proposal asli.docx

35
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah salah satu unsur penting bahkan sangat strategis dalam upaya pembangunan Manusia. Dengan kondisi kesehatan yang optimal, seseorang ataupun masyarakat suatu daerah bahkan suatu Negara akan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhannya akan pendidikan dan ekonomi yang pada gilirannya akan berdampak pada meningkatnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Departemen Kesehatan melalui visi Indonesia Sehat 2010 terkandung keinginan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya diseluruh wilayah Indonesia. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari 33 Provinsi, 349 Kabupaten dan 91 Kota, merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau ± 17.504 buah. Secara

Upload: mutiaashrilkarim

Post on 05-Nov-2015

246 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

20

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan adalah salah satu unsur penting bahkan sangat strategis dalam upaya pembangunan Manusia. Dengan kondisi kesehatan yang optimal, seseorang ataupun masyarakat suatu daerah bahkan suatu Negara akan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhannya akan pendidikan dan ekonomi yang pada gilirannya akan berdampak pada meningkatnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Departemen Kesehatan melalui visi Indonesia Sehat 2010 terkandung keinginan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya diseluruh wilayah Indonesia. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari 33 Provinsi, 349 Kabupaten dan 91 Kota, merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah. Secara langsung Negara kesatuan Republik Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, wilayah darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu : Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), sedangkan di wilayah laut berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara yaitu : India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, RDTL dan PNG. Untuk mewujudkan tujuan dan keinginan diatas, banyak upaya dan program yang telah dilaksanakan secara berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat, baik program yang bernuansa promotif, preventif dan kuratif maupun yang bersifat rehabilitatif. Salah satunya adalah program pengelolaan obat di Propinsi, Kabupaten dan Kota. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan obat (Depkes RI., 2004)Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumbersumber yang tersedia. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (BPOM, 2001). Untuk memantau dan mengevaluasi efisiensi hasil yang telah dicapai dari sistem pengelolaan obat diperlukan suatu indikator. Hasil pengujian dapat digunakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat untuk memadai strategi dalam pencapaian hasil kebutuhan pembangunan kesehatan (Azis, 2005).Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga decade terakhir telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Salah satu upaya mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat yaitu peningkatan pelayanan di rumah sakit. Pelayanan rumah sakit tidak dipisahkan dengan pelayanan kefarmasian. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit di rumah sakit bertanggung jawab pada penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita (Siregar dan Amalia,2003). Manajemen obat di rumahsakit merupakan salah satu aspek penting dari rumah sakit. Ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional bagi rumah sakit, karena bahan logistik obat merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran. Untuk itu manajemen obat dapat dipakai sebagai proses pengerak dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap dibutuhkan agar operasional efektif dan efisien (Lilihata, 2011).RSUD Prof Dr Aloei Saboe dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama RSU Kotamadya Gorontalo.Terkait dengan pengelolaan obat di Instalasi farmasi adalah unit pelaksana penunjang pelayanan medis yang merupakan unit bisnis strategis rumah sakit. Instalasi Farmasi RSUD Aloei Saboe berusaha meningkatkan pelayanan obat dan Alkes BHP dan memberikan kontribusi pendapatan kepada rumah sakit. Atas dasar itu, telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: 1) kelayakan investasi pengembangan Instalasi Farmasi RSUD Aloei Saboe dari aspek pasar; 2) kelayakan investasi pengembangan Instalasi Farmasi RSUD Aloei Saboe dari aspek teknis; dan 3) kelayakan investasi pengembangan Instalasi Farmasi RSUD Aloei Saboe dari aspek keuangan.Penelitian ini membahas tentang mengevaluasi pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit RSUD Aloei Saboe. Dengan latar belakang tersebut peneliti ingin mengatahui bagaimana mengevaluasi pengelolaan obat dan di instalasi farmasi rumah sakit di RSUD Aloei Saboe.1. 1 Rumusan Masalah1) Bagaimana cara mengevaluasi pengelolaan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat di instalasi farmasi rumah sakit RSUD Aloei Saboe?

