perlindungan konsumen terhadap iklan yang …
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN YANG
MENYESATKAN
(ANALISIS PUTUSAN NOMOR 01 K/PER.KONS/2007 JHON PARLYN H.
SINAGA MELAWAN PT. EXELCOMINDO PRATAMA)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Sahar Afra Fauziyyah
NIM: 1112048000068
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
Sahar Afra Fauziyyah. NIM 1112048000068. PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP IKLAN YANG MENYESATKAN (ANALISIS KASUS JHON
PARLYN H.SINAGA MELAWAN PT.EXELCOMINDO PRATAMA). Program
Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1426 H/2016 M. IX + 89 halaman + 20 halaman
lampiran.
Skripsi ini menganalisa mengenai tentang Perlindungan Konsumen
Terhadap Iklan Yang Menyesatkan. Pelaku Usaha yaitu PT.Exelcomindo adalah
pelaku pembuat iklan yang menyesatkan dan merugikan konsumen yaitu Jhon
Parlyn H.Sinaga. Dalam kasus ini juga terlihat bahwa adanya ketidak jujuran
dalam menyelenggrakan iklan. Iklan yang dibuat mengandung iklan yang tidak
benar karena membuat Jhon Parlyn H.Sinaga menderita kerugian karena iklan
tersebut dan akhirnya dilaporkanlah PT.Exelcomindo Pratama ke BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) yakni mengacu
pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan,
litelatur, pendapat ahli, dan makalah-makalah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seharusnya PT.Exelcomindo
bertanggung jawab atas kesalahan cetak flyer tersebut karena telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menyatakan bahwa hal yang dilakukan PT.Exelcomindo telah melanggar 3 pasal
sekaligus yaitu Pasal 8, Pasal 10 dan pasal 17.
Kata Kunci : Iklan, Periklanan, Perlindungan Konsumen.
Pembimbing : 1. Dr. H. Nahrowi S.H. M.H.
2. Feni Arifiani S.Ag, M.H.
Daftar pustaka : Tahun 1986 s.d. Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
مست الله الحرمن الحريم
Alhamdulillahirobbil‟alamin, segala puji syukur senantiasa terpanjatkan
atas kehadirat Allah SWT dengan kenikmatan dan kesempatan yang diberikan
kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan
berbagai kemudahan. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan
Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang selalu memberi syafaat kepada umatnya
dari setiap lafadz shalawat yang terucap.
Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari
dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa
syukur penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta
jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Drs. Asep Syarifuddin Hidayat SH, MH
dan Bapak Drs. Abu Tamrin SH, M.Hum Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan banyak ilmu
kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Dr. Nahrowi, S.H, M.H. dan Feni Arifiani S.Ag. M.H dosen pembimbing
yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan saran, arahan, masukan dan bimbingan kepada penulis terhadap
proses penyusunan skripsi ini.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa
perkuliahan. Seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum, Staff Perpustakaan
Utama, Staff Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan
kepada penulis.
5. Kepada Orang Tua Penulis. Ayahanda M. Supriyatin dan Ibunda Hurriyah.
Ulfah Luthfiyyah, M.Wibisono dan Ragil Sadira Faiziyyah selaku adik-adik
tak terhingga memberikan kasih sayang dan do‟anya untuk kesuksesan
penulis dan tidak lupa pula Fikri Primadi yang telah memberikan semangat,
motivasi, dan kasih sayang kepada penulis sehingga memudahkan dalam
penyelesaian skripsi.
6. Sahabat-sahabat penulis yang tersayang Tiara Agustavia, Juwita Daningtyas
dan Tiffany Ratnasuri yang telah sama-sama berjuang dan saling memberi
motivasi serta semangat untuk menyelesaikan studi demi menggapai cita-cita.
Sahabat bernyanyi PSM UIN JAKARTA (Bastride, Anthem, Kak Lullaby,
Kak Icha, Kak Subito, Tipat dan Keluarga PROPIZIO). Yang selalu
memberi rasa bahagia jika sudah bernyanyi. Sahabat tercinta Arene, Aulia
Marchita, Mayani, Aul, Fani, Afiq, Abimanyu, Yoga dan Putra Yanda kawan
seperjuangan yang sudah menjadi sahabat setia penulis dan memberikan
semangat. Serta keluarga besar KKN Melodi 2015 ( Alif, Hakim, Eko, Diat,
Lambang, Luthfi, Delia, Tiara, Wiwi, Hani, Mira, Fitri, Nufus dan Hika)
serta warga desa Sodong yang memberikan pengalaman hidup kepada
penulis.
vii
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah membalasnya. Amiiin.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya terkhusus untuk
mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, 23 Juni 2016
Penulis
viii
Daftar Isi
Judul Skripsi........................................................................................................... i
Lembar Pengesahan Pembimbing ....................................................................... ii
Lembar Pengesahan Panitia ............................................................................... iii
Lembar Pernyataan ............................................................................................. iv
Abstrak................................................................................................................... v
Kata Pengantar .................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................... ix
BAB I Pendahuluan ............................................................................................... i
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 5
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah........................................................ 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 6
E. Kerangka Konseptual ................................................................................. 8
F. Metode Penelitian....................................................................................... 11
G. Kajian (Review) Studi Terdahulu .......................................................... 14
H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 16
BAB II Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perlindungan Konsumen ......... 18
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ..................................... 18
ix
B. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen .......................... 20
C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ........................... 28
BAB III Iklan yang Menyesatkan...................................................................... 33
A. Periklanan .................................................................................................... 33
B. Peraturan yang Mengatur tentang Periklanan ................................... 40
C. Iklan yang Menyesatkan........................................................................... 52
BAB IV Analisis Penyelesaian Sengketa Iklan yang Menyesatkan ................ 57
A. Pengantar Kasus......................................................................................... 57
B. Analisis Menurut Peraturan di Indonesia ........................................... 61
C. Analisis Upaya Hukum atas Pelanggaran Sengketa Konsumen ..... 76
BAB V Penutup ................................................................................................... 84
A. Kesimpulan .................................................................................................. 84
B. Saran ............................................................................................................. 85
Daftar Pustaka..................................................................................................... 86
Lampiran ............................................................................................................. 89
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era global ini perkembangan perekonomian sangatnya cepat
dan pesat. Berkembangnya perekonomian dan pembangunan nasional
menghasilkan banyaknya variasi produk barang/jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi,
dan informatika juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi
barang dan jasa hingga melintasi berbagai wilayah negara. 1
Sehingga
kondisi dimana ada banyaknya infomasi tentang barang/jasa, pada satu sisi
menguntungkan konsumen, karena kebutuhannya terhadap barang
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan.
Namun pada sisi lain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan
konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, dimana konsumen
berada pada posisi yang lemah. Karena konsumen menjadi objek aktivitas
bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui kiat promosi dan
cara penjualan yang merugikan konsumen.2
Iklan adalah alat promosi yang digunakan untuk menarik perhatian
masyarakat luas untuk mengetahui produk tersebut. Iklan merupakan
1
Susanti Adi Negoro, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 1.
2 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: Gramedia, 2003), h.12.
1
2
bentuk komunikasi nonpersonal berbayar yang disajikan dalam media
massa secara kreatif untuk menyampakan sifat-sifat dasar dari berbagai
produk, layanan, dan gagasan. Periklanan adalah komunikasi komersil dan
nonpersonal tentang sebuah organisasi atau produk-produknya yang
ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat misal
seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung),
reklame luar ruang, atau kendaraan umum3.
Wujud dari iklan adalah komunikasi persuasif yang mengajarkan
informasi tentang aneka ragam produk, gagasan, serta layanan yang tujuan
akhirnya adalah memenuhi tujuan-tujuan dari pihak yang memasang iklan
tersebut4. Kedudukan iklan sangat penting bagi perusahaan karena tanpa
adanya iklan distribusi produk dari perusahaan tersebut tidak akan
mengalir lancar sampai kepada ke konsumen.
Pada kehidupan sosial iklan merupakan bagian yang sangat
melekat dalam kehidupan sehari-hari disamping sebagai sarana bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai suatu produk yang
dibutuhkan, iklan menjadi agen atau standart dalam membentuk tren atau
kecenderungan gaya hidup masyarakat dan bagian dari hiburan. Tidak
mengherankan jika iklan dapat ditemukan di mana saja, di antaranya
melalui berbagai media massa seperti media cetak (surat kabar, majalah,
3
Monle Lee & Carla Johnson., Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan Dalam
Perspektif Global, (Jakarta: Kencana, 2007), h.3.
4
Rendro DS, ed., Beyond Borders: Communication Modernity & History.,
(Jakarta: STIKOM The London School of Public Relation, 2010), h. 76.
3
tabloid), media elektronik (radio dan televisi), dan media outdoor
(billboard dan transit advertising).5
Jenis usaha yang memerlukan teknologi dalam memasarkan
produknya adalah usaha dalam bidang telekomunikasi. Dalam dunia ini
teknologi komunikasi telah berkembang pesat. Perkembangan ini yang
membuat teknologi komunikasi dalam mempromosikan sesuatu lebih
mudah. Brosur adalah salah alat iklan yang mudah diterima oleh
masyarakat Indonesia saat ini. Karena brosurpun para pelaku usaha
mendapatkan para konsumen yang banyak. Banyak masyarakat dengan
mudah mendapatkan brosur dari selembaran atau di jalan-jalan.
Di zaman sekarang manusia sudah sangat mudah untuk
berkomunikasi. Banyak bermacam-macam jenis komunikasi yaitu
langsung maupun tidak langsung. Berkomunikasi langsung adalah
berkomunikasi dengan lawan berbicara dengan bertemu seseorang dan
yang tidak langsung adalah dengan menggunakan alat telekomunikasi.
Kita semua telah mengenal alat komunikasi yang dinamakan handphone
atau telepon genggam.
Handphone atau telepon genggam adalah alat komunikasi tidak
langsung yang mempunyai sebuah nomor atau sering dinamakan kartu
perdana. Kartu perdana mempunyai berbagai macam keunggulan yang
biasanya dimiliki provider-provider di Indonesia. Keunggulan dari kartu
prodiver itu biasanya lebih diminati daripada nomor yang akan dipakai.
5
Ester Marissa, “Perlindungan Konsumen Terhadap Informasi Iklan yang
Menyesatkan”, (Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006). h.6.
4
Keunggulan kartu provider pula biasanya disebarluaskan atau
dipromosikan pada brosur dan iklan-iklan. Setiap provider pun
memberikan promosi yang murah dan tidak merugikan konsumen. Tetapi
dalam hal ini banyak provider yang berlomba-lomba untuk membuat
promosi yang menarik agar para pengguna telepon genggam memakai
kartu perdana tersebut. Hingga akhirnya ada beberapa kartu perdana yang
memakai iklan tidak sesuai dengan iklan yang dibuat.
Dalam contoh kasus iklan yang menyesatkan banyak sekali kasus
yang sudah ada dan terjadi. Kasus tentang pelanggaran hak konsumen
yang dilanggar oleh pelaku usaha sangatlah merugikan konsumen. Banyak
pula iklan yang menyesatkan yang kasusnya telah masuk ke Badan
Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) dan masuk pula ke Pengadilan
Negeri. Pada kali ini penulis akan membahas kasus tentang PT.
Exelcomindo Pratama yang membuat iklan yang tidak sama dengan apa
yang dirasakan oleh konsumennya yaitu Jhon Parlyn H. Sinaga yang
merasa dirugikan dengan adanya iklan yang menyesatkan dan dirugikan
dengan adanya iklan tersebut. Dengan adanya permasalahan itu maka
penulis menganalisis skripsi yang berjudul “Perlindungan Konsumen
Terhadap Iklan Yang Menyesatkan (Analisis Putusan Nomor 01
K/Per.Kons/2007 Jhon Parlyn H.Sinaga Melawan PT. Exelcomindo
Pratama)”.
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi
masalah dari penelitian ini adalah:
1. Dalam hukum perlindungan permasalahan iklan yang
menyesatkan yang merugikan masyarakat karena adanya iklan
yang tidak benar.
2. Masalah pengaturan iklan yang beredar di masyarakat.
3. Kriteria iklan yang ada termasuk dalam iklan yang
menyesatkan.
4. Penyelesaian perlindungan konsumen terhadap iklan yang
menyesatkan.
5. Kerugian yang ditimbulkan oleh iklan yang menyesatkan.
6. Masalah harusnya ada keseimbangan antara kewajiban dan hak
para pelaku usaha.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
pembahasan skripsi ini mengalami pembatasan yang pembahasannya akan
dibatasi pada perlindungan konsumen terhadap informasi iklan yang
menyesatkan.
6
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas,
dapat diidentifikasikan beberapa rumusan masalah yang akan dirumuskan
sebagai berikut:
a. Bagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang
telah dilanggar oleh PT. Exelcomindo atas iklan yang menyesatkan?
b. Bagaimana upaya hukum Jhon Parlyn H.Sinaga terhadap iklan yang
menyesatkan oleh PT. Exelcomindo ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan penulisan secara umum dan tujuan penulisan secara khusus.
Adapun penjabaran dari tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan gambaran
umum tentang informasi iklan yang menyesatkan dan tujuan khusus
penulisan skripsi ini adalah memberikan gambaran mengenai hal-hal
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui menentukan bahwa penyalahgunaan atas iklan
yang berisi iklan yang tidak benar merupakan perbuatan yang
melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
7
b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh Jhon Parlyn
H. Sinaga melawan PT. Excelcomindo Pratama karena informasi
iklan yang menyesatkan.
2. Manfaat Penelitian
Tiap Penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan
masalah yang diteliti. Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu
memberikan manfaat praktis pada kehidupan masyarakat. Kegunaan
penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni
dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan adanya penelitian ini penulis
sangat berharap akan dapat memberikan manfaat:
a. Manfaat Akademis
1) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam
perkuliahan dan membandingkan dengan praktek di lapangan.
2) Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran
bagi peneliti.
3) Untuk mengetahui secara mendalam mengenai informasi iklan
yang menyesatkan
4) Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang
dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian
selanjutnya.
8
b. Manfaat Praktis
1) Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada
umumnya dan pada khususnya tentang perlindungan konsumen
terhadap informasi yang menyesatkan.
2) Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat
luas tentang perlindungan konsumen terhadap informasi iklan
yang menyesatkan.
3) Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan
wawasan bagi penulis, khususnya bidang hukum perdata.
E. Kerangka Konseptual
Dalam pembahasan konseptual akan diuraikan beberapa konsep-
konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Perlindungan Konsumen
Pasal 1 angka 1 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen
Pasal 1 angka 2 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
9
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha
Pasal 1 angka 3 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang
Pasal 1 angka 4 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa barang adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
5. Jasa
Pasal 1 angka 5 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa jasa adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
10
6. Promosi
Pasal 1 angka 6 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa promosi adalah kegiatan pengenalan
atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk
menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan
dan sedang diperdagangkan.
7. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pasal 1 angka 11 menurut Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa badan penyelesaian sengketa
konsumen atau BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
8. Iklan
Iklan merupakan salah satu sarana pemasaran yang sangat banyak
dipergunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan aneka produk
yang dihasilkannya kepada konsumen.6
9. Menyesatkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1)
membawa ke jalan yang salah; menyebabkan sesat (salah jalan): mereka
memang sengaja menyesatkan kita; (2) Kiasan menyebabkan keliru
(salah) dan sebagainya: menyesatkan pandangan; menyesatkan pikiran.
6
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.1.
11
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian
hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.7
Penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk
mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan yang dirumuskan
dalam BAB I Pendahuluan, sehingga diperlukan secara sistematis,
metodologi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu
penelitian ilmiah.8
Dalam hal itu maka seseorang pada satu meneliti
haruslah memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsinya ini
adalah metode yuridis normatif, 9
yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan hanya meneliti bahan pustaka atau data sekunder,
yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Tujuan dari penelitian hukum normatif mencakup penelitian asas-asas
hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI, 1986), h.43.
