bab ii pemenuhan perlindungan konsumen melalui perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 bab ii...

48
14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek A. Konsep Hukum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” 10 . Dapat dipahami bahwa tidak semua barang setelah melalui proses produksi akan langsung sampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba di tangan konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah Produsen-Distributor- Agen-Pengecer-Pengguna. Lebih lanjut, dalam ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen,yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan, sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir. Yang dimaksud di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir. Konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan. Pengertian konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan dengan 2 rancangan undang-undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 1 angka 2

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

14

BAB II

Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek

A. Konsep Hukum Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen,”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia

dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”10. Dapat dipahami bahwa tidak

semua barang setelah melalui proses produksi akan langsung sampai ke tangan

pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba di tangan

konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah Produsen-Distributor-

Agen-Pengecer-Pengguna.

Lebih lanjut, dalam ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen,yakni konsumen

antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer.

Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan,

sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir. Yang dimaksud di dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir. Konsumen akhir

memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk

digunakan.

Pengertian konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan

dengan 2 rancangan undang-undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama

10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 1 angka 2

Page 2: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

15

dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa:11

“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat,bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain

yang tidak untuk diperdagangkan kembali.”

Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik Undang-

Undang Tentang Perlindungan Konsumen(selanjutnya disebut Rancangan

Akademik)yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama

dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan

RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang

mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.12

Dapat diketahui pengertian konsumen dalam UUPK lebih luas daripada

pengertian konsumen pada kedua Rancangan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK juga meliputi

pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa

UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan

manusia(hewan,maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian konsumen yang luas seperti

itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada

konsumen. Walaupun begitu masih perlu disempurnakan sehubungan dengan

penggunaaan istilah “pemakai”, demikian pula dengan eksistensi “badan hukum”

yang tampaknya belum masuk dalam pengertian tersebut.

Dari sudut pandang yang lain, jika kita hanya berpegang pada rumusan

perngertian konsumen dalam UUPK, kemudian dikaitkan dengan pasal 45 yang

11 Yayasan Lembaga Konsumen,Perlindungan Konsumen Indonesia,Suatu Sumbangan Pemikiran tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,Yayasan Lembaga Konsumen, Jakarta,1981, hlm 2. 12 Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan,Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 a.

Page 3: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

16

mengatur tentang gugatan ganti kerugian dari konsumen kepada pelaku usaha, maka

keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain, tidak dapat menuntut ganti kerugian

karena mereka tidak termasuk konsumen, tetapi kerugian yang dialaminya dapat

menjadi alasan untuk mengadakan tuntutan ganti kerugian.

Berdasarkan hal itu, apabila badan hukum,keluarga,dan orang lain diberi hak

untuk menuntut ganti kerugian maka rumusan pengertian konsumen sebaiknya

menentukan bahwa:”Konsumen adalah setiap orang/badan hukum yang memperoleh

dan/atau memakai barang/jasa yang berasal dari pelaku usaha dan tidak untuk

diperdagangkan”. Disebutkannya kata”berasal dari pelaku usaha” dalam rumusan di

atas,karena pengertian konsumen dalam UUPK sangat terkait dengan masalah

tuntutan ganti kerugian dari konsumen kepada pelaku usaha, sedangkan konsumen

(dalam pengertian sehari-hari) yang tidak memperoleh barang/jasa dari pelaku usaha

tidak tercakup dalam undang-undang ini.

Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk yang

cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli

tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang

sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, pengertian konsumen bersumber dari

Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi

negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan Directive tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak

yang menderita kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa

kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.13

13 Nurhayati Abbas,Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya,Makalah,Ellips Project,Ujung Pandang,1996,hlm.13.

Page 4: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

17

Hal lain yang juga perlu dikemukakan dalam pengertian konsumen ini adalah

syarat “tidak untuk diperdagangkan” yang menunjukkan sebagai “konsumen akhir”

(end consumer) dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara

(derived/intermediate consumer). Dalam kedudukan sebagai derived/intermediate

consumer, yang bersangkutan tidak dapat menuntut pelaku usaha berdasarkan

undang-undang ini,lain halnya apabila seorang pemenang undian atau hadiah seperti

nasabah bank, walaupun setelah menerima hadiah undian kemudian yang

bersangkutan menjual kembali hadiah tersebut, kedudukannya tetap sebagai

konsumen akhir, karena perbuatan menjual yang dilakukannya bukanlah dalam

kedudukan sebagai profesional seller. Ia tidak dapat dituntut sebagai pelaku usaha

menurut undang-undang ini, sebaliknya ia dapat menuntut pelaku usaha bila hadiah

yang diperoleh ternyata mengandung suatu cacat yang merugikan baginya.

2. Pengertian Pelaku usaha

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggrakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.14

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan

Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya.

Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan

dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropaterutama negara Belanda,

bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi

14 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 1 angka 3

Page 5: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

18

(finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang

menampakkan dirinya sebagai produsen,dengan jalan mencantumkan Namanya, tanda

pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakkan dengan produk asli, pada

produk tertentu; importer suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan,

disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi

perdagangan;pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importer

tidak dapatditentukan.15

Dengan demikian tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksudkan dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan produsen yang

dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum.

Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau

pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia.

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan

konsumen menuntut ganti kerugian.Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan

produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan,

karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya

UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Directive, sehingga

konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan

15 JohanesGunawan,”Product Liability” dalamHukumBisnisIndonesia,ProJustitia,TahunXII,Nomor 2,April 1994,hlm 7.

Page 6: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

19

mengajukan tuntutan jika ia dirugikan akibat penggunaan produk.16 Dalam Pasal 3

Directive ditentukan bahwa:

a. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan

mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang

memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada

produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;

b. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang

mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing,

atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam

Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive

ini, dan akanbertanggung gugat sebagai produsen;

c. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap

leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen, kecuali ia

memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak

terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan

produk itu kepadanya.Hal yang sama akan berlaku dalam kasus

barang/produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak

menunjukkan identitas importer sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

(2) , sekalipun nama produsen dicantumkan.

Pelaku usaha yang meliputi berbagai bentuk/jenis usaha sebagaimana yang

dimaksud dalam UUPK, sebaiknya ditentukan urutan-urutan yang seharusnya digugat

oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan-urutan tersebut

sebaiknya disusun sebagai berikut:

16 Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia,Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2000, hlm 31.

Page 7: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

20

a. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk

tersebut jika domisili di dalam negeri dan domisilinya diketahui

oleh konsumen yang dirugikan.

b. Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di

luar negeri, maka yang digugat importirnya, karena UUPK tidak

mencakup pelaku usaha di luar negeri.

c. Apabila produsen maupun importer dari suatu produk tidak

diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen

membeli barang tersebut.

Urutan-urutan itu tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami

cacat pada saat diproduksi, karena kemungkinan barang mengalami kecacatan pada

saat sudah berada di luar control atau di luar kesalahan pelaku usaha yang

memproduksi produk tersebut.

Urut-urutan pihak yang digugat tersebut, juga mempertimbangkan tentang

kompetensi pengadilan maupun BPSK, karena siapapun yang digugat oleh konsumen,

pengadilan atau BPSK yang kompeten adalah pengadilan atau BPSK yang

mewilayahi tempat tinggal konsumen, sehingga tidak memberatkan konsumen.

Sebaliknya, apabila yang digugat oleh konsumen adalah penjual barang,

sementara produk yang dibeli konsumen tersebut cacat sejak dari produsen (pelaku

usaha pembuat produk), maka kemungkinan penjual akan lebih mudah membuktikkan

ketidakbersalahannya, atau pada akhirnya juga menarik pelaku usaha pembuat produk

untuk masuk sebagai pihak dalam perkara yang dihadapi oleh penjual, atau paling

tidak, setelah penjual membayar ganti kerugian kepada konsumen, selanjutnya

penjual juga menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha pembuat produk.

