pkm-1. laporan final
TRANSCRIPT
LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS GANDUSARI
TRENGGALEK
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek
Disusun oleh:
Wahyu Fajar, dr.
Faradina Sulistiyani, dr.
Najwal Fitri Yazid, dr.
M. Fath Al Haqqi Sanis S., dr.
Program Dokter Internsip Indonesia
Kabupaten Trenggalek
Jawa Timur
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Trenggalek, September 2014
Penulis
3
Halaman Pengesahan
Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek
Disusun oleh:
Wahyu Fajar, dr.
Faradina Sulitiyani, dr.
Najwal Fitri Yazid, dr.
M. Fath Al Haqqi Sanis S., dr.
Telah diperiksa dan disetujui
Oleh:
Pembimbing Dokter Internsip Puskesmas Gandusari
Dr. MALUKYANTONIP. 19640603 200212 1 003
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia
Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Dinkes, 2009).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia Sehat 2014 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam
empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI, 2009).
Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perilaku
hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
(Dinkes, 2009). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan
tatanan yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di sekolah, PHBS di tempat kerja, PHBS di
institusi kesehatan dan PHBS di tempat umum.
Puskesmas sebagai penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan
terdepan, kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi
masyarakat. Di samping itu keberadaan puskesmas di suatu wilayah dimanfaatkan
sebagai upaya-upaya pembaharuan (inovasi) baik di bidang kesehatan masyarakat
maupun upaya pembangunan lainnya bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu keberadaan
puskesmas dapat diumpamakan sebagai “agen perubahan” di masyarakat sehingga
masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-gerakan upaya kesehatan yang
bersumber pada masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat yang
menjelaskan bahwa puskesmas mempunyai tiga fungsi yaitu yang pertama sebagai
5
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, yang kedua pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang ketiga pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
Namun dalam pelaksanaanya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah
antara lain yang pertama kegiatan yang dilaksanakan di puskesmas kurang berorientasi
pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat tetapi lebih berorientasi pada
pelayanan kuratif bagi pasien yang datang ke puskesmas. Yang kedua keterlibatan
masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat
pertama belum dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini puskesmas kurang
berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan masalah dan rasa
memiliki puskesmas serta belum mampu mendorong kontribusi sumberdaya dan
masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Disadari untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan salah satu asas
penyelenggaraan puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat. Artinya puskesmas
wajib menggerakkan dan memberdayakan masyarakat agar berperan aktif dalam
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
Berkenaan dengan pentingnya peran promosi kesehatan dalam pelayanan
kesehatan, telah ditetapkan kebijakan Nasional promosi kesehatan sesuai dengan Surat
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004. Kebijakan dimaksud
juga didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
daerah.
Untuk melaksanakan upaya kesehatan wajib tersebut di puskesmas diperlukan
tenaga fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) untuk mengelola promosi
kesehatan di puskesmas secara professional dan mampu untuk mengelola serta
menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif dan preventif.
1.2 Tujuan
Sebagai acuan bagi petugas puskesmas untuk menyelenggarakan kegiatan
promosi kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
6
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2.1 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan
yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi
didalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku
masyarakat. WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Dapat disimpulkan promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri,
maupun dalam organisasi dan lingkungannya. Menurrut Green, promosi kesehatan
adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait
dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
2.1.1 Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan utama promosi kesehatan adalah:
Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
Peningkatan perilaku masyarakat
Peningkatan status kesehatan masyarakat
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan terdiri tiga tingkatan, yaitu:
1. Tujuan program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2. Tujuan pendidikan
Merupakan dekskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi masalah
kesehatan yang ada.
7
3. Tujuan perilaku.
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang
diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan
sikap.
2.1.2Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif secara
ekonomi maupun sosial.
2. Pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan maupun
program kesehatan lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan indiividu, kelompok, maupun masyarakat.
Misi promosi kesehatan merupakan upaya yang harus dilakukan dan
mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi. Misi promosi kesehatan adalah:
1. Advokasi (advocation)
Merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para
penentu kebijakan dalam ranggka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik.
Dalam hal ini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para
pembuat keputusan agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa program
kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau
keputusan-keputusan.
2. Menjembatani (mediate)
Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu
kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor yang
terkait. Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan
dengan berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya dengan
kesehatan. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting dalam
mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.
8
3. Kemampuan / ketrampilan (enable)
Masyarakat diberikan suatu ketrampilan agar mereka mampu dan
memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari
pemberian ketrampilan kepada masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan
pendapatan keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi keluarga,
maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga akan
meningkat.
2.1.3 Sasaran Promosi Kesehatan
Berdasarkan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Sasaran primer (primary target)
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi
kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil, dan menyusui anak
untuk masalah KIA serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain sebagainya.
Sasaran promosi ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat
(empowerment).
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adat serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh
penting dalam kegiatan promosi kesehatan.
3. Sasaran tersier (tertiary target)
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah
pembuat keputusan (decision maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini
dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang
diikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki efek dampak serta pengaruh
bagi sasaran skunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan strategi
advokasi (advocacy).
9
2.1.4 Strategi Promosi Kesehatan
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1193/Menkes/SK/X/2004 tentang kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan. Di daerah, strategi dasar utama Promosi
Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan (2) Bina Suasana dan (3) Advokasi serta
dijiwai semangat (4) Kemitraan. Berdasarkan strategi dasar tersebut di atas,
maka strategi promosi kesehatan puskesmas juga dapat mengacu strategi dasar
tersebut dan dapat dikembangkan sesuai sasaran, kondisi puskesmas dan
tujuan dari promosi tersebut.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan
meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan
masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, menciptakan
lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan.
Pemberdayaan terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang
diselenggarakan puskesmas harus memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
a . Pemberdayaan individu
Pemberdayaan terhadap individu dilakukan oleh setiap
petugas kesehatan puskesmas terhadap individu-individu yang
datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Disamping itu, individu-
individu yang menjadi sasaran kunjungan misal, upaya keperawatan
kesehatan masyarakat, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Tujuan dari upaya tersebut adalah memperkenalkan
perilaku baru kepada individu yang mungkin mengubah perilaku yang
selama ini dipraktekkan oleh individu tersebut.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
dialog, demonstrasi, konseling dan bimbingan. Demikian pula media
komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
10
lembar balik, leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah
dibawa untuk kunjungan rumah.
b. Pemberdayaan keluarga
Pemberdayaan keluarga yang dilakukan oleh petugas puskesmas
yang melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari
individu pengunjung puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di
wilayah kerja puskesmas.
Tujuan dari pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan
perilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini
dipraktekkan oleh keluarga tersebut.
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk pemberdayaan
keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi. Metodenya antara lain
dialog, demonstrasi, konseling dan media komunikasi seperti lembar balik,
leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah dibawa untuk
kunjungan rumah.
c. Pemberdayaan masyarakat.
Pergerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan
membantu kelompok masyarakat mengenali masalah-masalah yang
meganggu kesehatan, sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama.
Kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan bersama.
Bererapa yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam pemberdayaan
masyarakat yang berwujud UKBM:
Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, bina keluarga
balita.
Upaya pengobatan: pos obat desa, pos kesesehatan desa.
Upayaa perbaikan gizi: posyandu, pantai pemulihan gizi, keluarga
sadar gizi (kadarzi).
Upaya kesehatan sekolaah: dokterr kecil, penyertaan guru dan orang
tua/wali murid, saka bakti husada, pos kesehatan pesantren.
Upaya kesehatan lingkungan: kelompok pemakai air (pokmair), desa
percontohan kesehatan lingkungan.
11
Disamping itu puskesmas juga berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan yaitu:
Menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
Memantau dan melaporkan secara aktif dampak kesehatan dan
penyelenggaraan setiap program pembanguunan di wilayah
kerjanya.
Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial
yang mendorong individu, keluarga, dan masyarakat untuk mencegah penyakit
dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan
berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.
3. Advokasi
Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh masyarakat
informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan puskesmas berdaya untuk
mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan
sehat.
4. Kemitraan
Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi prinsip-prinsip kemitraan
harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas kesehatan puskesmas
dengan sasarannya (para pasien atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan,
bina suasana dan advokasi. Disamping itu, kemitraan juga dikembangkan karena
kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas promosi kesehatan, puskesmas
harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait seperti misalnya kelompok
profesi, pemuka agama, LSM, media massa, dan lain-lain.
Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan dan dipraktekkan
adalah kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan.
12
Pengelolaan promosi kesehatan hendaknya dilakukan oleh koordinator yang
mempunyai kapasitas dibidang promosi kesehatan. Koordinator tersebut dipilih dari
tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat atau PKM). Jika tidak tersedia tenaga khusus promosi
kesehatan, tersebut dapat dipilih darisemua tenaga kesehatan Puskesmas yang
melayani pasien/klien (dokter, perawat, bidan, sanitarian, dan lain-lain).
Semua tenaga kesehatan yang ada di Puskessmas hendaknya memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan informasi atau kon se l in g .
J i ka ke t e r a mp i l a n i n i t e r nya t a be lum d im i l i k i , ma ka
ha r us diselenggarakan program pelatihan/kursus.
2.1.5 Pendukung dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan.
1. Metode dan media
Media atau sarana informasi juga perlu dipilih mengikuti metode
yang telah ditetapkan, memperhatikan sasaran atau penerima informasi. Bila
penerima informasi tidak bisa membaca maka komunikasi tidak akan efektif jika
digunakan media yang penuh tulisan atau bila penerima informasi hanya memiliki
waktu sangat singkat, tidak bisa membaca maka komunikasi tidak akan efektif jika
dipasang poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
2. Sumber daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan promosi
kesehatan puskesmas adalah tenaga (sumber daya manusia / SDM), sarana /
peralatan termasuk media komunikasi dan dana atau anggaran.
Pengelolaan promosi kesehatan hendaknya dilakukan oleh koordinator yang
mempunyai kapasitas dibidang promosi kesehatan. Koordinator tersebut dipilih dari
tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat atau PKM).
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
13
PHBS di rumah tangga di lakukan untuk mencapai rumah tangga Ber-PHBS.
Rumah tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah
tangga yaitu :
1. persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan
2. memberi bayi ASI ekslusif
3. menimbang balita setiap bulan
4. menggunakan air bersih
5. mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. menggunakan jamban sehat
7. memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8. makan buah dan sayur setiap hari
9. melakukan aktifitas fisik setiap hari
10. tidak merokok di dalam rumah.
Manfaat PHBS Rumah Tangga
Bagi Rumah Tangga :
Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.
Anak tumbuh sehat dan cerdas.
Anggota keluarga giat bekerja.
Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
Bagi Masyarakat:
Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa
dan lain-lain.
Apa peran kader dalam mewujudkan Rumah Tangga Ber-PHBS?
Melakukan pendataan rumah tangga yang ada di wilayahnya dengan menggunakan
Kartu PHBS atau Pencatatan PHBS di Rumah Tangga pada buku kader.
14
Melakukan pendekatan kepada kepala desa/lurah dan tokoh masyarakat untuk
memperolah dukungan dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
Sosialisasi PHBS di Rumah Tangga ke seluruh rumah tangga yang ada di
desa/kelurahan melalui kelompok damawisma.
Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS melalui penyuluhan
perorangan, penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan pergerakan masyarakat.
Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya Rumah Tangga
Ber-PHBS.
Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Ber-PHBS di wilayahnya setiap
tahun melalui pencatatan PHBS di Rumah Tangga.
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Apa itu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan?
Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para
medis lainnya)
Mengapa setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan?
Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan,
sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin.
Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke
puskesmas atau rumah sakit.
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan perlatan yang aman,
bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan
lainnya.
Apa tanda-tanda persalinan?
Ibu mengalami mulas-mulas yang timbulnya semakin sering dan semakin kuat.
Rahim terasa kencang bila diraba, terutama pada saat mulas.
Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir.
Keluar cairan ketuban yang berwarna jernih kekuningan dari jalan lahir.
Merasa seperti mau buang air besar.
15
Bila ada salah satu tanda persalinan tersebut, yang harus dilakukan adalah:
Segera hubungi tenaga kesehatan (bidan/dokter)
Tetap tenang dan tidak bingung
Ketika merasa mulas bernapas panjang, mengambil napas melalui hidung dan
mengeluarkan melalui mulut untuk mengurangi rasa sakit.
Apa tanda-tanda bahaya persalinan?
Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas.
Keluar darah dari jalan lahir sebelum melahirkan.
Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihat pada jalan lahir.
Tidak kuat mengejan.
Mengalami kejang-kejang.
Air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa mulas.
Air ketuban keruh dan berbau.
Setelah bayi lahir, ari-ari tidak keluar.
Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat.
Keluar darah banyak setelah bayi lahir.
Bila ada tanda bahaya, ibu harus segera dibawa kebidan/dokter.
Apa peran kader dalam membina rumah tangga agar melakukan persalinan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan?
Melakukan pendataan jumlah seluruh ibu hamil di wilayah kerjanya dengan
memberi tanda seperti menempelkan stiker.
Menganjurkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya di bidan/dokter.
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan,
misalnya melalui penyuluhan kelompok di posyandu, arisan, pengajian, dan
kunjungan rumah.
Bersama tokoh masyarakat setempat berupaya untuk menggerakan masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung keselamatan ibu dan bayi seperti dana
sosial bersalin, tabungan ibu bersalin, ambulans desa, calon donor darah, warga dan
suami siap antar jaga, dan sebagainya.
16
Menganjurkan ibu dan bayinya untuk memeriksakan kesehatan ke bidan/dokter
selama masa nifas (40 hari setelah melahirkan) sedikitnya tiga kali pada hari
minggu pertama, ketiga, dam ke-enam setelah melahirkan.
Menganjurkan ibu ikut keluarga berencana setelah melahirkan.
Menganjurkan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja sampai bayi berumur 6
bulan (ASI Eklusif).
Memberi bayi ASI Eklusif
Apa itu bayi diberi ASI Eklusif ?
Adalah bayi usia 0-6 hanya diberi ASI saja tanpa memberikan tambahan makanan
atau minuman lain.
Apa itu keunggulan ASI?
ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan
sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air
Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik
untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap penyakit.
Apa saja keunggulan ASI?
Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan
fisik serta kecerdasan.
Mengandung zat kekebalan.
Melindungi bayi dari alergi.
Aman dan terjamin kebersihan, karena langsung disusukan kepada bayi dalam
keadaan segar.
Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan kapan
saja dan di mana saja.
Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernapasan bayi.
17
Kapan dan bagaimana ASI diberikan?
Sebelum menyusui ibu harus yakin mampu menyusui bayinya dan mendapat
dukungan dari keluarga.
Bayi diteteki/disusui sesegera mungkin paling lambat 30 menit setelah melahirkan
untuk merangsang agar ASI cepat keluar dan menghentikan pendarahan.
Teteki/susui bayi sesering mungkin sampai ASI keluar, setelah itu berikan ASI
sesuai kebutuhan bayi, waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi, dan berikan
ASI dari kedua payudara secara bergantian.
Berikan hanya ASI saja hingga bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan,
selain ASI diberikan pula Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk
makanan lumat dan jumlah yang sesuai dengan perkembangan umur bayi.
Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga berusia 2 tahun.
Bagaimana cara menyusui yang benar?
Sebelum menyusui bayi, terlebih dahulu ibu mencuci kedua tangannya dengan
menggunakan air bersih dan sabun sampai bersih.
Lalu bersihkan kedua puting susu dengan kapas yang telah di rendam terlebih
dahulu dengan air hangat.
Waktu menyusui bayi, sebaiknya ibu duduk atau berbaring dengan santai, pikiran
ibu harus dalam keadaan tenang (tidak tegang).
Pegang bayi pada belakang bahunya. Tidak pada dasar kepala.
Upayakan badan bayi menghadap pada badan ibu, rapatkan dada bayi dengan dada
ibu atau bagian bawah payudara ibu.
Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan
lengan ibu bagian dalam.
Bayi disusui dengan cara bergantian dari susu sebelah kiri, lalu kesebelah kanan
sampai bayi merasa kenyang.
Setelah selesai menyusui, mulut bayi dan kedua pipi bayi di bersihkan dengan
kapas yang telah di rendam air hangat.
Sebelum di tidurkan, bayi harus di sendawakan dulu supaya udara yang terhisap
bisa keluar dengan cara meletakkan bayi tegak lurus pada ibu dan perlahan-lahan di
usap belakangnya sampai bersendawa. Udara akan keluar dengan sendirinya.
18
Apa manfaat memberikan ASI?
Bagi ibu:
Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi.
Mengurangi pendarahan setelah persalinan.
Mampercepat pemulihan kesehatan ibu.
Menunda kehamilan berikutnya.
Mengurangi resiko terkena kanker payudara.
Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada saat bayi membutuhkan.
Bagi bayi:
Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng.
Bayi tidak sering sakit.
Bagi keluarga:
Praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan
perlengkapannya.
Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula misalnya merebus
air dan perlengkapannya.
Bagaimana cara menjaga mutu dan jumlah produksi ASI?
Mengonsumsi makanan bergizi seimbang, banyak makan sayuran dan buah-
buahan. Makan lebih banyak dari biasanya.
Banyak minum air putih paling sedikit 8 gelas sehari.
Cukup istirahat dengan tidur siang/berbaring selama 1-2 jam dan menjaga
ketenangan pikiran.
Susui bayi sesering mungkin dari kedua payudara kiri dan kanan secara bergantian
hingga bayi tenang dan puas.
Apa yang perlu diperhatikan untuk membantu keberhasilan pemberian ASI Eklusif?
Dukungan suami, orang tua, ibu mertua, dan keluarga lainnya sangat diperlukan
agar upaya pemberian ASI Eklusif selama enam bulan bisa berhasil.
19
Apa ibu yang bekerja bisa memberikan ASI Eklusif?
Ibu yang bekerja tetap bisa nemberikan ASI Eklusif pada bayi caranya:
Berikan ASI sebelum berangkat kerja.
Selama bekerja, bayi tetap bisa diberi ASI dengan cara memerah ASI sebelum
berangkat kerja dan ditampung di gelas yang bersih dan tertutup untuk diberikan
kepada bayi di rumah.
Setelah pulang bekerja, bayi disusui kembali seperti biasa.
Bagaimana cara menyimpan ASI di rumah?
ASI yang disimpan di rumah di tempat yang sejuk akan tahan 6-8 jam.
ASI yang disimpan di dalam termos berisi es batu akan tahan 24 jam.
ASI yang disimpan di lemari es akan tahan 3 kali 24 jam.
ASI yang disimpan di freezer akan tahan selama 2 minggu.
Bagaimana cara memberikan ASI yang disimpan?
Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air bersih.
Apabila ASI diletakan di ruangan yang sejuk, segera berikan sebelum masa simpan
berakhir (8 jam).
Apabila ASI disimpan dalam termos atau lemari es, ASI yang disimpan dalam
gelas bersih tertutup dihangatkan dengan cara direndam dalam mangkok berisi air
hangat, kemudian ditunggu sampai ASI terasa hangat (tidak dingin).
