peran swasta dalam pengelolaan
TRANSCRIPT
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 UMUM
Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki keterbatasan-
keterbatasan didalam melakukan pengelolaan sampah, terutama
keterbatasan dana untuk pengelolaan sampah, keterbatasan peralatan
dan sarana fisik penanganan sampah yang dimiliki serta keterbatasan
sumber daya manusia yang memadai untuk pekerjaan tersebut.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut,
untuk dapat menciptakan pengelolaan persampahan yang baik kepada
masyarakat, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan suatu
kerjasama dengan pihak swasta untuk meringankan beban Pemerintah
Kabupaten/Kota itu sendiri untuk membangun dan membiayai
pengoperasian prasarana dan sarana perkotaan pada umumnya dan
persampahan pada khususnya.
Pelibatan peran serta swasta dalam menangani urusan-
urusan pelayanan menjadi semakin penting baik sekarang maupun
dimasa mendatang. Hal ini sejalan dengan saran yang disampaikan
oleh Garbier dan Osborne (1992) “agar pemerintah cukup
mengarahkan ketimbang mengayuh” (terjemahan ; Abdul Rosyid).
Untuk itu pelayanan kepada masyarakat dapat dikontrakkan
atau dialihkan ke sektor swasta dengan argumen sebagaimana yang
diungkapkan oleh Geabler dan Osborne (terjemahan ; Abdul Rosyid),
sebagai berikut :
… sektor swasta biasanya lebih baik dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang ekonomi, inovasi, mengadaptasi perubahan yang pesat, menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil atau usang dan melaksanakan tugas-tugas yang kompleks atau bersifat teknis”.
Sedangkan pemerintah cukup melaksanakan beberapa hal
yang menjadi bidang tugasnya, yang biasanya pemerintah dapat
melakukannya dengan lebih baik daripada sektor swasta.
1
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Diantara berbagai unsur dari penanganan sampah di
Kabupaten/Kota yang dapat penanganannya sebagian diserahkan
kepada swasta misalnya pelayanan pengangkutan sampah di jalan-
jalan protokol untuk dibawa ke lokasi penampungan sementara (TPS),
untuk seterusnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau
pengelolaan di lokasi TPA. Dalam istilah keseharian disebut dengan
swastanisasi / kemitraan dalam pengelolaan sampah. Pelayanan
pengangkutan sampah oleh swasta ini, pada dasarnya merupakan
bentuk partisipasi masyarakat / swasta (public private participation)
dalam mengatasi masalah kebersihan Kota Semarang.
1. Konsep kemitraan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan
pembangunan atau pelayanan umum kepada masyarakat yang
dilaksanakan oleh perusahaan swasta.
Siapapun pelaksana pelayanan, hal yang paling esensial
yang harus dicapai adalah kepuasan pengguna layanan tersebut yang
dalam hal pelayanan penanganan sampah ini adalah masyarakat. Ini
berarti pelayanan yang diberikan, baik oleh sektor pemerintah maupun
sektor swasta harus dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.
Bila ini yang terjadi, masyarakat akan mudah diajak berpartisipasi.
Sebaliknya bila pelayanan tidak memuaskan masyarakat
cenderung akan masa bodoh dan apatis. Wujud partisipasi masyarakat
dapat berbentuk ketaatan dalam membayar retribusi kebersihan dan
kesediaan mengikuti atau berperan aktif dalam kegiatan kebersihan
lingkungan misalkan melalui kegiatan kerja bakti membersihkan
lingkungan).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3.0 PENGERTIAN
2
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
1.1 Pengertian Kemitraan Pemerintah Dan Swasta
Kemitraan Pemerintah dan Swasta merupakan kerjasama
antara Pemerintah dengan Pihak Swasta yang dilakukan berdasarkan
kontrak (perjanjian kerjasama) dalam rangka peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
Pengertian Kemitraan berbeda dengan pengertian
swastanisasi yang juga merupakan kerjasama antara Pemerintah
dengan pihak swasta yang dilakukan berdasarkan kontrak (perjanjian
kerjasama).
Hal mendasar yang membedakan pengertian tersebut adalah
kewenangan dalam kepemilikan aset. Untuk kerjasama Kemitraan,
aset masih dimiliki oleh Pemerintah, sedangkan untuk kerjasama
Swastanisasi aset menjadi milik Swasta.
Mekanisme keterlibatan Badan Usaha Swasta dalam
Kemitraan Pemerintah – Swasta dapat berupa Peran Serta Sektor
Swasta (Private Sector Pasticipation yang selanjutya disebut PSP),
Kerjasama Pemerintah – Swasta (Public – Private Partnership yang
selanjutya disebut PPP) dan Peran Serta Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat (Public – Private – Community Partnership yang selanjutya
disebut PPCP).
PSP merupakan jenis kemitraan yang pada umumnya tidak
padat modal, sektor swasta melakukan pengadaan dan
operasionalisasi prasarana sedangkan Pemerintah sebagai penyedia
prasarana. Dalam hal ini Pemerintah tetap sebagai pemilik aset dan
pengendali pelaksanaan kerjasama.
PPP merupakan kemitraan pemerintah – swasta yang
melibatkan investasi yang besar / padat modal dimana sektor swasta
mebiayai, membangun dan mengelola prasarana dan sarana
sedangkan Pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan
pelayanan. Dalam hal ini Pemerintah tetap sebagai pemilik aset dan
pengendali pelaksanaan kerjasama.
PPCP merupakan kemitraan antara Pemerintah, Swasta dan
Masyarakat yang secara bersama-sama melakukan kerjasama dalam
3
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
pembangunan dan atau pengelolaan prasarana dan sarana. Investasi
yang dilakukan dapat bersifat padat modal ataupun tidak padat modal
tergantung dari kebutuhan masyarakat dan kemampuan mitra. Mitra
Swasta dan Masyarakat membiayai, membangun dan mengelola
prasarana dan sarana, sedangkan Pemerintah tetap sebagai pemilik
aset serta pengatur dan pengendali pelaksanaan kerjasama.
Kemitraan merupakan kerjasama yang memadukan antara
misi sosial sektor pemerintah dan masyarakat dengan orientasi
keuntungan swasta, sehingga proyek-proyek kemitraan diharapkan
dapat mengemban secara baik kedua misi tersebut dalam penyediaan
pelayanan kepada masyarakat luas.
Tabel 2.1 : Perbedaan antara Swastanisasi dan Kemitraan
KEMITRAAN
SWASTANISASI
PSP (Private Sector Participation) Peran Serta
Sektor Swasta
PPP (Public Private Partnership) Kerjasama
Pemerintah-Swasta
PPCP (Public Private Community
Partnership) Kerjasama
Pemerintah, Swasta & Masy
- Tidak padat modal- Sektor swasta
melakukan pengadaan & operasional sapras
- Pemerintah menyediakan prasarana
- Pemerintah tetap memiliki aset
- Pemerintah sebagai pengendali
- Proyek padat modal
- Sektor swasta membiayai, membangun & mengelola sapras
- Pemerintah sebagai mitra
- Pemerintah tetap memiliki aset
- Pemerintah sebagai pengendali
- Padat / tidak padat modal
- Sektor swasta & masy membiayai, membangun & mengelola sapras
- Pemerintah sebagai mitra
- Pemerintah tetap memiliki aset
- Pemerintah sebagai pengendali
- Divestasi aset pemerintah
- Komersialisasi perusahaan pemerintah
- Pengurangan kepemilikan pemerintah kepada swasta
Sumber : DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, 1999
Adapun tujuan partisipasi sektor swasta dalam
pengembangan dan atau pengelolaan prasarana dan sarana
khususnya dibidang pelayanan penanganan sampah adalah :
a. mencari modal swasta untuk menjembatani modal pembiayaan
yang besar yang dibutuhkan untuk investasi infrastruktur
pelayanan penanganan sampah,
b. memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan,
4
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
c. Alih teknologi,
d. Memperluas dan mengembangkan layanan bagi pelanggan,
e. Meningkatkan efisiensi operasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
kerjasama antara Pemerintah dan Swasta antara lain adalah :
a. Saling memahami misi, fungsi, tugas, hak dan kewajiban masing-
masing sebagai pelaku pembangunan,
b. menyatukan persepsi dalam negosiasi kegiatan kemitraan, sangat
diperlukan keterbukaan, komitmen dari para pelaku pembangunan
dengan semangat dan tujuan dicapainya hasil yang sangat
menguntungkan
c. Perlunya keterlibatan langsung seluruh pelaku pembangunan
terutama Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, konsumen, karyawan,
Dinas Kebersihan, tokoh daerah dan tokoh masyarakat.
d. Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan
konsisten
e. Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik
ditingkat pusat, propinsi ataupun ditingkat daerah untuk
menyesuaikan tarif sebagai imbalan atas jasa pelayanan.
f. Kriteria dan persyaratan lelang / negosiasi yang jelas, transparan
dan konsisten.
1.2 Pengertian Pelayanan Umum (Public Service)
Pengertian pelayanan umum secara formal dirumuskan
dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN)
Nomor 81 Tahun 1993, sebagai berikut :
…pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan BUMN/D dalam bentuk penyediaan pemberian barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
5
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bentuk pelayanan umum yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah dapat berupa pelayanan perkotaan, pelayanan jasa dan
pelayanan administratif. Salah satu contoh bentuk pelayanan jasa dan
pelayanan perkotaan adalah pelayanan penanganan kebersihan /
sampah.