Page 8: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

21

Lain halnya apabila produk tersebut cacat setelah berada di luar kontrol

produsen atau setelah berada dalam kekuasaan penjual, maka menggugat penjual

adalah lebih mudah bagi konsumen. Walaupun UUPK menggunakan istilah pelaku

usaha, namun dalam buku ini dipakai juga istilah produsen dengan makna yang sama

dengan pelaku usaha.

3. Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha

Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan

perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang

dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang

didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak

arus transaksi barang dan/atau jasa. Akibatnya barang dan/atau jasa yang ditawarkan

bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi seperti

ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang

dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dapat terpenuhi serta semakin terbuka

lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Tetapi di sisi lain,

dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang

dan konsumen berada pada posisi yang lemah, yang menjadi objek aktivitas bisnis

untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai

promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen.

Berkenaan dengan pertimbangan tersebut, maka perlu juga diketengahkan apa

yang menjadi hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, sebagai berikut:

“Hak konsumen adalah:

Page 9: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

22

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang

dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

d. hak utuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undagan lainnya”.17

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK lebih luas

daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh

Presiden Amerika Serikat J.F.Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962,

yaitu terdiri atas:18

a. Hak memperoleh keamanan; b. Hak memilih; c. Hak mendapat informasi; d. Hak untuk didengar.

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi

Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing

pada Pasal 3, 8, 19, 21, dan Pasal 26, yang oleh Organisai Konsumen Sedunia

17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 18 Meriam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku, dimuat dalam Hasil Simposium “Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen” yang diselenggarakan oleh BPHN, Bina Cipta, Jakarta,1986, hlm 61.

Page 10: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

23

(International Organization of Consumers Union-IOCU) ditambahkan empat hak

dasar konsumen lainnya, yaitu:19

a. hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; b. hak untuk memperoleh ganti rugi; c. hak untuk memperoleh pendidikan konsumen; d. hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Di samping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau

EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut:20

a. hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);

b. hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belangen);

c. hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding); d. hak atas penerangan ( recht op voorlichting en vorming); e. hak untuk didengar (recht om te worden gehord).

Sedangkan dalam Rancangan Akademik Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas

Indonesia dan Departemen Perdagangan dikemukakan enam hak konsumen, yaitu

empat hak dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan

barang sesuai dengan nilait tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan

penyelsaian hukum yang patut.

Memerhatikan hak-hak yang disebutkan diatas, maka secara keseluruhan pada

dasarnya dikenal sepuluh macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut:

a. hak atas keamanan dan keselamatan; b. hak untuk meperoleh informasi; c. hak untuk memilih; d. hak untuk didengar; e. hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; f. hak untuk memperoleh ganti rugi;

19 C.Tantri D dan Sulastri, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation, Jakarta, 1995, hlm.19-21 20 Meriam Darus Badrulzaman, Op. Cit, hlm 61.

Page 11: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

24

g. hak untuk meperoleh pendidikan konsumen; h. hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat; i. hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya; j. hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. “Kewajiban konsumen, adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan kesalamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut”.21

Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/jasa demi keamanan dan

keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan.

Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah

menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen

tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan

kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab, jika

konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban

tersebut.

Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi

pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen,

kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi

dengna produsen. Berbeda dengan pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian

bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku

usaha).22

21 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 5 22 Kewajiban pelaku usaha beritikad baik, sepenuhnya diuraikan dalam telaah terhadap ketentuan Pasal 7 UUPK.

Page 12: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

25

Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

dengan pelaku usaha, adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian.

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban

konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum

diundangkannya UUPK hampir tidak dirasakan adanya kewajban secara khusus

seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa

lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisisan dan/atau kejaksaan.

Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap tepat, sebab

kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hanya saja kewajiban

konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban

yang sama dari pihak pelaku usaha.

“Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beriktikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutunya didalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahawa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.23

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak

dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya

kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada

umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktik yang biasa terjadi,

23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 6

Page 13: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

26

sautu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang

serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian,

yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.

Menyangkut hak pelaku usaha yang terebut pada huruf b, c, dan d

sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak

aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/pengadilan

dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut

diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan

kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan dengan

kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c, dan

d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelasaian sengketa

sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Terakhir tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya, seperti hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan,

Undang-Undang Larangan Praktik Monopoili dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

Undang-Undang Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan berbagai

undang-undang tersebut, maka harus diingat bahwa Undang-Undang Perlindungan

Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan

konsumen.

“Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan, dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

Page 14: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

27

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan

perjanjian”.24

Kewajiban pelaku usaha beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usaha

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang

iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) BW. Bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan Arrest H.R. di Negeri Belanda

memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian

bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas iktikad baik bukan lagi pada teori

kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan-

perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan

dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan

khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak

dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-

masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan

penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum

menandatangani kontrak, atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang

cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.25

Di Jerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan

syarat-syarat umum mengenai perjanjian maka kebebasan berkontrak dianggap ada

sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu

24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 7 25 J.M van Dunne dan van der Burght,Gr, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan KerjaSama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujung Pandang, 1998, hlm.15.

Page 15: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

28

berdasarkan iktikad baik dengan kwajiban untuk memerhatikan kepentingan-

kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat

perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-kepentingan

sendirui, maka ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian.26

Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai para

pihak pada periode pra perjanjian, yaitu dengan memerhatikan kepentingan-

kepentingan yang wajar dari pihak lain.

Putusan Pengadilan Inggris yang menyatakan bahwa apabila orang memiliki

pengetahuan khusus (ahli) memberikan keterangan kepada pihak lain dengan maksud

memengaruhi pihak lain supaya menutup perjanjian dengannya, maka dia wajib untuk

berhati-hati bahwa keterangan-keterangannya adalah benar dan dapat dipercaya,27

juga terkait dengan iktikad baik.

Asas sikap berhati-hati tersebut merupakan perkembangan asas iktikad baik.

Berdasarkan asas sikap hati-hati dalam perjanjian tersebut dapat disimpulkan adanya

beberapa kewajiban seperti kewajiban meneliti, kewajiban untuk memberi keterangan,

kewajiban untuk membatasi kerugian, kewajiban untuk membantu perubahan-

perubahan dalam pelaksanaan perjanjian, kewajiban untuk menjauhkan diri dari

persaingan, kewajiban untuk memelihara mesin-mesin yang dipakai dan sebagainya.

Rumusan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan hubungannya dengan

kewajiban berhati-hati di luar perjanjian serta untuk mencegah kesalahpahaman

tentang pengertian iktikad baik.28

26 Ibid, hlm.16. 27 Ibid., hlm.17. 28 Ibid., hlm.20-21.

Page 16: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

29

Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen, diwajibkan beriktikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

Dalam UUPK tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha,

karena meliputi semua ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan

dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban

pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai

pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik

dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja

disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak

barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi

konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan

transaksi dengan produsen.

Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbainkan, dan pemeliharaan, disebabkan karena

informasi di samping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi atau

informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat

produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai

suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk

tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa

representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Page 17: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

30

4. Berbagai Larangan Bagi Pelaku Usaha

Pasal 8 UUPK mengatur larangan tersbut meliputi kegiatan:

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi berish, atau neto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa

tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode,

atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan

barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, ketrangan, iklan,

atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

“halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam

bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 Undang-undang

tersebut dapat kita bagi ke dalam dua larangan pokok, yaitu:

(2) larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar

yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh

konsumen;

(3) larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak akurat,

yang menyesatkan konsumen.

Page 18: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

31

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari

peradaran.