ASI diberikan dengan sendok yang bersih, jangan pakai botol atau dot, karena botol
dan dot lebih sulit dibersihkan dan menghindari terjadinya bingung puting susu
pada bayi.
Apa peran kader untuk mendukung keberhasilan pemberian ASI Eklusif?
Mendata jumlah seluruh ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi baru lahir yang ada di
wilayah kerjanya.
Menberikan penyuluhan kepada ibu hamil, dan ibu menyusui di posyandu. Tentang
pentingnya memberikan ASI eksklusif.
Melakukan kunjungan rumah kepada ibu nifas yang tidak datang ke posyandu dan
menganjurkan agar rutin memeriksakan kesehatan bayinya serta mempersiapkan
diri untuk memberikan ASI eksklusif.
20
Menimbang balita setiap bulan
Mengapa balita perlu ditimbang setiap bulan?
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhannya setiap bulan.
Kapan dan dimana penimbangan balita dilakukan?
Penimbangan balita dilakukan setiap bulan mulai dari umur 1 tahun sampai 5 tahun
di posyandu.
Bagaimana mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita?
Setelah balita ditimbang di buku KIA (kesehatan ibu dan anak)
atau kartu menuju sehat (KMS) maka akan terlihat berat badannya naik atau tidak naik
(lihat perkembangannya)
Naik, bila:
Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna pada KMS.
Garis pertumbuhannya pindah ke pita warna di atasnya.
Tidak naik, bila:
Garis pertumbuhannya menurun.
Garis pertumbuhannya mendatar.
Garis pertumbuhannya naik tetapi warna yang lebih muda.
Apa tanda-tanda balita gizi kurang?
Berat badan tidak naik selama 3 bulan berturut-turut, badannya kurus.
Mudah sakit.
Tampak lesu dan lemah.
Mudah menangis dan rewel.
Ada berapa macam gizi pada balita?
Gizi buruk pada balita ada 3 macam, yaitu:
1. Kwashiorkor
2. Marasmus
3. Marasmus-kwashiorkor.
21
Apa tanda-tanda balita gizi buruk?
1. Tanda-tanda gizi buruk pada kwashiorkor:
Edema seluruh tubuh (terutama pada punggung kaki)
Wajah bulat dan sembab.
Cengeng dan rewel/apatis.
Perut buncit.
Rambut kusam dan mudah dicabut.
Bercak kulit yang luas dan kehitaman/bintik kemerahan.
2. Tanda-tanda gizi buruk pada marasmus:
Tampak sangat kurus.
Wajah seperti orang tua.
Cengeng/rewel/apatis.
Iga gambang, perut cekung.
Otot pantat mengendor.
Pengeriputan otot lengan dan tungkai.
Apa manfaat penimbangan balita setiap bulan di posyandu?
Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat.
Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita.
Untuk mengetahui balita yang sakit, (demam/batuk/diare).
Apabila berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya
BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai gizi buruk dapat segera di rujuk ke
puskesmas.
Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi.
Untuk mendapatkan penyuluhan gizi.
Apa peran kader agar masyarakat mau menimbang balita setiap bulan di posyandu?
Mendata jumlah seluruh balita yang ada di wilayah kerjanya.
Memantau jumlah kunjungan ibu yang datang balitanya di posyandu.
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya penimbangan balita, misalnya penyuluhan kelompok di
posyandu, arisan, pengajian, kunjungan rumah dan penyuluhan massa (pengeras
suara di masjid, pengumuman kelurahan, poster, selebaran dll)
22
Melakukan kunjungan rumah kepada ibu yang tidak datang ke posyandu untuk
membawa balitanya dan menganjurkan agar rutin menimbang balitanya di
poyandu.
Mengadakan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian dan mendorong masyarakat
sepeti: lomba balita sehat, lomba memasak makanan balita sehat, kegiatan makan
bersama untuk balita dan sebagainya.
Menggunakan air bersih
Mengapa kita harus menggunakan air bersih?
Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, memasak,
mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan
sebagainya. Agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar sakit.
Apa syarat-syarat air bersih?
Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indra kita, antara lain (dapat dilihat,
dirasa, dicium, dan diraba):
Air tidak berwarna harus bening/jernih.
Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran
lainnya.
Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau, dan tidak pahit
harus bebas dari bahan kimia beracun.
Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau belerang.
Apa manfaat menggunakan air bersih?
Terhindar dari gangguan penyakit seperti Diare, Kolera, Disentri, typhoid,
cacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau keracunan.
Setiap anggota keluarga terpelihara kebersihan dirinya.
Di mana dapat memperoleh sumber air bersih?
Mata air
Air sumur atau air sumur pompa
Air ledeng atau perusahaan air minum
Air hujan
Air dalam kemasan
23
Bagaimana menjaga kebersihan sumber air bersih?
Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat pembuangan sampah paling
sedikit 10 meter.
Sumber mata air harus dilindungi dari pencemaran.
Sumur gali, sumur pompa, kran umum dan mata air harus dijaga bangunannya tidak
rusak seperti lantai sumur tidak boleh retak, bibir sumur harus diplester dan sumur
sebaiknya diberi penutup.
Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut
pada lantai/lantai dinding sumur. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih
dan diletakan di lantai (ember/gayung digantung di tiang sumur).
Mengapa air bersih harus dimasak mendidih bila ingin diminum?
Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas kuman penyakit. Kuman penyakit
dalam air mati pada suhu 100 °C (saat mendidih).
Apa peran kader dalam menggerakan masyarakat untuk menggunakan air bersih?
Melakukan pendataan rumah tangga yang sudah dan belum memiliki ketersediaan
air bersih di rumahnya.
Melakukan pendataan rumah tangga yang sulit mendapatkan air bersih.
Melaporkan kepada pemerintah desa/kelurahan tentang jumlah rumah tangga yang
sulit untuk mendapatkan air bersih.
Bersama pemerintah desa/kelurahan dan tokoh masyarakat setempat berupaya
untuk memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan air bersih di
lingkungan tempat tinggalnya.
Mengadakan arisan warga untuk membangun sumur gali atau sumur pompa secara
bergilir.
Membentuk kelompok pemakai air pompa (POKMAIR) untuk memelihara sumber
air bersih yang dipakai secara bersama, bagi daerah sulit air.
Menggalang dunia usaha setempat untuk member bantuan dalam penyediaan air
bersih.
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya menggunakan air bersih, misalnya melalui penyuluhan
kelompok di posyandu, pertemuan Dasa Wisma, arisan, pengajian, pertemuan
desa/kelurahan, kunjungan rumah dan lain-lain.
24
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Mengapa harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun?
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit.
Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat
masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
Kapan saja harus mencuci tangan?
Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang binatang,
berkebun, dll).
Setelah buang air besar
Setelah menceboki bayi atau anak
Sebelum makan dan menyuapi anak
Sebelum memegang makanan
Sebelum menyusui bayi
Apa manfaat mencuci tangan?
Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan
Mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri, typhoid, cacingan,
penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Flu burung atau Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
Bagaimana cara mencuci tangan yang benar?
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun.
Bersihkan telapak, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung tangan.
Setelah itu keringkan dengan lap bersih.
25
Apa peran kader dalam membina perilaku cuci tangan
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya perilaku cuci tangan, misalnya penyuluhan kelompok di
posyandu, arisan, pengajian, pertemuan kelompok Dasa Wisma, dan kunjungan
rumah.
Mengadakan kegiatan gerakan cuci tangan bersama untuk menarik perhatian
masyarakat, misalnya pada peringaan hari-hari besar kesehatan atau ulang tahun
kemerdekaan.
Menggunakan jamban sehat
Apa itu jamban?
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa
(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkanya.
Apa saja jenis jamban yang digunakan?
1. Jamban cemplung
Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi
menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang.
Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
2. Jamban tangki septik/leher angsa
Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki
septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran
manusia yang dilengkapi dengan resapan.
26
Bagaimana memilih jenis jamban?
Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.
Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk:
1. Daerah yang cukup air
2. Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan “multiple latrine” yaitu
satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban (satu
lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).
3. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya ditinggikan
kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang.
Siapa yang diharapkan menggunakan jamban?
Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang air
besar/buang air kecil.
Mengapa harus menggunakan jamban?
Menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau.
Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya.
Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular
penyakit Diare, Kolera Disentri, typhoid, cacingan, penyakit saluran pencernaan,
penyakit kulit, dan keracunan.
Apa saja syarat jamban sehat?
Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang
penampungan minimal 10 meter)
Tidak berbau.
Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
Tidak mencemari tanah sekitarnya.
Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
Penerangan dan ventilasi yang cukup.
Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
27
Bagaimana cara memelihara jamban sehat?
Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air.
Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih.
Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat.
Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran.
Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih).
Bila ada kerusakan, segera perbaiki.
Apa peran kader dalam membina masyarakat untuk memiliki dan menggunakan
jamban sehat?
Melakukan pendataan rumah tangga yang sudah dan belum memiliki serta
menggunakan jamban di rumahnnya.
Melaporkan kepada pemerintah desa/kelurahan tentang jumlah rumah rumah
tangga yang belum memiliki jamban sehat.
Bersama pemerintah desa/kelurahan dan tokoh masyarakat setempat berupaya
untuk menggerakan masyarakat untuk memiliki jamban.
Mengadakan arisan warga untuk membangun jamban sehat secara bergilir.
Menggalang dunia usaha setempat untuk memberi bantuan dalam penyediaan
jamban sehat.
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberi penyuluhan
tentang pentingnya memiliki dan menggunakan jamban sehat, misalnya melalui
penyuluhan kelompok di posyandu, pertemuan kelompok Dasa Wisma, arisan,
pengajian, pertemuan desa/kelurahan, kunjungan rumah dan lain-lain.
Meminta bantuan petugas Puskesmas setempat untuk memberikan bimbingan
teknis tentang cara-cara membuat jamban sehat yang sesuai dengan situasi dan
kodisi daerah setempat.
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
Mengapa harus memberantas jentik di rumah?
Agar rumah bebas jentik.
Apa itu rumah bebas jentik?
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan
jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk.
28
Apa itu pemeriksaan jentik berkala (PJB)?
Adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat
penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga, tatakan
kulkas, dll dan di luar rumah seperti talang air, alas pot kembang, ketiak daun, lubang
pohon, pagar bambu, dll yang dilakukan secara teratur sekali dalam seminggu.
Siapa yang melakukan Pemeriksaan Jentik Berkala?
Anggota rumah tangga
Kader
Juru pemantau jentik (jumatik)
Tenaga pemeriksa jentik lainnya.
Apa yang perlu dilakukan agar Rumah Bebas Jentik?
Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (Menguras,
Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk).
PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk
penular berbagai penyakit seperti Demam Berdarah Dengue, Chikungunya,
Malaria, Filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat perkembangannya.
3 M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu:
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,
tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak, lubang
pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan.
3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan
(bekas botol/gelas akua, plastik kresek, dll).
Plus Menghindari gigitan nyamuk, yaitu:
Menggunakan kelambu ketika tidur.
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya obat nyamuk ;
bakar, semprot, oles/usap ke kulit, dll.
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar.
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
Memperbaiki saluran talang air yang rusak
29
Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit
dikuras misalnya di talang air atau di daerah sulit air.
Memilihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampung air, misalnya ikan
cupang, ikan nila, dll.
Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya Zodia, Lavender, Rosemerry, dll.
Apa manfaat Rumah Bebas Jentik?
Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit dengan perantara
nyamuk dapat dicegah atau dikurangi.
Kemungkinan terhindar dari berbagai penyakit semakin besar seperti Demam
Berdarah Dengue (DBD), Malaria, Cikungunya atau kaki gajah.
Lingkungan rumah menjadi bersih dan sehat.
Bagaimana cara Pemeriksaan Jentik Berkala?
Mengunjungi setiap rumah tangga yang ada di wilayah kerja untuk memeriksa
tempat yang sering menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk/tempat
penampungan air di dalam dan di luar rumah serta memberikan penyuluhan tentang
PSN kepada anggota rumah tangga.
Menggunakan senter untuk melihat keberadaan jentik.
Jika ditemukan jentik, anggota rumah tangga diminta untuk ikut.
Menyaksikan/melihat jentik, kemudian langsung dilanjutkan dengan PSN kepada
anggota rumah tangga
Mencatat hasil pemeriksaan jentik pada Kartu Jentik Rumah (kartu yang
ditinggalkan di rumah) dan pada formulir pelaporan ke puskesmas.
Apa peran kader dalam membina rumah tangga agar menciptakan Rumah Bebas
Jentik?
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan penyuluhan
tentang PSN dan PJB, misalnya melalui penyuluhan kelompok di posyandu,
pertemuan kelompok Dasa Wisma, arisan, pengajian, pertemuan desa/kelurahan,
kunjungan rumah dan melalui media cetak (poster, selebaran, spanduk).
Bersama pemerintah desa/kelurahan tokoh masyarakat setempat menggerakan
masyarakat untuk melakukan PSN dan PJB.
30
Melakukan pemeriksaan jentik berkala secara teratur setiap minggu dan mencatat
angka jentik yang ditemukan pada Kartu Jentik Rumah.
Mengumpulkan data angka bebas jentik dari setiap rumah tangga yang ada di
wilayah kerja dan melaporkan secara rutin kepada puskesmas terdekat untuk
mendapat tindak lanjut penanganan bila terjadi masalah/kasus.
Menginformasikan angka jentik yang ditemukan kepada setiap rumah tangga yang
dikunjungi sekaligus memberikan penyuluhan agar tetap melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk secara rutin dan menegur secara baik apabila masih
terdapat jentik nyamuk.
Makan sayur dan buah setiap hari
Siapa yang diharapkan makan sayur dan buah?
Setiap anggota rumah tangga mengkonsunsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau
sebaliknya setiap hari.
Mengapa kita harus makan sayuran dan buah?
Makan sayur dan buah setiap hari sangat penting, karena:
Mengandung vitamin dan mineral, yang mengatur pertumbuhan dan pemeliharaan
tubuh.
Mengandung serat yang tinggi.
Apa manfaat vitamin yang ada di dalam sayur dan buah?
Vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata
Vitamin D untuk kesehatan tulang
Vitamin E untuk kesuburan dan awet muda
Vitamin K untuk pembekuan darah
Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
Vitamin B mencegah penyakit beri-beri
Vitamin B12 meningkatkan nafsu makan.
Apa manfaat serat yang ada di dalam sayur dan buah?
Serat adalah makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang sangat berfungsi
untuk memelihara usus. Serat tidak dapat dicerna oleh pencernaan sehingga serat tidak
31
menghasilkan tenaga dan dibuang melalui tinja. Serat tidak untuk mengenyangkan tetapi
dapat menunda pengosongan lambung sehingga orang menjadi tidak cepat lapar.
Manfaat makanan berserat, yaitu:
Mencegah Diabetes .
Melancarkan buang air besar.
Menurunkan berat badan.
Membantu proses pembersihan racun (detoksifikasi)
Membuat awet muda.
Mencegah kanker
Memperindah kulit, rambut dan kuku.
Membantu mengatasi anemia (kurang darah)
Membantu perkembangan bakteri yang baik dalam usus.
Berapa banyak sayur dan buah dalam sehari harus kita makan?
Sayur harus dimakan 2 porsi setiap hari, dengan ukuran satu porsi sama dengan
satu mangkuk sayuran segar atau setengah mangkuk sayuran matang. Sebaiknya
sayuran dimakan segar atau dikukus, karena jika direbus cenderung melarutkan
vitamin dan mineral.
Buah-buahan harus dimakan 2-3 kali sehari. Contohnya, setiap kali makan setengah
mangkuk buah yang diiris, satu gelas jus atau satu buah jeruk, apel, jambu biji atau
pisang. Makanlah berbagai macam buah karena akan memperkaya variasi zat gizi
yang terkandung dalam buah.
Sayur dan buah seperti apa yang bagus kita makan?
Semua sayur bagus dimakan, terutama sayuran yang berwarna (hijau tua, kuning,
dan oranye) seperti bayam, kangkung, daun katuk, wortel, selada hijau atau daun
singkong.
Semua buah bagus untuk dimakan, terutama yang berwarna (merah, kuning) seperti
mangga, pepaya, jeruk, jambu biji atau apel lebih banyak kandungan vitamin dan
mineral serta seratnya.
Pilihan buah dan sayur yang bebas pestisida dan zat berbahaya lainnya. Biasanya
ciri-ciri sayur dan buah yang baik ada sedikit lubang bekas dimakan ulat dan tetap
segar.
32
Bagaimana mengolah sayur dan buah dengan tidak merusak atau mengurangi
kandungan gizinya?
Konsumsi sayur dan buah yang tidak merusak kandungan gizinya adalah dengan
memakannya dalam keadaan mentah atau dikukus. Direbus dengan air akan melarutkan
beberapa vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayur dan buah tersebut. Pemanasan
tinggi akan menguraikan beberapa vitamin seperti vitamin C.
Bagaimana peran keluarga untuk menanamkan kebiasaan makan sayur dan buah?
Memanfaatkan pekarangan dengan menanam sayur dan buah.
Menyediakan sayur dan buah setiap hari di rumah dengan harga terjangkau.
Perkenalan sejak dini kepada anak kebiasaan makan sayur dan buah pagi, siang,
dan malam
Memanfaatkan setiap kesempatan di rumah untuk mengingatkan tentang
pentingnya makan sayur dan buah.
Melakukan aktifitas fisik setiap hari
Siapa yang diharapkan melakukan aktivitas fisik?
Adalah anggota keluarga melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari.
Apa itu aktivitas fisik?
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan
mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
Apa jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan?
Bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu: berjalan kaki, berkebun, mencuci pakaian,
mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga, membawa belanjaan.
Bisa berupa olah raga, yaitu: push up, lari ringan, bermain bola, berenang, senam,
bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/berat.
33
Berapa lama seseorang perlu melakukan aktivitas fisik setiap hari?
Aktivitas fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari,
sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya.
Jika lebih banyak waktu yang digunakan untuk beraktivitas fisik maka manfaat
yang diperoleh juga lebih banyak.
Jika kegiatan ini dilakukan setiap hari secara teratur maka dalam waktu 3 bulan ke
depan akan terasa hasilnya.
Bagaimana cara melakukan aktifitas yang benar ?
Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit, jika belum terbiasa dapat
dimulai dengan beberapa menit setiap hari dan ditingkatkan secara bertahap.
Lakukan aktivitas fisik sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Awali aktivitas fisik dengan pemanasan dan peregangan.
Lakukan gerakan ringan dan perlahan ditingkatkan sampai sedang.
Jika sudah terbiasa melakukan aktivitas tersebut, lakukan secara rutin paling sedikit
30 menit setiap hari.
Apa keuntungan melakukan aktivitas fisik secara teratur ?
Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi,
kencing manis, dll.
Berat badan terkendali
Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
Bentuk tubuh menjadi bagus
Lebih percaya diri
Lebih bertenaga dan bugar
Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik
Beberapa tips dalam beraktivitas fisik :
Jalan cepat : perlu sepatu yang lebih enak dipakai agar kaki nyaman dan sehat,
apalagi untuk berjalan ke ke kantor atau naik tangga.