8
Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri,
(Jakarta:Ghalia Indonesia, 1998), h.9.
9 Soerjono Soekanto dan Marmudji, Pengertian Hukum Normatif Suatu
Tindakan Singkat,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2004), h.14.
12
taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian
perbandingan hukum dan jenis penelitian hukum yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library
research.)10
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepustakaan atau hukum sekunder. Di dalam penelitian hukum
sekunder ini mencakup:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup
ketentuan-ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dan
mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat. 11
Bahan hukum
primer dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
4) Putusan No.1/Per.Kons/2007 Tentang Perkara Jhon Parlyn H.
Sinaga melawan PT. Exelcomindo Pratama.
10 Sri Mamudji,et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan
Penerbit FHUI, 2005), h.50.
11 Soerjono Soekanto., Pengantar Penelitian Hukum,. (Jakarta :Penerbit
Universitas Indonesia, 1986), h.52.
13
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari
buku-buku dan artikel yang berasal dari majalah, surat kabar,
internet, skripsi, dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini,
yang memberikan penjelasan yang jelas dan mendalam mengenai
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
c. Bahan Hukum Non-Hukum (Tersier)
Bahan non-hukum adalah yang merupakan bahan-bahan hukum
primer dan sekunder, seperti: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus
Hukum Belanda-Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Pengolahan Data dan Analisis Bahan Hukum
Metode yang digunakan dalam menganalisis dan mengolah data-
data yang terkumpul adalah analisis kualitatif. 12
Maksud dari
penggunaan metode tersebut adalah memberikan gambaran terhadap
permasalahan yang ada didalam BAB I Pendahuluan dengan
berdasarkan pada pendekatan yuridis normatif.
Dalam metode ini data-data yang diperoleh yaitu data sekunder,
akan diinventarisasi dan disitematiskan dalam uraian yang bersifat
deskriptif analisis. 13
Setelah dilakukan proses inventaris dan
penyusuanan data secara sistematis maka langkah selanjutnya ialah
menganalisa data-data tersebut.
h.104.
12 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Rineka Cipta, 2004).
13 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Press, 1998), h.35.
14
G. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Pada kajian studi kasus ini penulis membahas tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan (Analisis Putusan Nomor
01 K/Per.Kons/2007), adapun beberapa judul skripsi terdahulu yang
pernah ditemukan penulis dan membahas terkait dengan judul skripsi yang
ditulis oleh penulis, antara lain:
Nama Andhini Iasha Amala
Fakultas/Prodi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Ilmu Hukum, Hukum Bisnis
Tahun 2013
Judul Skripsi Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Terhadap Produk Elektronik: Studi Kasus Perlindungan
Konsumen Kamera Lomo
Substansi Dalam Skripsi ini lebih membahas penerapan Undang-
undang terhadap produk eektronik yaitu kamera lomo.
Pembeda Dalam skripsi yang penulis tulis sangat jauh berbeda
dengan sebelumnya, karena disini penulis hanya fokus
terhadap perlindungan konsumen terhadap iklan yang
menyesatkan.
Nama Arief Hannany
Fakultas/prodi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Ilmu Hukum, Hukum Bisnis
15
Tahun 2013
Judul Skripsi Perlindungan Konsumen Perbankan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (Studi Komparatif Perlindungan konsumen
Perbankan oleh Bank Indonesia.
Substansi Dalam skripsi ini lebih membahas perlindungan
konsumen oleh otoritas jasa keuangan.
Pembeda Dalam skripsi yang penulis tulis sangat jauh berbeda
dengan sebelumnya, karena disini penulis hanya fokus
terhadap perlindungan konsumen terhadap iklan yang
menyesatkan dan sangat berbeda dengan apa yang ditulis
penulis skripsi Perlindungan Konsumen Perbankan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (Studi Komparatif Perlindungan
konsumen Perbankan oleh Bank Indonesia.
Dan ada pula buku yang menjadi review terdahulu bagi penulis ini
yaitu:
Buku Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan
yang Menyesatkan.
Pengarang Dedi Harianto
Substansi Dalam buku ini pengarang menjelaskan dengan jelas
tentang perlindungan konsumen terhadap iklan yang
menyesatkan.
Alasan Penulis skripsi mengacu kepada pengarang buku ini
16
karena buku ini sangatlah membantu dalam penulisan
skripsi ini. Dalam buku ini banyak substansi tentang
perlindungan konsumen terhadap iklan yang
menyesatkan. Buku ini juga hanya menerangkan tentang
teori dan pengertian tentang iklan yang menyesatkan.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”
dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab
terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti.
Adapun perinciannya sebagai berikut:
BAB I Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
studi terdahulu dan sistematika penulisan. Dalam bab ini
penulis menuliskan apa yang akan dibahas pada bab inti.
BAB II Bab ini berisikan tentang tinjauan umum mengenai hukum
perlindungan konsumen, pengertian perlindungan
konsumen, pihak-pihak yang terkait dengan hukum
perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen,
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, tanggung jawab
pelaku usaha dan penyelesaian sengketa konsumen. Dalam
17
bab ini penulis membahasan tentang perlindungan
konsumen secara teoritis.
BAB III Bab ini berisikan tentang tinjauan umum mengenai iklan
yang menyesatkan, periklanan, iklan yang menyesatkan dan
beberapa peraturan yang mengatur tentang periklanan.
Dalam bab ini peraturan yang dibahas mengenai iklan yang
menyesatkan juga melihat kepada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
BAB IV Bab ini berisikan tentang analisis perlindungan konsumen
terhadap iklan yang menyesatkan dan tentang analisis kasus
menurut peraturan di Indonesia serta upaya hukum
pelanggaran sengketa konsumen.
BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu
penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,
di samping itu penulis menengahkan beberapa saran yang
dianggap perlu.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Indonesia adalah negara berkembang yang mempunyai banyak
masalah dalam bidang perlindungan konsumen. Dalam hal ini
sesungguhnya peranan hukum dalam konteks perlindungan konsumen
adalah untuk menciptakan kenyaman, kebenaran dan keamanan bagi
konsumen.
Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih,
karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi
Indonesia, di mana ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi
dunia. Persaingan internasional dapat membawa implikasi negatif bagi
konsumen.1
Perlindungan konsumen tidak hanya untuk barang mahal atau
berkualitas baik tetapi untuk segala barang yang telah diproduksi untuk
para konsumen.
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang
1
Erman Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era
Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati (Penyuting), Hukum
Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000), h.2.
18
19
merugikan konsumen itu sendiri. 2
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan pada Pasal 1 angka 1 bahwa,
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi
perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat
dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.
Al-Quran surat Al-Falaq ayat 1-5, yaitu:
قل عأوذ ترب الفلق . من شر ما خلق. ومن شر غاسق ذإا وقة . : قال تعاىل
ومن شر النفاثات في العقد . ومن شر حاسد ذإا حسد
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari
kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap
gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus
pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia
dengki". (QS. Al-Falaq: 1-5).
Dalam Surat Al Falaq memerintahkan untuk memohon
perlindungan dari keburukan yang samar dan mengajarkan kepada
manusia, hanya kepada Allah-lah menyerahkan perlindungan diri dari
segala kejahatan. Surat ini juga bisa menjadi acuan perlindungan
konsumen pada umumnya.
2 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), h.21.
20
Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua
aspek, yaitu: 3
1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada
konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil
kepada konsumen.
Hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan asas-asas
dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan barang dan/atau jasa antara penyedia dan penggunaanya
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan hukum perlindungan
konsumen sendiri adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah
penyediaan dan penggunaan barang dan/atau jasa konsumen antara
penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.4
B. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
1. Asas Perlindungan Konsumen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata asas mempunyai
makna yaitu dasar, dasar cita-cita atau hukum dasar. Pada Pasal 2
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan ada 5 asas
yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
3
Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993), h.152.
4 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:
Diadit Media, 2002), h.37.
21
a. Asas Manfaat
Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Pada asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Asas ini bermaksudkan untuk meberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini bermaksudkan bahwa untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau
yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas ini bermaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
22
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
2. Tujuan Perlindungan Konsumen
Pada Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dijelaskan
tentang tujuan perlindungan hukum bagi konsumen,5
yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan hukum bagi konsumen, sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
5 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.26.
23
Untuk mewujudkan tujuan dari perlindungan hukum bagi
konsumen, negara bertanggung jawab atas pembinaan dan
penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen. Keenam
tujuan tersebut juga hanya dapat tercapai jika didukung oleh
subsistem dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara
keseluruhan dan tanpa mengabaikan fasilitas dan kondisi
masyarakat.6
3. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam hukum perlindungan konsumen terdapat pihak-pihak terkait
didalamnya:
a. Konsumen
Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai,
pengguna dan atau pemanfaat barang dan jasa untuk tujuan
tertentu. 7
Sedangkan pengertian menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Pasal 1 butir 2 konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain
maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
Kalau dilihat ada 4 unsur utama dalam pengertian konsumen
tersebut, yaitu:
6
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2005), h.35.
7 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.30.
24
1. Setiap orang
Menurut AZ. Nasution setiap orang itu adalah orang alami
dan bukan badan hukum.
2. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat
Maksudnya adalah barang dan /atau jasa tersebut dapat
diperoleh dari tempat umum, contohnya pasar, toko,
supermarket atau lainnya.
3. Untuk kepentingan sendiri, keluarga atau makhluk hidup
lainnya.
Barang dan/atau jasa tersebut dapat dipergunakan,
dimanfaatkan, dipakai untuk kepentingan konsumen diri
sendiri, orang lain, keluarga atau makhluk hidup lainnya.
4. Tidak untuk diperjualbelikan
Maksudnya adalah barang dan/atau jasa tersebut tidak untuk
dijual kembali atau dikomersilkan.
b. Pelaku Usaha
Pada Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen memberikan arti dari pelaku
usaha yaitu:
“Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi”.
25
Penjelasan dalam Undang-Undang perlindungan konsumen
tersebut mengatakan bahwa “ Pelaku Usaha yang termasuk dalam
pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
importir, pedagang, distributor, dan lain-lain”8.
Dalam pengertian tentang pelaku usaha terdapat 4 aspek utama
dalam pengertian tersebut:
1. Setiap orang perseorangan ataupun badan hukum
Maksudnya badan usaha disini adalah badan usaha hukum
maupun badan usaha yang bukan hukum.
2. Melakukan dan menyelenggarakan kegiatan di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia
Maksudnya adalah orang perseorangan dan badan hukum
hanya melakukan dan menyelenggarakan kegiatan tersebut di
Indonesia kecuali badan usaha diperbolehkan di luar wilayah
Indonesia.9
3. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam di bidang ekonomi
Terdapat batasan yang membedakan pelaku usaha dengan
pelaku usaha kegiatan lain yaitu pelaku usaha ini hanya
menyelenggarakan kegiatan di bidang ekonomi.
4. Secara sendiri ataupun bersama-sama melalui perjanjian
8
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.37.
9 Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan
Pengembangan Pemikiran, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008), h.33-34.
26
Maksudnya adalah kegiatan tersebut harus melalui perjanjian
dengan badan usaha dan perseorangan.
c. Pemerintah
Peranan pemerinah sebagai pemegang regulasi dan
kebijakan sangat penting. Tanggung jawab pemerintah dalam
melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen agar mendapatkan
hak-haknya, sementara itu tanggung jawab pemerintah dalam
melakukan pengawasan penting dalam upaya membangun kegiatan
usaha positif dan dinamis, sehingga hak-hak konsumen tetap bisa
diperhatikan oleh para pelaku usaha.10
a. Pembinaan
Dalam undang-undang perlindungan konsumen Pasal 29
ayat 1 dinyatakan bahwa:
“Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”
Penjelasaan umum aturan Permerintah Nomor 58 Tahun
2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa pembinaaan
perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah
adalah sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak
10 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.63.
27
konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban
masing-masing dengan asas keadilan dana asas keseimbangan
kepentingan.11
b. Pengawasan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 30 ayat 1
disebutkan bahwa :
“Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-
undangan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat”
Pada penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa
perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh
pemerintah, masyarakat dan LPKSM, mengingat banyak ragam
dana jenis barang dan/atau jasa yang beredar di pasar serta
luasnya wilayah Indonesia.
Tugas pengawasan pemerintah terhadap penyelenggara
perlindungan konsumen dilakukan oleh Menteri atau Menteri
teknis terkait. Bentuk pengawasan oleh pemerintah diatur
dalam Pengaturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen Pasal sebagai berikut:
11 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.64.
28
- Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku
usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang
dan/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku,
promosi, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang
dan /atau jasa. Purna jual adalah pelayanan yang dilakukan
oleh pelaku usaha terhadap konsumen.
- Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan
dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan,
dan penjualan barang dan/atau jasa.
- Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
- Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri atau Menteri
teknis bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.12
C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
Secara umum ada 4 hak dasar konsumen yaitu:13
1. Hak untuk mendapat keamanan (The right to safety)
2. Hak untuk mendapatkan informasi (The right to information)
3. Hak untuk memilih (the right to choices)
12
Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.65-66.
13 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo,
2000), h.1.
29
4. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Dalam hak-hak tersebut konsumen harus mendapatkan semua hak
yang ada dalam 4 aspek itu. Kemudian melalui Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan 9 (Sembilan)
hak konsumen:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
30
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Dalam hak-hak tersebut terlihat sekali banyak hal yang sangat
penting untuk para konsumen dan itupun adalah berbicara tentang
keamanan, kenyamanan, dan keselamatan. Betapa pentingnya hak-hak
konsumen, sehingga melahirkan pemikiran yang berpendapat bahwa hak-
hak konsumen merupakan “generasi keempat hak asasi manusia”, yang
merupakan kata kunci dalam konsepsi hak asasi manusia dalam
perkembangan di masa-masa yang akan datang.14
Dari hak yang telah diketahui terdapat pula kewajiban konsumen
yaitu:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
2. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.15
14 Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual dan Prosedural Kemajuan Hak-Hak
Asasi Manusia Dewasa Ini, Perkebangan ke Arah Pentingnya Hak Asasi Manusia
Generasi Keempat, (Jakarta: The Habibie Center, 2000), h.12.
15 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010), h.35-36.
31
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha
dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen,
kepada para pelaku usaha diberikan hak sebagaimana diatur pada Pasal 6
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Kemudian dalam hal ini penjelasan tentang kewajiban pelaku
usaha dibahas pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharan
32
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif,
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
BAB III
IKLAN YANG MENYESATKAN
A. Periklanan
Iklan adalah salah satu bagian dari perusahan periklanan untuk
melakukan promosi kepada konsumen. Dalam hal ini iklan sangatlah
penting untuk memasarkan prodak yang diproduksi oleh pelaku usaha.
Banyak pelaku usaha yang berbondong-bondong untuk membuat iklan
semenarik mungkin sehingga membuat konsumen tertarik untuk membeli
produk yang dijual oleh pelaku usaha.
Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa
Prancis, re-clamare, yang berarti “meneriakan berulang-ulang”. Iklan
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan
gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara
serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha untuk
memberikan informasi, membujuk, dan menyakinkan.1
Iklan atau advertasing dapat didefinisikan sebagai “any paid form
of nonpersonal communication about an organization, product, service, or
idea by an identified sponsor” 2
(setiap bentuk komunikasi nonpersonal
mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu
sponsor yang diketahui).
1 Dendi Sudiana, Komunikasi Periklanan Cetak, (Bandung: Remadja Karya CV
Bandung, 1986), h.1.
2 Raphl S. Alexander,ed. Marketing Definition, (Amerika Association, Chicago.
1965), h. 1.
33
34
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) mendefinisikan
iklan sebagai segala bentuk pesan tentang produk yang disampaikan
melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta
ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedangkan dalam
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
siaran iklan didefinisikan sebagai siaran informasi yang bersifat komersial
dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan
yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada
lembaga penyiaran yang bersangkutan. Menurut kalangan ekonom
biasanya definisi standar periklanan mengandung 6 (enam) elemen, yaitu:
1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar walaupun beberapa
bentuk periklanan seperti layanan masyarakat, biasanya menggunakan
ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar, tetapi
dengan jumlah yang sedikit.