3.0 LANDASAN HUKUM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN
SWASTA
Landasan hukum dalam rangka kerjasama antara
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat adalah unsur perundang-
undangan dan peraturan-peraturan mulai dari Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Menteri, dan
Peraturan Daerah.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kerjasama Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dibidang infrastruktur /
sarana prasarana umum antara lain meliputi dan tidak terbatas pada :
Keppres No. 7 Tahun 1998 tentang : Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan
Infrastruktur
Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /
Kepala Bappenas No. 319/KET/10/1998 tentang : Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam
Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur
Permendagri No. 4 Tahun 1990 tentang : Tatacara Kerjasama
antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga
Inmendagri Nomor 9 Tahun 1995 tentang : Petunjuk Pelaksanaan
Permendagri No. 4 Tahun 1990 tentang Tatacara Kerjasama antara
Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga
6
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Surat Menteri koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan
Pendayagunaan Aparatur Negara tentang : Langkah-langkah
Menghapus KKN dari Perekonomian Nasional
1.1 Keppres No. 7 Tahun 1998 tanggal 12 Januari 1998,
tentang : Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan
Infrastruktur
a. Pasal 1
Dalam pelaksanaan pembangunan dan atau pengelolaan
infrastruktur, Pemerintah dapat mengikutsertakan Badan Usaha
Swasta yang berbentuk Badan Hukum Indonesia
b. Pasal 2, ayat 1
Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 tersebut
meliputi bidang :
1) Pembangkitan transmisi atau pendistribusian tenaga
listrik,
2) Transmisi dan pendistribusian gas alam,
3) Pengelolaan dan pengangkutan minyak dan gas bumi
serta pengangkutan hasil-hasil olahan tersebut,
4) Penyaluran penyimpanan, pemasukan, pemasokan,
produksi, distribusi atau pengelolaan air bersih
5) Pengelolaan air limbah dan sampah
6) Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung
pelayanan angkutan barang atau penumpang baik laut, udara
atau kereta api
7) Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut atau
sungai atau danau, lapangan terbang dan bandara
8) Pengadaan dan pengoperasian sarana telekomunikasi
c. Pasal 3
1) Tetap seiring dengan azas, tujuan, sasaran dan
wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional,
7
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
2) Saling membutuhkan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan,
3) Meningkatkan efisiensi dan kualitas
pembangunan dan atau pengelolaan infrastruktur,
4) Semakin mendorong pertumbuhan ekonomi,
5) Meningkatkan kualitas pelayanan dan memberi
manfaat yang lebih besar kepada masyarakat,
6) Proses pengikutsertaan diselenggarakan melalui
penawaran yang terbuka dan transparan, sehingga mendorong
semakin berkembangnya iklim investasi,
7) Tidak bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku dan sepenuhnya tunduk pada hukum Indonesia.
1.2 Keputusan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No.
319/KET/10/1998 Tanggal 19 Oktober 1998 Tentang :
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan
Infrastruktur
a. Pasal 1, ayat 1 dan 2
1) Keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan
dan atau pengelolaan infrastuktur hanya dapat dilaksanakan
berdasarkan perjanjian antara pemerintah dengan badan usaha
yang sepenuhnya mengikuti ketentuan Keputusan Presiden No.
7 Tahun 1998 dan peraturan perundangan yang berlaku.
2) Perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam
ayat (1) adalah dalam bentuk :
a) Suatu kontrak yang dilaksanakan antara BUMN / BUMD yang
telah mendapatkan pelimpahan wewenang dari Menteri,
Pimpinan Lembaga atau Kepala Daerah dengan suatu badan
usahan swasta mengenai pembangunan infrastruktur dan
pelayanannya atau salah satu darinya, atau
8
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
b) Suatu pelimpahan hak dalam bentuk lisensi, ijin, perjanjian
atau yang lain oleh Pemerintah kepada Badan Usaha Swasta
baik bertindak sendiri maupun bersama-sama dengan suatu
BUMN / BUMD, dimana pelimpahan hak tersebut menyangkut
hak dan kewajiban penerima pelimpahan hak dalam
membangun infrastruktur dan melaksanakan jasa
pelayanannya atau salah satu darinya.
b. Pasal 4 ayat 1
Suatu usulan proyek atas prakarsa Badan Usaha Swasta
(unsolicited) hanya dapat diproses melalui pelelangan terbuka dan
kompetitif, sesuai ketentuan dalam Keputusan Presiden No. 7
Tahun 1998
1.3 Permendagri No. 4 Tahun 1990 tentang : Tatacara
Kerjasama antara Perusahaan Daerah dan Pihak
Ketiga
a. Pasal 1, ayat h dan i
h) Kerjasama adalah suatu rangkaian kegiatan yang terjadi karena
ikatan formal antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga untuk
bersama-sama melakukan suatu kegiatan usaha guna mencapai
suatu tujuan tertentu.
i) Pihak ketiga adalah Instansi, Lembaga, Bdan Hukum dan
Perorangan diluar Perusahaan Daerah antara lain Pemerintah
Pusat, Pemerintah Negara Asing, BUMN, Swasta Asing, Lembaga
Keuangan Dalam dan Luar Negeri dan atau antar Perusahaan
Daerah lainnya.
b. Pasal 2
Dasar Kerjasama adalah untuk memenuhi kepentingan kedua belah
pihak dengan mengadakan suatu ikatan, yaitu :
a. Adanya kepastian hukum dan rasa aman mematuhi ketentuan
tertulis yang telah disetujui bersama
9
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
b. Memberikan manfaat dan keuntungan yang seimbang dan wajar
bagi kedua belah pihak
c. Pasal 3
Maksud kerjasama adalah upaya meningkatkan efisiensi,
produktifitas dan efisiensi perusahaan Daerah dalam upaya
melanjutkan serta mengembangkan kelangsungan hidup
perusahaan dan mempercepat mobilisasi usaha dengan cara :
a) Mengembangkan usaha yang sudah ada atau sedang berjalan
b) Membentuk usaha-usaha baru atas dasar pertimbangan
mempunyai prospek yang baik dan saling menguntungkan
d. Pasal 4
Tujuan kerjasama adalah upaya meningkatkan daya guna dan hasil
guna, fungsi dan peranan Perusahaan Daerah sebagai salah satu
sumber pendapatan asli daerah dan upaya mewujudkan
Perusahaan Daerah sebagai salah satu penggerak roda
perekonomian daerah dan Pembangunan Nasional.
e. Pasal 7 ayat 1 dan 2
1) Usaha kerjasama sebagaimana dimaksud pasal 5 harus
menjamin :
a) Peningkatan efisiensi dan produktifitas Perusahaan Daerah
atau peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
b) Peningkatan pengaman Modal / Aset Perusahaan
c) Kerjasama harus saling menguntungkan bagi kedua belah
pihak
d) Peranan dan tanggungjawab masing-masing pihak dikaitkan
dengan resiko yang mungkin terjadi, baik dalam masa
kerjasama maupun setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.
2) Dalam menyusun perjanjian kerjasama harus disepakati secara
jelas mengenai cara / bentuk kerjasama, perbandingan modal,
pembagian modal, pembagian hasil usaha dan atau imbalan,
jangka waktu kerjasama, kewajiban sanksi-sanksi cara
pengakhiran kerjasama dan atau kemungkinan perpanjangan
kerjasama dan lain-lain yang dianggap perlu.
10
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
1.4 Inmendagri Nomor 9 Tahun 1995 tanggal 27 Maret
1995 tentang : Petunjuk Pelaksanaan Permendagri No.
4 Tahun 1990 tentang Tatacara Kerjasama antara
Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga
Instruksi Mendagri Nomor 9/1995 mengijinkan BUMD untuk
memasuki ventura dengan pihak swasta dan membeli surat berharga
atau saham yang dijual melalui penempatan langsung atau penawaran
umum.
1.5 Surat Menteri koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 79/MK, WASPAN/6/1998, Tanggal 11 Juni 1998
Tentang : Langkah-langkah Menghapus KKN dari
Perekonomian Nasional
b. Kerjasama pembangunan atau pengelolaan infrastruktur
1) Kerjasama yang belum dilaksanakan atau masih dalam rencana,
supaya pimpinan instansi pemerintah / BUMN / BUMD mematuhi
sepenuhnya ketentuan-ketentuan Keppres No. 7 Tahun 1998
dan aturan pelaksanaannya.
2) Kerjasama yang telah dilaksanakan dan ada unsur KKN, agar
dirundingkan kembali tarif dan persyaratan kerjasama lainnya
ke tingkat yang wajar.
c. Kerjasama pelayanan masyarakat
1) Apabila mengandung unsur KKN, agar dievaluasi apakah
kerjasama dimaksud sesungguhnya perlu atau tidak,
2) Apabila memang dibutuhkan untuk mendukung mutu dan
kecepatan pelayanan agar tarif pelayanan dan persyaratan
kerjasama ditinjau ulang dengan melibatkan penilai profesional,
3) Apabila tidak perlu, agar kerjasama tersebut dibatalkan.