Pada intinya substansi pasal ini tertuju pada dua hal, yaitu larangan

memproduksi barang dan/atau jasa, dan larangan memperdagangkan barang dan/atau

jasa yang dimaksud. Larangan-larangan yang dimaksudkan ini, hakikatnya menurut

Nurmadjito yaitu untuk mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar di

masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai

dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan, dan lain sebagainya.29

Berbeda dengan produk-produk lainnya, terhadap barang-barang yang berupa

sediaan farmasi mendapat perlakuan khusus, karena kalau barang jenis ini rusak, cacat

atau bekas, tercemar maka dilarang untuk diperdagangkan, walaupun disertai dengan

informasi yang lengkap dan benar tentang barang tersebut. Sedangkan barang lainnya

tetap dapat diperdagangkan asal disertai dengan informasi yang lengkap dan benar

atas barang tersebut.

Larangan-larangan yang tertuju pada “produk” sebagaimana dimaksudkan di

atas adalah untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan/harta konsumen dari

penggunaan barang dengan kualitas yang dibawah standar atau kualitas yang lebih

rendah daripada nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang

demikian, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang lebih

rendah daripada harga yang dibayarnya, atau yang tidak sesuai dengan informasi yang

diperolehnya.

29 Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Penyunting, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 18.

Page 19: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

32

5. Pertanggung jawaban Pelaku Usaha

Dalam Pasal 19 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dapat diketahui bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab untuk

memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen

akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku usaha.

Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh

konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik

maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang

secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian

berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan perbuatan

melanggar hukum. Kedua dasar tuntutan ganti kerugian ini dibahas secara khusus di

bawah ini:

a. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi

Dalam penerapan ketentuan yang berada dalam lingkungan hukum

privat tersebut, terdapat perbedaan esensial antara tuntutan ganti kerugian

yang didasarkan pada wanprestasi dengan tuntutan ganti kerugian yang

didasarkan pada perbuatan melanggar hukum.

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka

terlebih dahulu tergugat dengan penggugat (produsen dengan konsumen

terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga (bukan sebagai

pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti

kerugian dengan alasan wanprestasi.

Page 20: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

33

Dalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewajiban

untuk membayar ganti kerugian tidak lain daripada akibat penerapan

klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang oleh

kedua pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan

demikian, bukan undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar

ganti kerugian atau berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar,

melainkan kedua belah pihak yang menentukan syarat-syaratnya serta

besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, dan apa yang telah

diperjanjikan tersebut, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Di samping ketentuan yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat oleh

para pihak, ketentuan tentang gantii kerugian yang bersumber dari hukum

pelengkap juga harus mendapat perhatian, seperti ketentuan tentang

wanprestasi dan cacat tersembunyi serta ketentuan lainnya. Ketentuan-

ketentuan ini melengkapi ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak, dan ketentuan ini hanya dapat dikesampingkan jika para pihak me

janjikan lain.

b. Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum

Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada

perikatan yang lahir dari perjanjian (karena terjadinya wanprestasi),

tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum

tidak perlu didahului dengan perjnajian antara produsen dengan konsumen,

sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang

Page 21: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

34

dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara

produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat

menuntut ganti kerugian.

6. Hak Konsumen yang terkait dengan Merek

Penulis berpendapat bahwa sebagian hak-hak yang diterima oleh konsumen ini

dapat dikaitkan dengan adanya sebuah Perlindungan Merek. Menurut penulis Hak

untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; Hak atas

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau

jasa. Menurut penulis hak-hak tersebut memiliki keterkaitan langsung terhadap

merek.

B. Konsep Hukum Merek sebagai upaya Perlindungan Konsumen

1. Definisi Merek

Hak Kekayaan Intelektual ada agar dapat melindungi ciptaan serta invensi

seseorang dari penggunaan atau peniruan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa izin.

Karya-karya intelektual tersebut apakah di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau

teknologi dilahirkan dengan mengorbankan tenaga, waktu, bahkan biaya. Sehingga

perlindungan yang diberikan dalam HKI akan menjadikan sebuah insentif bagi

pencipta dan inventor. Dilihat dari perwujudannya, HKI dikelompokkan sebagai hak

milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (immaterial). Hukum HKI merupakan

sebuah fenomena yang harus terus mengikuti perkembangan teknologi untuk

melindungi kepentingan pencipta. Kata milik atau kepemilikan dalam HKI memiliki

Page 22: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

35

ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Hal ini juga

sejalan dengan konsep hukum perdata Indonesia yang menerapkan istilah milik atas

benda yang dipunyai seseorang.

HKI pada umumnya berhubungan dengan ciptaan dan inovasi yang memiliki

nilai komersial. Merek sebagai salah satu produk dari karya intelektual dapat

dianggap suatu asset komersial suatu perusahaan, untuk itu diperlukan perlindungan

hukum untuk melindungi karya-karya intelektualitas seseorang. Kelahiran merek

diawali dari temuan-temuan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual lain yang saling

berkaitan.

Secara etimologis, istilah Merek berasal dari bahasa Belanda.Dalam bahasa

Indonesia, merek berarti tanda yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh

suatu perusahaan.30

Merek dalam Pasal 15 ayat (1) TRIPs Agreement:

“Any sign or any combination of signs, capable of distinguishing, the goods of

services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of

constituting a trademark.Suchs signs, in particular words including personal names,

letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any

combination of such signs, shall be eligible for registration as trademark.Where signs

are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, members

may registrability depend on distinctiveness acquired through use.Members may

require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible”

“Setiap tanda, atau kombinasi dari beberapa tanda, yang mampu membedakan

barang atau jasa satu dari yang lain, dapat membentuk merek.Tanda-tanda tersebut,

terutama yang berupa kata-kata termasuk nama orang, huruf, angka, unsur figurative

dan kombinasi dari beberapa warna, atau kombinasi warna-warna tersebut, dapat

didaftarkan sebagai merek.Dalam hal suatu tanda tidak dapat membedakan secara

jelas barang atau jasa satu dengan yang lain, Negara anggota dapat mendasarkan

keberadaan daya pembeda tanda-tanda tersebut melalui penggunaannya, sebagai

syarat bagi pendaftarannya.Negara anggota dapat menetapkan persyaratan bahwa

30 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004, hlm.166.

Page 23: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

36

tanda-tanda tersebut harus dapat dikenali secara visual sebagai syarat pendaftaran

suatu merek”

Pengertian merek menurut Undang-undang Amerika Serikat dalam Pasal 45

atau g 1127, 15 USC, Lanham Act:31

“The term “trademark” include any word, name, symbol, or device, or any

combination thereof-

(1) Used by a person

(2) Which a person has a bonafide intention to use in commerce and applies

to register on the principal register established by this chapter, to identify

and distiguish his or her goods, including a unique product.From those

manufactured of sold by others and to indicate the source or the goods,

when if that souce is unknown”

“Istilah merek dagang termasuk kata, nama, simbol atau alat lainnya

kombinasi yang-

(1) Digunakan oleh seseorang, atau

(2) Dimana seseorang mempunyai perhatian khusus menggunakannya

dalam perdagangan dan harus mendaftar pada kepala pendaftqaran

yang dibuat atau timbul dari bab ini, untuk mengidentifikasikan dan

membedakan barang-barang kepunyaannya, termasuk produk yang

unik.Dari yang semuandihasilkan atau dijual oleh yang lain dan untuk

mengidentifikasi asal barang, ketika asalnya tidak diketahui”

Sedangkan pengertian secara yuridis, merek menurut ketentuan umum

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek, dalam Pasal 1 butir 1

disebutkan:

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut

yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang dan jasa”

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa merek

merupakan suatu tanda yang dapat menunjukkan identitas barang atau jasa, yang

dihasilkan oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum dengan barang atau jasa

yang sejenis milik orang lain, memiliki kekuatan pembedaan yang cukup, yang

31 “Federal Trademark Lanham Act” induk dari Undang-undang Merek Amerika Serikat

Page 24: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

37

dipakai sebagai jaminan kualitas dan dipergunakan dalam kegiatan produksi barang

dan jasa.

Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016, merek dibagi

menjadi 3 (tiga) macam. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016

merumuskan merek dagang sebagaia merek yang digunakan pada barang yang

dipergunakan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya, sedangkan merek

jasa seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun

2016 adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang

atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan

dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 20 tahun

2016 memberikan pengertian tentang merek kolektif, yaitu merek yang digunakan

pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh

lebih dari satu orang atau badan hukum secara bersama untuk membedakan dengan

barang atau jasa sejenis lainnya. Permintaan pendaftaran merek dagang atau merek

jasa sebagai merek kolektif harus dinyatakan dalam permintaan pendaftaran merek

tersebut.

Ada 2 (dua) jenis merek yang dikenal oleh masyarakat:

1. Merek Biasa

Disebut juga sebagai “normal mark”, yang tergolong kepada merek biasa

adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang masuk

kategori ini boleh dikatakan kurang ikut berperan meramaikan persaingan

usaha di pasaran. Jangkauan pemasarannya sangat sempit dan terbatas

Page 25: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

38

pada lokal, sehingga merek jenis ini tidak pula menjadi incaran para

pedagang atau pengusaha untuk ditiru atau dipalsukan. Akan tetapi, juga

perlu diingat kadangkala suatu merek tergolong merek biasa bukan

disebabkan oleh faktor kualitas yang rendah. Ada juga kemungkinan

bahwa merek tersebut memiliki dana iklan yang tidak memadai, sehingga

menyebabkan pengenalan masyarakat konsumen terhadap merek tersebut

kurang memadai.

2. Merek Terkenal

Merek terkenal biasa disebut juga sebagai “well known mark”. Merek

jenis ini memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan

untuk menarik perhatian. Contohnya,adalah produk IPHONE (APPLE)

yang mengidentikkan diri sebagai produk telepon selular yang “human

technology” atau “user friendly”, sehingga mudah dipergunakan oleh

orang dari anak kecil sampai orang dewasa. IPHONE(APPLE) tampak

mengerti dengan kebutuhan masyarakat, kekuatan merek IPHONE

(APPLE) sekarang tidak hanya terkenal di negara asalnya yaitu Amerika,

tetapi juga dikenal di banyak negara. Sehinnga merek IPHONE(APPLE)

dapat dikategorikan sebagai merek terkenal (well known mark) karena

pengetahuan masyarakat mengenai merek ini baik di dalam maupun di luar

negeri.

2. Fungsi Merek

Secara umum, fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan

juga konsumen. Produsen menggunakan mereknya untuk jaminan nilai hasil produksi

Page 26: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

39

khusunya kualitas dan pemakainnya. Pedagang menggunakan merek untuk promosi

barang-barang dagangannya guna mencari dan memperluas pasar, sedangkan

konsumen menggunakan merek untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memaparkan fungsi merek

sebagai berikut:

a. Sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu

dengan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan

barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil

usahanya ketika diperdagangkan.

b. Sebagai sarana promosi untuk berdagang (means of trade

promotion).Promosi dilakukan melalui iklan. Merek merupakan salah satu

goodwill untuk menarik konsumen, merupakan simbol pengusaha untuk

memperluas pasar produk atau barang dagangannya.

c. Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee).Hal ini

menguntungkan pemilik merek dan juga memberikan perlindungan

jaminan mutu barang atau jasa bagi konsumen.

d. Sebagai penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of

origin). Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang

menghubungkannya dengan produsen atau daerah/negara asalnya.

3. Perlindungan Hukum terhadap Merek

Salah satu aspek yang berperan didalam memberikan perlindungan hukum

terhadap suatu merek tertentu adalah pendaftaran merek.Pendaftaran Merek

merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran,

negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti

tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh

negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di

Indonesia sejak Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 adalah sistem Konstitutif.

Jika sebelumnya pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 sistem pendaftaran

Page 27: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

40

merek yang digunakan adalah sistem Deklaratif, yang perlindungan hukumnya

didasarkan pada mereka yang menggunakan merek lebih dahulu, pada sistem

Konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan atas pendaftar pertama yang

beriktikad baik. Hal ini juga seperti tercantum dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor

20 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar oleh pemohon

yang tidak beriktikad baik.

Dalam Pasal 1 butir 5 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 disebutkan

bahwa permohonan merupakan permintaan pendaftaran yang diajukan secara tertulis

kepada Direktorat Jenderal. Sehingga tidak dimungkinkan permohonan pendaftaran

merek dapat berlangsung dengan tertib, pmeriksaan merek tidak hanya dilakukan

berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan

substantif. Pemeriksaan subtantif atas permohonan pendaftaran merek ini

dimaksudkan untuk dimohonkan didaftarkan, yang dilakukan dalam jangka waktu

paling lama 9 (sembilan) bulan.

Apabila dari hasil pemeriksaan substantif ternyata permohonan tersebut tidak

dapat diterima atau ditolak atas persetujuan Direktorat Merek, hal tersebut

diberitahukan secara tertulis pada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan

alasannya. Pasal 4, 5, dan 6 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 menyatakan

bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas iktikad tidak baik, merek juga tidak dapat

didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangnan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan,

atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan

merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan

pendaftaran.

Page 28: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

41

Permohonan merek juga harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah

terdaftar terlebih dahulul untuk barang atau jasa yang sejenis, mempunyai persamaan

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.32

Berdasarkan ketentuan persyaratan merek agar dapat didaftarkan, sesuatu

dapat dikategorikan dan diakui sebagai merek apabila:

a. Mempunyai Fungsi pembeda;

b. Merupakan tanda pada barang atau jasa (unsur-unsur gambar, nama,

kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur

tersebut);

c. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan

ketertiban umum;

d. Bukan menjadi milik umum;

e. Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang atau jasa

yang dimintakan pendaftaran.

Selain pemeriksaan substantif, harus pula ditempuh mekanisme

Pengumuman dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan menempatkan pada papan

pengumuman yang khusus dan dapat dengan mdah dilihat oleh masyarakat

dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat

Merek. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan pihak-pihak yang dirugikan

mengajukan bantahan terhadap pendaftaran merek dan dapat mencegah

pendaftaran merek yang dilakukan oleh orang yang tidak beriktikad baik.

Apabila masa pengumuman berakhir dan tidak ada sanggahan atau

keberatan dari pihak lain, Direktorat Merek mendaftarkan merek tersebut

dalam daftar umum merek seta dilanjutkan dengan pemberian sertifikat merek.

32 Ahmadi M.Ramli, Cyber Law dan HaKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT.Refika Aditama, Bandung, 2004,hlm. 11.

Page 29: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

42

Sertifikat merek merupakan alat bukti bahwa merek telah terdaftar dan juga

sebagai bukti kepemilikan.

Dalam hal permintaan pendaftaran merek ditolak keputusan tersebut

diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Merek kepada pemilik merek atau

kuasanya dengan disertai alasan-alasan. Penolakan terhadap putusan ini dapat

diajukan banding secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasantya kepada

Komisi Banding Merek. Tentang permohonan banding dan Komisi Banding

Merek ini terdapat dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2016.

Komisi Banding Merek merupakan badan khusus yang independen yang

berada di lingkungan Departemen Hak Kekayaan Intelektual. Keputusan yang

diberikan oleh Komisi Banding Merek paling lama 3 (tiga) bulan terhitung

sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Keputusan Komisi Banding

bersifat final dan mengikat. Apabila komisi banding merek mengabulkan

permintaan banding, Direktorat Merek melaksanakan pendaftaran dan

memberikan sertifikat merek. Jika ditolak, pemohon dan kuasanya dapat

mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada

Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak

tanggal diterimanya keputusan penolakan.33

Fungsi didaftarkannnya merek selain sebagai mengenai asal barang dan

sifat barang, juga sebagai bentuk perlindungan hukum.Dengan didaftarkannya

merek, pemilik tersebut mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh

33 Erm Wahyuni, T. Saiful Bahri, & Hassel Nogi S.Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Penerbit YPAPI, Yogyakarta, 2004, hlm. 96.