2. Selain pesan yang harus disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga
terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya menampilkan
pesan mengenai kehebatan produk yang ditawarkan, melainkan juga
sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai
perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan itu, sehingga
sering mendengar atau melihat iklan yang selain menawarkan
produknya juga menyampaikan siapa produsennya.
3. Maksud utama kebanyakan iklan adalah untuk membujuk atau
mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu. Di dalam iklan,
35
pesan dirancang sedemikian rupa agar bisa membujuk dan
mempengaruhi konsumen.
4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media
penyampaian pesan. Media massa merupakan sarana untuk
menyampaikan pesan kepada audiens sasaran.
5. Penggunaan media massa ini menjadikan periklanan dikategorikan
sebagai komunikasi masal, sehingga periklanan mempunyai sifat
bukan pribadi (nonpersonal).
6. Perancangan iklan harus secara jelas ditentukan kelompok konsumen
yang akan menjadi sasaran pesan. Tanpa identifikasi audiens yang
jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif.3
Pada dasarnya definisi iklan adalah sarana komunikasi untuk
pemasaran yang meneriakan suatu produk barang dan/atau jasa dibuat oleh
pelaku usaha untuk pemberitahuan tentang produk yang dijual dan
dipercaya oleh para konsumen. Secara umum juga tujuan iklan adalah: 4
1. Memberikan informasi kepada konsumen sasaran tentang produk dan
manfatnya. Sebagai contoh iklan kelompok ini adalah pemberitahuan
tentang kehadiran produk baru di pasar, perubahan harga, cara
penggunaan barang.
3 Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Persepektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h.6.
4
Siswanto Sutojo, Stategi Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Dammar Mulia
Pustaka, 2000), h.263-264.
36
2. Menyakinkan konsumen sasaran untuk memilih produk atau merek
dagangan perusahaan saingan. Contohnya: menghimbau kepada
konsumen sasaran untuk membeli produk, memilih produk atau merek
yang diiklankan atau menyakinkan konsumen tentang keunggulan
atribut produk yang diiklankan dibandingkan dengan produk saingan.
3. Mengingatkan kembali konsumen akan keberadaan produk di pasar
dan berbagai macam manfaat yang dijanjikannya.
Ada beberapa jenis iklan yaitu:
1. Iklan nasional adalah iklan yang berskala nasional atau
sebagian wilayah suatu negara. Sebagian besar iklan nasional
pada umumnya muncul pada jam tayang utama di televisi atau
media besar nasional serta media-media lainnya
2. Iklan lokal adalah iklan pada tingkat lokal. Iklan lokal
bertujuan untuk mendorong konsumen untuk berbelanja pada
toko-toko tertentu atau menggunakan jasa lokal atau
mengunjungi suatu tempat atau institusi tertentu.
3. Iklan Primer atau Selektif adalah iklan yang memusatkan
perhatian untuk menciptakan permintaan terhadap suatu merek
tertentu.
4. Iklan antar-Bisnis adalah iklan dengan target kepada satu atau
beberapa individu yang berperan mempengaruhi pembelian
barang dan jasa industri untuk kepentingan perusahaan di mana
para individu itu bekerja.
37
5. Iklan profesional adalah iklan yang target kepada para pekerja
profesional seperti dokter, pengacara, dokter gigi, ahli teknik,
dan sebagainya.
6. Iklan Perdagangan adalah iklan yang target pada anggota yang
mengelola saluran pemasaran, seperti pedagang besar,
distributor serta para pengecer.5
Periklanan terdapat pihak-pihak yang terkait dalam periklanan.
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam periklanan adalah :
1. Perusahaan Iklan
Suatu perusahaan iklan atau biro iklan adalah suatu organisasi
jasa yang mengkhususkan diri dalam merencanakan dan
melaksanakan program periklanan bagi klien, yaitu perusahaan
yang menggunakan jasa biro atau perusahaan iklan eksternal.
Para staf perusahaan iklan ini terdiri dari artis, penulis, analis
media, peneliti dan tenaga ahli lainnya yang memiliki
keterampilan khusus, pengetahuan dan pengalaman yang dapat
menolong klien memasarkan barang dan jasa.6
2. Pengiklan
Menurut Etika Pariwara Indonesia pengiklan adalah
pemrakarsa, penyandang dana dan pengguna jasa pengiklan.
5 Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 21.
6 Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 146-147.
38
Maksudnya adalah pihak yang mempemrakarsai kepada
perusahaan periklanan untuk mempromosikan produk hasil
usahanya dengan memberikan informasi yang jelas, benar dan
jujur dari perusahaan pengiklan.7
3. Media Periklanan
Media periklanan adalah sarana komunikasi massa seperti,
media cetak (Koran, majalah, tabloid), media elektronik
(televisi, radio dan internet) dan ada pula media lain yaitu,
spanduk, pamphlet, brosur dan billboard. Adapun bentuk-
bentuk media dibagi menjadi tiga:
a. Media Penyiaran
Pemasang iklan harus selalu mempertimbangkan media
penyiaran apa yang paling tepat untuk mempromosikan
suatu produk (barang dan jasa).8
b. Media Cetak
Dalam perencanaan media, majalah dan surat kabar
memiliki posisi yang berbeda dengan media penyiaran. Hal
ini disebabkan kedua media cetak tersebut memungkinkan
pemasang iklan untuk menyajikan informasi secara lebih
7 William Wells, J. Burnett, dan Sandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.7.
8 Morissan, M.A. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 236.
39
detail atau perinci yang dapat diolah menurut tingkat
kecepatan pemahaman pembacanya.9
c. Media Internet
Internet dapat didefinisikan sebagai suatu metode yang
mendunia untuk saling menukar informasi dan
berkomunikasi melalui komputer yang saling terkoneksi.
Perusahaan membangun dan menggunakan situs web atau
web site dengan tujuan tidak lebih sebagai katalog atau
brosur elektronik yang dapat diakses secara online yang
bertujuan untuk menyediakan informasi.10
4. Vendors
Vendors merupakan kelompok dari organisasi jasa yang
membantu pengiklan, perusahaan periklanan, dan media.
Sering pula disebut sebagai freelancers atau consultants.
Contoh adalah penulis naskah dan seniman grafis, fotografer,
pengarang lagu dan lainnya.11
5. Konsumen
Konsumen adalah setiap pemakai dan penikmat barang dan jasa
yang sudah diiklankan.
9
Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 281.
10 Morissan, M.A., Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010), h. 317-319.
11 William Wells, J. Burnett, dan Sandra Morianty, Advertising: Principles &
Practice, (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998), h.11.
40
6. Pemerintah
Pemerintah adalah pengawas berjalannya aturan periklanan.
B. Peraturan yang Mengatur tentang Periklanan
Mencari informasi tentang barang dan atau jasa sangatlah penting
bagi konsumen. Sehingga memang sudah seharusnya ada undang-undang
yang melindungi hal tersebut. Pembuatan undang-undang periklanan
didasarkan oleh adanya kebutuhan pelaku usaha untuk beriklan yang
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Bagi pelaku usaha, iklan
merupakan suatu media yang sangat efektif untuk menjangkau konsumen
dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang diproduksi.12
Karena
pula adanya sikap kristis pada kosumen Indonesia dalam mencermati
berbagai iklan maka ini hal yang sangat mendorong adanya peraturan yang
mengatur periklanan. Hal ini pula dilakukan untuk melindungi konsumen
dari tindakan-tindakan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Berdasarkan hal tersebut, iklan memerlukan pengaturan dalam sistem
hukum di Indonesia.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Pengaturan kegiatan periklanan dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen diawali dengan beberapa larangan yang ditujukan bagi pelaku
usaha dalam melaksanakan kegiatan penawaran, promosi, mengiklankan
suatu barang dan atau jasa, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 Ayat
12
Lamtasim Dasustra, “Iklan Sumber Informasi yang Benar atau Menyesatkan”,
Koran Tempo, 31 Agustus 2004.
41
(1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan bahwa
pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu
barang atau jasa secara tidak benar, atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri•ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain;
j. Menggunakan kata•kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak
keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 9 Undang-Undang
42
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) ini, pada intinya
merupakan bentuk larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa
secara tidak benar atau seolah-olah barang tersebut telah memiliki
potongan harga, memenuhi standar mutu tertentu, dalam keadaan baik atau
baru, telah mendapatkan atau sponsor, persetujuan atau afiliasi, barang
tersebut tersedia, tidak mengandung cacat tersembunyi, merupakan
kelengkapan barang tertentu, seolah-olah berasal dari suatu daerah
tertentu, secara langsung atau tidak langsun merendahkan barang dan atau
jasa lain, mempergunakan kata-kata yang berlebihan, menawarkan sesuatu
janji yang belum pasti.
Larangan terhadap pelaku usaha tersebut dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen membawa akibat bahwa pelanggaran atas
larangan tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melanggar hukum,
sehingga dapat dikenakan sanksi.13
Bagi pelaku usaha yang terlanjur telah
membuat iklan yang melanggar ketentuan Pasal 9, harus menghentikan
penawaran, promosi dan penanyangan iklan tersebut.
Pasal 9 ayat (1) huruf i melarang iklan secara langsung atau tidak
langsung merendahkan barang dan atau jasa lain, karena tindakan ini dapat
merugikan pelaku usaha lain serta menyesatkan konsumen dengan
memandang rendah kualitas suatu produk bila dibandingkan dengan
produk pengiklan.
13
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004), h.91
43
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimuat
ketentuan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Keseluruhan informasi tersebut merupakan “fakta material” karena
sangat penting bagi konsumen untuk memilih atau membeli produk sesuai
dengan kebutuhan. Apabila konsumen tidak berhati-hati dalam
mencermati iklan-iklan menyesatkan tersebut, maka konsumen akan salah
dalam menjatuhkan pilihan atau akan mengalami kerugian.14
Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini
juga menyangkut larangan yang tertuju kepada perilaku pelaku usaha,
yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan tertib dan iklim usaha
yang sehat, guna memastikan produk yang diperjualbelikan dalam
14
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.
44
masyarakat dilakukan dengan cara-cara tidak melanggar hukum.15
Pasal 12 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimuat
ketentuan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan
atau mengiklankan suatu barang dan jasa dengan harga atau tarif khusus
dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak
bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang
ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Ketentuan Pasal 12 ini berkaitan dengan iklan-iklan potongan
harga, atau tarif-tarif khusus yang marak ditawarkan pelaku usaha untuk
menarik perhatian konsumen untuk datang bertransaksi atau
mempergunakan fasilitas tertentu (angkutan darat, tempat hiburan). Tetapi,
begitu konsumen menanyakan perihal potongan harga atau tarif khusus
tersebut, pelaku usaha berdalih potongan harga atau tarif khusus hanya
untuk produk-produk tertentu saja, atau hanya berlaku untuk tegang waktu
tertentu, tanpa memberikan informasi secara alurat kepada konsumen.
Konsumen dalam hal ini tentu merasa tertipu dan dirugikan ongkos,
waktu, dan tenaga akibat tindakan pelaku usaha.16
Konsumen hendaknya jangan terlalu tergiur dengan iklan potongan
harga atau tarif khusus yang ditawarkan oleh pelaku usaha, karena bisa
saja produk yang ditawarkan adalah produk lama atau produk yang tidak
15 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004), h.92.
16
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.
45
diminati oleh konsumen karena sudah tidak modern atau ketinggalan
zaman. 17
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ditentukan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikannya tidak
sebagaimana dijanjikan. Sedangkan dalam ayat 2 berkaitan dengan
larangan kegiatan penawaran, promosi, atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan
atau jasa lain.
Tawaran hadiah yang menyertai setiap transaksi penjualan produk
merupakan salah satu kiat pelaku usaha guna mendongkrak omset
penjualan produknya. Kerap kali ditemukan adanya perubahan orientasi
konsumen yang lebih mengutamakan untuk memperoleh hadiah-hadiah
sebagaimana dijanjikan melalui iklan daripada mengutamakan manfaat
membeli produk yang sebenarnya. Pelaku usahapun tidak kurang akal
untuk memanfaatkan keluguan konsumen dengan alasan stok hadiah
terbatas, masa pengambilan hadiah sudah terlewati, atau menukar hadiah
yang dijanjikan dengan hadiah lain dengan harga yang lebih murah.
Pasal 17 ayat (1) ditentukan bagi pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang:
17
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h, 60
46
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu
penerimaan barang dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau
jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang•undangan
mengenai periklanan.
Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan tegas
disebutkan bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan
yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Sebagai konsekuensi tanggung jawab profesional pelaku usaha periklanan,
maka pelaku usaha periklanan dianggap turut bertanggung jawab terhadap
setiap iklan hasil karya dengan segala iklan akibat yang ditimbulkan oleh
iklan tersebut. Tetapi diterangkan secara lebih lanjut dari segi mana dari
iklan tersebut yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pelaku usaha
periklanan.
Perlindungan hukum bagi konsumen atas iklan yang menyesatkan
dalam UUPK diatur dalam Bab III Pasal 4 sampai dengan pasal mengenai
47
hak-hak dan kewajiban konsumen dan juga hak dan kewajiban pelaku
usaha yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.
Bentuk lainnya untuk melindungi konsumen, yaitu dengan
dibentuknya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang
diatur pada Bab VIII UUPK mulai dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 43.
Tugas BPKN yaitu:
a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen.
d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat,
e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen.
f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku
usaha.
g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
48
2. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Ketentuan mengenai periklanan memiliki keterkaitan erat dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang Penyiaran. Dalam proses
lahirnya suatu iklan tentu akan melibatkan banyak pihak sekali pihak,
yaitu pengusaha pengiklan ( produsen, distributor, supplier, retailer),
pengusaha pengiklan, dan juga media iklan (di antaranya melalui televisi,
radio) sebagai media penyebarluasan informasi, konsumen sebagai
penerima informasi yang disajikan melalui iklan, dan pemerintah.18
Undang-undang penyiaran mengklasifikasikan jenis iklan atas
siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat. Siaran iklan niaga
berdasarkan Pasal 1 angka 6 undang-undang penyiaran mendefinisikan
sebagai:
1. Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat.
2. Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
3. Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. Yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan
18
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta:
PIRAC-PEG, 2001), h. 43
49
dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain,
pribadi lain, atau kelompok lain;
b. Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat
adiktif;
c. Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan
nilai-nilai agama; dan/atau
e. Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
4. Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib
memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.
5. Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga
penyiaran.
6. Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-
anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.
7. Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan
layanan masyarakat.
8. Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling
banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga
Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari
seluruh waktu siaran.
9. Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran
Swasta paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan niaga,
50
sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga
puluh per seratus) dari siaran iklannya.
10. Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk
kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.
11. Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Fungsi iklan sebagai sarana untuk penyebarluasan informasi
produk telah menempatkan perusahaan periklanan maupun media cetak
dan elektronik sebagai bentuk-bentuk perusahaan yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik. Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa yang dimaksud dengan
Pers adalah:
“Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Sebagai bentuk perusahaan yang menjalankan kegiatan jurnalistik
perusahaan periklanan maupun cetak dan elektronik dapat dikelompokan
sebagai perusahaan pers, penegasan hal tersebut dapat ditemukan dalam
pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:
“Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan
usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor
berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.”
51
Dari beberapa penjelasan dalam Undang-Undang Pers tersebut,
maka keberadaan perusahaan periklanan sebagai salah satu bentuk
perusahaan pers memang tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan
melihat fungsi yang dijalankan perusahaan periklanan untuk mengolah
informasi produk yang diperoleh dari pengiklan menjadi informasi yang
menarik dan mampu mengakomodir keingintahuan konsumen, telah
menempatkan perusahaan periklanan sebagai perusahaan pers.