Renang, lakukan renang secepat mungkin dengan nafas yang dalam.
34
Apa peran keluarga dan kader untuk mendorong anggota keluarga melakukan
aktivitas fisik setiap hari ?
Manfaatkan setiap kesempatan di rumah untuk mengingatkan tentang pentingnya
melakukan akytivitas fisik.
Bersama anggota keluarga sering melakukan kegiatan fisik secara bersama,
misalnya jalan pagi bersama, membersihkan rumah secara bersama-sama, dll.
Ada pembagian tugas untuk membersihkan rumah atau melaksanakan pekerjaan di
rumah.
Kader mendorong lingkungan tempat tinggal untuk menyediakan fasilitas olahraga
dan tempat bermain untuk anak.
Kader memberikan penyuluhan tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik.
Tidak merokok di dalam rumah
Siapa yang di harapkan tidak merokok di dalam rumah ?
Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah.
Mengapa harus tidak merokok ?
Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang di hisap akan di
keluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantanya yang paling berbahaya adalah
Nikotin, Tar, dan Carbon monoksida (CO).
Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah.
Tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker.
CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga
sel-sel tubuh akan mati.
Apa itu perokok aktif dan perokok pasif?
Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok secara rutin dengan sekecil
apapun walaupun itu hanya 1 batang dalam sehari. Atau orang yang menghisap
rokok walau walau tidak rutin sekalipun atau hanya sekedar coba-coba dan cara
menghisap rokok hanya sekedar menghembuskan asap walau tidak diisap masuk ke
dalam paru-paru.
Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tapi menghirup asap rokok orang
lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang sedang
merokok.
35
Rumah adalah tempat berlindung, termasuk dari asap rokok. Perokok pasif harus
berani menyuarakan haknya tidak menghirup asap rokok.
Apa bahaya perokok aktif dan perokok pasif?
Menyebabkan kerontokan rambut
Gangguan pada mata, seperti katarak.
Kehilangan pendengaran lebih awal dibanding bukan perokok.
Menyebabkan penyakit paru kronis.
Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap.
Menyebabkan stroke dan serangan jantung.
Tulang lebih mudah patah.
Menyebabkan kanker kulit.
Menyebabkan kemandulan dan impotensi.
Menyebabkan kanker rahim dan keguguran.
Bagaimana cara berhenti merokok?
Ada 3 cara untuk berhenti merokok, yaitu Berhenti Seketika, Menunda, dan
Mengurangi. Hal yang paling utama adalah niat dan tekad yang bulat untuk melaksanakan
cara tersebut:
Seketika
Cara ini merupakan upaya yang paling berhasil. Bagi perokok berat,
mungkin perlu bantuan tenaga kesehatan untuk mengatasi efek ketagihan karena
rokok mengandung zat Adiktif.
Menunda
Perokok dapat menunda menghisap rokok pertama 2 jam setiap hari
sebelumnya dan selama 7 hari berturut-turut.
Sebagai contoh : seorang perokok biasanya merokok setiap hari pada pukul 07.00 pagi,
maka pada:
Hari 1 : pukul 09.00
Hari 2 : pukul 11.00
Hari 3 : pukul 13.00
Hari 4 : pukul 15.00
Hari 5 : pukul 17.00
Hari 6 : pukul 19.00
Hari 7 : pukul 21.00
36
Mengurangi
Jumlah rokok yang diisap setiap hari dikurangi secara berangsur-angsur
dengan jumlah yang sama sampa 0 batang pada hari ke 7 atau yang ditetapkan.
Misalnya dalam sehari-hari seorang perokok menghabiskan 28 batang rokok maka
Si perokok dapat merencanakan pengurangan jumlah rokok selama 7 hari dengan
jumlah pengurangan sebanyak 4 batang sehari.
Sebagai contoh:
Hari 1 : 24 batang
Hari 2 : 20 batang
Hari 3 : 16 batang
Hari 4 : 12 batang
Hari 5 : 8 batang
Hari 6 : 4 batang
Hari 7 : 0 batang
Apa peran keluarga dan kader untuk menciptakan Rumah Tanpa Asap Rokok?
Memberikan penyuluhan tentang pentingnya perilaku tidak merokok kepada
seluruh anggota keluarga.
Menggalang kesepakatan keluarga umtuk mwnciptakan Rumah Tanpa Asap
Rokok.
Menegur anggoata rumah tangga yang merokok di dalam rumah.
Tidak memberi dukungan kepada orang yang merokok dalam bentuk apapun,
antara lain dengan tidak memberikan uang untuk membeli rokok, tidak
memberikan kesempatan siapa pun untuk merokok di dalam rumah, tidak
menyediakan asbak.
Tidak menyuruh anaknya membelikan rokok untuknya.
Orang tua bisa menjadi panutan dalam perilaku tidak merokok.
Melarang anak tidak merokok bukan karena alasan ekonomi, tetapi justru karena
alasan kesehatan.
BAB 3PROGRAM PROMOSI KESEHATAN PHBS RUMAH TANGGA PUSKESMAS GANDUSARI
No Jenis Kegiatan Jumlah Jumlah Topik Sasaran (materi)
(Kali)(Orang
)
1 Advokasi 3 150 evaluasi &perencanaan kegiatan selanjutnya
( Lobi, Negosiasi, Seminar, Lokakarya )
2 Bina Suasana
a. Pertemuan dengan :
1) Lintas Program di Tingkat Puskesmas 3 150 evaluasi &perencanaan kegiatan selanjutnya
2) Lintas Sektor, LSM, Organisasi Profesi, dll 3 66 sos P4K, kemitraan bidkun
3) Instansi Swasta
b. Promosi kesehatan melalui media cetak (koran, majalah)
c. Promosi kesehatan melalui media elektronik (radio)
d. Penyuluhan melalui media :
1) Tradisional
2) Siaran Keliling 6 tipoid, DBD, diare, PHBS
3) Luar Ruang (Spanduk, Umbul-umbul)
e. Pengadaan Media
1) Leaflet 1 300 BPJS
2) Spanduk
38
3) Umbul-umbul
f. Penyuluhan Kes. pd Kelompok :
1) Posyandu 27 844 tipoid, DBD, diare, PHBS, bhy rokok
2) Polindes
3) Kader TOGA
4) Saka Bakti Husada
5) Masyarakat Umum
6) Institusi :
- LSM / LSM Agama
- Tempat Kerja
- Pondok Pesantren
- Institusi Sekolah
3 Materi Penyuluhan
- KIA, KB, Gizi, Imunisasi 6 166 Asi eksklusif, tnd bhy pd bumil, P4K, sos KSPR, Gaky
- Penyakit Menular Potensial (Diare,DBD,TB,ISPA,dll) 16 289 diare, tipoid, DBD
- Kesehatan Lingkungan
- Narkoba (NAPZA) 7 220 bahaya asap rokok
- Penyakit Menular Sexual (AIDS, dll)
- Kesehatan Reproduksi Remaja
- Kesehatan Usila
- Makanan dan Minuman
39
- Lain-lain: 12 235 PHBS, CTPS
JAMKESMAS/JAMPERSAL
- Kesehatan Gigi Mulut
- Kesehatan Jiwa
- Lain – lain Tabel Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan di Tingkat Puskesmas Gandusari Tribulan Pertama Tahun 2014
40
Berdasarkan laporan kegiatan promosi kesehatan Puskesmas Gandusari tribulan pertama
tahun 2014, telah dilakukan bina suasana melalui pertemuan dengan lintas program di tingkat
puskesmas dan lintas sektor, LSM serta organisasi profesi serta diselenggarakannya
penyuluhan mengenai typhoid, DBD, diare, dan PHBS dilaksanakan dengan siaran keliling
terutama melalui kelompok posyandu.
41
DAFTAR PUSTAKA
Manda, Syamsur. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), from: http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya Soemirat, Juli.2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres
Sumijatun, et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC
42
Laporan F2. Upaya Kesehatan LingkunganBAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan
sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Dikutip dari Antara News Jawa Timur
(2010) menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk
yang melakukan buang air besar sembarangan (BABs) setelah Cina dan India. Berdasarkan
studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam
mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi
dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v)
sebelum menyiapkan makanan 6 %. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku
pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan
air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada anak di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang. Studi
WHO 2009 menyebutkan bahwa 17% kematian anak balita di dunia disebabkan penyakit
diare. Menurut data yang ada di Departemen Kesehatan RI tahun 2006, diketahui sebanyak
41 Kabupaten yang tersebar di 16 propinsi melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) tentang
diare di wilayahnya. Pada tahun tersebut, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak
10.980 atau 423 kasus per seribu penduduk, dan 277 diantaranya menyebabkan kematian
sehingga Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan sebesar 2,5 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah angka kesakitan penyakit sanitasi seperti diare
memang tergolong besar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan
diare diantaranya melalui : (1) Program pembangunan sanitasi yang dilakukan Direktorat
Penyehatan Lingkungan, Sanitasi, dan Pencemaran air yang diarahkan pada perubahan
perilaku masyarakat tentang pentingnya sanitasi, (2) Program jasa lingkungan oleh USAID
dengan misi peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan pengelolaan air dan
perluasan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi dan air bersih, (3) Program
43
WSLIC-3/PAMSIMAS yang didukung oleh Bank Dunia untuk meningkatkan penyediaan air
minum, sanitasi, dan derajat kesehatan masyarakat, (4) Program Cuci Tangan Pakai Sabun
(CPTS), Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (STOPS) dan sebagainya.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan
sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare
menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan
perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di
rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut,
kejadian diare menurun sebesar 94%.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan
menetapkan Open Defecation Free (ODF) yaitu sebuah kondisi dimana seluruh individu di
suatu daerah tidak lagi melakukan buang air besar sembarangan serta peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
nasional (RPJMN) 2004-2009. Perhatian pemerintah tersebut dinilai sejalan dengan capaian
MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan
sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses.
Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah melaksanakan beberapa kegiatan,
antara lain melakukan uji coba implementasi Community Lead Total Sanitation (CLTS) di 6
Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh
Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci
tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan
Perempuan tahun 2007. Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi
oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan
perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun 2006 sebanyak
160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa. (Depkes, 2007).
Dalam hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, juga
mematok target ODF ("open defecation free" atau terbebas dari segala bentuk aktivitas buang
hajat sembarang tempat) di seluruh kecamatan, maksimal akhir tahun 2012. Tahapan untuk
mencapai target "ODF" se-Kabupaten Trenggalek itu telah dilakukan sejak lima tahun lalu
(2008). Kampanye ODF saat itu ditandai dengan peluncuran program jambanisasi serta
sosialisasi kesehatan terkait pentingnya jamban pribadi bagi setiap warga/rumah. Hasilnya
cukup siginifikan. Dalam kurun satu tahun sejak program jambanisasi diluncurkan,
pembangunan jamban di setiap rumah penduduk mulai dilakukan secara masif. Tahun 2008
44
lalu program ini telah berhasil mengembangkan 40 desa ODF dan pada tahun 2009
bertambah lagi menjadi 65 desa ODF.
Hasil program ODF di Trenggalek belum mencapai angka 50% dari keseluruhan desa
yang ada di Kabupaten Trenggalek. Oleh karena itu, kami mengangkat tema ini sebagai
pembahasan kami dengan harapan kami dapat memberikan sedikit kontribusi terhadap
keberhasilan program ODF di Trenggalek.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan Umum
Meningkatkan jumlahnya desa yang bebas dari buang air besar (BAB) sembarangan
di Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek
Tujuan Khusus
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perubahan perilaku higiene sanitasi
lingkungan terutama dalam hal buang air besar pada tempatnya.
45
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang disebut juga Community-led Total
Sanitation (CLTS) merupakan pendekatan untuk merubah pola pikir dan perilaku higiene dan
sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. STBM merupakan
salah satu konsep untuk mempercepat pencapaian target MDGs poin ketujuh.
Saat ini STBM adalah sebuah program nasional di bidang sanitasi berbasis
masyarakat yang bersifat lintas sektoral. Program ini dicanangkan pada bulan Agustus 2008
oleh Menteri Kesehatan RI. Pada bulan September 2008 STBM dikukuhkan sebagai Strategi
Nasional melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 bahwa dalam rangka memperkuat
upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen
Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan
dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Strategi Nasional
STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit
berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
STBM memiliki 5 (lima) pilar utama yakni :bebas buang air besar sembarangan atau
Open Defecation Free (ODF), mencuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan
makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair
rumah tangga.
Indikator output 5 PILAR STBM : setiap individu dan komunitas mempunyai akses
terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang
air di sembarang tempat (ODF), setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air
minum dan makanan yang aman di rumah tangga, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan
umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah,kantor, rumah makan, puskesmas, pasar,
terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang
mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar,
setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Dalam Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 disebutkan bahwa terdapat 6 (enam)
strategi dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu: penciptaan lingkungan
yang kondusif (enabling environment), peningkatan kebutuhan (demand creation),
46
peningkatan penyediaan (supply improvement), pengelolaan pengetahuan (knowledge
management), pembiayaan, pemantauan dan evaluasi.
2.2 Open Defecation Free (ODF)
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas
tidak buang air besar sembarangan. ODF ini merupakan salah satu pilar dasar dari STBM,
yang memiliki peran penting dalam mewujudkan lingkungan dan sanitasi yang sehat dan
terbebas dari penyakit. Apabila suatu komunitas masyarakat buang air bebas (BAB) di
jamban, maka air tanah di lingkungan sekitar tidak akan tercemar bakteri Escherichia coli,
dan angka prevalensi dan kematian akibat diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya
dapat ditekan.
Pengupayaan tercapainya kondisi ODF dibutuhkan kerjasama lintas sektor antar
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan primer (PUSKESMAS), dan pemerintah. Hal dasar
yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
jamban sehat, dan merubah perilaku dan pola BAB mereka. Edukasi ini dapat dilakukan oleh
Puskesmas, yang merupakan garis depan pelayanan kesehatan masyarakat. Setelah itu,
pemerintah berperan dalam hal pengadaan jamban sehat bagi para penduduk di daerah
masing-masing.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yangdipergunakan untukmembuang tinja
atau kotoran manusia/najis bagi keluarga yang lazim disebut kakus/WC. Sedangkan yang
dimaksud jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit. Manfaat memiliki jamban adalah penularan penyakit dan
pencemaran dari kotoran manusia.
Adapun syarat pembuatan jamban sehat, antara lain:
Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang
penampungan minumun 10 m)
Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
Cukup penerangan
Tersedia air dan alat pembersih
Aman digunakan
Mudah dibersihkan
Terdapat beberapa jenis jamban, antara lain:
Jamban cemplung / jamban tanpa leher angsa
47
(Kurang aman, sering terbuka sehingga banyak lalat dan tidak memenuhi syarat
kesehatan
Kakus empang
(Dibuat di atas empang / kolam ikan, dengan maksud kotorannya dapat digunakan
sebagai makanan ikan.
Jamban leher angsa
(Model terbaik, pada lekukan lehernya terdapat genangan air yang dimaksudkan
untuk mencegah bau dan keluar masuknya hewan.
Beberapa cara pemeliharaan jamban yang baik adalah sebagai berikut:
Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
Disekeliling jamban tidak ada genangan air
Tidak ada sampah berserakan
Rumah jamban dalam keadaan baik
Tidak ada lalat, tikus, dan kecoa
Tersedia alat pembersih
Bila ada bagian yang rusak segera diperbaiki/diganti.
2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan
Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi
atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala
sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit. Berdasarkan definisi ini, faktor
penyebab yang paling dominan karena lingkungan, disamping juga faktor perilaku.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di
Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan
menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan
tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan (Data Susenas 2001).
Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya diare, sangat erat
dengan masih rendahna akses sanitasi masyarakat. Laporan kemajuan Millenium
Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas pada tahun 2010
mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat, tergolong
pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak
sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat
pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat kesenjangan
48
21% peningkatan akses dari sisa waktu 6 tahun (2009 – 2015).
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya
tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan cakupan air bersih dan jamban
keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh
mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum
memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa,
ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian,
industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang
belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.
Para ahli kesehatan masyarakat sangat sepakat dengan kesimpulan Bloom yang
mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan
seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Bahkan,
lebih jauh menurut hasil penelitian para ahli, ada korelasi yang sangat bermakna antara
kualitas kesehatan lingkungan dengan kejadian penyakit menular maupun penurunan
produktivitas kerja. Pendapat ini menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan
kesehatan lingkungan bagi manusia atau kualitas sumber daya manusia.
Penerapan konsep paradigma kesehatan lingkungan merupakan salah satu alternatif
upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan. Berdasar konsep ini kita harus mengetahui
perjalanan suatu penyakit atau patogenesis penyakit tersebut berdasarkan kaca mata ilmu
kesehatan lingkungan, sehingga kita dapat melakukan intervensi secara cepat dan tepat.
Skema patogenesis penyakit terkait dengan lingkungan digambarkan digambarkan dengan
jelas dan sederhana pada teori simpul Achmadi (Ahmadi, 2005)
Berpedoman pada skema tersebut, kemudian dapat dilakukan segmentasi perjalanan
suatu penyakit berdasarkan simpul-simpulnya. Konsep ini kemudian kita kenal sebagai teori
simpul Achmadi. Simpul pertama dari teori ini berupa sumber penyakit. Sumber penyakit
adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan
komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak
secara langsung maupun melalui perantara. Beberpa contoh agent biologi seperti Bakteri,
Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dan lain-lain. Sedangkan agent kimia misalnya logam berat
(Pb, Hg), air pollutants, Debu dan serat, pestisida, dan lain-lain. Contoh Agent Fisika berupa
Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dan lain-lain.
Pada simpul dua, merupakan peran komponen lingkungan sebagai media transmisi.
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karena dapat memindahkan
agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi antara
49
lain udara, air, makanan, binatang, serta manusia. Kita dapat mengambil beberapa contoh
bagaimana kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue masih sulit dikendalikan.
Kita juga dapat berkaca pada data patogenitas diare, yang telah mampu sangat menurunkan
derajat kesehatan masyarakat. Penyakit tersebut merupakan dua diantara banyak penyakit
dengan peran lingkungan sebagai media transmisinya.
Sedangkan simpul tiga, merupakan komponen penduduk yang berperan dalam
patogenesis penyakit. Beberapa komponen yang terkait dengan hal ini diantaranya
merupakan faktor perilaku, pengetahuan, sikap, dan lainnya. Kita dapat melihat data bahwa
intervensi pada aspek perilaku telah mampu secara signifikan menurunkan kejadian penyakit
berbasis lingkungan. Sebagaimana data penurunan 45% resiko penyakit diare karena
intervensi pada perilaku cuci tangan pakai sabun (Depkes, 2008).
2.3.1 Diare
Diare adalah suatu penyakit yang biasanya ditandai dengan perut mulas,
meningkatnya frekuensi buang air besar, dan konsentrasi tinja yang encer. Tanda-tanda Diare
dapat bervariasi sesuai tingkat keparahannya serta tergantung pada jenis penyebab diare.