2. 2 Tujuan penelitian1) Mengetahui cara mengevaluasi pengelolaan obat, meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,penindustrian obat di instalasi farmasi rumah sakit RSUD Aloei Saboe.

3. 2 Manfaat penelitian1) Bagi rumah sakit :Hasil penelitian ini dapat di jadikan masukan untuk pengelolaan obat di rumah sakit dengan upaya dalam penyeleksi pengadaan distribusi dan penggunaan obat.2) Bagi peneliti : Hasil penelitian ini dapat memahami penerapan dengan metode hanlon3) Bagi institusi pendidikan tinggi farmasi : Sebagai sumber informasi untuk penelitian- penelitian selanjutnya berkenan tentang pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit.

BAB IIKAJIAN TEORITIS

2.1 Pengelolaan obat2.1.1 Definisi Pengelolaan obatPengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumbersumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja. Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, 2008).Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis,jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien (Syair, 2008). Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan di dalam perencanaan, misalnya dalam menentukan barang yang pengadaannya melebihi kebutuhan, maka akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara keseluruhan, akibatnya akan menimbulkan pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga bisa rusak atau kadaluwarsa meskipun baik pemeliharaannya digudang (Seto dkk, 2004). Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI (2008) tugas pokok dari pengelolaan perbekalan farmasi antara lain : a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat gunae. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan Adapun fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi antara lain : a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku2.1.2 Penyimpanan obatPenyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat serta menurut persyaratan yang ditetapkan yaitu dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, dibedakan menurut suhunya, kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuannya adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan (Anonim, 2008).Distribusi obat merupakan suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan oleh IFRS sampai dengan dihantarkan kepada perawat, dokter, atau tenaga medis lainnya untuk diberikan kepada pasien. Tujuannya untuk menyediakan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat jenis dan jumlah.Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien, harus menjamin, obat benar bagi penderita tertentu, dengan dosis yang tepat, pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang benar (Soerjono, 2001).Depkes RI menyatakan beberapa pengertian dari penyimpanan obat, yaitu sebagai berikut Depkes RI (1996) memberi pengertian fungsi penyimpanan obat sebagai kegiatan pengamanan obat dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman.1. Menurut Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang penyimpanan. 2. Depkes RI (2003) menyatakan bahwa penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.

2.1.3 Metode penyimpanan obatMetode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan yaitu:1. Bentuk sediaan obat (tablet,kapsul,sirup,drop, salep/krim, injeksi dan infus),2. Bahan baku3. Nutrisi4. Alat-alat kesehatan5. Gas medic6. Bahan mudah terbakar7. Mudah terbakar8. Reagensia, dan9. Film rotgen, dan alfabetis

Perngaturan secara alfabetis dilakukan berdasarsarkan nama generiknya, dengan mengunakan cara FEFO (First Expired First Out), yaitu obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu dan FIFO (First In First Out) dengan cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih pendek ( Sheina, 2008).Ada pun Indikator penyimpanan obat yaitu:1. Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat.2. Turn Over Ratio, indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal3. Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit.4. Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO.5. Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan.6. Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR7 (Sheina, 2008).