11
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
3.0 LATAR BELAKANG KEMITRAAN PEMERINTAH DAN
SWASTA
Kebutuhan akan sarana dan prasarana terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk di suatu wilayah. Ketika biaya
penyediaan sarana dan prasarana meningkat melebihi kemampuan
pendanaan pemerintah, maka diperlukan sutu alternatif pemecahan
baru untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yakni melalui kerjasama
antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Kecenderungan perkembangan perkotaan yang terjadi di
Indonesia serta tuntutan pelayanan umum bagi masyarakat semakin
mendorong perlunya keterlibatan swasta dalam pembangunan
prasarana dan sarana, dengan alasan utama sebagai berikut :
1. Pertumbuhan penduduk perkotaan menimbulkan kebutuhan yang
meningkat atas layanan perkotaan. Pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan pasar mengakibatkan kecenderungan terjadinya
urbanisasi yang mengakibatkan peningkatan permintaan akan
prasarana perkotaan,
2. Keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam memenuhi
permintaan dan tuntuan masyarakat,
3. Ada kendala pembiayaan di tingkat lokal yang diakibatkan oleh
kegagalan untuk menetapkan pembebanan penuh atas layanan
yang diberikan, sehingga masih diperlukan subsidi untuk pelayanan
melalui pendapatan pajak,
4. Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang
seiring dengan pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana
pembangunan pemerintah terbatas,
5. Dibutuhkan peningkatan kualitas pelayanan, melalui pengelolaan
yang efektif dan efisien, bersih, transparan dan bertanggungjawab.
Masuknya sektor swasta yang berkompetisi mengakibatkan
perubahan dari monopoli pemerintah ke persaingan dalam
penyediaan layanan. Keadaan yang demikian akan meningkatkan
efisiensi dan menurunkan biaya,
12
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
6. Untuk dapat dihasilkan suatu peningkatan pelayanan yang lebih
efektif dan efisien, terbuka peluang dan kesempatan untuk
memanfaatkan hasil teknologi yang tepat melalui program alih
teknologi.
3.0 JENIS KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA
Ada beberapa alternatif bentuk kerjasama yang dapat
diterapkan dalam pengelolaan sampah Kota Semarang antara
Pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai berikut :
1. Kontrak Pelayanan (Service Contract)
Pada kontrak pelayanan, pihak swasta hanya melaksanakan fungsi
pelayanan sampah dengan ketentuan tertentu (uraian tugas dan
jangka waktu) yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan
perjanjian. Dari hal tersebut, pihak swasta akan mendapatkan
pembayaran atas pelayanan sampah yang telah dilakukan.
Pengembalian biaya operasi dan pemeliharaan dan keuntungan
yang wajar dari mitra swasta didapat dari Pemerintah dan atau
dengan memungut pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan
layanan infrastruktur yang bersangkutan.
Pilihan kerjasama ini bermanfaat bila Pemerintah ingin
mendapatkan alih teknologi kemampuan teknis, meningkatkan
efisiensi, menghadapi kendala tarif rendah dimana untuk
merubahnya memerlukan kebijakan politis dan penyesuaian
peraturan yang tidak mudah.
Kontrak pelayanan dibagi menjadi 2 (dua) jenis kontrak sebagai
berikut :
a. Kontrak Pelayanan dengan Harga Pasti (Fixed
Price)
Harga yang tertuang didalam kontrak adalah bersifat mengikat
tidak dipengaruhi oleh perubahan intensitas ataupun volume
pekerjaan. Berapapun sampah yang terangkut tidak akan
mempengaruhi pembayaran.
13
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
b. Kontrak Pelayanan dengan Harga Satuan (Unit
Price)
Harga pembayaran yang diterima tergantung pada volume atau
intensitas pekerjaan yang dinilai secara periodik. Pada pola
kontrak ini semakin banyak intensitas pekerjaan (sampah yang
terangkut) semakin banyak pula pembayaran.
Gambar 2.1 : Pola Kerjasama Kontrak PelayananSumber : DPU, Dit. Jend Cipta Karya, 1999
2. Kontrak Manajemen / Kontrak Kelola (Management
Contract)
Kontrak manajemen merupakan bentuk kerjasama dimana mitra
swasta diberi tanggungjawab menyediakan jasa pengelolaan atas
sebagian dan atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk
pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan
kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya.
Untuk menutupi biaya pengelolaan yang diperlukan, mitra swasta
menerima jasa manajemen dari Pemerintah atau mendapat
wewenang memungut pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas
dan layanan dimaksud. Pilihan kerjasama ini bermanfaat bila mitra
Pemerintah menginginkan peningkatan efisiensi dan efektivitas
pelayanan, namun menghadapi kendala tarif dan sistem
pengaturan lainnya yang sarat dengan pertimbangan sosial politik.
14
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
MemberikanJasa Pelayanan
PembayaranKontrak
MemberikanPelayanan
MembayarRekening
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
MemberikanJasa Manajemen
PembayaranKontrak
MemberikanPelayanan
MembayarRekening
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 2.2 : Pola Kerjasama Kontrak ManajemenSumber : DPU, Dit. Jend Cipta Karya, 1999
3. Konsesi (Consession)
Konsesi dalam pengertian kerjasama Pemerintah dan Swasta
diartikan sebagai pemberian hak secara utuh. Dengan cara ini
“concessionaire” (pemegang konsesi) akan melakukan pengelolaan
investasi, rehabilitasi, pemeliharaan, menagih dan menerima
pembayaran dari pelanggan / penerima jasa dan lain-lain. Masa
konsesi ini selalu berjangka panjang dan selama masa itu
pemegang konsesi memberikan pembayaran tertentu kepada
Pemerintah / Penanggungjawab Proyek. Setelah berakhirnya masa
konsesi semua aset kembali kepada Pemerintah, kecuali ditentukan
lain dalam kontrak.
Gambar 2.2 : Pola Kerjasama Kontrak KonsesiSumber : DPU, Dit. Jend Cipta Karya, 1999
15
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
KontrakKonsesi
Bagi Hasil
MemberikanPelayanan
PembayaranRekening
ESCROW / BANK
Fee Investasi
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Kompensasi yang diterima oleh pihak swasta diperoleh berdasarkan
kinerja yang dicapai pihak swasta tersebut. Pada pola ini biasanya
otoritas diberikan kepada swasta untuk mengelola suatu tempat
untuk dimanfaatkan atau diambil keuntungan daripadanya,
sepanjang fungsi utamanya tidak terganggu. Sebagai contoh
kerjasama yang dapat berbentuk konsesi adalah pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dua macam konsesi yang dimungkinkan adalah :
a. Konsesi – dimiliki, yaitu pada akhir masa konsesi fasilitas
tersebut bisa dimiliki Swasta,
b. Konsesi – dikembalikan, yaitu pada akhir konsesi fasilitas
tersebut harus dikembalikan pada Pemerintah.
4. Kontrak Sewa (Leasing Contract)
Leasing contract atau Kontrak Sewa merupakan bentuk kerjasama
dimana Pemerintah menyewa dari mitra swasta suatu fasilitas
infrastruktur tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu untuk
kemudian dioperasikan dan dipelihara. Pemerintah menyediakan
modal kerja untuk pengoperasian dan pemeliharaan dimaksud,
termasuk penggantian bagian-bagian tertentu.
Pengembalian biaya sewa, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan
biaya pemberian pelayanan kepada masyarakat serta keuntungan
yang wajar, mitra swasta mendapat kewenangan memungut
pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan dimaksud.
16
SWASTA
PEMERINTAH
MASYARAKAT
Menyewakan Aset
Bagi Hasil
MemberikanPelayanan
PembayaranRekening
ESCROW / BANK
Fee Pengelolaan
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 2.3 : Pola Kerjasama Kontrak SewaSumber : DPU, Dit. Jend Cipta Karya, 1999
Pola ini dipilih jika Pemerintah memerlukan investasi alat atau
sarana, karena keterbatasan dana pemerintah. Alat yang
disediakan oleh swasta akan disewa untuk jangka waktu tertentu.
Pola kontrak sewa terbagi menjadi dua macam. yaitu :
a. Sewa– jual (Lease-Purchase), yaitu pada sarana yang telah habis
masa sewanya akan menjadi milik Pemerintah.
b. Sewa–dimiliki (Lease-Own), yaitu pada sarana yang telah hasib
masa sewanya akan tetap menjadi milik swasta.
5. Kontrak Bangun (BOT / BTO / BOO / BT / BLT)
Pada pola ini kerjasama diawali dengan pembangunan infrastruktur
untuk selanjutnya dimanfaatkan sesuai keperluan. Pola kerjasama
kontrak bangun ada 5 jenis varian, sebagai berikut :
a. Built, Operate and Transfer (BOT)
Dalam Inmendagri No. 21/1996 Built, Operate and Transfer
(BOT) di Indonesiakan dengan “Bangun, Kelola dan Alih Milik”
(BKAM). BOT merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta
bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk
membiayainya yang kemudian dilanjutkan dengan
pengoperasian dan pemeliharaannya untuk suatu jangka waktu
tertentu.
