laporan kasus pkm malaria
DESCRIPTION
laporan kasus malaria pkm gandusari trenggalekTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
DEMAM DENGUE
Disusun Oleh:
Dimas Adhiatma , dr.
Ika Veristiana Santi, dr.
Kristina Paskalita Kero, dr.
Elishabeth Erna Sally, dr.
Paulinne Windawati, dr.
Dokter Pendamping:
dr. Malukyanto
DOKTER INTERNSHIP
PUSKESMAS GANDUSARI
KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN TRENGGALEK
2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan
diathesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
2
BAB 2
DATA PASIEN
2.1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 17 Tahun
Alamat : RT 5 / RW 16 Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Rawat Inap : 18 januari 2015
Tanggal Pemeriksaan : Minggu, 18 Januari 2015, pukul 20.30 WIB
2.2. Pemeriksaan Pasien
2.2.1. Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluh mual setiap kali makan, pusing dan nyeri pada persendian. Pasien tdk
mengeluh adanya mimisan. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti sekarang ini
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Sosial
Di lingkungan tempat tinggal pasien banyak yang menderita sakit demam
berdarah
3
2.2.2. Pemeriksaan fisik ( 18 January 2015 )
1. Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
GCS : 456
2. Vital Sign :
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 112 x / menit, regular, kuat angkat
RR : 18 x/menit
Suhu badan : 38,9oC (aksilar)
3. Kepala dan Leher :
Anemis : -
Icterus : -
Cyanosis : -
Dyspnea : -
KGB leher : tidak didapatkan pembesaran
4. Thorax :
Paru:
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : gerak dada simetris, fremitus simetris
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : vesikuler / vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
4
5. Abdomen :
Inspeksi : Flat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, turgor normal, hepar/lien/ren tidak teraba
6. Extremitas :
Akral : Hangat Kering Merah
CRT : < 2 detik
Edema : −¿− ¿−¿−¿¿ ¿
2.2.3. Assessment
Observasi Febris hari-III et causa S. Demam Dengue
DD: Demam Berdarah Dengue
2.2.4. Planning
Terapi
Infus RL 20 tpm 1.500 cc/24 jam
Injeksi Ampilicin 3 x 1 g I.V.
Injeksi Ranitidin 3 x 1 amp I.V.
Obat oral : - paracetamol 3x1 tab
- Antasida 3x1 tab
Pemeriksaan Laboratorium : DL, trombosit, widal
2.2.5. Follow Up
19 Januari 2015, pukul 08.00 WIB
S: pusing (+), mual (+), nyeri sendi berkurang
O: TD: 100/70 mmHg, S: 37,7oC. Status generalis dalam batas normal
Wbc : 3460
HGB : 12,4 g/dl
HCT : 20,62 %
5
PLT : 78.000
Widal : O (-) , H (-) , A (1/20) , B (1/80)
A : Demam Dengue
P : Terapi dilanjutkan
20 Januari 2015, pukul 08.00 WIB
S: pusing (+)
O: TD: 100/70 mmHg, S: 38,8oC. Status generalis dalam batas normal
Wbc : 346
HGB : 12,4 g/dl
HCT : 32,43 %
PLT : 67.000
A : Demam Dengue
P : Terapi dilanjutkan
20 Januari, 2015 pukul 11.00 WIB
S: diare 2 kali, cair (+)
O: TD: 110/80 mmHg, S: 38,8oC. Status generalis dalam batas normal
A : Demam Dengue
P : terapi dilanjutkan ; omeqdiar 3xII tab
20 januari 2015, pukul 17.00 WIB
S: muntah (+) 3 kali, panas (-)
O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal
A : Observasi Febris hari-III et causa Suspect Malaria
P : Terapi dilanjutkan; injeksi Metoclopramid 3 x 1 amp I.V. prn
21 januari 2015, pukul 08.00 WIB
S: keluhan (-), nafsu makan menurun
O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal
Wbc : 346
6
HGB : 12,4 g/dl
HCT : 32,43 %
PLT : 62.000
A : Demam Dengue
P : Terapi dilanjutkan
KIE : makan dan minum yang banyak
22 januari 2015, pukul 08.00 WIB
S: keluhan (-), nafsu makan menurun
O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal
Wbc : 355
HGB : 13,1 g/dl
HCT : 34 %
PLT : 61.000
A : Demam Dengue
P : Rujuk RSUD Soedomo Trenggalek
2.3. Pemeriksaan Keluarga
Anamnesis keluarga: tidak ada keluarga yang sedang atau pernah menderita penyakit serupa.