Page 30: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

43

hukum. Pasal 3 dan 4 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 pada intinya

menyatakan bahwa hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan

oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu

dengan menggunakan sendiri mereknya atau melisensikan kepada pihak lain

dengan iktikad baik. Dengan adanya hak eksklusif atau hak khusus tersebut,

orang lain dilarang menggunakan merek terdaftar untuk barang atau jasa yang

sejenis, kecuali apabila sebelumnya mendapat izin dari pemilik merek

terdaftar. Bila hal ini dilanggar, pengguna merek terdaftar tersebut dapat

dituntut baik secara perdata maupun secara pidana.

Pada Pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 mengatur mengenai

jangka waktu perlindungan merek terdaftar, yang menyatakan bahwa merek

terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang.

Jangka waktu ini jauh lebih lama dibandingkan dengan Pasal 18 Persetujuan

TRIPs yang hanya memberikan perlindungan hukum atas merek selama 7

tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi. Merek yang akan dimintakan

perpanjangan pendaftarannya harus dapat menunjukkan bukti bahwa merek

yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sesuai dengan yang

tercantum dalam sertifikat merek. Merek tersebut juga harus masih diproduksi

dan diperdagangkan di pasaran.

Tenggang waktu mengajukan permintaan perpanjangan pendaftaran merek

dilakukan dengan mengisi formulir permohonan perpanjangan pendaftaran

merek yang tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka

waktu perlindungan merek dengan mengisi formulir permohonan

Page 31: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

44

perpanjangan pendaftaran merek yang disertai pernyataan bahwa pemilik

merek terdaftar masih menggunakan, memproduksi dan memperdagangkan

barang atau jasa seperti yang dicantumkan dalam sertifikat merek.

4. Hak atas merek

Hak atas merek sendiri di dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20

Tahun 2016 merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik

merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan

menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya. Dari pengertian hak atas merek tegaslah bahwa hak atas merek

merupakan hak eksklusif. Hak eksklusif atas merek sendiri di dalam ketentuan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 di tentukan dengan berdasarkan pada sistem

pendaftaran (first to file principle). Pengertian dari sistem pendaftaran (first to file

principle) adalah pemberian hak eksklusif atas merek akan diberikan oleh Negara

apabila pemilik merek tersebut telah mendaftarkan merek pada Direktorat Jenderal

HKI yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat merek. Adapun yang dimaksud

dengan hak eksklusif atas merek merupakan bentuk kepemilikan hak atas merek yang

sifatnya monopolistic.

Wujud monopolistic merek ini dinyatakan dalam 3 (tiga) bentuk tindakan,

yakni; pertama, si pemilik hak eksklusif atas merek berhak untuk menggunakan

sendiri mereknya; kedua, si pemilik hak eksklusif atas merek tersebut; ketiga, si

pemilik hak eksklusif atas merek berhak untuk melarang orang lain menggunakan

merek tersebut. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa sautu merek yang telah didaftar

dan diterima permohonan hak eksklusifnya sudah sepantasnya dan sewajarnya apabila

masyarakat maupun pelaku usaha lain untuk menghargai dan melindungi hak

Page 32: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

45

eksklusif atas merek tersebut. Wujud nyata dari penghargaan dan perlindungan hak

eksklusif atas merek ini oleh masyarakat dan pelaku usaha lain dapat dilakukan

dengan cara meminta izin penggunaan jika ada merek yang telah terdaftar oleh pihak

lain atau tidak menggunakan merek terdaftar tersebut tanpa adanya izin dari pemilik

merek yang telah terdaftar.

C. Upaya untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan

Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan, maka dapat ditempuh

dengan berbagai cara antara lain:

1. Upaya Perlindungan konsumen melalui Standar Mutu

Berkenaan dengan pengawasan kualitas/mutu barang, dalam WTO telah dicapai

Persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan. Persetujuan ini mengikat

negara yang menandatanganinya, untuk menjamin bahwa agar bila suatu pemerintah

atau instansi lain menentukan aturan teknis atau standar teknis untuk keperluan

keselamatan umum, kesehatan, perlindungan terhadap konsumen dan lingkungan

hidup, atau untuk keperluan lain, maka peraturan standar dan pengujian serta

sertifikasi yang dikeluarkan tidak menimbulkan rintangan yang tidak diperlukan

terhadap perdagangan internasional.34 Sedangkan untuk mengkaji kemungkinan

risiko, elemen terkait yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah tersedianya

innformasi ilmiah dan teknis, teknologi pemrosesan atau kegunaan akhir yang dituju

oleh produk.35

34 H.S. Kertadjoemena, GATT dan WTO, Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, hlm. 126. 35 Pasal 2 ayat (2) Persetujuan tentang Hambatan Teknis dalam Perdagangan.

Page 33: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

46

Berdasarkan ketentuan di atas, maka produk yang masuk dalam suatu negara akan

memenuhi ketentuan tentang standar kualitas yang diinginkan dalam suatu negara.

Hal ini berarti produk impor yang dikonsumsi oleh konsumen akan memenuhi standar

yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara, sehingga konsumen akan

terlindungi baik dari segi kesehatan, maupun tentang jaminan diperolehnya produk

yang baik sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu untuk mengawasi

kualitas/mutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang.

Menyadari peranan standardisasi yang penting dan strategis tersebut, pemerintah

dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian disempurnakan

dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi

Nasional. Di samping itu, telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 15

Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres No. 12 Tahun

1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan SNI dalam rangka Pembinaan

dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional.36

Dengan telah dibentuknya Dewan Standardisasi Nasional dan diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia,

dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan

Pengawasan SNI, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri

Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka mulai 1 Februari 1996 hanya ada satu

standar mutu saja di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI).

36 Agung Putra, Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk, Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang

Page 34: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

47

Sekarang ini SNI diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

102 Tahun 2000 tentang Standardiasasi Nasional, di mana dalam Pasal 3 ditentukan

bahwa standardisasi nasional bertujuan untuk:

1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha,

tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan,

keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup;

2. Membantu kelancaran perdagangan;

3. Mewujudkan persaingan yang sehat dalam perdagangan.

Pengawasan mutu produk yang dilakukan oleh pemerintah (khususnya

Deperindag) tersebut jangkauannya meliputi produk ekspor, produk dalam negeri

dan produk impor yang beredar di pasar dalam negeri. Namun, peraturan teknis yang

diberlakukan terhadap produk yang diimpor dari negara lain (negara anggota WTO)

harus diberikan perlakuan yang tidak kurang menguntungkan dibandingkan dengan

perlakuan yang diberikan kepada produk nasional dan produk serupa yang berasal

dari negara lain.37

Kebijaksanaan mutu di lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan

dilaksanakan dengan cara sertifikasi berdasarkan ketentuan Pre shipment Inspection

(PSI) dan Pre Distribution Inspection (PDI) yang didukung sistem jaringan

laboratorium penguji mutu. Melalui ketentuan tersebut, pelaksanaan pengawasan

mutu produk dapat menjamin tersedianya produk yang bermutu sesuai standar, baik

di pasaran dalam negeri maupun luar negeri.

37 Pasal 2 ayat (2) bagian 1 Persetujuan tentang Hambatan Teknis dalam Perdagangan.

Page 35: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

48

Untuk lebih menjamin produk tersebut, yang diperlukan bukan hanya sampai

pada dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu

dilakukan pengawasan oleh Departemen Perdagangan terhadap produk yang telah

memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran dalam negeri, maupun yang akan

di ekspor.38

2.Upaya Perlindungan konsumen melalui Perlindungan Merek

Perlindungan konsumen dibidang mutu barang juga dapat terjadi dengan

pemenuhan ketentuan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Ketentuan

tentang HKI ini juga telah disepakati pada Putaran Uruguay, yang merupakan salah

satu lampiran dari Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, yaitu

Persetujuan tentang aspek-aspek dagang dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)

atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Kesepakatan

tentang TRIPs tersebut, merupakan suatu langkah maju dalam bidang perlindungan

HKI, karena dengan adanya persetujuan tersebut, maka setiap anggota diwajibkan

untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya, bahkan

dimungkinkan untuk menerapkan dalam hukum domestiknya tentang sistem

perlindungan yang lebih luas daripada diwajibkan dalam persetujuan, sepanjang hal

tersebut tidak bertentangan dengan persetujuan. Persetujuan tentang aspek-aspek

dagang dari HKI dalam WTO tersebut merujuk pada konvensi-konvensi yang

berkaitan dengan HKI yang sudah ada sebelumnya, seperti Konvensi Paris,

Konvensi Berne, Konvensi Roma, maupun traktat tentang HKI atas Rangkaian

Elektronik Terpadu.

38 Pasal 16 ayat (2) dan (3) Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1991.

Page 36: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

49

Perlindungan Konsumen dalam Persetujuan TRIPs tidak disebutkan secara tegas,

namun disebutkan bahwa dalam penjatuhan sanksi tertentu, dimaksudkan untuk

mengurangi risiko pelanggaran lebih lanjut, serta menjadikan kepentingan pihak

ketiga sebagai dasar pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi tersebut. Hal ini berarti

bahwa konsumen merupakan pihak yang dipertimbangkan dalam penjatuhan sanksi

terhadap produsen yang melanggar ketentuan HKI. Demikian pula,badan peradilan

diberi wewenang untuk memerintahkan agar barang yang terbukti merupakan hasil

pelanggaran HKI, tanpa kompensasi apapun, dikeluarkan dari arus perdagangan

sedemikian rupa untuk menghindarkan kerugian yang dialami pemegang hak atau

dimusnahkan (kecuali kalau hal itu bertentangan dengan persyaratan konstitusional).

Sedangkan terhadap barang impor, badan peradilan diberi wewenang memerintahkan

suatu pihak untuk menghentikan pelanggaran yang dilakukan, antara lain untuk

mencegah masuknya ke dalam arus perdagangan di dalam wilayah hukum mereka

barang-barang pelanggaran atas Haki yang diimpor.

Berdasarkan Kesepakatan TRIPs tersebut, maka produsen pemegang HKI akan

terhindar dari kerugian akibat pemalsuan HKI oleh pihak yang tidak

berhak,sedangkan pihak konsumen terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk

palsu yang disamping dapat merugikan konsumen karena kualitasnya yang rendah,

juga karena membayar harga yang lebih tinggi dibanding kualitas barang tersebut.

Di antara berbagai Hak atas Kekayaan Intelektual di atas, merek dagang

merupakan salah satu hak yang sangat terkait dengan perlindungan konsumen, karena

pelanggaran atas hak merek akan berdampak secara luas terhadap konsumen, karena

merek meliputi segala kebutuhan konsumen. Oleh karena itu Hak atas kekayaan

Intelektual yang dibahas secara khusus adalah merek dagang, yaitu merek yang

Page 37: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

50

digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang

secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang

sejenis lainnya.39

Walaupun Undang-undang Merek pada umumnya ditujukan untuk mengatur

pemakaian merek agar para pemakai merek tidak saling merugikan, namun

pengaturan tentang lalu lintas pemakain merek tersebut sangat bermanfaat pula bagi

para konsumen, terutama karena konsumen dapat bebas dari kekeliruan pemakaian

barang-barang tertentu yang bermerek palsu. Hal tersebut disebabkan karena

konsumen yang biasanya sudah terikat menggunakan merek-merek tertentu yang

dikenalnya, sehingga manakala terjadi pemalsuan, maka sangat besar kemungkinan

konsumen mengalami kerugian karena mengonsumsi secara keliru barang tertentu

yang kualitasnya berbeda dengan yang biasanya.

Begitu pentingnya perlindungan konsumen agar tidak keliru mengonsumsi suatu

produk, maka berdasarkan Konvensi Paris, maupun dalam Yurisprudensi Mahkamah

Agung, serta pengadilan di Indonesia, untuk menentukan apakah suatu merek

memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, kriteria utamanya adalah

apakah dapat menyebakan kekeliruan dan kekacauan bagi khalayak ramai.40 Upaya

perlindungan khalayak ramai (konsumen) dari kekeliruan tersebut lebih luas lagi jika

menyangkut merek terkenal, karena larangan untuk menggunakan merek yang sama

dengan merek yang sudah didaftarkan oleh pihak lain, secara umum berlaku untuk

barang sejenis, tapi khusus mengenai merek terkenal, larangan tersebut juga dapat

39 Pasal 1 angka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek. 40 Sudarta Gautama,Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional,TRIPs, GATT Putaran Paraguay (1994), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 21.

Page 38: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

51

diberlakukan terhadap barang yang tidak sejenis,41 yaitu jika penggunaan dari merek

yang bersangkutan secara tidak wajar akan mengindikasikan adanya hubungan antara

barang tersebut dengan pemilik merek yang telah didaftarkan. Dasar penentuan ada

tidaknya persamaan antara satu merek dengan merek lainnya atau dapat tidaknya

membingungkan masyarakat, perlu pula mengamati cara pengucapan, penampilan dan

maksud dari merek yang bersangkutan.

Penentuan tentang ada tidaknya persamaan pada pokoknya atau pada

keseluruhannya suatu merek terhadap merek lainnya yang didasarkan pada kekeliruan

khlayak ramai (konsumen) memang tepat, karena salah satu tujuan penggunaan merek

adalah agar pihak konsumen dapat mengetahui siapa yang memperdagangkan dan

atau memproduksi barang yang bersangkutan. Melalui “tanda merek” tersebut pihak

konsumen dapat mengetahui kualitas barang/jasa yang bersangkutan baik melalui

pengalamannya karena pernah menggunakan merek tersebut, atau informasi yang

diperolehnya dari konsumen lain. Atau dengan, melalui “tanda merek” tersebut

konsumen dapat menilai kualitasnya karena mengetahui siapa yang memproduksi atau

mengetahui barang dengan merek yang bersangkutan, sehingga “tanda merek”

tersebut sangat memengaruhi perdagangan si pedagang. Dengan demikian, merek

memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai mekanisme untuk mengidentifikasi dan juga

memberi keuntungan dalam pemasaran.

Disamping itu, merek juga memberikan jaminan kualitas barang/jasa yang

bersangkutan. Hal ini tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut,

tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen.

41 Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek.

Page 39: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

52

Berdasarkan hal di atas nampak bahwa selain sebagai tanda utuk membedakan

antara satu produk dengan produk lainnya yang sejenis yang berguna bagi produsen,

merek juga merupakan sarana informasi bagi konsumen, karena merek sangat berarti

dalam mengidentifikasi/memberi ciri pada produk/jasa yang berasal dari sumber

(produsen) tertentu. Pengetahuan konsumen terhadap merek tertentu dengan kualitas

tertentu pula, juga akan mampu membangun keterikatan ke arah pembelian

produk/jasa tersebut di masa mendatang. Hal ini juga berarti bahwa pilihan konsumen

terhadap barang yang menggunakan merek tertentu akan menguntungkan

produsennya karena penggunaan merek juga mempunyai fungsi untuk

menghubungkan antara barang dengan pemilik hak merek atau yang terdaftar sebagai

pemakai merek tersebut.

Perlindungan konsumen dan keuntungan produsen yang didasarkan pada

penggunaan merek tertentu akan berlangsung lama karena pada dasarnya penggunaan

merek/hak atas merek tidak memiliki jangka waktu berakhir yang sesungguhnya,

karena jangka waktu perlindungan hak atas merek tersebut dapat diperpanjang untuk

jangka waktu yang sama setiap kali akan berakhir, asal pemegang hak merek

membayar biaya perpanjangan.