Kesimpulan tersebut didukung dengan ditemukannya pengaturan
Pasal 13 Undang-Undang Pers mengenai beberapa larangan muatan iklan
bagi perusahaan periklanan yang dimasukkan dalam Bab IV mengenai
perusahaan pers, sebagai berikut. Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau
mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan
dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
4. Etika Pariwara Indonesia.
Undang-Undang mengatur pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan. Etika pada hakikatnya
merupakan pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana orang itu
52
seyogyanya berperilaku, pelanggaran etika hukum bukanlah merupakan
kaedah hukum melainkan dirasakan bertentangan dengan hati nurani.19
Etika dalam periklanan diatur dalam kode etik periklanan yang
tersusun dalam etika pariwara Indonesia (EPI). EPI ini merupakan
penyempurnaan kedua atas kitab Tata Karma dan Tata Cara Periklanan
Indonesia (TKTCPI) yang disahkan pada tahun 1981.
EPI itu sifatnya adalah melengkapi hukum positif yang telah ada
karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 17 ayat 1.f.
disebutkan bahwa "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan". Dengan demikian EPI dapat menjadi rujukan dari
banyak pihak (termasuk praktisi hukum pada umumnya) mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan etika periklanan. Disinilah posisi strategis dari EPI.
C. Iklan yang Menyesatkan
Kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa sangatlah tinggi
hingga konsumenpun membutuhkan informasi produk yang akan dibeli.
Karena dengan ketersediaan informasi tersebut konsumen dengan mudah
dapat memilih dan membeli produk yang sesuai dengan kebutuhannya.
Jika konsumen salah memperoleh informasi maka akan berakibat
konsumen tersebut akan salah dalam menjatuhkan pilihan sehingga dapat
h.38.
19 Sudikno Mertohadikusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2003),
53
menimbulkan kerugian kepada konsumen. Dan dapat pula merusak citra
pelaku usaha dalam waktu yang lama dan menghilangkan kepercayaan
terhadap konsumen.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa “iklan”
mengandung arti 1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada
khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; 2) pemberitahuan
kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di
dalam media massa seperti surat kabar atau majalah.
Sedangkan kata “menyesatkan” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia berasal dari kata “sesat” artinya “salah jalan; tidak melalui jalan
yang benar”. Namun apabila kata “sesat” ditambah dengan awalan “me-
“ dan akhiran “kan” maka ia akan berubah menjadi kata “menyesatkan”
yang mengandung arti “membawa ke jalan yang salah; menyebabkan sesat
(salah jalan)”.
Deceptive advertising yang merupakan salah satu pelanggaran hak
konsumen yang mungkin masih terjadi pada iklan di Indonesia. Deceptive
advertising bisa dikategorikan dalam tiga tipe, yaitu:
1. Fraudulent advertising, iklan yang tidak dapat dipercaya. Iklan seperti
ini mungkin sudah jarang ditemui tapi juga tidak menutup
kemungkinan iklan yang masuk tipe ini masih ada.
2. False advertising, klaim terhadap manfaat produk atau jasa yang hanya
dapat dipenuhi berdasarkan ”syarat dan ketentuan berlaku” yang tidak
54
di jelaskan secara gamblang di iklan. Misalnya, iklan salah satu
provider telekomunikasi terkenal, mengklaim dirinya paling murah
dengan menonjolkan sebuah pertanyaan “ada yang lebih murah dari Rp.
0 ?” tetapi hal ini tidak pernah dijelaskan secara gamblang bahwa tarif
Rp 0 hanya berlaku berdasarkan syarat dan ketentuan. Bahkan dalam
iklannya pun tidak dituliskan syarat dan ketentuan berlaku.
Comparative advertising seperti ini berpotensi menimbulkan masalah
dari pihak konsumen atau pesaing. Contoh kasus yang pernah terjadi
antara pabrikan besar BMW dengan Volvo. Dalam sebuah pesan
komersialnya Volvo 850 Turbo Sportwagon mengklaim bahwa Volvo
850 Turbo Sportwagon mempunyai akselerasi lebih cepat
dibandingkan BMW 328i, pesan komersial kemudian direspon oleh
BMW dengan mengajukan keberatan kepada pihak berwenang di
negara bersangkutan. Akhirnya, kasus tersebut dimenangkan oleh
BMW karena Volvo tidak bisa memberikan bukti yang memadai atas
klaimnya.
3. Misleading advertising, iklan ini melibatkan antara klaim dan
kepercayaan, sebuah iklan menghubungkan dengan kepercayaan
konsumen. Misalnya konsumen Indonesia percaya bahwa memiliki
kulit putih merupakan bagian dari kecantikan. Kepercayaan konsumen
ini dimanfaatkan produsen pemutih kulit merek terkenal dengan
menggunakan produk mereka, kulit akan menjadi putih dalam waktu 7
hari. Hal serupa juga diungkapkan pada produk lini lainnya dengan
55
pesan yang agresif, hanya pada beberapa iklan lainnya ditambahkan
sebuah tulisan sangat kecil disudut kiri bawah (jika tidak dipelototi
tidak akan kelihatan)
Adapun cirri-ciri iklan yang menyesatkan menurut European
Commision for Consumer adalah sebagai berikut:
a. Deceiving the persons to whom it is addressed;
b.
Distorting their economic behaviour; or
c.
As a consequence, harming the interests of competitors.
Maksudnya adalah :
a.
Menipu orang-orang kepada siapa ditujukan;
b.
Mendistorsi perilaku ekonomi mereka; atau
c.
Sebagai konsekuensinya, merugikan kepentingan pesaing.
When determining whether advertising is misleading,
several
factors shall be taken into account. These are:
a. The characteristics of the goods or services concerned;
b. The price;
c. The conditions of delivery of the goods or provision of the services
involved;
d. The nature, attributes and rights of the advertiser.
Ketika menentukan apakah iklan menyesatkan ada beberapa faktor
yang harus diperhitungkan, yaitu:
a. Karakteristik barang atau jasa yang bersangkutan;
56
b. Harga;
c. Kondisi pengiriman barang atau penyediaan jasa yang terlibat;
d. Alam, atribut dan hak-hak dari pengiklan.
Pelanggaran norma-norma dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen terjadi pada praktek penawaran, promosi, dan periklanan
namun harus diuji melalui proses penegakan hukum apakah praktek
penawaran, promosi, dan periklanan benar terbukti melanggar norma
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.20
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan
yang menyesatkan adalah pemberitahuan kepada khalayak tentang barang
dan atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha untuk menarik perhatian
konsumen tetapi barang dan atau jasa tersebut tidaklah sesuai dengan apa
yang telah disebarluaskan atau diberitahukan di media massa dan tidak
benar (sesat) sehingga dapat merugikan konsumen.
20
Yusuf Shofie, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen,
(Jakarta: PIRAC-PEG, 2001), h. 44
BAB IV
ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA IKLAN YANG
MENYESATKAN
A. Pengantar Kasus
Praktek yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menggunakan
iklan akan berpotensi menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
Konsumen terkadang merasa tidak puas terhadap produk atau jasa yang
dipilihnya karena terdapat perbedaan kondisi sebagaimana dilihatnya
melalui iklan dengan kenyataan yang sebenarnya. Hal tidak
menyenangkan ini yang dirasakan oleh Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga
(selanjutnya disebut sebagai Penggugat) sebagai konsumen terhadap PT.
Exelcomindo (selanjutnya sebagai disebut sebagai Tergugat) sebagai
pelaku usaha. Penggugat melaporkan tergugat ke Badan Penyelesaian
Sengketa Perlindungan Konsumen (BPSK) Provinsi Medan.
Kasus ini bermula saat PT. Exelcomindo Pratama pada tanggal 30
Maret 2006 mendistribusikan flyer/brosur tentang Tarif Ngirit Malam
( Program Tarif Ngirit XL Bebas) untuk pelanggan, yang
menginformasikan (Program Tarif Ngirit XL Bebas) tersebut mulai
berlaku 1 April 2006 sampai dengan 30 Juni 2006.
Pada tanggal 31 Maret 2006 PT. Exelcomindo mengetahui
bahwasanya pada flyer/brosur yang telah didistribusikan tersebut telah
terjadi kesalahan cetak, di mana yang seharusnya program tersebut berlaku
57
58
mulai tanggal 06 April 2006, namun ternyata tercetak mulai berlaku pada
tanggal 01 April 2006.
Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga pada tanggal 01 April 2006 telah
mendatangi salah satu toko handphone yang turut menjual produk XL
yang beralamat di Jalan Halat Medan dan setelah membaca flyer/brosur
maka Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga tertarik terhadap Program Tarif Ngirit
Malam ( Program Tarif Ngirit XL Bebas) sehingga memanfaatkan dan
membeli paket perdana XL Bebas dengan nomor 0819720594.
Bahwa ternyata menurut Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga, Program
Tarif Ngirit Malam (Program Tarif Ngirit XL Bebas) tidak sesuai dengan
keterangan yang ada pada flyer/brosur yang diperolehnya. Hal ini
diketahui oleh Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga pada tanggal 02 April 2006.
Pada tanggal 02 April 2006 Bapak Jhon Parlyn menelepon pada malam
hari ke nomor XL lainnya selama 23 detik dan setelah menelepon beliau
mengecheck pulsanya dan pulsa beliau berkurang sebesar Rp.624 dari
pulsanya. Seharusnya dalam program tersebut beliau hanya harus
menghabiskan sebesar Rp.149 seperti yang disebutkan oleh brosur.
Dan untuk membuktikan bahwa XL tidak menerapkan Program
Tarif Ngirit Malam ( Program Tarif Ngirit XL Bebas), terlihat ketika
konsumen kembali berkomunikasi dengan nomor XL yang sama selama
52 detik setelah memeriksa pulsanya berkurang sebanyak Rp.1.248
padahal seharusnya bila mengikuti angka yang tertera dalam brosur milik
59
XL hanya sebesar Rp.298 atau dua kali dari tarif dalam brosur yaitu
Rp.149 per detik.
Berdasarkan iklan tersebut, Bapak Jhon Parlyn telah mengirim
surat elektronik (e-mail) customer service dan corporate communication
PT. Excelcomindo Pratama. Hingga pada tanggal 02 April 2006 PT.
Exelcomindo menyampaikan permintaan maaf kepada Bapak Jhon Parlyn.
Pada tanggal 02 April 2006 PT. Exelcomindo telah beritikad baik karena
kesalahan cetak tersbut dan memberikan penawaran kerjasama
pemasangan iklan di perusahannya, namun sebagai konsumen Bapak Jhon
menginginkan penyelesaian tersebut dilakukan di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Medan.
Pengaduan yang diadukan oleh Bapak Jhon Parlyn kepada PT.
Exelcomindo kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Kota Medan ialah:
1. Mengabulkan seluruh permohonan pengaduan konsumen
2. Menyatakan perbuatan PT. Exelcomindo Pratama adalah perbuatan
melawan hukum
3. Agar pelaku usaha memberi ganti rugi materiil dan imateriil sebesar
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
4. Menghukum PT. Exelcomindo Pratama untuk memohon maaf atas
kesalahannya
5. Melakukan pencabutan ijin usaha pelaku usaha
60
Setelah dilakukan penyelesaian di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan keluarlah putusan Majelis Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan yang memutus:
1. Menerima pengaduan atau gugatan konsumen sebagian
2. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha bersalah karena mengedarkan brosur
dan iklannya yaitu Tarif Ngirit Malam (TNM) yang tidak sesuai
dengan yang diperjanjikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat 1 butir f Pasal 9 ayat 1 butir k dan Pasal 10 butir dari Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999
3. Menghukum Pelaku Usaha untuk tidak memberlakukannya lagi
kepada konsumen tersebut
4. Menyatakan adanya kerugian yang diderita oleh konsumen akibat
perbuatan Pelaku Usaha yang menurut keyakinan Majelis dan rasa
keadilan adalah sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah),
5. Menghukum pelaku usaha untuk mengganti rugi tersebut kepada
konsumen tersebut
6. Menghukum Pelaku Usaha untuk membayar denda sebesar
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya apabila lalai/tidak mau
melaksanakan keputusan pada point 4 dan 5 tersebut, sejak keputusan
ini berkekuatan hukum tetap,
7. Menolak gugatan lain untuk selebihnya
61
Dalam kasus ini awalnya Jhon Parlyn telah melakukan
musyawarah yang menurutnya tidak menyelesaikan masalah. Kemudian
Jhon Parlyn pun memutuskan untuk melaporkan PT. Exelcomindo ke
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan hasilnya adalah PT.
Exelcomindo dinyatakan bersalah.
B. Analisis Menurut Peraturan di Indonesia
Berdasarkan pada kasus Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga dengan PT.
Exelcomindo Pratama maka penulis melakukan pembahasan atas dugaan
pelanggaran ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Melihat pada Pasal 4 huruf c membahas tentang hak konsumen
untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, jujur dari pelaku usaha
yang di mana pada kasus ini Bapak Jhon Parlyn H. Sinaga tidak
mendapatkan hak tersebut karena kecerobohan PT. Excelcomindo yang
menerbitkan flyer atau brosus yang tidak benar atau membohongi
konsumen. Pada Pasal 7 huruf b dijelaskan pula bahwa kewajiban sebagai
pelaku usaha harus memberikan layanan informasi yang benar, jelas dan
jujur. Dalam hal ini PT. Exelcomindo telah melanggar 2 pasal yaitu Pasal
4 huruf c dan Pasal 7 huruf b yang di mana dalam pasal ini mengaitkan
kepada informasi yang benar, jelas dan jujur. Jelas pula bahwa PT.
Exelcomindo sudah melanggar 2 pasal ini karena iklan yang disebarkan
adalah tidak benar dan merugikan konsumen.
62
Pada Pasal 8 dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk melakukan perbuatan:
(1) Pelaku usaha dilarang memproduk dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang•undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
63
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduk secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang•undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen berkaitan dengan
kasus ini adalah pada ayat 1 huruf f yaitu tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
64
barang dan/atau jasa tersebut. PT. Exelcomindo tidak memberikan janji
yang benar pada flyer atau brosur yang dibuatnya.
Pasal yang dilanggar oleh PT. Exelcomindo selanjutnya adalah
Pasal 10 huruf c tentang:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
f. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
g. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
h. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
i. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
j. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen berkenaan
dengan upaya pemberian informasi menyesatkan melalui iklan, yaitu
menyangkut informasi mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan,
jaminan, hak atau ganti rugi, tawaran potongan harga atau hadiah menarik
yang ditawarkan, dan bahaya penggunaan barang. Keseluruhan informasi
tersebut merupakan “fakta material” karena sangat penting bagi konsumen
untuk memilih atau membeli produk sesuai dengan kebutuhan. Apabila
konsumen tidak berhati-hati dalam mencermati iklan-iklan menyesatkan
65
tersebut, maka konsumen akan salah dalam menjatuhkan pilihan atau akan
mengalami kerugian.1
Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini
juga menyangkut larangan yang tertuju kepada perilaku pelaku usaha,
yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan tertib dan iklim usaha
yang sehat, guna memastikan produk yang diperjualbelikan dalam
masyarakat dilakukan dengan cara-cara tidak melanggar hukum.2
Dalam hal ini, iklan yang diproduksi oleh PT. Exelcomindo
melanggar Pasal 10 huruf c UUPK yakni larangan bagi pelaku usaha untuk
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan
yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan,
jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa. Dalam flyer
dinyatakan bahwa tarif ngirit malam memiliki harga yang murah pada
tanggal 1 April 2006 dan berbeda dengan tarif biasanya. Namun ternyata
setelah dipakai pada tanggal tersebut Bapak Jhon Parlyn dirugikan karena
tarif malam tersebut tidak dapat dipakai pada tanggal yang tertera pada
flyer.
Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatakan
bahwa :
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
1
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang
Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.59.
2 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004), h.92.
