, dan ekonomi masyarakat Jepang dalam novel Nijuushi no

Hitomi?

4.Target Luaran

Luaran yang kami harapkan dalam penelitian ini yaitu berupa artikel dan jurnal

ilmiah yang dapat dipublikasikan baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik, sehingga

pembaca khususnya mahasiswa dapat mengakses dengan mudah dan dengan biaya yang

murah. Tujuannya agar pembaca khususanya mahasiswa mengetahui keadaan negara

Jepang pasca perang dunia kedua dalam bidang ekonomi, politik, sosialnya.

1. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan langkah-langkah sebagai

berikut : pengumpulan data, pengolahan data atau analisis data, penyusunan laporan.

Sedangkan pendekatan yang penulis gunakan adalah dengan pendekatan strukturalisme

genetik dari Lucien Goldmann.

2.Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sulitnya kehidupan

masyarakat Jepang dalam hal perekonomian, maupun kehidupan sosialnya di saat

pemerintah Jepang sedang banyak melakukan peperangan dengan negara-negara

seperti Cina, Korea, Indonesia, juga dengan negara-negara adidaya seperti Amerika dan

Eropa.

3.Road Map

1. Hasil Penelitian

Secara ringkas penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik ini dapat

diformulasikan dengan ringkas melalui 3 (tiga) langkah sebagai berikut :

Page 86: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

86

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

1.Mengkaji unsur intrinsik, baik secara parsial ataupun jalinan keseluruhan

a. Tokoh

• Tokoh utama dalam novel ini adalah bu guru Hisako Oishi. Ia adalah seorang guru

muda yang baru mengajar di SD yang terletak di desa nelayan. Bu guru Oishi mewakili

tokoh yang berpenampilan modern. Ia pergi mengajar ke desa terpencil itu dengan

memakai pakaian ala barat dan dengan mengendarai sepeda. Pada saat itu (tahun 1928)

sepeda merupakan barang mewah dan pakaian ala barat dianggap terlalu modern. Pada

awalnya mereka menolak keberadaan bu guru Oishi. Namun bu guru Oishi berusaha

mendekatkan dirinya pada masyarakat sekitar dengan cara membantu masyarakat desa

saat desa tersebut selesai ditimpa badai. Bu guru Oishi menjadi guru yang sangat

disayangi oleh para muridnya, karena sifatnya yang sabar, penyayang dan sangat

perhatian terhadap para muridnya itu.

• Tokoh bawahan dalam novel ini adalah 12 orang siswa, yaitu Isokichi, Takeichi, Kichiji,

Tadashi, Nita, Matsue, Misako, Masuno, Fujiko, Sanae, Kotoe, Kotsuru, pak guru yang

sudah berumur, ibunya bu guru Oishi.

b.Latar

Latar tempat : -Desa Tanjung, sebuah desa nelayan yang terletak di ujung sebuah tanjung

yang panjang. Desa ini sangat terpencil letakknya, dihuni oleh sekitar 100

kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat di sana bermata pencaharian

sebagai petani dan nelayan.

-Sekolah cabang dan sekolah utama

Latar waktu : -Showa tahun ke 3 (1928) pertama kali bu guru Oishi datang ke desa

Misaki untuk mengajar.

- Pada tahun 1939 terjadilah PD II yang dipicu oleh penyerangan pangkalan

militer Amerika serikat di Pearl Harbor oleh pasukan kekaisaran Jepang.

- Tahun 1939-1945 terjadi perang antara Jepang dan Cina yang disebut

sebagai perang terbuka

- Perang pasifik pada tahun 1941, lebih banyak prajurit yang

dikirim ke medan perang, termasuk para murid lelaki bu guru Oishi.

-15 Agustus 1945, saat bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki

- Saat itu tanggal 4 April 1946, perang sudah berakhir

Page 87: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

87

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Alur : Alur yang digunakan adalah alur maju yang menceritakan kehidupan awal bu guru

Oishi mengajar di desa Misaki (tahun 1928) hingga pasca berakhirnya PD II (th.

1946).

2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang

Novel Nijushi no Hitomi adalah karya sastrawan Jepang bernama Sakae

Tsuboi.