Health belief : memeriksakan diri ke puskesmas bila ada anggota keluarga yang sakit.
2.4. Pemeriksaan Lingkungan
Deskripsi keadaan rumah / lingkungan :
Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal bersama orang tuanya. Rumah
tersebut merupakan rumah permanen dengan ukuran 11 x 12 m2. Rumah ini memiliki 1
pintu, yaitu pintu depan yang menghadap ke teras rumah. Rumah pasien terdiri dari 1
ruang tamu , 3 kamar tidur, ruang tengah, dapur dan 1 kamar mandi. Kamar mandi berada
di bagian belakang rumah pasien, dengan jamban yang terletak di dalamnya .
Di bagian depan dan belakang rumah pasien terdapat jendela kaca tidak permanen,
yang bisa dibuka tutup. Bagian atap rumah pasien menggunakan plafon kondisi plafon
7
tampak baik tanpa bocor. Udara dapat masuk melalui angin-angin yang terdapat di atas
pintu dan jendela serta dari pintu depan saat terbuka.
Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela kaca riben dan pintu masuk serta
sisi-sisi atap yang di beberapa bagiannya mengunakan fiber transparan. Tidak didapatkan
genteng kaca pada atap rumah pasien. Pasien menggunakan lampu di tiap ruangan.
Tembok rumah terbuat dari batu bata yang dikapur putih. Lantai rumah pasien
berbahan keramik yang tampak lama. Jumlah total penghuni rumah 4 orang, dengan total
luas bangunan rumah 11 x 12 m2 Kepadatan: 132/4 = 33 m2 per orang.
Sumber air untuk minum, mandi dan mencuci diambil dari sumur bor. Sumur
tersebut terletak di sebelah utara rumah dengan jarak 5 meter dari rumah dan 17 meter dari
jamban. Jamban yang digunakan adalah jamban jongkok, terletak dalam kamar mandi di
bagian belakang rumah. Pembuangan air dilakukan di selokan di samping rumah, selokan
ditutup pada bagian atasnya Pembuangan sampah langsung dibuang di tempat sampah.
Kamar mandi berukuran 2x1 m2 dengan menggunakan bak mandi dan jamban
jonkok. Bak mandi berukuran 1x1x1 m3 sehingga dapat sering dikuras oleh keluarga
pasien. Air dalam bak mandi tampak jernih dan bebas jentik nyamuk.
Jarak rumah dengan Puskesmas Gandusari adalah 3 km.
Predisposing factor : Pasien berdomisili di daerah endemis demam berdarah
Coincidence factor : Pasien tidak memiliki riwayat terserang demam dengue
Enabling factor : Jarak rumah ke puskesmas 3 km, dapat dijangkau dengan sepeda
motor.
Reinforcing factor : Adanya petugas kesehatan di puskesmas yang berkompeten,
fasilitas puskesmas yang baik.
. Host : manusia
Agent : virus Dengue
Environment : Daerah endemis demam berdarah
8
BAB 3
DIAGNOSTIK HOLISTIK
3.1. Daftar Masalah
Pasien Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluh mual setiap kali makan, pusing dan nyeri pada persendian. Pasien tdk
mengeluh adanya mimisan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tubuh 38,9°C.
3.2. Diagnosis Individual
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan pasien yang
didapatkan, diagnosa dari kasus ini adalah Demam Dengue. Pasien sudah memiliki Health
belief yang baik. Pasien tidak memiliki riwayat terserang demam dengue.
3.3 Diagnosis Komplikasi
-
3.4 Diagnosis Keluarga
-
3.5 Diagnosis Lingkungan
Masalah lingkungan adalah pasien tinggal di daerah endemis demam berdarah.