66
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan
waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang•undangan
mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang
telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Bagi iklan-iklan yang melanggar ketentuan dalam ayat (1), maka
pelaku usaha periklanan dilarang untuk melanjutkan peredaran iklan
tersebut. dalam mempersiapakan pembuatan suatu iklan, peran pelaku
usaha periklanan sangat menentukan. Melalui ide-ide kreatifnya, pesan-
pesan dari pengiklan dapat dikemas sedemikian rupa dengan sangat
menarik guna mencuri perhatian konsumen.
Walaupun hanya sebagai perantara antara pengiklan dengan
konsumen, tetapi pelaku usaha periklanan merupakan kegiatan yang
menuntut keahlian profesional. Sehingga, sudah tepat apabila Pasal 17
67
UUPK melibatkan peran serta pelaku usaha periklanan untuk turut
menyaring setiap informasi yang sifatnya mengelabui konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga barang, tarif jasa, serta
ketepatan waktu, penerimaan barang dan atau jasa, mengelabui jaminan/
garansi barang dan atau jasa, memuat informasi yang keliru, salah atau
tidak tepat mengenai barang dan atau jasa, mengeksploitasi kejadian dan
atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan, melanggar etika dan atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Salah satu bentuk penyesatan yang dapat dilakukan pelaku usaha
periklanan adalah dengan tidak menyampaikan informasi secara lengkap
mengenai resiko pemakaian barang dan atau jasa. Padahal, informasi
tersebut sangat berguna bagi konsumen agar terhindar dari dampak negatif
penggunanaan barang dan atau jasa yang dapat membahayakan
keselamatan konsumen. Khusus bagi produk obat-obatan, misalnya harus
dicantumkan dengan jelas kontradiksi penggunaan obat pada iklan atau
label, sehingga bagi konsumen yang tidak cocok untuk mempergunakan
obat tersebut dapat terhindar dari efek samping penggunaan obat tersebut.
Pengaturan periklanan selain terdapat dalam peraturan yang dibuat
oleh pemerintah, juga berasal dari pelaku usaha sendiri dalam bentuk
regulasi sendiri atau kode etik. Dalam Pasal 17 huruf (f) UU Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tercantum ketentuan
melanggar etika, apa yang dimaksud dengan kata etika sebagaimana
68
termuat dalam Pasal 17 huruf (f) tersebut merupakan pelanggaran terhadap
kode etik. Sayangnya penjelasan Pasal 17 huruf (f) tersebut hanya
menerangkan cukup jelas. Apabila dimaksud dengan kode etik maka
haruslah mempunyai ketentuan-ketentuan dalam tata karma dan tata cara
periklanan di Indonesia telah menjadi non hukum pula.
Pasal 17 huruf (f) memberikan kedudukan yang kuat bagi regulasi
sendiri dengan memuat keharusan bagi pelaku usaha periklanan mematuhi
ketentuan-ketentuan dalam kode etik periklanan dengan tidak membuat
iklan-iklan yang bertentangan dengan EPI tersebut.
Dalam hal ini pula PT. Excelcomindo melanggar Pasal 17 ayat 1
huruf a dan c dalam hal mengelabui atau membohongi konsumen
mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau
tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa dan
mengenai memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa.
Banyaknya pelanggaran yang dilanggar oleh pelaku usaha ini telah
diatur pula hukuman atau denda yang diterima oleh pelaku usaha. Dalam
Undang-undang Perlindungan Konsumen telah diatur pula denda yaitu
pada Pasal 62:
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18
69
dipidanakan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan
Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.
Dalam kasus ini PT. Exelcomindo melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf f,
dan Pasal 17 ayat 1 huruf a dan c. Jika dilihat dari pasal tersebut maka PT.
Exelcomindo dapat dipidanakan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
Dalam Islam etika berbisnis ada landasannya yaitu:
1. Berbisnis bukan hanya mencari keuntungan, tetapi itu harus
diniatkan sebagai ibadah kita kepada Allah SWT.
2. Sikap jujur maksudnya adalah dalam berbisnis dna beriklan kita
harus bersikap jujur.
3. Sikap toleransi antar penjual dan pembeli.
4. Tekun atau istiqomah dalam menjalankan usaha.
70
5. Berlaku adil dan melakukan persaingan sesama pebisnis dengan baik
dan sehat.
Islam pun mengajarkan adanya kejujuran dalam berbisnis dan
beriklan. Pada kasus ini pun PT. Exelcomindo tidak menjalankan konsep
jujur itu sendiri kepada para konsumennya. Terlihat pada kasus ini pun
adanya unsur kebohongan yang dilakukan PT. Exelcomindo dalam
memproduksi iklan lewat flyer. Dalam Islam juga menjelaskan bahwa
janganlah berbisnis selalu mencari keuntungan yang besar tetapi harus
diniatkan kepada Allah SWT. Pelaku usaha seharusnya janganlah selalu
mencari keuntungan yang berlebihan tanpa melihat kebaikan untuk
konsumennya. Sebagai pelaku usaha yang baik seharusnya melihat ke
segala aspek agar tidak menguntungkan pelaku usaha saja tetapi sebagai
pelaku usaha seharusnya memuaskan konsumen dengan produk yang
baik.
Dalam Islam prinsip-prinsip utama dalam perdagangan ini
dikemukan oleh M.A. Mannan selain kejujuran dan kepercayaan serta
ketulusan juga diperlukan beberapa prinsip lain,3seperti:
1. Tidak melakukan sumpah palsu
Sumpah palsu ini adalah cara para pelaku usaha untuk menyakinkan
para konsumen dengan produknya walaupun kenyataannya produk
tersebut berbeda dengan aslinya. Hukum Islam memandang cara ini
3 Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat, (Yogyakarta: GrahaIlmu, 2007),
h. 105-109.
71
sebagai cara dan mekanisme bisnis dan perdagangan yang tercela.
Sahabat Rasulullah yang bernama Abu Hurairah pernah mendengar
Rasulullah berkata “Dengan menggunakan sumpah palsu barang-
barang jadi terjual, tetap menghilang berkah yang terkandung
didalamnya “ (H.R.Bukhari). Hadist ini menjadi dasar Islam
melarang menggunakan cara curang ini.
Sebagaimana dalam surah Ali Imran ayat 77 menjelaskan :
خ ل ق ل ك
ث من ا ق ل ي ل أ و ل ئ وأ ي مان ه م
ب ع ه د الل ه شت رو ن
ال ذي ن ي ن إ
و ل ه م ي و م ال قي ا م ة و ل ي نظ ر إ ل ي
كل م ه م الل ه و ل ي
خ رة ي ا ل
ه مل
ب أ ل ي م ذا ع
ه م ول
ه م كي ي ز
“Sesungguhnya orang-orang yang memperjual belikan janji Allah
dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak
memperoleh bahagian di akhirat, dan Allah tidak akan menyapa
mereka dan tidak akan memperhatikan mereka pada hari kiamat, dan
tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.
Dalam hadis Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu „alaihi wasallam bersabda:
نم حلف على يمين فرىأ غيرها خيرا منها فليأتها وليكفرنع يمينه
“Barangsiapa yang bersumpah kemudian dia melihat selainnya lebih
baik daripada apa yang dia bersumpah atasnya maka hendaklah dia
melakukan hal yang lain itu dan dia membayar kafarah atas
(pembatalan) sumpahnya”. (HR. Muslim no. 1649).
72
2. Takaran yang benar dan baik
Prinsip ini menjadi sorotan tajam bagi Islam dalam perdagangan
karena prinsip ini sangatlah curang dengan cara mengurangi takaran
dalam menjual barang.
3. Itikad yang baik
Prinsip ini haruslah ada pada diri pedagang, karena dalam berdagang
kita harus mempunyai itikad baik. Pedagang harus mempunyai itikad
baik kepada pembeli.
Dalam fiqh Islam adanya istilah yang disebut tadlis, tindakan tadlis
ada yang bersifat perbuatan. Perbuatan buruk atau penipuan tidak
dibenarkan dalam iklan atau promosi 4
. Pengeluar atau bank harus
memberikan informasi yang selengkapnya kepada pengguna atau tidak
berkata bohong pada iklan/promosinya.
Seperti firman Allah S.W.T pada surah al-Hud : 85, “…. dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan
kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.” Jelaslah
ayat tersebut menegaskan bahwa kita tidak boleh merugikan manusia
terhadap hak-haknya, yang berarti informasi yang diberikan haruslah jujur
dan tidak mengambil hak-hak orang lain dalam memberikan informasi
kepada pengguna.
4
Teuku Meldi Kesuma, “Prinsip Dan Kriteria Periklanan Dari Perspektif
Islam”, (Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, 2012), h.107.
73
Dalam Islam rupanya terlihat pelaku usaha disini atau PT.
Exelcomindo telah berbuat tadlis atau penipuan terhadap konsumennya.
Ketentuan tersebut telah dijelaskan dalam surah Ali Imran ayat 77 tentang
adanya sumpah palsu atau penipuan yang dilakukan oleh pelaku usaha
kepada konsumennya. Penipuan tersebut juga sudah dijelaskan pada
putusan kasus yang memenangkan Jhon Parlyn H. Sinaga selaku
konsumen yang dicurangi oleh pelaku usaha.
Adapun pertanggung jawaban hukum bagi pelaku usaha. Menurut
AZ. Nasution, ada 3 (tiga) jenis pelaku usaha dalam usaha periklanan,
yaitu:
1. Pengiklan, yaitu perusahaan yang memesan iklan untuk
mempromosikan, memasarkan, dan atau menawarkan produk yang
mereka edarkan.
2. Perusahaan iklan, yaitu pihak perusahaan atau biro yang bidang
usahanya adalah medesain atau membuat iklan untuk pemesannya.
3. Media, media elektronik atau non-elektronik atau bentuk media
lainnya yang menyiarkan atau menayangkan iklan-iklan tersebut.
Kedudukan kepada pelaku usaha, Tergugat telah melanggar
ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf f dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah
mengatur pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang telah merugikan
konsumen, dalam kasus ini bagi pelaku usaha yang memproduksi iklan
74
yang menyesatkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyatakan:
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang•undangan yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksus pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Berdasarkan pendapat AZ.Nasution, tergugat sebagai pengiklan
merupakan satu dari ketiga pelaku usaha periklanan. Dalam kedudukannya
sebagai pelaku usaha periklanan, ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf c dan f
75
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga turut berlaku terhadap
tergugat. Tergugat juga terkait dengan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha periklanan
bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
maka tergugat bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen
akibat iklan jasa yang dibuat atau dipesannya. Dalam membuktikan bahwa
pelaku usaha telah melakukan tindakan-tindakan yang demikian Undang-
Undang Perlindungan Konsumen telah memberikan pengaturan berupa
sebuah mekanisme pembuktian yang disebut dengan beban pembuktian
terbalik dalam hal ini terjadi tuntunan pidana serta gugatan ganti rugi
kepada pelaku usaha. Mekanisme pembuktian tersebut memberikan
kewajiban bagi pelaku usaha untuk membuktikan ketidak bersalahanya
kepada majelis hakim.
Pasal 22 mengatakan bahwa: Pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan
tanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa
untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23 mengatakan bahwa : Pelaku usaha yang menolak dan atau
tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
76
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa
konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan
konsumen.
Pasal 28 mengatakan Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
C. Analisis Upaya Hukum atas Pelanggaran Sengketa Konsumen
Kemungkinan bagi konsumen dalam mengkonsumsi barang dan
atau jasa akan menghadapi masalah, apalagi dengan banyaknya produk
yang ditawarkan pelaku usaha diproduksi dalam jumlah yang sangat
banyak, sehingga tidak dapat terhindarkan dengan adanya barang yang
cacat produk. Untuk itu, haruslah disediakan mekanisme penyelesaian
sengketa konsumen 5
yang mampu menampung dan menyelesaikan
seluruh permasalahan konsumen tersebut, sebagai realisasi dari salah satu
hak konsumen yang diberikan jaminan oleh UUPK, yaitu: “hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut”
Kebutuhan akan lembaga yang khusus menyelesaikan sengketa
konsumen perlu dikembangkan, mengingat pada umumnya konsumen di
negara-negara berkembang enggan beracara di pengadilan, karena tidak
h.135.
5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000),
77
seimbangnya tuntunan kerugian dengan biaya, waktu, dan energi yang
harus dikeluarkan dan terutama karena posisi konsumen yang secara sosial
dan financial tidak sebanding dengan pelaku usaha.6
Untuk memungkinkan konsumen menyelesaikan setiap
permasalahanya, Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyediakan
beberapa alternatif pilihan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 45 ayat (1)
UUPK sebagai berikut:
“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum”
Melalui ketentuan pasal 45 ayat (1) UUPK tersebut, dapat
diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen terdapat dua
pilihan, yaitu:
a. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha,
b. Melalui pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Hal yang cukup mengganjal berkenaan dengan pilihan lembaga
penyelesaian sengketa konsumen adalah tidak adanya penunjukan
langsung Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), di samping
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.7
6
Sularsi, “Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam UU Perlindungan
Konsumen”,(Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2001), h.86-87.
7
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2005. h.224.
78
Penjelasan lain dari ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen diemukan oleh AZ. Nasution, ia membagi
penyelesaian sengketa konsumen melalui dua cara, yaitu:8
a. Penyelesaian sengketa secara damai
b. Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang.
Penyelesaian sengketa secara damai adalah penyelesaian sengketa
antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa atau pendamping bagi
masing-masing pihak, melalui cara-cara yang damai. Perundingan
dilakukan secara musyawarah dan atau mufakat antar para pihak yang
bersangkutan. Dalam penyelesaian sengketa secara damai ini kerap
kali dilakukan oleh YLKI yang bertindak sebagai mediator, atau dapat
pula penyelesaian sengketa konsumen periklanan yang dilakukan oleh
Dewan Periklanan Indonesia. Sedangkan jika penyelesaian sengketa
konsumen melalui lembaga atau instansi yang berwenang dilakukan
melalui peradilan umum atau melalui lembaga khusus yang dibentuk
UU, yaitu BPSK.9
Dalam Bab IX Pasal 44 memungkinkan dibentuknya Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (Selanjutnya disebut
LPKSM). LPKSM mempunyai tugas yaitu:
8 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:
Diadit Media, 2002), h.224.
9 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:
Diadit Media, 2002), h. 227.
79
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas
hak dankewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Pasal 44
menyatakan adanya keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM):
(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat.
(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan
konsumen.
(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi
kegiatan:
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran
atas hak dan kewajiban dan kehati•hatian konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
80
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Mengacu pada Pasal 44 UUPK, Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat dapat memberikan nasihat dan saran mengenai hal-
hal apa saja yang berkaitan dengan konsumen tentang hak dan kewajiban
konsumen. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dapat
melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu
memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perseorangan
maupun kelompok. LPKSM membantu konsumen dalam jalur non-litigasi
atau lebih kepada musyawarah kepada pelaku usaha dan konsumen.
BPSK adalah penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan.
Setiap konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa kepada BPSK, baik secara tertulis maupun lisan
melalui sekertariat BPSK. Permohonan tersebut dpat juga diajukan oleh
81
ahli waris atau kuasanya apabila telah meninggal dunia. adapun tugas dan
wewenang BPSK :
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase;
2. Memberikan kontribusi perlindungan konsumen;
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999;
5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen;
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999;
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan h
yang tidak memenuhi panggilan BPSK;
10. Mendapatkan,meneliti dan atau menilai surat.dokumen, atau alat bukti
lain guna penyidikan dan atau pemeriksaan;
82
11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak
konsumen;
12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
13. Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dengan menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum jika belum memilih upaya penyelesaian
sengketa diluar pengadilan umum dinyatakan tidak berhasil. Penyelesaian
sengketa melalui pengadilan dapat dilaksanakan dengan menggugat sendiri
secara langsung ataupun jika jumlah konsumen tersebut banyak bisa
menggugat secara class action.
Pilihan penyelesaian sengketa konsumen apakah akan diselesaikan
secara damai atau melalui LPKSM, BPSK dan pengadilan, dapat
dilakukan berdasarkan pilihan secara sukarela antara pihak yang
bersengketa. Dalam kaitan dengan penyelesaian sengketa konsumen
periklanan, maka dapat pula diajukan kepada BPSK atau peradilan
dilingkungan peradilan umum.