Ada beberapa penyebab diare. Beberapa di antaranya adalah Cyclospora
cayetanensis, total koliform (E. coli, E. aurescens, E. freundii, E. intermedia, Aerobacter
aerogenes), kolera, shigellosis, salmonellosis, yersiniosis, giardiasis, Enteritis campylobacter,
golongan virus dan patogen perut lainnya.
Penularannya bisa dengan jalan tinja mengontaminasi makanan secara langsung
ataupun tidak langsung (lewat lalat). Untuk beberapa jenis bakteri, utamanya EHEC
(Enterohaemorragic E. coli), ternak merupakan reservoir terpenting. Akan tetapi, secara
umum manusia dapat juga menjadi sumber penularan dari orang ke orang. Selain itu,
makanan juga dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen akibat lingkungan yang
tidak sehat, di mana-mana ada mikroorganisme patogen, sehingga menjaga makanan kita
tetap berseih harus diutamakan.
Cara Penularan melalui :
Makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E. coli yang dibawa oleh lalat yang
hinggap pada tinja, karena buang air besar (BAB) tidak di jamban.
Air minum yang mengandung E. coli yang tidak direbus sampai mendidih.
Air sungai yang tercemar bakteri E.coli karena orang diare buang air besar di sungai
digunakan untuk mencuci bahan makanan, peralatan dapur, sikat gigi, dan lain-lain.
50
Tangan yang terkontaminasi dengan bakteri E.coli (sesudah BAB tidak mencuci
tangan dengan sabun)
Makanan yang dihinggapi lalat pembawa bakteri E. coli kemudian dimakan oleh
manusia.
Cara pencegahan penyakit diare yang disesuaikan dengan faktor penyebabnya adalah sebagai
berikut:
Penyediaan air tidak memenuhi syarat:
Gunakan air dari sumber terlindung
Pelihara dan tutup sarana agar terhindar dari pencemaran
Pembuangan kotoran tidak saniter:
Buang air besar di jamban
Buang tinja bayi di jamban
Apabila belum punya jamban harus membuatnya baik sendiri maupun berkelompok
dengan tetangga
Perilaku tidak higienis:
Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makanan
Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
Minum air putih yang sudah dimasak
Menutup makanan dengan tudung saji
Cuci alat makan dengan air bersih
Jangan makan jajanan yang kurang bersih
Bila yang diare bayi, cuci botol dan alat makan bayi dengan air panas/mendidih.
Sedangkan intervensi pada faktor lingkungan dapat dilakukan antra lain melalui :
Perbaikan sanitasi lingkungan dan pemberantasan vektor secara langsung.
Perbaikan sanitasi dapat diharapkan mampu mengurangi tempat perindukan lalat.
Cara yang bisa diambil di antaranya adalah menjaga kebersihan kandang hewan,
buang air besar di jamban yang sehat, pengelolaan sampah yang baik, dan sebagainya.
Keberadaan lalat sangat berperan dalam penyebaran penyakit diare, karena lalat dapat
berperan sebagai reservoir. Lalat biasanya berkembang biak di tempat yang basah seperti
sampah basah, kotoran hewan, tumbuh-tumbuhan yang membusuk, dan permukaan air kotor
yang terbuka. Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik
51
hitam. tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat.
Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumput-
rumput, dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan
tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Di dalam rumah, lalat
istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari.
Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.
Pemberantasan lalat dapat dilakukan dengan 3 cara, fisik (misalnya penggunaan air
curtain), kimia (dengan pestisida), dan biologi (sejenis semut kecil berwana hitam
Phiedoloqelon affinis untuk mengurangi populasi lalat rumah di tempat-tempat sampah).
Lingkungan yang tidak higienis akan mengundang lalat. Padahal lalat dapat memindahkan
mikroorganisme patogen dari tinja penderita ke makanan atau minuman.
2.3.2 Penyakit Cacing
Sekitar 60 persen orang Indonesia mengalami infeksi cacing. Kelompok umur
terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60 persen itu, 21 persen di
antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata kandungan cacing per orang enam ekor.
Data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang dilakukan di beberapa provinsi
pada tahun 2006. Hasil penelitian sebelumnya (2002-2003), pada 40 SD di 10 provinsi
menunjukkan prevalensi antara 2,2 persen hingga 96,3 persen. Sekitar 220 juta penduduk
Indonesia cacingan, dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau setara dengan 20 juta liter
darah per tahun. Penderita tersebar di seluruh daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Karena itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri ini.
Cara Penularan:
Cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang tercemar
telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi
makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat
berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk lewat
makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah
tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air
mengering, mereka menempel pada butiran debu. Telur yang menumpang pada debu itu bisa
menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke
tempat-tempat yang sering dipegang manusia. Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke
tangan lain. Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak,
membentuk koloni dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk
52
protein untuk membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per hari.
Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang minum 0,2
milimeter darah per hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa besar kehilangan zat gizi dan
darah yang digeogotinya. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan 200.000
telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari mereka sanggung
memproduksi 600.000 telor.
Gejala dan tanda:
Pada kasus infeksi cacing ringan, tanpa gejala atau kadang tidak menimbulkan gejala
nyata. Gejala lan yang harus dikenali adalah lesu, tak bergairah, suka mengantuk, badan
kurus meski porsi makan melimpah, serta suka menggaruk-garuk anusnya saat tidur karena
bisa jadi itu pertanda cacing kremi sedang beraksi. Gangguan ini menyebabkan, kurang zat
gizi, kurang darah atau anemia. Berkurangnya zat gizi maupun darah, keduanya berdampak
pada tingkat kecerdasan, selain berujung anemia. Anemia akan menurunkan prestasi belajar
dan produktivitas. Menurut penelitian, anak yang kehilangan protein akibat cacing tingkat
kecerdasannya bisa menurun. Anemia kronis bisa mengganggu daya tahan tubuh anak usia di
bawah lima tahun (balita).
Tetapi pada kasus-kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Ascaris pada cacing dapat
bermigrasi ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi usus dan ileus
obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian.
Infeksi usus akibat cacingan, juga berakibat menurunnya status gizi penderita yang
menyebabkan daya tahan tubuh menurun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi penyakit
lain, termasuk HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria.
Penyebab penyakit cacingan pada anak:
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) berkembang biak di dalam perut manusia dan
di tinja. Telur cacing dapat masuk kedalam mulut melalui makanan yang tercemar atau
tangan yang tercemar dengan telur cacing. Telur Cacing menetas menjadi cacing didalam
perut, selanjutnya keluar bersama-sama tinja.
Kecacingan yang disebabkan karena Cacing Kremi (Enterobius vermicularis).
Tempat berkembang biak jenis cacing ini di perut manusia dan tinja, dengan cara penularan
menelan telur cacing yang telah dibuahi, dapat melalui debu, makanan atau jari tangan
(kuku).
Penyakit kecacingan lain, disebabkan oleh Cacing tambang (Ankylostomiasis
53
duodenale). Jenis cacing ini mempunyai tempat berkembang biak Perut manusia dan tinja.
Cara Penularan dimulai ketika telur dalam tinja di tanah yang lembab atau lumpur menetas
menjadi larva. Kemudian larva tersebut masuk melalui kulit, biasanya pada telapak kaki.
Pada saat kita menggaruk anus, telur masuk kedalam kuku, jatuh ke sprei atau alas tidur dan
terhirup mulut. Telur dapat juga terhirup melaui debu yang ada di udara. atau dengan
reinfeksi (telur – larva – masuk anus lagi)
Cara efektif mencegah penyakit Kecacingan (berdasarkan faktor penyebab penyakit),
sebagai berikut :
Pembuangan Kotoran Tidak Saniter
Buang air besar hanya di jamban
Lubang WC/jamban ditutup
Bila belum punya, anjurkan untuk membangun sendiri atau berkelompok dengan
tetangga
Plesterisasi lantai rumah
Pengelolaan makanan tidak saniter:
Cuci sayuran dan buah-buahan yang akan dimakan dengan air bersih
Masak makanan sampai benar-benar matang
Menutup makanan pakai tudung saji.
Perilaku tidak higienis:
Cuci tangan pakai sabun sebelum makan
Cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar
Gunakan selalu alas kaki
Potong pendek kuku
Tidak gunakan tinja segar untuk pupuk tanaman
2.3.3 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Infeksi virus dengue dapat tidak menimbulkan gejala (asimtomatik), demam ringan
yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
Gejala klinis dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi,
mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
54
farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Selain itu juga dapat
timbul petechiae, perdarahan gusi, perdarahan lambung, dan saluran pencernaan.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan trombositopeni dan
hemokonsentrasi. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3
sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif
dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Infeksi virus dengue disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegpty. Nyamuk
Aedes aegipty dapat berkembang biak didalam maupun diluar rumah, terutama pada tempat-
tempat yang dapat menampung air bersih seperti :
Di dalam rumah / diluar rumah untuk keperluan sehari-hari seperti ember, drum,
tempayan, tempat penampungan air bersih, bak mandi/WC/ dan lain-lain
Bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga,
perangkap semen, kaleng bekas yang berisi air bersih, dll
Alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa,
potongan bambu yang dapat menampung air hujan, dll.
Berikut adalah cara penularan infeksi virus dengue:
Seseorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan merupakan
sumber penyakit.
Bila digigit nyamuk virus terhisap masuk kedalam lambung nyamuk, berkembang
biak, masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu didalam tubuh
nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan menularkan virus dengue.
Virus dengue tetap berada dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada
orang lain, dan seterusnya.
55
Cara Pencegahan Cara efektif mencegah penyakit Demam Berdarah (berdasarkan faktor
penyebab penyakit), sebagai berikut :
Lingkungan rumah / ventilasi kurang baik :
Menutup tempat penampungan air
Menguras bak mandi 1 minggu sekali
Memasang kawat kasa pada ventilasi dan lubang penghawaan
Membuka jendela dan pasang genting kaca agar terang dan tidak lembab
Lingkungan sekitar rumah tidak terawat
Seminggu sekali mengganti air tempat minum burung dan vas bunga
Menimbun ban, kaleng, dan botol/gelas bekas
Menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air yang jarang dikuras atau
memelihara ikan pemakan jentik
Perilaku tidak sehat
Melipat dan menurunkan kain/baju yang bergantungan
2.3.4 Penyakit Kulit
Penyakit kulit biasa dikenal dengan nama kudis, skabies, gudik, budugen. Penyebab
penyakit kulit ini adalah tungau atau sejenis kutu yang yang sangat kecil yang bernama
Sorcoptes scabies. Tungau ini berkembang biak dengan cara menembus lapisan tanduk kulit
kita dan membuat terowongan di bawah kulit sambil bertelur.
Cara penularan penyakit ini dengan cara kontak langsung atau melalui peralatan
seperti baju, handuk, sprei, tikar, bantal, dan lain-lain. Sedangkan cara pencegahan penyakit
ini dengan cara antara lain :
Menjaga kebersihan diri, mandi dengan air bersih minimal 2 kali sehari dengan sabun,
serta hindari kebiasaan tukar menukar baju dan handuk
Menjaga kebersihan lingkungan, serta biasakan selalu membuka jendela agar sinar
matahari masuk.
56
Cara efektif mencegah penyakit kulit (berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai
berikut:
Penyediaan air tidak memenuhi syarat
Gunakan air dari sumber yang terlindung
Pelihara dan jaga agar sarana air terhindar dari pencemaran
Kesehatan perorangan jelek
Cuci tangan pakai sabun
Mandi 2 kali sehari pakai sabun
Potong pendek kuku jari tangan
Perilaku tidak hygienis
Peralatan tidur dijemur
Tidak menggunakan handuk dan sisir secara bersamaan
Sering mengganti pakaian
Pakaian sering dicuci
Buang air besar di jamban
Istirahat yang cukup
Makan makanan bergizi
57
BAB 3
RENCANA DAN EVALUASI KEGIATAN
Puskesmas Gandusari telah melakukan kegiatan-kegiatan penyehatan lingkungan
berbasis masyarakat. Tabel berikut akan menunjukkan usaha penyehatan lingkungan yang
telah dilakukan puskesmas Gandusari pada tribulan ke-2 tahun 2014.
Tabel tersebut menunjukkan dari 117 sumur galian diwilayah puskesmas Gandusari
ternyata 30% masih tidak memenuhi syarat. Data tersebut menunjukkan bahwa kesehatan
lingkungan di wilayah puskesmas Gandusari masih perlu perbaikan. Salah satunya dengan
cara pemicuan. Pemicuan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan respon penduduk
terhadap masalah kesehatan. Berbeda dengan penyuluhan yang lebih memberikan informasi
dan ajakan kepada masyarakat untuk mengubah perilaku. Pemicuan membuat masyarakat
aktif dalam mencari sumber masalah kesehatan, mengenali permasalahan yang perlu segera
diselesaikan dan mencari solusi sendiri bagaimana cara penyelesaiannya. Kadang kala cara
ini menyebabkan efek malu karena perilaku tidak sehat oleh masyarakat, dan diharapkan
adanya perubahan perilaku. Pemicuan membuat masyarakat ikut andil bagian dalam menjaga
kesehatan daerahnya sendiri.
58
NO JENIS KEGIATAN
JML S/D YG
LALUTAMBAH
TRIB II
KOMULATIFDIPERIKSA MEMENUHI SYARAT
YG LALUTRIB
II JML %YG
LALUTRIB
II JML %
1 2 3 4 5=(3+4) 6 7 8 9=(8:5) 10 11 12 13=(12:8)
A PLP & AIR BERSIH
1 Jumlah penduduk 35,75
7 35,757
2 Jumlah KK11,63
8 11,638
3 KK menggunakan air bersih
a. PP : KU/SR
b. PMA 457 457
c. PAH
d. SPT DK/SPT DLM
e. Sumur Gali 5,732 9 5,741 117 117 2 36 36 30
f. Sumur Artesis
g. PDAM : KU 7 7
SR 200 200
4 SAB yang ada
a. PMA
b. PAH
c. SPT DK/SPT DLM
d. Sumur Gali
5 Inspeksi SAB: 36 36
35 35
57 57
39 39
6 SAB diperbaiki
7 SAB di chlorinasi/kaporit
8 Sampel Air diperiksa
59
a. Air minum :
b. Air bersih : 5 13 18 2 9 11 61
c. Air Limbah
d. Tanah
9 Jumlah Air minum depot isi ulang: 6 0 6 6 5 11 100 6 5 11 100
Sampel air diperiksa Bakteri 0 1 1 0 1 1 100
Kimia
10 Jumlah Pokmair 7 7
- Pokmair disuluh 5 5 2 2 40
11 Jumlah rumah 10,23
4 10,234
- Sehat 9,652
- Tidak sehat 582
12 Jumlah jamban
- Leher angsa 4,471 55 4,526
- Cemplung tertutup 4,296 4,296
- Cemplung tana tutup
- Tidak punya 288 231
- Numpang 827 827
13 KK menggunakan SPAL 5,731 665 6,396
14 KK mempunyai tempat sampah 8,508 526 9,034
15 KK mempunyai tempat CTPS
16 Jumlah TPS 2 2 2 2 100
17 Jumlah TPA
18 Pengukuran kepadatan lalat(kl)
19 Jumlah TP3 Pestisida 5 5 3 3 60 1 1 33
-Pengelola TP3P dikursus
-Pemeriksaan Cholins darah 20 Sarana pengolahan limbah di 1 1 1 1 100 1 1 100
60
sarkes
21 Penyuluhan kesling (kl) 122 57 179
B PENYEHATAN MAKMIN 1 Jasa boga
2 Restoran
3 Rumah makan
4 Grading :
5 Makanan jajanan: warung 32 32 8 12 20 62,5 6 5 11 55
ped kaki lima 7 7 5 3 8 100 1 1 2 25
6 Industri rumah tangga pangan
7 PIRT punya ijin / SP 35 35 21 8 29 82 10 6 16 55
8 Pengelola TPM dikursus 50 50
9 Kantin Sekolah
10 Sampel makmin diperiksa 5 9 14 5 6 11 78
11 Kejadian keracunan: menderita
12 Sumber keracunan :
a.
b.
c.
C PENYEHATAN TTU 1 Hotel bintang
2 Hotel melati
3 Kolam renang 1 1 1 1 100 1 1 100
4 Obyek wisata
5 Pasar 2 2 2 2 100
6 Terminal
7 Gedung pertunjukan
61
8 Gelanggang Olah Raga
9 Tempat Ibadah : Masjid 55 55 9 19 28 50 6 9 15 53
Gereja 1 1 1 1 100 1 1 100
……………..
10 Pondok Pesantren 2 2 2 2 100 1 1 50
11 Sarana kesehatan
- Rumah Sakit
- Puskesmas 1 1 1 1 100 1 1 100
- Puskesmas Pembantu 2 2 2 2 100 2 2 100
- Pokesdes/Polindes 6 6 6 6 100 5 5 83
12 Pangkas rambut 2 2 1 1 50 1 1 100
13 Salon 8 8 6 6 75 4 4 66
14 Panti pijat
15 Industri
16 Institusi : Kantor 12 12 10 4 14 100 9 2 11 78
SD 31 31 14 11 25 80 14 10 24 96
SLTP 4 4 3 0 3 75 3 0 3 100
SLTA 3 3 1 2 3 1 1 1 2 66
PT
…………………
17 Pengelola TTU dikursus
Tabel Laporan Kegiatan Penyehatan Lingkungan Puskesmas Gandusari s/d tribulan II 2014
62
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, from: http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf
Kesehatan Lingkungan. 2009. Penyakit Berbasis Lingkungan, from:http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/10/penyakit-berbasis-lingkungan.html
63
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga BerencanaBAB 1
PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang Masalah
Setiap harinya terdapat 800 wanita di dunia meninggal saat hamil maupun
melahirkan. Dari seluruh kematian ibu tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. Terdapat 289.000 kasus kematian ibu di dunia pada tahun 2013. Kematian
ibu ini lebih banyak terjadi di pedesaan, daripada di kota. Ibu usia muda lebih beresiko
daripada usia tua. (WHO. 2014)
Menurut data WHO, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 9.900 orang dari 4,5 juta keseluruhan kelahiran pada tahun 2014. Hal itu sama dengan 66 pesawat Boeing 737 seri 400 jatuh dan seluruh penumpangnya meninggal. (Detik. 2013)
Jumlah kematian ibu secara nasional setiap tahun terus bertambah, sebelumnya pada 2011 berjumlah 4.985 sedangkan pada 2014 mencapai 5.118. Hal ini senada dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2014, angka kematian ibu meroket dari 228 pada 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Angka ini masih terbilang jauh dari target Target
MDGs yaitu angka kematian ibu yaitu 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Penyebab paling sering kematian ibu di dunia yang dilansir WHO pada 2014 paling banyak adalah karena perdarahan, kemudian disusul dengan infeksi. Penyebab ini sebenarnya dapat dicegah.( WHO. 2014) Kondisi ini diperburuk dengan masih tingginya kehamilan dengan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering dan terlalu banyak) sebanyak 62,7 %.
Faktor lainya disebabkan penderita anemia pada penduduk usia 15-24 tahun masih tinggi mencapai 18,4 persen. Usia perkawinan dini sebesar 46,7 persen dan angka kelahiran remaja umur 15-19 tahun sebesar 48 per 1000. Serta kebutuhan pelaynan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi sebesar 8,5 persen.
