perlakuan akuntansi aset biologi tanaman …e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/[email protected] ·...
TRANSCRIPT
PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGI TANAMAN TEH
BERDASARKAN IAS 41 AGRICULTURE
(Studi kasus pada PT PN VIII Kebun Ciater)
Budi Santoso
Students of Maranatha Christian University Department of Accounting
Tan Ming Kuang
Lecturer Master of Accounting Program Maranatha Christian University
ABSTRACT
Biological assets is one type of fixed assets that are unique compared to the general fixed
assets such as vehicles or machinery. Biological assets will undergo biological transformation that
led to changes in the value quantitatively and qualitatively.
This study aims to quantify the value of biological assets that the information presented in the
financial statements describe the state of actual and reliable. Biological assets used in this study is the
tea plant PT PTPN VIII Ciater Gardens. Accounting standards are used as guidelines IAS 41
Agriculture that will be adopted by Indonesia.
The results showed that the estimated boarding per plant with an area of 1.2 hectares of tea
planting in 2009 was Rp 643.5 which consists of nursery stage up to the phase of crop yield. While the
tea plant maintenance cost of Rp 14, 00 is the cost of acquisition of production raw matterial. During
the phase of the tea plant changes quantitatively and qualitatively, that will ultimately affect the
acquisition cost per tea plant.
Keywords: value of biological assets
PENDAHULUAN
Perkembangan sektor agrobisnis terutama
perkebunan teh belakangan ini
menunjukkan perkembangan grafik yang
cukup signifikan. Berdasarkan berita resmi
Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari
2009, pada tahun 2008 terjadi penurunan
pada semua sektor kecuali sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, dan
sector konstruksi. Sektor pertanian naik
dari 13,7 persen di tahun 2007 menjadi
14,4 persen di tahun 2008. Hal ini
dipicu oleh iklim indonesia yang
kondusif, dan di sisi lain perkembangan
pengolahan daun teh yang semakin
canggih turut mempengaruhi permintaan
pasar. Perkembangan positif ini
menuntut sikap yang profesional dari
semua pihak yang berkepentingan,
termasuk dalam menyediakan informasi
keuangan yang dapat diandalkan.
Salah satu unsur dari laporan
keuangan adalah aset. Paton (1962)
mendefinisikan aset sebagai kekayaan
baik dalam bentuk fisik maupun bentuk
lainnya yang memiliki nilai bagi suatu
entitas bisnis. Vatter (1974) meninjau aset
dari sisi manfaat yang dihasilkan dengan
mendefinisikan aset sebagai manfaat
ekonomi masa yang akan datang dalam
bentuk potensi jasa yang dapat diubah,
ditukar atau disimpan. Hal ini sejalan
dengan dengan Financial Accounting
Standard Board (1980) yang
mendefinisikan aset sebagai manfaat
ekonomi yang mungkin terjadi di masa
mendatang yang diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas tertentu
sebagai akibat transaksi atau peristiwa
masa lalu.
PT Perkebunan Nusantara VIII
merupakan perusahaan yang bergerak
pada sektor agrobisnis. Sebagai
perusahaan yang bergerak pada sektor
agrobisnis, tanaman teh merupakan aset
sekaligus penghasil produk andalan PT
Perkebunan Nusantara VIII, yaitu daun
teh. Aset yang dimiliki PT Perkebunan
Nusantara VIII tergolong sebagai aset
biologis. Tanaman teh digolongkan
sebagai aset biologis, sesuai dengan
international accounting standards (IAS
41,5): “A biological asset is a living
animal or plant”.
Tabel 1
Klasifikasi Aset Biologi (IAS 41, 4)
Berbeda dengan aset tetap perusahaan
pada umumnya seperti gedung, mesin,
peralatan atau kendaraan yang hanya
merupakan barang atau benda mati. Suatu
aset biologi merupakan mahluk hidup
yang akan mengalami proses yang
disebut biological transformation. Secara
harafiah biological transformation dapat
diartikan sebagai perubahan biologis
(fisik). Biological transformation terdiri
dari proses:
a) Pertumbuhan (peningkatan kuantitas
atau perbaikan kualitas dari hewan atau
tumbuhan).
b) Degenerasi (penurunan kuantitas atau
memburuknya kualitas hewan atau
tumbuhan).
c) Reproduksi (penciptaan tambahan
kuantitas binatang hidup atau tanaman).
d) Produksi (hasil pertanian, seperti daun
teh, karet, wol, dan susu).
Proses tersebut diatas dapat
menyebabkan perubahan kualitatif atau
kuantitatif nilai aset biologis perusahaan.
Perubahan kualitatif dan kuantitatif
tersebut dapat bersifat menambah atau
mengurangi nilai ekonomi aset. Perubahan
ini akan sangat berpengaruh pada
kewajaran laporan keuangan yang
diterbitkan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Oleh karena itu, diperlukan suatu
pengukuran, penilaian dan perlakuan yang
tepat terhadap perubahan nilai aset biologi
tersebut.
Pengukuran yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah penentuan jumlah
rupiah (nominal) yang harus dilekatkan
pada aset biologis tanaman teh pada saat
tanaman teh diakui (recognition) sebagai
bagian dari aset PT Perkebunan Nusantara
VIII. Salah satu hal yang dapat digunakan
sebagai dasar pengukuran adalah kos
perolehan aset tersebut sampai aset
tersebut siap digunakan atau
memberikan manfaat ekonomi bagi
perusahaan. Sedangkan penilaian
biasanya digunakan untuk proses
penentuan jumlah rupiah yang harus
dilekatkan pada aset biologis tanaman
teh pada saat penyajian di laporan
keuangan.
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, biological transformation
dapat bersifat menambah atau
mengurangi nilai aset biologi tanaman
teh. Dibutuhkan perlakuan yang tepat
untuk perubahan tesebut. Perlakuan
yang dimaksud adalah bagaimana
perubahan nilai itu diakui secara akuntansi
dan dilaporkan di laporan keuangan.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberi gambaran mengenai
pengukuran, penilaian dan perlakuan
terhadap perubahan nilai aset biologis
tanaman teh tersebut. Perusahaan
hendaknya dapat menyajikan informasi
keuangan dengan tepat sehingga informasi
yang disajikan dapat diandalkan bagi para
penggunanya. Untuk itu peneliti
mengambil judul ”PERLAKUAN
AKUNTANSI ASET BIOLOGI
TANAMAN TEH BERDASARKAN IAS
41 AGRICULTURE (studi kasus pada PT
PN VIII Kebun Ciater)”.
Berdasarkan uraian di atas maka
yang menjadi pokok permasalah an
yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah (1) Bagaimana pengukuran kos
perolehan tanaman teh di PT
Perkebunan Nusantara VIII Kebun Ciater?
(2) Komponen apa saja yang digunakan
dalam pengukuran kos perolehan
tanaman teh di PT Perkebunan Nusantara
VIII Kebun Ciater? (3) Bagaimana
perlakuan terhadap perubahan nilai
tanaman teh tersebut bagi PT Perkebunan
Nusantara VIII Kebun Ciater?
KERANGKA TEORITIS
Aset
FASB mendefinisikan aset dalam rerangka
konseptualnya sebagai (SFAC No 6, prg
25): “Assets are probable future economic
benefits obtained or controlled by a
particular entity as result of past
transactions or events”.
(Aset adalah manfaat ekonomik masa
datang yang cukup pasti yang diperoleh
atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu
entitas sebagai akibat transaksi atau
kejadian masa lalu).
Dengan makna yang sama, IASC
mendefinisikan aset sebagai: “An asset is a
resource controlled by the enterprise as a
result of past events and from which future
economic benefits are expected to flow to
enterprise”.
Sedangkan Dalam Statement of
Accounting Concepts No. 4, Australian
Accounting Standard Board (AASB)
mendefinisi aset sebagai berikut: “Assets
are service potential or future economic
benefits controlled by the reporting
entity as a result of past transaction or
other past events”.
Karakteristik Aset
Ada tiga karakteristik utama yang harus
dipenuhi agar suatu objek atau pos
dapat disebut aset, yaitu:
1. Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai suatu
aset, suatu objek harus mengandung
manfaat ekonomik di masa akan
datang yang cukup pasti (probable).