Kasus ini pun sudah melalui jalur yang ditetapkan oleh undang-
undang. Awalnya Bapak Jhon Parlyn telah menyelesaikan pesengketaan
83
Konsumen ini pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan
kemudian PT. Exelcomindo menggugat diawal karena merasa tidak sesuai
dengan apa yang dituduhkan hingga akhirnya Bapak Jhon merasa tidak
sesuai dengan putusan pengadilan negeri dan naik ke kasasi hingga
akhirnya pada tingkat kasasi Bapak Jhon dinyatakan menang karena
sekecil apapun perbuatan merugikan konsumen yang telah dilakukan oleh
PT. Exelcomindo maka itupula akan dijatuhkan sanksi dan denda untuk
pelaku usaha.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukan dalam bab-bab
sebelumnya dan berhubungan dengan rumusan masalah maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh PT. Exelcomindo melalui iklan
Tarif Ngirit Malam dalam kasusnya melawan Jhon Parlyn H. Sinaga telah
melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen khususnya
pada Pasal 8 ayat (1) huruf f, Pasal 10 huruf c, dan Pasal 17 ayat (1) huruf
a dan c. Kegiatan promosi PT. Exelcomindo telah memenuhi unsur dari
ketiga pasal tersebut. Dengan demikian konsumen tersebut menderita
kerugian akibat iklan yang menyesatkan oleh PT. Exelcomindo. Karena
pelanggaran tersebut PT. Exelcomindo bisa dikenakan sanksi pidana
penjaran paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah) berdasarkan Pasal 62 UUPK.
2. Berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Exelcomindo
upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Jhon Parlyn H. Sinaga untuk
mendapatkan haknya sebagai konsumen adalah: Pertama, dengan meminta
bantuan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM). Kedua, dengan mengajukan gugatan kepada Badan
84
85
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Ketiga mengajukan gugatan ke
lembaga peradilan umum.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam pembuatan iklan melalui media apapun seharusnya kata “syarat dan
ketentuan berlaku” diberi kalimat yang agak besar agar konsumen dapat
melihat hal tersebut.
2. Pelaku usaha juga seharusnya lebih cermat dalam memproduksi iklan yang
dibuat agar tidak adanya kesalahan cetak yang terjadi.
3. Penegakan hukum mengenai periklanan harus semakin ditegakan melalui
peraturan yang telah dibuat. Hukum harus melindungi hak-hak konsumen
dalam menerima informasi iklan baaran dan atau jasa yang benar, jelas dan
jujur.
4. Pemerintah, BPSK, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat harus melakukan pengawasan yang lebih terhadap jalannya
kegiatan pelaku usaha dalam mempromosikan produknya kepada
masyarakat. Pemeriksaan rutin dalam pengiklanan juga dirasa sangatlah
penting karena agar tidak adanya penyimpangan dan kecurangan yang
dibua oleh pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adi Negoro, Susanti, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau
dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta:
Kencana, 2011.
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Rineka Cipta, 2004.
Asshiddiqie, Jimly. Dimensi Konseptual dan Prosedural Kemajuan Hak-
Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Perkebangan ke Arah Pentingnya
Hak Asasi Manusia Generasi Keempat, Jakarta: The Habibie
Center, 2000.
DS, Rendro, ed., Beyond Borders: Communication Modernity & History.,
Jakarta: STIKOM The London School of Public Relation, 2010.
Dasustra, Lamtasim, “Iklan Sumber Informasi yang Benar atau
Menyesatkan”, Koran Tempo, 31 Agustus 2004
Hanintijo Soemitro, Ronny, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri,
Jakarta:Ghalia Indonesia, 1998.
Halim Barkatullah, . Abdul. Hak-Hak Konsumen, Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2010.
Halim Barkatullah, Abdul. Hukum Perlindungan Konsumen Kajian
Teoritis dan Pengembangan Pemikiran, Bandung: Penerbit Nusa
Media, 2008.
H. Simatupang, Taufik. Aspek Hukum Periklanan dalam Persepektif
Perlindungan Konsumen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.
Kesuma, Teuku Meldi, “Prinsip Dan Kriteria Periklanan Dari Perspektif
Islam”, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, 2012.
Lee, Monle & Carla Johnson., Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan Dalam
Perspektif Global, Jakarta: Kencana, 2007.
86
87
Leder, Malcolm . Peter Shears, Frame Works Consumer Law, Fourth
Edition, London:Pitman Publishing, 1996.
M.A. Morissan, Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010.
Marissa, Ester, “Perlindungan Konsumen Terhadap Informasi Iklan yang
Menyesatkan”, Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok,
2006.
Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta:
Badan Penerbit FHUI, 2005.
Meliala, Adrianus Praktik Bisnis Curang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993.
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat, Yogyakarta: GrahaIlmu,
2007.
Miru dan Sutarman Yodo, Ahmadi. Hukum Perlindungan Konsumen,
Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005.
Mertohadikusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003.
Nasution, Az Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta:
Diadit Media, 2002
Rajagukguk, Erman, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam
Era Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali dan Neni Sri
Imaniyati (Penyuting), Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung:
Mandar Maju, 2000.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT.
Grasindo, 2000.
Sudiana, Dendi. Komunikasi Periklanan Cetak, Bandung: Remadja Karya
CV Bandung, 1986.
88
Sularsi, “Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam UU Perlindungan
Konsumen”, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia,
2001.
Sutojo, Siswanto. Stategi Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Dammar
Mulia Pustaka, 2000.
Soekanto, Soerjono dan Marmudji, Pengertian Hukum Normatif Suatu
Tindakan Singkat, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2004.
, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI, 1986.
, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Rajawali Press, 1998.
Shofie, Yusuf, 21 Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen,
Jakarta: PIRAC-PEG, 2001.
Wells, William, J. Burnett, dan Sandra Morianty, Advertising: Principles
& Practice, New Jersey: Prentice Hall Inc, 1998.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlndungan
Konsumen, Jakarta: Gramedia, 2003.
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana, 2013
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Putusan Nomor 01 K/Per.Kons/2007
89
LAMPIRAN
P U T U S A N
No.01 K/Per.Kons/2007
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
berikut dalam perkara :
JHON PARLYN H.SINAGA, bertempat tinggal di Jalan
Gedung Arca, Gang Volly No.12, Medan, dalam hal ini
memberi kuasa kepada : UNTUNG HARIONO, SH., dan
kawan-kawan, para Advokat, beralamat di Jalan Brigjen
Katamso No.60, Medan,
Pemohon Kasasi dahulu Termohon ;
m e l a w a n :
PT.EXELCOMINDO PRATAMA Tbk., berkedudukan dan
berkantor Pusat di Jakarta, beralamat di Jalan Mega
Kuningan Lot.E4-7 No.1, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta,
yang diwakili oleh RUDIANTARA dan JORIS DE FRETES,
para Direktur PT.Exelcomindo Pratama Tbk., dan dalam hal
ini memberi kuasa kepada SANDRI ALAMSYAH HARAHAP,
SH., Advokat, berkantor di Gedung PT.BPR MULTI TATA
PERKASA Lantai II, Jalan Medan Binjai Kav.9,5 No.23,
Kampung Lalang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli
Serdang,
Termohon Kasasi dahulu Pemohon ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Termohon Kasasi sebagai Pemohon telah mengajukan permohonan keberatan
terhadap sekarang Pemohon Kasasi sebagai Termohon dimuka persidangan
Pengadilan Negeri Medan pada pokoknya atas dalil-dalil :
Bahwa Pemohon adalah salah satu perusahaan operator jasa
komunikasi GSM yang berdiri sejak tahun1996 dan berkantor pusat di Jakarta
serta mempunyai perwakilan di sebahagian besar wilayah Indonesia dengan
Produk utama adalah layanan komunikasi GSM pra bayar (bebas dan jempol)
dan pasca bayar (Xplor) ;
Bahwa Pemohon pada tanggal 30 Maret 2006 mendistribusikan
Hal.1 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
flyer/brosur tentang Program Tarif Ngirit Malam (Program Tarif Ngirit XL Bebas)
untuk pelanggan, yang menginformasikan Program Tarif Ngirit Malam (Program
Tarif Ngirit XL Bebas) tersebut mulai berlaku tanggal 1 April 2006 sampai
dengan 30 Juni 2006 ;
Bahwa pada tanggal 31 Maret 2006 Pemohon mengetahui bahwasanya
pada flyer/brosur yang telah didistribusikan tersebut telah terjadi kesalahan
cetak, dimana yang seharusnya program tersebut berlaku mulai tanggal 06 April
2006, namun ternyata tercetak mulai berlaku pada tanggal 01 April 2006 ;
Bahwa Pemohon selaku pelaku usaha yang selalu beritikad baik dalam
menjalankan usahanya, tentunya berusaha untuk secepatnya menarik semua
flyer/brosur yang salah cetak masa berlakunya tersebut, namun dikarenakan
pada tanggal 01 April dan 02 April adalah hari libur, tentu penarikan seluruh
flyer/brosur yang salah cetak tersebut baru dapat dilakukan secara maksimal
pada tanggal 02 April 2006 ;
Bahwa Termohon sebagaimana termaksud dalam surat pengaduannnya
tertanggal 16 April 2006 menyebutkan bahwasanya pada tanggal 1 April 2006
telah mendatangi salah satu toko Hand Phone yang turut menjual produk
Pemohon beralamat di Jalan Halat Medan dan setelah membaca flyer (brosur)
maka Termohon tertarik terhadap Program Tarif Ngirit Malam (Program Tarif
Ngirit XL Bebas) sehingga memanfaatkan dengan membeli paket perdana XL
Bebas dengan nomor 0819-7205894 ;
Bahwa ternyata menurut Termohon, Program Tarif Ngirit Malam (Program
Tarif Ngirit XL Bebas) tidak sesuai dengan keterangan yang ada pada flyer
(brosur) yang diperolehnya. Hal ini diketahui oleh Termohon melalui upaya
pembuktian yang dilakukan sendiri pada tanggal 2 April 2006 ;
Bahwa jelas atas adanya keluhan dari Termohon, Pemohon selaku
pelaku usaha yang beritikad baik dalam menjalankan usahanya, termasuk
merespons dan menyelesaikan keluhan yang dialami oleh pelanggan, pada
tanggal 02 April 2006 malam bertempat di kantor Pemohon, telah diadakan
pertemuan antara Pemohon dengan Termohon ;
Bahwa pada pertemuan tersebut Pemohon telah menyampaikan kepada
Termohon permohonan maaf dari Pemohon atas kesalahan cetak flyer/brosur
untuk program Tarif Ngirit Malam yang seharusnya mulai berlaku tanggal 06
April 2006 tapi tercetak di flyer/brosur.tanggal 01 April 2006, dan sebagai bentuk
perdamalan Pemohon memberikan penawaran kerjasama pemasangan iklan di
perusahaan Termohon, namun Termohon meminta agar penyelesaian masalah
ini diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian yang berlaku di Badan
Hal.2 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan ;
Bahwa walaupun antara Pemohon dan Termohon telah berulang kali
mengadakan musyawarah untuk menyelesaikan keluhan Termohon tersebut di
atas, termasuk pada saat acara “hearing” di kantor Badan Sengketa Konsumen
Kota Medan pada tanggal 03 April 2006 dan 11 April 2006, dimana ada setiap
kesempatan musyawarah tersebut, Pemohon tetap menyampaikan permohonan
maaf serta menjelaskan kesalahan pencetakan/penulisan tanggal berlakunya
program Tarif Ngirit Malam (Program Tarif Ngirit XL Bebas) yang bukan
merupakan kesengajaan Pemohon dan sebagai bentuk perdamaian atas
adanya kesalahan tersebut, Pemohon juga telah menawarkan kepada
Termohon kerjasama pemasangan Iklan di perusahaan Penggugat ditambah
itikad baik Pemohon untuk membayar tagihan Xplor 0819-616010 milik
Termohon untuk Penggunaan bulan Januari, Februari dan Maret 2006 sebagai
kompensasi kerugian yang dialami oleh Termohon, tetapi Termohon tidak mau
menerima penawaran (itikad baik) Pemohon tersebut ;
Bahwa pada tanggal 16 April 2006 Termohon membuat pengaduan
konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Medan,
dan atas pengaduan konsumen tersebut BPSK Medan telah memanggil
Pemohon dan untuk acara konsiliasi yang dilanjutkan dengan arbitrase dalam
nomor perkara No. 7/PEN/BPSK/2006/Mdn ;
Bahwa selanjutnya majelis BPSK Medan pada tanggal 1 Juni 2006
membacakan putusannya yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI
1. Menerima pengaduan/gugatan konsumen sebagian ;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha bersalah karena mengedarkan brosur dan
iklannya yaitu TARIF NGIRIT ALAM (TNM) yang tidak sesuai dengan yang
diperjanjikannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 butir f, Pasal
9 ayat 1 butir k dan Pasal 10 butir a dari Undang-Undang Nomor 8 tahun
1999 ;
3. Menghukum pelaku usaha untuk tidak memberlakukannya lagi kepada
konsumen tersebut ;
4. Menyatakan adanya kerugian yang diderita oleh konsumen akibat perbuatan
pelaku usaha yang menurut keyakinan majelis dan rasa keadilan adalah
sebesar Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) ;
5. Menghukum pelaku usaha untuk membayar ganti rugi tersebut kepada
konsumen ;
6. Menghukum pelaku usaha untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000,-
Hal.3 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
(satu juta rupiah) setiap harinya apabila lalai/tidak mau melaksanakan
keputusan pada poin 4 dan 5 tersebut. Sejak keputusan ini berkekuatan
hukum tetap ;
7. Menolak, gugatan lain dan selebihnya ;
Bahwa Pemohon sangat berkeberatan terhadap pertimbangan hukum
maupun terhadap putusan Majelis BPSK Medan dalam perkara a quo, karena
majelis BPSK Medan telah salah dalam menerapkan hukum dan/atau
menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya serta memutus perkara
melebihi dan atau melampui batas kewenangannya, yang akan Pemohon
uraikan sebagai berikut :
I. Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK Medan dalam Perkar a quo
yang telah salah dalam menerapkan hukum dan atau tidak menerapkan
hukum sebagaimana mestinya serta memutus perkara melampaui batas
kewenangannya.
- Bahwa Termohon di dalam Surat Pengaduan yang disampaikan ke BPSK
Medan mengajukan tuntutan sebagai berikut :
1. Mengabulkan seluruh permohonan pengaduan konsumen ;
2. Menyatakan perbuatan PT. EXC INDO PRATAMA (XL) adalah
perbuatan melawan hukum ;
3. Agar pelaku usaha memberi ganti rugi materiil dan imateriil sebesar
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) ;
4. Menghukum PT. EXCELCOMINDO PRATAMA untuk memohon maaf
atas kesalahannya ……….Dst ;
5. Melakukan pencabutan izin usaha pelaku usaha…. ..Dst ;
Bahwa terhadap tuntutan di atas maka Majelis BPSK Medan dalam
putusannya memutus sebagai berikut :
1. Menerima pengaduan/gugatan konsumen sebagian ;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha bersalah karena mengedarkan brosur
dan iklannya yaitu TARIF NGIRIT MALAM yang tidak sesuai dengan
yang diperjanjikannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 butir
f Pasal 9 ayat 1 butir k dan Pasal 10 butir a dari Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 ;
3. Menghukum pelaku usaha untuk tidak memberlakukannya lagi kepada
konsumen tersebut ;
4. Menyatakan adanya kerugian yang diderita oleh konsumen akibat
perbuatan pelaku usaha yang menurut keyakinan majelis dan rasa
keadilan adalah sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah) ;
Hal.4 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
5. Menghukum pelaku usaha untuk membayar ganti rugi tersebut
kepada konsumen tersebut ;
6. Menghukum pelaku usaha untuk membayar denda sebesar
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya apabila lalai/tidak mau
melaksanakan keputusan pada poin 4 dan 5 tersebut. Sejak
keputusan ini berkekuatan hukum tetap ;
7. Menolak gugatan lain untuk selebihnya ;
Bahwa dari isi putusan tersebut di atas, terang dan jelas secara hukum
Majelis BPSK Medan dalam memutus suatu perkara telah salah dalam
menerapkan hukum dan atau tidak menerapkan hukum sebagaimana
mestinya serta memutus perkara melampaui batas kewenanhannya.