Untuk pengembalian modal investasi, biaya pengoperasian dan
pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, mitra swasta (Pihak
II) menerima pembayaran dari Pemerintah (Pihak I) selaku
pemakai infrastruktur dan atau penerima jasa layanan yang
pada umumnya menggunakan sistem pembayaran “take or pay”
dimana Pihak I akan membayar / membeli kapasitas yang
dihasilkan oleh Pihak II sesuai dengan kesepakatan perjanjian
kerjasama. Selama masa kerjasama aset dikelola penuh oleh
mitra swasta dan pada akhir masa perjanjian kerjasama, seluruh
aset proyek diserahkan kepada Pemerintah, tanpa penggantian
biaya apapun. BOT biasanya digunakan untuk proyek
17
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
infrastruktur yang memerlukan investasi yang besar dengan
waktu pengembalian yang lama. Karena itu, jangka waktu
kerjasamanya biasanya juga panjang (puluhan tahun).
b. Built, Transfer and Operate (BTO)
Dalam Inmendagri No. 21/1996, Build, Transfer and Operate
(BTO) di-Indonesiakan dengan istilah “Bangun, Alih Milik dan
Kelola”. BTO merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta
bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk
membiayainya. Setelah selesai dibangun, proyek yang
bersangkutan diserahkan penguasaan dan kepemilikannya
kepada Pemerintah.
Pengoperasian dan pemeliharaan proyek dimaksud selanjutnya
dilakukan oleh mitra swasta tersebut untuk suatu masa tertentu
sesuai perjanjian kerjasama.
Pengembalian biaya pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan proyek serta keuntungan yang wajar bagi mitra
swasta diperoleh dari tarif yang dikenakan dan layanan
infrastruktur yang dimaksud.
c. Built, Own and Operate (BOO)
Built, Own dan Operate (BOO) merupakan bentuk kerjasama
dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun proyek
infrastruktur, termasuk membiayainya dan selanjutnya
mengoperasikan dan memeliharanya. Mitra swasta mendapat
pengembalian biaya investasi, operasi dan pemeliharaan serta
keuntungan yang wajar dengan cara menarik pembayaran
(biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan infrastruktur yang
bersangkutan. Pada waktu berakhirnya kerjasama, fasilitas
tersebut tetap menjadi milik mitra swasta yang bersangkutan.
d. Built and Transfer (BT)
Dalam Inmendagri No. 21/1996, Build and Transfer (BT) di
Indonesiakan dengan istilah “Bangun Alih Milik”. BT merupakan
bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggungjawab
membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya dan
18
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
setalah selesai pembangunannya menyerahkan kepemilikan
fasilitas yang bersangkutan kepada Pemerintah. Pola ini
biasanya dikenal dengan “turn-key”.
Pembayaran dari Pemerintah kepada mitra swasta dilakukan
sesuai kesepakatan. Secara sepintas BT kelihatan sama dengan
pemborongan biasa. Dalam pemborongan biasa, pembayaran
selesai setelah pekerjaan diterima oleh Pemerintah (pemberi
kerja), sedangkan dalam BT masa pembayaran dimaksud bisa
berlangsung panjang sesuai dengan kesepakatan kerjasama dan
besarnya investasi yang ditanamkan pihak swasta.
Pilihan kerjasama dengan bentuk BT biasanya digunakan untuk
proyek infrastruktur yang memerlukan investasi besar dengan
manajemen konstruksi yang memerlukan profesionalisme
tertentu sehingga dalam pelaksanaannya bisa lebih efisien dan
efektif.
e. Built, Lease and Transfer (BLT)
Dalam Inmendagri No. 12/1996, Built, Lease and Transfer (BLT)
di Indonesiakan dengan istilah “Bangun, Sewa dan Alih Milik”.
BLT merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta
bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk
membiayainya. Setelah jangka waktu kerjasama berakhir,
fasilitas infrastruktur tersebut menjadi milik Pemerintah.
Mitra swasta mendapatkan pengembalian investasinya melalui
uang sewa yang disepakati dengan Pemerintah selama jangka
waktu tertentu. Setelah berakhirnya perjanjian sewa-beli, aset
yang bersangkutan menjadi milik Pemerintah.
Sama dengan BOT, pilihan BLT biasanya dilakukan untuk proyek
infrastruktur yang memerlukan investasi besar yang tidak
mampu dibiayai dengan dana Pemerintah.
19
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
MelakukanKontrak Bangun
Bagi Hasil
MemberikanPelayanan
PembayaranRekening
ESCROW / BANK
Fee Investasi
Memberikan HakKontrak Bangun
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 2.4 : Pola Kerjasama Kontrak ManajemenSumber : DPU, Dit. Jend Cipta Karya, 1999
6. Kontrak Rehabilitasi (ROO / ROT)
Pada Kontrak Rehabilitasi diawali dengan kegiatan perbaikan
infrastruktur untuk selanjutnya dimanfaatkan sesuai keperluan. Pola
kerjasama kontrak rehabilitasi dibagi atas dua macam, yaitu :
a. Rehabilitate. Own and Operate (ROO)
ROO merupakan bentuk kerjasama dimana suatu fasilitas
infrastruktur milik Pemerintah diserahkan kepada mitra swasta
untuk diperbaiki dan dioperasikan. Biaya untuk rehabilitasi,
pengoperasian dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar
bagi mitra swasta diperoleh dengan cara menarik pembayaran
(biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan infrastruktur yang
bersangkutan.
b. Rehabilitate. Own and Transfer (ROT)
ROT merupakan bentuk kerjasama dimana aset / infrastruktur
milik Pemerintah diberikan kepada mitra swasta untuk
diperbaiki, dioperasikan dan dipelihara dalam jangka waktu
tertentu. Pada waktu berakhirnya kerjasama, fasilitas dimaksud
diserahkan kembali kepada Pemerintah.
Rangkuman dari beberapa bentuk kerjasama diatas dapat
diringkas sesuai Tabel 2.2 dan perbandingan antara kelebihan dan
kekurangan masing-masing bentuk kerjasama dapat dilihat pada Tabel
2.3.
20
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Tabel 2.2 : Perbandingan Bentuk Pola Kerjasama
No.
Uraian
Kontrak Pelayanan (Service Contract)
Kontrak Manajemen /
Kontrak Kelola
(Management Contract)
Konsesi(Consession)
Kontrak Sewa
(Leasing Contract)
Kontrak Bangun (Built
Contract) BOT, BTO, BOO, BT &
BLT
Kontrak Rehabilitasi (Rehabilitate Contract)ROO & ROT
1. Obyek - Pengembangan terbatas
- Operasi tertentu
Perbaikan operasi menyeluruh
Otoritas atas suatu sistem operasi
Penyewaan atas fasilitas yang disediakan swasta
Mobilisasi modal swasta untuk membangun fasilitas
Swasta tidak perlu membangun, hanya memperbaiki
2. Kepemilikan aset
Pemerintah Pemerintah Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
3. Operasi dan Pemeliharaan
Pemerintah dan atau swasta
Swasta Swasta Swasta Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
4. Modal dan Investasi
Pemerintah Pemerintah dan atau swasta
Swasta Swasta Swasta Swasta
5. Resiko usaha Pemerintah Bersama Swasta Swasta Swasta Swasta
6. Jangka waktu 1 – 3 tahun 5 – 10 tahun 5 – 10 tahun 5 – 10 tahun
20 – 25 tahun
5 – 10 tahun
7. Pembayaran ke Mitra Swasta (Imbalan)
Sesuai dengan harga satuan pekerjaan
Target dan Bonus Produksi
Manfaat atas sistem operasi
Bagian dari tarif
Tarif curah Tarf curah
Sumber : DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, 1999
Tabel 2.3 : Perbandingan Bentuk Pola Kerjasama
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 21
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
No. KSO Uraian Keuntungan Kerugian
1. Kontrak Pelayanan
Pihak swasta hanya melaksanakan tugas yang diberikan pihak pemerintah dengan spesifikasi dan jangka waktu yang sudah ditentukan. Pembayaran diterima atas pelaksanaan tugas yang dibebankan.
- Beban proses terkurangi tanpa mengganggu proses yang lain.
- Tidak terlampau memerlukan persiapan kerja yang rumit
- Pengawasan tidak terlalu sulit
- Proses lain yang tdak dikontrakkan ada kemungkinan terbengkalai.
2. Kontrak Manajemen
Swasta menyediakan modal kerja dan manajemen untuk melakukan pengelolaan pada jangka waktu tertentu.
- Peningkatan efisiensi pengelolaan
- Penggunaan sumber daya secara bersama (lebih efisien)
- Komunikasi lebih efektif
- Biaya ekstra bisa dihindari
- Kadang-kadang Pemerintah tidak bersedia memberikan wewenang penuh kepada swasta
- Konflik kepentingan jika swasta memiliki interest tertentu
3. Konsesi Swasta punya otoritas penuh untuk operasi, pemeliharaan dan penarikan retribusi
- Pengurangan / penghilangan biaya operasi
- Memunculkan sumber pendapatan baru.
- Efektifitas penggunaan sarana meningkat
- Pengawasan harus agak ketat
- Ada kekhawatiran swasta terlalu eksploitatif, sehingga fungsi utama tidak tercapai
4. Kontrak Sewa Swasta menyediakan sarana, Pemerintah sebagai penyewa
- Memudahkan penyediaan sarana, karena Pemerintah tidak perlu keluar dana besar
- Performasi alat menjadi bagus karena merupakan jaminan dari Pihak Swasta
-mahal jika dibandingkan dengan membeli sendiri
5. Kontrak Bangun Swasta melakukan investasi untuk menyediakan sarana yang berupa infrastruktur. Pemanfaatan sarana dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
- Pemerintah tidak perlu menyediakan dana besar
-kerjasama otoritas Pemerintah terhadap penggunaan fasilitas tidak penuh
6. Kontrak Rehabilitasi
Hampir sama dengan Kontrak Bangun, bedanya disini swasta tidak perlu membangun, tapi cukup melakukan perbaikan saja.