Ini mengisyaratkan bahwa manfaat
tersebut diukur dan dapat dikaitkan
dengan kemampuannya untuk
mendatangkan pendapatan atau aliran
kas di masa akan datang.
2. Dikuasai Oleh Entitas
Untuk dapat disebut sebagai asset,
suatu objek tidak harus dimiliki oleh
entitas tetapi cukup dikuasai entitas.
Pemilikan (ownership) mempunyai
makna yuridis atau legal. Artinya
untuk memiliki suatu objek
diperlukan proses yang disebut
transfer hak milik (transfer of title).
Karena pemilikan memiliki makna
yuridis atau legal, sehingga apabila
pemilikan dijadikan kriteria maka bisa
banyak objek atau pos yang dilaporkan
diluar neraca. Oleh karena itu, konsep
penguasaan (kendali) lebih penting
daripada konsep pemilikan. Penguasaan
di sini berarti kemampuan entitas untuk
mendapatkan, memelihara/menahan,
menukarkan, menggunakan manfaat
ekonomik dan mencega akses pihak
lain terhadap manfaat tersebut.
3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa
Lalu
Kriteria ini merupakan
penyempurnaan dari kriteria
penguasaan (dikuasai entitas) dan
sekaligus sebagai kriteria atau tes
pertama pengakuan objek sebagai
asset tetapi tidak cukup untuk
mengakui secara resmi dalam sistem
pembukuan. Penguasaan harus
didahului oleh transaksi atau kejadian
ekonomik, misalkan perjanjian
kontrak, manfaat baru atau kenaikan
nilai karena pertumbuhan alamiah
(akresi) dalam industri pertanian atau
kehutanan.
Pengukuran Aset
Menurut Suwadjono (2007:260)
Pengukuran bukan merupakan suatu
kriteria untuk mendefinisi aset, tetapi
merupakan kriteria dalam pengakuan
aset. Salah satu kriteria pengakuan aset
adalah keterukuran manfaat ekonomik
masa mendatang. Yang dimaksud
pengukuran disini adalah penentuan
jumlah rupiah yang harus dilekatkan
pada suatu objek pada saat terjadinya
yang akan dijadikan data dasar untuk
mengikuti aliran fisis objek tersebut.
Aliran fisis suatu objek tersebut bisa
terjadi secara ekonomik dan bisa terjadi
secara akuntansi (aliran informasi).
Secara konseptual, pembentuk
kos suatu aset adalah semua
pengeluaran (pengorbanan sumber
ekonomik) yang terjadi atau yang
diperlukan akibat kegiatan pemerolehan
suatu aset sampai tia ditempatkan
dalam kondisi siap dipakai atau
berfungsi sesuai dengan tujuan
pemerolehannya.
Penilaian Aset
Hendriksen dan Van Breda (1992)
membahas bahwa konsep dan dasar
penilaian aset untuk tujuan pelaporan
keuangan dilihat dari dua dimensi, yaitu
arah aliran aset dan waktu. Hal ini
sejalan dengan konsep dasar
penghargaan sepakatan yang sebenarnya
sama dengan harga/nilai pertukaraan.
Nilai pertukaran dapat dipandang
dari dua sisi yaitu pertukaran dalam
pemerolehan (nilai masukan) dan
pertukaran (nilai keluaran) dalam
pemanfaatan aset (dikonsumsi atau dijual).
1. Nilai Masukan
Nilai masukan didasarkan atas
jumlah rupiah yang harus
dikeluarkan atau dikorbankan untuk
memperoleh aset atau objek jasa
tertentu yang masukdalam unit usaha.
Nilai masukan secara konservatif
menunjukkan nilai maksimum objek
atau jasa yang bersangkutan.
Beberapa dasar dalam penilaian yang
masuk dalam kategori nilai masukan
adalah:
a. Kos historis
Kos historis merupakan nilai
kesepakatan terendah bagi
pembeli karena dianggap pembeli
tidak dapat memperoleh
barang/jasa yang sama di tempat
lain dengan nilai lebih rendah.
b. Kos pengganti (current cost)
Kos pengganti menunjukkan
jumlah rupiah harga pertukaran
atau kesepakatan yang diperlukan
sekarang oleh unit usaha untuk
memperoleh aset yang sama
jenis dan kondisinya atau
penggantinya yang setara
(ekuivalennya). Beberapa
alternatif penilaian lain yang
masuk dalam kategori nilai
pengganti adalah nilai penaksiran
(appraisal value), nilai wajar
(fair value), dan nilai terealisasi
neto dikurangi laba normal (net
realizable value less normal mark
up). Nilai penaksiran adalah nilai
taksiran kos sekarang atau nilai
sekrang yang ditentukan dengan
prosedur dan analisis sistematik
oleh pihak independen yang
kompeten. Nilai wajar adalah
nilai aset yang menghasilkan
imbalan atau tingkat kembalian
(return on assets) yang wajar
kalau laba yang wajar telah
ditetapkan. Sedangkan nilai
terealisasi neto dikurangi laba
normal adalah nilai yang
diharapkan merepresentasi kos
pengganti bila data untuk
menentukan kos pengganti tidak
tersedia.
c. Kos Harapan
Kos harapan dari suatu aset
adalah nilai pengorbanan
ekonomik di masa akan datang
seandainya potensi jasa aset
tersebut diperoleh secara bagian
demi bagian (piecemeal) dan
bukan sekaligus (lum sum).
2. Nilai Keluaran
Nilai keluaran didasarkan atas jumlah
rupiah kas atau penghargaan lainnya
yang diterima suatu unit usaha
apabila suatu aset atau potensi jasa
akhirnya keluar dari kesatuan
usahamelalui pertukaran atau
konversi. Terdapat beberapa prosedur
penilaian dalam kategori nlai
keluaran, yaitu:harga jual masa lalu,
harga jual sekarang, dan nilai terealisasi
harapan.
a. Harga jual masa lalu (past selling
price)
Harga jual masa lalu
menunjukkan kas yang cukup
pasti akan diterima dari konversi
suatu pos aset yang timbul
karena transaksi masa lalu.
b. Harga jual sekarang
Harga jual sekarang didasarkan
pada anggapan bahwa perusahaan
akan berlangsung terus dan
transaksi dilaksanakan dalam
pasar yang reguler. Bila tidak
ada pasar reguler, penilaian
dapat ditentukan atas dasar nilai
likuidasi (liquidation values) dan
nilai setara tunai.
c. Nilai terealisasi harapan
Nilai terealisasi harapan suatu
aset adalah penerimaan kas atau
potensi jasa masa akan datang yang
jumlah dan waktunya cukup pasti.
Untuk penilaian sekarang suatu
aset, nilai terealisasi harapan
harus didiskun menjadi nilai
terealisasi harapan sekarang atau
penerimaan kas/potensi jasa masa
datang diskunan (discounted
future cash receips/service
potensials).
3. Kos atau Pasar yang Lebih Rendah
Peniliaian atas dasar kos atau pasar
yang lebih rendah merupakan
kombinasi nilai masukan dan keluaran
karena pengertian pasar dalam hal
ini dapat berarti pasar barang
masukkan atau keluaraan (input or
output market).
Aktiva Tetap
Sesuai dengan PSAK 16 tentang aktiva
tetap dan aktiva lain-lain, Aktiva tetap
adalah aktiva berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan
dibangun lebih dahulu, yang digunakan
dalam operasi perusahaan, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka
kegiatan normal perusahaan dan
mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun (PSAK 16,05).
Sedangkan menurut Marisi
P.Purba (2008,1), Aktiva tetap adalah
aktiva yang digunakan entitas bisnis
untuk menciptakan pendapatan. Aktiva
itu sendiri dapat diartikan sebagai
manfaat ekonomi pada masa yang akan
datang yang dikendalikan oleh entitas.
Marisi P.Purba (2008,3)
menjelaskan bahwa terdapat empat
permasalahan akuntansi keuangan aktiva
tetap, yaitu:
Jumlah kos yang harus diakui
sebagai kos perolehan aktiva tetap
pada saat perolehan awal hingga dapat
siap digunakan atau dioperasikan.