- Bahwa hal ini jelas dikarenakan pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPKS) sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UU PK) adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan permasalahan
yang muncul akibat adanya sengketa antara konsumen dengan
produsen ;
- Bahwa dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyatakan "Pemerintah membentuk badan penyelesaian
sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan" .
- Bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor No. 90 Tahun 2001
maka telah dibentuk BPSK di daerah, yang mana sebagai acuan
untuk pelaksanaan tugas BPSK tersebut, Menteri Perindustrian dan
Perdagangan telah mengeluarkan Surat Keputusan No.350 Tahun
2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai acuan utama dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia ;
- Bahwa jelas poin 4 Putusan Majelis BPSK Medan yang menyatakan
adanya kerugian yang diderita oleh konsumen akibat perbuatan
pelaku usaha yang menurut keyakinan majelis keadilan adalah
sebesar Rp.4.0.000.000,- (empat juta rupiah) telah tidak tepat
dan tidak sesuai atau tidak benar secara hukum dan jelas Majelis
BPSK telah melampaui kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang, karena putusan tersebut bertentangan/tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
Hal.5 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
tentang Perlindungan Konsumen dan tidak sesuai pula dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.350 Tahun 2001
tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang BPSK yang pada Pasal 12
ayat (2) huruf (a) dan (b) ;
- Bahwa hal ini dikarenakan kerugian sebenarnya yang diderita oleh
Termohon sebagaimana yang dinyatakan Termohon sendiri dalam surat
pengaduannya adalah sebesar Rp.9.054,- (sembilan ribu lima puluh
empat rupiah) ;
- Bahwa jelas dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor No.8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumnen disebutkan :
"Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku"
- Bahwa jelas selain harus mengacu pada Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, putusan
Majelis BPSK Kota Medan juga harus mengacu pada Surat Keputusan
Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.350 Tahun 2001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan wewenang BPSK yang pada Pasal 12 ayat (2)
buruf (a) dan (b) yang berbunyi :
"Ganti rugi atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa (a) pengembalian uang dan (b) penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya dan (c) perawatan kesehatan dan atau
pemberian santunan".
- Bahwa dengan demikian jelas putusan Majelis BPSK Kota Medan dalam
perkara a quo ini yang menetapkan kepada Pemohon untuk membayar
kerugian yang diderita oleh Termohon sebesar Rp.4.000.000,- (empat
juta rupiah) tanpa adanya suatu pertimbangan yang logis sebab dan
ataupun alasan yang menyatakan kesetaraan nilai kerugian tersebut,
jelas telah menunjukkan Majelis BPSK Kota Medan telah salah dalam
menerapkan hukum dan atau tidak menerapkan hukum sebagaimana
mestinya serta memutus perkara melampaui batas kewenangannya.
II. Keberatan terhadap Pertimbangan Hukum Majelis BPSK dalam Perkara
a quo mengenai dasar Kerugian yang dialami Konsumen.
- Bahwa dalam, putusan BPSK Medan aquo tentang fakta hukumnya,
Hal.6 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
BPSK Medan mempertimbangkan "menurut Pasal 64 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyata-
kan : semua/segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan melindungi konsumen YANG TELAH ADA pada saat undang-
undang ini diundangkan" dinyatakan TETAP BERLAKU sepanjang tidak
diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam undang-undang ini ;
- Bahwa kemudian BPSK Medan menyatakan "bahwa adapun yang
dimaksud undang-undang yang telah ada tersebut yang dinyatakan tetap
berlaku diantaranya adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan
tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu mengganti kerugian tersebut" ;
- Bahwa BPSK Medan telah salah dalam menerapkan hukum karena telah
menafsirkan undang-undang secara tidak benar terutama dalam
mengaitkan Pasal 1365 KUHPerdata dengan permasalahan hukum yang
terjadi antara Pemohon dan Termohon ;
- Bahwa perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1365
KUHPerdata sepatutnya memenuhi unsur-unsur, yaitu sebagai berikut :
a. adanya suatu perbuatan ;
b. perbuatan tersebut melawan hukum ;
c. adanya kesalahan dari pihak pelaku ;
d. adanya kerugian bagi pihak korban ;
e. adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian ;
- Bahwa unsur adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan
Pemohon tidak pernah dipertimbangkan dan tidak pernah dibuktikan oleh
BPSK Medan sehingga pernyataan Pemohon telah melakukan kesalahan
hanya berdasarkan pengakuan dan penafsiran pasal-pasal secara apa
adanya yang tertulis dalam undang-undang ;
- Bahwa terlebih lagi tentang pemberian ganti rugi dalam perkara aquo ini
telah diatur secara Iengkap dan jelas dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.350 Tahun 2001
tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang BPSK khususnya pada
Pasal 12 ayat (2) huruf (a) dan (b) ;
- Bahwa andaikatapun “Quadnon” menurut hemat Majelis BPSK Kota
Medan Pemohon telah melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan
Hal.7 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
kerugian pada Termohon, tentu secara hukum berdasarkan Pasal 19
ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang UU Perlindungan
Konsumen jo. Pasal 12 ayat 2 huruf (a) dan (b) Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan No.350 Tahun 2001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan wewenang BPSK, nilai ganti kerugian yang
dimaksud oleh Majelis BPSK Kota Medan sebagaimana termaksud
dalam putusannya tidak boleh melebihi nilai/kerugian yang sebenarnya
dialami oleh Termohon yakni sebesar Rp .9.054.- (sembilan ribu lima
puluh empat rupiah) ;
Berdasarkan uraian dan alasan tersebut di atas Pemohon sangat keberatan
terhadap Putusan Majelis BPSK Kota Medan aquo karena menurut hemat
Penggugat Majelis BPSK Kota Medan telah salah menerapkan hukum dan/atau
menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dan memutus perkara
melebihi kewenangannya ;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon mohon kepada
Pengadilan Negeri Medan agar memberikan putusan sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan keberatan Pemohon untuk seluruh-
nya ;
2. Menyatakan Putusan arbitrase BPSK Medan Nomor : 7/Pen/BPSK/2006/
Mdn tanggal 1 Juni 2006 batal dan tidak berkekuatan hukum ;
3. Menolak permohonan eksekusi (fiat eksekusi) Termohon terhadap
pelaksanaan Putusan Arbitrase BPSK Medan Nomor : 7/Pen/BPSK/2006/
Mdn. tanggal 1 Juni 2006 ;
Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ;
Menimbang, bahwa terhadap permohonan keberatan tersebut Termohon
mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
A. 1. Exceptio Processueel :
A.1.1. Bahwa permohonan keberatan Pemohon bersifat “vorm verzuim",
sebab upaya hukum yang dikenal terhadap putusan BPSK adalah
upaya hukum "keberatan" sebagaimana diatur dalam Pasal 56
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 jo. Pasal 41 ayat (3) Keputusan
Menteri Perindustrian Dan Perdagangan R.I. No.350/MPP/Kep/12/
2001 jo. Peraturan Mahkamah Agung R.I. No.01 Tahun 2006 tanggal
13 Maret 2006, sedangkan upaya hukum yang diajukan Pemohon
adalah upaya hukum "gugatan". Dikatakan demikian, karena :
“ Para pihaknya disebut Penggugat sebagai " Penggugat " dan
Hal.8 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Tergugat", sedangkan seharusnya disebut sebagai "Pemohon"
dan "Termohon" (analoog Peraturan Mahkamah Agung R.I. No.01
Tahun 2005 tanggal 7 April 2005) ;
" Pada halaman 1 alinea kedua surat gugatannya Penggugat dengan
tegas memuat kalimat sebagai berikut : "Dengan ini mengajukan
gugatan terhadap" ;
“ Demikian pula pada halaman terakhir gugatannya, Penggugat
mengemukakan kalimat yang menunjukkan ciri spesifik dari satu
gugatan perdata umum, yaitu uraian kalimat yang berbunyi :
"Berdasarkan segala uraian diatas, Penggugat mohon…..dst.” dan
kalimat "Mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono” yang
hanya dikenal dalam struktur fundamental petitum gugatan perdata
umum ;
Bahwa dengan demikian gugatan Penggugat mohon untuk dinya-
takan tidak dapat diterima ;
A.1.2. Bahwa petitum gugatan Penggugat berbunyi sebagai berikut :
o Menerima dan mengabulkan gugatan keberatan Penggugat
untuk seluruhnya ;
o Menyatakan Putusan arbitrase BPSK Medan Nomor : 7/Pen/
BPSK/2006/Mdn. tanggal 1 Juni 2006 batal dan tidak
berkekuatan hukum ;
o Menolak permohonan eksekusi (fiat eksekusi) Tergugat terhadap
pelaksanaan Putusan Arbitrase Nomor : 7/Pen/BPSK/ 2006/Mdn.
tanggal 1 Juni 2006 ;
Bahwa petitum gugatan Penggugat tersebut bersifat "posita tidak
mendukung petitum" dan atau melanggar ketentuan Pasal 6 ayat
(3) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung R.I. No.01 Tahun 2006
tanggal 13 Maret 2006 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa
pembatalan putusan BPSK oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
in casu Pengadilan Negeri Medan dapat dilakukan hanya apabila
memenuhi persyaratan materiil yang bersifat Iimitatif yaitu :
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu ;
b. Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan
atau
Hal.9 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa ;
- Bahwa akan halnya posita gugatan Penggugat sama sekali tidak
menyebutkan adanya kontroversi seperti terurai pada syarat limitatif
(huruf a, b dan c) tersebut diatas ;
- Bahwa dengan demikian jelas bahwa gugatan Penggugat yang
menuntut pembatalan atas putusan BPSK Kota Medan tersebut
adalah bersifat" posita tidak mendukung petitum" dan atau melanggar
ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung R.I.
No.01 Tahun 2006 tanggal 13 Maret 2006 ;
- Bahwa patut pula untuk menjadi perhatian, bahwa petitum gugatan
Penggugat point 3 sama sekali tidak dikenal menurut kaidah hukum
acara perdata, sebab hal itu sama sekali kewenangan ambsalve Ketua
Pengadilan Negeri (in casu Pengadilan Negeri Medan), dan juga
bertentangan dengan ketentuan Pasal 54 ayat (3) jo. Pasal 57 Undang-
Undang No.8 Tahun 1999 ;
- Bahwa berto!ak dari uraian di atas, maka gugatan Penggugat mohon
untuk dinyatakan niet ontvankelijk.
A.2. Exceptio Obscuuri Libelli :
- Bahwa ternyata didalam materi isi posita gugatan Penggugat sama
sekali tidak disebutkan dalam satu uraian yang individual tanggal
diterimanya oleh Pemohon pemberitahuan putusan BPSK yang menjadi
objek perkara ini. Sedangkan uraian itu sangat penting dan karenanya
nolens vollens harus diuraikan di dalam posita gugatan sesuai
ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 jo.Pasa!
41 ayat (3) dan (5) Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
R.I. No.350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 jo. Pasal 5
ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung R.I. No.01 Tahun 2006 tanggal 7
April 2006 ;
- Bahwa dengan demikian, gugatan Penggugat jelas "obscuur libellum"
yang sangat merugikan Tergugat baik dalam membela diri maupun
dalam pembuktian ;
- Bahwa bertolak dari uraian di atas, maka gugatan Pemohon mohon
untuk dinyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa terhadap permohonan keberatan tersebut Termohon
telah menyangkal dalil-dalil keberatan tersebut dan sebaliknya mengajukan
gugatan balik (rekonvensi) yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
Hal.10 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Bahwa sesuai pertimbangan hukum BPSK Kota Medan dalam putusan-
nya halaman 11 alinea kedua, bahwa tuntutan ganti kerugian moril tidak diatur
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ;
Bahwa dengan demikian sama artinya bahwa adalah absoluute
merupakan attributle peradilan umum Incasu Pengadilan Negeri Medan) untuk
memeriksa dan mengadili tuntutan ganti kerugian moril Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi atas kesalahan Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam Konvensi yang telah memberlakukan tarif pulsa
tidak sesuai dengan janji yang telah diiklankan/dipromosikan dalam brosur Tarif
Ngirit Malam tersebut ;
Bahwa kendatipun dalam kenyataannya Termohon dalam rekonvensi/
Pemohon dalam konvensi telah mengakui kesalahannya yakni telah
memberlakukan tarif pulsa tidak sesuai dengan janji yang telah diiklankan/
dipromosikan dalam brosur Tarif Ngirit Malam itu, namun Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam konvensi tetap bersikeras untuk tidak mematuhi
putusan BPSK Kota Medan tersebut, dan bahkan malah menggugat Pemohon
dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi di Pengadilan Negeri Medan
sebagaimana tertuang didalam perkara konvensi ;
Bahwa akibat perbuatan Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam
konvensi yang :
a. telah memberlakukan tarif pulsa tidak sesuai dengan janji yang telah
diiklankan/dipromosikan dalam brosur Tarif Ngirit Malam ; dan
b. tetap bersikeras tidak mematuhi putusan BPSK Kota Medan tersebut dan
bahkan malah mengajukan keberatan terhadap Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi di Pengadilan Negeri Medan
sebagaimana tertuang didalam perkara konvensi, yang menurut
perkembangan hukum "onrechtmatige", bahwa perbuatan Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam konvensi yang menggugat Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi di Pengadilan Negeri Medan itu
adalah merupakan perbuatan misbruik van processrecht" yang merupakan
species "onrechtmatige " ;
telah menimbulkan kerugian materiil dan moril terhadap Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi, yaitu :
- Kerugian Materiil :
• Biaya (kosten) berupa honorarium/successful fee yang telah Pemohon
dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi janjikan dan karenanya
sebagai satu kewajiban kontraktual kepada para kuasa hukum Pemohon
Hal.11 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi, yang kesemua itu telah
diketahui atau setidak-tidaknya patut diduga oleh Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam konvesi. Besarnya honorarium/successful
fee tersebut adalah sebesar yang sepakati oleh Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi dan para kuasa hukum/advokat
profesional (vide : Pasal 21 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.18
Tahun 2003 tentang Advokat) yaitu sebesar Rp.100.000.000,- (seratus
juta rupiah) ;
• Bunga (intressen) dari biaya (kosten) honorarium/successful fee tersebut
sebesar setara bunga bank, yaitu sebesar 1 % (satu persen) x
Rp.100.000.000,- = Rp.1.000.000 untuk setiap bulan, atau terserah
sebesar yang patut menurut pertimbangan rasa keadilan hukum dan rasa
keadilan umum Pengadilan Negeri Medan, terhitung sejak tanggal
pendaftaran gugatan konvensi Termohon dalam rekonvensi/Pemohon
dalam konvensi (tanggal 21 Juni 2006) sampai dengan biaya (kosten)
honorarium/successful fee tersebut dibayar lunas oleh Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam konvensi kepada Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi Bunga pertahun dari bunga atas
biaya (kosten) honorarium/successful fee tersebut di atas, sebesar setara
bunga Bank yaitu 1% (satu persen) x (Rp1.000.000.- x 12 bulan) = 1 % x
Rp.12.000.000.- = Rp.120.000.- (seratus dua puluh ribu rupiah) pertahun,
atau terserah sebesar yang patut menurut pertimbangan rasa keadilan
hukum dan rasa keadilan umum Pengadilan Negeri Medan, terhitung
sejak tanggal pendaftaran gugatan konvensi Termohon dalam rekonvensi
/Pemohon dalam konvesi (tanggal 21 Juni 2006) sampai dengan biaya
(kosten) honorarium/successful fee tersebut dibayar lunas oleh
Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi kepada Pemohon
dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi ;
- Kerugian Moril :
Perbuatan Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi tersebut
telah menimbulkan psychologica disorder yang merupakan mental cruelty
dalam tatanan kejiwaan Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam
konvensi, yang kesemuanya itu tidak dapat diukur dengan apapun akan
tetapi dipandang mendekati rasa keadilan hukum dan rasa keadilan umum
bisa dinilai dengan uang sebesar Rp.2.000.000.000.- (dua milyar rupiah),
atau terserah sebesar yang patut menurut pertimbangan rasa keadilan
hukum dan rasa keadilan umum Pengadilan Negeri Medan ;
Hal.12 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Bahwa dengan demikian Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam
konvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi yang menimbulkan hak normatif bagi
Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi untuk menuntut ganti
kerugian seperti terurai di atas ;
Bahwa Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi
mempunyai sangka yang beralasan dan karenanya Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi khawatir bahwa Termohon dalam
rekonvensi/Pemohon dalam konvensi berupaya untuk mengalihkan dan atau
menyembunyikan harta kekayaan guna menghindari tanggung-jawabnya atas
tuntutan ganti kerugian Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi
tersebut di atas. Oleh karena itu Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam
konvensi mohon dengan hormat perkenan Pengadilan Negeri Medan untuk
meletakkan sita jaminan, terutama atas harta benda milik Termohon dalam
konvensi/Pemohon dalam konvensi, yang rinciannya kelak akan segera
Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi ajukan ;
Bahwa gugatan rekonvensi Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam
konvensi ini didukung oleh bukti-bukti yang sah, kuat dan cukup, serta atas
dasar hukum yang sah, sehingga karenanya cukup alasan hukum jika
Pemohon dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi mohon kepada
Pengadilan Negeri Medan untuk :
- menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan secara terlebih dahulu (uit
voerbaar bij voorraad) ;
- menghukum para Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi
untuk membayar ongkos perkara ini ;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon dalam rekonvensi
menuntut kepada Pengadilan Negeri Medan supaya memberikan putusan
sebagai berikut :
PRIMAIR :
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan rekonvensi Pemohon
dalam rekonvensi/Termohon dalam konvensi ;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan dalam
perkara gugatan rekonvensi ini ;
3. Menyatakan Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi telah
melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pemohon dalam
rekonvensi/Termohon dalam konvensi ;
4. Menghukum para Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi
Hal.13 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
untuk mengganti tunai seluruh kerugian Pemohon dalam rekonvensi/
Termohon dalam konvensi yang disebutkan pada posita permohonan di
atas ;
5. Menyatakan putusan dalam perkara permohonan keberatan ini dapat
dijalankan secara terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad) ;
6. Menghukum Termohon dalam rekonvensi/Pemohon dalam konvensi untuk
membayar seluruh ongkos perkara gugatan rekonvensi ini ;
SUBSIDAIR :
Ex aequo et bono ;
Bahwa terhadap permohonan keberatan tersebut Pengadilan Negeri
Medan telah mengambil putusan, yaitu putusan No.206/Pdt.G/2006/PN.Mdn.