Kepala BKKBN, Prof dr Fasli Jalal, PhD mengatakan ada kaitan antara pertumbuhan laju penduduk dengan angka kematian ibu.
64
Mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat, program keluarga berencana dapat menjadi salah satu pintu keluar untuk mengurangi angka kematian ibu.
Angka Kematian Bayi pada data SDKI 2014 mencapai 160.681 anak. Sedangkan pada 2013 AKB ini mencapai 32 per 100 ribu kelahiran hidup. SDKI 2014 menemukan bahwa terdapat 40 kematian bayi di pedesaan per 1.000 kelahiran hidup, yang bila kita bandingkan dengan angka kematian kota merupakan jumlah yang tinggi, yakni hanya 26 kematian per 1.000 kelahiran anak.
Penyebab kematian bayi baru lahir (neonatal) di Indonesia adalah asfiksia 27 %, komplikasi pada bayi baru lahir rendah 29 %, tetanus neonatorum 10 %, masalah pemberian makanan 10 %, infeksi 5 %, gangguan hematologik 6 %, dan lain-lain 13 %. Masalah ini sebenarnya dapat dicegah dengan mengoptimalkan masa kehamilan dan meakukan proses persalinan yang aman.
Masyarakat harus menjadikan kehamilan sebagai investasi. Untuk itu, untuk menghasilkan generasi yang baik membutuhkan perhatian lebih mulai dari gizi ibu dan anak di dalam kandungan sampai proses pemulihan pasca melahirkan dan pertumbuhan anak.
3.2 Permasalahan di Masyarakat
Masih adanya kasus kematian bayi, meningkatnya jumlah ibu hamil dengan
resiko tinggi, masih ada jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga non-kesehatan,
serta adanya jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah, dan permasalahan yang
lainnya membuat kegiatan program KIA dan KB merupakan hal pokok yang masih perlu
menjadi perhatian serius.
3.3 Tujuan
3.3.1 Tujuan Umum
a. Menurunkan angka kematian ibu dan anak
b. Pemberdayaan masyarakat dalam deteksi dini Bumil dan Balita
c. memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA-KB secara
efektif dan efisien
65
3.3.2 Tujuan Khusus
a. pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta
menjangkau seluruh sasaran,
b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan
oleh tenaga kesehatan secara berangsur,
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi atau komplikasi kebidanan baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penganan dan
pengamatannya secara terus menerus,
d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan
secara terus menerus oleh tenaga kesehatan,
e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan
menjangkau seluruh sasaran,
f. Peningkatan pelaksanaan kegiatan pelayanan keluarga berencana (KB).
3.4 Hasil dan Analisis Kegiatan
Hasil pelaksanaan kegaiatan pembinaan kesehatan keluarga di Puskesmas
Gandusari bulan Januari sampai dengan Juli 2014 dapat diuraikan sebagai berikut :
3.4.1 Jumlah Kematian Ibu dan Kematian Bayi
Dari 147 jumlah kelahiran hidup yang ada, tidak didapatkan kematian Ibu di
Puskesmas Gandusari pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, sedangkan
kematian bayi masih tercatat sebanyak 4 kasus. Secara rinci Kecenderungan Jumlah
Kematian Ibu dan Kematian Bayi di wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei -
Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Kecenderungan Jumlah Kematian Ibu dan Kematian Bayi di Puskesmas
Gandusari Bulan Januari – Juni 2014
Bulan Kelahiran Hidup Kematian Ibu Kematian Bayi
Mei 2014 49 0 3
Jun 2014 37 0 0
Juli 2014 34 0 1
Agust 2014 27 0 0
Jumlah 147 0 4
66
3.4.2 Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil (K1) di Puskesmas Gandusari Mei-Agustus
2014 rata-rata sebesar 28 % dan cakupan K4 rata-rata sebesar 29 %, dari 495 ibu
hamil yang tercatat. Pencapaian cakupan K1 dan K4 terbanyak pada Desa Wonoanti,
yaitu masing-masing sebesar 33% dan 42%. Secara rinci distribusi frekuensi
Cakupan K1 dan K4 per Desa di wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei -
Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Cakupan K1 dan K4 per Desa di Puskesmas Gandusari
Bulan Mei - Agustus 2014
Desa
Mei - Agustus 2014
Jumlah
Bumil
Cakupan
K1
Presentase
(%)
Cakupan
K4
Presentase
(%)
Gandusari 102 29 28 22 22
Ngrayung 68 18 26 17 25
Jajar 45 11 24 11 24
Wonorejo 75 17 23 18 24
Sukorejo 136 39 29 45 33
Wonoanti 69 23 33 29 42
Jumlah 495 137 28 142 29
Gandusari Ngrayung Jajar Wonorejo Sukorejo Wonoanti0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jumlah BumilCakupan K1Cakupan K4
Grafik 3.1 Cakupan K1 dan K4 per Desa di Puskesmas Gandusari Mei - Agustus 2014
3.4.3 Prevalensi Ibu Hamil Risiko Tinggi (Bumil Risti)
67
Jumlah ibu hamil risiko tinggi bulan Mei sampai Agustus tahun 2014 terdeteksi
sebanyak 26 orang (38%) dari 69 ibu hamil yang ada. Prevalensi bumil risti terendah
terdapat di Desa Jajar sebanyak 8 orang dan tertinggi di Desa Sukorejo yaitu sebanyak
56 orang. Desa Jajar dan Wonorejo memenuhi standar prevalensi bumil risti yang
ditetapkan yaitu kurang dari 20% . Secara rinci distribusi frekuensi bumil Risti di
wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei - Agustus 2014 dapat dilihat pada
tabel dan grafik berikut:
Tabel 3.3 Distribusi Ibu Hamil Resiko Tinggi per Desa di Wilayah Kerja Puskesmas
Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014
Gandusari Ngrayung Jajar Wonorejo Sukorejo Wonoanti0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Jumlah BumilBumil Risti
Desa
Mei - Agustus 2014
Jumlah
BumilBumil Risti
Presentase
(%)
Gandusari 102 27 26
Ngrayung 68 16 24
Jajar 45 8 18
Wonorejo 75 12 16
Sukorejo 136 56 41
Wonoanti 69 26 38
Jumlah 495 145 30
68
Grafik 3.2 Distribusi bumil risti per desa di wilayah puskesmas gandusari Mei -
Agustus 2014
69
3.4.4 Prevalensi Ibu hamil dengan Hb < 11 gr%.
Jumlah Ibu hamil dengan Hb < 11gr% diwilayah Puskesmas Gandusari pada bulan
Mei - Agustus 2014 sebanyak 6 orang (1%). Secara rinci distribusi frekuensi Ibu
Hamil dengan Hb < 11gr% per Desa di wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei
- Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Hb < 11gr% per Desa di Wilayah
Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014
Gandusar
i
Ngrayu
ngJaj
ar
Wonorejo
Suko
rejo
Wonoanti
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Series 3Jumlah Bumil
Grafik 3.3 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Hb < 11gr% per Desa di Wilayah
Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014
Desa
Mei - Agustus 2014
Jumlah
Bumil
Bumil dg Hb
< 11 gr%
Presentase
(%)
Gandusari 102 0 0
Ngrayung 68 0 0
Jajar 45 1 2
Wonorejo 75 0 0
Sukorejo 136 5 4
Wonoanti 69 0 0
Jumlah 495 6 1
70
3.4.5 Pertolongan Persalinan
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan selama bulan Mei -
Agustus 2014 sebanyak 151 orang dari 472 Ibu bersalin seluruhnya (cakupan
persalinan oleh Nakes sebesar 32%). Secara rinci distribusi frekuensi pertolongan
persalinan oleh Nakes per desa di wilayah Puskesmas Gandusari pada Mei - Agustus
2014 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :
Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Pertolongan Persalinan Nakes per Desa di Wilayah
Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014
Gandusar
i
Ngrayu
ngJaj
ar
Wonorejo
Suko
rejo
Wonoanti
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Persalinan oleh NakesSeries 1
Grafik 3.4 Distribusi frekuensi pertolongan persalinan nakes per desa diwilayah
puskesmas gandusari bulan Mei - Agustus 2014
3.4.6 Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2)
Desa
Mei - Agustus 2014
Jumlah
Bulin
Persalinan
oleh Nakes
Presentase
(%)
Gandusari 97 28 29
Ngrayung 63 15 24
Jajar 43 8 19
Wonorejo 74 23 31
Sukorejo 129 45 35
Wonoanti 66 32 48
Jumlah 472 151 32
71
Jumlah kunjungan Neonatus pertama (KN1) di Puskesmas Gandusari Mei - Agustus
2014 sebanyak 147 orang (33%), dan kunjungan Neonatus kedua (KN2)
menunjukkan angka yang sama. Secara rinci distribusi frekuensi cakupan kunjungan
Neonatus pertama dan kedua (KN1 dan KN2) per Desa di Wilayah Kerja Puskesmas
Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Cakupan KN1 dan KN2 per Desa di Wilayah Kerja
Puskesmas Gandusari Bulan Mei - Agustus 2014
Gandusari Ngrayung Jajar Wonorejo Sukorejo Wonoanti0
20
40
60
80
100
120
140
Jumlah BayiJumlah KN1 Jumlah KN2
Gafik 3.5 Distribusi frekuensi cakupan KN1 dan KN2 per desa diwilayah
puskesmas gandusari bulan Mei - Agustus tahun 2014
3.4 Kesimpulan
Desa
Mei - Agustus 2014
Jumlah
Bayi
Jumlah
KN1 (%)
Jumlah
KN2(%)
Gandusari 92 27 29 27 27
Ngrayung 60 15 25 15 15
Jajar 38 8 21 8 8
Wonorejo 68 22 32 22 22
Sukorejo 121 44 36 44 44
Wonoanti 61 31 51 31 31
Jumlah 440 147 33 147 33
72
Dalam pelaksanaan program KIA –KB di puskesmas Gandusari bulan Mei sampai
Agustus tahun 2014 didapatkan beberapa data yang perlu kita garis bawahi yaitu masih
adanya kematian bayi dan prosentase ibu hamil dengan resiko tinggi yang masih di atas batas
standar. Sedangkan pada program yang lain, seperti cakupan K1 dan K4 ibu hamil,
pertolongan persalinan, kunjungan neonatal telah memenuhi target yang ada. Dengan
demikian daat disimpulkan bahwa program KIA-KB di Puskesmas Gandusari pada bulan Mei
- Agustus 2014 telah berhasil memenuhi target program yang ada.
Dalam pencegahan Kematian ibu dan bayi, puskesmas memiliki peranan penting
dalam mendeteksi dan memberikan penanganan awal. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya para kader dalam mendeteksi resiko
tinggi dalam kehamilan. Meningkatkan pengetahuan para kader di tiap desa merupakan
langkah penting yang dapat dilakukan. Diharapkan para kader dapat menularkan pengetahuan
yang mereka miliki kepada masyarakat mengenai deteksi dini resiko tinggi dalam kehamilan
serta pertolongan persalinan yang aman.
Kelas ibu hamil yang telah dilaksanakan di tiap Desa memberikan peran penting
dalam meningkatkan wawasan ibu hamil, sehingga mereka dapat mengenal tanda-tanda
bahaya yang mungkin terjadi serta membantu mereka memilih metode persalinan yang aman
sesuai kondisi masing-masing. Diharapkan hal ini nantinya dapat mengurangi keterlambatan
dalam penanganan penyulit dalam kehamilan dan persalinan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Depkes.2011. Pedoman kemitraan bidan dukun. Retrieved 20 Mei 2014, from
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/12/
PEDOMAN-KEMITRAAN-BIDAN-DUKUN.pdf
Depkes.2014. Buku pedoman bidan koordinator. Retrieved 20 Mei 2014, from
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2014/02/Buku-
Pedoman-Bidan-Koordinator.pdf
Puskesmas Gandusari. 2011. Laporan Evaluasi Tahunan Puskesmas Gandusari 2011.
Hasanbasri.2009. Jurnal kesehatan program ibu dan anak di puskesmas studi fungsi dinas
kesehatan dikeerom papua. Retrieved 20 Mei 2014, from file:///E:/JURNAL
%20KESEHATAN%20%20%20PROGRAM%20KESEHATAN%20IBU%20DAN
%20ANAK%20DI%20PUSKESMAS%20STUDI%20FUNGSI%20DINAS
%20KESEHATAN%20DI%20KEEROM%20PAPUA%20%C2%AB%20Referensi
%20Kesehatan.htm
SMF,Obgyn. 2011. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kebidanan dan kandungan.Surabaya.
Unifersitas Airlangga pers.
74
Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi MasyarakatBAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, masalah gizi khususnya bagi balita menjadi masalah besar
karena berkaitan erat dengan indikator derajad kesehatan umum seperti angka
kesakitan dan angka kematian. Hal tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penanggulangannya tidak hanya dapat dilakukan dengan hanya pendekatan medis
dan pelayanan kesehatan, namun juga erat kaitannya dengan kemiskinan, masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat.
Sekitar 37,3 juta penduduk di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan,
separuh dari total rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-
hari, lima juta berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk beresiko terhadap
berbagai masalah kurang gizi. (Supariasa, 2001). Salah satu usaha untuk meningkatkan
derajad kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan status gizi
seluruh anggota keluarga dengan dukungan
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals
(MDGs), menegaskan bahwa tahun 2015 setiap Negara sudah harus bias menurunkan
kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Salah satu tujuan dari
MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita sebesar 20% setiap
tahunnya.
Prevalensi gizi buruk balita cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Secara
nasional, pada tahun 2008 sebanyak 110 kabupaten di Indonesia mempunyai peningkatan
prevalensi gizi buruk sebesar 30%, yang menurut World Health Organization (WHO)
dikelompokkan sangat tinggi. Hal tersebut terbukti dengan masih banyaknya kasus balita
dengan gizi buruk di Jawa Timur pada umumnya, Trenggalek pada khususnya.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Anwar, 2006 di Lombok Timur yang
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan
status gizi balita. Ibu dengan pengetahuan gizi rendah beresiko lebih tinggi memliki
balita gizi buruk dibandingkan dengn ibu berpengetahuan gizi baik. (Anwar, 2006). Oleh
karena itu, diharapkan dengan adanya berbagai kegiatan mengenai masalah gizi yang
telah dilaksanakan oleh staff Puskesmas Gandusari dapat menunjang tercapainya derajad
75
kesehatan masyarakat yang sadar betul akan pentingnya gizi dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada
laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keadaan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Gandusari?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Gandusari?
3. Bagaimana hasil kinerja petugas Puskesmas Gandusari terhadap pelaksanaan
program gizi di wilayah kerja Puskesmas Gandusari?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran status gizi balita dan hasil kinerja petugas puskesmas di
wilayah kerja Puskesmas Gandusari.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memudahkan petugas dalam analisis data status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Gandusari
b. Untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil dalam pelaksanaan
kegatan berikutnya
c. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Trenggalek tentang status gizi masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Gandusari
76
BAB 2
ANALISIS DATA
2.1 Data Geografi
a) Puskesmas Gandusari merupakan salah satu puskesmas di wilayah Kecamatan
Gandusari dengan batas wilayah :
Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Karangan
Sebelah Timur : Wilayah kerja Puskesmas Karanganyar
Sebelah Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Kampak
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Kampak
b) Wilayah kerja Puskesmas Gandusari sebagian besar terdiri dari dataran rendah
(daerah pertanian dan pedesaan) dan sebagian kecil daerah pegunungan yang terdiri
dari
Desa : 6 Desa (Desa Gandusari, Desa Wonoanti, Desa
Jajar, Desa Sukorejo, Desa Wonorejo, Desa
Ngrayung)
Dukuh : 29 pedukuhan
RW : 80 RW
RT : 217 RT
2.2 Data Demografi
Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Gandusari pada tahun 2011 sebanyak 30.678 jiwa
yang terbagi laki-laki sebanyak 15.026 jiwa dan perempuan sebanyak 15.652 jiwa.
Secara rinci jumlah penduduk perdesa dan menurut golongan umur dapat diuraikan
sebagai berikut:
77
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Tiap Desa tahun 2011
DESA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH PENDUDUK
GANDUSARI 3,153 3,285 6,438
NGRAYUNG 2,038 2,123 4,161
JAJAR 1,423 1,482 2,905
WONOREJO 2,263 2,357 4,620
SUKOREJO 4,031 4,199 8,230
WONOANTI 2,118 2,206 4,324
JUMLAH 15,026 15,652 30,678
Tabel 2.2 Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Menurut Golongan
Umur Tahun 2011
UMUR L P JML
0 - 1 Th 310 329 639
1 - 4 Th 1,042 1,107 2,149
5 - 9 Th 1,611 1,711 3,322
10 - 14 Th 1,493 1,586 3,079
15 - 19 Th 1,492 1,584 3,076
20 - 24 Th 1,368 1,453 2,821
25 - 29 Th 1,187 1,261 2,448
30 - 34 Th 1,133 1,204 2,337
35 - 39 Th 1,013 1,077 2,090
40 - 44 Th 884 939 1,823
45 - 49 Th 741 787 1,528
50 - 54 Th 647 687 1,334
55 - 59 Th 567 603 1,170
> 60 Th 1,388 1,474 2,862
JML 14,876 15,802 30,678
78
0 - 1 TH 1 - 4 TH5 - 9 TH
10 - 14 TH
15 - 19 TH
20 - 24 TH25 - 29 TH
30 - 34 TH
35 - 39 TH
40 - 44 TH
45 - 49 TH50 - 54 TH
55 - 59 TH> 60 TH
DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN GOLONGAN UMUR
Diagram 2.1 Distribusi Penduduk berdasarkan Golongan Umur Tahun 2014
Adapun distribusi balita tiap desa pada tahun 2014 dapat digambarkan dalam Pie
Diagram sebagai berikut:
Gandusari Ngrayung Jajar Wonorejo Sukorejo Wonoanti
0
100
200
300
400
500
600
700
438
285195
322
587
298
DISTRIBUSI BALITA BERDASARKAN DESA TAHUN 2014
DISTRIBUSI BALITA BERDASARKAN DESA
Diagram 2.2 Distribusi Balita Berdasarkan Desa Tahun 2014
79
BAB 3
PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan program gizi Puskesmas Gandusari tahun 2011 adalah sebagai berikut :
3.1 Penimbangan Bulanan
Bentuk kegiatan : Penimbangan dan pencatatan status gizi balita setiap bulan di
posyandu
Tujuan :
a. Untuk mengetahui jumlah balita yang mempunyai KartuMenuju Sehat (KMS)
b. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan penimbangan setiap
bulan
c. Untuk mengetahui kelangsungan penimbangan setiap bulan
d. Untuk mengetahui pencapaian program setiap bulan
e. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita setiap bulan
f. Untuk mengetahui keadaan status gizi balita
Sasaran : Semua balita usia 0-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Gandusari
Pencapaian :
Pencapaian penimbangandari seluruh desa :
Balita yang mempunyai KMS (K/S) : 94,23 %
Partisipasi masyarakat (D/S) : 77,52 %
Kelangsungan penimbangan (D/K) : 82,27 %
Pencapaian penimbangan (N/D) : 61,80 %
Pencapaian program (N/S) : 47,91 %
Bawah garis merah (BGM) : 2,75%
Tempat : Ds Gandusari ada 6 posyandu
Ds. Ngrayung ada 5 posyandu
Ds. Jajar ada 3 posyandu
Ds. Wonorejo ada 5 posyandu
Ds. Sukorejo ada 8 posyandu
Ds. Wonoanti ada 7 posyandu
Pelaksana : Tim Posyandu
Sumber Dana : -
Penanggung jawab: Kepala Puskesmas
80
2.1 Penanggulangan Gizi
2.1.1 Pemberian Vitamin A
Bentuk kegiatan :
Pemberian paket pertolongan gizi dengan pemberian vit A berwarna biru
100.000IU untuk anak umur 6 s/d 11 bulan
Pemberian paket pertolongan gizi dengan pemberian vit A warna merah
200.000IU pada balita umur 12 s/d 60 bulan termasuk anak TK
Tujuan :
Mencegah timbulnya kekurangan vit A pada balita
Membantu daya tahan tubuh
Meningkatkan cakupan pemberian vit A
Sasaran :
Bayi umur 6 s/d 11 bulan berwarna biru
Anak umur 12 s/d 60 bulan berwarna merah
Sumber Dana : Droping dari Dinkes
Waktu : Bulan Februari dan Agustus
Pelaksana : Tim Posyandu
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2.1.2 Penanggulangan Anemia
Bentuk kegiatan : Pemberian tablet Fe
Tujuan :
Mencegah anemia pada ibu hamil dan CPW
Menurunkan angka kelahiran bayi yang BBLR
Meningkatkan cakupan Fe pada ibu hamil
Sasaran : Semua ibu hamil di wilayah Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Bidan
Sumber dana : Droping dari Dinkes
81
2.2 Pojok Gizi
Bentuk kegiatan :
Memberikan penyuluhan kepada pengunjung puskesmas yang memerlukan
Memberikan penyuluhan kepada pasien rawat inap
Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan gizi di puskesmas dalamrangka upaya
perbaikan gizi masyarakat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan dasar di
posyandu
Tujuan Khusus :
Pengunjung puskesmas memperoleh informasi akurat tentang status gizi
Pengunjung puskesmas memperoleh pelayanan konseling gizi yang sesuai
dengan kondisi gizinya
Pengunjung puskesmas memperoleh tindakan gizi sesuai dengan yang
dibutuhkan
Sasaran : Semua pengunjung puskesmas yang memerlukan pelayanan
gizi baik rawat jalan maupun rawat inap.