Perubahan nilai aktiva tetap terkait
dengan revaluasi maupun penurunan
nilai (impairment assets)
Alokasi nilai aktiva tetap ke dalam
beban depresiasi atau amortisasi
setiap periode pelaporan keuangan
selama masa manfaat aktiva tetap
tersebut.
Pelepasan aktiva tetap
Penilaian Aktiva Tetap
Berdasarkan IAS 16 dan IAS 38, ada
dua alternatif untuk menyajikan aktiva
tetap berwujud dan tidak berwujud, yaitu:
1. Model Biaya (Cost Model) Model biaya
atau cost model adalah pendekatan yang
mengharuskan harga perolehan
digunakan sebagai nilai aktiva tetap
setelah pengakuan awal. Sebelum
diberlakukan PSAK 16 (revisi 2007),
model biaya adalah satu-satunya
pendekatan yang digunakan untuk
menilai aktiva tetap baik berwujud
maupun tidak berwujud. Depresiasi
dilakukan atas harga perolehan dan
nilai tercatat aktiva adalah harga
perolehan setelah dikurangi akumulasi
penyusutan dan penurunan nilai aktiva
tetap.
2. Model Revaluasi (Revaluation Model)
Model revaluasi (revaluation model)
mengharuskan catatan nilai aktiva
tetap berdasarkan nilai revaluasi
atau nilai wajar (fair value) setelah
dikurangi dengan akumulasi depresiasi
dan akumulasi penurunan nilai. IAS
16 secara sederhana mendefinisikan
nilai wajar sebagi jumlah yang
diperoleh dari penjualan aktiva tetap
dalam transaksi antara pihak-pihak
yang bebas (arm’s lenght transaction).
Marisi P. Purba dalam bukunya
“Akuntansi Aktiva Tetap” (2008,57)
menjelaskan bahwa penurunan aktiva
tetap dapat diidentifikasi berdasarkan
informasi yang diperoleh yang
dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu informasi eksternal dan internal
sebagaimana diatur dalam IAS 36 paragraf
12. Informasi eksternal atau informasi
yang berasal dari luar perusahaan terdiri
dari:
Nilai pasar aktiva tetap turun secara
signifikan melebihi amortisasi atau
depresiasi
Adanya perubahan teknologi, pasar,
ekonomi dan hukum yang memburuk
yang mengakibatkan menurunnya nilai
aktiva tetap
Adanya peningkatan tarif diskonto
dan tingkat kembalian investasi yang
meningkat yang berakibat pada turunya
nilai aktiva tetap
Nilai tercatat dari suatu aktiva tetap
lebih tinggi dari nilai kapitalisasi
Sedangkan informasi internal atau
informasi yang berasal dari dalam
perusahaan terdiri dari:
Terdapat keusangan fisik
Adanya perubahan yang signfikan
yang merugikan sehubungan dengan
cara penggunaan aktiva tetap
Kinerja ekonomi aktiva tetap tidak
sesuai harapan
Pendapatan
FASB mendefinisikan pendapatan sebagai:
"Revenues are inflows or other
enchancements of assets of an entity or
settlements of its liabilities (or
combination of both) from delivering or
producing goods, rendering services, or
other activities that constitute the
entity's on going major or central
operations”. (prg.78)
Patton dan Littleton
mengkarakterisasi pendapatan sebagai:
“Revenue is the product of the
enterprise, measured by the amount of
new assets received from
customer;...Stated in terms of assets the
revenue of the enterprise is represented,
finally, by the flow of funds from the
customer or patrons in exchange for the
product of business, either commodities or
services”. (hlm, 47)
Sedangkan Accounting Principles
Board/APB (1970) mendefinisikan
pendapatan sebagai: "Gross increases in
assets or gross decrease in liabilities
recognized and measured in confirmity
with generally accepted accounting
principles that result from those types
of profit-directed activities of an
enterprise that can change owner's
equity”.
Dalam standar akuntansi
keuangan (2002), IAI mengadopsi
definisi pendapatan dari IASC
(international accounting standard
comitee) yang menempatkan pendapatan
(revenue) sebagai unsur penghasilan
(income) sebagai berikut: "Income is
increases in economic benefits during the
accounting period in the form of inflows
or enchancements of assets or decrease
of liabilities that result in increases in
equity, other than those relating to
equity participants (hlm. 17)."
Kriteria Pengakuan Pendapatan
FASB mengajukan dua kriteria
pengakuan pendapatan (dan untung) yang
keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC No.
5, prg 83):
a. Terealisasi atau cukup pasti terealisasi
(realized or realizable)
Pendapatan (dan untung) baru dapat
diakui setelah pendapatan tersebut
teralisasi atau cukup pasti terealisasi.
Pendapatan dapat dikatakan telah
terealisasi bilamana produk (barang
atau jasa), barang dagangan, atau
aset lain telah terjual atau ditukarkan
dengan kas atau klaim atas kas.
b. Terbentuk/terhak (earned)
Pendapatan baru dapat diakui setelah
terbentuk. Pendapatan dapat
dikatakan telah terbentuk bilamana
perusahaan telah melakukan secara
substansial kegiatan yang harus
dilakukan untuk dapat menghaki
manfaat atau nilai yang melekat pada
pendapatan. Dibanding pendapatan,
untung tidak timbul karena proses
pemebntukan tetapi karena kejadian
tertentu sehingga criteria terbentuk
kurang penting untuk untung
dibanding kriteria terealisasi atau
cukup pasti terealisasi.
Saat Pengakuan Pendapatan
Ada beberapa kaidah (timing) mengenai
pengakuan (recognition rule),yaitu:
1. Pada Saat Kontrak Penjualan dapat
terjadi perusahaan telah
menandatangani kontrak penjualan
bahkan sudah menerima kas untuk
nilai kontrak tetapi perusahaan belum
mulai memproduksi barang. Pada saat
ini pendapatan sudah terealisasi tetapi
belum terbentuk sehingga pendapatan
belum bisa diakui pada saat tersebut.
Pendapatan baru dapat diakui setelah
porses penghimpunan selesai yaitu saat
penjualan atau penyerahan produk
(barang atau jasa).
2. Selama Proses Produksi Secara
Bertahap
Pengakuan pendapatan dapat
dilakukan secara bertahap (per
perioda akuntansi) sejalan dengan
kemajuan proses produksi atau
sekaligus pada saat projek selesai dan
diserahkan. Pengakuan pendapatan
dapat dilakukan secara bertahap
disebut sebagai motoda persentase
penyelesaian (percentage-of-conpletion
method) sedangkan pada saat projek
selesai dan diserahkan disebut dengan
metoda kontrak selesai (completed-
contract method).
3. Pada Saat Produksi Selesai
Pengakuan pendapatan atas dasar
saat produk selesai diproduksi berarti
bahwa pendapatan diakui pada akhir
tahap produksi. Tidak ada permasalahan
untuk pengakuan saat produk selesai
apabila ada perjanjian kontrak
sebelumnya karena konsep terbentuk
dan terealisasi telah dipenuhi. Namun
apabila belum ada perjanjian kontrak,
maka pendapatan diakui berdasarkan
banyaknya barang yang diproduksi
bukannya unit barang yang benar-
benar telah terjual. Pengakuan
semacam ini biasa dianggap layak
untuk industri ekstraktif
(pertambangan) termasuk pertanian.
4. Pada Saat Penjualan
Pengakuan ini merupakan dasar yang
paling umum karena pada saat
penjualan kriteria penghimpunan dan
realisasi telah dipenuhi. Kegiatan
penjualan menjadi puncak kegiatan
dan merupakan tujuan akhir yang
mengarahkan setiap upaya yang
dilakukan perusahaan.