Ia lahir di desa Sakate ( sekarang bagian dari kota Shodoshima) pada 5 agustus 1899.

Sakae dibesarkan dalam keluarga besar yang terdiri dari ayah dan ibunya, nenek, serta

12

orang anak. Ayahnya adalah seorang pembuat tong kedelai yang sangat hebat dan giat

bekerja. Pada usia 15 tahun, Sakae sudah menjadi juru tulis selama kurang lebih 10

tahun

di kantor pos dan di kantor desa. Ia bekerja untuk menolong ekonomi keluarganya

Pada usia 26 tahun ia hijrah ke Tokyo dan kemudian menikah dengan Tsuboi

Shigeji, seorang penyair proletar dan penulis yang kemudian dihukum penjara dan

disiksa.

Sejak masa perang ia telah menghasilkan banyak novel. Ia mahir dalam menulis cerita

yang menjadikan anak-anak sebagai tokoh utama, dan dari beberapa karyanya ini telah

memenangkan berbagai penghargaan sastra. Karyanya yg terkenal yaitu Daikon no Ha,

Kaki no Ki no Aru Ie, Sakamichi dan lainnya. Namun dari semua karyanya yang paling

terkenal ialah novel Nijushi no Hitomi (Dua Belas Pasang Mata) yang diterbitkan pada

tahun 1952 dan menjadi bestseller. Novel ini difilmkan oleh sutradara Keisuke

Kinoshita

sebanyak dua kali pada tahun 1954 dan 1987, dan mendapat sambutan meriah dari

kalangan berbagai usia.

3.Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang mengkondisikan saat karya sastra tersebut

diciptakan oleh pengarang.

Page 88: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

88

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Berdasarkan temuan yang didapatkan dari kegiatan membaca novel Nijuushi no Hitomi sbb :

➢ POLITIK

1. Ada beberapa kejadian penting pada masa itu – sistem pemilihan baru saja diperbaharui,

dan pemilu pertama di bawah Undang-Undang Pemilihan Umum yang baru, telah

berlangsung pada bulan Februari. SakaeTsuboi,1952:13)

2. Empat tahun yang lalu, pada tanggal lima belas Maret 1918, tidak lama sebelum anak-

anak ini memasuki sekolah cabang di desa tanjung, dan sekali lagi pada tanggal 16

April tahun berikutnya, tak lama setelah mereka naik ke kelas dua, banyak orang Jepang

yang menuntut kemerdekaan bagi rakyat serta merencanakan reformasi-reformasi

dipenjara oleh pemerintah yang menekan gagasan-gagasan progresif. Namun anak-anak

desa Tanjung ini tidak tahu-menahu tentang hal tersebut. Yang terpatri di benak mereka

adalah masa depresi. Walaupun mereka tidak tahu bahwa fenomena ini terjadi di seluruh

dunia, ada satu hal yang mereka pahami dengan jelas: bahwa depresi ini terjadi bukan

akibat kesalahan mereka, dan semua orang harus berhemat. Mereka sudah mendengar

tentang bencana kelaparan di Honshu Utara dan Hokkaido, dan masing-masing anak

memberikan sumbangan satu sen di sekolah. Kemudian insiden Manchuria dan

Shanghai terjadi susul-menyusul, dan beberapa laki-laki dari desa tanjung itu dipanggil

menjadi tentara (SakaeTsuboi, 1952 : 101-102).

3. Entah bagaimana mereka akan membicarakan tentang perang pada keluarga mereka;

tetapi bisa dipastikan nanti pun mereka akan direkrut menjadi tentara, seperti yang lain-

lainnya, entah mereka suka atu tidak. Pada musim semi tahun lalu (1933), Jepang sudah

mengundurkan diri dari Liga Bangsa –Bangsa, dan dengan demikian memutus

hubungan dari pergaulan internasional. Tetapi apa arti penting tindakan tersebut, dan

apa kaitannya dengan guru sekolah tetangga yang dipenjarakan itu, anak-anak sama

sekali tidak tahu. Mereka bahkan tidak mengerti bahwa informasi tentang hal-hal

tersebut telah dirampas. Sebaliknya, atmosfer peperangan yang telah menyebar di

sepenjuru negeri, begitu besar pengaruhnya pada mereka, sehingga anak-anak ini

membayangkan diri mereka menjadi pahlawan-pahlawan pembela negara.