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Petugas gizi
Waktu : Setiap hari
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2.3 Pemantauan Status Gizi Balita / PSG
Bentuk kegiatan : Pemantauan status gizi balita melalui penimbangan di
Posyandu
Tujuan :
Mengetahui status gizi balita
Memperoleh gambaran status gizi balita : gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi
buruk dari seluruh balita yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
Sasaran : Semua balita yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
Tempat Pelaksanaan : Di Posyandu wilayah Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Pelakana Gizi
Anggaran : Dana Bansos
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
82
2.4 Monitoring Garam
Bentuk garam : Pemeriksaan sampel garam pada anak Sekolah Dasar di
wilayah Puskesmas Gandusari
Tujuan : Mengetahui bwalitas garam pada masyarakat melalui garam
yang dibawa anak dari rumah
Sasaran : Anak Sekolah Dasar Kelas IV, V, VI di SD
Pelaksana : Petugas gizi dan Petugas UKS
Sumber Dana : DAU 2014
2.5 Palpasi Gondok
Bentuk kegiatan : Pemeriksaan gondok pada anak Sekolah Dasar Kelas 1
dengan cara palpasi
Tujuan :
Mengetahui tingkat pembesaran kelenjar gondok
Mengetahui jumlah anak yang terkena pembesaran gondok
Mengetahui prestasi belajar anak yang terkena pembesaran kelenjar gondok
Sasaran : Anak Sekolah Dasar Kelas 1
Tempat Pelaksanaan : SDN 01 Gandusari
SDN 03 Ngrayung
SDN 01 Jajar
SDN 01 Wonorejo
SDN 02 Sukorejo
SDN 03 Wonoanti
Pelaksana : Petugas Gizi dan Petugas UKS
Penanggung Jawab : Kepala Puskesmas
Sumber Dana : DAU 2014
83
2.6 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita
Bentuk kegiatan : Pemberian makanan tambahan apda balita berupa susu
bendera dan Mineral
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki status gizi balita
Memberikan makanan tambahan untuk memulihkan status gizi balita
Sasaran : Balita Gakin dan Non Gakin
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Gandusari
Sumber Dana : APBD I / Droping dari Dinkes
Waktu pelaksanaan : Oktober, Nopember, Desember
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
Data : Terlampir
2.7 Survey Kadarsi
Bentuk kegiatan : Wawancara langsung dengan ibu balita yang menjadi sample
di desa yang telah ditentukan
Tujuan umum : Terbentuknya keluarga sadar gizi melalui proses
pendampingan
Tujuan Khusus :
Supaya orang tua membawa balitanya ke Posyandu
Memberikan ASI ekklusif sampai 6 bulan
Makan aneka ragam makanan
Menggunakan garam beryodium
Minum suplemen gizi bagi balita, ibu hamil, dan ibu nifas
Sasaran : Balita, ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
yang menjadi sample
Tempat Pelaksanaan : Desa Gandusari
Desa Ngrayung
Desa Jajar
Desa Wonorejo
Desa Sukorejo
Desa Wonoanti
Sumber dana : DAU
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
84
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS KEGIATAN
4.1 Hasil Kegiatan Penimbangan Bulanan
Tabel 4.1 Hasil Kegiatan Pemantauan Pertumbuhan pada Juni dan September 2014
NO VARIABEL Ket.
PENCAPAIAN TARGET%
Juni 2014(%)
Sept 2014(%)
TREND
1.2.3.4.5.
Balita yang mempunyai KMSPartisipasi masyarakatKelangsungan penimbanganPencapaian penimbanganPencapaian program
: K/S: D/S: D/K: N/D: N/S
94,5390,0695,2865,4258,93
94,1690,1695,7569,0862,28
100801007070
Keterangan :Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui dari pemantauan pertumbuhan berdasarkan penimbangan bulanan selama satu tahun adalah :
- K/S terjadi penurunan sebesar 0,37% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- D/S terjadi peningkatan sebesar 0,10% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- D/K terjadi peningkatan sebesar 0,47% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- N/D terjadi peningkatan sebesar 3,66% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- N/S terjadi peningkatan sebesar 3,35% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita pada Juni dan September 2014
N VARIABEL PENCAPAIAN
85
O Juni 2014(%)
Sept 2014(%) TREND
1.2.3.4.
Gizi LebihGizi BaikGizi KurangGizi Buruk
0,00793,930,0470,007
0,00893,330,0540,005
Keterangan :Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil
penimbangan dari Bulan Januari s/d Desember 2011 ialah :
- Gizi lebih terjadi peningkatan 0,001% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi baik terjadi penurunan 0,60% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi kurang terjadi peningkatan 0,007% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi buruk terjadi penurunan 0,002% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
4.2 Hasil Kegiatan Penanggulangan Gizi4.2.1Hasil Kegiatan Pemberian Vit. A
Tabel 4.3 Hasil Pencapaian Vit. A Tahun 2014
NO VARIABEL
2014Target
SasaranPencapai
an1.2.
Vit. A merah (Balita)Vit. A biru (anak)
1386 (80%)442 (80%)
1630 (94%)164 (9,47%)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pencapaian pemberian vitamin A merah pada tahun 2014 mencapai target sasaran, yaitu melebihi 80% balita di puskesmas Gandusari.
4.2.2Hasil Kegiatan Penanggulangan AnemiaTabel 4.4 Penanggulangan Fe pada Ibu Hamil Juni – September 2014
NO VARIABEL PENCAPAIAN ( Orang )
86
Juni 2014
Juli 2014
Agust
2014
Sept 2014
1. Fe 90 tablet 37 30 37 27
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil penanggulangan anemia dengan pemberian Fe 90 tablet pada ibu hamil paling banyak diberikan pada bulan Juni dan Agustus 2014.
87
4.3 Hasil Distribusi TTDTabel 4.5 Distribusi TTD Tahun 2014
No. Variabel Jumlah
Tahun 2014
1 Jumlah Catin diperiksa62
2 Jumlah Catin dengan Hb > 12 gr %40
3 Jumlah Catin dengan Hb < 12 gr %22
4Jumlah Catin dengan Hb > 12 gr % yg beli TTD
56
5Jumlah Catin dengan Hb < 12 gr % yg beli TTD
6
6 Jumlah WUS beli TTD : a Remaja Putri /anak sekolah 0 / 8
b Pekerja wanita0
c WUS lain0
d Catin beli TTD62
e. TTD mandiri BPS0
7Jumlah Sekolah yang memberikan TTD Mandiri
4
( SLTP dan SLTA )
8Pondok Pesantren yg memberikan TTD Mandiri 0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 62 orang (100%) calon engantin yang diperiksa mendapatkan imunisasi Tetanus.
88
4.4 Hasil Kegiatan Pojok GiziTabel 4.6 Pojok Gizi Juni – September 2014
NO. Kelompok Pengunjung
Jumlah Pengunjung
Juni 2014
Juli2014
Agust 2014
Sep 2014
1 Gizi Baik 0 0 0 0
2 Gizi Lebih 0 0 0 0
3 Kurang Energi Protein 11 9 7 3
4 Darah Tinggi 37 38 37 44
5 Diabetes Melitus 9 15 11 12
6 Lain - Lain (sebutkan) :
Thypoid11 12 12 16
GE5 3 2 3
DHF0 1 0 0
Pneomunia0 0 0 0
Stroke1 0 0 0
TB Paru0 2 1 1
CPW6 3 0 7
Hamil6 2 1 5
Asam urat1 7 5 6
Anemia0 1 0 0
Struma1 0 0 0
Gastritis 7 13 17 27
JUMLAH 88 106 93 124
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pengunjung pojok gizi terbanyak pada bulan September 2014, sedangkan jumlah pengunjung pojok gizi terendah pada Juni 2014.
89
90
4.5 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadar Gizi tiap Desa Tabel 4.7 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadar Gizi tiap
Desa tahun 2014
NO NAMA DESADiperik
saBB
S.KURANGBB
KURANG BB NORMAL BB LEBIH ( L+P ) n % n % N % n %1 GANDUSARI 407 4 0,9 21 5,1 380 93,2 3 0,82 NGRAYUNG 252 3 1,0 11 4,2 238 94,5 1 0,43 JAJAR 183 1 0,5 12 6,4 170 92,7 1 0,44 WONOREJO 314 2 0,6 20 6,3 291 92,7 1 0,55 SUKOREJO 511 2 0,3 24 4,6 483 94,4 3 0,66 WONOANTI 247 0 0,0 12 4,8 233 94,4 2 0,8
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari hasil survey tersebut, di desa Wonoanti, tidak terdapat balita dengan berat badan sangat kurus pada tahun 2014.
Tabel 4.8 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi dan Kadar Gizi per Desa di Wilayah Kerja
Puskesmas Gandusari pada Tahun 2014
PENCAPAIANK / S D / K D / S N / S
( % )( % ) ( % ) ( % )Gandusa
ri97,4 93,6 71,8 91,1
Ngrayung
92,5 93,6 69,2 86,6
Jajar 98,5 93,4 70,0 92,0
Wonorejo
97,6 97,7 72,6 95,4
Sukorejo 90,3 94,2 73,0 85,0
Wonoanti
90,8 89,3 72,9 81,1
Jumlah 97,4 93,6 71,8 91,1
Target 100% 100% 80% 70%
91
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2014 dari hasil survey cakupan tertinggi untuk balita yang mempunyai KMS (K/S) adalah desa Jajar. Cakupan tertinggi untuk pencapaian program (N/S) adalah desa Wonorejo.
92
BAB 5KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan program Gizi di puskesmas Gandusari pada bulan Mei sampai
September tahun 2014 didapatkan beberapa data yang perlu kita garis bawahi yaitu Balita yang memiliki KMS (K/S) masih belum mencapai target, yaitu 94,16% pada September 2014. Kelangsungan penimbangan (D/K) mencapai 90,16% dari target keseluruhan. Pencapaian penimbangan (N/D) dan pencapaian program (N/S) sedikit di bawah target, yaitu masing- masing 69,08% dan 62,28% dari target 70%. Namun demikian, partisispasi masyarakat (D/S) jauh melebihi target, yaitu 94,16% dari target 80%.
Upaya meningkatkan cakupan K/S dapat dilakukan dengan cara pendataan secara berkala terhadap bayi baru lahir mengenai kepemilikan KMS. Upaya meningkatkan cakupan D/S dan N/D dapat dilakukan dengan mengadakan bulan penimbangan serta kunjungan ke sekolah taman kanak-kanak (TK), revitalisasi posyandu serta meningkatkan penyuluhan tentang aneka ragam makanan. Untuk meningkatkan cakupan N/S perlu adanya kerjasama yang kompak dalam melakukan posyandu, baik dari petugas puskesmas maupun para kader.
Balita dengan gizi lebih mengalami peningkatan sebesar 0,001% pada bulan September dibandingkan Juni 2014. Sedangkan balita dengan gizi buruk mengalami penurunan sebesar 0,002%.
Terjadinya peningkatan balita gizi lebih di wilayah Puskesmas Gandusari dikarenakan pengetahuan masyarakat yang kurang benar mengenai gizi yang baik untuk balita, sehingga pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Serta asumsi masyarakat yang masih keliru bahwa gizi lebih berarti baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan mengenai gizi dan pola makan balita sehat terhadap tiap warga desa.
Masih adanya balita gizi buruk di wilayah Puskesmas Gandusari bukan masalah yang mudah dituntaskan. Penesuaian PMT pemulihan sebaiknya dilakukan, dengan memertimbangkan kesukaan makanan ataupun susu
93
balita gizi buruk. Hal ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peningkatan berat badan balita gizi buruk . Namun demikian, usaha pemberian PMT ini telah menunjukkan hasil yang cukup membangggakan,, dengan turunnya angka balita gizi buruk pada Juni-September 2014.
94
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2006. Program Kesehatan Gizi di Puskesmas. Diambil pada tanggal 20 Mei 2014. Diambil dari repository.usu.ac.id/bitstream
Suhardjo. 2003. Masalah Kesehatan Gizi di Indonesia. Diambil pada tanggal 22 Mei 2014. Diambil dari 2014 www.pkpu.or.id/berita.php?id.=19&no=131
Supariasa. 2001. Upaya Perbaikan Gizi Buruk di Indonesia. Diambil pada tanggal 20 Mei 2014.Diambil dari digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-15169-Chapter1-189328.pdf /123456789/31806/5/Chapter%20I.pdf
Puskesmas Gandusari. 2011. Laporan Tahunan Puskesmas Gandusari Tahun 2011.
Puskesmas Gandusari. 2014. Laporan Bulanan Kesehatan Gizi Bulan Januari-April Puskesmas Gandusari Tahun 2014.
95
Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit MenularBAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut telah
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu
dengan menempatkan Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya
kesehatan tingkat pertama.
Puskesmas wajib melaksanakan Program Pokok yang bersifat nasional dan
program tambahan yang bersifat lokal sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan
wilayah kerjanya. Fungsi Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan
terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang
melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk
masyarakat yang berada di wilayah tersebut (Depkes, 1999).
Puskesmas tidak hanya berperan sebagai sarana pelayanan kesehatan yang bersifat
menyembuhkan penyakit (kuratif) saja, namun juga melalui pendekatan, pemeliharaan
dan peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan
(Depkes, 1999).
Mengingat pentingnya peran Puskesmas, maka Puskesmas di tuntut untuk bekerja
secara optimal sesuai dengan tugas dan program-program yang sudah ditentukan. Salah
satu bentuk pertanggungjawaban dari Puskesmas terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan adalah mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular di wilayah kerjanya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat
96
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mencegah dan menurunkan terjadinya penularan penyakit.
2. Menurunkan angka kesakitan, kematian dan lain-lain akibat penyakit menular
dalam usaha perbaikan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
3. Memutuskan mata rantai penularan penyakit melalui tindakan terhadap
lingkungan penular (vektor) penyakit dan manusia (imunisasi, pengobatan,
penyuluhan dan lain-lain).
97
BAB 2
JENIS PROGRAM
Kegiatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Puskesmas
Gandusari tahun 2014 adalah sebagai berikut :
2.1. Program Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit (Siregar & Matondang, 2005). Program imuniasi
merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal ini terbukti
dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara lain sejak
pertengahan abad ke-20. Di Indonesia sejak tahun 1990, cakupan imunisasi dasar
atau yang disebut dengan Universal Child Immunization (UCI) telah mencapai lebih
dari 90% (Ranuh, 2005).
Tanpa imunisasi kira – kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena
penyaki campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit batuk
rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akanmeninggal karena penyakit tetanus. Dan dari
setip 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio.imunisasi akan dilakukan
dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit –
penyakit tertentu. Walau pun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini
telah tersedia dimasyarakat, tetapi tidak semua bayi telah di bawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap (UNICEF, 2007).
Program imunisasi di Puskesmas Gandusari dibagi 2 yaitu statis (di dalam
gedung), bersamaan dengan KIA dan dinamis (di luar gedung), bersamaan dengan
posyandu. Sasaran bayi umur 0-11 bulan, ibu hamil, calon pengantin wanita, murid
SD kelas I s/d kelas III.
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi
cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang
hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri (Siregar &
Martondang, 2005).
98
2.1.1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada dasarnya,
untuk mencapai cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes perihal imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan tetap disetujui.
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0.05 ml dan untuk anak 0.1
ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
2.1.2.Hepatitis B
Program vaksinasi Hep B segera setelah lahir perlu lebih digalakkan
mengingat vaksinasi ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
1. Hep B-1 diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak
3.9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi
maternal ±45 %. Dosis 0.5ml secara i.m.
2. Hep B-2 diberikan dengan interval 4 minggu dari hep B-1 (saat bayi
berumur 1 bulan) dengan dosis 0.5 ml secara i.m
3. Hep B-3 diberikan dengan interval minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
hep B-3 diberikan 2-5 buln setelah hep B-2, yaitu umur 3-6 bulan dengan
dosis 0.5 ml secara i.m.
2.1.3.Polio
Polio-0 diberikan saat bayi baru lahir, karena Indonesia merupakan
daerah endemis polio. Untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4) interval di
antaranya tidak kurang dari 4 minggu, yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan dengan
dosis 2 tetes.
2.1.4.DPT
Diberikan sebanyak 3 kali pada bayi usia 2 – 11 bulan dengan selang
waktu 3 bulan. Reaksi normal adalah anak panas selama 1 – 2 hari setelah
imunisasi.