5. Pada Saat Kas Terkumpul
Pengakuan pendapatan saat kas
terkumpul sebenarnya merupakan
pengakuan pendapatan berdasar asas
kas (cash basis). Alasan
digunakannya dasar ini adalah adanya
ketidakpastian tentang kolektibilitas
atau ketertagihan piutang. Dengan cara
ini, pendapatan diakui sejumlah kas
yang diterima pada saat kas diterima
atau terkumpul (sampai akhir
perioda) dan baru kemudian
menentukan biaya yang berkaitan
dengan pendapatan dasar kas tersebut.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif
analitis, artinya adalah melukiskan
variabel demi variabel yang bertujuan
untuk:
1. Mengumpulkan informasi akurat secara
rinci yang melukiskan gejala yang ada;
2. Mengidentifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek
yang berlaku;
3. Membuat perbandingan atau evaluasi;
4. Menetapkan rencana dan keputusan
pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian, metode
deskriptif analitis ini digunakan untuk
melukiskan secara sistematis suatu fakta,
atau karakteristik tertentu atau bidang
tertentu, dalam hal ini secara akurat dan
cermat.
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara:
1. Studi Lapangan (field research), dengan
menggunakan teknik:
a. Wawancara (interview), yaitu
dengan mengajukan pertanyaan
langsung kepada pimpinan dan staf
perusahaan yang bersangkutan.
b. Observasi, yaitu melakukan
pengamatan langsung secara fisik
kegiatan perusahaan berkaitan
dengan penilaian aset biologis.
c. Studi dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan data melalui
dokumen-dokumen.
2. Studi Kepustakaan (Library Research),
yaitu teknik pengumpulan data dengan
mencari literatur-literatur, buku, dan
lain sebagainya.
Jenis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
termasuk dalam jenis data menurut
sumbernya. Data menurut sumbernya,
dibedakan menjadi dua yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang diperoleh langsung dari sumbernya,
diambil dan dicatat pertama kalinya
(Marzuky, 1997:55). Data primer dalam
penelitian ini adalah data yang berkaitan
dengan perolehan aset biologis, seperti
biaya pembelian bibit, biaya tenaga kerja,
pembelian pupuk, dll yang diperoleh
melalui metode dokumentasi. Sedangkan
data sekunder yaitu data yang diusahakan
sendiri pengumpulannya oleh peneliti
(Marzuky, 1997:56). Data sekunder dalam
penelitian ini adalah data berupa informasi
dari fungsi yang terkait dengan
pengukuran dan penilaian aset biologis,
gambaran umum perusahaan yang meliputi
sejarah pendirian, lokasi dan kondisi
geografis, struktur organisasi, dan
sebagainya yang berkaitan dengan
perusahaan.
Metode Analisis Data
Dasar analisis pengukuran, penilaian dan
perlakuan terhadap aset biologis tanaman
teh dilakukan berdasarkan IAS 41,
international accounting standard
agriculture. Pengukuran aset biologis
dilakukan pada pengakuan awal dan nilai
pada akhir periode pelaporan berdasarkan
nilai wajar (fair value) aset tersebut,
kecuali untuk kasus dimana nilai wajar
dari aset tersebut tidak dapat diukur secara
andal (IAS 41,12). Nilai wajar yang
dimaksud adalah harga pasar di pasar aktif
untuk aset biologis atau hasil pertanian.
Jika pasar aktif tidak ada, IAS 41
menyediakan alternatif dasar pengukuran
lain dengan menggunakan nilai sekarang
dari arus kas bersih yaitu biaya sebagai
indikator utama. Sesuai dengan IAS 41
prgf 33, dalam menentukan biaya,
akumulasi penyusutan dan akumulasi
kerusakan kerugian, sebuah entitas dapat
mempertimbangkan IAS 2 Inventories,
IAS 16 Property, Plant and Equipment
and IAS 36 Impairment of Assets. Secara
konseptual, nilai wajar ditentukan dengan
menggunakan tiga hirarki sebagai berikut:
Gambar 1
Fair Value Model
Berdasarkan hirarki diatas, nilai wajar
ditentukan dengan tiga langkah.
Langkah Pertama: Menggunakan harga
pasar resmi (quoted market price) pada
suatu pasar yang aktif atau pasar dengan
kondisi dimana terdapat permintaan dan
penawaran. Apabila harga pasar resmi
tidak diperoleh, nilai wajar ditentukan
dengan melakukan langkah kedua.
Langkah Kedua: Menggunakan nilai aktiva
sejenis (prices of similar assets) pada
suatu pasar yang aktif. Apabila nilai aktiva
sejenis tidak juga dapat diperoleh,
manajemen dapat melakukan langkah
ketiga.
Langkah Ketiga: Menggunakan hasil
penilaian yang dilakukan oleh penilai
independen. Penambahan nilai pada aset
biologis dapat disebabkan akibat
pertumbuhan, reproduksi atau produksi.
Penambahan nilai ini dapat diperlakukan
sebagai laba bagi perusahaan pada periode
terjadinya. Sedangkan penurunan nilai
pada aset biologis dapat disebabkan karena
degenerasi aset, bencana alam maupun
hama. Penurunan nilai aset ini diakui
sebagai kerugian bagi perusahaan pada
periode terjadinya.
Gambar 2
Prosedur Pengujian Penurunan Aktiva Tetap
PEMBAHASAN
Pengelolaan Tanaman Teh PT PN VIII
Kebun Ciater
Ada 5 kegiatan utama dalam
pengelolaan tanaman teh dari awal
(bibit) sampai dengan siap dipetik. 5
kegiatan utama tersebut meliputi:
Persemaian, Buka Baru/Replanting,
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) I
dan II, Pemeliharaan Tanaman
Menghasilkan (TM),
Pemetikan/Pemungutan Hasil/Panen.
1) Pesemaian, merupakan langkah
awal dalam proses penanaman
tanaman teh yang merupakan
basis tahap selanjutnya dan
merupakan tolok ukur dalam
keberhasilan kualitas hasil pucuk
teh. Pembibitan tanaman teh
dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu: Kloonal (Stek) dan Biji
(Seedling).
2) Bukaan Baru/Replanting. Pada
tahap kedua, bibit tanaman teh
yang telah siap akan
dipindahkan ke areal kebun yang
telah disiapkan. Pekerjaan
dilakukan ± 4-5 bulan sebelum
waktu tanam.
3) Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM) ke I dan II. Pada tahap
ketiga, tanaman teh semakin
besar namun belum
menghasilkan pucuk teh yang
baik oleh karena itu pada tahap
ini lebih dikhususkan untuk
perawatan tanaman teh sampai
siap menghasilkan pucuk teh.
4) Pemeliharaan Tanaman
Menghasilkan (TM). Pada tahap
keempat, tanaman teh belum
menghasilkan (TBM) beralih ke
tanaman teh menghasilkan (TM).
Pada tahap ini, tanaman teh telah
siap untuk menghasilkan daun
teh. Kegiatan rutin perawatan
harus tetap dijalankan untuk
menjaga hasil pucuk daun teh.
5) Pemetikan/Pemungutan
hasil/Panen. Pada tahap kelima,
tanaman teh sudah menghasilkan
pucuk daun teh yang siap untuk
dipetik/dipanen. Pemetikan
biasanya dipetik ± 3 bulan
setelah pemangkasan. Cara
pemetikan ada tiga macam, yaitu:
Petikan halus, Petikan medium,
dan Petikan kasar. Ada dua
metode untuk melakukan
pemetikan pucuk daun teh, yaitu
dengan menggunakan tenaga
manusia (manual) atau dengan
bantuan tenaga mesin.
Ada beberapa istilah dalam Tahap
Pemetikan, yaitu:
a) Petikan Bentangan (3 s/d 4 bulan)
Pucuk yang dipetik berasal dari
bentang primer yang merupakan
petikan pertama setelah pangkasan,
biasanya berlangsung 2-3 bulan
setelah dipangkas.
b) Petikan Jendangan (4 s/d 6 bulan)
Petikan jendangan adalah pemetikan
yang dilakukan pada tahap awal
setelah tanaman dipangkas, dengan
ketinggian antara 15-20 cm diatas luka
pangkas. Waktunya melakukan
petikan jendangan, apabila 60%
dari areal pangkas pucuknya sudah
tumbuh optimal, biasanya 3 bulan
setelah pangkas dan dijendang
selama 6-10 kali.
c) Petikan Produksi (7 s/d 48 bulan)
Petikan produksi dilakukan setelah
petikan rampak yang bertujuan
untuk menghasilkan produksi yang
maximal
d) Petikan Gendesan (menjelang
pemangkasan)
Petikan dilakukan menjelang
dipangkas, baik yang sudah
waktunya maupun belum waktunya
dipetik.