- Pemerintah tidak perlu menyediakan dana besar
-kerjasama otoritas Pemerintah terhadap penggunaan fasilitas tidak penuh
Sumber : DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, 1999
Tabel 2.2 : Perbandingan Bentuk Pola Kerjasama
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 22
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
No.
Uraian
Kontrak Pelayanan (Service Contract)
Kontrak Manajemen /
Kontrak Kelola
(Management Contract)
Konsesi(Consession)
Kontrak Sewa
(Leasing Contract)
Kontrak Bangun (Built
Contract) BOT, BTO, BOO, BT &
BLT
Kontrak Rehabilitasi (Rehabilitate Contract)ROO & ROT
1. Obyek - Pengembangan terbatas
- Operasi tertentu
Perbaikan operasi menyeluruh
Otoritas atas suatu sistem operasi
Penyewaan atas fasilitas yang disediakan swasta
Mobilisasi modal swasta untuk membangun fasilitas
Swasta tidak perlu membangun, hanya memperbaiki
2. Kepemilikan aset
Pemerintah Pemerintah Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
3. Operasi dan Pemeliharaan
Pemerintah dan atau swasta
Swasta Swasta Swasta Pemerintah dan atau swasta
Pemerintah dan atau swasta
4. Modal dan Investasi
Pemerintah Pemerintah dan atau swasta
Swasta Swasta Swasta Swasta
5. Resiko usaha Pemerintah Bersama Swasta Swasta Swasta Swasta
6. Jangka waktu 1 – 3 tahun 5 – 10 tahun 5 – 10 tahun 5 – 10 tahun
20 – 25 tahun
5 – 10 tahun
7. Pembayaran ke Mitra Swasta (Imbalan)
Sesuai dengan harga satuan pekerjaan
Target dan Bonus Produksi
Manfaat atas sistem operasi
Bagian dari tarif
Tarif curah Tarf curah
Sumber : DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, 1999
Tabel 2.3 : Perbandingan Bentuk Pola Kerjasama
No. KSO Uraian Keuntungan Kerugian
1. Kontrak Pelayanan
Pihak swasta hanya melaksanakan tugas yang diberikan pihak pemerintah dengan spesifikasi dan jangka waktu yang sudah ditentukan. Pembayaran diterima atas pelaksanaan tugas yang dibebankan.
- Beban proses terkurangi tanpa mengganggu proses yang lain.
- Tidak terlampau memerlukan persiapan kerja yang rumit
- Pengawasan tidak terlalu sulit
- Proses lain yang tdak dikontrakkan ada kemungkinan terbengkalai.
2. Kontrak Manajemen
Swasta menyediakan modal kerja dan manajemen untuk melakukan pengelolaan pada jangka waktu tertentu.
- Peningkatan efisiensi pengelolaan
- Penggunaan sumber daya secara bersama (lebih efisien)
- Komunikasi lebih efektif
- Kadang-kadang Pemerintah tidak bersedia memberikan wewenang penuh kepada swasta
- Konflik kepentingan
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 23
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
- Biaya ekstra bisa dihindari
jika swasta memiliki interest tertentu
3. Konsesi Swasta punya otoritas penuh untuk operasi, pemeliharaan dan penarikan retribusi
- Pengurangan / penghilangan biaya operasi
- Memunculkan sumber pendapatan baru.
- Efektifitas penggunaan sarana meningkat
- Pengawasan harus agak ketat
- Ada kekhawatiran swasta terlalu eksploitatif, sehingga fungsi utama tidak tercapai
4. Kontrak Sewa Swasta menyediakan sarana, Pemerintah sebagai penyewa
- Memudahkan penyediaan sarana, karena Pemerintah tidak perlu keluar dana besar
- Performasi alat menjadi bagus karena merupakan jaminan dari Pihak Swasta
-mahal jika dibandingkan dengan membeli sendiri
5. Kontrak Bangun Swasta melakukan investasi untuk menyediakan sarana yang berupa infrastruktur. Pemanfaatan sarana dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
- Pemerintah tidak perlu menyediakan dana besar
-kerjasama otoritas Pemerintah terhadap penggunaan fasilitas tidak penuh
6. Kontrak Rehabilitasi
Hampir sama dengan Kontrak Bangun, bedanya disini swasta tidak perlu membangun, tapi cukup melakukan perbaikan saja.
- Pemerintah tidak perlu menyediakan dana besar
-kerjasama otoritas Pemerintah terhadap penggunaan fasilitas tidak penuh
Sumber : DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, 1999
BAB III
KUANTITAS DAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 24
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
3.1. DIMENSI KUALITAS JASA PELAYANAN
Kualitas dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Artinya bahwa setiap produk jasa / pelayanan
dapat dikatakan berkualitas bila memenuhi standar standar yang ditetapkan.
Untuk itu biasanya penyedia jasa telah membuat standar jasa yang akan
dihasilkannya.
Pengertian lain tentang kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia, proses dan tugas serta lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dari
pengertian ini terlihat bahwa selera dan harapan konsumen bersifat dinamis
atau selalu berubah, oleh karenanya kualitas produk juga harus dapat
menyesuaikannya. Dan hal ini merupakan tanggungjawab penyedia jasa /
layanan untuk menyesuaikan produk jasanya dengan harapan konsumen
yang dinamis tersebut.
Kualitas jasa pelayanan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
“layanan yang diharapkan” (expected service) dan “layanan yang dirasakan”
(perceived service). Apabila jasa yang dirasakan atau diterima oleh
pelanggan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan
baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan,
maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika
jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas
jasa dipersepsikan buruk. Ini berarti bahwa kualitas harus dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan.
Sebagaimana produk barang, kualitas produk jasapun dipengaruhi
oleh banyak faktor. Untuk menilai atau menentukan jasa berkualitas atau
tidak maka harus diidentifikasi faktor utama yang menentukan kualitas jasa.
Menurut Fandy Tjiptono (Prinsip-prinsip Total Quality Service), 2001 untuk
produk jasa dapat dirangkum ada lima dimensi pokok yang mempengaruhi,
yaitu :
1. Bukti langsung (tangible), yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas
fisik, peralatan yang dipergunakan dan representasi dari jasa (misalnya
untuk jasa penanganan sampah : lingkungan fisik menjadi bersih).
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 25
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
2. Keandalan (reliability), kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,
resiko atau keragu-raguan.
5. Kepedulian (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para
pelanggan.
Beranjak dari dimensi kualitas jasa, tahap berikutnya yang juga
harus dipahami oleh penyedia jasa adalah apakah jasa yang dihasilkan dapat
memuaskan pelanggan. Dalam jasa penanganan sampah, bila pelanggan
puas maka ia akan ikut berpartisipasi aktif didalam kegiatan yang dilakukan
didalam hal ini pelanggan akan taat membayar retribusi.
Faktor kepuasan pelanggan ini dipengaruhi oleh berhasil tidaknya
penyampaian jasa / layanan kepada pelanggan. Zeithami, dkk
mengidentifikasi 5 (lima) kesenjangan (gap) yang menyebabkan
ketidakberhasilan penyampaian jasa (Zeithami, Valerie A, A. Parasuraman &
Leonard L Barry; 1990; dalam Fandi Tjiptono, 2001, yaitu :
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen (Customer
expextations – management perception gap) – Gap I
Seringkali manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat memahami
apa yang diinginkan pelanggan secara tepat. Hal ini menyebabkan
perusahaan tidak mengetahui bagaimana suatu jasa didesain dengan
baik. Contohnya penyedia layanan penanganan sampah mengira
pelanggan hanya menginginkan sampah diangkut tepat waktu, padahal
pelanggan selain tepat waktu juga menginginkan sampah tidak
berceceran disekitar bak sampah.
2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas layanan
(manajement’s perception – service quality spesification gap) – Gap II
Manajemen memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan,
tetapi ,manajemen tidak menetapkan standar mutu yang jelas. Contohnya
manajemen mampu memahami keinginan pelanggan sampahnya
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 26
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
diangkut dengan cepat, tetapi manajemen tidak menentukan kapan
sampah harus diangkut.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya (service quality
spesification – service delivery gap) – Gap III
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gap ini diantaranya adalah
beban kerja yang berlebih, karyawan kurang terlatih, tidak mampu
memenuhi standar kerja yang ditetapkan atau terkadang karyawan
dihadapkan pada standar kerja yang saling bertentangan. Contohnya
karyawan diharuskan membantu pelanggan mengatasi permasalahan
sampah pelanggan, tetapi disisi lain mereka juga diharuskan melayani
pelanggan dengan cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (delivery external
communication gap) – Gap IV
Harapan pelanggan dipengaruhi oleh janji yang dibuat penyedia jasa /
layanan baik yang disampaikan secara langsung maupun iklan.
Permasalahannya seringkali janji tersebut tidak dipenuhi, sehingga dapat
mengecewakan pelanggan. Contohnya penyedia layanan penanganan
sampah menjanjikan sampah diangkut tiap hari, tapi kenyataannya
seringkali dua hari sekali atau bahkan lebih. Akibatnya pelanggan menjadi
kecewa dan memiliki persepsi yang negatif terhadap kualitas jasa yang
ditawarkan penyedia layanan tersebut.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dengan jasa yang diharapkan (perceived
service – expected service gap) – Gap V
Gap ini terjadi bila pelanggan merasa bahwa apa yang diterimanya /
dipersepsikan dari penyedia jasa kurang dari yang dia harapkan.