2.1.5.Campak
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0.5 ml secara
subkutan dalam pada umur 9 bulan. Efek samping berupa panas ±1 minggu
99
setelah penyuntikan, timbul bintik-bintik merah seperti campak ± 1 minggu
setelah penyuntikan. Dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada
saat masuk sekolah dasar atau usia 5-6 tahun (Hadinegoro, 2005).
2.2. Pemberantasan Penyakit yang Ditularkan Binatang
2.2.1.Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi
virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile
illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,
tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri
menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada
pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering
adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada
bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus,
petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,
yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita
dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini
terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi
yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
100
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada
hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan
nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera
disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal
tersebut
biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui
bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Definisi kasus DD/DBD
A. Secara Laboratoris
1. Presumtif Positif(Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi
perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien
berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue
infection.
2. Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens,
dan atau isolasi virus.
B. Secara Minis
Kasus DBD
1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
• uji tourniquet positif
• petekia, ekimosis, atau purpura
101
• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
• Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia < 100.00/pl
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat
Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
Sindroma Syok Dengue
Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :
• Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun
• Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah
Penatalaksanaan DBD
Penatalaksanaan DBD pada dasarnya bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter danperawat yang terampil,
sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah yang
senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat
bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di
pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong.
Kunci keberhasilan tatalaksana
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Cairan
yang dipakai dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline, Ringer Laktat, D5 Ringer
Laktat, D5 Ringer Asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul yang tinggi seperti
Plasma, Plasma pengganti (Dextran, Haess dll).
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan
102
hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis
hemoragik, hepatomegali, dan kegagalansirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD
terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan
observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis
DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari
peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-
rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi
penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma
dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat
sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan
penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat
dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit
kelas B dan A.
Pemberantasan DBD
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
& tidak terkendali, (3) Tidak adanya control vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue
dipengaruhi berbagai factor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Prinsip dasar pemberantasan DBD yaitu memutuskan rantai penularan DBD, yaitu
terhadap penderita, nyamuk dan orang yang peka.Tujuanumum menurunkan angka kesakitan
dan kematian karena DBD, serta mencegah/membatasi KLB atau wabah. Tujuan khususn
menurunkan insiden DBD non endemis < 10/100.000, di daerah endemis kurang dari
30/100.000 penduduk, menurunkan kematian < 2 %, meningkatkan angka bebas jentik (ABJ)
95 %, mencegah atau membatasi KLB atau wabah.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
103
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh:
o Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
o Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
o Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
o Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik, dan
bakteri
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan/fogging (dengan menggunakan
malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas
waktu tertentu. Memberikan bubuk abate(temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah
denganmengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,
menguras,menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik,menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,
menyemprotdengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa
jentik berkala,dll sesuai dengan kondisi setempat.
Penanggulangan laindilakukan di desa/kelurahan rawan, oleh petugas kesehatan dan
masyarakat untuk mencegah KLB dan membatasi penyebaran penyakit ke tempat lain.Jenis
kegiatan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut:
1. Desa/kelurahan rawan I (endemis) : 3 tahun berturt-turut ada kasus
104
a. Penyemprotan massal oleh petugas kesehatan sebanyak 2 siklus
dengan interval 1 minggu, sebelum musim penularan di sebagian atau
di seluruh wilayah desa.
b. Pemeriksaan jentik berkala (PJB) di rumah dan tempat-tempat umum
c. Penyuluhan kepada masyarakat
2. Desa/kelurahan rawan II (sporadis) : 3 tahun terakhir ada kasus tapi tidak setiap
tahun.
a. Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat-tempat umum
b. Penyuluhan kepada masyarakat
3. Desa/kelurahan rawan III (potensial) : 3 tahun terakhir tidak pernah ada kasus,
penduduknya padat, tarnsportasi yang ramai dengan wilayah lain yang angka
bebas jentiknya < 95 %
a. Pemeriksaan jentik berkala di tempat-tempat umum
b. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan agar masyarakat berpartisipasi aktif dalam
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
1. Oleh petugas/pejabat kesehatan, sektor lain, masyarakat yang mempunyai
pengetahuan tentang DBD di berbagai kesempatan
2. Melaui berbagai jalur informasi dan komunikasi kepada masyarakat
3. Secara intensif sebelum musim penularan penyakit DBD terutama di daerah
rawan.
3.2.2 Pemberantasan penyakit (P2) Malaria
Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia. Di Jawa Timur angka kesakitannya cukup tinggi serta menimbulkan
kerugian social ekonomi bagi masyarakat. Masalah yang dihadapi dalam pengobatan
malaria yaitu adanya penyulit-penyulit yang ditemukan (malaria berat) dan adanya
kekebalan parasit malaria terhadap obat malaria seperti chloroquine (Tjokroprawiro,
2007).
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi
akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk
aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles
betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area =
105
udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan
paludisme ( Prabowo, 2004 ).
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik
yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di
dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000)
Siklus hidup Plasmodium malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni)
dalam tubuh nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes
vertebra termasuk manusia.
a. Fase aseksual
Terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit.
Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan
berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit.
Proses ini disebut skizogoni pre-eritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase.
Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan measuk aliran darah
(sporulasi). Pada P.vivax dan P.ovale sebagian sporozoit membentuk hipnozoit
dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekuren.
Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa
antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah
masa pre-paten, sedangkan masa inkubasi intrinsic dimulai dari masuknya
sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.
106
107
b. Fase seksual
Parasit seksual masuk dalam lambung nyamuk betina. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang
disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk
dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan
mencapai kelenjar liur nyamuk (Mansjoer dkk, 2009).
Patogenesis malaria ada 2 cara :
1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.
2. Indksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia
melalui transfuse, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi/congenital (Mansjoer dkk, 2009).
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejalautama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali. (Mansjoer A dkk, 2009).
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan
pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara
infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia,
perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan
108
prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000).
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara
berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperature. (Mansjoer A dkk, 2009)
b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah
dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat
sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita
merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering
ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari
serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi
P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Tjokroprawiro, 2007):
a. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
b. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit
>10.000/μl.
109
c. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12
ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin
>3mg%.
d. Edema paru.
e. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
f. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
h. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
i. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
j. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (Black Water
Fever).
k. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler jaringan otak.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik, yaitu dengan tetes tebal
untuk mengetahui ada tidaknya Plasmodium,dan tetes tipis untuk identifikasi spesies
Plasmodium/tingkat parasitemia.
Penatalaksanaan Malaria :
I. Medikamentosa
A. Pengobatan Malaria Falciparum
a. Lini Pertama
H1 : Artesunat, Amodiakuin, Primaquin
H2-3 : Artesunat, Amodiakuin
*Amodiakuin basa 10mg/kgbb/hr, Artesunat 4mg/kgbb/hr, Primakuin
0,75mg/kgbb/hr
*Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi<1 tahun, penderita
defisiensi G6-PD.
110
b. Lini Kedua
H1 : Kina, Doksisiklin/Tetrasiklin, Primakuin
H2-7 : Kina, Doksisiklin/Tetrasiklin
*Doksisiklin 10mg/kgbb/hr, Tetrasiklin 4x250mg/hr
*Doksisiklin/Tetrasiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak<8 tahun.
B. Pengobatan Malaria Vivax dan Ovale
a. Lini Pertama
H1-3 : Artesunat, Amodiakuin
H1-14 : Primakuin
*Primakuin 0,25mg/kgbb/hr
b. Lini Kedua
H1-7 : Kina
H1-14 : Primakuin
c. Relaps
Pengobatan sama dengan Malaria Vivax, hanya dosis
primakuin0,5mg/kgbb/hr.
d. Pengobatan Malaria Mix (Falciparum dan Vivax/Ovale)
H1 : Artesunat, Amodiakuin, Primakuin
H2-3 : Artesunat, Amodiakuin, Primakuin
H4-14 : Primakuin
*Primakuin H1=0,75mg/kgbb/hr, H2-14=0,25mg/kgbb/hr.
II. Suportif
Pemberian cairan, nutrisi, transfusi darah :
1. Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dengan pemberian
oral atau parenteral.
2. Pelihara keadaan nutrisi.
3. Transfusi darah packed red cell 10 ml/kg bb atau whole blood 20 ml/kg bb
apabila anemia dengan Hb < 7,1g/dl.
4. Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai.
5. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.
6. Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang CVP. Dialisis
peritoneal dilakukan pada gagal ginjal.
7. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen. Apabila terjadi gagal
nafas perlu pemasangan ventilator mekanik (bila mungkin).
111
8. Pertahankan kadar gula darah normal.
9. Antipiretik diberikan apabila demam > 39 C, kecuali pada riwayat kejang
demam dapat diberikan lebih awal.
Prognosis Malaria Berat
Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. (Depkes RI, 2006)
Pencegahan Malaria
Hindari nyamuk dengan cara menghindari paparan pada waktu nyamuk mencari
makan (fajar, malam hari). Memakai baju berlengan panjang dan memakai repellent dapat
juga mencegah terjadinya infeksi malaria. Hindari memakai parfum dan cologne.
Pertimbangkan menggunakan kelambu yang diolesi dengan permethrin untuk
melindungi dari gigitan nyamuk.
Pertimbangkan kemoprofilaksis dengan antimalaria pada pasien yang akan bepergian
ke daerah endemis. Kemoprofilaksis tersedia dalam berbagai bentuk. Pilihan obatnya
disesuaikan dengan tujuan daerah yang akan dikunjungi dan kondisi medis yang dimiliki oleh
seseorang, yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi dari obat tertentu. Obat yang dapat
dipergunakan yaitu :
a. Klorokuin basa 5 mg/kgbb, maksimal 300 mg, sekali seminggu atau
b. Sulfadoksin-pirimetamin (fansidar) dengan dosis pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgbb,
atau
c. Sulfadoksin 10-15 mg/kgbb sekali seminggu (untuk usia > 6 bulan).
Telah dilaporkan adanya penelitian vaksin untuk malaria, yaitu RTS,S/AS01.
Penelitian ini melibatkan 6000 balita Afrika yang berusia 5-17 bulan yang mendapat vaksin
malaria dan vaksin pembanding, diikuti selama 1 tahun. Insidens malaria 0.44 kasus pada
kelompok yang menerima vaksin RTS, S/AS01, dibandingkan dengan 0.83 kasus pada
kelompok yang menerima vaksin pembanding. Sehingga, derajat efektivitas dari vaksin ini
setelah dihitung adalah 55.8% (White, 2011).
112
3.3. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML).
3.3.1 Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru (P2TB paru).
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat
dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di
Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul (PDPI, 2002).
WHO memperkirakan setiap tahunnya di Indonesia terdapat 557.000 kasus
baru TB paru, dimana 250.000 diantaranya adalah penderita TB paru BTA positif,
dengan jumlah kematian 140.000 (WHO, 2004).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Penularan
penyakit ini melalui udara, dimana dahak yang mengandung kuman Mycobacterium
tuberculosis, terhirup orang sehat dalam bentuk droplet (butir-butir/ percikan) dahak
ataupun melalui debu yang telah tercampur dahak yang telah mengering.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) :
1. Gejala respiratorik
- batuk lebih dari 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
113
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
1. Tahap asimtomatis
2. Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnansi dan regresi
3. Eksaserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
1. Tanda-tanda infiltrate (perkusi redup, suara nafas bronchial, ronkhi
basah, dll)
2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum
3. Sekret di saluran nafas dan ronkhi
4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus (Mansjoer A dkk, 2009).
Diagnosis TB Paru ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Lab darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thorax yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus
bawah
114
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
Adanya kalsifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini. Caranya yaitu :
a. Sputum semalam (overnight collection sputum)
yaitu mengumpulkan dahak selama 24 jam di rumah penderita
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
b. Sputum pagi (early morning sputum)
yaitu dahak yang dihasilkan oleh batuk penderita pada waktu
bangun pagi hari
c. Sputum sewaktu (spot sputum)
yaitu sputum yang dihasilkan oleh penderita pada setiap
saat/kunjungan
5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes Mantoux/Tuberculin
7. Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay
WHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberculosis
adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh
karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat
ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
115
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan
istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah
DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
A. Tujuan :
o Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
o Mencegah putus berobat
o Obat Anti Tuberkulosi (OAT) harus tepat obat, tepat dosis, tepat interval
o Mengatasi efek samping obat jika timbul
o Mencegah resistensi
o Mencegah kematian penderita TB aktif
o Menurunkan transmisi TB padaorang lain
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh:
Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau
petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu
datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat.
Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
Kategori penderita TBC:
Kategori I:
Pasien baru dengan BTA (+)
116
Pasien baru dengan BTA (-) Röntgen (+) dengan sakit berat seperti kelainan paru
yang luas atau TB milier
Pasien TB extrapulmonal dengan keadaan berat seperti meningitis, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologis, TB
usus, gagal atau penghentian pengobatan
Kategori II
Kambuh
Gagal pengobatan
Lalai berobat
Kategori III
Kasus baru dengan BTA (-), kelainan paru tidak luas atau TB extrapulmonal selain
yang termasuk pada kategori I
Panduan obat anti tuberculosis
Untuk Kategori I
Dimulai dengan fase intensif paduan Iso Niazid hidrasin(INH)-
Rifampisin-Pyrazinamide-Streptomisin (2HRZS) atau INH-Rifampisin-
Pyrazinamide-Ethambutol (2HRZE). Obat diberikan setiap hari selama 2
bulan. Bila setelah 2 bulan BTA tetap (+), maka diperpanjang 2-4minggu lagi,
kemudian masuk fase lanjutan tanpa pemeriksaan sputum lagi. Bila setelah 2
bulan pertama (fase intensif), BTA sudah (-), maka langsung dimulai fase
lanjutan.
Fase lanjutan : INH-Rifampisin sebanyak 3x seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).Dosis INH : 300, Rifampisin : 450, Pyrazinamide = 1500,
Ethambutol : 750
Untuk Kategori II
Dimulai dengan fase intensif dengan regimen: 3HRZES / 1HRZE. Bila
setelah 3 bulan, BTA menjadi (-), maka dilanjutkan dengan fase lanjutan. Bila
dalam 3 bulan BTA masih (+), maka fase intensif dilajutkan 1 bulan lagi.
Apabila setelah 4 bulan, BTA masih (+) maka pengobatan dihentikan 2-3 hari
lalu diperiksa biakan dan tes resistensi, dan pengobatan diteruskan dengan fase
lanjutan. Bila pasien mempunyai data sensitifitas sebelumnya dan
menunjukkan masih sensitif terhadap semua obat, serta setelah fase intensif
117
BTA menjadi (-) maka fase lanjutan bisa diubah sepert kategori I dengan
pengawasan ketat.
Fase lanjutan adalah bila dapat dilakukan supervisi maka selama 5
bulan berikutnya diberikan INH-Rifampisin-Etambutol masing-masing 3x
seminggu (5H3R3). Bila tidak dapat dilakukan supervisi maka selama 5 bulan
berikutnya diberikan INH-Rifampisin-Etambutol setiap hari (5HRE).Dosis
INH : 300, Rifampisin : 450, Pyrazinamide = 1500, Ethambutol : 750
Streptomisin: injeksi, 5 gr → 2 bulan
Untuk Kategori III
Fase intensif menggunakan 2 HRZ dilanjutkan dengan fase lanjutan 4
HR atau 4H3R3. Bila lesi di paru lebih luas dari 10cm2 atau pada penderita TB
extrapulmonal dimana remisi belum sempurna, maka dilanjutkan dengan INH
saja selama 4 bulan lagi.
Pencegahan
Memberikan penyuluhan kesehatan menggunakan bahasa yang sederhana tentang
penyakit TB, memberikan informasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang
cukup dalam rumah, mengedukasi untuk menutup mulut bila batuk, menjelaskan perlunya
wadah khusus untuk menampung dahak di rumah agar tidak membuang dahak di sembarang
tempat.
Pencegahan ini dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menanamkan kesadaran
bila ada pasien yang menderita batuk lama untuk segera memeriksakan diri ke sarana
pelayanan kesehatan terdekat.
3.3.2 Pemberantasan penyakit pneumonia.
Pneumoni adalah salah satu penyebab kematian terbanyak pada anak-anak di seluruh
dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 1.4 juta balita meninggal setiap tahunnya (WHO,
2011).
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di
seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006. Berdasarkan Survey
kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001 didapatkan pneumonia
sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey
mortalitas terhadap 10 propinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Subdit ISPA Departemen
118
Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia merupakan
salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5% (IDAI, 2009).
Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing
yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi (keterbatasan
terhirupnya oksigen) dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch) akibat terisinya
alveoli dengan cairan dan pus.
Penyebab tersering pneumonia di antaranya adalah :
- Streptococcus pneumoni (paling sering menyerang anak-anak)
- Haemophilus influenza type b (Hib)
- Respiratory syncytial virus (virus penyebab yang paling sering)
- Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, Pneumocystis jiroveci adalah penyebab
yang paling umum
Patofisiologi pneumonia adalah sebagai berikut. Paru terlindung dari infeksi melalui
beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks
epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh
mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi
imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik.Mikroorganisme mencapai paru melalui
jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada
neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme,
sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan
pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering
pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya
umur.
Penyebaran pneumonia dapat dengan berbagai macam cara. Virus dan bakteri yang
biasa ditemukan di tenggorokan ataupun hidung anak-anak dapat menginfeksi paru-paru
bila terhirup. Virus dan bakteri ini juga dapat menyebar melalui droplet (butir-butir) di
udara yang dikeluarkan saat batuk atau bersin.
Gejala klinis dari pneumonia akibat virus maupun bakteri adalah sama.
Bagaimanapun, gejala pneumonia akibat virus lebih banyak daripada akibat bakteri.
Gejalanya meliputi :
- Nafas cepat dan sulit (sesak)
119
- Batuk kental, produktif, sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan
- Nyeri dada
- Demam
- Menggigil
- Kehilangan nafsu makan
- Pada bayi muda ditemukan kejang, penurunan kesadaran, kembung,
kedinginan
Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah :
- Suhu ≥ 390 C
- Dyspnea
- Inspiratory effort (takipnea)
- Retraksi dada (chest indrawing)
- Pernafasan cuping hidung
- Cyanosis
- Gerakan dinding dada menurun pada daerah yang terkena
- Perkusi redup
- Auskultasi paru : suara nafas melemah, ronchi basah halus +
Faktor risiko terinfeksi pneumoni adalah anak-anak yang memiliki imunitas menurun/
immunokompromais. Sistem kekebalan tubuh seorang anak dapat menurun akibat dari
malnutrisi, khususnya pada anak-anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Penyakit yang
sebelumnya diderita seorang anak juga dapat meningkatkan risiko, seperti campak dan infeksi
HIV. Kondisi lingkungan juga menentukan kepekaan anak untuk dapat mengalami
pneumonia seperti polusi udara dalam rumah seperti asap memasak atau asap pembakaran
kayu, tinggal di rumah yang ditinggali banyak anggota keluarga, lingkungan sekitar rumah
yang kumuh dan kotor, hingga adanya perokok dalam keluarga, terutama orangtua.
Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan antibiotik. Pada bayi dibawah 2 bulan
atau lebih muda direkomendasikan untuk menjalani rawat inap, juga pada kasus-kasus yang
berat.