Pengolahan Teh Hitam PT PN VIII
Kebun Ciater
Perkebunan Ciater bergerak di bidang
usaha perkebunan teh dengan mengolah
produk bahan baku pucuk teh menjadi teh
kering jenis teh hitam yang siap untuk
dikonsumsi. Adapun Proses Pengolahan
Teh Hitam tersebut dapat dilihat dalam
bentuk diagram berikut ini:
Gambar 3
Pengolahan Teh Hitam
Penggolongan Kos Penanaman
Tanaman Teh
Kos penanaman teh merupakan kos
yang terjadi untuk mempersiapkan
tanaman teh dari bibit sampai menjadi
tanaman teh yang siap menghasilkan.
Perkebunan Ciater menggolongkan kos
berdasarkan kegiatan yang dilakukan,
yaitu dari persemaian sampai
pemeliharaan tanaman menghasilkan
(TM). Adapun kos penanaman tanaman
teh dibedakan menjadi:
1. Kos Pengolahan Tanah, meliputi biaya
mengukur/survey tanah,
membongkar/membakar tunggul,
membersihkan/meratakan tanah,
menggarpu, memetak, ambil/angkut
tanah, mengayak tanah, mengisi
bekong, menyusun bekong, melubangi
bekong.
2. Kos Pembuatan Saung/Naungan,
meliputi biaya pendirian saung/naungan
dan pemeliharaan saung/naungan.
3. Kos Menanam/Pembibitan, meliputi
biaya menanam/pembibitan,
menanam/kecambah/stek, fumigasi,
barang bahan/bibit, melobang plastik,
mengisi tanah.
4. Kos Pembuatan Jalan, Saluran Air,
dan Teras, meliputi biaya
pembuatan/pemeliharaan jalan,
pembuatan/pemeliharaan saluran air
dan teras.
5. Kos Menyiram, meliputi biaya meyiram
tanaman
6. Kos Menyiang dan Merumput, meliputi
biaya menyiang/merumput manual dan
menyiang/merumput kimiawi.
7. Kos Pengendalian Hama & Penyakit,
meliputi biaya pemberantasan hama,
pemberantasan penyakit dan pengamat
hama dan penyakit.
8. Kos Memupuk, meliputi biaya
memupuk, pembelian pupuk
(agrokimia), alat dan perlengkapan.
9. Kos Pangkasan, meliputi biaya
pangkasan, benam cabang pangkasan,
membereskan cabang, merorak,
menggarpu, membuang lumut,
pemeliharaan pohon pelindung,
inventaris pohon.
Selain Kos kegiatan diatas, terdapat
Kos tenaga kerja, seperti gaji dan
tunjangan mandor/pengawas, gaji dan
tunjangan golongan IB-IID, gaji dan
tunjangan golongan IA dan gaji penjaga
persemaian/keamanan.
Metode Penilaian Tanaman Teh
Metode penilaian tanaman teh
adalah adalah cara penentuan jumlah
rupiah yang harus dilekatkan pada
tanaman teh (tanaman menghasilkan)
pada saat akan dilaporkan atau disajikan
dalam statemen keuangan (laporan
manajemen) pada periode tertentu. Dalam
hal ini, Perkebunan Ciater menggunakan
Cost Model. Cost Model merupakan
metode penentuan nilai suatu aktiva
tetap dengan memperhitungkan seluruh
kos yang berhubungan langsung sejak
pengakuan awal aktiva sampai aktiva tetap
tersebut memberikan manfaat ekonomik
bagi entitas yang menguasainya.
Dengan demikian nilai tanaman
menghasilkan yang muncul di neraca
Perkebunan Ciater berdasarkan Cost
Model adalah sebagai berikut:
Kos Persemaian xxxx
Kos Tanaman Tahun Ini xxxx
Kos Tanaman Belum Menghasilkan xxxx +
Kos Perolehan Tanaman Menghasilkan xxxx
Biaya Depresiasi Tanaman Menghasilkan xxxx -
Nilai Buku Tanaman Menghasilkan xxxx
Nilai tanaman menghasilkan
merupakan jumlah dari semua kos yang
terjadi dari tahap persemaian sampai
menjadi tanaman menghasilkan.
Sedangkan nilai buku dari tanaman teh
menghasilkan adalah nilai tanaman
menghasilkan setelah dikurangi biaya
depresiasi tanaman menghasilkan.
Metode depresiasi yang digunakan
adalah straight line method (metode garis
lurus), yaitu metode penyusutan yang
nilainya sama setiap tahunnya. Metode
ini menganggap aktiva tetap akan
memberikan besarnya manfaat yang
sama setiap tahunnya (Marisi
P.Purba:2008, 41).
Perhitungan Nilai Tanaman Teh
Adapun penentuan besarnya kos perolehan
tanaman teh pada Perkebunan Ciater
dengan Cost
Model terdiri atas:
1. Kos Persemaian, merupakan seluruh
kos yang dikeluarkan sampai
tanaman/bibit siap untuk
dipindahkan/replanting ke areal kebun
yang telah dipersiapkan. Untuk
penggunaan kos kegiatan persemaian
dapat dilihat dalam laporan berikut:
Tabel 2
Biaya Persemaian Tahun Tanam 2008
Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
Tabel 3
Biaya Persemaian Tahun Tanam 2009
Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
2. Kos tanaman tahun ini, merupakan kos
yang dikeluarkan untuk pemeliharaan
tanaman/bibit yang telah dipindahkan
ke areal kebun/afdeling yang telah
disediakan. Untuk penggunaan kos
kegiatan tanaman tahun ini dapat
dilihat dalam laporan berikut:
Tabel 4
Biaya Tanaman Tahun Ini Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
3. Kos Tanaman Belum Menghasilkan
Berdasarkan data yang diperoleh, Pada
tahun 2009 Perkebunan Ciater belum
ada tanaman yang dapat digolongkan
sebagai tanaman belum menghasilkan,
sehingga tidak ada laporan/data
mengenai tanaman belum
menghasilkan. Namun berdasarkan
hasil wawancara dengan salah
seorang petugas bagian tanaman, jenis
biaya yang dikeluarkan tanaman belum
menghasilkan (TBM) tidak jauh
berbeda dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan saat tanaman menjadi
tanaman menghasilkan. Letak
perbedaan itu misalkan pada jenis
pupuk yang digunakan atau jenis
pestisida yang digunakan.
4. Kos pemeliharaan tanaman
menghasilkan, merupakan kos yang
dikeluarkan untuk memperbaharui
tanaman teh sehingga dapat kembali
menghasilkan daun teh siap panen
yang berkualitas baik. Untuk
penggunaan kos kegiatan tanaman
tahun ini dapat dilihat dalam laporan
berikut:
Tabel 5
Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan
Bulan Januari s/d November 2009
Sumber: Data Tata Buku Induk Perkebunan Ciater
Perubahan Nilai Tanaman
Menghasilkan (TM)
Tanaman teh sebagai aset biologi
nilainya dapat berubah setiap saat
akibat hal-hal/peristiwa tertentu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
salah seorang petugas bagian tanaman,
perubahan nilai tersebut bisa bersifat
naik atau turun. Hal atau peristiwa yang
dapat mengakibatkan nilai tanaman
menghasilkan (TM) naik akibat dari
penanaman tanaman baru atau
penambahan lahan baru. Sedangkan hal-
hal atau peristiwa yang dapat
mengakibatkan nilai tanaman
menghasilkan (TM) turun dapat berasal
dari faktor alam atau manusia itu sendiri.
Faktor dari alam yang dapat
menurunkan nilai tanaman menghasilkan
(TM) diantaranya akibat serangan hama,
penyakit, cuaca, dan bencana alam
seperti tanah longsor atau angin ribut.
Sedangkan faktor yang berasal dari
manusia sendiri adalah pengrusakan
(vandalisme) atau konversi. Konversi
merupakan peralihan dari satu jenis
tanaman ke jenis tanaman lainya, misalkan
Afdeling Ciater II akan dikonversi dari
tanaman teh ke tanaman kina.