9
BAB 4
STRATEGI PENANGANAN MASALAH
4.1.Intervensi Promotif
Penyuluhan untuk edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit
demam dengue, meliputi gejala, cara penularan penyakit serta pencegahanya.
4.2. Intervensi Preventif
4.2.1. Menjaga daya tahan tubuh ( makan makanan yang bergizi dan istirahat cukup).
4.2.2. Lakukan gerakan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) seminggu sekali untuk
pencegahan
4.2.3. Obat semprot anti nyamuk
4.2.4. Kelambu khusus
4.2.5. Memakai pakaian yang protektif
4.2.6. Tidur di kamar yang bebas nyamuk
4.3. Intervensi Kuratif
Pengobatan penderita demam dengue di ruang rawat inap terdiri dari pengobatan
suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, analgetik/antipiretik,
dan anti-muntah.
4.4 Intervensi Rehabilitatif
Penderita dan keluarga diberi penjelasan tentang bahaya serta komplikasi yang
mungkin timbul akibat demam dengue. Keluarga penderita juga dimotivasi untuk selalu
memantau kesehatannya, serta mengantisispasi terjadinya relaps perdarahan spontan.
Petugas kesehatan dapat pula melakukan home visit untuk memantau dan memberi
penyuluhan.
10
BAB 5
ILMU DALAM PENANGANAN
KASUS DEMAM DENGUE
Etiologi Demam Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus.
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke
tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
11
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).
Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon Monosit dan
makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi imun seluler terhadap virus
dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; antibodi. Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
c) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum
pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T
helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma.
Manifestasi Klinis dan Perjalanan penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD).
12
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama
2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk
terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari.
13
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
Diagnosis
a) Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-oebital.
• Mialgia / artralgia.
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
• Leukopenia.
• dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b) Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
14
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)
Diagnosa Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah. (Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan, 2006)
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi
derajat penyakit seperti tertera pada tabel berikut.
DD/DBD Derajat Gejala Lab
DD Demam disertasi 2
atau lebih
tanda : sakit
kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia,
artralgia
Leukopenia
Trombositopenia,
tdk ada kebocoran
plasma
Serologi
dengue
(+)
DBD I Gejala diatas,
ditambah dgn
uji bendung
(+)
Trombositopenia
(<100.000),
bukti ada
kebocoran
plasma
15
II Gejala diatas,
ditambah dgn
perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000),
bukti ada
kebocoran
plasma
III Gejala diatas
ditambah
dengan
kegagalan
sirkulasi
(kulit dingin
dan lembab,
serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000),
bukti ada
kebocoran
plasma
IV Syok berat disertai
dengan
tekanan
darah dan
nadi tidak
terukur
Trombositopenia
(<100.000),
bukti ada
kebocoran
plasma
Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua
kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan
lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin dan lembab serta gelisah.
Penatalaksanaan
Protokol dibagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
16
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat
2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :
1500+ (20 x (BB dalam kg – 20)
Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:
Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka
jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan
pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan
17
infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan
dapat dihentikan24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <
20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan
15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkn tanda-tanda syok maka pasien ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom
syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi
seperti terapi pemberian cairan
4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran
kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian
cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan
jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit
sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah
(PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif
dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID
18
5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan
harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler yang
hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan
penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita
DBD mendapat pertolongan.
Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-
30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan
nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7
ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian
cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital,
hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus dihentikan.
Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan
pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan
epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-
30 menit.
Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht. Bila Ht meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan.
19
- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan vena
sentral 15-18cmH2O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan tetap
belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.
Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita
diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Prognosis
Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi
Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
1. Pembersihan jentik
- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)
- Menggunakan ikan (cupang, sepat)
2. Pencegahan gigitan nyamuk
- Menggunakan kelambu
- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
- Penyemprotan
20
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2011). Buku Saku Menuju Eliminasi Demam Berdarah. Jakarta: Direktorat
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Depkes RI. (2012). Pedoman Tata Laksana Demam Haemorragic Dengue. Jakarta: Direktorat
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
L. Kasper MD, Dennis dkk. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine, 17th Edition.
United States of America: Mc Graw Hill.
Mansjoer, Arief, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid Pertama. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
21