Contohnya sampah pelanggan diangkut rata-rata tiap dua hari sekali,
padahal pelanggan mengharapkan diangkut tiap hari.
3.2. KONSEP KEPUASAN PENGGUNA JASA
Kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan kini semakin
melanda, baik dikalangan lembaga swasta (private sector) maupun
dikalangan lembaga pemerintah / BUMN / BUMD (public sector). Kesadaran
ini diungkapkan dalam berbagai bentuk atau slogan seperti : “kami ada untuk
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 27
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Anda”, “kami siap melayani anda”, “kepuasan pelanggan adalah tujuan
kami”, “pelanggan adalah raja” dan masih banyak lagi ungkapan sejenis.
Namun demikian mewujudkan kepuasan pelanggan secara menyeluruh
tidaklah segampang membalik tangan, hal ini disebabkan oleh tiga faktor,
yaitu : faktor pelayanan external (external service), faktor pelayanan internal
(internal service), dan interaksi antara pelanggan dengan pegawai yang
memberikan pelayanan. Ketiga faktor tersebut memiliki karakter masing-
masing, sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Konsep kepuasan pelanggan itu sendiri banyak variasinya, oleh
karenanya ada beberapa definisi tentang kepuasan pelanggan, diantaranya
(Fandy Tjiptono, 2001) :
1. Kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian / diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. (Day, dalam Tse dan Wilton, 1988, “Models of Consumer Satisfaction Formation : An Extension”).
2. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. (Engel, 1990, “Consumer Behavior”).
3. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. (Philip Kotler, 1994, et al).
Meskipun berbeda secara redaksional, ketiga definisi diatas
memiliki persamaan yaitu menyangkut harapan dan kinerja (hasil yang
dirasakan). Harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan
pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau
mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang
dirasakan merupakan persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima
setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Secara lebih sederhana dapat
didefinisikan, bahwa yang dimaksud dengan kepuasan pelanggan adalah
“suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat
terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi” (Nasution NM, 2001).
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 28
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Hubungan yang erat antara kualitas jasa dengan kepuasan
pelanggan, sebagaimana tercermin dalam definisi kualitas jasa menurut
Parasuraman dan definisi kepuasan menurut Philip Kotler, mengindikasikan
bahwa kualitas ataupun kepuasan dapat diukur. Hal ini didukung oleh teori
perspektif kualitas berdasarkan pendekatan “product based approach”
(Garvin, dalam Lovelock, 1994; Ross, 1993 dalam Nasution NM, 2001), yaitu :
“kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan
dan dapat diukur”. Permasalahannya apa dan bagaimana cara mengukurnya,
sehingga dengan mengetahui tingkat kepuasan pelanggan kita dapat
mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam memberikan pelayanan.
Untuk memperkaya pemahaman tentang kepuasan pelanggan,
berikut disajikan hasil penelitian tentang kepuasan pelanggan dari beberapa
perusahaan di Indonesia. Meskipun penelitian ini dilakukan oleh Vincent
Gasperz pada tahun 1996, yang kemungkinan hasilnya akan berbeda bila
dilakukan penelitian kembali, namun hasil penelitian ini masih relevan untuk
dijadikan referensi. Adapun hasil penelitian Vincent Gasperz sebagaimana
tabel berikut :
Tabel 3.1 : Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa dari Beberapa Perusahaan di
Indonesia tahun 1996
No.
PerusahaanSkor
PersepsiSkor
HarapanGap
Tingkat Kepuasan (%)
1. Sempati Air 5,26 6,66 -1,40 78,98
2. Auto 2000 5,46 6,61 -1,15 82,60
3. Hotel Hilton 5,48 6,51 -1,03 84,18
4. Bank Bali 5,25 6,41 -1,16 81,90
Sumber : Vincent Gasperz, Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa, Gramedia Pustaka Utama, PT, Jakarta, 1997
- Tingkat kepuasan = skor persepsi / skor harapan x 100%- Skor yang digunakan adalah skala Likert 1 – 7 (7 paling baik)
Dari Tabel 3.1 dapat diketahui bahwa perusahaan multinasional
sekelas Hotel Hilton, kualitas layanan yang diberikan hanya mampu
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 29
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
memberikan tingkat kepuasan sebesar 84,18%, tidak mencapai 100%.
Artinya bahwa untuk memberikan kepuasan kepada pengguna layanan
tidaklah mudah. Akan tetapi hal ini bukan berarti kualitas layanan dapat
diabaikan begitu saja. Karena bila hal ini terjadi pada jasa pelayanan
penanganan sampah, pelanggan akan tidak bersedia berpartisipasi dalam
kegiatan penanganan sampah, didalam hal ini peran serta masyarakat
didapat dari pembayaran retribusi sampah dan pembentukan KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat).
3.3. PENGUKURAN KUALITAS JASA PELAYANAN
Konsep kepuasan pelanggan jasa sebenarnya bersifat abstrak, hal
ini karena sifat dari kualitas jasa itu sendiri juga bersifat abstrak yaitu
menyangkut persepsi pelanggan jasa. Berbeda dengan pelanggan produk
barang, yang dapat dengan mudah menilai kualitas barang dari aspek
wujudnya, seperti warna, ukuran, kualitas baha, kualitas modal dan lain-lain.
Demikian pula kepuasan pelanggan jasa pelayanan penanganan sampah,
jasa pelayanan kebersihan bersifat abstrak yang tergantung dari persespsi
masing-masing pelanggan.
Pada jasa, mengukur kualitas berarti menilai kinerja suatu
jasa dengan seperangkat estándar yang telah ditetapkan, terutama yang
menyangkut persepsi pengguna jasa, sehingga hal ini tidak mudah dilakukan.
Namun demikian sebagaimana yang disampaikan oleh Garvin, secara teoritis
kualitas jasa dapat diukur.
Untuk mengukur kualitas jasa, Parasuraman, Zeithami dam Barry
(1985, dalam Fandi Tjiptono) menggunakan metode yang disebut dengan
metode “SERQUAL”. Dimensi yang dipakai untuk menilai kualitas jasa
adalah : “tangible (berwujud / bukti langsung), reliability (keandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan emphaty
(kepedulian).
Tingkat kualitas jasa / pelayanan itu sendiri merupakan selisih
antara persepsi / perception (P) dengan harapan / expectancy (E) pengguna
jasa / pelayanan yang dirumuskan sebagai berikut :
Q = P – E
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 30
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Dimana :
Q = skor kualitas pelayanan
P = skor persepsi pengguna jasa terhadap layanan
E = skor harapan penggunan jasa terhadap layanan
Pengukuran dari masing-masing dimensi dapat digunakan dengan
menggunakan skala “Likert”. Menurut Sugiyono (2001) : “skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Dengan skala Likert ini, dimensi
kualitas pelayanan yang pada dasarnya merupakan cerminan dari dimensi
kepuasan (yang dalam tesis ini merupakan variabel penelitian), dijabarkan
menjadi sub variabel. Selanjutnya dijabarkan lagi menjadi instrument
pertanyaan yang akan diberikan kepada pengguna jasa / pelayanan. Jawaban
dari setiap item pertanyaan menggunakan gradasi, yaitu : sangat tidak setuju
s/d setuju; sangat tidak puas s/d sangat puas atau sangat jelek s/d sangat
bagus. Masing-masing jawaban diberi skor penilaian dari 1 sampai dengan 5.
Secara umum, pengukuran kualitas pelayanan bukan hanya
merupakan perhatian sektor swasta semata, tetapi juga menjadi perhatian
(bahkan merupakan keharusan) bagi sektor publik. Argumennya adalah
bahwa rakyat baik selaku warga negara (citizen) yang telah membayar pajak
maupun sebagai konsumen (consumers) berhak untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas dan memuaskan. Namun pada kenyataannya
baru sebagian kecil saja dari sektor pemerintah (public sector) yang telah
memberikan pelayanan yang dapat dianggap memuaskan atau berkualitas
baik. Sebagian besar lainnya dari sektor publik, masih perlu meningkatkan
kualitas pelayanannya. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran dan
kemauan dari aparat penyedia layanan publik untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas. Oleh karena itu, sudah sewajarnya dan seharusnya bila
institusi pemerintah khususnya yang memberikan pelayanan umum,
menjadikan “kualitas pelayanan” sebagai acuan utama dalam meningkatkan
kinerjanya. Inilah salah satu argumen bahwa tujuan dari swastanisasi adalah
“meningkatkan kualitas pelayanan public” (Bastian, 2002).
Terkait dengan pelaksanaan kemitraan dengan swasta, perlu
diadakan evaluasi kinerja swasta dalam menangani pengangkutan sampah
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 31
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
serta jika dibandingkan dengan kinerja pemerintah, diharapkan swasta lebih
baik daripada pemerintah. Kinerja tersebut salah satu ukurannya dapat
dilihat dari tingkat kepuasan masyarakat disamping secara kuantitif juga
akan dilihat dari prosentase pelayanan (jumlah sampah yang terangkut
dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah).
Untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan ini akan dikaji dari
beberapa aspek, diantaranya : dari segi pembiayaan, bentuk kerjasama.