(SakaeTsuboi,1952:159).

Page 89: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

89

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

4. Perang dengan Cina telah berkobar; Pakta Anti-Komintern antara Jepang, Jerman, dan

Itali telah terbentuk. Gerakan yang disebut “Mobilisasi Semangat Nasional” telah

berlangsung; orang-orang diajar untuk tidak membicarakan politik waktu sedang tidur

sekalipun, melainkan untuk menghadapi peperangan itu dengan gagah berani dan

meyakini tujuan mulianya, serta membaktikan diri sepenuh jiwa-raga ke dalamnya.

(SakaeTsuboi,1952:173-174)

5. Pak Tua itu memetik salah satu ranting dengan tak acuh. Sambil memandangi anak-anak

muda itu, dia berbisik, “Sungguh disayangkan! Kenapa anak-anak muda dengan

senyuman cerah ceria begitu mesti dijadikan sasaran peluru?” saya tidak boleh

mengatakan ini keras-keras. “Undang-Undang Anti Huru Hara, tahu kan? Saya bisa

dijebloskan ke penjara. (SakaeTsuboi,1952:177)

6. Anak-anak lelaki yang sudah cukup umur untuk masuk tentara menjalani serangkaian

pemeriksaan fisik pada musim semi; berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, mereka

langsung diberi tugas di berbagai cabang ketentaraan, seperti sayur-mayur dan lobak

yang dipamerkan di pekan-pekan raya. Menjelang akhir tahun, anak-anak ini akan

berangkat ke pos-pos baru mereka, dengan diiringi sorak-sorai. Akan tetapi perang

berkobar semakin dahsyat dan keadaan negara semakin genting, sehingga prosedur

lamban seperti ini tidak dimungkinkan lagi. Direkrut menjadi tentara berarti mereka

dikirim ke garis depan. Sorak-sorai untuk mengantar atau menyambut kedatangan para

prajurit terdengar sepanjang tahun, sementara pada waktu-waktu tertentu abu jenazah

para “prajurit yang telah memperoleh kemenangan” dikirim pulang dalam kotak-kotak

persegi warna putih, bersama tiupan angin laut, melewati gerbang lengkung itu. Para

pemuda dalam iring-iringan yang tak terhitung jumlahnya melewati lengkung-lengkung

hijau yang didirikan di seluruh penjuru Jepang, dan iring-iringan ioni seperti tak ada

habisnya. Perang pasifik pecah pada tahun 1941, dan lebih banyak prajurit yang dikirim

ke medan perang, dengan diiringi sorak-sorai. Anak-anak muda yang direkrut pada

tahun itu, seperti Nita, Kichiji, dan Isokichi, meninggalkan desa mereka jauh sebelum

perang diumumkan pada tanggal 8 Desember, atas nama Kaisar.

(SakaeTsuboi,1952:188-189).

7. Saat itu tanggal 4 April 1946-perang sudah berakhir setahun yang lalu; laut, langit, dan

tanah pun terbebas dari segala kengeriannya. (SakaeTsuboi,1952:193).

Page 90: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

90

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

8. Pada tanggal 15 Agustus 1945 (semua sudah mendengar akibat-akibat mengerikan bom

atom, lewat kabar yang disampaikan dari mulut ke mulut, tetapi belum mendapatkan

informasi kengerian sesungguhnya). (SakaeTsuboi,1952:198).

9. Ibu sudah dengar. Perang sudah berakhir. Bukankah itu bagus? Ya. mulai sekarang,tidak

ada lagi yang mati di medan perang. Orang-orang yang masih hidup akan pulang.” “Kita

tidak akan bertahan pada semboyan ‘Mati dan tidak menyerah’.”

(SakaeTsuboi,1952:198-199).

➢ SOSIAL BUDAYA

1. Orang-orang yang tidak tahu-menahu tentang semua ini mungkin menganggap dia

terlalu modern karena mengendarai sepeda, dan sok gaya karena dia memakai

pakaian Barat. Apalagi waktu itu tahun 1928. Terlebih pula, desa itu sangat

terpencil, sehingga pemilu yang baru saja berlangsung dianggap sesuatu yang asing.