tanggal 02 Agustus 2006 yang amarnya sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
- Menolak Eksepsi Tergugat (Konsumen) untuk seluruhnya ;
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan keberatan Penggugat (Pelaku Usaha) untuk sebahagian ;
- Menyatakan Penggugat (Pelaku Usaha) bersalah karena mengedarkan
brosur dan iklannya yaitu Tarif Ngirit Malam (TNM) yang tidak sesuai dengan
yang diperjanjikannya sebagaimana dalam Pasal 8 ayat 1 butir f, Pasal 9
ayat 1 butir k dan Pasal 10 butir a dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen ;
- Menghukum Penggugat (Pelaku Usaha) untuk tidak memberlakukannya
kepada konsumen ;
- Menyatakan adanya kerugian yang diderita oleh Tergugat (Konsumen)
akibat perbuatan Penggugat (Pelaku Usaha) sebesar Rp. 9.054,- (sembilan
ribu lima puluh empat rupiah) ;
- Menghukum Penggugat (Pelaku Usaha) untuk membayar ganti rugi kepada
Tergugat (Konsumen) sebesar Rp. 9.054,- (sembilan ribu lima puluh empat
rupiah) ;
- Menolak keberatan Penggugat (Pelaku Usaha) selain dan selebihnya ;
DALAM REKONVENSI :
- Menolak gugatan rekonvensi Tergugat (Konsumen) untuk seluruhnya ;
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :
- Membebankan ongkos perkara yang timbul kepada Penggugat (Pelaku
Usaha) sebesar Rp.129.000,- (seratus dua puluh sembilan ribu rupiah) ;
Menimbang, bahwa sesudah putusan Pengadilan Negeri ini diberitahu-
kan kepada Termohon pada tanggal 16 Agustus 2006 kemudian terhadapnya
Hal.14 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
oleh Termohon (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 29 Agustus 2006) diajukan permohonan kasasi secara Iisan
pada tanggal 29 Agustus 2006 sebagaimana ternyata dari akte permohonan
kasasi No.72/Pdt/Kasasi/2006/PN.Mdn. yang dibuat oleh Wakil Panitera
Pengadilan Negeri Medan, permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi
yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
tersebut pada tanggal 12 September 2006 ;
Bahwa setelah itu oleh Pemohon yang pada tanggal 27 September 2006
telah diberitahu tentang memori kasasi dari Termohon diajukan jawaban memori
kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan pada tanggal
09 Oktober 2006 ;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka
oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi/Termohon dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :
I. DALAM KONVENSI :
A. Tentang EXCEPTIE
- Bahwa Judex Facti (Pengadilan Negeri Medan) telah salah menerapkan
atau melanggar hukum yang berlaku, atau setidak-tidaknya telah lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sebab Judex Facti telah tidak memuat pokok-
pokok eksepsi, sebagaimana ternyata dari pertimbangan hukumnya
alinea pertama yang hanya berbunyi sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa dalam jawaban Termohon tertanggal 10 Juli 2006
Termohon telah mengajukan eksepsi yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut :
- Bahwa Judex Facti juga telah bertindak partial kearah yang
menguntungkan Termohon Kasasi secara berkelebihan dengan
merugikan pembelaan diri Pemohon Kasasi, dan atau telah salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, atau setidak-
tidaknya telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebab Judex Facti
telah menolak exceptie yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dengan
alasan/pertimbangan hukum yang tidak argumentatif juridis sebagai
berikut :
Hal.15 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
"Menimbang, bahwa berdasarkan bunyi ketentuan Pasal 6 ayat (2)
Perma No.1 Tahun 2006 telah mengatur tentang Tata Cara
Pemeriksaan Keberatan yaitu dilakukan hanya atas dasar Putusan
BPSK dan berkas perkara, dengan demikian sifat dan bentuk jawaban
Termohon mengarah kepada putusan BPSK tersebut sudah tepat
atau tidak serta apakah telah diterapkan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, bukan mengenai kaburnya
gugatan atau eksepsi lainnya sebagaimana lazimnya dalam suatu
gugatan perdata” (mohon lihat putusan Judex Facti, halaman 21
Tentang Hukumnya, alinea ke-dua) ;
- Bahwa pengajuan Exceptie dalam perkara keberatan atas putusan
arbitrase BPSK, adalah dibenarkan atau setidak-tidaknya tidak
dilarang oleh Peraturan Mahkamah Agung R.I. No.01 Tahun 2006
tertanggal 13 Maret 2006, sebagaimana dapat dipastikan dari
ketentuan Pasal 6 ayat (3) sampai dengan (5) yang mempersyaratkan
secara limitatif alasan pembatalan putusan arbitrase BPSK dan
alasan "mengadili sendiri" sengketa konsumen yang bersangkutan,
dan dihubungkan dengan ketentuan Pasal 8 yang membolehkan
diterapkannya Hukum Acara Perdata yang berlaku (yang mengenal
exceptie) dalam perkara keberatan atas putusan arbitrase BPSK ;
- Bahwa berdasarkan alasan-alasan juridis di atas, maka putusan
Judex Facti tersebut tidak patut untuk dipertahankan lagi dan mohon
dibatalkan.
B. Tentang POKOK PERKARA KONVENSI :
- Bahwa dalam memutus pokok perkara konvensi Pengadilan Negeri
Medan telah memberikan pertimbangan hukum yang berbunyi
sebagaimana terurai pada halaman 25 alinea ke-dua sampai dengan
halaman 27 alinea pertama ;
- Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Medan tersebut telah
salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, sebab :
1. Bahwa Judex Facti sama sekali tidak memberikan pertimbangan
yang argumentasi juridis terhadap pembelaan diri Pemohon
Kasasi didalam surat jawaban tentang pokok perkara halaman 5
poin B 5 alinea ke-dua yang berbunyi sebagai berikut :
"Bahwa terlepas dari keberatan Termohon tentang minimnya ganti
kerugian sebesar Rp.4.000.000.- tersebut, agaknya patut untuk
Termohon tegaskan bahwa Termohon sangat tidak sependapat
Hal.16 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
dengan alasan-alasan keberatan Pemohon tersebut, sebab
Pemohon sendiri telah mengakui bahwa Pasal 19 ayat (2)
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 dan Pasal 12 ayat (2) hurut a
dan b Surat Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
No.350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tersebut
telah mengatur ragam kerugian konsumen yang tidak hanya
berupa pengembalian kerugian finansial (incasu selisih/indebitum
akibat "kesalahan" penerapan tarif) semata, akan tetapi juga
pemberian santunan yang tentunya atas penderitaan fisik dan atau
penderitaan psykis, yang jumlahnya oleh undang-undang dibatasi
maximum Rp.200.000.000.- (Pasal 60 Undang- Undang No.8
Tahun 1999). Sehingga dengan mengacu pada Pasal 19 ayat (2)
jo. Pasal 60 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 dan Pasal 12 ayat
(2) huruf a dan b Surat Keputusan Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember
2001 tersebut maka tidak dapat ditafsirkan lain kecuali
mengandung makna yuridis bahwa ganti kerugian yang oleh BPSK
Kota Medan hanya dikabulkan sebesar Rp.4.000.000.- dari
maximum Rp.200.000.000.- itu adalah ganti kerugian berupa
pemberian santunan terhadap Tergugat ;
2. Bahwa seluruh pertimbangan hukum Judex Facti sebagaimana
terurai pada halaman 25 allnea ke-dua sampai dengan halaman
27 alinea pertama tersebut telah tidak mengacu secara persuasif
effect pada Putusan Mahkamah Agung R.I. tertanggal 18 Agustus
2005 No.01.K/PER.KONS/2005 yang mewajibkan pelaku usah
(incasu Termohon Kasasi) untuk selain membayar kemball selisih
pembayaran atas kelebihan harga kepada konsumen (incasu
Pemohon Kasasi), juga membayar ganti rugi atas biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk mengurus sengketa ini kepada konsumen
incasu Pemohon Kasasi) ;
- Bahwa bertolak dari uraian di atas, maka putusa Judex Facti tersebut
tidak patut untuk dipertahankan lagi dan mohon dibatalkan.
II. DALAM RECONVENTIE
- Bahwa dalam memutus gugatan rekonvensi, Judex Facti telah salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, atau setidak-
tidaknya telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebab Judex Facti
Hal.17 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
telah menolak gugatan rekonvensi Pemohon Kasasi dengan
alasan/pertimbangan hukum yang berbunyi sebagaimana terurai pada
halaman 25 alinea ke-dua sampai dengan halaman 27 alinea
pertama ;
- Bahwa pengajuan gugatan rekonvensi dalam perkara keberatan atas
putusan arbitrase BPSK, adalah dibenarkan atau setidak-tidaknya
tidak dilarang oleh Peraturan Mahkamah Agung R.I. No. 01 Tahun
2006 tertanggal 13 Maret 2006, sebagaimana dapat dipastikan dari
ketentuan Pasal 8 yang membolehkan diterapkannya Hukum Acara
Perdata yang berlaku (yang mengenai gugatan rekonvensi) dalam
perkara keberatan atas putusan arbitrase BPSK ;
- Bahwa oleh sebab itu putusan Judex Facti tersebut tidak patut untuk
dipertahankan lagi dan mohon dibatalkan ;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah
Agung berpendapat :
Menimbang, bahwa keberatan kasasi terhadap putusan “dalam
eksepsi” tidak cukup beralasan karena Judex Facti-Pengadilan Negeri
Medan tidak salah dalam menerapkan hukum ;
Menimbang, bahwa keberatan kasasi terhadap putusan “Dalam
Pokok Perkara” baik Konpensi maupun Rekonpensi dapat dibenarkan
dengan alasan sebagai berikut :
- Judex Facti telah mempertimbangkan bahwa Pemohon Keberatan
asal PT. Exelcomindo Pratama telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan mengiklankan/mempromosikan “Tarif Ngirit Malam”
yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan dalam brosur, hal ini juga
telah diakui oleh Pemohon Keberatan Asal PT. Exelcomindo
Pratama ;
- Bahwa kerugian yang sebenarnya yang dialami oleh Termohon
Keberatan asal Jhon Parlyn H.Sinaga sejumlah Rp.9.050,- (sembilan
ribu lima puluh rupiah) ;
- Bahwa namun dengan memperhatikan azas keseimbangan keadilan
bagi kedua belah pihak konsumen dan pelaku usaha, maka
Mahkamah Agung menetapkan agar Termohon Kasasi (Pemohon
Keberatan Asal PT.Exelcomindo Pratama membayar ganti kerugian
yang dimungkinkan oleh Undang-Undang No.8 Tahun 1999 kepada
Pemohon Kasasi/Termohon Keberatan asal yang besarnya
sebagaimana tersebut dalam amar putusan BPSK ;
Hal.18 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut
pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan kasasi Pemohon Kasasi : JOHN PARLYN H.SINAGA dan
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan No.206/PDT.G/2006/
PT.Mdn. tanggal 02 Agustus 2006 serta Mahkamah Agung mengadili
sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan
disebutkan di bawah ini ;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/
Tergugat dikabulkan, maka biaya perkara dalam semua tingkat peradilan
dibebankan kepada Termohon Kasasi/Pemohon ;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No.4 Tahun
2004 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.5 Tahun 2004,
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan ;
M E N G A D I L l :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JHON
PARLYN H.SINAGA tersebut ;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan No.206/PDT.G/
2006/PT.Mdn. tanggal 02 Agustus 2006 ;
MENGADILI SENDIRI :
Menolak keberatan dari Pemohon : PT.EXELCOMINDO
PRATAMA ;
Menyatakan sah putusan Badan Penyelesaian sengketa
Konsumen Kota Medan Nomor : 7/PEN/BPSK/2006/MDN tanggal 01 Juni
2006 tentang Arbitrase ;
Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ini
ditetapkan sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah ;
Demikilanlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Senin tanggal 8 Oktober 2007 oleh Dr.Harifin A.Tumpa,
SH.,MH., Hakim Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Hal.19 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007
Ketua Majelis, Dr.Susanti Adi Nugroho, SH.,MH., dan Atja Sondjaja, SH.,
sebagai Hakim-Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
tersebut dan dibantu oleh Nani Indrawati, SH., M.Hum., Panitera Pengganti,
dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;
Hakim-Hakim Anggota : K e t u a
ttd./ Dr.Susanti Adi Nugroho, SH.,MH., ttd./
ttd./ Atja Sondjaja, SH., Dr.Harifin A.Tumpa, SH.,MH.,
Biaya-biaya : Panitera Pengganti :
1. M e t e r a i …………………….Rp. 6.000,- ttd./
2. R e d a k s i............................. Rp. 1.000,- Nani Indrawati, SH., M.Hum.,
3. Administrasi kasasi …………...Rp.493.000,-
J u m I a h.................................Rp.500.000,-
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus.
H.PARWOTO WIGNJOSUMARTO, SH.
NIP : 040.018.142.
Hal.20 dari 20 hal. Put. No.01 K/Per.Kons/2007