2.1.4 Sistem distribusi obat di rumah sakitSystem distribusi obat di rumah sakit ada berapa bagian yaitu:1. Sentralisasidilakukan oleh IFRS ke semua tempat perawatan penderita di rumah sakit tanpa adanya cabang dari IFRS di tempat perawatan.a) Individual prescriptionatau resep perseorangan yakni order/resep ditulis oleh dokter untuk tiap pasien. Obat yang diberikan sesuai dengan resep. Keuntungannya : resep dikaji langsung oleh apoteker, pengendalian lebih dekat, penagihan biaya mudah. Kelemahannya: memerlukan waktu lama, pasien mungkin membayar obat yang tidak digunakan.b) Total ward floor stockatau persediaan ruang lengkap, semua perbekalan farmasi yang sering digunakan dan dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan. Hanya digunakan untuk kebutuhan darurat dan bahan dasar habis pakai. Keuntungan: pelayanan cepat dan mengurangi pengembalian order perbekalan farmasi. Kelemahan: medication error meningkat, perlu waktu tambahan, kemungkinan hilangnya obat, kerugian karena kerusakan perbekalan farmasi c) Kombinasidari individualprescriptiondan persediaan ruang lengkap, obat yang diperlukan pasien disediakan di ruangan, harganya murah dan mencakup obat berupa resep atau obat bebas. Keuntungannya: dikaji langsung oleh apoteker, obat yang diperlukan cepat tersedia, ada interaksi anata apoteker dan pasien (Anonim, 2008).2.Desentralisasidilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di rumah sakita) UDD: perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal, disispensing dalam bentuk siap konsumsi, tersedia pada ruang perawatan pasien. Keuntungan, pasien hanya membayar obat yang digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat. Kelemahan, kebutuhan tenaga kerja dan biaya operasional meningkat (Anonim, 2008).b) One Daily Dose mirip indvidual prescribing namun diberikan untuk sehari sesuai dengan dosisnya, Kelebihan : Mengurangi resiko biaya obat (Siregar, 2003).Ada pun Indikator distibusi dibagi menjadi enam, yaitu:1. penggunaan obat generik berlogo dengan keseluruhan penggunaan obat,2. frekuensi keluhan penderita rawat jalan terhadap pelayanan farmasi,3. frekuensi keluhan profesi kesehatan lain terhadap pelayanan farmasi,4. rata-rata waktuyang digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak resep masuk ke bagian distribusi sampai ke tangan pasien,5. persentase resep yang tidak dapat dilayani tiap bulan,6. persentase obat yang tidak masuk ke dalam formularium (Pudjianingsi, 2006).

Persyaratan tempat menyimpan Bahan beracun dan berbahaya adalah : Tempat penyimpanan tidak untuk aktifitas,Dekat dengan hidrant / safety shower, Ruang cukup luas dapat melindungi mutu produk, Menjamin keamanan produk,Menjamin keamanan petugas,Ada rambu / tanda, denah lokasi , jalur evakuasi, Bahan tidak diletakkan di lantai (letakkan di atas palet, rak, lemari), Sumber listrik sejauh mungkin, Ada alat pengukur suhu dan kelembaban, Alat deteksi kebakaran, apar, Ada APD (Anonim 2012).Penyimpanan narkotika dan psikotropika yakni pada gudang atau lemari penyimpanan yang aman dan terkunci, gudang tidak boleh dimasuki orang tanpa izin penanggung jawab. Penyimpanan produk rantai dingin; suhu area terjaga (Penyimpanan < 25C (sejuk) : disimpan dalam ruangan ber-AC, penyimpanan dingin disimpan dalam lemari pendingin (2-8C)untuk menyimpan vaksin dan serum, chiller dan freezer (Penyimpanan 0C)khusus untuk vaksin OPV (Anonim, 2012).Untuk penanganan sitostatika persyaratan ruang aseptik diantaranya aliran sertapartikel udara sangat dibatasi dan terkontrol, punya ruang cuci tangan, diperhatikanjendela antara ruang, LAF, kelengkapan alat pelindung diri (seperti baju, masker,sarung tangan, sepatu) dan adanya biological safety cabinet yakni alat yangmelindungi petugas, materi dan lingkungan sekitar (Anonim, 2008).memiliki sumber listrik, air, AC, dan sebagainya. Communication, ruang penyimpanan harus memiliki alat komunikasi misalnya telepon.Drainage, ruang penyimpanan harus berada di lingkungan yang baikdengansistem pengairan yang baik pula.Security, ruang penyimpanan harus aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu.Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada.Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses (Seto, 2008).2.1.5 Metode Distribusi Obat untuk Pasien Rawat InapSistemfloor stocklengkap Adalah suatu sistem pengelolaan dan distribusiobat sesuai dengan yang ditulis oleh dokter pada resep obat yang disiapkan oleh perawat dan persediaan obatnya juga berada di ruang perawat dan langsung diberikan pada pasien diruang rawat inaptersebut.Penggunaan system floorstock lengkap dianjurkan untuk diminimalkan agar menjamin pengemasancontrol danidentifikasiobatwalaupunsistemini tetapdipertahankanpadakondisitertentu seperti :a. Dalam bagian emergensi dan ruang operasi, dimana obat biasanya harus selalu cepat tersedia segera setelah mendapat resep dokter.b. Pada situasi yang dapatmengancam kehidupan pasien, ketersediaan obat-obat disekitar pasien sangat dibutuhkan.c. Obat-obatan dengan harga rendah dan biasa dipakai( high volume drug) dapat dikelola dengan cara ini dengan catatan kemungkinan terjadi medication error yang kecil.Sistem ini sekarang tidak digunakan lagi karena tanggung jawab besar dibebankan pada perawat yaitumenginterpretasikan resep dan menyiapkan obatyang sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker.Keuntungan sistem ini yaitu :a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasienb. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRSc. Pengurangan penyalinan resepd. Pengurangan jumlah personel IFRSKeterbatasan sistem ini :a. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apotekerb. Persediaan obat di ruang perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatasc. Pencurian obat meningkatd. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obate. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat sesuai di setiap daerahperawatan pasienf. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obatg. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

2.1.6 Jenis pengadaan obat di rumah sakitAdapun Farmasi rumah sakit system pengadaan obat trbagi atas 2 yaitu: A.Tender terbuka1. Berlaku untuk semua rekanan yg terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.2. Pada penentuan harga, metode ini lebih menguntungkan tetapi memerlukan waktu yanglama, perhatian lebih, dan staffyang kuat.Biasanya dilakukan oleh RS negri dengan dana dari APBN/APBD. Untuk melakukantender terbuka ini perlu sebuah panitia tersendiri dan penilaian yang mantap terhadapdistributor (mutu produk dan harga).Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai kriteria yang telah ditetapkan,karena biasanya pengumumannya lewat media cetak maupun elektronik. Pada penentuanharga, metode ini menguntungkan karena harga dapat ditekan, namun butuh waktu yanglama, serta perhatian penuh.

B. Tender tertutup1. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terbatas dan punya riwayat baik.2. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan daripada lelangterbuka.Hanya dilakukan untuk rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang mudahdanbilaadaobatyangkadaluarsadapat dikembalikan. .Penentuan harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja pun lebihringan bila dibandingkan lelang terbuka.C. Kontrak1. Dilakukan pendekatan dengan rekanan terpilih ,terbatas tidak lebih dari 3rekanan untukpenentuan harga.2. Ada tawar menawar untuk pencapaian spesifik harga.

Disebut juga pengadaan dengan negosiasi, dimana pembeli melakukan pendekatan padabeberapa pada supplier. (biasanya 3 atau lebih) untuk menentukan harga. Pembeli juga dapatmelakukan tawar-menawar dengan para supplier untuk memperoleh harga atau pelayanantertentu.D. Pembelian langsung1. Biasanya pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersedia.2. Harga relatif lebih mahal.Pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat menguntungkan karena di sampingwaktunya cepat, juga:a. Volume obat tidak begitu besarsehingga tidak menumpuk atau macetdi gudang.b. Harganya lebih murah karena langsung dari distributor atau sumbernya.c. Mendapatkan kualitas seperti yang diinginkan. d. Bila ada kesalahan mudah mengurusnya.e. Dapat kredit.f. Memperpendek lead timeg. Sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi distributor(Istinganah dkk, 2006).

Suatusistemdistribusiobatyangdi desaindandikeloladenganbaikharusdapat mencapai berbagai hal sebagai berikut :a. Ketersediaan obat tetap terpeliharab. Mutu dan kondisi sediaan obat tetap stabil dalam seluruh proses distribusic. Kesalahan obat minimal dan keamanannya maksimum pada penderitad. Obat yang rusak dan kadaluarsa sangat minimale. Efisiensi dalam penggunaan sumber terutama personelf. Meminimalkan pencurian, kehilangan, pemborosan, dan penyalah gunaan obat.g. IFRS mempunyai akses dalam semua tahap produksi untuk pengendalian, pemantauan dan penerapanAdapun dari pelayanan farmasi klinik yaitu:a. Terjadinya interaksi antara dokter-apoteker-perawat-penderitab. Harga terkendalic. Meningkatnya penggunaan obat yang rasional.Berdasarkan distribusi obat untuk pasien rawat inap, ada empat sistem yang digunakan yaitu :1. Sistem floor stock lengkap.2. Sistem resep individu ataupermintaan lengkap3. Sistem distribusi obat dosis unit (UDDD/Unit Dose Drug Distribution)4. Sistem kombinasi resep individu, floor stock lengkap dan distribusi obat dosis unit.

2.1.7 Rumah Sakit Rumah sakit adalah merupakan salah satu sarana kesehatan yang sangat penting dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sebagai salah satu institusi sosial, Rumah Sakit dituntut untuk mengutamakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat tidak memandang perbedaan golongan, suku, ras, dan agama.2.1.8 Tugas dan Fungsi Rumah SakitMenurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi (Siregar, 2004):1. Penyelanggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.3. Penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dan pemberian pelayanan kesehatan.4. Penyelanggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengatahuan bidang kesehatan.2.1.9 Klasifikasi Rumah SakitRumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut: 1. Kepemilikan 2. Jenis pelayanan 3. Lama tinggal 4. Kapasitas tempat tidur 5. Afiliasi pendidikan 6. Status akreditasi 1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas: a) Rumah sakit pemerintah terdiri atas: a. Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan b. Rumah sakit pemerintah daerah c. Rumah sakit militerd. Rumah sakit BUMNb) Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat. 2. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit ini terdiri atas: a) Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil, dan sebagainya. b) Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis.3. Klasifikasi berdasarkan lama tinggal di rumah Sakit Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas: a) Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari. b) Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. 4. Klasifikasi berdasarkan kapasitas tempat tidur Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut: a) Di bawah 50 tempat tidur b) 50 99 tempat tidur c) 100 199 tempat tidur d) 200 299 tempat tidur e) 300 399 tempat tidur f) 400 499 tempat tidurg) 500 tempat tidur atau lebih

5.Klasifikasi berdasarkan afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis yaitu: a) Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan dalam bidang medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain. b) Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki afiliasi dengan universitas disebut rumah sakit non pendidikan. 6. Klasifikasi berdasarkan status akreditasi Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo . Awalnya berupa satu gedung yang terdiri dari 4 (empat) ruangan, yaitu : Apotik, Poliklinik dan Rawat Inap. Tahun demi tahun bangunan ditambah dan sejak akhir PELITA I (1978) dilaksanakan pembangunan Rumah Sakit,baik fisik maupun non fisik. Pada tahun 1979, Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 51/Men.Kes/SK/II/79 sebagai Rumah Sakit Kelas C yang memenuhi persyaratan 4 (empat) Spesialis Dasar. Pada tanggal 17 September tahun 1987 Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Gorontalo Nomor 97 Tahun 1987 Nama tersebut diambil dari nama salah seorang perintis kemerdekaan Putera Gorontalo yang banyak berjasa dalam bidang Kesehatan. Pada Tahun 1991-1992 Rumah Sakit Umum Prof. DR. H. Aloei Saboe ketambahan jenis pelayanan yaitu Spesialis Mata dan Tahun 1995 ketambahan Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Pada tanggal 31 Agustus 1995 Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Gorontalo mengusulkan kenaikan kelas Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H. Aloei Saboe dari kelas C ke kelas B Non pendidikan.Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Walikota Gorontalo Nomor : 315 tanggal 25 Maret tahun 2002 Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H.Aloei Saboe merupakan bagian dari Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Gorontalo yaitu Badan Pengelola Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H.Aloei Saboe Kota Gorontalo.Tepatnya tanggal 19 Maret Tahun 2001 dilaksanakan peletakan Batu Pertama pembangunan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Prof. DR. H. Aloei Saboe dan tanggal 19 Maret 2005 dimanfaatkannya Gedung Baru Rumah Sakit Umum Prof. DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo yang awalnya berlokasi di Jalan Sultan Botutihe Nomor 7 Kelurahan Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur telah berpindah alamat di Jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan kota utara.

Pada tanggal 29 Januari 2009 Rumah Sakit Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas B berdasarkan SK MENKES Nomor 084 / MENKES/SK/I/2009. Status pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe sejak bulan Desember 2009 telah ditetapkan sebagai penyelenggaraan pola pengelolaan keuangan BLU Daerah (PPK-BLUD) melalui surat keputusan Walikota Gorontalo Nomor : 318 Tahun 2009 tanggal 30 Desember 2009.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitianPenelitian ini merupakan penelitian evaluasi proses pengelolaan obat untuk menilai system pengelolaan obat. Mengumpulkan data melalui LPLPO ( Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Untuk data kualitatif (naturalistik) yang diperoleh melalui wawancara disajikan secara tekstual dalam kalimat diskriptif terutama evaluasi mengenai system pendukung yang terkait.3.2 Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini meliputi evaluasi data pengelolaan obat di rumah sakit. Yang di rata-ratakan selama 1 bulan pada tanggal 1 Januari sampai 30 Januari 20143.3 Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini di mulai pada bulan Mei 2015 Di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo.3.4 Cara Penelitian1. Meminta surat pengantar penelitian dari fakultas2. Mendapatkan surat ijin untuk melaksanakan penelitian dari RSUD. Aloei Saboe, Kota Gorontalo3. Pengambilan dan pengumpulan data dari RSUD. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

3.6 Pengumpulan DataPengumpulan data dapat diperoleh dengan mengunakan data Sekunder Rumah sakit.a) ObservasiPengamatan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa). Pencatatan hasil dapat dilakukan dengan bantuan alat rekam elektronikb) WawancaraPengambilan data melalui wawancara /secara lisan langsung dengan sumberdatanya, baik melalui tatap muka atau lewat telephone, teleconference. Jawaban responden direkam dan dirangkum sendiri oleh peneliti.c) DokumenPengambilan data melalui dokumen tertulis mamupun elektronik dari lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang lain.

Daftar Pustaka

1. Anonim. 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, DirektoratJendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.2. Anonim, 2012, Media Komunikasi K3 RSUP Dr. Sardjito, 7 April 20123. Azis, S., Herman, M. J., dan Munim, A., 2005, Kemampuan Petugas Menggunakan Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.2, Agustus 2005, 24.4. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2001, Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.5. Depkes RI., 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.6. Lilihata R.N., 2011, Analisis Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Masohi Kabupaten Maluku Tengah (Tesis). Jogjakarta :Fakultas.7. Pudjanigsih,D., 2006, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat diInstalasi Farmasi Rumah Sakit (Tesis). Jogjakarta : Fakultas Kedokteran, Program Pendidikan Pascasarjana, Mangister Manajemen Rumah Sakit, Gadjah Mada.8. Seto, Soerjono., 2001, Manajemen Apoteker untuk Pengelola Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Surabaya: Airlangga University Pres9. Siregar,C.J.P., dan Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.10. Sheina, Baby,Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit I, Yogyakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Ahmad Dahlan11. Seto, S.,Manajemen Farmasi, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 2008.12. Syair.2008. Manajemen Pengelolaan Obat di PuskesmasAhuhu Kabupaten KonaweTah.

.