Karena sepedanya masih baru dan mengilap, dan setelan hitam jahitan tangan itu

tidak kotor, dan karena blus putihnya begitu bersih, mungkin di mata para penduduk

di desa tanjung itu tampak sangat mewah, modern, dan sukar didekati.

(SakaeTsuboi,1952:28)

2. Sejak dulu sekali, sudah ada semacam pemahaman tak tertulis bahwa anak-anak desa

boleh menghabiskan waktu dengan bermain-main sampai mereka berumur delapan

atau sembilan tahun. Tetapi bahkan sambil bermain pun mereka tidak sepenuhnya

bebas berbuat sesuka hati. Selalu ada adik-adik perempuan maupun lelaki di sekitar

mereka, atau bayi-bayi yang digendong di punggung. (SakaeTsuboi,1952:68)

3. “Masa depresi ini telah memengaruhi ayahnya, dan kalau sedang tidak ada pekerjaan

sebagai tukang kayu, ayahnya bekerja serabutan, misalnya mencabuti rumput.

Matsue tahu, ayahnya tidak bakal mampu membelikan kotak makan siang sekalipun.

Tapi, tetap saja, dia sangat menginginkan kotak makan siang seperti itu.

(SakaeTsuboi, 1952 : 105).

4. Dalam menjalani tahun-tahun panjang dan sulit, orang-orang hanya bisa hidup dari

hari ke hari, dan setidaknya mereka jadi belajar untuk tidak menyerah pada

kesulitan-kesulitan sepele, misalnya cuaca buruk (SakaeTsuboi,1952:195).

Page 91: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

91

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

➢ EKONOMI

a. Setelah naik ke kelas lima, untuk pertama kali barulah mereka diperbolehkan

pergi ke sekolah desa utama yang jauhnya lima kilometer perjalanan. Sandal

jerami buatan tangan yang mereka kenakan pasti rusak setiap hari, tetapi anak-

anak itu justru bangga. Batapa senangnya mereka memakai sandal baru setiap

pagi. Di kelas lima, mereka mulai membuat sandal sendiri. Senang rasanya

berkumpul di rumah orang setiap hari minggu untuk membuat sandal

(SakaeTsuboi,1952:13-14)

b. Bapak Guru itu putra petani, dan selama sepuluh tahun dia mempersiapkan diri

untuk ikut ujian, supaya mendapatkan ijazah guru. Dia selalu memakai sandal

kayu dan satu-satunya setelan yang dia miliki warnanya sudah pudar di bagian

pundak. Dia tidak punya anak dan hidupnya hemat bersama istrinya yang sudah

tua.(SakaeTsuboi,1952:26)

c. Sepeda itu dibelinya lewat seorang teman baik, anak perempuan penjual sepeda,

dengan cicilan selama 5 bulan. Berhubung tidak memiliki pakaian yang pantas,

dia mencelup kimono ibunya yang terbuat dari bahan kepar dengan warna hitam,

dan menjahitnya sendiri menjadi setelan, walaupun jahitannya tidak begitu

bagus. (SakaeTsuboi,1952:27-28)

d. Desa ini sama saja dengan desa Miss Oishi. Desa yang para penduduknya mesti

bekerja keras tanpa henti. (SakaeTsuboi,1952:32)

e. Anak-anak ini, yang baru hari ini mulai merasakan pendidikan di sekolah, akan

membantu keluarga mereka menjaga adik-adik, menumbuk gandung, atau pergi

menarik jala sesampainya di rumah. (SakaeTsuboi,1952:32)

f. Sementara berbagai peristiwa itu berlangsung silih-berganti, anak-anak ini

makan nasi yang dicampur gandum; mereka tumbuh menjadi ank-anak yang

cerdas dan periang. Mereka tidak tahu apa yang menanti di depan sana. Mereka

sekadar bahagia bertumbuh semakin besar.

g. Di desa, orang-orang bekerja keras dan hidup berhemat-hemat. Beberapa

orangtua akhirnya mengizinkan anak-anak mereka berangkat, asalkan tidak

menginap di losmen dan mesti membawa tiga bekal makan siang. Namun

demikian, hanya sekitar enam puluh persen dari delapan puluh murid dua kelas

dijadikan satu yang bisa ikut. (SakaeTsuboi, 1952 : 135-136).