Apabila nilai tanaman
menghasilkan (TM) naik, perlakuan
akuntansi yang digunakan Perkebunan
Ciater adalah berdasarkan besarnya
semua kos yang dikeluarkan untuk
memperoleh tanaman menghasilkan
yang baru. kos yang dimaksud adalah
kos sejak proses persemaian sampai
pemeliharaan tanaman menghasilkan.
Sedangkan apabila nilai tanaman
menghasilkan (TM) turun, perlakuan
akuntansi yang digunakan Perkebunan
Ciater adalah dengan metode
penghapusan aktiva. Penghapusan aktiva
adalah penghapusan nilai buku suatu
aktiva yang dilakukan apabila nilai buku
yang tercantum tidak lagi
menggambarkan manfaat dari aktiva yang
bersangkutan (Psak 17 revisi 1994).
Aset Biologi Perkebunan Ciater
Secara implisit IAS 41 paragraf 4 dan 5
menjelaskan dua kriteria asset biologi.
Pertama, “A biological asset is a living
animal or plant.” Aset biologi
merupakan hewan atau tanaman. Hewan
yang tergolong sebagai aset biologi
diantaranya domba, babi, dan sapi.
Sedangkan tanaman yang tergolong
sebagai aset biologi diantaranya berjenis
semak, anggur, dan tanaman buah-buahan.
Kedua, Aset biologi akan mengalami
proses yang disebut sebagai biological
transformation. Biological transformation
terdiri dari proses pertumbuhan,
degenerasi, produksi, dan reproduksi
yang menyebabkan perubahan-perubahan
kuantitatif atau kualitatif dalam aset
biologi.
Tanaman teh Perkebunan Ciater
telah memenuhi kedua kriteria sebagai
aset biologi sesuai dengan IAS 41.
Pertama, tanaman teh tergolong sebagai
tanaman jenis semak. Hasil dari
tanaman teh adalah daun teh yang
merupakan bahan baku utama produksi
Perkebunan Ciater. Kedua, tanaman teh
akan mengalami biological
transformation, yaitu pertumbuhan (dari
tahap persemaian s/d tahap panen),
degenerasi (akibat faktor alam dan
manusia), produksi (daun teh dapat
diolah menjadi teh hitam), reproduksi
(melalui stek atau seedling).
Pengakuan Aset Biologi Perkebunan
Ciater
Suatu entitas akan mengakui suatu aset
biologi atau hasil pertanian apabila dan
hanya bila: (IAS 41 paragraf 10)
a. Entitas menguasai aset sebagai
akibat/hasil kejadian masa lalu
b. Ada kemungkinan bahwa manfaat
ekonomi yang berkaitan dengan aset di
masa akan datang akan mengalir ke
entitas
c. Nilai wajar (fair value) atau biaya
(cost) dari aset dapat diukur secara
andal.
Perkebunan Ciater telah
memenuhi 3 kriteria pengakuan aset
biologi diatas. Pertama, Perkebunan
Ciater menguasai tanaman teh akibat/hasil
kejadian masa lalu, yaitu hasil dari
kegiatan persemaian dan pemeliharaan
tanaman teh sampai dapat menghasilkan
daun teh. Kedua, manfaat ekonomi dari
tanaman teh di masa akan datang akan
mengalir ke Perkebunan Ciater, yaitu hasil
panen pucuk daun teh yang akan
dijadikan sebagai bahan baku utama
produksi teh hitam. Setelah teh hitam
dijual,maka akan timbul aliran masuk
kas bagi Perkebunan Ciater. Ketiga, kos
dari tanaman teh dapat diukur secara
andal, yaitu kos sejak tahap persemaian
s/d tahap tanaman menghasilkan.
Sedangkan nilai wajar dari tanaman teh
tidak dapat diukur secara andal.
Hal utama yang menyebabkan
nilai wajar untuk tanaman teh tidak
dapat diukur dengan andal adalah tujuan
utama dari penanaman tanaman teh itu
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara
dengan petugas bagian tanaman
Perkebunan Ciater, tujuan utama dari
penanaman tanaman teh bukan untuk
dijual seperti tanaman hias atau bonsai
(tanaman bertindak sebagai persediaan
untuk dijual), melainkan sebagai alat
penghasil daun teh untuk bahan baku
utama produksi teh hitam (tanaman
bertindak sebagai aktiva tetap).
Sesuai dengan definisi aktiva tetap
yang dipaparkan dalam teori, tanaman teh
dapat digolongkan sebagai aktiva tetap.
Ada tiga alasan yang dapat mendasari.
Pertama, tanaman teh memiliki umur
manfaat lebih dari 1 tahun, yaitu ± 60
tahun. Kedua, tanaman teh digunakan
oleh Perkebunan Ciater untuk
menciptakan aliran pendapatan di masa
akan datang, yaitu dengan menghasilkan
daun teh sebagai bahan baku produksi teh
hitam yang kemudian dijual, sehingga
muncul aliran pendapatan bagi
Perkebunan Ciater. Ketiga, tanaman teh
merupakan hasil investasi perusahaan
yang berasal dari penciptaan sendiri,
yaitu melalui tahap persemaian s/d
tahap tanaman menghasilkan.
Pengukuran Aset Biologi Perkebunan
Ciater
Suatu aset biologi akan diukur pada
pengakuan awal dan pada akhir setiap
periode pelaporan sesuai nilai wajar,
kecuali untuk kasus dimana nilai wajar
tidak dapat diukur secara andal (IAS 41
paragraf 12). Pada kasus seperti itu,
aset biologi akan diukur berdasarkan
kos dikurangi akumulasi penyusutan
dan akumulasi kerugian akibat kerusakan
aset (IAS 41 paragraf 30).
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa tanaman teh tidak
memiliki nilai wajar (fair value), maka
pengukuran pada pengakuan awal aset
biologi harus dilakukan berdasarkan kos
yang terjadi selama proses penyiapan aset
biologi sampai siap memberikan manfaat
ekonomi. Proses penyiapan terdiri dari
tahap persemaian, tanaman tahun
ini/replanting, tanaman belum
menghasilkan (TBM), pemeliharaan
tanaman menghasilkan (TM), dan
panen. Berikut gambaran tahap
penyiapan tanaman teh:
Gambar 4
Tahap Penyiapan Tanaman Teh
Pada masing-masing tahap, Perkebunan
Ciater akan mengeluarkan kos sebagai
pengorbanan untuk memperoleh tanaman
teh. Kos yang dikeluarkan sampai tahap
tanaman menghasilkan (tahap A-D)
termasuk sebagai Kos Perolehan Awal
Aktiva, karena setelah mencapai tahap
tanaman menghasilkan berarti tanaman teh
telah siap memberikan manfaat ekonomi
bagi Perkebunan Ciater. Sesuai dengan
prinsip akuntansi aktiva tetap bahwa
jumlah kos yang harus diakui sebagai
kos perolehan aktiva tetap pada saat
perolehan adalah kos sejak awal hingga
aktiva tetap tersebut siap digunakan atau
dioperasikan.
Kos perolehan suatu aktiva tetap
dikapitalisasi apabila manfaat ekonomi
aktiva tersebut dapat diperoleh pada
masa-masa yang akan datang baik
secara langsung maupun tidak langsung
dan manfaat ekonomi tersebut dapat
diukur dengan andal. Untuk pengukuran
kos perolehan awal tanaman teh,
Perkebunan Ciater telah menerapkan teori
dengan benar. Namun, selama ini
Perkebunan Ciater secara berkelanjutan
mengakui kos Pemeliharaan Tanaman
Menghasilkan (tahap D-E) sebagai nilai
tambah tanaman teh di neraca setiap
bulannya. Seharusnya kos pemeliharaan
tanaman menghasilkan tidak
diperhitungkan sebagai nilai tambah
perolehan tanaman teh.