120
Pencegahan pneumonia adalah komponen yang penting dalam strategi untuk
menurunkan angka kematian. Imunisasi Hib, pneumococcus, campak dan pertusis adalah hal
yang paling efektif untuk dapat mencegah terjadinya pneumonia.
Nutrisi yang adekuat adalah kunci untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh anak,
dimulai dengan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Selain itu, memperpendek
lamanya sakit pada anak juga dapat membantu mencegah terjadinya pneumonia.
Mengurangi polusi udara seperti polusi udara dalam rumah (rajin membersihkan
kompor, membuka pintu dapur bila memasak, contohnya) dan menjaga kebersihan makanan
di rumah yang padat dapat menurunkan angka kejadian pneumonia.
Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, antibiotik cotrimoxazole diberikan setiap hari
untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia (WHO, 2011).
3.3.3 Pemberantasan penyakit diare.
Diare masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak
terutama di negara berkembang, dengan perkiraan sekitar 1.5 milyar episode dan 1.5-
2.5 juta kematian balita setiap tahun. Sekitar 85% kematian yang berhubungan dengan
diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Menurut laporan Departemen Kesehatan, di Indonesia setiap anak mengalami
episode diare sebanyak 2 kali setahun. Diare akut merupakan salah satu penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang
berkembang, setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia
dengan 3.3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Depkes, 2007).
Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, dan
malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Hal ini terjadi
lebih dari satu milyar episode diare setiap tahunnya dengan 2-3% kemungkinan jatuh
ke dalam keadaan dehidrasi.
Kejadian diare ini disebabkan karena kesehatan lingkungan pemukiman yang
masih tidak memadai, di samping pengaruh dari faktor-faktor lainnya seperti perilaku
masyarakat, keadaan gizi, kependudukan, dan keadaan sosial ekonomi yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare ini.
Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare di antaranya adalah faktor
lingkungan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku
masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
121
perorangan seperti kebersihan puting susu, botol susu, dan dot susu maupun
kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.
Faktor gizi yang dimaksud adalah diberikannya makanan tambahan meskipun
anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu
tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare
lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan
faktor perilaku orang tua dan masyarakat adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci
tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah BAB atau membuang tinja anak.
Semua faktor tersebut di atas berkaitan erat dengan faktor ekonomi masing-masing
keluarga (Depkes, 2009).
Diare menurut WHO, didefenisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air
besar) lebih dari biasanya/ lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga
macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Mekanisme
diare, ada yang bersifat sekretorik dan ada yang bersifat osmotik. Pada umumnya,
diare akut disebabkan oleh infeksi virus (40-60%), dan hanya 10% disebabkan infeksi
bakteri (WHO, 2011).
Sebagian besar (sekitar 90%) diare pada`anak disebabkan oleh infeksi
rotavirus. Sebagian kecil diare disebabkan diare dapat disebabkan infeksi bakteri,
parasit, jamur. Diare dapat dipicu pemakaiaan antibiotik (antibiotic induced diare).
Sebagian kecil lagi penyebab keracunan makanan, alergi, faktor psikologis yaitu stres.
Penyebab diare pada orang dewasa berbeda dengan pada anak-anak.
Sedangkan pada orang dewasa diare lebih sering disebabkan oleh infeksi
bakteri, akibat salah makan, gangguan pencernaan malabsorpsi, pengaruh obat-obatan
(pencahar) dan faktor stres. Diare pada dewasa disebabkan makanan dan minuman
yang tercemar kuman, seperti Eschericia coli (patogen), Salmonella sp, Shigella,
virus, parasit seperti amuba, beberapa jamur seperti Candida sp. Obat-obatan juga
bisa menyebabkan diare,yaitu obat-obatan yang bekerja meningkatkan peristaltik usus
atau mengencerkan feses seperti obat pencahar. Penularannya disebut dengan 3F yaitu
Finger (jari), Food (makanan) dan Fly (lalat).
Penanganan diare akut secara umum ditujukan untuk mencegah /
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.
122
Diare pada anak sebagian besar tidak memerlukan antibiotik oleh karena sembuh
sendiri (self limiting) karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus
(Rotavirus). Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya kolera, shigella, Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi
terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam
sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta
berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
gejala sepsis. Untuk itu, manajemen kasus diare harus dilakukan secara komprehensif,
efisien dan efektif serta rasional untuk mengurangi angka kematian anak akibat diare
(Soebijanto, 2008).
123
BAB 4
HASIL KEGIATAN DAN ANALISA KEGIATAN
Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan
penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) di Puskesmas Gandusari bulan Juli
tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut:
4.1. Pemberantasan Penyakit Malaria.
Jumlah penderita klinis malaria yang ditemukan selama bulan Juli 2014 sebanyak
23 orang. Dari 23 penderita klinis tersebut telah dilakukan pengambilan dan pemeriksaan
darah pada jarinya secara mikroskopis ternyata 4 penderita yang dinyatakan positif
malaria. Dari 4 penderita tersebut didapatkan semuanya menderita sakit malaria dengan
jenis Plasmodium vivax. Secara rinci distribusi pengambilan dan pemeriksaan darah jari
serta penderita yang positif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1.1. Distribusi Frekuensi Penderita Malaria per Desa di Wilayah
Puskesmas Gandusari Bulan Juli 2014
No Desa
Jumlah
Penderita
Klinis
SD DiperiksaJumlah
SD Positif
Jenis Plasmodium
ACD PCD PF PV Mix
1 Gandusari 0 0 0 0 0 0 0
2 Ngrayung 18 0 0 0 0 0 0
3 Jajar 1 0 1 1 0 1 0
4 Wonorejo 0 0 0 0 0 0 0
5 Sukorejo 1 0 0 0 0 0 0
6 Wonoanti 0 0 0 0 0 0 0
7Luar Wilayah 3 0 3 3 0 3 0
Jumlah 23 0 4 4 0 4 0
124
Dari tabel diatas dapat dibuat diagram balok dibawah ini :
Klinis ACD SD Positif PV02468
1012141618
Gandusari
Ngrayung
Jajar
Wonorejo
Sukorejo
Wonoanti
Grafik 4.1.1. Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Juli 2014
Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan
penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Malaria di Puskesmas Gandusari
bulan Juli tahun 2014 adalah didapatkan 4 penderita yang positif menderita malaria melalui
pemeriksaan darah tetes tebal pada 4 pasien terduga malaria.
125
4.3. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML)2
4.3.1 Pemberantasan Penyakit Pneumonia
Dalam upaya penemuan penderita penyakit pneumonia telah ditemukan sebanyak 9
penderita pneumonia pada balita. Proporsi penemuan penderita terbanyak ada di desa Jajar,
Wonorejo, dan Sukorejo masing-masing sebanyak 3 penderita dan terendah dari desa
Wonoanti sebanyak 0 penderita (0.00%). Secara rinci penemuan penderita Pneumonia per
desa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3.2.1 Distribusi Frekuensi Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita per
Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Juli 2014
No DesaJumlah
BalitaJumlah Penderita
Ditemukan Proporsi
1 Gandusari 446 2 0,004%
2 Ngrayung 292 1 0.003%
3 Jajar 202 3 0.015%
4 Wonorejo 331 3 0,009%
5 Sukorejo 600 3 0,005%
6 Wonoanti 303 0 0,000%
Jumlah 2174 9 0,004%
Upaya pemberantasan pneumonia salah satunya adalah dengan penemuan pasien dan
mengobatinya secara tuntas. Hal ini dapat dicapai jika para petugas kesehatan cukup sering
mengadakan penyuluhan pneumonia secara berkala. Pengertian yang perlu ditekankan juga
bagi para ibu adalah pentingnya vaksin campak bagi balita, sebagai upaya mencegah
komplikasi pneumonia. Selain itu, diperlukan juga penghindaran balita terhadap polusi udara
sejak dari dalam rumah, seperti rokok ataupun asap dapur.
4.3.3 Pemberantasan Penyakit Diare.
Jumlah penderita Diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas Gandusari pada Juli
2014 sebanyak 15 penderita. Proporsi penderita terbanyak ditemukan dari desa Wonoanti dan
terendah dari desa Jajar. Distribusi penderita diare perdesa dapat dilihat pada table berikut :
126
Tabel 4.3.3.1 DistribusiPenderita Diare per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari Bulan Juli 2014
NO Puskesmas
Penderita Diare yang ditemukan di Sarana Kesehatan
< 1 Th 1-4 Th 5-14 Th > 15 Th Total Pemakaian
L Pr L Pr L Pr L Pr L PrORALI
TZINC RL
P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M
1 GANDUSARI 1 1 1 1 2 9
2 NGRAYUNG 1 1 2 8 10
3 JAJAR 1 1
4 WONOREJO 1 1 1 1
5 SUKOREJO 1 1 1 3 10
6 WONOANTI 1 1 2 1 3 7 20
7LUAR WILAYAH
JUMLAH 0 0 1 3 2 2 1 6 4 11 24 40
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. Sensus Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 1995, Depkes & Kesos, 1996 dan Profil Kesehatan RI, 2001.
Mansjoer, Ali dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran (472-474). Jakarta. Universitas
Indonesia.
Martondang, CS & Siregar. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Aspek Imunologi
Imunisasi (7-18). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia (2-5). Persatuan Dokter Paru Indonesia.
Puskesmas Gandusari. 2010. Laporan Evaluasi Tahunan Puskesmas Gandusari 2010.
Ranuh, IGN. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Imunisasi Upaya Pencegahan
Primer (2-6). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
RSUD Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan Anak
(2-11). Surabaya. Universitas Airlangga.
Subijanto. 2008. Manajemen Diare pada Bayi dan Anak. Available from:
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-s05jfg-buletin.doc
Tjokroprawiro, A dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (314-317). Surabaya.
Universitas Airlangga.
White, NJ. 2011. A Vaccine for Malaria (editorial). N Eng J Med. 2011/Oct : 365.
World Health Organization. 2011. Facts Sheet of Pneumonia. Available from :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html#
World Health Organization. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah sakit
Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten (131-155). Jakarta World Health
Organization.
128
Laporan F6. Upaya Pengobatan DasarBAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita
diare akut dehidrasi berat, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 5 tahun, dimana penderita
merupakan salah satu dari penderita diare yang berada di wilayah Puskesmas Gandusari.
Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah
Puskesmas Gandusari. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan
dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Gandusari
Suku : Jawa
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Tidak sadar
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa dalam keadaan tidak sadar setelah sebelumnya mencret seperti air
kran sejak pagi pukul 06.00. Pasien mulai lemas sejak pukul 09.00 kemudian tidak
sadarkan diri pukul 12.00 disertai kejang dan seluruh tubuh menjadi dingin pada pukul
12.00. Keluhan muntah disangkal, riwayat mengonsumsi makanan di luar kebiasaan
disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat panas, kejang demam, mencret disangkal.
129
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok
3. Mata : penglihatan kabur (-)
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), batuk darah (-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nafsu makan biasa, nyeri perut (-), BAB
seperti air kran
11. Genitourinaria : BAK lancar
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (+), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak lemah-sakit berat, kesadaran coma (GCS E1V1M!), kesan gizi cukup.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : tak teraba
Pernafasan :40 x/menit
Suhu :36,8 oC
130
3. Kepala : anemis (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspnea (-)
4. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas :SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah :SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah :SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
batas jantung kesan tidak melebar
A: S1S2 tunggal
- Pulmo:
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan ronkhi (-/-), whezing (-/-)
5. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, cekung
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba, turgor menurun
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) meningkat
12. Ektremitas : Acral dingin, lembab, pucat, CRT > 3 detik.
131
F. PENATALAKSANAAN
Pasang double IV line + RL grojok
Injeksi Diazepam 1,5 cc per rectal
Rujuk ke rumah sakit
132
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
Diare adalah keluar tinja cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dikatakan diare akut
apabila berlangsung paling lama 3 – 5 hari, diare berkepanjangan jika berlangsung lebih
dari 7 hari, dan diare kronis berlangsung lebih dari 14 hari.
Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium,
kalium, dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah
kekurangan cairan dan elektrolit. derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala
dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai
dengan derajat dehidrasi yang ada.
Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak.
Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang hilang ini penting
untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan
berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zinc selama episode diare, mengurangi
lamanya dan tingkat keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3
bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc, segera
setelah anak tidak muntah.
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan
kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan dan
berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya gangguan gizi dapat menyebabkan diare
menjadi lebih parah, lebih lama, dan lebih sering terjadi, dibandingkan dengan kejadian
diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus
dengan memberi makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat. Obat
antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak
dengan diare berdarah (kemungkinan besar Shigellosis), suspek kolera, dan infeksi berat
lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan misalnya pneumonia. Obat anti-
protozoa jarang digunakan. Obat-obatan “anti-diare” tidak boleh diberikan pada anak kecil
dengan diare akut atau diare persisten atau disenteri. Obat-obatan ini tidak mencegah
133
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, malah dapat menimbulkan efek samping
berbahaya dan terkadang berakibat fatal.
1. Anak dengan Diare
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tata laksana anak
dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
- frekuensi buang air besar (BAB) anak
- lamanya diare terjadi (berapa hari)
- apakah ada darah dalam tinja
- apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi)
Pemeriksaan Fisik
Cari:
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung.
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.
134
2. Diare Akut
Menilai Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang, atau
tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai.
2.1. Diare dengan Dehidrasi Berat
Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravenas
secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral
segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera,
berikan pengobatan antibiotic yang efektif terhadap kolera.
Diagnosa
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
Letargis atau tidak sadar
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembali sangna lambat (> 2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum.
Tatalaksana
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat
yang diikuti dengan terapi rehidrasi oral.
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri
larutan oralit jika anak bisa minum.
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat. Tersedia juga
larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam
noramal (NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrose) tunggal
tidak efektif dan jangan digunakan.
Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai table berikut.
135
Pemberian Cairan Intravena bagi Anak dengan Dehidrasi Berat
Pertama, berikan 30 ml/kg
dalam:
Pertama, berikan 30 ml/kg
dalam:
Umur < 12 bulan 1 jam* 5 jam
Umur > 12 bulan 30 menit 2 ½ jam
*ulangi kembali jika denyut nadi radial masih lemah atau tidak teraba
Kolera
Curigai kolera pada anak umur di atas 2 tahun yang menderita diare cair akut
dan menunjukkan tanda dehidrasi berat, jika kolera berjangkit di daerah tempat
tinggal anak.
Nilai dan tangani dehidrasi seperti penanganan diare akut lainnya.
Beri pengobatan antibiotic oral yang sensitif untuk strain Vibrio cholerae, di
daerah tersebut. Pilihan lainnya adalah: tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol,
eritromisin, dan kloramfenikol.
Berikan zinc segera setelah anak tidak muntah lagi.
Pemantauan
Nilai kembali anak setiap 15-30 menit hingga denyut nadi radial anak
teraba. Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetasan infus lebih cepat.
Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan
kemmapuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa
telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat
dibanding tanda-tanda linnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan.
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status
hidrasi anak.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten)
setelah pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi
hanya bila anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi
ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa
136
menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering memberikan ASI
pada anaknya.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya
lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang
dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan
hidrasi anak dengan memberi larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5 ml/kgBB/jam) ketika
anak bisa minum tanpa kesulitan (bisasanya dalam waktu 3-4 jam untuk bayi,
atau 1-2 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium,
yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat
berhasil diatasi, beri tablet zinc.
2.2. Diare dengan Dehidrasi Sedang/Ringan
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi
larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam
pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberi larutan oralit. Jika
anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi
ringan/sedang:
Gelisah/rewel
Haus dan minum dengan lahap
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan salah satu
tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum), berarti anak
menderita dehidrasi sedang/ringan.
Tata laksana
Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak
diketahui). Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri
minum lebih banyak.
137
Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok the
setiap 1-2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang
lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan
cangkir.
Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
- Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih
lambat (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit)
- Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum
air matang atau ASI.
Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya
kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk
rehidrasi dua hari berikutnya.
Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang
terlihat sebelumnya. (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak
tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk)
- Jika terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di
rumah.
1. beri cairan tambahan
2. beri tablet Zinc selama 10 hari
3. lanjutkan pemberian makan/minum
4. kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
a. anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
b. kondisi anak memburuk
c. anak demam
d. terdapat darah dalam tinja anak.
- Jika anak masih mengalami dehidrasi dehidrasi sedang/ringan, ulangi
pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan
mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin.
- Jika timbul tanda dehidrasi berat, meskipun belum terjadi dehidrasi berat
tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak
muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena
138
secepatnya. Berikan 70 mL/kgBB cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat
(atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:
Umur Pemberian 70 ml/kg selama
Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2 ½ jam
- Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.
- Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
- Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam, klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan penanganan.
Beri tablet Zinc
Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak
(selama 10 hari):
Di bawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg) per hari
Pemberian Makan
Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen
yang penting dalam tata laksana diare.
ASI tetap diberikan
Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap
diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.
Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk
relaktasi (yaitu memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri
susu formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau
139
sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar
dimasak, ditumbuk atau digiling.
Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6
kali sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan
tambahan per harinya selama 2 minggu.
2.3. Diare Tanpa Dehidrasi
Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi.
Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk
meneruskan pemberian ASI.
Diagnosis
Diagnosis diare tanpa dehidrasi dibuat bila anak tidak memiliki dua atau
lebih tanda yang dicirikan sebagai tanda dehidrasi ringa/sedang atau berat.
Tata laksana
Anak dirawat jalan
Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
- beri cairan tambahan
- beri tablet Zinc
- lanjutkan pemberian makan
- nasihati kapan harus kembali
Beri cairan tambahan, sebagai berikut:
- Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih
sering dan lebih lama setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI
eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI
eksklusif kepada anak, sesuai dengan umur anak.
- Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan di
bawah ini:
a. larutan oralit
140
b. cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
c. air matang
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan
tambahan-sebanyak yang anak dapat minum:
- untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50 – 100 ml setiap kali anak BAB
- untuk anak berumur 2 tahun, beri + 100 – 200 ml setiap kali anak BAB
Ajari ibu untuk member minum anak sedikit demi sedikit dengan
menggunakan cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan
kembali dengan lebih lambat. Ibu harus terus memberi cairan tambahan
sampai diare anak berhenti.
Ajari ibu untuk menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml)
untuk dibawa pulang.
Beri tablet zinc
- Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya selama
10 hari
Di bawah umur 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg) per hari
- Ajari ibu cara memberi tablet zinc:
o Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang,
ASI perah atau larutan oralit
o Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan
Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada anaknya selama 10 hari
penuh.
Lanjutkan pemberian makan.
Nasihati ibu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang.
Tindak Lanjut
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah
parah, atau tidak bisa minum atau mneyusu, atau malas minum, atau timbul
demam, atau ada darah dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda
ini namun tetap tidak menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang
141
pada hari ke-5. Nasihati juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada
anak di waktu yang akan dating jika anak mengalami diare lagi.
142
DAFTAR PUSTAKA
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF
Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
World Health Organization. 2008. Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia.