preskas bronchiectasis
DESCRIPTION
vxvxvTRANSCRIPT
Presentasi Kasus
BRONKIEKTASIS
Disusun Oleh :
CHINTIA R. ENDISMOYO
1102008309
Pembimbing :
dr. Widiatmoko Sp.P
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD CIBITUNG
0
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
tugas presentasi kasus yang berjudul Bronkiektasis. Penyusunan tugas ini masih jauh dari
sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat
membuat yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Widiatmoko Sp.P
sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Cibitung, 20-05-2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................ ii
BAB I
Kasus...................................................................................................... 1
BAB II
II. 1 Pendahuluan..................................................................................9
II. 2 Definisi............................................................................................9
II. 3 Etiologi...........................................................................................9
II. 4Perubahan Patologi Antaomi........................................................10
II. 5 Patogenesis.....................................................................................12
II. 6Peruabahn Faal Paru.....................................................................14
II. 7 Manifestasi Klinis..........................................................................15
II. 8 Pemeriksaan Fisik.........................................................................16
II. 9Pemeriksaan Penunjang................................................................17
II. 10Tingkatan Beratnya Penyakit.....................................................18
II. 11Diagnosis.......................................................................................18
II. 12 Terapi...........................................................................................20
II. 13 Komplikasi...................................................................................23
II. 14 Pencegahan..................................................................................23
II. 15 Prognosis......................................................................................24
Daftar Pustaka.......................................................................................25
Lampiran 1
ii
iii
i
BAB I
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. R.S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 36 Tahun
Alamat : Cibitung
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tgl. Masuk : 06-5-2013
II. Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesa
Keluhan Utama:
Sesak Nafas sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Cibitung dengan keluhan sesak nafas sejak ± 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan ini disertai dengan batuk (+) berdahak (+) dahak
kental berwarna kuning kehijauan. Pasien juga mengeluh sering keringat malam, nafsu
makan berkurang, berat badan turun drastis, lemas dan mual tanpa disertai muntah. Tidak
ada flu. Demam tidak terlalu tinggi yang sering hilang timbul. BAK dan BAB tidak ada
gangguan.
Kurang lebih 5 bulan yang lalu pasien dinyatakan Tuberkulosis Paru oleh dokter
di salah satu rumah sakit swasta, lalu pasien menjalani pengobatan Obat Anti
Tuberkulosis secara rutin.
Pasien mengaku sering merasa batuk batuk dan terasa agak sesak sebelumnya .
batuk disertai dahak kadang berwarna putih kadang berwarna kehijauan pernah juga
berwarna merah kecoklatan. Keluhan ini hilang timbul semenjak pasien masih muda.
1
Keluhan terjadi biasanya saat pasien tidur malam. Terkadang membuat pasien tidak
nyenyak tidur nya. Karena malas ke dokter, pasien hanya minum air putih banyak apabila
keluhan tersebut muncul.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah menderita sakit kuning, kontak dengan penderita sakit
kuning, hipertensi, riwayat alergi pemakaian obat-obatan atau makanan. Tidak ada
riwayat mengalami trauma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita tuberkulosis,
hipertensi, ginjal, kencing manis,dan alergi.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki riwayat merokok ± 3 tahun yang lalu. 1 hari 1 bungkus rokok.
Pasien menyangkal sekarang masih merokok. Riwayat bekerja di pabrik plastik selama 3
tahun.
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Sakit berat
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah saat berbaring : 80/60 mmHg
- Nadi : 100 x / menit, reguler
- Pernapasan : 32 x /menit,
- Suhu axila : 36,00 C
- Ikterus : -/-
- Cyanotik : -/-
- Anemia : +/-
- Tinggi Badan : 160 cm
- Berat badan : 30 Kg
2
KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis
sklera tidak ikterik
pupil isokor kanan = kiri dengan diameter 2mm
Refleksi cahaya (+/+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak
- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi
- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak
hiperemis, ada nyeri menelan, nafas berbau busuk
(+).
LEHER
Bentuk normal, deviasi trakhea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis.
pergerakan napas kanan = kiri.
Iktus kordis tampak
- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Fremtus vokal kanan = kiri
Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclavicula kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas pinggang jantung : sela iga III garis sternalis sinistra
Batas kanan jantung : sela iga IV garis parasternalis dextra
Batas kiri jantung : sela iga V garis midklavikula sinistra
Batas paru hati : sela iga IV dextra
Peranjakan Paru : sela iga IV garis midclavicula dextra
- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, rhonki +/+ , wheezing -/-
bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
3
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar simetris, tidak ada kelainan kulit.
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Nyeri tekan epigastrium (+)
Hepar, lien dan ginjal tidak teraba
- Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal (N : 5-34x/menit)
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat
Sianosis (-/-)
edema (-/-)
- Inferior : Hangat
edema (-/-)
Sianosis (-/-)
- Neurologi : Refleks fisiologis
Refleks patologis
Kekuatan otot
Fungsi sensorik
Diagnosis Klinis : Tuberkulosis paru
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (06-05-2013)
Hemoglobin : 8,1 g/dl 11,0 – 17,0
Leukosit : 9.700 103/μl 4,0 – 10,0
Limfosit : 43 103/μl 1,0 – 5,0
Hitung Jenis
Basofil : 0
Eosinofil : 0
Batang : 2
Segmen : 65
Limfosit : 29
Monosit : 4
Eritrosit : 3,1
Hematokrit : 25,6 % 35,0 – 55,0
Trombosit : 420 103/μl 150 - 400
Kimia klinik
Fungsi Ginjal
– Ureum : 31 mg/dl 10 -50
– Kreatinin : 0,5 mg/dl 0,6 – 1,38
Fungsi Hati
- SGOT : 8 U/l 0 - 38
- SGPT : 8 U/l 0 - 41
Glukosa Darah Sewaktu : 94 mg/dL
Diagnosis Kerja : Tuberkulosis paru + Bronkiektasis
Diagnosis Banding : Bronkitis kronik, keganasan pada paru, abses paru.
5
Penatalaksanaan
Umum
Tirah baring
Oksigen
Medikamentosa
- IVFD RL 500 cc 20 gtt/menit
- Transfusi Packed Red Cell (PRC) 300cc
- Ranitidin 1amp 2x1 ampul /12 jam
- Inhalasi Ventolin/ 6 jam
- Inhalasi pulmicort/ 12 jam
- Ambroxol 3x1 tab
- Lefofloxacin Inj. 5mg/ml
- OAT STOP
Pemeriksaan anjuran
- Cek dahak BTA
- Uji resitensi
- Foto Radiologi thorak (lampiran 1)
- Lab : Darah lengkap
- CT- Scan (lampiran 1)
6
FOLLOW UP
Tanggal 06-05-2013 07-04-2013 08-04-2013
Keluhan - Sesak (+)- Batuk (+)- Dahak (+)
warna hijau.- Nafsu
makan (↓)
- Sesak (+)- Batuk (+)- Dahak (+)
warna hijau.- Nafsu makan
(↓)
- Sesak berkurang
- Batuk (+)- Dahak (+)
warna hijau.- Nafsu makan
(↓)
Pemeriksaan fisik - Kesadaran - TD- Nadi - Pernapasan - Suhu
CM80/60mmHg
100x/mnt32x/mnt36,00 C
CM90/60mmHg
90x/mnt30x/mnt36,00 C
CM100/70mmHg
84x/mnt28x/mnt36,00 C
Mata- Conjungtiva anemisThorak
Cor pulmo
( + )
Ronki +/+Wheezing -/-
BJ I/II Reguler
( + )
Ronki +/+Wheezing -/-
BJ I/II Reguler
( + )
Ronki +/+Wheezing -/-
BJ I/II Reguler
Diagnosa- tuberkulosis paru - tuberkulosis paru +
bronkiektasis- tuberkulosis paru +
bronkiektasis
7
Resume:
Seorang pria usia 36 tahun datang dengan keluhan sesk napas sejak 1 hari yang
lalu. Keluhan ini disertai dengan batuk (+) berdahak (+) dahak kental berwarna kuning
kehijauan. Pasien juga mengeluh sering keringat malam, nafsu makan berkurang, berat
badan turun drastis, lemas dan mual tanpa disertai muntah. Terdapat riwayat tuberkulosis
paru kasus relaps dan saat ini pasien sedang menjalani pengobatan OAT lagi, pengobatan
bulan ke 5. Riwayat merokok aktif (+). Sebelumnya sejakusia muda pasien sudah sering
merasakan batuk berdahak dan terkadang sesak nafas. Tapi di hiraukan oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 80/60 mmHg ( >140/90
mmHg) , terdapat dispneu dan konjungtiva anemis. Pada thorak di temukan suara bunyi
tambahan berupa rhonki basah kasar pada daerah basal pulmo dextra dan sinistra.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil hemoglobin menurun
8,1 g/dL (11 – 12gr/dL), pada pemeriksaan radiologi terlihat gambaran honey comb
appearance, pada CT scan di temukan dilatasi bronkus.
Diagnosis Kerja :
Tuberkulosis paru : terlihat gejala sistemik berupa penurunan berat badan, anoreksia,
keringat malam dan gejala lokal seperti batuk, berdahak dan riwayat penggobatan OAT
selama 9 bulan.
Bronkiektasis : batuk kronik, riwayat merokok (+), riwayat bekerja di pabrik palstik (+),
gambaran radiologi terlihat honey comb appearance dan kelainan pada CT-scan.
8
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. PENDAHULUAN
Di negri barat, kasus bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara
populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata sudah dapat ditekanannya frekuensi kasus-kasus
infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Kenyataanya penyakit ini cukup sering ditemukan di klini-klinik dan diderita oleh laki –
laki ataupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak, bahkan dapat
merupakan kelainan kongenital.
II. 2. DEFINISI
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten
atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan – perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen – elemen elastis, otot – otot polos
bronkus, tulang rawan dan pembuluh – pembuluh darah. Bronkus yang terkenan
umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya
jarang.
II. 3. ETIOLOGI
Penyebab bronkiektasis dapat bervariasi (atau idiopatik) pada akhirnya karena
kelainan pada saluran pernafasan, yang biasanya dikaitkan dengan peradangan kronis dan
berulang karena kelainan anatomi saluran napas, atau fungsi imunitas.
II. 3. 1. Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peranan penting.
9
Bronkiektasis yang timbul pada kongenital mempunyai ciri sebagai berikut;
1) Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua paru.
2) Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit – penyakit kongenital
lainnya, misalnya; Mucoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis), sindrom
Kartagener ( bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan sinus
inversus ), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar
satu telut, bronkiektasis sering bersmaan dengan keadaan berikut; tidak
adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis
kongenital.
II. 3. 2. Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan akibat dari
proses berikut ini;
Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita
pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini
umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita
semasa anak, tuberkulosis paru dan sebagaimnya.
Obstruksi Bronkus. Obstruksi bronkus yang dimaksudnkan di sini dapat
disebabkan oleh berbagai macam sebab ; korpus alienum, karsinoma
bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.
II. 4. PERUBAHAN PATOLOGI ANATOMIS
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya
bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
II. 4. 1. Tempat Predisposisi Bronkiektasis
Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan secara
difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat
10
predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingua paru kiri lobus
atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
II. 4. 2. Bronkus yang Terkena
Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu
segmen paru atau difus mengenai bronkus kedua paru.
II. 4. 3. Perubahan Morfologis Bronkus yang Terkena
Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami
perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan reversibel.
Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkat
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus
yang mengalami kerusakan selain otot – otot polos bronkus juga elemen
elastis, pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.
Mukosa Bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia
pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia squamosa dan
terjadi sebukan hebat sel – sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan
penanahan.
Jaringan Paru Peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat
ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau
pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat,
jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik
dengan kista kista berisi nanah. Arteri bronkialis disekitar bronkiektasis
dapat mengalami pelebaran (aneurysma Rasmussen) atau membentuk
anyaman/anastomosis dengan pembuluh sekitar pulmonal.
II. 4. 4. Variasi Kelainan Anatomis Bronkiektasis
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu; a)
bentuk tabung ( tubular, cylincdrical, fusiform bronchiectasis ). b) bentuk kantong
( saccular bronchiectasis ) Bentuk ini merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik
11
ditandai dengam adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat iregular. Bentuk
ini kadang – kadang berbentuk kista ( Cystic bronchiectasis ). c) Varicose bronchiectasis.
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan bentuk kantong.
Pseudobronkiektasis
Bentuk ini tidak termasuk bronkiektasis yangs ebenranya, karena terdapat
pelebaran bronkus yangbersifat sementara, umunya berbentuk silindris dan tidak terdapat
kerusakan dinding bronkus. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan
akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.
Gambar 1. Kelainan pada bronkiketasis5
II. 5. PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya. Apabila bronkiektasis
timbul karena kelainan kongenital patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat kaitannya
dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam
12
kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat patogenesisnya diduga melalui beberapa
mekanisme.
Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain; 1) faktor obstruksi
bronkus 2) faktor infeksi pada bronkus paru 3) faktor adanya beberapa panyakit tertentu
seperti fibrosis paru 4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua
mekanisme dasar
1. Permulaanya didahului adanya faktor infeksi bakterial. Mula – mula karena
adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis.
Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus
daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
2. Permulaanya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh
beberapa penyebab ( misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma
bronkus, korpus alineum dalam bronkus ) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis.
Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus,
kemudian terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis didapat, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan
kimia korosif ( biasanya bahan hidrokarbon ) ke dalam saluran napas, dan karena
terjadinya aspirasi berulang/bahan cairan lambung ke dalam paru.
Bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya
kronik. Keluhan – keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap.
Keluhan tersebut berhubungan erat dengan; 1) luas atau banyaknya bronkus yang
terkena. 2) tingkatan beratnya penyakit. 3) lokasi bronkus yang terkena dan 4) ada
atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Pada bronkiektasis, keluhan – keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal berikut : 1) adanya kerusakan dinding bronkus, 2) adanya kerusakan
fungsi bronkus, 3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan
sebagainya. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distrosi dinding
bronkus, kerusakan elemen elastis, tulang rawan, otot – otot polos, mukosa dan
13
silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan
ekspektorasi, gangguan refleks batuk dan sesak napas.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis dapat dijelaskana
sebagai berikut :
Infeksi pertama (primer). Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap
bronkiektasis kejadiannya didahlui oleh infeksi bronkus (bronkitis) maupun
jaringan paru (pneumonia). Menurut hasil penelitian ditemukan bahwa infeksi
yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme
yang menyebabkan pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya.
Infeksi sekunder. Tiap pasien bronkiektasi tidak selalu disertai infeksi sekunder
pada lesi (daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien
bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih menandakan tidak atau belum ada
infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien bronkiektasis semula
berwarna jernih kemudian menjadi berwarna kuning atau kehijauan atau berbau
busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya
dapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk dapat
menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman
anaerob adalah; Fusifornis fusiformis, Treponema vincenti, anaerobic
streptococci. Kuman aerob yang sering ditemukan dan meng-infeksi bronkiektasis
misalnya; Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Klabsiella ozaena.
II. 6. PERUBAHAN FAAL PARU
Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat
bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan
seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien
bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan paru ringan saja.
Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain
jenisnya tidak sama, jenis kelainannya juga tidak khas. Jenis kelainan fungsi paru
tergantung pada macam kerusakan jaringan paru atau saluran napas yang terjadi,
sehingga pengaruhnya pada fungsi paru dapat berbeda – beda.
14
II. 7. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit. Ciri khas penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi
sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas memberikan gejala
Batuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah
sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah
ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi
sekunder sputumnya mukoid, sedangkan apabila sudah terjadi infeksi sekunder
sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore).
Apabila terjadi infeksi sekunder disebabkan oleh kuman anaerob sputumnya
menjadi berbau busuk. Pada kasus ringan pasien dapat tanpa batuk atau hanya
batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccus bronchiectasis sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila
ditampung beberapa lama tampak terpisah menjadi 3 lapisan, yaitu; 1) lapisan
teratas agak keruh terdiri atas mukus, 2) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva,
3) lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan bronkus yang rusak.
Hemoptisis. Kelainan ini dapat terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa
bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan
yang terjadi bisa bervariasi, mulai dari yang ringan sampai perdarahan yang
cukup banyak yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau
terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis ( daerah berasal dari
peredaran darah sistemik). Pada dry bronchiectasis hemoptisis justru merupakan
gejala satu satunya, karena bronkiektasis tipe ini letaknya di lobus atas paru,
drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan
reflek batuk.
15
Sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas bergantung pada luasnya bronkitis
kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi
jaringan paru yang terjadi akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas.
Kadang ditemukan suara tambahan seperti wheezing akbat adanya obstruksi
bronkus.
Demam berulang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik,
sering mengalami infeksi berulang sehingga sering timbul demam.
II. 8. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin pasien sedang mengalami batuk – batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda fisik umum
dapat ditemukan seperti sianosis jari tubuh.
Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan
bronkiektasis terjadi, dan kelainanya lokal ataukah difus. Pada pemeriksaan fisik
kelainannya harus dicara berdasarkan tempat predisposisi nya. Pada bronkiektasis
biasanya ditemukan rhonki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkenaapabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan
kelainan seperti ini: terjadi retraksi dinding dadadan berkurangnya gerakan dada daerah
yang terkena serta dapat terjadi pergerakan mediastinum ke daerah paru yang terkena.
Sindrom Kartgener
Sindrom ini terdiri atas gejala berikut; 1) bronkiektasis kongenital, sering disertai dengan
silia bronkus imotil, 2) situs inversus atau pembalikan letak organ, dalam hal ini terjadi
dekstrokardia, 3) sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis.
Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini sering mengakbatkan erosi
bronkus di dekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan
infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis.
16
II. 9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Kelainan laboratorium biasanya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai
ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya
ringan gambaran darahnya normal. Sering ditemukan anemia, yang menunjukan
adanya infeksi kronik atau ditemukannya leukositosis yang menunjukan adanya
infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi berupa amiloidosis akan
ditemukan proteiuria.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum
dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan
adanya infeksi sekunder.
2. Radiologi
Gambaran foto dada pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya penyakit dan letak kelainannya. Gambaran radiologis
khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukan kista – kista kecil dengan fluid
level, mirip seperti gambaran sarang tawon ( honey comb appearance ) pada
daerah yang terkena. Kadang- kadang gambaran radiologis tampak bercak –
bercak pneumonia, fibrosis atau atelektasis. Gambaran paru akan jelas pada
pemeriksaan bronkogram.
3. Faal Paru
Fungsi ventilasi masih baik apabila kelainannya ringan, pada keadaan lanjut dan
difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik
pertama ( VEP1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran
udara pernapasan. Pada pbronkiektasis terjadi perubahan gas berupa penurunan
17
PaO2 derajat ringan sampai berat. Penurunan PaO2 ini menunjukan adanya
abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi.
II. 10. TINGKATAN BERATNYA PENYAKIT
Bronkiektasis Ringan : batuk – batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi
sesudah demam ( ada infeksi sekunder ), produksi sputum terjadi dengan adanya
perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat.
Fungsi paru normal. Foto rontgen dada normal.
Bronkiektasis sedang : batuk – batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul
setiap saat ( umumnya berwarna hijau serta terdapat bau mulut busuk ), sering ada
hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat
jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan rhonki basah kasar pada daerah
paru yang terkena, gambaran fiti dada boleh dikatakan masih normal.
Bronkiektasis berat : batuk – batuk produktif dengan sputum banyak berwarna
kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri
pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat
ditemukan adanya dispneu, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya kondisi pasien
kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya.
Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis dan terkadang terjadi
amiloidosis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan rhonki basah kasar pada daerah yang
terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan ; 1) penambahan broncovascular
marking, 2) multiple cyst contai-ning fluid levels ( honey comb appearance ).
II. 11. DIAGNOSIS
18
Penegakan diagnosis dapat ditempuh melewati proses anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan radiologik (bronkografi) dan CT
scan paru.
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya
dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi, melihat
bronkogram yang didapatkan dan CT-scan. Computed tomography (CT) scan paru
menjadi alternatif pemeriksaan yang paling sesuai untuk evaluasi bronkiektasis, karena
sifatnya non – invasif dan hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang lebih tipis
dan mempunyai sensitivitas dan spesifitas lebih dari 95%.
19
Gambar 2. CT-Scan bronkiektasis A) Dilatasi dan hilangnya (normal meruncing) dari
tengah kanan lobus bronkus (panah) atau ; B) dilatasi saccular bilateral bronkus dengan
jaringan yang rusak dan hancuranya parenkim.
II. 12. TERAPI
Pengobatan Konservatif
20
Pengelolaan Umum. Pengelolaan ini ditunjukan terhadap semua pasien bronkiektasis,
meliputi:
menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien. Contohnya seperti
memberikan ruangan yang hangat, udara ruangan kering, berada pada kawasan
dilarang merokok, mencegah debu dan asap.
Memperbaiki drainase sekret bronkus.
- Melakukan drainase postural. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh
sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal.
Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10 – 20 menit dan
tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan
tersebut, posisi tubuh saat dilakukan harus disesuaikan dengan letak kelainan
bronkiektasisnya. Apabila dengan merubah posisi tersebut diatas masih belum
diperoleh drainase sputum secara maksimal maka dapat dibantu dengan
tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).
- Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan,
misalnya inhalasi uap, menggunakan obat – obatan mukolitik dan perbaikan
hidrasi tubuh.
- Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya
diatur sedemikian rupa sehinggs dapat memudahkan untuk drainase sekret
bronkus. Hal ini dapat dicapai dengan misalnya mengganjal kaki tempat tidur
bagian kaki pasien sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk
memudahkan drainase sputum.
- Mengontrol infkesi saluran napas. Adanya infeksi saluran napas akut harus
diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi
ISPA harus diberantas dengan antibiotik yang sesuai,
Pengelolaan Khusus
21
Kemoterapi pada bronkiektasis. Kemoterapi pada bronkiketasis dapat digunakan : 1)
secara kontinyu untuk mengontrol infeksi akut pada bronkus, 2) untuk pengobatan
eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/ paru, 3) keduanya. Kemoterapi disini
menggunakan antibiotik tertenti. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai
sebaiknya harus berdasarkan uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik atau
menggunakan antibiotik secara empirik. Antibiotik diberikan apabila diperlukan saja,
yaitu apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan 7 – 10 hari terapi
tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, sampai kuman penyebab infeksi terbasmi
atau sampai terjad konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/ hijau menjadi
mukoid/ putih jernih.
Drainase sekret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada
permulaan perawatan pasien. Keperluan antara lain adalah untuk ; 1) menentukan dari
mana asal sekret, 2) mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, 3)
mengilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi.
Pengobatan Simtomatik. Pengobatan ini hanya diberikan apabila timbul gejala yang
mungkin menganggu atau membahayakan pasien.
Pengobatan obstruksi bronkus. Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus
yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat
bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat
bronkodilator tersebut.
Pengobatan hipoksia. Pada pasien yangmengalami hipoksia perlu diberikan
oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik
pemberian oksigen harus hati – hati denan aliran rendah ( cukup 1 liter/menit )
Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis tindakan yang perlu segera
dilakukan adalah upaya mengentikan perdarahan tersebut.
Pengobatan demam. Perlu diberikan antipiretik secukupnya.
Pengobatan Pembedahan
22
Tujuan Pembedahan: mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena
( terdapat bronkiektasis ).
Indikasi Pembedahan
- Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon
terhadap tindakan konservatif yang adekuat.
- Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi
berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. ( hemoptisis
masif ).
Kontraindikasi
- Pasien bronkiektasis dengan PPOK.
- Pasien bronkiektasis berat.
- Pasien bronkiektasis dengan komplikasi korpulmonal kronik
dekompensata.
Syarat – Syarat Operasi
- Kelainan bronkiektasis harus terbatas dan resektabel.
- Daerah paru yang terkena telah mengalamiperubahan yang irreversibel.
- Bagian paru yang lain harus masih baik, misalnya tidak boleh ada
bronkiektasis atau bronkitis kronik.
Cara Operasi
- Operasi elektif : pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdapat
kontraindikasi yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan
secara baik untuk operasi.
- Operasi paliatf : ditunjukan untukpasien bronkiektasis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi hemoptisis masif yang
memenuhi syarat dan tidak terdapat kontraindikasi.
Persiapan Operasi
23
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri, analisis gas darah,
pemeriksaan bronkospirometri.
- Scanning dan USG.
- Meneliti ada tidaknya kontraindikasi.
- Memperbaiki keadaan umum pasien.
II. 13. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien antara lain :
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
3. Pleuritis.
4. Efusi pleura.
5. Abses metastasis di otak.
6. Hemoptisis.
7. Sinusitis.
8. Kor pulmonal kronik.
9. Kegagalan pernafasan.
10. Amiloidosis.
II. 14. PENCEGAHAN
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk
kelainan konginetal. Terdapapt beberapa cara pencegahan bronkiektasis didapat, yaitu :
Pengobatan dengan antibiotik atau cara cara lain dengan tepat terhadap segala bentuk
pneumonia yang timbul pada anak, dan tindakan vaksinasi terhdap pertusis dll
( influenza, pneumonia ) pada anak.
II. 15. PROGNOSIS
24
Prognosis pasien bronkiektasis bergantung pada berat ringan serta luas
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan obat secara tepat dapat
memperbaiki prognosis. Pada kasus – kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya
jelek. Survivalnya tidak akan lebih dari 5 – 15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya
dikarenakan pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brn/atrisk.html
2. Rahmatullah, P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta;EGC;II;1035-1039.
3. Maguire, M. A Guide for primary Care Bronchiectasis. Australian Physican
Family. Volume 41, No.11, November 2012 Pages 842-850.
4. http://www.nhs.uk/Conditions/Bronchiectasis/Pages/Introduction.aspx
5. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brn/printall-index.html
26