Kos pemeliharaan yang
dikeluarkan tergolong ke dalam Biaya
Setelah Perolehan Awal. Biaya setelah
perolehan awal merupakan kos yang
dikeluarkan setelah suatu aktiva tetap
berwujud digunakan (Marisi P.Purba,
2008:19). Kos ini wajib dikapitalisasi
atau diakui sebagai kos perolehan aktiva
tetap berwujud apabila memberikan
manfaat ekonomi pada masa yang akan
datang dan dapat diukur secara andal.
Dengan kata lain, kos yang dapat
diperhitungkan sebagai elemen aktiva tetap
adalah kos yang dapat menambah umur
manfaat aktiva dan kos yang masa
manfaatnya bersifat lebih dari satu
periode akuntansi (misalkan kos turun
mesin untuk mobil).
Kos pemeliharaan tanaman teh
bersifat rutin setiap bulannya dan tidak
menambah usia manfaat tanaman
teh.Kos pemeliharaan tanaman teh
bertujuan untuk memperbaharui tanaman
teh agar tetap memberikan manfaat
ekonomi bagi Perkebunan Ciater. Manfaat
ekonomi yang diperoleh Perkebunan
Ciater adalah daun teh yang dihasilkan
tanaman teh sebagai bahan baku
produksi teh hitam. Dengan demikian
dapat dikatan bahwa untuk memperoleh
bahan baku produksi teh hitam, yaitu
daun teh, Perkebunan Ciater harus
mengeluarkan biaya pemeliharaan
tanaman teh.
Sesuai dengan PSAK no 14 prg 06
menyatakan bahwa Biaya persediaan harus
meliputi semua biaya pembelian, bia ya
konversi, dan biaya lain yang timbul
sampai persediaan berada dalam kondisi
dan tempat yang siap untuk dijual atau
dipakai (present location and condition).
Oleh karena itu, kos pemeliharaan tanaman
teh tidak dapat diperhitungkan sebagai
elemen kos tanaman teh, melainkan
diperhitungkan sebagai elemen kos
perolehan persediaan bahan baku
produksi teh hitam.
Metode Depresiasi Aset Biologi
Tanaman teh sebagai aset biologi
sekaligus sebagai aktiva tetap, nilainya
disusutkan setiap periodenya. IAS 41
paragraf 33 menjelaskan metode
depresiasi yang dapat digunakan untuk
aset biologi dapat mempertimbangkan
IAS 2 Inventories, IAS 16 Plant,
Equipment and Property, and IAS 36
Impairment Assets.
Ada tiga jenis metode depresiasi
yang dapat digunakan, yaitu straight
line method, diminishing balance
method, dan unit production method.
Suatu entitas memilih metode depresiasi
yang dapat mencerminkan pola
konsumsi manfaat ekonomi di masa akan
datang (IAS 16 paragraf 62).
Perkebunan Ciater dalam
melakukan depresiasi tanaman teh
menggunakan straight line method.
Metode ini menganggap konsumsi
aktiva setiap periodenya sama.
Penggunaan Metode ini sudah tepat,
karena setiap tahunnya produktivitas
tanaman teh Perkebunan Ciater
menghasilkan daun teh dengan kuantitas
yang terbilang stabil.
Penggolongan Kos Penanaman
Tanaman Teh
Secara umum Penggolongan kos
berdasarkan kegiatan yang dilakukan
Perkebunan Ciater sudah tepat untuk
mempermudah perhitungan nilai
tanaman menghasilkan. Seluruh kos
yang terjadi sejak tahap persemaian
sampai dengan tanaman menghasilkan
tahap A s/d D) merupakan komponen
perhitungan kos perolehan tanaman
menghasilkan (TM). Kecuali untuk kos
pemeliharaan tanaman teh, akan masuk
sebagai komponen kos perolehan
persediaan bahan baku produksi.
Perhitungan Nilai Tanaman Teh
Tanaman teh tidak memiliki fair value
sehingga harus menggunakan pendekatan
kos untuk mengukurnya. Jumlah tanaman
teh yang hidup juga akan mempengaruhi
besar-kecilnya nilai perolehan tanaman teh
per pohonnya. Pada laporan manajemen,
laporan biaya kegiatan
persemaian/pembibitan tahun tanam 2009
terdapat kesalahan data jumlah pohon
yang hidup. Di laporan manajemen
tercantum angka 842.000 pohon,
berdasarkan wawancara dengan petugas
bagian tanaman jumlah pohon sampai
bulan November 2009 yang sebenarnya
adalah 619.600 pohon.
Berikut ini disajikan perhitungan
nilai tanaman teh per pohonnya
berdasarkan tahapan kegiatannya. Angka
yang disajikan pada tahap persemaian
merupakan data asli Perkebunan Ciater,
sedangkan pada tahap tanaman tahun
ini, tanaman belum menghasilkan dan
tanaman menghasilkan, peneliti
menggunakan angka estimasi. Hal ini
dikarenakan proses penyiapan tanaman
teh memerlukan periode waktu yang
cukup lama, yaitu 3 s/d 3,5 tahun
sehingga belum ada laporan lengkap
untuk kos tanaman teh. Untuk tahap
persemaian, peneliti menggunakan data
Laporan Manajemen bulan November
tahun 2009.
1. Kos Pemeliharaan (Tahap A s/d tahap
B)
Tahap persemaian membutuhkan
waktu ±2 tahun. Tahun pertama
merupakan tahap pembuatan,
sedangkan tahun kedua merupakan
tahap persemaian sebenarnya.
Perkebunan Ciater pada tahun 2009
membuat persemaian tanaman teh
baru dengan luas area 1,2 Ha, berikut
perhitungannya:
Persemaian Tahun Pertama (2009)
Jadi, kos perolehan untuk 1 tanaman teh tahun pertama persemaian adalah Rp380.
Persemaian Tahun Kedua (2010)
Angka estimasi di dasarkan pada persemaian tahun kedua tanaman teh tahun tanam
2008.
Untuk 1,5 Ha kos persemaian tahun kedua = Rp 62.710.915, maka estimasi kos
persemaian tahun kedua untuk 1,2 Ha adalah:
Untuk 1,2 Ha = x Rp 62.710.915 = Rp 50.168.732
Sedangkan untuk tanaman yang mati/hilang pada areal 1,5 ha:
maka untuk areal 1,2 ha, tanaman yang hidup adalah:
(100%-23.4%) x 619.600 pohon = 474.614 pohon
Jadi, harga perolehan untuk 1 tanaman teh pada tahun persemaian kedua adalah Rp 602.
2. Kos Tanaman Tahun Ini (Tahap B s/d
tahap C)
Angka estimasi di dasarkan pada kos
untuk Tanaman Tahun ini (TTI) pada
tahun 2009 dengan luas areal 57,7Ha
sebesar Rp 665.364.351 dengan
asumsi jumlah tanaman yang mati
setelah tahap persemaian = 0.
Maka kos TTI dengan luas areal 1,2 Ha
sebesar:
3. Kos Tanaman Belum Menghasilkan
(Tahap C s/d D)
Berdasarkan hasil wawancara dengan
petugas bagian tanaman Perkebunan
Ciater, besarnya kos tanaman belum
menghasilkan tidak berbeda jauh
dengan biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan, yaitu ±90% dari kos
pemeliharaan tanaman menghasilkan.
Asumsi, jumlah tanaman yang mati
pada tahap Tanaman Tahun Ini = 0.
Kos pemeliharaan tanaman
menghasilkan untuk 1147,89 Ha = Rp
6.306.565.523.
4. Kos Pemeliharaan Tanaman
Menghasilkan (Tahap D s/d tahap E)
Angka estimasi didasarkan pada kos
pemeliharaan tanaman menghasilkan
dengan pada tahun 2009 dengan luas
areal 1147,89 Ha = Rp
6.306.565.523.
Asumsi jumlah tanaman yang pada
tahap TBM = 0.
Dengan demikian total Kos perolehan untuk 1 tanaman teh dari tahap persemaian s/d
tanaman menghasilkan adalah, sebagai berikut:
Kos Persemaian Rp 602
Kos Tanaman Tahun Ini Rp 29
Kos Tanaman Belum Menghasilkan Rp 12,5 +
Kos PerolehanTanaman Menghasilkan Rp 643,5
Biaya Depresiasi Tanaman Menghasilkan Rp 10,96 -
Nilai Buku Tanaman Menghasilkan Rp 632,54
Umur manfaat untuk tanaman teh ±60
tahun dengan nilai sisa = 0. Asumsi,
tanaman teh di depresiasikan selama
1 tahun. Maka biaya depresiasi
tanaman menghasilkan dengan straight
line method adalah:
Maka Kos perolehan aset biologi
tanaman teh setelah dikurangi
akumulasi penyusutan adalah Rp
632,54.