Setelah kajian tersebut baru dianalisa kinerja pengelola penanganan sampah
dan kemudian dibandingkan kinerjanya antara pemerintah dengan swasta.
Secara sistematis alur pikir dari penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 dan
Analisa dari penelitian ini pada Gambar 3.1 dan 3.2.
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 32
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 3.1 : Diagram Alir Pemikiran Penelitian
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 33
Landasan Teori :Telaah Study tentang
Penyediaan Pelayanan Jasa, sistem kerjasama, kualitas
pelayanan (servqual / service quality)
Permasalahan :Kelayakan swastanisasiPemilihan sistem kontrak kerjaKinerja pelayanan swastaPerbandingan swasta dengan pelayanan publik
Latar Belakang :Meningkatkan peran serta swastaMengurangi beban pemerintahMeningkatkan peran serta masyarakat luasMeningkatkan mutu pelayanan publikMenciptakan lapangan kerja baru
Tujuan Penelitian :Identifikasi pelaksanaan swastanisasiIdentifikasi pembiayaan (activity based costing)Evaluasi kelayakan pelaksanaan kemitraanAnalisa bentuk sistem kerjasama (SWOT)Tingkat kepuasan masyarakat (servqual) kinerjaPerbandingan pelayanan swasta & pemerintah
Hipotesa :Swastanisasi layak untuk dilaksanakanKinerja swasta lebih baik dari pemerintah
Identifikasi Swastanisasi
Pembiayaan
Kajian Bentuk Kerjasama
layak
tidak, efisiensi pembiayaan
Kinerja & Kepuasan Masy.
tidak, perubahan sistem kerjasama
sesuai
Perbandingan Pelayanan
Rekomendasi / Out Put
activity based costing
SWOT
servqualmethode
comparative test / mean score
jalan protokol
Perumnas Tlogosari vs Banyumanik
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 3.2 : Kerangka Analisa Penelitian
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 34
Identifikasi Pelaksanaan KemitraanAntara Pemerintah dan Swasta
Dalam Pelaksanaan PengangkutanSampah di Kota Semarang
Perhitungan Pembiayaan Pengangkutan Sampah dengan
Menggunakan Metode Activity Based Costing
Evaluasi Penerapan Sistem Kontrak Pelayanan (Service Quality)
Out Put :Kelayakan Pelaksanaan Kemitraan
Secara Ekonomis
Out Put :Bentuk / Jenis Kontrak yang Paling
Sesuai untuk Diterapkan
Pengukuran Tingkat Kepuasan Masy. Terhadap Kinerja Swasta
Perbandingan Kinerja Swasta & Pemerintah dalam Pelayanan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Out Put :Gambaran Umum Pelaksanaan
Kemitraan Pemerintah & Swasta
Pengujian Hipotesa :Kinerja Swasta Lebih Baik Bila
Dibandingkan dengan Pemerintah
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
4.1 INSTRUMEN PENELITIAN
Untuk dapat mengetahui hasil penelitian diperlukan alat ukur, yang
biasa disebut dengan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat
untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,
2001).
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa dengan penelitian ini
diharapkan akan terkumpul data primer yang berkaitan dengan “persepsi”
dan “harapan” pengguna jasa pelayanan penanganan sampah untuk
mengetahui tingkat kinerja pelayanan pengumpulan dan pengangkutan
sampah di jalan-jalan protokol yang dilakukan oleh swasta dan jalan-jalan
lingkungan yang pengelolaannya masih dikelola oleh Dinas Kebersihan
bersama dengan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).
Untuk keperluan ini digunakan alat ukur kuesioner, yang menurut
Nawawi (1992), “kuesioner atau angket adalah merupakan alat pengumpul
data yang paling efektif untuk memperoleh informasi dari responden tentang
dirinya sendiri atau keadaan di luar dirinya”.
Dalam penelitian ini digunakan model kuesioner tertutup, yaitu
pertanyaan / pernyataan yang telah disiapkan alternatif jawabannya. Dengan
metode kuesioner tertutup ini diharapkan akan :
a. Mudah mengukur hasilnya, karena dari jawaban telah dibuat skalanya.
b. Memudahkan responden dalam menilai kenyataan pelayanannya.
c. Memudahkan responden dalam menyatakan harapan tentang pelayanan
yang diinginkannya.
Instrumen penelitian yang menjadi fokus penelitian ini adalah
instrumen dimensi kualitas jasa berdasarkan metode “servqual” yang
meliputi dimensi : yang berwujud fisik dari pelayanan (tangible), keandalan
dalam pelayanan (reliability), daya tanggap penyedia layanan
(responsiveness), jaminan pelayanan (assurance), dan kepedulian penyedia
layanan (emphaty).
Kelima dimensi tersebut dijabarkan menjadi 20 instrument
penelitian. Ke 20 instrument penelitian tesebut selanjutnya dijabarkan dalam
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 35
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
pertanyaan / kueisoner. Adapun daftar instrumen penelitian dimaksud,
sebagaimana Tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 : Indikator Kepuasan Pengguna Jasa Pelayanan Sampah Untuk
Menentukan Kinerja Pelayanan swasta (contoh)
Variabel
Instrument Penelitian No. ItemIndependent
(Penyedia Layanan)
Dependent(Dimensi)
1 2 3 4
Sektor PublikSektor Swasta
Tangible(Berwujud)
Kondisi Truk SampahKelengkapan jaring pengamanJumlah, jenis dan kapasitas trukSeragam petugas
1234
Reliability(Keandalan)
Ketepatan waktu pelayananKeseriusan pelayananKeandalan pelayananRealisasi janji
5678
Responsiveness(Daya Tanggap)
Konsistensi pelayananMerapikan bak sampahDaya tanggap sampahMembantu pelanggan
9101112
Assurance(Jaminan)
Mudah dihubungiKejujuranPengetahuan petugasRasa aman
13141516
Emphaty(Kepedulian)
Memilah sampahKomunikasi / penyuluhanHubungan individualBersikap simpatik
17181920
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 36
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
PETUNJUK PENGISIAN QUESTIONER :1. Beri tanda silang pada pernyataan Kelompok I (Pertanyaan Umum) dan
Kelompok II (Pemberi Pelayanan Sampah dan Kelompok Konsumen), serta beri angka yang paling sesuai dalam kotak yang tesedia pada pernyataan Kelompok III (Aspek-aspek Penanganan Sampah)
2. Penilaian Bapak / Ibu pada pernyataan Kelompok III didasarkan atas :a. Persepsi : pada kolom ini, Bapak / Ibu dapat memberikan penilaian
atas kinerja pelayanan sampah yang secara kenyataannya Bapak / Ibu terima atau rasakan dari tiap-tiap pernyataan Kelompok III.
b. Harapan : pada kolom ini Bapak / Ibu dapat memberikan penilaian sejauh mana harapan / keinginan Bapak / Ibu terhadap pernyataan di tiap-tiap pernyataan Kelompok III.
3. Skala penilaian atas pernyataan Kelompok III, yang Bapak / Ibu dapat berikan, yang meliputi :a. Nilai apabila Bapak / Ibu Sangat Tidak Setuju (STS);b. Nilai apabila Bapak / Ibu Tidak Setuju (TS);c. Nilai apabila Bapak / Ibu Ragu-ragu (R);d. Nilai apabila Bapak / Ibu Setuju (S);e. Nilai apabila Bapak / Ibu Sangat Setuju (SS), dengan pernyataan-
pernyataan tersebut.Contoh : Bila terhadap pernyataan pada Kelompok III, persepsi atas kenyataan pelayanan penanganan sampah yang Bapak / Ibu terima adalah “Setuju”, maka Bapak / Ibu dapat memberikan nilai 4 pada kolom “Persepsi”. Dan bila pernyataan tersebut menurut harapan / keinginan Bapak / Ibu “Sangat Setuju” maka Bapak / Ibu dapat memberikan nilai 5 pada kolom “Harapan”.
No. PernyataanPenilaian
Persepsi (P) Harapan (E)(1) (2) (3) (4)1. Peralatan yang dipakai petugas
untuk menanganai sampah menggunakan teknologi terbaru / mutahir
.....4..... .....5.....
4. Jawaban yang Bapak / Ibu berikan akan dijamin kerahasiannya sesuai dengan kode etik penelitian.
DAFTAR PERTANYAAN :I. Pertanyaan Umum :
1. No. Responden : .............. (diisi peneliti)2. Nama Responden : ................................................3. Alamat Responden : ................................................4. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan5. Pendidikan : SD
SLTP SLTA Sarjana Muda / Diploma
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 37
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Sarjana6. Pekerjaan : PNS
TNI / Polri Pegawai Swasta Wiraswasta Lain-lain, Sebutkan : ...................
7. Pengeluaran per bulan : < Rp 500.000,- Rp 500.000,- s/d Rp 1.000.000,-
Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,- Rp 1.500.000,- s/d Rp 2.000.000,- > Rp 2.000.000,-
II. Pemberi Pelayanan Sampah dan Kelompok Konsumen1. Pelayanan Sampah Oleh :
Pemerintah (Dinas Kebersihan) Swasta
2. Saya pengguna layanan sampah dari kelompok : Rumah Tangga Komersial
III. Aspek-aspek Pelayanan Penanganan Sampah
No. PernyataanPenilaian
Persepsi (P) Harapan (E)(1) (2) (3) (4)A. Aspek Berwujud ( Tangible ) :1. Truk pengangkut sampah yang
digunakan dalam menangani sampah kondisinya baik dan menggunakan teknologi terbaru / modern.