Page 92: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

92

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

h. Dokter dan obat semuanya sudah diangkut ke medan perang. Ketika si nenek

meninggal, bahkan pendeta di desa tetangga itu sedang pergi bertugas. Pendeta

di desa tetangga terlalu sibuk mengurusi korban-korban perang yang meninggal.

(SakaeTsuboi,1952:207).

4.Kondisi politik, ekonomi, sosial di Jepang

Pada bulan Juli 1937, militer Jepang mulai perang terbuka di daratan Tiongkok dan

memulai mengirim pasukan dalam jumlah besar ke medan perang di Tiongkok. Pemerintah

membuat peraturan Wajib kerja Seiring dengan meluasnya medan perang bagi militer

Jepang dan semakin banyak prajurit yang gugur sehingga diperlukan pengiriman prajurit

pengganti. semakin banyak warga sipil dikerahkan ke medan perang. Ini berarti semakin

banyak unit kerja (pabrik, perusahaan, lahan pertanian) kekurangan tenaga kerja. Untuk

menutupi kekurangan tenaga kerja tersebut, pada bulan November 1941, pemerintah

mengeluarkan UU Wajib Kerja Nasional. Laki-laki usia 14 sampai dengan 40 tahun,

perempuan usia 14 tahun sampai dengan 25 tahun (bagi yang belum menikah) diorganisir

dan dikerahkan ke pabrik untuk bekerja, menggantikan buruh yang dikirim ke medan

perang.

file:///D:/PENELITIAN%20GENAP%20201819/Reformasi_Pola_Hidup_di_Jepang%20(su

sy%20Ong).pdf

2.Capaian dalam Road Map

Bahwa hasil penelitian ini sudah sesuai dengan sasaran yang dituju, yaitu

memahami gambaran kehidupan masyarakat Jepang di tahun 1928-1945 yang

terekam jelas dalam novel Nijuushi no Hitomi karya Sanae Tsuboi.

1. Kesimpulan

Penulis novel Sanae Tsuboi telah berhasil menuliskan pengalaman sulit dalam

kehidupannya, di saat itu negara Jepang mengalami banyak peperangan dengan

negara-negara, seperti Tiongkok, Amerika dan sekutu, juga negara asia lainnya.

Jepang berubah ingin menguasai seluruh negara karena keinginannya sejajar kuat

dengan negara Amerika dan Eropa. Akibat peperangan itu, rakyat banyak yang

menderita. Mereka kesulitan dalam hal perekonomian, juga sosialnya. Mereka sulit

Page 93: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

93

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

untuk bekerja, membeli kebutuhan hidup.

2. Saran

Penelitian dan pengabdian mmasyarakat merupakan hal yang penting dilakukan oleh

dosen sebagai wujud pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di setiap semester.

Namun kami berharap semoga program penelitian dan pengabdian masyarakat ini

bisa terus dibiayai oleh universitas dan pengaliran dananya bisa lancar, agar

menambah semangat dosen untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Faruk. 1999. Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra. Yogyakarta: Lukman. Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Ratna, I Nyoman Kutha ( 2003). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Surajaya, I Ketut. (2001). Pengantar Sejarah Jepang I . Jakarta. Tadashi, Fukutake. (1988). Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta: Gramedia.

Tsuboi, Sakae. (2007). Nijuushi No Hitomi. Jepang: Shinchosha Co, Ltd.

...................... (2016). Dua Belas Pasang Mata, Terj. Tanti Lesmana, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Sumber elektronik :

file:///D:/PENELITIAN%20GENAP%202018-

019/Reformasi_Pola_Hidup_di_Jepang%20(susy%20Ong).pdf

tentang Reformasi pola hidup di Jepang.

Page 94: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

94

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018/2019-ISSN : 2337-7976 VOLUME VII / NO. 2 /AGST. 2019

============================================================================================================================================================================

Page 95: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2018

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2017/2018-ISSN : 2337-7976 VOLUME VI / NO. 2 /SEP. 2018

==============================================================================================================

1