Jangka waktu tanpa batas tersebut telah ditentukan dalam Persetujuan tentang

Aspek-aspek Dagang dari Hak atas Kekayaan Intelektual,yang menentukan bahwa:

”Initial registratiton,and each renewal of registration,of a trademark

shall be for a term of no less than seven years.The registration of a

trademark shall be renewable indefinitely”.

Ketentuan tersebut telah diakomodasikan dalam Undang-undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek yang mengganti Undang-Undang Merek sebelumnya.Hal

ini dapat dilihat dalam Pasal 28 dan Pasal 35 ayat(1), sebagai berikut:

Page 40: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

53

Pasal 28:

“Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu

10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu

perlindungan itu dapat diperpanjang”.

Pasal 35 ayat (1):

“Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan

perpanjangan untuk jangka waktu yang sama”.

Bagian perlindungan Hak atas kekayaan Intelektual yang juga memiliki peran

sama dengan merek dan juga memiliki perlindungan yang tanpa batas tertentu adalah

indikasi geografis, yaitu tanda yang mengindikasikan suatu barang sebagai berasal

dari wilayah salah satu anggota, atau suatu daerah di dalam wilayah tersebut, di mana

tempat asal barang tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi reputasi dari

barang yang bersangkutan karena kualitas dan karakteristiknya.42 Hak atas indikasi

geografis tersebut dalam perundang-undangan Indonesia juga telah diatur, dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek. Hak atas indikasi geografis

tersebut dalam undang-undang ini dibedakan dengan hak atas indikasi asal. Rumusan

masing-masing Hak atas kekayaan Intelektual tersebut dapat dilihat dalam Pasal 56

ayat (1) dan Pasal 59 Undang-Undang Merek 2016, sebagai berikut:

Pasal 56 ayat (1):

“Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan

daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk

faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut,

memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”.

Pasal 59:

“Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang:

42 Pasal 22 Persetujuan TRIPs

Page 41: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

54

a. Memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1), tetapi tidak didaftarkan;

atau

b. Semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa”.

Berdasarkan hal di atas, tampak bahwa ketentuan dalam perjanjian

internasional di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual yang telah diakomodasi dalam

perundang-undangan Indonesia, sangat membantu dalam hal penentuan pilihan

konsumen terhadap mutu barang yang dikehendaki, sehingga konsumen terlindungi

dari penggunaaan barang dengan kualitas yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki.

D. Tercapainya Perlindungan Konsumen melaui Perlindungan Merek

1. Perlindungan Merek menjamin kepastian asal suatu barang

Dalam dunia perdagangan, merek sebagai salah satu bentuk HKI telah

digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peranan yang penting karena

merek digunakan untuk membedakan asal usul mengenai produk barang dan jasa.

Merek juga digunakan dalam dunia periklanan dan pemasaran karena masyarakat

publik sering mengaitkan suatu image, kualitas dan reputasi barang dan jasa dengan

merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara

komersial dan seringkali merek yang membuat harga suatu produk menjadi mahal

bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan perusahaan tersebut.

Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu produk barang atau jasa.

Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan jaminan

kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu

diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan sebagai

jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping untuk promosi

barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Selanjutnya, dari sisi

Page 42: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

55

konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-pilihan barang yang akan di

beli. Apabila suatu produk tidak mempunyai merek maka tentu saja produk yang

bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, suatu produk tentu

memiliki merek. Bahkan tidak mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh

konsumen karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru dan di bajak , bahkan

mungkin dipalsukan oleh produsen lain yang melakukan persaingan curang.

Perlindungan merek secara khusus diperlukan mengingat merek sebagai

sarana identifikasi individual terhadap barang dan jasa merupakan pusat “jiwa” suatu

bisnis dan sangat bernilai dilihat dari berbagai aspek, hal ini membuat korelasi antara

pemilik merek dengan konsumen yang saling berhubungan. Perlindungan merek pada

merek tertentu dengan menjamin kepastian asal suatu barang atau jasa dapat

memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting

dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab pemilik merek yang

mendaftarkan mereknya dengan kata lain memiliki perlindungan hukum sudah

memenuhi syarat-syarat yang jelas memiliki iktikad baik ( goodwill ) dalam

memproduksi suatu barang atau jasa.

Jika kita lihat dari fungsi merek itu sendiri yang terdapat pada Buku Panduan

HKI yang terbitkan oleh Direktorat Jenderal HKI, yakni fungsi jaminan reputasi.

Fungsi jaminan reputasi selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi

menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus

memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut artinya perlindungan merek

menjamin kepastian asal suatu barang. Kepastian disini berarti barang tersebut

merupakan produk dari merek terdaftar yang dilindungi memiliki reputasi dan

memberikan jaminan kualitas. Contoh yang dapat diambil adalah mengenai Reputasi

Page 43: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

56

antara merek Toyota Avanza dengan Daihatsu Xenia. Toyota Avanza memiliki

bentuk, fitur, mesin yang sama dengan Daihatsu Xenia, tetapi konsumen cenderung

lebih memilih Toyota Avanza daripada Daihatsu Xenia, walaupun harga Toyota

Avanza lebih mahal daripada Daihatsu Xenia. Hal itu tidak lepas dari reputasi dan

jaminan kualitas yang dimiliki oleh Merek Toyota sejak dahulu. Jaminan reputasi

merek Toyota menentukan atau menjamin kepastian asal suatu barang artinya jika

konsumen membeli produk mobil Low MPV Avanza, konsumen tersebut akan

mendapatkan Low MPV Avanza dari Toyota bukan dari MPV Daihatsu Xenia yang

kita ketahui memiliki kemiripan seperti yang sudah dibahas sebelumnya.

Kasus lain yang dapat dijadikan contoh adalah kasus antara merek Aqua vs

Aqualiva. Dalam kasus tersebut, pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak

baik dengan mendompleng ketenaran merek Aqua. Merek Aqualiva melakukan

pemberian merek dengan mendompleng merek Aqua sadar ataupun tidak sadar telah

melakukan pembohongan publik, karena publik banyak yang merasa dibohongi

karena kemiripan merek yang dipakai atas merek lain suatu produk. Dan tidak sedikit

pula kerugian yang dirasakan konsumen akan hal ini seperti kepuasan konsumen yang

tidak terpenuhi akibat mengkonsumsi barang yang tidak ia (konsumen) inginkan.

Selain itu, banyak pula konsumen yang mengira bahwa perusahaan Aqua melakukan

inovasi dengan meluncurkan produk baru dengan merek produk yang hampir sama,

karena terdapat nama Aqua di depan produk baru tersebut yang nyatanya Aqua sama

sekali tidak mengeluarkan produk tersebut melainkan perusahaan lain yang ingin

mendompleng merek Aqua semata.

Merek Aqua dan Aqualiva sama-sama menjual produk berupa air mineral

dalam kemasan. Namun dalam kasus ini, konsumen yang menginginkan produk air

Page 44: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

57

mineral merek Aqua dapat dimungkinkan mendapatkan produk air mineral dari

Aqualiva karena konsumen mengira bahwa air mineral yang di jual dari merek

Aqualiva merupakan bagian dari merek Aqua. Artinya jika tidak ada perlindungan

merek, merek yang sudah terkenal dan memiliki reputasi yang baik dapat dengan

mudah didompleng atau dipalsukan oleh pelaku usaha yang beriktikad tidak baik

sehingga konsumen tidak mendapat jaminan kepastian asal suatu barang yang

berakibat konsumen mengalami kerugian. Oleh sebab itu Perlindungan Merek

menjamin kepastian asal suatu barang.