.......... ..........
2. Di dalam perjalanan truk sampah dilengkapi dengan jaring pengaman sehingga sampah tidak tercecer di jalanan dan tidak menyebarkan bau tidak sedap.
.......... ..........
3. Jenis, jumlah dan kapasitas angkut truk sampah sesuai dengan karakteristik dan volume sampah
.......... ..........
4. Dalam menjalankan tugasnya, petugas memakai seragam, sehingga memudahkan saya mengenali mereka
B. Aspek Keandalan ( Reliability ) :5. Agar tidak menumpuk, sampah diangkut
tepat waktu (paling lambat dua hari sekali).
.......... ..........
6. Petugas serius mengangkut sampah, sehingga tidak tersisa di bak sampah karena dapat menimbulkan bau tak sedap.
.......... ..........
7. Jika terdapat sampah terlambat diangkut, dengan keandalan dalam pelayanan, setelah dihubungi petugas segera mengangkatnya.
.......... ..........
8. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan .......... ..........
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 38
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
yang dijanjikan
(1) (2) (3) (4)C. Aspek Daya Tanggap
( Responsiveness ) :9. Apabila sampah melebihi dari biasanya,
petugas konsisten bersedia mengangkut semuanya
.......... ..........
10. Petugas bersedia merapikan bak sampah / kontainer / depo yang tidak rapi
.......... ..........
11. Petugas segera tanggap atas setiap keluhan / pengaduan pelayanan
.......... ..........
12. Petugas bersedia membantu pelanggan dalam mengatasi kebersihan lingkungan
.......... ..........
D. Aspek Jaminan ( Assurance ) :13. Ketika pelanggan mendadak
membutuhkan pelayanan, petugas mudah dihubungi.
.......... ..........
14. Petugas jujur tidak meminta imbalan, termasuk pada saat produksi sampah berlebih dari biasanya.
.......... ..........
15. Petugas memiliki pengetahuan dalam menjawab pertanyaan mengenai pelayanan penanganan sampah
.......... ..........
16. Terkadang pelanggan lupa menaruh di halaman rumah barang yang masih bisa dipakai, namun petugas tidak memungutnya sebagai sampah. (keamanan)
.......... ..........
E. Aspek Kepedulian (Emphaty) :17. Petugas selalu peduli untuk memilah
sampah basah dan sampah kering........... ..........
18. Petugas secara berkala memberikan penyuluhan kebersihan lingkungan kepada warga
.......... ..........
19. Dalam memberikan pelayanan, petugas bersikap ramah dan sopan.
.......... ..........
20. Bila pelanggan memiliki masalah atas pelayanan (komplain), petugas bersikap simpatik dan sanggup memberikan tanggapan / menyelesaikan masalah.
.......... ..........
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 39
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Anonim, Panduan Kerjasama Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum, DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Perdesaan, Jakarta, November 1999
Anonim, Aspek Teknik / Operasional Pengelolaan Sampah, DPU, Dit. Jend. Cipta Karya, Direktorat Penyehatan Lingkungan Permukiman, Jakarta, November 1989
Anonim, Pedoman Pengelolaan Persampahan Perkotaan Bagi Pelaksana, Dep Kim. Pras. Wil, Dit. Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Jakarta, 2003
Damanhuri, Enri, Teknik Pembuangan Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1995
Kodoatie, Robert J, Manajemen Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Agustus 2003
Osborne David and Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi : Transformasi Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, Cetakan Kelima, Edisi Bahasa Indonesia, dari : “Reinventing Government : How The Entrepreuneurial Spirit is Transforming The Public Sector”, Alih Bahasa : Abdul Rosyid dan Ramelan, Penerbit PPM, Jakarta, 2000
Rangkuty, Freddy, Measuring Customer Satisfaction : Tehnik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis PLN-JP, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002
Ramelan, Rahardi, Kemitraan Pemerintah – Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia, Koperasi Jasa Profesi LPPN, Jakarta, 1997
Rukmana, Nana, Manajemen Pembangunan Prasarana Kota, Pustaka LP3ES, PT, Jakarta, 1993
Santoso, Singgih, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Elex Media Komputindo, PT, Jakarta, 2000
Sevilla Consuelo G, Ochave Jesus A, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1993
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, CV, Bandung, 2000
Syafrudin, Priyambada Ika Bagus, Pengelolaan Limbah Padat, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2001
Tchobanoglous G, Theisen H, Vigil S, Integrated Solid Waste Management Engineering Principles and Management Issues, McGraw-Hill, Inc, New York, 1993
Tjiptono, Fandy, Prinsip-prinsip Total Quality Service, edisi Kedua, Cetakan Kedua, Andi Offset, Yogyakarta, 2001
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987, tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang Pekerjaan Umum kepada Daerah
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 40
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Keppres No. 7 Tahun 1998 tanggal 12 Januari 1998, tentang : Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur
Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas No. 319/KET/10/1998 Tanggal 19 Oktober 1998 Tentang : Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur
Permendagri No. 4 Tahun 1990, tentang : Tatacara Kerjasama antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga
Inmendagri Nomor 9 Tahun 1995 tanggal 27 Maret 1995, tentang : Petunjuk Pelaksanaan Permendagri No. 4 Tahun 1990 tentang Tatacara Kerjasama antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga
Peraturan Derah Kotamadya Dati II Semarang No. 6 Tahun 1993, tanggal 18 Juni 1993, tentang : Kebersihan Wilayah Kota Semarang
ARTIKEL :
Djoko Rismianto, Pengelolaan Infrastruktur Perkotaan dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), Buletin Bapekin, 2005
Ibnu Busono, Perkembangan Model Keterlibatan Swasta Dalam Sektor Prasarana, Pusat Pengembangan Investasi Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta
, A-Z Swastanisasi, Buletin Bapekin, Jakarta
, Depok Kerjasama dengan Swasta dalam Pengelolaan Sampah, Buletin Bapekin, Jakarta
, Badan Regulator (Pengatur) Investasi Swasta, Mengapa Diperlukan?, Buletin Bapekin, Jakarta
, Karena Keterbatasan, Makin Banyak Urusan Pemerintah Diserahkan ke Swasta, Buletin Bapekin, Jakarta
, Meningkatkan Pelayanan Publik dengan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Buletin Bapekin, Jakarta
, Swastanisasi dan Pelayanan Berbasis Masyarakat, Buletin Bapekin, Jakarta
TESIS :
Agus Tri Haryono, Kinerja Layanan Persampahan di Kota Yogyakarta, Tesis, Jurusan Magister Teknik Pembangunan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, 2002
Witler Slamat Halomoan Silitonga, Kerjasama Pemerintah Daerah Kotamadia Tingkat II Bekasi dengan Swasta dalam Pembiayaan Persampahan Berdasarkan “Activity Based Costing”, Tesis, Pasca Sarjana, Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1998
Mochamad Noor Fauzie, Persepsi Masyarakat terhadap Efektifitas Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Kendal, Tesis, Magister Teknik Pembangunan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, 2002
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 41
PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
JURNAL :
Aviliani dan Wilfridus Elu, Membangun Kepuasan Pelanggan Melalui Kualitas Pelayanan, Jurnal : Usahawan No. 95 TH XXVI, 1997
Rahayu, Amy Y.S, Fenomena Sektor Publik dan Era Service Quality (Servqual), Jurnal : Bisnis & Birokrasi/No.1/Vol.III/April/1997
Benno Rahardyan dan Dessy Ristiana Winarsih, Faktor-faktor Kekhawatiran yang Berkaitan dengan Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Fasilitas Persampahan, Jurnal : Infrastruktur dan Lingkungan Binaan (Infrastructure and Build Environment), Vol. I, No. 1, Juni 2005
LAPORAN STUDI / PENELITIAN :
Duta, CV, Studi Evaluasi TPA Metropolitan Semarang, Dinas Permukiman dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah Proyek Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman, Semarang, 2003
Mitra Lingkungan Duta Consult and association, TPA Site Selection and It’s ANDAL, Pemerintah Kota Semarang, Dinas Kebersihan, Semarang, 1997/1998
Rekayasa Jati Mandiri, CV, Bantuan Teknis Manajemen Persampahan Kota Semarang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Jakarta, 2004
Tri Desain, CV, Bantuan Teknis Penyusunan PJM Prasarana Metro Kota Semarang, Dinas Permukiman dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah Proyek Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman, Semarang, 2002
Tri Desain, CV, Fasilitasi Kerjasama Pengelolaan Prasarana Kota Antar Wilayah Metropolitan Semarang, Dinas Permukiman dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah Proyek Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman, Semarang, 2003
LAIN-LAIN :
Himpunan Peraturan Daerah, Surat Keputusan Walikota, Surat Instruksi Walikota, Petunjuk Teknis, Aset dan Data tentang : Pengolahan Kebersihan Kota Semarang, Pemerintah Kota Semarang, 2002
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000-2010, Pemerintah Kota Semarang, 2000
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) VII Tahun 2000-2010, Pemerintah Kota Semarang, 2000
Profil Dinas Kebersihan, Dinas Kebersihan Kota Semarang, 2005
Profil Perum Perumnas Regional V, Perum Perumnas Regional V, 2003
Disusun oleh Syafrudin, NIP 131 764 877 42