Jumlah pohon yang masih hidup
akan sangat berpengaruh terhadap
kos perolehan tanaman. Oleh karena
itu, semua kos yang telah terjadi
termasuk untuk tanaman yang telah
mati merupakan nilai dari sisa
tanaman yang masih hidup pada
tahun tanam tersebut. Di dalam SOP
Perkebunan Ciater juga terdapat standar
operasi mengenai kos perolehan
tanaman, sehingga kos perolehan
tanaman dapat dijadikan salah satu
indikator pengukur kinerja Perkebunan
Ciater pada suatu periode.
Perlakuan Perubahan Nilai Tanaman
Teh
IAS 41 menjelaskan bahwa “A
gain or loss arising on initial recognition
of agricultural produce at fair value less
costs to sell shall be included in profit or
loss for the period in which it arises”. Hal
ini berarti segala kenaikan dan penurunan
nilai tanaman menghasilkan harus diakui
sebagai laba atau rugi pada periode
dimana tia muncul.
Di Perkebunan Ciater pada saat
nilai tanaman menghasilkan (TM) naik,
maka besarnya kenaikan nilai tersebut
bukan diakui sebagai laba melainkan
sebagai Investasi Tanaman. Walaupun
tidak sesuai dengan IAS 41 yang akan di
adopsi oleh indonesia, hal ini merupakan
kebijakan dari perusahaan karena tujuan
utama dari tanaman teh adalah untuk
menghasilkan pucuk daun teh bukan untuk
menghasilkan tanaman yang siap jual
(misalkan seperti tanaman hias,
bonsai,dll). Pada saat terjadi kenaikan,
Perkebunan Ciater langsung mengakui
kenaikan nilai pada saat terjadinya, ini
telah sesuai dengan IAS 41 paragraf 28.
Pada saat nilai tanaman
menghasilkan (TM) turun, maka besarnya
penurunan nilai tersebut akan diajukan
sebagai nilai aktiva yang akan
dihapuskan. Kemudian besarnya nilai
penghapusan ini akan menjadi biaya
kantor pusat yang nantinya akan
dibebankan kembali ke afdeling-afdeling
bukan sebagai kerugian perusahaan.
Padahal di dalam teori dipaparkan
bahwa biaya berbeda dengan rugi.
Biaya merupakan upaya untuk
memperoleh pendapatan sedangkan rugi
merupakan manfaat ekonomik yang telah
hangus atau menguap akibat peristiwa
khusus atau tidak normal (bencana alam,
kecelakaan).
Bencana alam seperti tanah
longsor merupakan peristiwa khusus
atau tidak normal bagi perkebunan teh,
sehingga penurunan nilai akibat peristiwa
tersebut dapat diakui sebagai rugi.
Sedangkan penurunan nilai akibat hama
atau penyakit merupakan peristiwa biasa
yang terjadi dalam perkebunan. Hal ini
akan berpengaruh terhadap kewajaran dan
keandalan laporan keuangan.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tanaman teh yang dikelola Perkebunan
Ciater tergolong sebagai aset biologi
karena memenuhi dua kriteria aset
biologi seperti yang diungkapkan secara
implisit dalam IAS 41 Agriculture,
yaitu tanaman teh tergolong jenis
tanaman semak dan mengalami
biological transformation.
2. Aset Biologi tergolong sebagai aktiva
tetap karena memenuhi tiga kriteria
aktiva tetap, yaitu memiliki umur
ekonomis lebih dari 1 tahun, digunakan
dalam proses penciptaan pendapatan di
masa akan datang, dan berasal dari
investasi perusahaan.
3. Kos perolehan awal per tanaman teh Rp
643,5 terdiri dari kos persemaian Rp
602; kos tanaman tahun ini Rp 29; kos
tanaman belum menghasilkan Rp 12,5.
Seluruh kos tersebut merupakan
komponen perhitungan kos perolehan
awal tanaman teh.
4. Kos pemeliharaan tidak diperhitungkan
kembali sebagai elemen nilai tambah
tanaman teh. Sesuai dengan tujuan kos
pemeliharaan itu sendiri, sebaiknya kos
pemeliharaan diperhitungkan sebagai
kos perolehan bahan baku produksi.
Tujuan kos pemeliharaan adalah untuk
memperbaharui tanaman teh agar tetap
memberikan manfaat ekonomi bagi
Perkebunan Ciater, bersifat rutin
dilakukan dan tidak menambah umur
manfaat tanaman teh.
5. Perkebunan Ciater akan mengakui
kenaikan aset biologi sebagai investasi
tanaman. Hal tersebut merupakan
kebijakan dari perusahaan karena tujuan
penanaman teh bukan untuk dijual
seperti tanaman hias pada umumnya,
melainkan digunakan sebagai alat
penghasil daun teh. Sedangkan
penurunan aset biologi diakui sebagai
biaya kantor bukan sebagai kerugian.
Karena pada dasarnya biaya berbeda
dengan rugi, sebaiknya penurunan aset
biologi diakui sebagai kerugian sesuai
dengan IAS 41 Agriculture. Hal ini
akan berpengaruh terhadap kewajaran
dan keandalan laporan keuangan.
Dalam penelitian ini, pembahasan
mengenai aset biologi hanya terbatas pada
perhitungan nilai aset biologi s/d panen
pertama saja. Kos setelah panen pertama
tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.
Selain itu, peneliti menggunakan angka
estimasi dalam perhitungan harga
perolehan tanaman karena waktu yang
diperlukan untuk mempersiapkan tanaman
teh cukup lama. Sehingga tidak semua
laporan biaya kegiatan muncul setiap
periodenya.
Agar Perkebunan Ciater dalam
melakukan penilaian terhadap aset biologi
dapat lebih tepat dan lebih teliti penulis
memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Perkebunan Ciater hendaknya
menggunakan Rugi untuk pengakuan
penurunan nilai aset biologi.
2. Dalam perhitungan perolehan tanaman
menghasilkan hendaknya hanya
memperhitungkan seluruh kos yang
berhubungan langsung dengan proses
penyiapan tanaman teh, sedangkan kos
pemeliharaan sebaiknya dimasukkan
sebagai kos perolehan bahan baku
produksi.
3. Sebisa mungkin Perkebunan Ciater
mampu meminimalkan tanaman yang
mati tiap tahun tanam sehingga kos
perolehan per tanaman bisa lebih
rendah.
4. Perkebunan Ciater hendaknya terus
meningkatkan pemeliharaan aset
biologi agar dapat terus menghasilkan
pucuk daun teh yang berkualitas.
5. Untuk Penelitian selanjutnya, peneliti
mengharapkan pembahasan aset biologi
tidak terbatas hanya sampai perhitungan
nilai tanaman teh s/d panen pertama,
alangkah baiknya apabila membahas
pula mengenai Kos Produksi Tanaman
Teh.
REFERENSI
Carter, William K dan Milton F.Usry.
2002.Akuntansi Biaya,Salemba
Empat,Jakarta.
Food Info. 2009. Penanaman Teh. Diambil
Oktober, 15, 2009 dari
http://www.food-
info.net/id/products/tea/cultivation.htm
International Financial Reporting
Standard. 2008. International
Accounting Standard board. Diambil
Oktober, 25, 2009 dari
http://www.iasb.org
Marzuky. 1997. Metode Riset. Yogyakarta
: BPFE UII
Purba, Marisi P., 2008. Akuntansi Aktiva
Tetap, Kris Consulting, Jakarta.
Suwardjono. 2006. Teori Akuntansi
Perekayasaan Pelaporan Keuangan.
Edisi K3.BPFE.Yogyakarta
Widjaja, Amin T., 2009. Akuntansi Nilai
Wajar (Fair Value Accounting),
Harvarindo, Jakarta.