2. Perlindungan merek memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan

barang sesuai nilai tukar

Penulis berpendapat bahwa sebagian hak-hak yang diterima oleh konsumen ini

dapat terpenuhi dengan adanya sebuah Perlindungan Merek. Dalam Pasal 4 Undang-

undang Perlindungan konsumen ada berbagai Hak konsumen yang dapat dikaitkan

dengan Merek. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

Implementasi perlindungan merek guna memenuhi hak konsumen untuk

mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan dapat dilihat dari kasus antara merek Aqua dengan Aqualiva. Pada kasus

ini merek Aqualiva dengan sengaja atau tidak sengaja mendompleng merek Aqua,

akibatnya pemilik merek Aqua mengalami kerugian karena citra merek Aqua yang

sudah dibangun sejak lama itu dengan mudah didompleng oleh merek Aqualiva. Oleh

sebab itu konsumen menjadi bingung serta konsumen dapat mengalami kerugian

yakni konsumen tidak mendapatkan barang sesuai nilai tukar yang ia beri. Jika merek

Page 45: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

58

itu tidak dilindungi berarti akan muncul merek-merek palsu atau oknum yang

beriktikad tidak baik dengan sengaja mendompleng merek yang terkenal sehingga

ketika konsumen membeli produk dapat dimungkinkan mendapatkan produk yang

tidak sesuai dengan kualitas dan nilai tukar. Jadi perlindungan merek memenuhi hak

konsumen seperti hak untuk mendapatkan barang sesuai nilai tukar dan kondisi yang

dijanjikan.

3. Perlindungan merek memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang

Selanjutnya, adanya perlindungan merek itu dapat memenuhi hak konsumen

yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, untuk

mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Konsumen memiliki alasan tertentu dalam memilih barang

yang ia butuhkan. Konsumen akan diuntungkan jika ada merek yang melekat pada

produk barang karena fungsi merek adalah sebagai daya pembeda ketika barang

produksi itu sama.

Citra dan reputasi yang dimiliki oleh suatu merek menjadi alasan bagi

konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu barang. Ketika suatu merek

tidak memproduksi barang yang sesuai dengan yang diinformasikan merek tersebut,

konsumen akan mendapat kerugian dalam membeli produk dari merek tersebut.

Kerugian tersebut berupa ketidakpuasan konsumen dalam membeli produk merek

tertentu karena tidak sesuai dengan ekspetasi yang ia (konsumen) pikirkan, seperti

kasus yang ada di Inggris yakni kasus KitKat, kasus ini bermula ketika seorang

perempuan remaja yang berasal dari inggris, Saima Ahmad menggugat

Nestle.Gugatan ini berdasar ketidakterimaan Saima terhadap produk wafer cokelat,

KitKat yang baru saja dibelinya. Saima merasa kecewa ketika membeli beberapa

Page 46: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

59

bungkus KitKat. Setelah membuka bungkusnya dan memakannya, Saima tidak

mendapatkan wafer terbungkus cokelat sepeti yang diiklankan atau di informasikan

Merek KitKat. Saima hanya mendapatkan batangan cokelat tanpa wafer di

dalamnya. Hal inilah yang membuat Saima kecewa dan menggugat perusahaan

Nestle yang mengeluarkan KitKat. Saima menyebut, bahwa Nestle telah melukai

perasaan konsumen dengan membuat produk tidak sempurna seperti yang

ditampilkan pada iklan.

Suatu merek memiliki fungsi yakni sebagai daya pembeda. Fungsi pembeda

yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain. Oleh karena

ada pembeda, konsumen memperoleh gambaran atau informasi yang memadai

mengenai suatu produk. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut di

antaranya adalah mengenai komposisi dari produk tersebut. Sepeti yang kita ketahui

bahwa komposisi dari KitKat itu secara umum berupa “wafer cokelat” bukan hanya

“cokelat” saja. Kasus Saima Ahmad membuktikkan bahwa Saima Ahmad sebagai

konsumen memiliki ekspetasi atau informasi yang sejak dulu merek KitKat

pertahankan yaitu “Kitkat adalah wafer cokelat”. Ketika merek itu dilindungi maka

fungsi merek sebagai tanda pembeda dan sebagai promosi akan terlaksana dengan

baik. Lain halnya ketika merek itu tidak dilindungi akan mengakibatkan

terganggunya reputasi atau tanda pembeda dari suatu merek tertentu sehingga citra

yang dipromosikan sejak dahulu oleh suatu merek akan mudah terganti atau hilang.

4. Perlindungan merek memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan

kenyamanan dalam mengonsumsi barang

Tujuan dari konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa adalah untuk

memperoleh manfaat dari barang atau jasa yang dikonsumsinya. Perolehan manfaat

tersebut harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi konsumen.

Page 47: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

60

Kenyamanan konsumen disini adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan

konsumen yaitu suatu rasa kepuasan, kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi).

Timbulnya rasa nyaman akan mengkonsumsi barang adalah akibat kualitas yang

baik pada merek tertentu serta sesuai dengan expectation atau hal yang diinginkan

oleh konsumen. Pengetahuan konsumen terhadap merek tertentu dengan kualitas

tertentu pula, juga akan mampu membangun keterikatan ke arah pembelian produk

tersebut di masa mendatang. Kenyamanan konsumen akan mempengaruhi konsumen

untuk membeli suatu barang, persepsi kenyamanan konsumen tersebut dapat berupa

penilaian terhadap apa saja yang melekat pada suatu produk yang dapat

menimbulkan kepuasan dan kenyamanan pada konsumen.

Contoh kasus yang dapat diambil yakni kasus Merek Nike yang mengadu ke

Polres Metro Jakarta Selatan kalau banyak sepatu Nike palsu beredar di toko-toko di

Jakarta Selatan. Kemudian Polres Metro Jakarta Selatan menangkap dua pedagan

sepatu berinisial J (32) dan S (33), lantaran menjual sepatu merek Nike palsu di

sejumlah toko, di Jakarta Selatan. Polisi jua menyita sekitar 2 ribu sepatu Nike palsu

asal Guangzhou, Tiongkok. Kapolres Metro Jakarta Selatan KombesPol Tubagus

Ade Hidayat menyatakan penyitaan itu berawal dari laporan legal Nike sebagai

pemegang resmi merek Nike.

Tindakan menjual sepatu palsu itu dilarang karena merugikan semua pihak salah

satunya konsumen. Nike mempunyai dasar melaporkan karena pemegang resmi

merek penjualan nike di Indonesia adalah PT Nike Indonesia. PT Nike Indonesia

menjadi pemegang resmi merek Nike karena mendaftarkan merek Nike di Indonesia.

Dengan adanya merek Nike palsu yang sangat mirip dengan aslinya, dapat

berakibat timbulnya salah beli dari konsumen. Apabila konsumen salah beli yakni

yang awalnya mengira bahwa produk barang brand yang dibeli asli namun ternyata

Page 48: BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan … · 2019. 6. 27. · 14 BAB II Pemenuhan Perlindungan Konsumen melalui Perlindungan Merek . A. Konsep Hukum Perlindungan

61

setelah di telusuri ternyata produk tersebut adalah palsu, dapat menganggu

kenyamanan konsumen. Kenyamanan disini adalah ketika konsumen mengenakan

produk tersebut tidak merasa puas dan tidak merasa percaya diri, sekalipun produk

tersebut secara langsung tidak menganggu keamanan atau keselamatan konsumen.

Oleh sebab itu adanya perlindungan merek dapat membuat pemegang merek

mempunyai hak untuk melaporkan pemalsuan terhadap merek yang ia pegang,

sehingga barang-barang palsu tersebut tidak dapat beredar lagi. Karena barang palsu

tersebut tidak beredar lagi konsumen ketika membeli barang dari merek tersebut

pasti dapat barang yang asli, sehingga konsumen ketika mendapat barang yang asli

mendapatkan kenyamanan, kenyamanan disini berupa merasakan perasaan puas,

perasaan bangga dan perasaan lega membeli barang dari produk tersebut.